OPTIMASI DOSIS NITROGEN DAN KALIUM PADA BIBIT
KELAPA SAWIT (
Elaeis guinensis
Jacq
)
DI PEMBIBITAN UTAMA
HALIM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Optimasi Dosis Nitrogen dan Kalium pada Bibit Kelapa sawit di Pembibitan Utama adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
ABSTRACT
HALIM . Optimizing of Nitrogen and Potassium Fertilizer Rate for Oil Palm Seedling (Elaeis guinensis Jacq) on Main Nursery. Supervised by Sudradjat and Hariyadi.
The need of oil palm seedlings increase with the growing demand from farmers and plantation companies. The use of high quality seedlings is one of the requirements to obtain a high productivity. Thus the proper fertilization of seedlings planted at the main nursery should be done. This research aimed to determine the growth response of oil palm seedlings to various doses and to determine the optimum dose of nitrogen and potassium fertilizer on oil palm seedlings. The experiment was carried out at Cikabayan Experimental Station at IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java. The experimental design used was factorial randomized block design with three replications. The treatment consisted of two factors, the first factor was N fertilizer and the second factor was K fertilizer. N fertilizer consists of four levels ( N1 = 0 g, N2 = 8.35 g, N3 = 16.7 and N4 = 33.4 g/seedling) and K fertilizer consists of four levels ( K1 = 0 g, K2 = 10.9 g , K3 = 21.8 g, and K4 = 43.6 g/seedling). The result of the experiment shows that N and K fertilizer increase the plant height, number of frond and stem diameter. Base on the plant height, the optimum dose of N fertilizer is 22.27 g and K fertilizer is 35.13 g during six months in the main nursery.
Key word: oil palm seedling, optimizing fertilizer rate, main nursery, nitrogen,
HALIM Optimasi Dosis Nitrogen dan Kalium pada Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guinensis Jacq ) di Main Nursery. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan HARIYADI
Kebutuhan bibit kelapa sawit yang berkualitas terus meningkat seiring dengan permintaan petani dan pengusaha perkebunan dalam skala besar. Kualitas bibit sangat dipengaruhi oleh pemeliharaan di pembibitan dan yang paling utama adalah aplikasi pemupukan. Aplikasi pemupukan harus memenuhi kriteria, yaitu tepat dosis, jenis, waktu, dan tempat. Tanaman menghendaki jumlah pupuk yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat tumbuh dengan baik dan dapat dipindahkan ke lapangan pada waktu yang tepat. Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan tahap awal dalam mempersiapkan bahan tanaman untuk kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit yang sangat mempengaruhi produktivitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kelapa sawit terhadap berbagai dosis pupuk dan menentukan dosis optimum pupuk nitrogen dan kalium pada pembibitan kelapa sawit. Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan Kampus Darmaga IPB, Bogor Jawa Barat. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dalam Acak Kelompok (RAK), perlakuan terdiri dari dua faktor, faktor pertama pemupukan N dan faktor kedua pemupukan K. Pemupukan N terdiri dari 4 taraf yaitu N1 = 0 g, N2 =8.35 g ,N3 = 16.7 g dan N4 =33.4 g/bibit. Pemupukan K terdiri atas 4 taraf yaitu K1 =0 g , K2=10.9 g, K3=21.8 g, dan K4 =43.6 g/bibit. Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri dari 5 tanaman. Parameter yang diamatai adalah pertumbuhan morfologi tanaman, kandungan khlorofil, bobot kering tanaman, kadar N dan K di dalam tanah. Analisa tanah dan daun dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Institut Pertanian Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk N dan K meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit. Kandungan khlirofil di dalam daun tidak dipengaruhi oleh pemberian nitrogen dan kalium. Berdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang , dosis optimum pupuk N adalah 22,27 g dan pupuk K adalah 35.13 g selama enam bulan di pembibitan utama.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
DI PEMBIBITAN UTAMA
HALIM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Halim
NIM : A252100141
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sudradjat, M.S.
Ketua Anggota
Dr. Ir. Hariyadi, M.S.
Diketahui
Ketua Mayor Agronomi dan Dekan Sekolah Pascasarjana
Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatakan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam yang telah membawa umatnya ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Judul penelitian ini adalah “Optimasi Dosis Nitrogen dan Kalium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guenensis Jacq) di Pembibitan Utama”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Dr. Ir. Hariyadi, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penulisan Tesis ini.
2. Ayahanda Sikuru dan Ibunda Masiraa, yang senantiasa memberika semangat dan dorongan doa yang tiada putusnya, sehingga penulis tegar dalam menghadapi berbagai kesulitan.
3. PEMDA Propinsi Riau dan Dinas Pendidikan Indragiri Hilir yang telah memberi izin untuk mengikuti tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.
4. Keluarga terutama, istri tercinta Julianty, anak-anak dan kakanda abang Hadis Wagola atas keikhlasan, motivasi dan doanya.
5. Kepada rekan-rekan FORSCA AGH-IPB dan seluruh mahasiswa Pascasarjana IPB, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
Akhirnya penulis berharap semoga informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2012
Penulis dilahirkan di Desa Wagola, Kecamatan Piru, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku pada tanggal 01 Januari 1966 dari ayah bernama Sikuru dan Ibu Masiraa. Penulis merupakan anak yang bungsu dari empat bersaudara.
Tahun 1986 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Pattimura,
Ambon, melalui jalur PMDK pada Program Studi Agonomi, Fakultas Pertanian. Tahun 1991 penulis berhasil menyelesaikan studi S-1, selanjutnya pada tahun
1993 penulis bekerja di SAMBU GROUP PT RSUP sebuah perusahaan perkebunan kelapa hibirida dan nenas sebagai asisten manager sampai dengan tahun 1998. Penulis mulai meniti karir mengajar pada tahun 1999 sebagai guru di SMPN 1 Gaung dan pada tanggal 1 April 2005 penulis diangkat menjadi PNS dan mengajar di SMKN 1 I Kempas INHIL - RIAU sampai sekarang.
Pada bulan september tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan strata-2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, diterima sebagai mahasiswa di Program Mayor Agronomi dan Hortikultura dengan biaya dari PEMDA RIAU.
DAFTAR ISI
Botani Kelapa Sawit... Syarat Tumbuh Kelapa Sawit...Pembibitan Pendahuluan ( Pre Nursery) ………... Pembibitan Utama ( Main Nursery )………... Peranan Pupuk Nitrogen ………... Peranan Pupuk Kalium ………... Optimasi Dosis Pupuk...
METODOLOGI………. Tempat dan Waktu……… Bahan dan Alat………. Metode Penelitian………. Pelaksanaan Penelitin………. Parameter Pengamatan ………... Analisa Data………...
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN……… 45
DAFTAR TABEL
Dosis Pemupukan N dan K perbulan pertaraf pemupukan ...
Respon Tinggi Bibit terhadap Dosis Pupuk N dan K...
Respon Jumlah Daun terhadap Dosis Pupuk N dan K ...
Respon Diameter Batang terhadap Dosis N dan K …………...
Respon Dosis Pupuk N dan K terhadap Luas Daun...
Respon Dosis Pupuk N dan K terhadap Kehijauan daun...
Bobot kering akar, pelepah dan daun pada N2K3) dan kontrol...
Neraca hara N dan K pada perlakuan N2K3 di akhir penelitian...
Optimasi dosis Nitrogen terhadap tinggi bibit selama 6 bulan...
Dosis Kalium terhadap tinggi bibit selama 6 bulan...
Optimasi dosis Nitrogen terhadap jumlah daun selama 6 bulan...
Dosis Kalium terhadap jumlah daun selama 6 bulan...
Optimasi dosis Nitrogen terhadap diameter batang selama 6 bulan....
Dosis Kalium terhadap diameter batang selama 6 bulan...
Perbandingan dosis optimum N berdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang ...
Perbandingan dosis optimum K berdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang ………...
Halaman
Respon tinggi bibit terhadap pupuk nitrogen ...
Respon tinggi bibit terhadap pupuk kalium...
Respon jumlah daun terhadap pupuk nitrogen...
Respon jumlah daun terhadap pupuk kalium...…...
Respon diameter batang terhadap pupuk nitrogen ...
Respon diameter batang terhadap pupuk kalium...
Respon luas daun terhadap pupuk pupuk nitrogen...
Respon klorfil daun terhadap pupuk nitrogen 16 MST dan 20 MST...
Respon klorofil daun terhadap nitrogen pada 24 MST...
Konsentrasi N total (%) dalam tanah...
Konsentrasi K (ppm) dalam tanah...
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Analisis Tanah Awal ………...
Data Curah Hujan Dramaga Bogor ……….
Laju pertumbuhan tinggi bibit ………...
Laju pertumbuhan Jumlah daun ……...
Laju pertumbuhan Diameter Batang ………...
Periode seleksi dan standar bibit kelapa sawit PPKS ………..
Pengaruh N dan K terhadap tinggi bibit ………...
Pengaruh N dan K terhada Jumlah daun...
Pengaruh N dan K terhadap Diameter Batang... .
Pengaruh N dan K terhadap luas daun...
Hasil Uji Komposisi Kandungan Pupuk...
Hasil Analisa tanah dalam polybag/layer...
Hara Dalam Jaringan Tanaman...
Standar Pertumbuhan Bibit Dami Mas...
Kondisi bibit sawit pada saat pindah dari pre nursery...
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang memegang peranan penting dan strategis dalam mendukung
perkembangan kondisi sosial ekonomi karena sebagai sumber penghasil devisa
negara dan mampu menciptakan lapangan kerja di Indonesia. Perkebunan kelapa
sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2001 luas
perkebunan kelapa sawit Indonesia sebesar 4.158.079 ha dan pada tahun 2009
luasannya menjadi 7,9 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar
11.8%. Komposisi pengelolaan terdiri atas 43% perkebunan rakyat, 8,5%
perkebunan besar negara dan sisanya 48,5% perkebunan besar swasta. Produksi
CPO Indonesia sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan dengan
pertumbuhan sekitar 12% setiap tahunnya. Pada tahun 2000 produksi CPO di
Indonesia mencapai 7.000.000 ton dan pada tahun 2010 telah meningkat menjadi
20.800.000 ton (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2011).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) mengemukakan bahwa potensi konsumsi
dunia terhadap minyak kelapa sawit akan terus meningkat akibat pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi global.
Pembibitan adalah suatu proses menumbuh dan mengembangkan benih
menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pembibitan juga merupakan tahap awal
dalam mempersiapkan bahan tanaman untuk kegiatan budidaya tanaman kelapa
sawit yang sangat berpengaruh terhadap produksi. Tujuannya pembibitan adalah
untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi dan tersedia saat lahan telah siap
tanam (PPKS 2007 dan Sinuraya 2007).
Varietas bahan tanaman yang digunakan dapat mempengaruhi
produktifitas kelapa (Francisca 2008). Kualitas bibit tidak hanya ditentukan oleh
sifat genetik tetapi juga ditentukan oleh pengelolaan pembibitan. Untuk
mendapatkan bibit yang berkualitas perlu dilakukan pemupukan selama di
pembibitan . Pemupukan merupakan salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang
harus diperhatikan dengan baik karena biayanya mahal (Lubis 2008). Rochayati
2
sebagian besar masih bersifat umum, padahal kebutuhan pupuk berbeda untuk
setiap jenis tanaman, tanah, dan lokasi maupun teknik budidaya yang digunakan.
Menurut Sukana (2006) pengertian pemupukan secara luas adalah
pemberian bahan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan
kesuburan tanah, sedangkan pengertian pemupukan secara khusus adalah
pemberian bahan untuk penambahan hara tanaman pada tanah. Efisiensi
penggunaan pupuk dapat didefinisikan sebagai serapan unsur hara yang diberikan
sesuai kebutuhan tanaman, metabolisme dan kualitas tanaman. Efisiensi tidak
berarti mengurangi jumlah pupuk untuk memperoleh hasil yang terbaik tetapi
juga melakukan optimasi pemberian hara pada tanaman guna mendapatkan
efisiensi dalam pembiayaan (Hauck 1985).
Pemeliharaan bibit yang baik di pembibitan awal dan pembibitan utama
dengan pemberian dosis pupuk yang tepat merupakan salah satu upaya untuk
mencapai hasil yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit.
Aplikasi pupuk dengan efisiensi yang tinggi dapat diperoleh melalui peningkatan
daya dukung tanah dan efisiensi pelepasan hara pupuk. Salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan pemupukan yang optimal sesuai
kebutuhan bibit.
Kekurangan Nitrogen pada tanaman kelapa sawit di pembibitan
menyebabkan daun menjadi berwarna hijau pucat, diikuti dengan warna
kekuningan, jaringan daun menunjukkan gejala nekrosis, pelepah daun akan
menghasilkan anak daun yang berwarna kuning serta helaian anak daun mengecil
bergulung ke dalam (Lubis 2008 ). Kalium merupakan nutrisi tanaman yang
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh kelapa sawit, kemudian
didistribusikan ke berbagai sel seluruh organ tanaman (Banuelos et al.2002).
Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru
dibentuk dari hasil proses fotosintesis. Selain itu ion K+ menfasilitasi beberapa
respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata,
gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Elumalai et al.2002).
. Pemberian pupuk Nitrogen dan Kalium pada pembibitan kelapa sawit
sangat penting untuk memacu pertumbuhan vegetatif serta merupakan unsur hara
ketika dipindahkan ke lapangan bibit cepat beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Pemupukan yang rasional adalah pemupukan yang diberikan berdasarkan
pada potensi atau status dan kebutuhan tanaman (Poerwanto 2002).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk :
1. Mengetahui respon pertumbuhan bibit kelapa sawit terhadap berbagai dosis
pupuk nitrogen dan kalium.
2. Menentukan dosis optimum pupuk nitrogen dan kalium pada pertumbuhan
bibit kelapa sawit di pembibitan utama.
3. Menentukan kombinasi optimum dosis nitrogen dan kalium untuk
mendapatkan pertumbuhan maksimum.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Pertumbuhan maksimun bibit kelapa sawit dicapai pada perlakuan dosis
optimum nitrogen dan kalium.
2. Terdapat kombinasi perlakuan dosis nitrogen dan kalium yang memberikan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit
Kelapa sawit diduga berasal dari Afrika Barat atau Amerika selatan, namun
demikian tanaman ini lebih berkembang di Asia Tenggara. Bibit Kelapa sawit
pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1848 berasal dari Mauritus dan
Amsterdam sebanyak empat tanaman yang kemudian ditanam di Kebun Raya
Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatra Utara ( Lubis 2008 )
Kecambah kelapa sawit berakar tunggang dan pada tanaman dewasa berakar
serabut yang membentuk anyaman yang rapat dan tebal. Pada tanaman dewasa
akar primer tumbuh dari dasar batang, yang sebagian besar tumbuh mendatar.
Pada akar primer ini tumbuh akar sekunder yang sebagian besar tumbuh
mengarah ke permukaan tanah, kemudian dari akar sekunder tumbuh lagi akar
tersier yang kebanyakan tumbuh horizontal, dan dari akar tersier tumbuh akar
kuarter. Akar tersier dan kuarter inilah yang membentuk anyaman tebal dekat
permukaan (Yahya 1990). Menurut Lubis (2008) akar tersier dan kuarter
merupakan akar yang paling aktif mengambil air dan hara dari dalam tanah
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu, dengan demikian bunga
jantan dan bunga betina terpisah tetapi masih berada dalam satu pohon. Tanaman
ini tergolong monokotil, akarnya terdiri dari akar primer, sekunder, tersier dan
kuarter. Akarnya merupakan akar serabut yang sebagian besar berada
dipermukaan tanah dengan kedalaman 15-30 cm. Batangnya tegak dan tidak
bercabang, berdiameter 40-75 cm,tinggi batang dalam pembudidayaan sekitar
15-18 m. Kelapa sawit berdaun majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari
batang berbentuk spiral. Panjang pelepah daun dapat mencapai 9m, panjang
helaian daun mencapai 1,2 m dan jumlahnya berkisar antara 100-160 pasang.
Tanaman kelapa sawit yang dikelola dengan baik di perkebunan, jumlah pelepah
daun yang dipertahankan antara 30-50 pelepah ( Anonim, 1986 ).
Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan (
tepung sari ) dan bunga betina ( putik ) , umumnya bunga jantan dan bunga betina
terdapat dalam dua tandan yang terpisah, namun ada kalanya bungan jantan dan
6
dahulu dari pada bunga betina sehingga penyerbukan sendiri dalam satu tandan
jarang terjadi. Tanaman kelapa sawit mulai berbuah pada umur 18 bulan setelah
tanam, kadarnya minyaknya masih sedikit sehingga bunga yang tumbuh pada
tanaman muda di buang ( kastrasi ) agar tidak menjadi buah. Buah kelapa sawit
menempel di karangan yang disebut tandan buah, dalam satu tandan terdiri dari
puluhan sampai ribuan buah ( Lubis 2008 ).
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa
sawit berkisar antara 2000-2500 mm/tahun. Tanaman kelapa sawit sangat peka
terhadap kekeringan, jika hujan tidak turun selama 3 bulan akan mengakibatkan
pertumbuhan daun muda terhambat (anak daun tidak dapat pecah). Pengaruh
kekeringan lebih lanjut adalah menurunkan produksi karena terganggunya proses
pembentukan dan pematangan buah. Curah hujan yang terlalu banyak (melebihi
5000 mm/tahun) tidak berpengaruh buruk k terhadap produksi buah kelapa sawit
dengan syarat drainase tanah dan penyinaran cukup baik (Lubis 2008)
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil yaitu tanaman yang
menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap
perkembangan buah kelapa sawit.Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam
yang sempit mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena proses asimilasinya
terganggu. Penyinaran matahari yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit
berkisar antara 5-7 jam/hari (Lubis 2008).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah seperti tanah
podsolik, latosol, regosol, andosol, organosol dan alluvial dengan kisaran pH
antara 4-6. Hal yang penting bagi tanaman kelapa sawit adalah tidak kekurangan
air pada musim kemarau dan tidak tergenang air pada musim hujan (drainase
baik). Kelapa sawit tidak tahan terhadap genangan air, pada lahan dengan
permukaan air tanahnya dangkal akan menyebabkan akar membusuk.
Latosol merupakan tanah mineral yang berada pada daerah tropika basah
dengan curah hujan antara 2500 mm – 5000 mm. Tanah ini mengalami hancuran
iklim lanjut (ultimate) dan pencucian intensif dengan batas-batas horison baru,
umumnya dijumpai dengan bahan induk volkanik baik berupa tufa maupun
batuan beku (Hardjowigeno 1993). Proses penting dalam pembentukan latosol
adalah lateralisasi (ferralisasi) dan latosolisasi dimana terjadi proses pelapukan
yang intensif secara terus menerus yang mengakibatkan sebagian besar basa-basa
hidrolisis silika tercuci dan penumpukan pada horison penciri B, dan
pembentukan mineral liat kelompok kaolinit (Buringh 1979).
Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa
volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal
1.5 – 10.0 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut
dengan permukaan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung, mempunyai
horizon terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah
sampai gumpal, dan berkonsistensi gembur (Soepraptohardjo 1975). Batas untuk
membedakan latosol adalah berdasar warna horizon B seperti Latosol merah,
latosol merah kekuningan, latosol coklat kemerahan, dan latosol coklat. Latosol
coklat kemerahan darmaga termasuk ke dalam order inceptisol menurut USDA
1990 yang terletak pada zone fisigrafi Bogor bagian barat dengan bahan induk
vulkanik kuartener yang berasal dari Gunung Salak (Sobagio dan Buurman 1980).
Latosol memiliki kapasitas tukar kation yang rendah. Hal ini sebagian
disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian lagi oleh sifat liat
hidro-oksida. Latosol juga miskin akan basa-basa yang dapat dipertukarkan dan
demikian pula dengan hara tersedia lainnya. namun demikian dibandingkan
dengan tanah lain di Indonesia, latosol tergolong jenis tanah yang subur (Soepardi
1983).
Arsyad (1989) menambahkan bahwa latosol bersifat tidak mengembang
sehingga kompleks jerapan tanah menjadi terbatas. Kandungan Al dan Fe yang
relatif tinggi pada latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk Al-P
dan Fe-P yang kurang tersedia bagi tanaman (Buckman dan Brady 1972).
Tanah aluvial merupakan tanah yang sering ditanam kelapa sawit meskipun
kesuburannya disetiap tempat berbeda – beda. Tanah ini sering dijumapai di tepi
8
berada dipinggir pantai ( clay marine ) didominasi oleh montmorinik dan
merupakan sebagian jenis tanah yang produktif ( Anonim 1986 ).
Pembibitan pendahuluan (Pre-Nursery)
Masa pembibitan pendahuluan adalah sejak penanaman kecambah sampai
bibit berumur tiga bulan. Pada tahap pertumbuhan awal, keperluan unsur hara
masih dapat disediakan dari cadangan makanan yang ada di dalam endosperm,
selanjutnya secara berangsur-angsur tanaman mulai mengambil unsur hara dari
dalam tanah (Turner & Gillbanks 1974). Oleh karena itu pada masa pembibitan
awal tidak perlu diberikan pupuk kecuali bila ada kekurangan hara misalnya daun
memucat. Pada pembibitan awal bila diberikan pupuk maka kemungkinan besar
terjadi kontak langsung antara pupuk dengan daun sehingga dapat menyebabkan
daun terbakar, disamping itu kebutuhan hara pada fase ini masih dapat disediakan
oleh biji itu sendiri (Lubis 2008)
Pembibitan pendahuluan (pre-nursery) bertujuan untuk memperoleh bibit
yang seragam pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama (main
nursery). Syarat lokasi untuk pembibitan pendahuluan adalah dekat sumber air
dan jalan, areal rata dengan drainase baik, terhindar dari gangguan ternak, dan
terletak di dalam areal yang akan ditanami (Yahya 1992).
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara satu tahap atau dua
tahap. Untuk pembibitan satu tahap, penanaman kecambah langsung dilakukan
pada pembibitan utama, sedangkan sistem pembibitan dua tahap terdiri dari
pembibitan awal (pre nursery) selama tiga bulan dalam polybag berukuran kecil
dan pembibitan utama (main nursery) dilakukan dari bibit berumur empat sampai
12 bulan dalam polybag besar (PPKS 2007).
Pembibitan pendahuluan yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan
polibag. Media tanah yang digunakan harus bersih dari kotoran sebelum
dimasukkan ke dalam polibag. Benih yang telah berkecambah dan berakar
ditanam sedalam 2 – 5 cm di tengah-tengah polybag dan dijaga agar akarnya tidak
patah. Bibit yang telah dipindahkan ditempatkan di bawah naungan dan sedikit
demi sedikit intensitas cahaya yang masuk ditingkatkan. Penyiraman dilakukan
dilakukan seleksi bibit. Bibit yang tumbuh kerdil dan abnormal diafkir, sedangkan
bibit yang baik dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery) setelah
mempunyai 3 – 4 helai daun (Lubis 2008).
Pembibitan utama (Main Nursery)
Pembibitan utama (main nursery) bertujuan agar bibit sudah cukup kuat
dan besar sebelum ditanam di lapang dan agar pertumbuhan bibit seragam.
Pembibitan utama ini menggunakan polybag besar, dengan ukuran 40 x 50 cm
dan tebal 0.02 cm (Yahya 1992). Media tanaman yang digunakan sebaiknya
adalah tanah yang berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada
ketebalan 10 – 20 cm. Tanah yang digunanakan harus memiliki struktur yang
baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan
bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur
pasir dengan perbandingan pasir : tanah, 3 : 1 (kadar pasir tidak melibihi 60 %).
Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan
ayakan kasar diameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan
media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya (Bintoro
1988).
Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh intensitas matahari karena sinar matahari
sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya
tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman
kelihatan pucat dan warna kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru
sinar matahari dapat menghambat proses pertumbuhan (Waluyaningsih 2008).
Begitu pula kesalahan penanaman (terlalu dalam atau terlalu dangkal), akan
mempengaruhi lambatnya pertumbuhan karena kurangnya oksigen yang
dibutuhkan tanaman dalam tanah (Sinuraya 2007). Selain itu pemberian media
tanam seharusnya menggunakan tanah yang berkualitas baik dan gembur.
Pemberian tanah yang kurang baik dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
karena tanah yang tidak gembur atau padat dapat mengakibatkan akar sulit
berkembang dan menembus tanah untuk menyerap unsur hara dan air.
Penyiraman harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada di perusahaan.
10
apabila kekurangan dapat terjadi kekeringan dan juga bibit kerdil. Selanjutnya
pemupukan mutlak dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mencukupi
kekurangan hara dalam media tanaman. Menurut Lubis (2008) pemberian pupuk
pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, namun jika
pemberian pupuk yang berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan dan
juga bisa berakibat kematian.
Pahan 2006 menyatakan bahwa ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sepanjang hidupnya yaitu : Faktor
Innate merupakan faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini bersifat
mutlak dan sudah ada sejak mulai tebentuknya embrio. Faktor Induce yaitu faktor
yang mempengaruhi ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan
yang terkait dengan keadaan buatan manusia. Faktor Enforce yaitu faktor
lingkungan yang bersifat merangsang dan menghambat pertumbuhan produksi
tanaman.
Peranan Nitrogen
Nitrogen merupakan hara penting bagi pertumbuhan tanaman terutama pada
fase vegetatif . Pada fase tersebut terjadi pembelahan sel, perpanjangan sel dan
tahap pertama diferensiasi sel yang berhubungan dengan perkembangan akar,
daun dan batang (Harjadi 1996). Fungsi nitrogen dalam tanaman adalah sebagai
komponen klorofil, protein, asam amino, enzim dan berpengaruh terhadap
penggunaan karbohidrat dan merangsang penyerapan hara yang lain (Tisdale et
al.1985).
Sumber pupuk nitrogen antara lain adalah Urea dengan rumus kimia
CO(NH2)2 yang mengandung kadar N sekitar 45-46 %. Nitrogen dimanfaatkan
oleh tanaman dalam bentuk amonium dan nitrat setelah melalui amonifikasi dan
nitrifikasi. Pupuk Urea diberikan ke dalam tanah terjadi proses hidrolisis sehingga
menguap sebagai amoniak. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1988) efektifitas
urea dipengaruhi oleh pH, KTK tanah, kapasitas buffer, suhu dan kelembaban
tanah.
Warna daun tanaman dengan nitrogen yang cukup akan berwarna hijau tua
dan tumbuh segar, sebaliknya jika kekurangan nitrogen daun akan berwarna
akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih dominan ( daun berwarna hijau
tua, memperlambat kematangan buah dan tanaman menjadi lebih sukulen
sehingga tanaman lebih rentan terhadap penyakit.Kekurangan Nitrogen akan
membatasi pertumbuhan tanaman (Tisdale et al. 1985). Selanjutnya Sutejdo
(2002) mengatakan bahwa kekurangan unsur hara Nitrogen akan mengakibatkan
tiap daun tua yang menderita kekurangan Nitrogen seluruhnya berubah warna
menjadi hijau muda, selanjutnya menguning, jaringan mati, kering berwarna
coklat tanaman menjadi kerdil. Kekurangan unsur hara Kalium akan
menyebabkan pada daun tua secara spot mula- mula daun mengkerut dan
mengkilat kemudian pada ujung daun bagian tepinya kelihatan bergerigi
Proses pengambilan N oleh tanaman memerlukan pergerakan
bentuk-bentuk ion N ke permukaan akar untuk penyerapan. Sebahagian besar pergerakan
N terjadi, misalnya NO3-, dalam aliran konveksi air tanah menuju akar-akar.
Proses pergerakan tersebut dipengaruhi oleh transpirasi tanaman. Daya tarik
antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, Ion NO3- bersifat mobil sehingga
dengan mudah masuk ke dalam akar tanaman melalui aliran massa. NH4+
berbeda dengan NO3-, daya tarik antara NH4+ dan koloid tanah lebih kuat
sehingga lebih banyak yang hilang. Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral
alami seperti unsur hara lain. Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai
substansi yang penting dalam tanaman. Sekitar 40 – 50 % protoplasma yang
merupakan sel hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Secara
umum NO3- merupakan sumber utama nitrogen bagi pertumbuhan tanaman,
namun hal ini tergantung pada jenis tanaman dan faktor lingkungan (Mengel dan
Kirkby 1982). Tanaman yang kekurangan N menunjukkan rendahnya kandungan
klorofil dan protein sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan
perkembangan daun pesat (Albrigo 1996 )
Menurut Suandi & Chan ( 1982 ) N merupakan unsur yang dibutuhkan oleh
kelapa sawit dalam jumlah banyak, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan
kebutuhan akan unsur P, Mg dan unsur lainnya. Nitrogen merupakan komponen
pokok di dalam tubuh tanaman yakni sebagai unsur utama pada sel protoplasma,
protein dan asam amino. Selanjutnya Hakim et al. (1986) menjelaskan bahwa
12
Peranan Kalium
Tanaman menyerap Kalium dalam bentuk ion K+ . Pergerakan kalium di
dalam tanah ke akar tanaman adalah melalui proses difusi dan aliran massa
(Tisdale et al. 1985) . Kalium yang diperlukan tanaman yang diserap melalui
kontak langsung antara akar dan partikel tanah hanya sebagian kecil, berkisar
antara 6 sampai 10 % dari total. Jumlah K+ tersedia tinggi dalam larutan tanah
atau kompleks permukaan liar yang menyebabkan tanaman dapat menyerap
kalium dalam jumlah yang berlebihan atau terjadi konsumsi mewah. Kalium
sebagian besar berada dalam larutan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan
garam, air, tekanan osmotik sel tanaman serta membantu proses pembentukan
dan translokasi karbohidrat. Disamping itu Kalium juga berfungsi meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan mengatur
serapan hara lainnya.
Kalium merupakan satu-satunya kation momnovalen yang essensial bagi
tanaman. Kalium berperan sebagai aktivator enzim, translokasi hasil asimilasi dan
pembentukan protein serta tepung (karbohidrat). Kalium dalam jumlah yang
cukup akan menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar.
Menurut Thombo & Souza (1977) menyatakan bahwa total kalium yang diserap
kelapa sawit sebagian besar digunakan untuk membentuk bagian vegetatif dan
pelepah daun. Soepardi (1983) menyatakan bahwa absorbsi unsur kalium oleh
tanaman dipengaruhi oleh jumlah K+ tersedia bagi tanaman.
Ketersediaan kalium dalam tanah digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu
kalium tidak tersedia, mudah tersedia dan lambat tersedia. Semakin besar jumlah
kalium tersedia maka akan semakin besar pula kalium yang diserap oleh tanaman.
Kecendurungan ini disebut dengan konsumsi berlebihan (luxury consumption)
karena serapan yang besar pada tanaman tidak diiukuti peningkatan tersedia
(Black 1973; Buckman & Brady 1982; Glendinning1986).
Menurut Leiwakabessy (1988) kalium diabsosrbsi oleh tanaman dalam
bentuk K+ secara difusi dan dijumpai dalam berbagai kadar di dalam tanah.
Penambahan K dalam tanah biasanya dalam tabur atau cair seperti KCl, K2O dan
Gejala kekurangan Kalium tanaman akan memperlihatkan pinggiran, ujung
dan permukaan daun berwarna kuning dan gejala klorotik yang tidak merata, laju
pertukaran CO2 menurun, translokasi hasil asimilasi, pengambilan Nitrogen dan
pembentuk protein juga menurun ( Soepardi 1983 ). Gardner et al.(1991),
menambahkan K juga berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung
meningkatkan pertumbuhan dan laju asimilasi CO2 serta meningkatkan translokasi
hasil fotosintesis ke organ pengguna (sink).
Optimasi Dosis Pupuk
Pengujian tingkat pemupukan yang sering digunakan adalah secara
faktorial, teknik ini untuk menentukan jumlah setiap hara pupuk yang diperlukan
oleh tanaman untuk mencapai hasil yang maksimum baik secara ekonomi maupun
secara agronomis, demikian juga untuk menentukan adanya interaksi kekurangan
beberapa hara yang dibutuhkan tanaman (Corley dan Tinker 2003). Uji tersebut
memberikan informasi yang diperlukan untuk menentukan tingkat hara daun yang
digunakan dalam menduga status hara sawit.
Selain itu data yang digunakan dapat diekstrapolasikan secara komersial.
Adanya perbedaan cuaca, jenis tanah, bahan tanam, dan umur sawit dalam
pertumbuhan tanaman bukan merupakan batasan untuk mendiagnosa daun dalam
menentukan status hara sawit, dan bahkan dapat membuat rekomendasi pupuk
(Smith dan Loneragan 1997)
Selanjutnya (Foster 2003) menjelaskan pada tanaman kelapa sawit
terdapat perbedaan hara yang mendasar dan signifikan pada tingkat daun dari
bulan ke bulan dan variasi ini tidak tetap dari tahun ke tahun. Kraip dan Webb
(2005) mengatakan bahwa standar tehnik menguji tingkat pemupukan adalah
untuk menentukan CLNL( critical leaf nutrient levels ) dalam mepertahanakan
status hara.Tehnik ini sering juga dipergunakan pada perkebunan besar dan lebih
cocok pada penanaman komersial.
Respon untuk aplikasi hara dapat diperkirakan dengan fungsi data
percobaan. Secara sederhana satu faktor percobaan, misalnya nitrogen (N),
percobaan akan menilai model sebagai linier atau kuadratik (Anderson, Nelson
14
'Mitscherlich' (Campbell 1998;Corley, Tinker 2003), secara grafis dapat dilihat
pada Gambar dibawah ini
Gambar 1. Bentuk geometri sebagai representasi dari data optimalisasi tanaman
Prosedur yang dijelaskan di atas mengisyaratkan suatu respon model yang
dilengkapi dengan data eksperimen untuk menentukan hasil optimal. Pemilihan
model akan mempengaruhi keputusan yang dibuat dan jumlah pupuk yang akan
diaplikasikan (Corley dan Tinker 2003). Secara umum model yang digunakan
adalah dua fakator sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan respon hasil
terhadap pupuk dengan fungsi Mitscherlich (Campbell 1998;. Corley dan Tinker
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Kampus Darmaga
IPB, Bogor Jawa Barat, terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan
laut. Penelitian berlangsung 6 (enam) bulan, dimulai dari bulan Oktober 2011
sampai dengan Mei 2012.
Alat Dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah polybag berukuran 12 cm x 15 cm dan 40
cm x 50 cm. Benih kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini adalah
kecambah kelapa sawit yang berasal dari salah satu perusahaan swasta, dengan
nomor persilangan 44 X 19.1 0. Media tumbuh digunakan campuran top soil jenis
latosol. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea dengan kandungan N 45 % dan
KCl dengan kadar K2O 60% sedangkan pengendalian hama dan penyakit
menggunakan insektisida decis 25 EC ( Deltametrin ) dan Dithane M 45
(moncozeb 80% ) untuk serangan penyakit, pengendalian hama dan penyakit
dilakukan secara terpadu.
Alat yang digunakan terdiri atas ayakan tanah, timbangan besar,
timbangan analitik, spektrofotometer, meteran, gelas ukur, oven, termometer,
jangka sorong, pisau, hand sprayer dan mixer.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dalam Acak Kelompok
(RAK), perlakuan terdiri dari dua faktor.
Faktor pertama pemupukan N, terdiri dari 4 taraf yaitu:
N1 = 0 g/bibit
N2 = 8.35 g/bibit
N3 = 16.7 g/bibit
16
Faktor kedua pemupukan K terdiri atas 4 taraf yaitu :
K1 =0 g/bibit
K2=10.9 g/bibit
K3=21.8 g/bibit
K4 =43.6 g/bibit.
Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 48 satuan dengan 5 tanaman
sampel.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + αn + βk+ (αβ)nk+ εijk
Keterangan :
N
:
Dosis nitrogen ke 1,2,3,4 ; k = Dosis kalium ke 1, 2 ,3,4Y
ijk : Nilai pengamatan dosis Nitrogen ke-i, Dosis Kalium ke-jµ
: Rataan umumα
n : Pengaruh perlakuan Nitrogen ke-nβ
k : Pengaruh perlakuan Kalium ke-k(αβ)nk : Interaksi perakuan Nitrogen ke-n dengan Kalium ke-k
ү
ik : Galat perlakuan Kalium ke-jPada Tabel 1 di bawah ini disajikan dosis perlakuan pupuk yang diaplikasikan
dalam penelitian.
Tabel 1. Dosis Pemupukan N dan K perbulan pertaraf pemupukan
Bulan ke Dosis Nitrogen ( N )/g Dosis Kalium (K2O)/g
N0 N1 N2 N3 K0 K1 K2 K3
1 0 0.68 1.36 2.72 0 0.89 1.78 3.56
2 0 0.68 1.36 2.72 0 0.89 1.78 3.56
3 0 1.03 2.06 4.12 0 1.35 2.7 5.4
4 0 1.38 2.76 5.52 0 1.79 3.58 7.16
5 0 2.29 4.58 9.16 0 2.99 5.98 11.96
6 0 2.29 4.58 9.16 0 2.99 5.98 11.96
Total 0 8.35 16.7 33.4 0 10.9 21.8 43.6
Keterangan : Kandungan N dalam Urea 45,95 % dan K2O dalam KCl 59.97%
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Areal Penelitian
Areal yang digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa akar atau batang
kayu yang dapat menjadi sumber organisme pengganggu tanaman. Pengendalian
gulma dilakukan dengan mencangkul sekaligus meratakan permukaan tanah.
Persiapan Media Tanam
Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag adalah tanah top soil jenis
latosol yang diambil pada kedalaman 0 - 20 cm. Pengisian tanah dilakukan secara
bertahap lalu dipadatkan agar tidak terdapat rongga atau kantong-kantong air.
Tanah top soil yang digunakan dalam penelitian dicampur dengan kompos dengan
perbandingan 1 : 7
Penanaman Bibit
Bibit yang digunakan adalah bibit varietas tenera dan Dami Mas dengan
nomor persilangan 44 X 19.10 yang berumur 3 bulan. Bibit tersebut sebelumnya
disemaikan di pre nursery dan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit
18
berukuran 40 cm x 50 cm dengan hati-hati agar perakaran bibit yang masih baru
tidak terganggu atau putus, kemudian polybag disusun secara kelompok.
Aplikasi Perlakuan
Pupuk yang digunakan ditimbang sesuai dosis perlakuan, penetuan dosis
pupuk didasarkan pada rekomendasi pemupukan yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan kelapa sawit. Aplikasi perlakuan dilakukan setiap bulan selamak 6
aplikasi, dimulai 2 minggu setelah penanaman bibit di main nursery. Aplikasi
selanjutnya dilakukan setiap bulan sampai bibit berumur 6 bulan di Main
Nuresry. Aplikasi perlakuan dilakukan dengan membenamkan pupuk disekitar
batang tanaman secara melingkar.
Pemeliharaan Bibit
Penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak 2 1 atau sampai tanah dalam
keadaan lembab. Penyiraman disesuaikan dengan kondisi lingkungan, apabila
turun hujan atau media tanam dalam keadaan lembab maka penyiraman tidak
dilakukan.
Penyiangan.
Gulma yang tumbuh di polybag dicabut secara manual. Pekerjaan ini
sekaligus untuk menggemburkan tanah jika terjadi pengerasan tanah pada
permukaan polybag. Interval penyiangan bergantung pada pertumbuhan gulma
yang tumbuh pada polybag dan di luar polibag.
Pengendalian Hama dan Penyakit.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila bibit kelapa sawit terserang
hama dan penyakit, penyemprotan menggunakan insektisida decis 25 EC(
Deltametrin ) dengan konsentrasi 25 g/liter air dan dithane M 45 (moncozeb 80%
) untuk serangan penyakit dengan konsentrasi 2g/liter air, penyemprotan
Pengamatan
Pengamatan pertama sebelum aplikasi perlakuan pemupukan, dilakukan
dua minggu setelah bibit ditaman di Main nursery. Pengamatan dilakukan setiap
empat minggu sampai bibit berumur enam bulan. Pengamatan yang dilamati
teridiri dari peubah pertumbuhan (morfologi), peubah fisiologi. Dan kandungan N
dan K di dalam tanah.
Peubah Morfologi Tanaman.
Peubah morfologi tanaman yang diamati terdiri dari :
A. Tinggi Bibit (cm). Diukur dari pangkal batang (batas leher akar) sampai
keujung dan yang tertinggi. Untuk mempermudah pengukuran ditanam ajir
bambu sebagai standar pengukuran.
B. Luas Daun (cm2). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukur
luas daun (leaf area meter) dan dilakukan pada akhir penelitian
C. Jumlah Daun (helai). Penghitungan jumlah daun dengan menghitung
jumlah daun yang telah membuka sempurna.
D. Diameter Batang (cm). Pengukuran diameter batang dengan menggunakan
jangka sorong Caliper (jangka sorong), diukur 2 cm dari dasar bongkol.
E. Bobot Kering Tajuk (g). Tanaman dipotong hingga batas leher akar,
kemudian dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80oC,
kemudian ditimbang bobot kering tajuknya. Pengukuran dilakukan pada
akhir penelitian dan sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh
nyata atau yang terbaik.
F. Bobot kering akar (g). Akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam
dengan suhu 800 C lalu ditimbang, Pengukuran dilakukan pada akhir
penelitian dan sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh
nyata atau yang terbaik
Peubah Fisiologi Tanaman
A. Kandungan khlorofil daun. Kandungan khlorofil daun diukur dengan
menggunakan alat SPAD, dan daun yang diukur adalah pelepah daun
20
B. Analisis jaringan pada daun (N dan K). Pengambilan sampel untuk analisis
kandungan hara N dan K pada jaringan daun akar dan batang pada
tanaman yang paling terbaik (perlakuan terbaik ) yang dilakukan pada
akhir penelitian. Pengambilan jaringan tanaman dilakukan pada pagi hari
dan segera dimasukkan kedalam cool box. Setelah sampai di laboratorium,
sampel dimasukkan kedalam freezer dengan suhu -10oC dan pada hari
berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60oC
selama 24 jam sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam
freezer untuk dianalisis kadar unsur haranya.
Kandungan Hara dalam Tanah.
Sampel tanah diambil dari perlakuan yang terbaik, pengambilan sampel terdiri
dari 4 (empat) kedalaman yaitu : 0 - 6.5 cm, 6.5 – 13.0 cm, 13.0 – 19.5 cm dan
19.5 – 26.0 cm, sampel tanah dikeluarkan secara hati-hati dan bertahap.
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dinamika unsur N dan K dalam tanah.
Pengamatan ini tidak diuji secara statistik atau membandingkan antara satu
perlakuan dengan perlakuan yang lain.
Analisis Data
Data dianalisa dengan analisis sidik ragam, apabila dalam sidik ragam pada
taraf α 0.05 terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Kontras
Polynomial Ortogonal untuk menentukan pola respon dari suatu faktor yang
diteliti bertaraf kuantitatif (Mattjik & Sumartajaya 2000). Perhitungan data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Media tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol yang
telah dicampur dengan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 7 : 1.
Berdasarkan hasil analisa, tanah yang digunakan mempunyai pH antara 4.7 –
5.00, N total antara 0.05% – 0.29% dan K tersedia antara 1.05 - 1.28 me/100g.
Data hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hama yang di temukan di pembibitan utama kelapa sawit adalah belalang
(Valanga nigricornis) sedangkan penyakit diantaranya adalah Phytophthora
palmivora. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan dua cara yaitu
cara manual dan cara kimia. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan
penyemprotan pestisida sesuai dengan intensitas serangannya. Insektisida yang
digunakan berbahan aktif Deltamatrin 25 gl-1 dengan konsentrasi 1 l-1 air,
sedangkan fungisidanya adalah fungisida yang mengandung bahan aktif
Mancozeb 80%.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan interval sesuai
intensitas pertumbuhan gulma. Pengendalian gulma dilakukan di dalam petak
pembibitan dan di dalam polibag. Gulma dominan yang dietemukan adalah
alang-alang (Imperata cylindrica).
Berdasarkan data Badan Meteorolgi dan Geofisika, curah hujan di sekitar
lokasi penelitian selama penelitian dari Nopember 2011 sampai Aril 2012 adalah
2148.7 mm, rata-rata 358.12 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 25 per bulan.
Suhu rata-rata adalah 25.90C, sedangkan intensitas cahaya adalah 325.15
Cal/Cm2. Wilayah Bogor menurut Schmit dan Ferguson termasuk beriklim basah
22
Respon Morfologi Tanaman
Pertumbuhan Morfologi.
Persentase pertumbuhan morfologi bibit yang terdiri dari tinggi, jumlah
daun dan diameter batang bibit kelapa sawit disajikan pada Tabel Lampiran 3, 4
dan 5. Pemberian nitrogen dan kalium meningkatkan tinggi, jumlah daun dan
diameter batang secara nyata. Pertumbuhan tinggi pada awal (4 MST sampai 12
MST) relatif cepat dengan laju pertumbuhannya rata-rata 19.17 persen,
selanjutnya tinggi tanaman menunjukkan respon yang lambat dengan laju
pertumbuhan rata-rata rata 19.10 persen pada 16 MST sampai dengan 24 MST.
Laju pertumbuhan jumlah daun pada 4 MST sampai dengan 24 MST
20.48 persen, berbeda dengan laju pertumbuhan tinggi tanaman, pertumbuhan
laju jumlah daun relatif tetap. Sejalan dengan laju pertumbuhan jumlah daun, laju
pertumbuhan diameter batang juga relatif stabil dari 4 MST sampai dngan 24
MST. Laju pertumbuhan diameter batang adalah 27.68 persen selama 24 MST.
Tinggi Bibit.
Tanggap tinggi bibit terhadap perlakuan N dan K disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa N dan K berpengaruh secara
independen, tidak terdapat kombinasi antara perlakuan N dan K. Perlakuan N dan
K berpengaruh mulai 8 MST, tinggi tanaman menunjukkan tanggap kuadratik
secara sangat nyata dengan perlakuan N pada 8, 12, 16, 20 dan 24 MST.
Tabel 2 . Respon Tinggi Bibit terhadap Dosis Pupuk N dan K
Persamaan regresi kuadratik untuk tinggi tanaman berdasarkan perlakuan
N dan K disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Penentuan dosis optimun
didasarkan pada persamaan regresi kuadratik yang diperoleh setiap bulan (4
24
Gambar 1. Respon tinggi bibit terhadap pemupukan nitrogen 8MST, 12MST,
16 MST, 20 MST dan 24 MST
Gambar 2.Respon tinggi bibit terhadap pemupukan kalium pada 12MST, 16MST,
20 MST dan 24 MST.
Jumlah Pelepah Daun
Perlakuan N menunjukkan pengaruh sangat nyata secara kuadratik pada 8
MST, 16 MST dan 24 MST, secara kuadratik nyata pada 20 MST, namun
memberikan pengaruh sangat nyata secara linier pada 12 MST terhadap jumlah
pelepah daun. Kalium memberikan pengaruh nyata secara kuadratik pada 12 MST,
dan 20 MST dan menunjukkan pengaruh sangat nyata linier pada 16 MST dan 24
MST (Tabel 3). Persamaan regresi jumlah pelepah daun berdasarkan perlakuan N
dan K disajikan pada Gambar 3 y = 0,906x + 52,45
0 2,99 5,98 8,9711,96
26
Tabel 3. Respon jumlah pelepah daun terhadap berbagai dosis Pupuk N dan K
Perlakuan Jumlah pelepah daun
Aplikasi N mulai menunjukkan pengaruh nyata dan sangat nyata linier
terhadap jumlah daun pada 12 MST, dan nyata kuadratik pada 8 MST, 20 MST,
24 MST dan sangat nyata kuadratik pada 16 MST sedangkan aplikasi K
memberikan pengeruh nyata linier pada 24 MST dan sangat nyata pada 16 MST,
kuadratik nyata pada 8 MST, 12 MST dan 20 MST. Persamaan regresi untuk
Gambar 3. Respon jumlah daun terhadap nitrogen pada 8 MST, 12 MST, 16 MST,
28
Gambar 4. Respon jumlah daun terhadap kalium pada 8 MST, 12 MST, 16 MST,
20 MST dan 24 MST.
Diameter Batang
Perlakuan terhadap diameter batang mulai menunjukkan pengaruh sangat
nyata secara kuadratik terhadap perlakuan N pada 16 MST, 20 MST dan 24 MST,
nyata kuadratik pada 8 MST dan berpengaruh sangat nyata secara linier pada 4
MST dan 12 MST. Kalium menunjukkan pengaruh sangat nyata secara kuadratik
4 MST dan 20 MST, nyata kuadratik pada 24 MST sedangkan pengaruh nyata
secara linier pada 16 MST. Perlakuan N dan K tidak menunjukkan adanya
interaksi (Tabel 4). Persamaan regresi untuk diameter batang dapat dilihat pada
Gambar 5 dan 6.
0 2,99 5,98 8,9711,96
30
Gambar 5. Respon diameter batang terhadap nitrogen pada 8 MST, 12 MST, 16
MST, 20 MST dan 24 MST.
Dosis Nitrogen (g) 4 MST
Gambar 6. Respon diameter batang terhadap kalium pada 8 MST, 12 MST, 16
MST, 20 MST dan 24 MST.
Luas Daun
Pemberian pupuk N hanya menunjukan pengaruh kuadratik sangat nyata
pada 12 MST (Tabel 5), sedangkan pupuk K tidak meningkatkan luas daun bibit
kelapa sawit. Pupuk N dan K tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap
peubah luas daun. Persamaan fungsi dan regresi dapat di lihat pada Gambar 7. y = -0,040x2+
0 2,99 5,98 8,9711,96
D
0 2,99 5,98 8,9711,96
32
Gambar 7. Respon luas daun terhadap pupuk nitrogen pada 12 MST
Tabel 5. Respon Luas Daun Dosis Pupuk N dan K terhadap
Ket. * = nyata pada taraf 5% ** =sangat nyata pada taraf Pr = Prabability
Pemberian N sampai batas tertentu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah
daun dan diameter batang, hal ini ditunjukkan dengan adanya tanggap linier dan
Perlakuan Luas daun (cm
kuadratik. Pemberian N yang berlebihan menyebabkan penurunan peubah yang
diamati. Ketersediaan air dan hara yang cukup akan menyebabkan fotosintesa
efektif dalam pembentukan karbohidrat, sehingga laju pertumbuhan tanaman
semakin meningkat (Soepardi 1983).
Menurut Lubis (2008) pemberian pupuk pada bibit sangat jelas
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, namun jika pemberian pupuk yang
berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan dan dapat berakibat
mematikan tanaman. Pemberian N yang terlalu banyak mengakibatkan tanaman
akan berwarna hijau gelap, daun menjadi sukulen, melemahkan tanaman terhadap
serangan hama penyakit dan mudah terkena stress kekeringan (Jones at al 1991).
Bibit Kelapa sawit sangat peka terhadap perubahan perimbangan antara
unsur-unsur hara ( Lubis 2008). Brady (1974) menyatakan bahwa serapan hara tidak
tergantung pada kesediaan unsur hara dalam tanah, tetapi juga ditentukan oleh
kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh
permukaan akar tanaman. Setyamidjaja (1986) menjelaskan bahwa unsur N
berperan di dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu meningkatkan tinggi
tanaman.
Pemberian K sampai dosis tertinggi (K3) meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun dan diameter batang. Pemberian K pada dosis tertinggi (K3) belum
menyebabkan penurunan peubah yang diamati. Menurut Thombo & Souza (1977)
menyatakan bahwa total kalium yang diserap kelapa sawit sebagian besar
digunakan untuk membentuk bagian vegetatif dan pelepah daun. Soepardi (1983)
menyatakan bahwa absorbsi unsur kalium oleh tanaman dipengaruhi oleh jumlah
K+ tersedia bagi tanaman.
Menurut Suwandi dan Chan (1982) unsur K merupakan unsur hara
terpenting bagi kelapa sawit dan dapat meningkatkan bobot berat kering
tanaman. Lubis (2008) mengemukakan bahwa unsur K berfungsi menguatkan
vigor tanaman dan dapat meningkatkan ukuran diameter batang. K memelihara
keseimbangan kation-anion dan pH sitoplasma yang menjadi prasyarat untuk
aktifitas normal sebagian besar enzim yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman
34
Respons Fisiologi Tanaman
Kehijauan Daun
Pemberian pupuk N menunjukan pengaruh nyata secara linier pada 16
MST dan 20 MST terhadap kehijauan daun, serta berpengaruh nyata secara
kuadratik pada 24MST ( Tabel 6). Sedangkan pemberian kalium tidak
menunjukkan pengaruh nyata. Persamaan regresi untuk fungsi luas daun disajikan
pada Gambar 8 dan 9.
Tabel 6. Respon Dosis Pupuk N dan K terhadap Klorofil daun
Perlakuan Kehijauan daun (mg/cm2)
16 MST 20 MST 24 MST
Gambar 9. Respon klorofil daun terhadap nitrogen pada 24 MST
Bobot Kering Bibit.
Pengukuran bobot kering bibit dilakukan pada akhir penelitian pada
perlakuan kontrol (N0K0) dan perlakuan terbaik (N2K3). Pengukuran tersebut tidak
dilakukan uji stastik, namun hanya untuk mengetahui secara umum tingkat
perbedaan antara perlakuan terbaik dengan kontrol. Pemberian pupuk N dan K
cenderung meningkatkan bobot kering pepepah (194 persen) dan bobot kering
daun (33.6 persen), namun bobot kering akar pada perlakuan kontrol dan
perlakuan terbaik relatif sama. Hasil pengukuran bobot kering akar, pelepah dan
daun disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot kering akar, pelepah dan daun pada kontrol (N0K0) dan perlakuan
Brady (1974) menyatakan bahwa K mempunyai fungsi untuk merangasang
pertumbuhan akar. Peningkatan bobot kering akar 9.7 persen dapat meningkatkan
bobot kering pelepah dan daun. Peningkatan bobot akar berimplikasi terhadap
peningkatan luas permukaan akar, sehingga hara yang diserap menjadi lebih
36
Pergerakan dan Neraca Hara dalamTanah
Pergerakan Hara
Pengamatan pergerakan hara tanah diamati dengan melakukan pengukuran
kadar N dan K pada perlakuan terbaik (N2 dan K3) . Pengamatan pergerakan hara
ini untuk mengetahui secara umum sampai kedalaman berapa sentimeter unsur N
total dan yang ada dalam polybag. Pengukuran dilakukan ada kedalaman 6.5,
13.0, 19.5 dan 26.0 cm yang disesuaikan dengan tinggi polybag. Kadar N pada
kedalam tersebut berkisar antara 0.26 sampai 0.33%, terdapat kecendurungan
meningkat sesuai dengan kedalaman tanah dalam polybag.
Peukuran kadar kalium dalam polybag menunjukkan adanya variasi berdasarkan
kedalaman dengan nilai antara 267.76 sampai 314.60 ppm. Adanya variasi
tersebut karena kalium bersifat mobile di dalam tanah, hal ini bergantung pada
pergerakan air (saat penyiraman). Pola pergerakan statik kadar N total dan K total
secara skematik disajikan pada Gambar 10
Konsentrasi N total (%) dalam tanah Konsentrasi K (ppm) dalam tanah
Gambar 10. Pergerakan hara dalam tanah. (a) Konsentrasi N total (%) dalam tanah dan (b) Konsentrasi K (ppm) dalam tanah
Neraca Hara
Perhitungan neraca hara didasarkan pada hara awal yang ada dalam tanah
dan penambahan hara dari pupuk. Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran
hara yang ada di dalam tanah (polybag) dan kandungan hara yang terdapat pada
bagian tanaman (akar, batang dan daun). Perhitungan neraca hara tersebut
dilakuakan pada perlakuan terbaik yaitun pada perlakuan N2 dan K3. Hasil
Tabel 8. Neraca hara N dan K pada perlakuan N2K3 di akhir penelitian
Nitrogen Total Kalium Total
I. Awal Penelitian
Tanah (g) 26.74 5.60
Pupuk (g) 16.70 43.6
Total(g) 43.44 49.2
II.Akhir Penelitian
Tanah (g) 27.04 3.23
Tanaman (g) 2.87 4.22
Total(g) 29.91 7.45
Efisiensi pupuk (%) 17.0 9.7
Kehilangan pupuk (%) 83.0 90.3
Status kandungan hara pada awal penelitian adalah sedang 0.24 % atau
setara dengan 26.74 g N total di dalam polybag. Pupuk yang diberikan pada
perlakuan N2 selama penelitian adalah 16.70 g sehingga N total di dalam tanah
adalah 43.44 %. Pada akhir penelitian N total di dalam tanah (polybag) adalah
27.04 g sedangkan N total dalam bagian tanaman ( akar, batang dan daun) adalah
2.87 g. Jika diasumsikan bahwa tanaman hanya mengambil N yang berasal dari
pupuk, maka efisiensi pemupukan adalah 17 %, sisanya dijerap oleh partikel tanah
(terdapat peningkatan N dalam tanah), menguap, hilang karena pencucian dan
dimobilisasi oleh mikroorganisme tanah (Tisdale et al.1985. Dengan demikian
kehilangan N dari pupuk sebesar 83 %.
Status kandungan K total dalam tanah pada awal penelitian adalah sangat
tinggi (1.29 me/100 g) atau setara dengan 5.60 g K di dalam polybag. Pupuk yang
diberikan 43.6 g sehingga K total di dalam tanah adalah 49.2 g. Pada akhir
penelitian K total di dalam tanah (polybag) adalah 7.45 g, sedangkan K total
dalam bagian tanaman (akar, batang, daun) adalah 4.22 g. Jika diasumsikan
bahwa tanaman hanya mengambil K yang berasal dari pupuk, maka efisiensi
pemupukan K adalah 9.7 % dengan demikian kehilangan dari pupuk sebesar
38
Optimasi Pupuk Nitrogen dan Kalium
Optimasi bertujuan untuk menentukan jumlah pupuk yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman agar pemberian pupuk efisien. Ditjenbun (2009) menjelaskan
bahwa dalam hal pemupukan, rekomendasi pemupukan N, K untuk bibit kelapa
sawit disesuaikan dengan kondisi umum daerah dan tidak didasarkan pada status
hara tanah.
Persamaan regresi dan perhitungan dosis optimum N dan K berdasarkan
peubah tinggi tanaman Tabel 9 dan 10. Tinggi tanaman merupakan peubah yang
lebih resnponsif terhadap pemupukan dibandingkan dengan peubah jumlah daun
dan diameter batang. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada setiap 4
MST, dosis optimum N selama di pembibitan adalah 22.12 g per bibit, sedangkan
dosis optimum untuk K 32.88g per bibit sampai dengan 24 MST.
Tabel 9. Dosis optimum pupuk N berdasarkan peubah tinggi bibit selama 6 bulan
Umur (MST) Persamaan Regresi R2 Dosis Optimum (g)
4 Rekomendasi 1.37
8 Y=-1.534x2+5.464x+38.96 0.98 1.78
12 Y=-0.718x2+4.178x+4.178 0.99 2.91
16 Y= -0.432x2+3.247x+60.54 0.98 3.76
20 Y=-0.197x2+2.422x+77.10 0.99 6.20
24 Y=-0.289x2+3.519x+85.23 0.99 6.10
Tabel 10. Dosis pupuk K berdasarkan peubah tinggi bibit selama 6 bulan
Umur (MST) Persamaan Regresi R2 Dosis Kalium (g)
4 Rekomendasi 1.78
8 Rekomendasi 1.78
12 Y=0.906x+52.45 0.71 5.40
16 Y=0.693x+62.38 0.67 7.16
20 Y=0.474x+75.54 0.65 11.96
24 Y=-0.609x+88.92 0.74 11.96
Total 32.88
Ket: Pada persamaan regresi linier tidak diperoleh dosis K optimum sehingga dipilih perlakuan dosis tertinggi
Perhitungan dosis pupuk N dan K berdasarkan peubah jumlah daun disajikan pada
Tabel 11 dan 12. Dosis optimum berdasarkan peubah jumlah daun sampai bibit
berumur 24 MST adalah 20.44 g/bibit, sedangkan untuk K adalah 31.66 g/bibit.
Tabel 11. Dosis Optimum Nitrogen bedasarkan jumlah daun selama 6 bulan
Umur (MST) Persamaan Regresi R2 Dosis Optimum
(gram)
4 Rekomendasi 1.36
8 Y= -0.089x2+0.282x+1.520 0.94 1.58
12 Y= 0.056x+1.726 0.92 2.06
16 Y= -0.019x2+0.167x+2.404 0.99 4.39
20 Y= -0.013x2+0.146x+12.47 0.79 5.62
24 Y= -0.023x2+0.250x+13.88 0.95 5.43
40
Tabel 12. Dosis Kalium bedasarkan jumlah daun selama 6 bulan
Umur (MST) Persamaan Regresi R2 Dosis Kalium
(gram)
4 Rekomendasi 1.78
8 Rekomendasi 1.78
12 Y= -0.002x2+0.099x+1.760 0.73 2.48
16 Y= 0.045x+2.505 0.88 7.16
20 Y= -0.012x2+0.156x+12.41 0.89 6.5
24 Y= 0.050x+14.03 0.85 11.96
Total 31.66
Ket: Pada persamaan regresi linier tidak diperoleh dosis K optimum sehingga dipilih perlakuan dosis tertinggi.
Ukuran diameter batang adalah salah satu kriteria bibit yang baik,
sehingga diameter batang merupakan peubah yang penting untuk menentukan
dosis optimum. Persamaan regresi dan hasil perhitungan dosis optimum
berdasarkan diameter batang disajikan pada Tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Dosis optimasi Nitrogen berdasarkan diameter batang selama 6 bulan
Umur (MST) Persamaan Regresi R2 Dosis Optimum
(gram)
4 Y= 0.048x+1.286 0.91 2.72
8 Y= -0.089x2+0.282x+1.520 0.94 1.58
12 Y= 0.056x+1.726 0.92 4.12
16 Y= -0.019x2+0.176x+2.404 0.99 4.39
20 Y= -0.010x2+0.128x+3.136 0.99 6.40
24 Y= -0.012x2+0.121x+4.269 0.84 5.04
Total 24.25
Tabel 14. Dosis Kalium berdasarkan diameter batang selama 6 bulan
Ket: Pada persamaan regresi linier tidak diperoleh dosis K optimum sehingga dipilih perlakuan dosis tertinggi.
Rekapitulasi dosis optimum berdasarkan peubah tinggi tanaman, jumlah
daun dan diamemer batang untuk N dan K masing-masing disajikan pada Tabel
15 dan 16. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa penentuan dosis optimum N
berdasarkan ketiga peubah yang diamati menunjukkan variasi yang sangat kecil,
yaitu rata-rata 22.27g/bibit dengan standar deviasi 1.91. Hal ini menunnjukkan
bahwa ketiga peubah tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan dosis
optimum.
Tabel 15. Perbandingan dosis optimum N berdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang.
Umur MST
Dosis Optimum (g/bibit)
T.Tanaman J.daun D. batang
Rata-rata Standar
Deviasi
Pada Tabel 16 dapat dilihat adanya variasi dosis optimum untuk K
berdasarkan peubah yang diamati (tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter
42
lebih kecil dibandingkan dengan dosis K berdasarkan peubah jumlah daun dan
diameter batang, sehingga penentuan dosis optimum berdasarkan tinggi tanaman
memberikan hasil yang lebih baik.
Tabel 16. Perbandingan dosis optimum K berdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang.
Umur Dosis Optimum (g/bibit) Rata-rata Standar
MST T.Tanaman J.Daun D. Batang Deviasi
Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan pemupukan yang
meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk
suatu tanaman tertentu (Safuan 2007; Sutandi 1996). Pemberian suatu hara ke
dalam tanah akan merubah keseimbangan hara lainnya sehingga walaupun dosis
pupuk yang dihasilkan dari percobaan pemupukan, bila diterapkan pada tanah
yang sama, peluang terjadinya penyimpangan akan tetap ada. Adanya perbedaan
cuaca, jenis tanah, bahan tanam, dan umur tanaman menjadi batasan untuk
mendiagnosa hara daun dalam menentukan status hara sawit, dan bahkan perlu
dibuat rekomendasi pupuk yang spesifik lokasi (Smith & Loneragan 1997).
Dosis rekomendasi untuk N adalah 16.8 g dan untuk K adalah 21.6 g.
Perbandingan dosis optimum hasil penelitian dengan dosis rekomendasi lebih
tinggi 33 % untuk N dan K 61 %. Adanya perbedaan tersebut karena aplikasi
pemupukan pada rekomendasi dilakukan setiap 2 minggu sekali, sedangkan pada
penelitian ini aplikasi pupuk dilakukan setiap bulan. Jika diperhitungkan dengan
dengan biaya tenaga kerja maka aplikasi setiap bulan lebih murah dari pada
rekomendasi. Disamping itu tinggi tanaman hasil penelitian rata-rata (91.36 cm)
relatif lebih rendah dibandingkan dengan tinggi tanaman di Dami Mas (102.5 cm).
Menurut Lubis (2008) standar bibit sawit umur 9 bulan tingginya 88.3 cm,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian N dan K meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah
daun dan diameter batang. Laju pertumbuhan ketiga peubah tersebut
masing-masing adalah 19.14, 20.48 dan 27.68 persen/bulan
2. Dosis Optimum N pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama adalah
22.27 g per bibit selama 6 bulan dengan aplikasi dosis per bulan adalah
1.82, 1.65, 3.03, 4.18, 6.07. dan 5.52. g.
3. Dosis optimum K pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama adalah
35.13 g per bibit selama 6 bulan dengan aplikasi dosis per bulan 2.04,
1.78, 3.53, 7.16, 11.05 dan 11.96 g.
4. Tidak terdapat kombinasi dosis optimum antara nitrogen dan kalium.
5. Tingkat efisiensi pemupukan bibit kelapa sawit untuk nitrogen adalah 17
pesen dan tingkat pemupukan kalium adalah 19 persen.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk menentukan dosis K optimum dengan
penambahan dosis yang lebih tinggi lagi dari penelitian sekarang. Peubah
yang perlu diamati dalam penelitian lanjutan adalah kadar unsur hara dalam