• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization of empty fruit bunches and bunch ash oil palm as ameliorant on oil palm (Elaeis guineensis Jacq) seedling growth in main nursery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization of empty fruit bunches and bunch ash oil palm as ameliorant on oil palm (Elaeis guineensis Jacq) seedling growth in main nursery"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG DAN ABU JANJANG

KELAPA SAWIT SEBAGAI AMELIORAN TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis

Jacq) DI PEMBIBITAN UTAMA

JORGE ARAUJO DE JESUS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pemanfaatan

Tandan Kosong dan Abu Janjang Kelapa Sawit sebagai Amelioran terhadap

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan Utama”

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

JORGE ARAUJO DE JESUS.Utilization of Empty Fruit Bunches and Bunch Ash Oil Palm as Ameliorant on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Seedling Growth in Main Nursery. Supervised by HARIYADI and ADE WACHJAR

The objective of the research was to identify the effect of ameliorant to the oil palm seedling growing in main nursery. This experiment was conducted at IPB Experimental Station Cikabayan (Plantation Teaching Farm), Dramaga, Bogor in 250 m above sea level, from November 2011 to May 2012. The experiment was arranged in a randomized block design with seven treatments and six replications. The treatment consist of P1 : Urea 22 g, SP3615 g and KCl 17,5 g per seedling. P2 : Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg empty fruit bunches per seedling. P3 : Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg bunch ash per seedling, P4: Urea 11 g, SP367,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg empty fruit bunches + 1kg bunch ash per seedling, P5:1 kg empty fruit bunches + 1 kg bunch ash per seedling, P6:1 kg empty fruit bunches per seedling and, P7:1 kg bunch ash per seedling. The result of the experiment showed that the treatment of P1 : Urea 22 g, SP36 15 g and KCl 17,5 g. P2 : Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg empty fruit bunches. P3 :Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg bunch ash, P4: Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g+ 1 kg empty fruit bunches + 1 kg bunch ash having the same affect to the vegetative growth as height respectively, 90,16 cm, 88,03 cm, 87,90 cm and 89,68 cm. The treatment of doses of P4: Urea 11 g, SP36 7,5 g and KCl 8,5 g + 1 kg empty fruit bunches + 1 kg bunch ash, affected to the plant dry weight, roots dry weight respectively 32 % and 36,61 % compare to P1, P2, P3, P5, P6 and P7.

Key word: oil palm seedling, ameliorant, main nursery

(6)
(7)

RINGKASAN

JORGE ARAUJO DE JESUS. Pemanfaatan Tandan Kosong dan Abu Janjang

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai Amelioran terhadap Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh HARIYADI dan ADE WACHJAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh amelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Mei 2012. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor terdiri atas 7 perlakuan dan 6 ulangan. Taraf perlakuan meliputi P1: dosis pupuk Urea 22 g, SP36 15 g, KCl 17,5 g per bibit. P2: dosis pupuk Urea 11 g, SP36 7,5 g, KCl 8,5 g + 1kg tandan kosong kelapa sawit per bibit, P3: dosis pupuk Urea 11 g, SP36 7,5 g dan KCl 8,5 g + 1 kg abu janjang per bibit, P4: dosis pupuk Urea 11 g, SP36 7,5 g dan KCl 8,5 g + 1 kg tandan kosong kelapa sawit + 1 kg abu janjang per bibit, P5: 1 kg tandan kosong kelapa sawit + 1 kg abu janjang per bibit, P6: 1 kg tandan kosong kelapa sawit per bibit, dan P7: 1 kg abu janjang per bibit. Secara keseluruhan diperoleh 7 perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali sehingga terdapat 42 unit percobaan, setiap unit percobaan terdiri atas 10 bibit. Dengan demikian jumlah bibit seluruhnya 420 polybag. Analisis

data dilakukan dengan sidik ragam pada uji F taraf α 0,05. Jika hasil sidik ragam

berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple

Range Test).

(8)

dan KCl 8,5 g + 1 kg tandan kosong kelapa sawit + 1 kg abu janjang menghasilkan, berat kering tajuk, dan berat kering akar masing - masing 30 % dan 36,61 % dibandingkan dengan P1, P2, P3, P5, P6 dan P7.

(9)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang

Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(10)

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG DAN ABU JANJANG

KELAPA SAWIT SEBAGAI AMELIORAN TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis

Jacq) DI PEMBIBITAN UTAMA

JORGE ARAUJO DE JESUS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)
(12)

Judul : Pemanfaatan Tandan Kosong dan Abu Janjang Kelapa Sawit sebagai Amelioran terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan Utama

Nama : Jorge Araujo de Jesus NRP : A252100131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS Dr. Ir. Ade Wachjar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul “Pemanfaatan

Tandan Kosong dan Abu Janjang Kelapa Sawit sebagai Amelioran terhadap

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan Utama.

Penelitian dan penulisan tesis merupakan salah satu karya ilmiah penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, bimbingan, pengarahan dan doa selama proses pelaksanaan penelitian, penulisan tesis serta selama menempuh studi di IPB. Terima kasih penulis disampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Ade Wachjar, MS selaku

komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama perencanaan, pelaksanaan penelitian sampai penulisan tesis.

2. Bapak Dr. Ir. Sudradjat MS selaku penguji pada ujian tesis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamadhi, MS selaku Ketua program studi Agronomi dan Hortikultura Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang selalu memberi arahan dalam pelaksanaan studi selama perkuliahan. 4. Kepala Kebun Percobaan Cikabayan beserta stafnya atas kesediaannya

untuk membantu proses penelitian di lapangan.

5. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 2010, yang selalu berbagi rasa suka dan duka sekaligus bertukar pikiran secara intelektual.

6. Ayahanda Carlos Oliviera Mendonca, istri tercinta Rosa Jose Martin’s dan

(14)

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pertanian.

Bogor, September 2012

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maubisse, Timor Leste pada tanggal 17 Januari 1977 dari pasangan Ayahanda Carlos Oliveira Mendonca dan Ibunda Graciana Pereira Mendonca Martin’s (alm). Penulis merupakan putra kedua dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Budidaya Pertanian di Universidade Nacional Timor Lorosa’e pada tahun 2009. Penulis pernah bekerja di Pacific Asia Resource Centre Interpeople Coorporation (PARCIC) pada tahun

2005 - 2009, kemudian bekerja pada Germany Technical Coorporation Agency

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR GAMBAR………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN………... xvii

PENDAHULUAN……… 1

Latar Belakang .………... 1

Tujuan………... 3

Hipotesis……….... 3

TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

Morfologi...………... 5

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit……….………... 6

Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit ………. 7

Pemupukan………. 9

Tandan Kosong Kelapa Sawit…………. …... 12

Abu Janjang Kelapa Sawit….………... 14

BAHAN DAN METODE……… 17

Tempat dan Waktu Penelitian……… 17

Bahan dan Alat... 17

Metode Penelitian... 17

Pelaksanaan Penelitian... 18

Persiapan Areal Penelitian... 18

Persiapan Media Tanah dan Amelioran... 18

Penanaman Bibit... 19

Perlakuan Pupuk dan Amelioran………... 19

Pengamatan……… 20

Analisa Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

(17)

Respon Morfologi …...………... 27

Tinggi Bibit (cm)…………...………... 27

Diameter Bibit ( cm) ……… 28

Jumlah Daun ( helai)... 39

Luas Daun ( cm2 )... 39

Respons Fisiologi Tanaman... 30

Kerapatan Stomata………… ………..……… 31

Jumlah Klorofil Daun……….. 31

Biomassa Tanaman... 32

Analisa Jaringan Hara Daun………..………. 33

KESIMPULAN DAN SARAN……… 35

Simpulan... 35

Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA... 37

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Dosis Rekomendasi Pemupukan Urea, SP36, KCl dan Amelioran Terhadap Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama pada Umur 1- 6 Bulan……… 19

2. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran…. 27

3. Diameter Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran 28

4. Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis

Amelioran

39

5. Luas Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

30

6. Kerapatan Stomata dan Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit pada

Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran………. 31

7. Biomassa Tanaman Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran………. 33 8. Analisis Jaringan Hara Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi

Berbagai Dosis Amelioran………...

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerapatan Stomata Daun Kelapa Sawit pada Aplikasi berbagai Dosis

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Standar Pertumbuhan Bibit Varietas Dami Mas………... 43

2 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah……… 44

3 Kondisi Pembibitan Awal…..……… 44

4 Persiapan Media Pembibitan Utama………..……… 45

5 Kondisi Bibit di Pembibitan Utama……… 45

6 Analisa pupuk dan Amelioran ..……… 45

7 Bagan Alir Penelitian……… 46

8 Alat - alat Pendukung Penelitian………...……… 46

9 Denah Percobaan……… 47

10 Hasil Analisa Tanah Awal……… 48

11 Analisa Media tanam Akhir Penelitian………. 48

12 Rata-rata temperatur, Curah hujan, lama penyinaran dan banyaknya hari hujan November 2011 - April 2012……… 49

(21)

1 mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia sebesar 4.158.079 ha dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 7,9 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 11,8 %. Komposisi pengelolaan terdiri atas 8,5 % perkebunan besar milik negara, 48,5 % perkebunan swasta dan 43 % milik petani. Produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia selama sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sekitar 12 % setiap tahunnya. Pada tahun 2000 produksi CPO Indonesia sebesar 7.000.000 ton dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 20.800.000 ton (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia 2011).

Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit saat ini dan masa depan, seiring dengan meningkatnya permintaan pasar domestik maupun pasar global terhadap minyak sawit, maka perlu dipikirkan pula usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi sehingga produktivitas yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah berupa ketersediaan bibit kelapa sawit yang berkualitas.

Penggunaan bibit yang berkualitas merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang produktivitas tanaman kelapa sawit. Pahan (2008) menyatakan bahwa investasi yang sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bibit yang akan ditanam di lapangan. Menurut Solahudin (2004) keberhasilan pertumbuhan tanaman kelapa sawit di lapangan sangat ditentukan oleh kondisi bibit yang ditanam. Kondisi bibit yang baik dengan pertumbuhan yang seragam di pembibitan awal maupun pembibitan utama, tentu akan memberikan pertumbuhan yang baik pula di lapangan.

(22)

2

dan bebas dari bibit yang abnormal sehingga didapatkan bibit yang baik pula. Untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang baik diperlukan pemeliharaan yang intensif melalui pemupukan pada waktu di pembibitan awal dan di pembibitan utama. Pemupukan merupakan salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang harus dipertimbangkan dengan baik mengingat biaya dan keefektifannya (Lubis 2008).

Dewasa ini pemupukan pada pembibitan utama di perkebunan negara, swasta maupun petani, umumnya menggunakan pupuk anorganik antara lain pupuk yang mengandung N,P,K dan Mg. Namun permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dan petani kelapa sawit saat ini adalah kebutuhan pupuk yang besar untuk mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit sehingga mengakibatkan biaya untuk pemupukan lebih besar. Disamping biaya dan fluktuasi penyediaannya di pasaran, penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dalam jangka panjang menyebabkan keseimbangan hara dalam tanah terganggu (Ikip et al. 2004).

Untuk menjaga agar hara dalam tanah tetap tersedia dalam keseimbangan, maka salah satu langkah adalah memanfaatkan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan abu janjang sawit (AJS) sebagai amelioran. Sunarko (2009) menyatakan bahwa limbah tandan kosong kelapa sawit dan abu janjang sawit merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan dan berpontesi untuk digunakan sebagai bahan amelioran.

Amelioran merupakan bahan pembenah tanah untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dan untuk menambah kesuburan tanah. Menurut Mukhlis (1990) pemberian abu janjang sawit dengan dosis yang meningkat (15 ton/ha) dapat menurunkan kejenuhan Al pada tanah Ultisol, juga dapat menyumbangkan unsur hara K, Mg dan Ca untuk tanaman serta dapat meningkatkan pH tanah, berpengaruh terhadap peningkatan efektif kapasitas tukar kation (KTK) dan

kejenuhan basa (KB). Hanibal et al. (2001) menunjukkan bahwa abu janjang

sawit mengandung unsur hara, N-total 0,05 %, P2O5 4,79 %, dan K2O 36,48 %.

Hasil penelitian Susanto et al. (2005) menunjukkan bahwa tandan kosong kelapa

(23)

3

Sampai saat ini penelitiaan untuk memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit dan abu janjang sebagai amelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama masih terbatas. Dengan demikian, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh tandan kosong sawit dan abu janjang sebagai amelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Tujuan

1. Mengetahui pengaruh amelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa kelapa

sawit di pembibitan utama.

2. Memanfaatkan tandan kosong dan abu janjang kelapa sawit sebagai

amelioran untuk menggantikan penggunaan sebagian pupuk anorganik.

Hipotesis

1. Aplikasi tandan kosong kelapa sawit dan abu janjang kelapa sawit dapat

meningkatkan pertumbuhan bibit sawit.

2. Aplikasi tandan kosong sawit dan abu janjang sawit pada taraf tertentu

(24)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya kelapa sawit dikenal sebagai tanaman pangan yang penting oleh penduduk setempat. Tanaman ini dikembangkan sebagai tanaman perkebunan di Afrika Barat, Zaire, Asia Tenggara dan Amerika Latin. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia sangat pesat sejak tahun 1960 (Vaughan & Geissler 2009).

Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies Arecaceae atau famili palmae

yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit menurut sistematika tumbuhan dimasukkan ke dalam divisi Trcheohyta, kelas Angiospermae, ordo Cocoida, famili Palmae,

genus Elaeis dan spesies Elaeis guineensis Jacq. Varietas kelapa sawit cukup

banyak dan diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu ketebalan cangkang dan warna buah. Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dibagi menjadi tiga varietas, yaitu : Psifera (buah tanpa cangkang), Dura (buah bercangkang tebal, 2,0 - 8,0 mm), dan Tenera (bercangkang tipis 0,5 - 0,8 mm). Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura dan Psifera (Turner dan Gillbanks 1988).

(25)

5

bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam ketiak daun yang berbeda, sehingga persentase penyerbukan silang tinggi. Secara alami penyerbukan dilakukan oleh serangga dan angin. Tanaman kelapa sawit dilapangan mulai berbunga pada umur 12-14 bulan dan bisa dipanen pada umur 5 - 6 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2,5 tahun (Lubis 1992).

Bunga merupakan karangan bunga yang terdiri atas bunga jantan (tepung sari) dan bunga betina (putik). Beberapa pohon kelapa sawit hanya memproduksi bunga jantan saja. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam tandan yang sama. Bunga jantan umumnya masak lebih dahulu daripada bunga betina, karena itu, penyerbukan sendiri sangat jarang terjadi. Masa reseptif (masa putik dapat menerima tepung sari) bunga kelapa sawit 3 x 24 jam. Setelah masa tersebut putik akan berwarna hitam dan mengering. Pada tanaman kelapa sawit muda (sampai umur 6 tahun), bunga betina tumbuh lebih banyak daripada bunga jantan, karena itu kelapa sawit muda membutuhkan bantuan penyerbukan oleh manusia (Satrosayono 2003).

Tanaman kelapa sawit mulai berbuah pada umur 3 - 4 tahun setelah tanam. Buah menjadi matang 5 - 6 bulan setelah penyerbukan, bergantung pada umur bibit yang ditanam, kesuburan tanah, iklim, dan teknik budidaya selama tanaman belum menghasilkan. Proses pematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga

sewaktu buah telah matang (Fauzi et al. 2008).

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5 - 7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500 - 4.000 mm,

temperatur optimal 24 - 28 oC. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1

- 500 m di atas permukaan laut (dpl). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80 - 90 % dan kecepatan angin 5 - 6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Pahan 2008).

(26)

6

berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak

lebih dari 15o. Kriteria sifat kimia tanah untuk pembudidayaan tanaman kelapa

sawit dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit

Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman di perkebunan kelapa sawit yaitu penggunaan bibit yang berkualitas. Hal tersebut diungkapkan Pahan (2008) bahwa investasi yang sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanam (benih/bibit) yang akan ditanam, karena merupakan sumber keuntungan pada perusahaan kelak.

Penyediaan bibit yang baik dan sehat selama di pembibitan awal (pre nursery) maupun di pembibitan utama (main nursery) sangat besar pengaruhnya untuk pertumbuhan tanaman (Setiawibawa dan Widyastuti 1992). Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam usaha peningkatkan luas areal penanaman kelapa sawit, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit yang dipergunakan untuk penanaman di lapangan agar diperoleh tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi.

Pembibitan yang baik diharapkan akan dapat menghasilkan bibit yang baik dan bermutu. Bibit yang baik berarti mempunyai kekuatan tumbuh dan penampilan yang baik, sedangkan benih bermutu berarti mempunyai sifat genetik yang baik dan benar menurut varietasnya.

Bibit yang baik diharapkan lebih berkemampuan dalam menghadapi keadaan stress waktu dipindahkan ke lapang, dan tanggap terhadap input yang diberikan. Tanaman yang berasal dari bibit yang baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan cepat, dan pada akhirnya berproduksi lebih awal dan memberikan hasil yang lebih tinggi (Yahya 1992).

Untuk mendapatkan bibit yang baik diperlukan penanganan dan pemeliharaan tersebut diantaranya dengan pemberian pupuk yang tepat. Bibit kelapa sawit sangat cepat pertumbuhannya dan memerlukan banyak pupuk (Lubis 1992). Salah satu usaha yaitu dengan melakukan pemberian hara pada bibit

(27)

7

pertumbuhannya. Perlakuan pemberian zat makanan yang cukup terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan dengan jalan pemupukan (Sukarji dan Tobing 1982).

Tahap pembibitan merupakan tahap paling awal pengelolaan tanaman kelapa sawit. Pada saat ini pembibitan kelapa sawit yang dianjurkan ialah

pembibitan pada kantong plastik (polybag) dengan 2 tahap (double stage system)

yaitu melalui pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama (

main-nursery).

Pembibitan Awal (Pre-Nursery)

Kecambah kelapa sawit berakar tunggang dan pada tanaman dewasa berakar serabut yang membentuk anyaman yang rapat dan tebal. Pada tanaman dewasa akar primer tumbuh dari dasar batang, yang sebagian besar tumbuh mendatar. Pada akar primer ini tumbuh akar sekunder yang sebagian besar tumbuh mengarah ke permukaan tanah, kemudian dari akar sekunder tumbuh lagi akar tersier yang kebanyakan tumbuh horizontal, dan dari akar tersier tumbuh akar kuarter. Akar tersier dan kuarter inilah yang membentuk anyaman tebal dekat permukaan (Yahya 1992). Menurut Lubis (1992) akar tersier dan kuarter merupakan akar yang paling aktif mengambil air dan hara dari dalam tanah.

Masa pembibitan awal adalah sejak penanaman kecambah sampai bibit berumur tiga bulan. Adapun kondisi bibit di pembibitan awal dapat dilihat pada lampiran 3. Pada tahap pertumbuhan awal, keperluan unsur hara masih dapat disediakan dari cadangan makanan yang ada pada endosperm, selanjutnya secara berangsur-angsur tanaman mulai mengambil unsur hara dari dalam tanah (Sunarko 2009). Oleh karena itu, pada masa pembibitan awal tidak perlu diberikan pupuk kecuali bila ada kekurangan hara misalnya daun memucat. Pada pembibitan awal bila diberikan pupuk maka kemungkinan besar terjadi kontak langsung antara pupuk dengan daun sehingga dapat menyebabkan daun terbakar, disamping itu kebutuhan hara pada fase ini masih dapat disediakan oleh biji itu sendiri (Lubis 1992).

Pembibitan awal (pre - nursery) bertujuan untuk memperoleh bibit yang

(28)

8

nursery) Lokasi yang dijadikan sebagai tempat pembibitan awal yaitu dekat sumber air dan jalan, areal rata dengan drainase baik, jauh dari gangguan ternak, dan di dalam areal yang akan ditanami (Yahya 1992).

Cara pembibitan awal yang lazim digunakan yaitu cara pembibitan kantung plastik. Tanah media yang telah bersih dari kotoran dimasukkan ke dalam polybag. Benih yang telah berkecambah dan berakar ditanam sedalam 2 - 5 cm di tengah-tengah polybag dan dijaga agar akarnya tidak patah. Bibit yang telah dipindahkan ke polybag ditempatkan di bawah naungan dan sedikit demi sedikit intensitas cahaya yang masuk ditingkatkan. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Setelah 3 bulan di pembibitan pendahuluan kemudian dilakukan seleksi bibit. Bibit yang tumbuh kerdil dan abnormal dibuang, dan sisanya dipindahkan ke pembibitan utama setelah mempunyai 3 - 4 helai daun (Lubis 1992).

Pembibitan Utama (Main - Nursery)

Pembibitan utama (main nursery) bertujuan agar bibit sudah cukup kuat

dan besar sebelum ditanam di lapangan, dan agar pertumbuhan bibit seragam. Pembibitan utama ini menggunakan polybag besar, dengan ukuran 40 cm x 50 cm dan tebal 0,02 cm (Yahya 1992). Media tanam yang digunakan sebaiknya adalah

tanah yang berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan

10 - 20 cm. Persiapan media pembibitan awal dan kondisi bibit di pembibitan utama dapat dilihat berturut - turut pada Lampiran 4 dan 5. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah 3:1 (kadar pasir tidak melebihi 60 %). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar diameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa - sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya (Bintoro 1988).

Pemupukan

(29)

9

Sedangkan pemupukan dimaksudkan sebagai pemberian zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan serta meningkatkan hasil tanaman. Secara umum dapat dikatakan manfaat pupuk adalah untuk menyediakan unsur hara yang kurang atau tidak tersedia di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan merupakan usaha pemberian unsur hara pada tanaman untuk memperoleh tanggap tanaman yang optimal. Unsur hara yang diberikan sebaiknya merupakan tambahan bagi unsur yang sudah ada dalam tanah sehingga jumlah yang tersedia dalam tanah bagi tanaman terdapat dalam perbandingan yang tepat (Setyorini et al. 2003).

Menurut Pahan (2008), pemberian pupuk dengan campuran unsur N,P,K akan berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Aplikasi pupuk N,P,K yang efektif dan efisien bila diberikan dalam dosis rendah secara kontinu. Pemupukan yang dilakukan adalah pemupukan dengan unsur nitrogen, fosfor, dan kalium. Unsur N diperoleh dari pupuk Urea, unsur P dari SP36, dan unsur K dari pupuk KCl.

Nitrogen (N) merupakan unsur utama pembentuk protoplasma sel, asam amino, protein, amida, alkaloid, dan klorofil. Nitrogen diserap oleh akar tanaman

dalam bentuk anorganik yaitu amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Nitrat

merupakan ion yang sangat mobil di dalam tanah, hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah larut dan tidak terjerap (adsorpsi) oleh koloid tanah (Geisler & Venema 2011). Unsur hara N bergerak menuju permukaan akar melalui

mekanisme aliran massa (98,8 %) (Marschner 1995). Setelah serapan terjadi, NO3

-yang berada dalam sitoplasma sebagian kecil disimpan dalam vakuola dan sisanya

direduksi menjadi bentuk ion NO2- kemudian masuk ke dalam organel plastida

akar dan diubah lagi dalam bentuk NH4+. Ion NH4+ ini bergabung dengan senyawa

organik (glutamin) untuk membentuk asam amino yang digunakan sebagai dasar

molekuler untuk pertumbuhan dan perkembangan (Rubio et al. 2009).

Aplikasi nitrogen yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air

tanah dan air sungai melalui runoff dan leaching (Goh & Hardter 2003).

(30)

10

inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.

Fosfor (P) berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman, baik yang menyangkut pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Fungsi lain unsur ini adalah membentuk ikatan fosfolipid dalam minyak. Ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Ketersediaan P maksimum antara pH 5,5 dan 7,5. Tanah masam ( pH < 5,5) menyebabkan kelarutan Al dan Fe tinggi sehingga dapat berpresipitasi dengan P dan menghambat ketersediaan P. Pada kondisi salin ( pH > 7,5 ) Ca yang tinggi dapat mengikat P sehingga ketersediaannya menurun (White 2006). Mobilitas ion - ion P dalam tanah sangat rendah karena retensinya

dalam tanah sangat tinggi. Oleh karena itu recovery rate dari pupuk P sangat

rendah antara 10 - 30 %, sisanya 70 – 90 % tertinggal dalam bentuk immobil atau

hilang karena run off (Leiwakabessy & Sutandi 2004).

Tanaman memperoleh P dalam bentuk P anorganik (Pi). Reaktivitas Pi yang tinggi dengan kation dalam tanah dan perubahan yang cepat ke bentuk-bentuk organik oleh mikroba yang menyebabkan Pi pada umumnya tidak tersedia

bagi tanaman (Bunemann et al. 2011). Fosfor digunakan sepenuhnya dalam

bentuk teroksidasi dan terhidrasi sebagai orthophosphate. P diabsorpsi oleh akar tanaman dari larutan tanah sebagian besar dalam bentuk ion ortofosfat primer

(H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion ortofosfat sekunder ( HPO42- ).

Serapan kedua ion tersebut bergantung pada pH di sekitar akar. Pada pH tanah

rendah bentuk H2PO4- lebih banyak diserap daripada bentuk HPO42-, dan pada

pH tinggi terjadi hal sebaliknya (Barker & Pilbeam 2007).

Kahat P dalam tanaman akan memperlambat proses pertumbuhan akar, tanaman kerdil, daun warna gelap dan tegak kemudian menjadi keungu - unguan dan umur panen lambat hal ini karena proporsi asimilat untuk pertumbuhan akar yang dialokasikan lebih besar dibandingkan dengan pucuk (Goh & Hardter 2003). Kalium (K) merupakan unsur hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium

mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong

(31)

11

Unsur hara Kalium sangat penting untuk tanaman kelapa sawit, karena unsur K paling banyak ditransfer ke tandan buah. Pada tanaman muda, unsur kalium nyata memperbesar perkembangan batang dan mempercepat pertumbuhan vegetatif. Pemupukan kalium pada tanah yang kandungan pasirnya tinggi bisa meningkatkan produksi tandan kelapa sawit.

Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti

fotosintetis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, membuka

menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel. Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakardan akhirnya gugur

(Bunemann et al. 2011 ).

Tandan Kosong Kelapa Sawit ( TKKS )

Pabrik kelapa sawit banyak menghasilkan limbah padat terutama tandan kosong kelapa sawit yang merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan setiap

ton tandan buah segar (TBS) (Darmosarkoro et al. 2007). Sebagian pabrik kelapa

sawit memanfaatkan tandan kosong untuk diproses menjadi pupuk oleh karena jumlah tandan kosong ini cukup banyak yaitu sebanyak 20 % dari jumlah tandan buah sawit yang diolah serta kandungan kalium yang cukup tinggi mencapai 40,1 % (Naibaho 1998).

Susanto et al (2005) menyatakan bahwa tandan kosong sawit (TKS)

merupakan bahan organik yang mengandung 0,80 % N, 0,22 % P2O5, 2,90 %

K2O 42,8 % Ca, 0,30 % MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23

ppm Cu, dan 51 ppm Zn. Adapun hasil analisis amelioran tandan kosong dan abu

janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 6. Menurut (Darmosarkoro et al.

2007) tandan kosong sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45 - 55, hal

(32)

12

Tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung lignoselulosa dengan penyusun utama selulosa 45,95 %, hemiselulosa 22,84 % , dan lignin 16,49 %,

abu 1,23 %, Nitrogen 0,53 %, minyak 2,41 %, (Darmosarkoro et al. 2007). Kadar

selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tinggi menyebabkan pengomposan tandan kosong kelapa sawit memerlukan waktu yang lama yaitu 3 bulan.

Limbah tandan kosong kelapa sawit digunakan sebagai bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung ialah dengan menggunakan tandan kosong sawit sebagai mulsa sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Bagaimanapun juga, pengembalian bahan organik kelapa sawit ke tanah akan menjaga pelestarian kandungan bahan organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah. Selain itu, pengembalian bahan organik ke tanah akan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah. Aktivitas mikroba akan berperan dalam menjaga stabilitas dan

produktivitas ekosistem alami, demikian pula ekosistem pertanian ( Barea et al.

2005 ).

Kebutuhan hara yang besar untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit menjadikan anggaran untuk pemupukan menjadi besar, selain hal itu pengelolaan perkebunan kelapa sawit dewasa ini diharuskan memperhatikan kelestarian lingkungan dan isu global perusahaan modern tanpa limbah. Salah satu langkah untuk menuju pengolahan tanpa limbah adalah pemanfaatan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKS) sebagai sumber hara K dan digunakan sebagai bahan pembenah tanah baik untuk perkebunan maupun pertanian.

Hasil penelitian (Susanto et al. 2005) menunjukkan bahwa aplikasi 80%

(33)

13

Abu Janjang Kelapa Sawit

Amelioran abu janjang (fly ash) adalah abu sisa pembakaran tandan kosong kelapa sawit, cangkang sawit yang tidak memiliki nilai ekonomis. Abu janjang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai amelioran untuk membenahi

sifat kimia tanah karena abu janjangmemiliki pH yang tinggi dengan kisaran 11 -

12. Abu janjang kelapa sawit mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan mengandung logam - logam berat yang tidak dapat mencemari lingkungan serta tidak bersifat racun yang membahayakan tanah dan tanaman (Rini 2005).

Guna meningkatkan produktivitas tanah sehingga dapat memberikan hasil optimal diperlukan suatu pengolahan yang tepat dan efisien. Salah satunya adalah dengan pemberian amelioran. Secara umum pemberian amelioran ke dalam tanah bertujuan untuk menetralkan asam organik (asam fenolat dan asam-asam karboksilat) yang bersifat meracun, pengaruh yang nyata terhadap kimia tanah adalah meningkatnya pH tanah sehingga reaksi tanah mengarah ke netral dan di lain pihak dapat memperbaiki kandungan unsur hara tanah.

Hasil penelitian Panjaitan et al. (1983) bahwa abu janjang sawit

mempunyai kandungan unsur hara Kalium yang tinggi, disamping kandungan unsur hara lain seperti Fosfor dan Magnesium. Sementara itu abu janjang sawit

(34)

14

Pemberian abu janjang kelapa sawit dengan dosis 10, 20, 30, 40 dan 50 gram per 8 kg tanah Ultisol kering oven dapat meningkatkan kation - kation basa dapat ditukar seperti : K - dd dari 0,30 menjadi 0,70, 1,13, 1,20, 2,90 dan 3,01 me/100 g. Ca - dd dari 0,81 menjadi 0,87, 0,90, 0,96, 1,30 dan 1,36 me/100 g. Mg - dd dari 0,30 menjadi 0,40, 0,56, 0,60, 1,10 dan 1,20 me/100 g. Kejenuhan basa dari 17,25 menjadi 17,25, 23,00, 30,00, 31,75, 55,00 dan 59,75%. Serta penurunan Al-dd dari 1,02 menjadi 0,63, 0,39, 0,25, 0,05 dan tak terukur (Sylvia 1992).

Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis (1990) melaporkan bahwa pemberian abu janjang sawit pada tanah Podsolik dapat menurunkan Al-dd dari 0,90 menjadi 0,38 ; 0,36 ; 0,32 ; dan 0,30 (me/100 g) dengan dosis 1,9 ; 3,8 ; 5,7 dan 7,6 (gram per 1 Kg tanah kering oven).

Pemberian abu janjang kelapa sawit dengan dosis 20 g per 8 kg tanah Ultisol yang diinkubasi selama 2 minggu dapat meningkatkan pH tanah dari pH 4,32 menjadi pH 5,5. Ketersediaan unsur hara didalam tanah seperti K-dd, Ca-dd, dan Mg-dd juga meningkat serta kandungan Al-dd tanah dapat diturunkan

(Hanibal et al 1995).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmad (1993) pemberian

abu janjang sawit dengan dosis : 1,5 ; 3,0 ; 4,5 dan 6,0 kg per 9 m2 dapat

meningkatkan nilai pH, yaitu : 5,5 ; 5.9 ; 6,30 ; 6,62 ; dan 6,87. Dari dosis

tertinggi yang digunakan, yaitu : 6,0 kg per 9 m2 diperoleh hasil 43,71 gram per

(35)

15

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor, yang terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Mei 2012. Analisis tanah, pupuk dan organ tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Adapun bagan alir perencanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.

Bahan dan Alat

Bahan - bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah bibit kelapa sawit Tenera varietas Dami Mas ( nomor persilangan 44 x 19.10 ) yang berumur 4 bulan, top soil, kompos tandan kosong sawit, abu janjang sawit, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0,02 cm, tali plastik, Dithane M 45, pupuk Urea, SP36, KCl, spidol permanen, kertas binder, hekter dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman. Adapun alat - alat pendukung penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.

Alat-alat yang digunakan terdiri atas parang, timbangan analitik, meteran

alumunium, jangka sorong, Li-cor, leaf area meter, hand sprayer, klorofil meter

(SPAD-502), mikroskop, ember, gembor, ayakan tanah 10 mesh dan alat tulis.

Metode Penelitian

(36)

16

P5 : 1 kg Tandan Kosong Kelapa Sawit + 1 kg Abu Janjang Sawit P6 : 1 kg Tandan Kosong Kelapa Sawit

P7 : 1 kg Abu Janjang

Setiap perlakuan terdiri atas 10 tanaman dan dari 10 tanaman diambil 5 tanaman contoh, sehingga jumlah tanaman keseluruhan sebanyak 420 tanaman

Model linier aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut:

ij

Yij = Nilai pengamatan pada kelompok ke-i dan perlakuan amelioran ke-j

 = Rataan populasi

i = Pengaruh aditif dari kelompok ke-i

j = Pengaruh aditif dari perlakuan amelioran ke-j

ij = Pengaruh galat dari kelompok ke-i dan perlakuan amelioran ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal Penelitian

Areal yang dipergunakan dibersihkan dari gulma dan kotoran lain yang dapat menjadi sumber organisme pengganggu tanaman. Pembersihan gulma dilakukan dengan mencangkul sekaligus meratakan permukaan tanah. Areal yang dipersiapkan diusahakan agar distribusi cahaya maupun air hujan secara merata.

Persiapan Media Tanah dan Amelioran

(37)

17

Penanaman Bibit

Setelah pengisian media dan penyusunan polybag, kemudian bibit dipindahkan ke dalam polybag ukuran 50 cm x 40 cm. Bibit yang digunakan

adalah bibit umur tiga bulan di pembibitan awal (pre - nursery). Pemindahan bibit

dilakukan dengan hati-hati agar perakaran bibit yang masih muda tidak terganggu atau putus sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bibit selanjutnya.

Perlakuan Dosis Pupuk dan Amelioran

Perlakuan pupuk Urea, SP36 dan KCl ditimbang sesuai dosis anjuran kemudian diberikan pada masing - masing perlakuan yang sudah ditentukan. Setelah itu, pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat berjarak ± 6 cm dari pohon bibit kelapa sawit. Pemberian pupuk ini dilakukan 2 minggu setelah pindah tanam (MST) bibit ke polybag, dan pemberian selanjutnya dilakukan setiap 4 MST hingga selesainya penelitian. Adapun dosis rekomendasi pemupukan Urea,

SP36, KCl dan amelioran disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Dosis Rekomendasi Pemupukan Urea, SP36, KCl dan Amelioran

Sumber: Memet Hakim, olahan dari vademecum kelapa sawit PTP X, 2006

Pemeliharaan

(38)

18

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat bibit berumur 4 minggu setelah tanam (MST) dari pembibitan awal ke pembibitan utama, dan pengamatan selanjutnya dilakukan dengan interval waktu empat minggu sampai bibit berumur 7 (tujuh) bulan. Pengamatan yang dilakukan yaitu pertumbuhan (morfologi) yang meliputi tinggi bibit, luas daun, jumlah daun, diameter batang, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot kering akar, sedangkan respon fisiologi, jumlah klorofil daun, kerapatan stomata, analisis hara jaringan daun dan analisis tanah.

1. Respon Morfologi Tanaman

a. Tinggi Bibit (cm). Diukur dari batas leher akar sampai ujung daun. Untuk mempermudah pengukuran ditanam ajir sebagai standar pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran alumunium, dan pengukuran ini dilakukan 4 empat minggu setelah tanam (MST) sampai akhir penelitian.

b. Diameter Batang (cm). Pengertian diameter batang disini adalah kumpulan pelepah daun. Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong Caliper (jangka sorong). Diameter batang diukur setinggi 5 cm di atas permukaan tanah, pengukuran pertambahan diameter batang ini dilakukan sampai akhir penelitian.

c. Jumlah Daun (helai). Perhitungan jumlah daun adalah dengan menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna. Perhitungan parameter pertambahan jumlah daun ini dilakukan 4 (empat) minggu sekali sampai akhir penelitian.

d. Luas Daun (cm2). Luas daun yang di ukur adalah daun ke-4 yang telah membuka sempurna. Pengukuran luas daun pada umur 0 - 12 MST dilakukan dengan menggunakan rumus LD = P x L x k, dimana:

LD = Luas daun (cm2)

P = Panjang daun (cm)

L = Lebar daun terlebar (cm)

(39)

19 Setelah pengukuran, selanjutnya data yang terrekam dicatat berdasarkan peubah yang diukur

e. Bobot Basah Tajuk (g). Bobot basah tajuk diukur diakhir penelitian yaitu pada saat tanaman berumur 7 ( tujuh) bulan. Pengukuran sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara memisahkan antara tajuk dan akar bibit, kemudian tajuk bibit dibersihkan dengan air, dikeringanginkan dan ditimbang dengan timbangan 5 kg.

f. Bobot Kering Tajuk (g). Tanaman dipotong hingga batas leher akar,

kemudian dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80 oC,

ditimbang bobot kering tajuknya. Pengukuran ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu dengan mengukur satu tanaman sampel dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang pertumbuhannya optimum.

g. Bobot Basah Akar (g). Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian pada saat bibit berumur 7 (tujuh) bulan. Pengukuran sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara membersihkan akar bibit dari tanah dengan air, kemudian dikeringanginkan dan ditimbang dengan timbangan 5 kg. Sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang pertumbuhannya optimum.

h. Bobot kering akar (g). Akar dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan

suhu 80 oC kemudian ditimbang. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian

dan sampel yang diukur diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang pertumbuhannya optimum.

Respon Fisiologi Tanaman

a. Jumlah Klorofil. Jumlah klorofil daun dihitung dengan menggunakan alat

SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat

(40)

20

nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konika Minolta 1989). Pengukuran dilakukan pada umur 16, 20 dan 24 MST. Sampel daun yang diukur adalah daun ke-4 dengan cara meletakkan daun pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca ditekan. Penghitungan dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 0,5 cm dari tepi

leaflet. Nilai real kadar klorofil daun untuk kelapa sawit dihitung dengan menggunakan rumus Y = 0,0007x - 0,0059, dimana: Y = kandungan klorofil

dan X = nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Farhana et al. 2007).

b. Kerapatan Stomata. Kerapatan stomata diamati dan dihitung dengan

menggunakan mikroskop. Sampel daun yang diamati adalah daun ke-4 yang dihitung dari atas (daun paling muda). Pengukuran dilakukan pada 20 MST. Adapun tahapan cara kerja sebagai berikut :

1. Sampel daun dioles dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku

bening) pada bagian atas dan bawah daun ± 1,5 cm x 0,5 cm.

2. Plester bening dipotong dengan ukuran ± 2 cm x 1,2 cm yang berguna

untuk mencetak pola stomata.

3. Plester kemudian ditempelkan pada daun yang telah kering setelah

dioles selulosa asetat kemudian plester dibuka dari sampel daun dan dipindahkan ke objek kaca yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x 10.

4. Menghitung jumlah stomata dengan menggunakan rumus :

a. Kerapatan stomata (KS)

b. Luas bidang pandang mikroskop (L)

L =��2, dimana :

�= 3,14

(41)

21

c. Analisis jaringan hara pada daun (N, P dan K). Daun yang diambil sebagai

sampel adalah daun yang ke lima dan dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan daun tanaman dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukkan ke dalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan ke

dalam freezer dengan suhu -10 oC dan pada hari berikutnya dikeringkan

dengan menggunakan oven pada suhu 60 oC selama 24 jam sampel yang

sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer untuk dianalisis kadar unsur haranya. Analisis kandungan nitrogen menggunakan metode Kjeldhal. Prinsip kerjanya adalah sampel didestruksi dengan asam sulfat pekat dengan menggunakan kalium sulfat dan merkuri oksida sebagai katalisator. Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel diubah menjadi ion ammonium. Kemudian ammonium didestilasi dengan penambahan natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel ditentukan dengan Kjeltec Auto Analiyzer. Analisis kandungan fosfor (P) menggunakan metode pengabuan kering dengan menggunakan Hidrogen Klorida pekat.

d. Analisa Tanah. Analisa tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian

berakhir

Awal penelitian : sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh pada

beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan sekop sedalam ± 20 cm. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar, setelah bersih diambil sampel seberat 200 g untuk dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N total, P, K, pH, KTK dan basa-basa dapat ditukar, KB, Al-dd, H-dd, dan unsur mikro tersedia lainnya (Fe, Cu, Mn).

Akhir penelitian : sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh dari

(42)

22

dan basa-basa dapat ditukar, KB, Al-dd, H-dd, dan unsur mikro tersedia lainnya (Fe, Cu, Zn, Mn).

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan sidik ragam pada uji F taraf α 0,05. Jika

hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Mattjik dan Sumartajaya 2006).

(43)

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Jenis tanah yang digunakan untuk penelitian merupakan tanah Latosol. Hasil analisis tanah pada awal penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi tekstur liat 56,38 %, pasir 10,2 % dan debu 33,38 %, dengan kadar C-organik (0,88) sangat rendah. Berdasarkan standar penilaian berbagai sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah (2008), maka reaksi kimia tanah pada awal penelitian termasuk masam dengan pH 5,2, unsur N - total sangat rendah (0,07 %), unsur P (Bray 1) tersedia sangat rendah (3,4 ppm), unsur Ca rendah (2,4

me.100g-1), unsur Mg rendah (0,75 me.100g-1), unsur K rendah (0,11 me.100g-1),

unsur Na rendah (0,21 me.100 g -1) unsur Al sangat rendah (1,96 me.100g-1) dan

KTK rendah (16,12 me.100g-1), dan kejenuhan basah termasuk rendah (21,77 %).

Hasil analisis media tanam pada akhir penelitian merupakan campuran tanah Latosol dengan tandan kosong maupun abu janjang kelapa sawit dengan

perbandingan 8:1 dapat dilihat pada Lampiran 11. Media tanam diambil

berdasarkan sampel yang sudah ditentukan pada semua perlakuan kemudian dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa, kandungan unsur pada perlakuan P1: unsur C- organik rendah (1,84%), unsur N-total rendah (0,17 ppm), unsur P

Bray 1 tinggi (18,4 ppm) dan unsur K sangat tinggi 1,05 me.100g-1). P2: unsur C-

organik rendah (1,92%), unsur N-total rendah (0,18 ppm), unsur P Bray 1 sedang

(25,1 ppm) dan unsur K sangat tinggi (1,08 me.100g-1). P3: unsur C- organik

rendah (1,76%), unsur N-total rendah (0,19 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi

(38,4 ppm) dan unsur K sangat tinggi (1,11 me.100g-1). P4: unsur C- organik

sedang (2,07%), unsur N-total rendah (0,19 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi

(49,3 ppm) dan unsur K sedang (0,54 me.100g-1). P5: unsur C- organik rendah

(1,76%), unsur N-total rendah (0,17 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (48,5) dan

unsur K tinggi (0,78 me.100g-1), P6: unsur C- organik rendah (2,00%), unsur

N-total rendah (0,20 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (54,3 ppm) dan unsur K

(44)

24

sedang (0,20 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (59,3 ppm) dan unsur K sedang

(0,58 me.100g-1).

Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor menunjukkan bahwa curah hujan bulanan di lokasi percobaan (November 2011- April 2012) berkisar antara 136,0 - 548,9 mm/bulan, tertinggi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Maret 2012, dengan rata-rata 358,07/bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 21 - 28 hari dengan rata-rata 25 hari/bulan. Suhu bulanan

berkisar antara 25,1 - 26,2 oC dengan rata-rata 25,75 oC. Lama penyinaran

berkisar antara 26 - 57 % dengan rata-rata 49,83 %. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Februari 2012 dan terendah bulan Januari 2012 Lampiran 12.

Berdasarkan pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit selama

penelitian berlangsung yaitu hama belalang (Valanga nigricornis), ulat api (Setora

nitens), sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah bercak daun. Teknik pengendalian yang dilakukan yaitu secara mekanis (ditangkap dan membuang bagian tanaman yang terserang). Pengendalian secara kimia dilakukan dengan penyemprotan pestisida sesuai dengan intensitas serangan hama penyakit

tanaman. Insektisida yang digunakan berbahan aktif deltamethrin 25 g.l-1 dengan

konsentrasi 1 ml.l-1 air dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% untuk

mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml. l-1air.

(45)

25

Respon Morfologi Tanaman terhadap Aplikasi Berbagai Jenis Amelioran

Tinggi Tanaman

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit pada umur 4 - 12 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 16 - 24 MST. Pada umur 16 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan tinggi bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 2). Adapun sidik ragam untuk peubah morfologi dan fisiologi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 13.

Tabel 2. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

(46)

26

kimia. Menurut Setyamidjaja (1986) bahwa unsur N berperan dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu meningkatkan tinggi tanaman.

Diameter Bibit

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap diameter bibit pada umur 4 - 8 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 12 - 24 MST. Pada umur 16 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan diameter bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7. Sedangkan pada umur 24 MST perlakuan P1, P2 dan P4 menunjukkan diameter bibit tidak berbeda nyata antara yang satu dengan lainnya tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 3).

Tabel 3. Diameter Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

(47)

27

Jumlah Daun (helai)

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit pada umur 4 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 8 - 24 MST. Pada umur 8 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan jumlah daun bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan yang satu dengan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pengembalian tandan kosong dan abu janjang ke tanah akan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara langsung

mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah (Barea et al 2005). Menurut

Khaswarina (2001) unsur N berperan di dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah pertambahan daun tanaman.

Luas Daun

(48)

28

nyata dengan perlakuan P2, P3, P5, P6 dan P7. Sedangkan pada umur 16 MST perlakuan P1 menunjukkan luas daun bibit berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, P5, P6 dan P7 (Tabel 5).

Tabel 5. Luas Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pertumbuhan luas daun memberikan respon yang nyata pada perlakuan P1 dan P4 terhadap aplikasi berbagai dosis amelioran. Hal ini disebabkan oleh tersedianya unsur - unsur hara makro dan unsur mikro yang terdapat di dalam perlakuan P1 dan P4 cukup untuk menunjang pertumbuhan. Menurut Suwandi dan Chan (1982) unsur N, P, K, Mg, dan Ca, menyebabkan pertumbuhan daun yang lebih cepat. Jika kekurangan N,P, K, Mg, dan Ca dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif daun serta pertumbuhan lebar daun lambat.

Respon Fisiologi Tanaman Terhadap Aplikasi Berbagai Jenis Amelioran

Kerapatan Stomata dan Jumlah Klorofil Daun

(49)

29

daun tidak berbeda nyata antar perlakuan, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 6).

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan berganda taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Daun yang diamati kerapatan stomata dan jumlah klorofil adalah daun ke-4 di hitung dari atas daun paling muda. Kerapatan stomata di hitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x 10. Sedangkan jumlah klorofil daun dihitung

dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara

digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konica Minolta 1989).

Kerapatan stomata pada suatu tanaman berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Menurut Fahn (1991) bahwa ukuran stomata dan kerapatan stomata berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman air. Menurut

Miskin et al. (1972) tanaman ”barley” yang mempunyai kerapatan stomata yang

tinggi akan memiliki laju transpirasi yang lebih tinggi daripada tanaman dengan kerapatan stomata yang rendah.

(50)

30

cerah (klorosis) (Goh & Hardter 2003). Farhana et al. (2007) melaporkan bahwa

jumlah kadar klorofil pada tanaman kelapa sawit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik. Corley & Mook (1972) melaporkan hasil penelitian dengan menggunakan bibit kelapa sawit umur 12 bulan (daun ke-2) bahwa pada kahat N menyebabkan penurunan kadungan klorofil dan penangkapan cahaya fotosintesis rendah sebagai akibat peningkatan

resistensi dan residual stomata. Berdasarkan penelitian Anggarwulan et al. (2008)

bahwa kandungan klorofil akan tinggi apabila terdapat karbohidrat dalam jumlah banyak untuk digunakan dalam sintesis klorofil.

Gambar 1. Kerapatan Stomata Daun Bibit Kelapa Sawit (a) pembesaran 20x dan (b) pembesaran 40x

Biomassa Tanaman

Kandungan bahan kering tanaman dapat dijadikan referensi untuk menentukan laju pertumbuhan vegetatif tanaman, karena sedikitnya 90% bahan kering tanaman adalah hasil dari proses fotosintesis daun, maka analisis pertumbuhan bobot kering terutama untuk mengukur tanaman sebagai penghasil fotosintat (Goldworthy & Fisher 1992). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan P4: menghasilkan bobot kering tajuk dan bobot kering akar lebih besar

masing-masing sebesar 32,0% dan 36,61% dibandingkan dengan perlakuan (P1)

kontrol. Namun, perlakuan P1 menghasilkan berat kering tajuk dan berat kering akar lebih besar dari perlaukan P2, P3, P5, P6 dan P7. (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan P4 yang diberikan tandan kosong kelapa sawit

(51)

31

dan abu janjang dapat menyediakan air dan nutrisi yang tinggi, sehingga mempengaruhi bobot kering tanaman lebih besar disbanding perlakuan lainnya. Hal tersebut di atas didukung oleh pendapat Sarief (1986) yang menjelaskan bahwa tanaman itu terdiri atas bahan kering dan cairan atau air. Bahan kering terdiri atas bahan organik C, H, O, N dan bahan mineral terdiri atas unsur hara selain C, H, O, dan N serta termasuk di dalamnya bagian abu yang merupakan persenyawaan organik. Menurut pendapat Suwandi dan Chan (1982) bahwa unsur K dapat memperbesar berat kering tanaman muda. Sedangkan unsur N dalam tanaman merupakan penyusun utama berat kering tanaman muda (Khaswarina 2001).

Keterangan : BKT= Bobot kering tajuk, , BKA= Bobot kering akar : P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Analisa Jaringan Hara Daun

(52)

32

Tabel 8. Kandungan Hara Jaringan Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran.

Perlakuan

Kandungan Hara 24 MST

N P K

... ...(%)...

P1 3.24 0.30 1.74

P2 2.73 0.27 1.59

P3 2.90 0.28 1.89

P4 3.18 0.31 1.69

P5 2.95 0.27 1.20

P6 2.26 0.22 1.15

P7 2.40 0.25 1.79

(53)

33

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan 1 kg tandan kosong kelapa sawit dan atau 1 kg abu janjang

kelapa sawit per bibit pada perlakuan ½ dosis rekomendasi menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit yang optimum.

2. Penambahan 1 kg tandan kosong kelapa sawit dan 1 kg abu janjang sawit per

bibit dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi.

Saran

1. Perlu kajian secara teknis dan ekonomis tandan kosong dan abu janjang kelapa

sawit.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis optimum pada

(54)

34

DAFTAR PUSTAKA

Anggarwulan E, Solichatun, dan Mudyantini W. 2008. Karakter Fisiologi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium L) Schott, pada Variasi Naungan dan

Ketersediaan Air. Biodiversitas. 9: 264 – 268.

Barea J, Pozo M.J, Azcon R, and Azcon Aguilar C. 2005.“Microbial Cooperation

in The Rhizosphere”. J Exp. Bot., 56, 1761-1778.

Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Plant Nutrition. New York: CRC Press

Bintoro M.H. 1988. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bunemann KE, Frossard E, Oberson, 2011. Phosphorus in Action: Biological

Processes in Soil Phosphorus Cycling. Berlin: Springer

Corley RHV, Mook CK. 1972. Effects of nitrogen, phosphorus, potassium and

magnesium on growth of the oil palm. Experimental Agriculture8:347–

353.

Darmosarkoro,W, Sutarta, E.S. dan Winarna. 2007. Teknologi Pemupukan Kelapa Sawit. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Farhana M. A, Yusop M. R, Harun M. H, and Din A. K. 2007. Performance of

Tenera population for the Chlorophyll contents and yield component.

Proceedings of the PIPOC 2007 International Palm Oil Congress

(Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Malaysia Palm Oil Board. Malaysia. Vol.2:701-705.

Fauzi Y, Widyastuti, Y.E, Satyawibawa I, dan Hartono, R. 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Geisler M, Venema K. 2011. Transporters and Pumps in Plant Signal. New York

: Springer.

Goh KJ, Hardter R. 2003. General oil palm nutrition Didalam: International

Planters Conference on Management for Enhanced Profitability in Plantations. Kuala Lumpur, Kuala Lumpur, 24–26 October 1994. Kuala Lumpur; ISP 1994. hlm 190-230.

Goldworthy PR, Fisher N.M. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.

(55)

35

Hanibal, Sarman, Gusniwati. 2001. Pemanfaatan Abu Janjang Kelapa Sawit pada Lahan Kering dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Nodula Akar, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.

Hardon JJ, Wiliams CN, Watson I. 1969. Leaf area and yield in the oil palm in

malaya. Expl.Agric 5: 25 – 32.

Ikip, L.K, Husain S, Ruhiyati M. 2004. Aplikasi Teknologi Pupuk Organik Azolla pada Budidaya Padi Sawah di Desa Mandesan Kec. Selopuro Kab. Blitar LPPM. Univ. Muhammadiyah Malang.

Khaswarina S. 2001. Keragaan bibit kelapa sawit terhadap pemberiaan berbagai kombinasi pupuk di pembibitan utama. Jurnal Natur Indonesia III (2) Indonesia:

Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 2011. Industri Hilir Kelapa Sawit

Indonesia. PT. Mitra Media Nusantara. Indonesia.

Konika Minolta. 1989. Chlorophyll Meter SPAD-502 Manual Book. Japan :

Konica Minolta

Leiwakabessy A, Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Jurusan Ilmu

Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lubis A.U.1992. Kelapa sawit di Indonesia. Marikat Bandar Kuala, Pusat Penelitian Perkebunan.435 p.

Lubis A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Ed ke-2.

Sumatra Utara: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Second Edition. London:

Academic Press

Mattjik AA, dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press.

Miskin E.K, Rasmusson D.C, and Moss D.N. 1972. Inheritance and physiological effects of stomatacal frecuency in barley. Crop Science. Vol.12: 233-254.

Mukhlis. 1990. Pemanfaatan Abu Janjang Kelapa Sawit sebagai Pengganti Kapur.Thesis Fakultas Pertanian USU. Medan.

Murbandono. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

(56)

36

Nainggolan. 1992. Analisa Komponen Kimia dari Abu Janjang Kelapa Sawit. Laporan Penelitian. Fak. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.Medan. Hal : 17.

Ollagnier M, Ochs R. 1981. Management of mineral nutrition on industrial oil

palm plantations. Oléagineux 36:409–421.

Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajeman Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya.

Panjaitan, Sugiono A, dan Sirait. H. 1983. Pengaruh Pemberian Abu Janjang Sawit terhadap Perubahan Kalium Tukar Tanah pada Ultisol, Regosol dan Aluvial. BPPM. Medan.

[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 2008. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia

Tanah. Jakarta: Departemen Pertanian.

Rahmad. 1993. Pengaruh Masa Inkubasi Abu Janjang Kelapa Sawit terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Ultisol. Skripsi Fakultas Pertanian universitas Jambi. Jambi.

Rini. 2005. Penggunaan Dregs (Limbah Bagian Recauticizing Pabrik Pulp) dan

Fly Ash (Abu Sisa Boiler Pembakaran Pabrik Pulp) untuk Meningkatkan Mutu dan Produktivitas Tanah Gambut. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.

Rubio V, Bustos R, Irigoyen ML, Cardona LX, Rojas TM, Paz AJ. 2009. Plant

hormones and nutrient signaling. Plant Mol Biol 69:361–373.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Sarief S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Setyamidjaja D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Simplex. Jakarta.

Setyawibawa I, Widyastuti, E.Y. 1992. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta

Sukarji R. dan Tobing, E.L. 1982. Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Marihat. Pematang Siantar. Medan.

Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Gambar

Tabel 6. Kerapatan Stomata dan Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit pada
Tabel 8.  Kandungan Hara Jaringan Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Referensi

Dokumen terkait

Peran desain pembelajaran garis dan sudut dengan menggunakan konteks jam dinding lingkaran dalam pemahaman konsep tersebut adalah bahwa aktivitas menggunakan alat

Mengenai pengelolaan dan pengoperasian terminal kota lintas oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika Kota Muara Bungo mungkin bisa dibilang tidak

a) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum dalam Akad Rahn ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaannya, maka para

PENGADAAN JASA KONTRUKSI UNTUK PEKERJAAN PEMBANGUNAN 2 (DUA) RUANG KELAS BARU MTsN KOTA SERANG. Nomor

Berdasarkan Peraturan Bupati Bantul nomor 26 Tahun 2008 Tentang Jadwal Retensi Arsip Kepegawaian di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, dengan ini kami minta

Diharapkan, perancangan iklan dengan media baru ini mampu menjadi sarana periklanan yang lebih efektif dan ekonomis dalam dunia desain komunikasi visual..

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘‘Struktur

Integrasi dalam ranah ontologi, seorang saintis muslim harus menyadari bahwa alam merupakan ciptaan dan manifestasi Allah Swt; dan ajaran Islam mengajarkan