• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Jenis tanah yang digunakan untuk penelitian merupakan tanah Latosol. Hasil analisis tanah pada awal penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi tekstur liat 56,38 %, pasir 10,2 % dan debu 33,38 %, dengan kadar C-organik (0,88) sangat rendah. Berdasarkan standar penilaian berbagai sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah (2008), maka reaksi kimia tanah pada awal penelitian termasuk masam dengan pH 5,2, unsur N - total sangat rendah (0,07 %), unsur P (Bray 1) tersedia sangat rendah (3,4 ppm), unsur Ca rendah (2,4

me.100g-1), unsur Mg rendah (0,75 me.100g-1), unsur K rendah (0,11 me.100g-1),

unsur Na rendah (0,21 me.100 g -1) unsur Al sangat rendah (1,96 me.100g-1) dan

KTK rendah (16,12 me.100g-1), dan kejenuhan basah termasuk rendah (21,77 %).

Hasil analisis media tanam pada akhir penelitian merupakan campuran tanah Latosol dengan tandan kosong maupun abu janjang kelapa sawit dengan

perbandingan 8:1 dapat dilihat pada Lampiran 11. Media tanam diambil

berdasarkan sampel yang sudah ditentukan pada semua perlakuan kemudian dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa, kandungan unsur pada perlakuan P1: unsur C- organik rendah (1,84%), unsur N-total rendah (0,17 ppm), unsur P

Bray 1 tinggi (18,4 ppm) dan unsur K sangat tinggi 1,05 me.100g-1). P2: unsur C-

organik rendah (1,92%), unsur N-total rendah (0,18 ppm), unsur P Bray 1 sedang

(25,1 ppm) dan unsur K sangat tinggi (1,08 me.100g-1). P3: unsur C- organik

rendah (1,76%), unsur N-total rendah (0,19 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi

(38,4 ppm) dan unsur K sangat tinggi (1,11 me.100g-1). P4: unsur C- organik

sedang (2,07%), unsur N-total rendah (0,19 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi

(49,3 ppm) dan unsur K sedang (0,54 me.100g-1). P5: unsur C- organik rendah

(1,76%), unsur N-total rendah (0,17 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (48,5) dan

unsur K tinggi (0,78 me.100g-1), P6: unsur C- organik rendah (2,00%), unsur

N-total rendah (0,20 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (54,3 ppm) dan unsur K

24

sedang (0,20 ppm), unsur P Bray 1 sangat tinggi (59,3 ppm) dan unsur K sedang

(0,58 me.100g-1).

Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor menunjukkan bahwa curah hujan bulanan di lokasi percobaan (November 2011- April 2012) berkisar antara 136,0 - 548,9 mm/bulan, tertinggi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Maret 2012, dengan rata-rata 358,07/bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 21 - 28 hari dengan rata-rata 25 hari/bulan. Suhu bulanan

berkisar antara 25,1 - 26,2 oC dengan rata-rata 25,75 oC. Lama penyinaran

berkisar antara 26 - 57 % dengan rata-rata 49,83 %. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Februari 2012 dan terendah bulan Januari 2012 Lampiran 12.

Berdasarkan pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit selama

penelitian berlangsung yaitu hama belalang (Valanga nigricornis), ulat api (Setora

nitens), sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah bercak daun. Teknik pengendalian yang dilakukan yaitu secara mekanis (ditangkap dan membuang bagian tanaman yang terserang). Pengendalian secara kimia dilakukan dengan penyemprotan pestisida sesuai dengan intensitas serangan hama penyakit

tanaman. Insektisida yang digunakan berbahan aktif deltamethrin 25 g.l-1 dengan

konsentrasi 1 ml.l-1 air dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% untuk

mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml. l-1air.

Pertumbuhan gulma tidak mempengaruhi perlakuan penelitian karena pengendaliannya dilakukan secara rutin (mekanis) setiap 2 minggu atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma baik yang tumbuh di dalam maupun di luar polybag.

25

Respon Morfologi Tanaman terhadap Aplikasi Berbagai Jenis Amelioran

Tinggi Tanaman

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit pada umur 4 - 12 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 16 - 24 MST. Pada umur 16 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan tinggi bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 2). Adapun sidik ragam untuk peubah morfologi dan fisiologi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 13.

Tabel 2. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan MST 0 4 8 12 16 20 24 P1. ...(cm)... 32.75 34.44 39.43 49.98 62.77 a 75.80 a 90.16 a P2 32.39 33.82 39.00 49.34 61.62 a 74.06 a 88.03 a P3 30.34 34.37 37.62 49.78 61.44 a 73.23 a 87.90 a 89.68 a P4 32.52 34.43 39.35 49.96 62.75 a 75.11 a P5 31.90 33.72 37.82 48.63 58.03 b 68.19 b 81.05 b P6 32.55 34.11 38.81 47.72 56.95 b 66.24b 76.84 b P7 29.64 33.72 38.13 47.12 55.33 b 64.08 c 73.92 c Pr > F 0.1665 0.9992 0.4542 0.3079 <.0001 <.0001 <.0001 Notasi tn tn tn tn ** ** **

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 ditunjang oleh adanya unsur hara makro dan mikro serta bahan pembawa (carier) seperti asam fosfat total yang terkandung dalam tandan kosong dan abu janjang, sedangkan pada perlakuan P5, P6 dan P7 menunjukkan pertumbuhan tinggi bibit yang tidak optimum. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya unsur hara makro dan mikro dari amelioran yang tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhannya. Dengan demikian, penggunaan amelioran pada perlakuan P2, P3 dan P4 dapat dilakukan sebagai pengganti penggunaan sebagian dari pupuk Urea, SP36 dan KCl. Menurut Murbandono (2000) menyatakan bahwa manfaat kompos dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman dan menghemat efisiensi pemakaian pupuk

26

kimia. Menurut Setyamidjaja (1986) bahwa unsur N berperan dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu meningkatkan tinggi tanaman.

Diameter Bibit

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap diameter bibit pada umur 4 - 8 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 12 - 24 MST. Pada umur 16 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan diameter bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7. Sedangkan pada umur 24 MST perlakuan P1, P2 dan P4 menunjukkan diameter bibit tidak berbeda nyata antara yang satu dengan lainnya tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 3).

Tabel 3. Diameter Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan MST 0 4 8 12 16 20 24 ……….. ( cm2)………. P1 0.92 1.41 1.83 2.88 a 3.98 a 4.89 a 5.72 a P2 0.93 1.41 1.81 2.80 a 3.95 a 4.71 a 5.69 a P3 0.92 1.40 1.82 2.79 a 3.80 a 4.64 a 5.41 b P4 0.92 1.41 1.83 2.82 a 3.96 a 4.77 a 5.71 a P5 0.92 1.41 1.67 2.39 b 3.34 b 3.89 b 4.77 c P6 0.90 1.41 1.71 2.42 b 3.28 b 3.98 b 4.57 c P7 0.91 1.41 1.68 2.24 b 3.23 b 3.62 c 4.05 d Uji F 0.6979 0.9997 0.4759 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 Notasi tn tn tn ** ** ** **

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pertumbuhan diameter bibit memberikan respon yang nyata pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 terhadap aplikasi berbagai dosis amelioran. Hal ini disebabkan oleh tersedianya unsur - unsur hara makro dan unsur mikro yang terdapat di dalam perlakuan P1, P2, P3 dan P4 cukup untuk menunjang pertumbuhan diameter bibit. Menurut Suwandi dan Chan (1982) unsur N, P, K, Mg, dan Ca, menyebabkan pertumbuhan diameter yang lebih cepat.

27

Jumlah Daun (helai)

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit pada umur 4 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 8 - 24 MST. Pada umur 8 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan jumlah daun bibit tidak berbeda nyata di antara perlakuan yang satu dengan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran MST Perlakuan 0 4 8 12 16 20 24 ...( helai )... P1 5.67 6.63 8.43 a 9.83 a 12.40 a 13.43 a 15.10 a P2 5.73 6.43 8.13 a 9.47 a 12.24 a 13.20 a 15.01 a P3 5.70 6.57 8.07 a 9.40 a 12.20 a 13.19 a 14.63 a P4 5.83 6.63 8.43 a 9.83 a 12.40 a 13.70 a 15.17 a P5 5.70 6.40 7.53 b 9.10 b 11.83 a 12.63 b 14.10 b P6 5.77 6.43 7.50 b 9.27 a 11.60 b 12.63 b 13.90 c P7 5.67 6.47 7.53 b 9.07 b 11.47 b 12.37 c 13.87 c Pr > F 0.4853 0.8501 0.0009 0.0172 0.0435 0.0032 <.0001 Notasi tn tn * * * * **

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pengembalian tandan kosong dan abu janjang ke tanah akan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara langsung

mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah (Barea et al 2005). Menurut

Khaswarina (2001) unsur N berperan di dalam merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah pertambahan daun tanaman.

Luas Daun

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit pada umur 4 dan 8 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 12 dan 16 MST. Pada umur 12 MST perlakuan P1 dan P4 menunjukkan luas daun bibit tidak berbeda nyata di antara kedua perlakuan, tetapi perlakuan P1 dan P4 berbeda

28

nyata dengan perlakuan P2, P3, P5, P6 dan P7. Sedangkan pada umur 16 MST perlakuan P1 menunjukkan luas daun bibit berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, P5, P6 dan P7 (Tabel 5).

Tabel 5. Luas Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan MST 0 4 8 12 16 ...( cm 2)... P1 68.42 96.262 133.48 195.12 a 1286.00 a P2 68.33 91.607 128.24 176.82 b 1117.00 b P3 67.71 90.552 129.88 180.72 b 1121.70 b P4 68.63 94.063 134.62 202.05 a 1213.20 b P5 67.80 89.243 122.66 150.94 b 976.20 b P6 68.25 90.663 122.49 166.41 b 1012.90 b P7 67.49 92.172 110.16 143.02 b 991.10 b Pr > F 0.4669 0.4355 0.4992 0.0123 0.0430 Notasi tn tn tn * *

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji berganda Duncan taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Pertumbuhan luas daun memberikan respon yang nyata pada perlakuan P1 dan P4 terhadap aplikasi berbagai dosis amelioran. Hal ini disebabkan oleh tersedianya unsur - unsur hara makro dan unsur mikro yang terdapat di dalam perlakuan P1 dan P4 cukup untuk menunjang pertumbuhan. Menurut Suwandi dan Chan (1982) unsur N, P, K, Mg, dan Ca, menyebabkan pertumbuhan daun yang lebih cepat. Jika kekurangan N,P, K, Mg, dan Ca dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif daun serta pertumbuhan lebar daun lambat.

Respon Fisiologi Tanaman Terhadap Aplikasi Berbagai Jenis Amelioran

Kerapatan Stomata dan Jumlah Klorofil Daun

Perlakuan berbagai dosis amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata pada umur 20 MST, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil daun pada umur 16 - 24 MST. Pada umur 20 MST menunjukkan bahwa kerapatan stomata daun bibit tidak berbeda nyata di antara semua perlakuan. Pada umur 16 - 24 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan jumlah klorofil

29

daun tidak berbeda nyata antar perlakuan, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan P5, P6 dan P7 (Tabel 6).

Tabel 6. Kerapatan Stomata dan Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran

Perlakuan

Kerapatan stomata Jumlah klorofil

20 MST 16 MST 20 MST 24 MST ...(mm2)... ...(mg/cm2)... P1 23.13 0.0371 a 0.0375 a 0.0377 a P2 23.08 0.0352 a 0.0363 a 0.0373 a P3 23.08 0.0351 a 0.0355 a 0.0370 a P4 23.03 0.0359 a 0.0368 a 0.0375 a P5 23.00 0.0329 b 0.0326 b 0.0326 b P6 23.00 0.0329 b 0.0319 b 0.0322 b P7 23.00 0.0329 b 0.0292 c 0.0310 b Pr > F 0.9987 0.0211 <.0001 <.0001 Notasi tn * ** **

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan berganda taraf α 5%.

: P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Daun yang diamati kerapatan stomata dan jumlah klorofil adalah daun ke-4 di hitung dari atas daun paling muda. Kerapatan stomata di hitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x 10. Sedangkan jumlah klorofil daun dihitung

dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara

digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konica Minolta 1989).

Kerapatan stomata pada suatu tanaman berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Menurut Fahn (1991) bahwa ukuran stomata dan kerapatan stomata berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman air. Menurut

Miskin et al. (1972) tanaman ”barley” yang mempunyai kerapatan stomata yang

tinggi akan memiliki laju transpirasi yang lebih tinggi daripada tanaman dengan kerapatan stomata yang rendah.

Warna daun digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala kekurangan atau kelebihan N secara visual, dimana jika terjadi kahat N maka daun akan berwarna hijau pucat kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning

30

cerah (klorosis) (Goh & Hardter 2003). Farhana et al. (2007) melaporkan bahwa

jumlah kadar klorofil pada tanaman kelapa sawit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik. Corley & Mook (1972) melaporkan hasil penelitian dengan menggunakan bibit kelapa sawit umur 12 bulan (daun ke-2) bahwa pada kahat N menyebabkan penurunan kadungan klorofil dan penangkapan cahaya fotosintesis rendah sebagai akibat peningkatan

resistensi dan residual stomata. Berdasarkan penelitian Anggarwulan et al. (2008)

bahwa kandungan klorofil akan tinggi apabila terdapat karbohidrat dalam jumlah banyak untuk digunakan dalam sintesis klorofil.

Gambar 1. Kerapatan Stomata Daun Bibit Kelapa Sawit (a) pembesaran 20x dan (b) pembesaran 40x

Biomassa Tanaman

Kandungan bahan kering tanaman dapat dijadikan referensi untuk menentukan laju pertumbuhan vegetatif tanaman, karena sedikitnya 90% bahan kering tanaman adalah hasil dari proses fotosintesis daun, maka analisis pertumbuhan bobot kering terutama untuk mengukur tanaman sebagai penghasil fotosintat (Goldworthy & Fisher 1992). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan P4: menghasilkan bobot kering tajuk dan bobot kering akar lebih besar

masing-masing sebesar 32,0% dan 36,61% dibandingkan dengan perlakuan (P1)

kontrol. Namun, perlakuan P1 menghasilkan berat kering tajuk dan berat kering akar lebih besar dari perlaukan P2, P3, P5, P6 dan P7. (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan P4 yang diberikan tandan kosong kelapa sawit

31

dan abu janjang dapat menyediakan air dan nutrisi yang tinggi, sehingga mempengaruhi bobot kering tanaman lebih besar disbanding perlakuan lainnya. Hal tersebut di atas didukung oleh pendapat Sarief (1986) yang menjelaskan bahwa tanaman itu terdiri atas bahan kering dan cairan atau air. Bahan kering terdiri atas bahan organik C, H, O, N dan bahan mineral terdiri atas unsur hara selain C, H, O, dan N serta termasuk di dalamnya bagian abu yang merupakan persenyawaan organik. Menurut pendapat Suwandi dan Chan (1982) bahwa unsur K dapat memperbesar berat kering tanaman muda. Sedangkan unsur N dalam tanaman merupakan penyusun utama berat kering tanaman muda (Khaswarina 2001).

Tabel 7. Biomassa Tanaman Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran Perlakuan Biomassa Tanaman 24 MST BKT BKA ………(%)………. P1 30.7 32.4 P1 31.5 32.37 P2 29.7 32.09 P3 32.0 36.61 P4 28.5 31.3 P5 27.4 29.8 P6 28.5 27.89

Keterangan : BKT= Bobot kering tajuk, , BKA= Bobot kering akar : P1 * Perlakuan rekomendasi pemupukan PTP X, 2006

Analisa Jaringan Hara Daun

Analisis kandungan hara jaringan tanaman diambil dari sampel yang pertumbuhannya terbaik dari semua perlakuan pada setiap ulangan. Sampel yang terbaik kemudian diambil daun ke-5 untuk analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi kadar hara N,P,K pada masing-masing perlakuan menunjukkan konsentrasi hara pada jaringan daun cukup kecuali kadar N pada perlakuan (P5) dan (P6) berada pada zona kritis (Tabel 8). Ollagnier dan Ochs (1981) melaporkan bahwa batas kritis hara N,P,K pada pelepah daun ke 9 kelapa sawit sebesar 2.75 %, 0,16 % dan 1,25 %.

32

Tabel 8. Kandungan Hara Jaringan Daun Bibit Kelapa Sawit pada Aplikasi Berbagai Dosis Amelioran.

Perlakuan Kandungan Hara 24 MST N P K ... ...(%)... P1 3.24 0.30 1.74 P2 2.73 0.27 1.59 P3 2.90 0.28 1.89 P4 3.18 0.31 1.69 P5 2.95 0.27 1.20 P6 2.26 0.22 1.15 P7 2.40 0.25 1.79

33

Dokumen terkait