• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Magelang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Magelang"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii . Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh

dan

Eksploitasi hasil hutan seringkali mengabaikan kelestarian hutan. Pengelolaan hutan yang terencana dapat memberikan hasil bernilai ekonomi tinggi dan tetap menjaga fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan. Kondisi sektor kehutanan di Kabupaten Magelang menghadapi banyak permasalahan seperti luasnya lahan kritis, penebangan liar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan lemahnya pengawasan hukum, kebakaran hutan, legalitas usaha pemanfaatan hasil hutan, serta kurang perhatiannya pemerintah terhadap perkembangan industri kecil dan menengah yang berpotensi menyerap tenaga kerja. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan kebijakan dari para aktor terkait. Hal ini tentunya tidak hanya bepengaruh pada pendapatan pemerintah daerah, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat.

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi Kabupaten Magelang dan mengetahui prioritas kebijakan yang dipilih oleh para dalam upaya peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan Asli Daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode 2001-2008, sektor kehutanan merupakan sektor basis di Kabupaten Magelang. dengan nilai

2,37-4,33. Hal ini berarti sektor kehutanan di Kabupaten Magelang mampu mengekspor atau mengirim produknya ke daerah lain. Nilai

sektor kehutanan pada tahun 2008 sebesar 19,21 yang berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sektor kehutanan akan mengakibatkan pertambahan pendapatan sebesar 19,21 x Rp Y pada sektor pertanian. Pendapatan Domestik Regional Bruto sektor kehutanan menyumbang sebesar 1,51%-1,84%. (Rp 47,83 – Rp 56,79 milyar atas dasar harga konstan 2000) terhadap perekonomian Kabupaten Magelang. Komponen bauran industri sektor kehutanan di Kabupaten Magelang memiliki nilai negatif (Rp -24,088 milyar). Komponen keunggulan kompetitif memiliki nilai positif (Rp 11,682 milyar) yang berarti bahwa sektor kehutanan di Kabupaten Magelang adalah kompetitif.

Sebagian besar memilih kebijakan Rehabilitasi Lahan Kritis sebagai prioritas utama untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi Kabupaten Magelang. Sedangkan berdasar pada perhitungan rata-rata

geometrik hasil dari para aktor yang konsisten

didapat bahwa Peningkatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan prioritas utama secara global karena memiliki nilai tertinggi.

Kata kunci: kehutanan, kebijakan kehutanan, PHBM, , ekonomi

(3)

iii . Forestry Sector’s Contribution to The Economy of Magelang District. Under Supervision of

dan

Exploitation of forest products often ignore forest’s sustainability. Well planned forest management provide the results with high economic value and still maintain the functions of forests as environmental services providers. Forestry sector in Magelang District faces many problems such as the extent of critical land, illegal logging which is influenced by economic factors and lack of laws supervision, forest fires, the legality of forest product utilization, and the lack of local government attention of small and medium scale industries that have the potential to absorb labor . These problems require policies of the actors involved. This is certainly not only affect on local government revenues, but also the community welfare.

This study intends to determine the contribution of the forestry sector to the economy of Magelang district and to find out policy priorities selected by the stakeholders to increase the forestry sector's contribution to the regional income and the community welfare in Magelang District.

The results showed that in the period 2001-2008, the forestry sector is a basic sector in Magelang District with LQ value range from 2.37 to 4.33. This means that the forestry sector in Magelang District is able to export the products to other regions. Multiplier effect value of forestry sector in 2008 is 19.21 which means that every additional income of Rp Y in the forestry sector will result in added revenue of 19.21 x Rp Y in the agricultural sector. Forestry sector RGDP contributed for 1.51% -1.84%. (Rp 47.83 - Rp 56.79 billion at 2000 constant prices) to the economy of Magelang District. Industrial mix component of the forestry sector in Magelang District has a negative value (Rp -24.088 billion). While the local share component has a positive value (Rp 11.682 billion) which means that the forestry sector in Magelang district is competitive.

Most of the stakeholders chose critical land rehabilitation as the main priority to improve the forestry sector's contribution to the economy of Magelang District. Meanwhile, based on the calculation of the geometric average of the Analytical Hierarchy Process results of the actors who consistent, Community Based Forest Management (CBFM) is a global priority because it has highest value.

(4)

iv Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

(5)

v

Judul Skripsi : Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi

Kabupaten Magelang

Nama : Farida Dwi Cahyani

NRP : E24104048

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, MS Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS,PhD

NIP. 19621107 198703 1 001 NIP. 19630413 198703 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 199103 1 002

(6)

vi Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan program sarjana Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bermaksud mengkaji pendekatan pengelolaan hutan di Kabupaten Magelang agar dapat dirumuskan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan pembangunan kehutanan.

Besar harapan penulis dari hasil penelitian ini pembaca dapat mengambil manfaat yang menambah wacana pemikiran tentang peningkatan peranan sektor kehutanan.

(7)

vii Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 28 Januari 1986 sebagai anak terakhir dari dua bersaudara pasangan Bapak Waridin dan Ibu Sri Rahayu S.Pd.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU N 1 Kota Magelang dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama masa studi di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni sebagai sekretaris Departemen Kayu Solid Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005-2006, ketua Departemen Ekonomi Industri Himasiltan tahun 2006-2007, staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kehutanan tahun 2006-2007, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2007, panitia KOMPAK tahun 2006. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Pindo Deli Pulp dan Paper di Karawang.

(8)

viii Penyelesaian proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, MS dan Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, PhD selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan kepada penulis. 2. Para nara sumber dalam penelitian ini dari instansi Dinas Pertanian,

Perkebunan, Kehutanan dan Tanaman Pangan, Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM, Bappeda, KPH Kedu Utara, YBL Masta, PT Kayu Lima Utama, dan Bapak Herry Subrastawa.

3. Bapak Waridin , Ibu Sri Rahayu, Kak Enni Yulianti dan seluruh anggota keluarga atas dukungan yang diberikan.

4. Teman-teman satu bimbingan dan THH 41 yang telah berjuang bersama. 5. Teman-teman terbaik Happy, Dhaning, Tata, Antin dan Verra untuk

(9)

ix Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi ... 4

2.2 Pembangunan Berbasis Ekonomi ... 5

2.3 Perencanaan Wilayah ... 7

2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 10

3.3 Analisis Data ... 11

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19

4.1 Kondisi Wilayah ... 19

4.2 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Negara ... 20

4.3 Kondisi Hutan di Luar Kawasan ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1 Kontribusi Sektor Kehutanan ... 26

5.2 Strategi Kebijakan Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

x

No. Halaman

1 Ahli kehutanan sebagai nara sumber data primer ... 10 2 Skala banding secara berpasang ... 18 3 Produksi hasil hutan kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (m3)... 21 4 Produksi hasil hutan non kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (ton).. 22 5 Realisasi pengadaan bibit masa tanam tahun 2009 BKPH Magelang ... 22 6 Realisasi definitif tanaman pembangunan pemeliharaan tahun 2008 ... 22 7 Realisasi bagi hasil LMDH di wilayah Kabupaten Magelang tahun 2009 .... 24 8 Pembayaran PSDH KPH Kedu Utara untuk Kabupaten Magelang ... 24 9 Luas lahan kritis akhir tahun 2009 Kabupaten Magelang ... 25 10 Peredaran kayu rakyat berdasarkan Laporan Hasil Penebangan (LHP) tahun 2009 (m3) ... 25 11 Data produksi kayu bulat (hutan rakyat) tahun 2009 (m3) ... 25

12 Nilai komponen menggunakan PDRB Kabupaten Magelang

(11)

xi

No. Halaman

1 Hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan ... 14 2 LQ sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan kominikasi, dan jasa-jasa Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000 ... 27 3 LQ masing-masing subsektor dari sektor pertanian Kabuapten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000 ... 27

4 Nilai subsektor kehutanan pada sektor pertanian Kabupaten

(12)

xii

No. Halaman

(13)

! "# $ %&

Sumber daya hutan merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan dengan bijaksana. Eksploitasi hasil hutan seringkali mengabaikan kelestarian hutan. Pengelolaan hutan yang terencana dapat memberikan hasil bernilai ekonomi tinggi dan tetap menjaga fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan. Hasil dari sektor kehutanan selama ini memberikan kontribusi penting bagi perekonomian seperti pemasukan devisa, penyedia bahan baku industri, penyedia lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Kawasan hutan di Kabupaten Magelang terbagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan rakyat. Luas lahan kritis di luar kawasan hutan tercatat 8.516 Ha pada akhir tahun 2009. Pemerintah Kabupaten Magelang berupaya mengatasi kerusakan lingkungan dengan perbaikan lahan kritis. Perhutani juga melakukan penanaman pohon Sengon dan Aren sebagai upaya konservasi lahan di kawasan hutan Magelang dan juga untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi rakyat.

Kondisi Kabupaten Magelang yang mempunyai curah hujan cukup tinggi dan banyaknya bencana angin puting beliung pada pergantian musim, menyebabkan banyaknya pohon tumbang di kawasan hutan. Wilayah Kabupaten Magelang yang dikelilingi oleh gunung, menjadikan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah tangkapan air, sehingga kaya akan mata air dan sungai. Akan tetapi semakin maraknya penebangan liar mengakibatkan terancamnya sumber mata air yang menopang kehidupan masyarakat. Meskipun Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dijumpai hampir di setiap desa, tapi keberadaannya kurang berperan dalam menyelamatkan lingkungan. Terjadinya penebangan liar dipengaruhi oleh faktor ekonomi, seperti kebutuhan kayu bakar baik untuk keperluan rumah tangga atau industri kecil yang tidak mempedulikan kelestarian hutan dan alam, dan faktor lemahnya.pengawasan hukum.

(14)

2 kawasan hutan di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan kerugian materi tetapi juga kerugian ekologis, seperti ekosistem dan habitat satwa yang rusak.

Beberapa permasalahan utama di sektor kehutanan Kabupaten Magelang yang erat kaitannya dengan pembangunan lingkungan hidup, antara lain: belum optimalnya pelestarian hutan lindung, pengelolaan hutan produksi, dan pengelolaan hutan rakyat; partisipasi masyarakat sekitar hutan yang masih belum optimal; belum optimalnya penerapan sempadan sungai dan sempadan mata air untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Di pihak lain, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kini terus ditingkatkan. Kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan dalam rangka keberhasilan pembangunan hutan diharapkan mampu menciptakan fungsi hutan secara optimal. Prinsip PHBM adalah bagi hasil produksi kayu dan non kayu yang diberikan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) berdasarkan kontribusi dari masyarakat didalam proses produksi. Nilai sharing yang sudah diberikan kepada LMDH terus meningkat dari tahun ke tahun

Di Kabupaten Magelang juga terdapat industri pengolahan hasil hutan seperti kayu gergajian (olahan), mebel, kayu lapis, pabrik kertas, dan kerajinan akar jati. Penebangan liar yang semakin marak mempengaruhi ketersediaan dan legalitas bahan baku, khususnya yang dialami oleh beberapa Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) di Kabupaten Magelang yang masih belum memiliki Ijin Usaha IPHHK.

(15)

3 sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Dari 1,2 juta penduduk usia produktif di Kabupaten Magelang tercatat 132.132 jiwa merupakan pengangguran. Setiap tahun peningkatan jumlah angkatan kerja mencapai 28.000 jiwa (BPS 2009).

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sektor kehutanan Kabupaten Magelang, antara lain:

1. Luasnya lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan serta pohon tumbang dalam kawasan hutan.

2. Penebangan liar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan lemahnya pengawasan hukum.

3. Kebakaran hutan

4. Pelaku industri primer hasil hutan kayu tidak memiliki ijin usaha

5. Pemerintah kurang perhatian terhadap perkembangan UMKM yang berpotensi menyerap tenaga kerja

Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan kebijakan dari para aktor terkait. Hal ini tentunya tidak hanya bepengaruh pada pendapatan pemerintah daerah, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan berbagai pendapat dari berbagai ahli kehutanan, dapat menyumbangkan strategi kebijakan yang menjadi solusi bagi pengembangan sektor kehutanan khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

'(' %

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui peranan sektor kehutanan khususnya kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Magelang.

2. Mengetahui prioritas kebijakan di sektor kehutanan dalam upaya peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap PAD dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang.

) %* !

(16)

+

" "%, % % - % "./ %&'% % $0%0.1

Salah satu konsep penting dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah mengetahui strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi adalah suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor yang akan dijadikan variabel utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan suatu negara. Pembangunan ekonomi dapat berupa pembangunan pertanian, pembangunan industri, dan peningkatan perdagangan luar negeri (Suroso 1993 Setyawan 1997).

Mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan situasi psikologis, ideologis, sosial, dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi merupakan tugas terpenting pemerintah. Tindakan pemerintah sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi di negara-negara terbelakang karena kompleknya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah oleh perusahaan swasta. Cakupan tindakan pemerintah ini sangat luas, seperti penyelenggaraan pelayanan umum, menentukan sikap, membentuk lembaga-lembaga ekonomi, menentukan penggunaan sumber, menentukan distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah uang, mengendalikan fluktuasi, menjamin pekerjaan penuh dan menentukan laju investasi (Jhingan 2004).

Perencanaan ekonomi mengandung arti pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula. Salah satu tujuan penting perencanaan di negara terbelakang adalah untuk meningkatkan laju pembangunan ekonomi. Kebutuhan perencanaan di negara terbelakang didorong pula oleh kebutuhan menghapus pengangguran yang tersebar luas. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri saling menentukan. Reorganisasi pertanian akan melepaskan tenaga buruh surplus yang dapat diserap oleh sektor industri (Jhingan 2004).

(17)

5

1. Komisi Perencanaan. 2. Data Statistik. 3. Tujuan.

4. Penetapan sasaran dan prioritas. 5. Mobilitas sumber.

6. Keseimbangan dalam rencana.

7. Administraasi yang efisien dan tidak korup. 8. Kebijaksanaan pembangunan yang tepat. 9. Ekonomi dalam administrasi.

10. Dasar pendidikan. 11. Teori konsumsi. 12. Dukungan masyarakat.

Perekonomian berencana memerlukan pengendalian atau pengawasan. Pengawasan dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengawasan langsung dikenal sebagai pengawasan fisik, mempengaruhi pilihan-pilihan konsumen dan produsen di dalam perekonomian. Tujuannya untuk menjamin alokasi secara tepat sumber-sumber daya langka dan stabilisasi harga. Pengawasan tidak langsung dikenal sebagai pengawasan umum yang mempengaruhi harga, pendapatan dan transaksi dalam perekonomian (Jhingan 2004).

"./ %&'% % " / 212 $0%0.1

Berbagai daerah dan sub-daerah mempunyai keadaan yang sangat berbeda. Suatu faktor dasar dalam perbedaan ini adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Kemakmuran suatu daerah akan mengalami perubahan sesuai dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan. Ada serangkaian teori ekonomi yang secara kolektif dikenal sebagai

teori-teori , yang berusaha menjelaskan perubahan-perubahan

ini dengan menekankan keterkaitan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian regional dan perambatan kekuatan-kekuatan pendorong yang berasal dari salah satu sektor ke sektor lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang paling sederhana dan paling terkenal adalah teori basis

(18)

6 Glasson (1990) menjelaskan bahwa dalam bahasa akademi perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis ( ) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang besangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis

( ) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang

yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka adalah bersifat lokal.

Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab dan akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya basis didalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Begitu pun akan berlaku sebaliknya. Sesuai dengan namanya, kegiatan basis memiliki peranan penggerak pertama ( ) yaitu setiap perubahan memiliki

efek terhadap perekonomian regional.

(19)

7 Matriks input-output dapat pula digunakan untuk menganalisis dan memprediksi perubahan dalam perekonomian. Cara ini memiliki beberapa keunggulan yaitu memperlihatkan pembagian perekonomian regional menurut industri dan sangat menekankan hubungan antara industri. Menurut Ulya dan Yunardy (2008), berdasarkan Tabel Transaksi Input Output Indonesia Tahun 2000 menunjukkan bahwa kenaikan permintaan pada sektor kehutanan sebesar Rp 1 milyar akan meningkatkan total pendapatan seluruh perekonomian 1,2615 kali dari pendapatan sebelumnya dan memberikan tambahan tenaga kerja 1,2817 kali tenaga kerja sebelumnya.

Analisis dapat digunakan untuk mengetahui perubahan stuktur atau kinerja ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional). Perubahan relatif kinerja pembangunan daerah terhadap nasional dapat dilihat dari: pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional (

) terhadap daerah, pergeseran proporsi ( ), dan pergeseran diferensial ( ). Pergeseran proporsi untuk mengukur perubahan relatif suatu sektor daerah terhadap sektor yang sama di tingkat nasional. Pergeseran diferensial untuk mengetahui seberapa kompetitif sektor tertentu daerah dibanding nasional (Kumoro 2007).

Pemerintah ekonomi daerah membutuhkan parameter tertentu yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan program serta menjadi kriteria kinerjanya. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan parameter yang tepat dan dapat dijadikan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dilihat sektor-sektor mana saja yang menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Suryadi

1997 Nashr 2005).

) " "%, % % 1# 3

(20)

8 Perencanaan regional yang bersifat ekonomi biasanya mengalami perkembangan, dan aspek ini dijabarkan berdasar kesejahteraan sosial dan usaha menemukan pemecahan atas ketidakmerataan ekonomi (Glasson 1990).

Perencanaan strategi pengembangan wilayah merupakan salah satu model perencanaan pengembangan wilayah yang berorientasi pada bisnis sehingga dalam perencanaan ini perlu diperhatikan mengenai produk yang akan ditawarkan pada pasar dan pasar mana yang akan menjadi sasaran. Pada umumnya perencanaan pengembangan wilayah lebih berkonsentrasi pada pendekatan

“ ”, dimana model perencanaan ini hanya mengacu kepada perencanaan

wilayah secara sektoral dengan memperhatikan variabel internal sebagai indikator utama dalam perencanaan wilayah. Hasil perencanaan sektoral internal ini kemudian digabungkan melalui proses koordinasi menjadi satu kesatuan yang disebut perencanaan wilayah (Mukti . 2001).

4 5

Menurut Winston dan Albright (1997), ketika beberapa tujuan menjadi penting oleh suatu pembuat keputusan, akan menjadi sulit untuk memilih dari beberapa alternatif yang ada. Dalam berpikir kita perlu memandang masalah dalam suatu kerangka yang terorganisir tetapi kompleks, yang memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor, namun tetap memungkinkan kita untuk memikirkan faktor-faktor tersebut secara sederhana. AHP memberi suatu kerangka yang memungkinkan kita untuk mengambil keputusan efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang alami. Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi kompleks, tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut ( Saaty 1993).

(21)

9 kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis.

(22)

) 0$ 21 - % $!' "%"#1!1 %

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2010 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

) +"%12 - % "!0-" "%&'.6'# % !

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang digunakan adalah nilai preferensi dari tujuan dan alternatif kebijakan. Data ini diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan para ahli terkait yang disebutkan pada tabel berikut.

Tabel 1 Ahli kehutanan sebagai nara sumber data primer

Lingkungan Nama Keterangan

KPH Kedu Utara Toni Kuspuja Hariyanto, Shut Nur Budi Susetyo, SHut

Pelaku Industri Joko Budi Santoso, SH Musyafi, SE

Direktur Utama Komisaris Utama Tokoh Masyarakat Hery Subrastawa

(23)

11

) ) % #1212 !

Analisis data yang digunakan adalah Analisis (LQ),

Analisis , Analisis ! ! dan

(AHP).

) ) % #1212 4 75

Analisis ini bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu sektor menjadi sektor basis atau non basis (Kadariah Nashr 2005). Teknik analisis LQ menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah tertentu dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas (Rudana 2008). Adapun rumus yang digunakan adalah:

(1)

Keterangan:

Vi : Pendapatan dari sektor i (atau subsektor i) di Kabupaten Magelang Vt : Pendapatan dari sektor i (atau subsektor i) di Propinsi Jawa Tengah Pi : Pendapatan dari total sektor (atau total subsektor i) di Kabupaten Magelang

Pt : Pendapatan dari total sektor (atau total subsektor i) di Propinsi Jawa Tengah

i : Sektor yang akan dihitung nilai LQ Kriteria Penilaian:

Nilai LQ>1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Magelang yaitu telah mampu memenuhi kebutuhan dalam wilayah tersebut dan mampu mengekspor atau mengirim produknya ke wilayah lain.

Nilai LQ=1, maka sektor tersebut tepat memenuhi kebutuhan dalam wilayah Kabupaten Magelang.

(24)

12

) ) % #1212

Perhitungan nilai dilakukan terhadap pendapatan industri

yang menjadi basis. merupakan suatu perkiraan tentang potensi kenaikan pendapatan secara keseluruhan dari kenaikan pendapatan suatu kegiatan tertentu. Adanya peningkatan suatu kegiatan ekonomi akan menimbulkan suatu permintaan baru dan menyebabkan timbulnya efek permulaan. Efek inilah yang

disebut dengan . Rumus yang digunakan dalam perhitungan

adalah:

(2)

Keterangan:

K :

S : Pendapatan dari total sektor (atau total sub sektor) di Kabupaten Magelang

Si : Pendapatan dari sektor i (atau sub sektor i) di Kabupaten Magelang i : Sektor yang akan dihitung nilai

) ) ) % #1212

Analisis ! digunakan untuk menjelaskan perubahan sektor

kehutanan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.

(3)

Keterangan:

Dij : Perubahan suatu variabel regional sektor di wilayah " dalam kurun waktu tertentu

Nij : Komponen pertumbuhan nasional sektor di wilayah " Mij : Bauran industri sektor di wilayah "

Cij : Keunggulan kompetitif sektor di wilayah " i : Sektor yang akan dihitung nilai komponen j : Wilayah Kabupaten Magelang

(25)

13 merupakan perubahan antara PDRB pada tahun akhir analisis dengan PDRB pada tahun dasar.

(4)

Keterangan:

E*ij : PDRB sektor di wilayah "pada tahun akhir analisis Eij : PDRB sektor di wilayah "pada tahun dasar.

Komponen pertumbuhan nasional suatu sektor di suatu wilayah menunjukkan bahwa PDRB tumbuh sesuai dengan laju pertumbuhan nasional.

(5) Keterangan:

rn : Laju pertumbuhan nasional

Komponen bauran industri sektor kehutanan di suatu wilayah menunjukkan bahwa PDRB tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional dengan laju pertumbuhan nasional. Sementara itu, komponen keunggulan kompetitif sektor kehutanan di suatu wilayah merupakan PDRB yang tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor kehutanan di wilayah tersebut dengan laju pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional.

(6)

(7)

Keterangan:

rn : Laju pertumbuhan nasional

rin : Laju pertumbuhan sektor nasional rij : Laju pertumbuhan sektor di wilayah "

Masing-masing laju pertumbuhan didefinisikan sebagai berikut. 1. Mengukur laju pertumbuhan sektor di wilayah "

(8)

2. Mengukur laju pertumbuhan sektor perekonomian nasional

(9)

3. Mengukur laju pertumbuhan nasional

(26)

14 Keterangan:

E*in : PDRB sektor di tingkat nasional pada tahun terakhir analisis Ein : PDRB sektor di tingkat nasional pada suatu tahun dasar tertentu E*n : PDRB nasional pada tahun terakhir analisis

En : PDRB nasional pada suatu tahun dasar tertentu

Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi suatu sektor (i) atau dijumlahkan untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah.

Persamaan ! untuk sektor di wilayah "adalah :

(11)

) ) 4 5

AHP adalah analisis yang dilakukan dengan melakukan perbandingan

berpasangan ( ) untuk mendapatkan tingkat kepentingan

( ) suatu kriteria terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas.

Gambar 1 Hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan.

(27)

15 Hirarki utama disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari studi literatur dan diskusi dengan ahli terkait. Informasi kemudian dikelompokkan kedalam elemen yang sejenis, kemudian disusun menjadi satu hirarki utama. Hirarki utama dibagi kedalam dua anak hirarki, yaitu hirarki tujuan dan hirarki alternatif kebijakan agar mempermudah proses perhitungan.

Keterangan elemen penyusun hirarki: Tujuan:

1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari pemasukan pajak dan bukan pajak, seperti retribusi, pungutan dan dana reboisasi.

2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup dari sumber pendapatan yang sudah ada. Dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat pun dapat meningkat.

3. Memperluas lapangan kerja yaitu terbukanya lapangan pekerjaan baru dari setiap penambahan unit usaha sektor kehutanan sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran.

4. Melestarikan sumberdaya alam hayati yaitu pemanfaatan sumberdaya alam dengan penuh tanggung jawab dan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Alternatif Kebijakan:

1. Penguatan industri melalui peningkatan dan inovasi teknologi industri sehingga efisiensi produksi turut meningkat. Penggunaan teknologi industri yang tepat terutama untuk bahan baku berkaitan dengan kelestarian hutan sebagai sumber pemasok industri pengolahan hasil hutan. Meningkatnya kuantitas ataupun kualitas produk hasil hutan dapat menambah PAD berupa pajak. Peningkatan pendapatan industri juga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Pengembangan industri kecil dan menengah sebagai sektor unggulan bidang industri dan pembangunan usaha yang pro aktif dan kompeten terhadap pasar sangat diperlukan. Pengembangan industri memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja.

(28)

16 fungsi ganda, yaitu fungsi hutan dan fungsi ekonomi. Pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Rehabilitasi lahan kritis juga dapat dilakukan oleh masyarakat secara swadaya untuk hutan rakyat dan hutan desa, atau oleh perusahaan swasta yang tercakup

dalam program CSR (# ! $ ).

3. Peningkatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan peningkatan kinerja. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional. PHBM bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan, meningkatkan mutu sumber daya, produktivitas dan keamanan hutan, serta mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan dinamika sosial masyarakat desa hutan. Ruang lingkup PHBM tidak hanya berupa obyek kegiatan dalam kawasan tetapi juga di luar kawasan hutan. Usaha produktif dapat dijadikan tambahan pendapatan atau bahkan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar hutan. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bersama Perhutani dan pihak berkepentingan wajib melindungi dan melestarikan sumberdaya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. Dari PHBM ini pemerintah daerah dapat memperoleh PBB (Pajak Bumi Bangunan), PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan), pajak dan retribusi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Analisis AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan

( ) untuk mendapatkan tingkat kepentingan ( )

suatu kriteria terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap tingkat.

Langkah-langkah dalam AHP sebagai berikut:

1. Dekomposisi (% )

(29)

17 hasil yang akurat, maka pemecahan terhadap unsur-unsurnya dilakukan hingga tidak memungkinkan dilakukan pemecahan lebih lanjut. Pemecahan tersebut akan menghasilkan beberapa tingkatan dari suatu persoalan. Proses analisis ini dinamakan hierarki.

2. Penilaian Komparasi (# & )

Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang berkaitan dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian ini tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks

perbandingan berpasangan ( ).

3. Penentuan Prioritas (! )

Dari setiap matriks dapat ditentukan nilai

untuk mendapatkan prioritas daerah ( ). Oleh karena matriks terdapat pada setiap tingkat, maka prioritas secara global dapat diperoleh dengan melakukan sintesa di antara prioritas daerah. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut

kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan .

Wawancara dilakukan sesuai dengan hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan dan pengisian bobot dilakukan pada lembar kuisioner matriks AHP seperti pada lampiran 1. Pengolahan data hasil wawancara dilanjutkan dengan pembuatan matriks perbandingan berpasangan dan penetapan prioritas berdasarkan pilihan para ahli kehutanan. Pengolahan data menggunakan

program ' ( 2007.

Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat konsistensi pendapat tiap aktor, maka dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Tentukan indeks konsistensi (# ) (/ CI)

!"#

#$ (12)

Keterangan:

CI : # ) (

(30)

18 Jika CR ≥ 0,1 maka penilaian yang telah dilakukan adalah tidak konsisten.

Tabel 2 Skala banding secara berpasang

Nilai Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya 7 Elemen yang satu jelas lebih penting

daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan teertinggi menguatkan

2.4.6,8 Nilai-nilai diantara dan pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua komponen diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu

angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai

kebalikannya bila dibanding dengan i

Untuk menentukan prioritas utama dari beberapa prioritas pilihan nara sumber digunakan rata-rata geometri.

%) *,$+ $- 1.+$+/ 0 + (14)

Keterangan:

RG : Rata-rata geometri

(31)

8

0%-121 1# 3

"0& *12

Kabupaten Magelang terletak pada 110°01’51”-110°26’58” Bujur Timur dan 7°19;13”-7°42’16” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 108.573 Ha. Wilayah Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah. Kabupaten Magelang merupakan daerah perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purwokerto dan Semarang-Magelang-Yogyakarta-Solo Batas-batas wilayah Kabupaten Magelang:

Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali Selatan : Kabupaten Purworejo dan DI Yogyakarta

Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo Tengah: Kota Magelang

Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi ini menjadikan sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang subur karena berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis.

(32)

20 pada musim penghujan dan minimum 110,3 m3/detik pada musim kemarau, serta 55 mata air dengan jumlah debit 9.509 m3/detik.

Dalam bidang administrasi pemerintahan, Kabupaten Magelang dibagi dalam 21 Kecamatan dan 367 Desa serta 5 Kelurahan.

"%-'-'$

Jumlah penduduk Kabupaten Magelang pada tahun 2008 tercatat sebanyak 1.1204.974 jiwa. Jumlah penduduk perempuan 602.699 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki 602.275 dengan rasio jenis kelamin 1,001.

"%&"#0# % './" - 3 '! % "&

Pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Magelang ditangani oleh BUMN Perum Perhutani. Perum Perhutani berada di bawah naungan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, didirikan berdasarkan PP No. 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan Umum Kehutanan Negara dengan Kawasan Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur. Berdasarkan PP No. 2 Tahun 1978, wilayah kerja tersebut diperluas dengan Unit III Jawa Barat. Selanjutnya pendirian Perum Perhutani disesuaikan berdasarkan PP No. 36 Tahun 1986 dan terakhir diatur oleh PP. No.30 Tahun 2003 tanggal 11 Juni 2003. Maksud dan tujuan berdirinya Perum Perhutani adalah menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang berupa barang dan jasa yang berkualitas dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

Kawasan hutan Kabupaten Magelang termasuk ke dalam wilayah kerja dari BKPH Magelang, KPH Kedu Utara.

0%-121 './" 3 '! %

(33)

21 Berdasarkan SK Menhut No. SK134/MENHUT-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan Gunung Merapi dan SK Menhut No. SK135/MENHUT-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu luas hutan BKPH Magelang yang masuk Taman Nasional adalah 4.806,7 ha dengan perincian sebagai berikut :

1. Gunung Merapi

- RPH Gumuk petak 33 sd. 37 seluas 2.480,3 ha 2. Gunung Merbabu

- RPH Kintelan petak 21 sd. 24 dan 28 sd. 31 seluas 1.119,4 ha - RPH Kekokan petak 25 sd. 27 dan 32 seluas 1.207,0 ha

". %* ! % './" 3 '! %

Pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan sesuai dengan potensi yang ada. Rencana pemanfaatan kawasan hutan dilaksanakan bersama masyarakat desa melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan pihak lain yang berkepentingan.

Produksi hasil hutan kayu dari Kecamatan Kaliangkrik menurut BPS (2009) pada tahun 2008 dibagi menjadi tiga kelas yaitu Kelas A1 (153,15 m3), Kelas A2 (368,06 m3), Kelas A3 (166,27 m3).

Tabel 3 Produksi hasil hutan non kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (ton)

Kecamatan Hasil Hutan

Getah Pinus Kopal

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2007 Tahun 2008

Dukun 22.334 - - -

Tempuran - 93.659 - -

Kajoran - 49.577 - 6.200

Kaliangkrik 236.115 96.989 7.204 -

Bandongan 17.533 22.178 4.854 -

Windusari - 21.178 - 3.940

Pakis 51.236 1.860 - -

Grabag - 81.188 - -

Ngablak - 26.660 - -

Total 327.218 393.289 12.058 10.140

(34)

22

) "./1% % './" 3 '! %

Adanya gangguan hutan menyebabkan timbulnya tanah kosong atau tanah tidak produktif. Karena itu diperlukan upaya rehabilitasi terhadapnya. Pembinaan sumberdaya hutan merupakan bagian dari upaya rehabilitasi.

Tabel 4 Realisasi pengadaan bibit masa tanam tahun 2009 BKPH Magelang

Lokasi

Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)

Tabel 5 Realisasi definitif tanaman pembangunan pemeliharaan tahun 2008

RPH Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)

%&&' % '! %

(35)

23 habitat satwa yang rusak. Selain kebakaran hutan, penambangan pasir tanpa ijin juga terjadi di TN Gunung Merapi. Pada tahun 2010 penambangan pasir liar yang berhasil ditangani polisi terjadi di Desa Kemiren Kecamatan Srumbung pada blok 45 eks petak 36K. Akibat penambangan pasir ±250 Ha TN Gunung Merapi menjadi lahan kritis. Penambangan pasir mengakibatkan menyusutnya permukaan air tanah, perubahan kondisi alam, dan hilangnya kesuburan tanah.

9 "./1% % 23 $ ! '! %

Perum Perhutani melaksanakan kerjasama dengan masyarakat hutan melalui PHBM sebagai suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan pembangunan manusia yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif.

Tabel 6 Realisasi bagi hasil LMDH di wilayah Kabupaten Magelang tahun 2009

No LMDH / Kecamatan Jenis Sharing Hak LMDH 1 Sumbing Lestari/ Kaliangkrik Getah Pinus 2.851.236 114.049 2.737.186 2 Ngudi Raharjo/ Kajoran Getah Pinus 98.790 3.952 94.838 3 Wana Bakti/ Kajoran Getah Pinus 1.851.412 74.056 1.777.356 4 Sido Mulyo/ Mangun Rejo Getah Pinus 848.810 33.952 814.858 5 Ketangi/ Kaliangkrik Getah Pinus 2.731.062 109.242 2.631.820 6 Rimba Makmur/ Kaliangkrik Getah Pinus 9.978.254 399.130 9.579.124 7 Sido Makmur/ Kaliangkrik Getah Pinus 1.479.498 59.180 1.420.318 8 Semen Makmur/ Bandongan Getah Pinus 192.889 7.716 185.174 9 Payung Ridho Illahi/ Tempuran Getah Pinus 641.469 25.659 615.811 10 Sido Mulyo/ Bawang Getah Pinus 670.831 26.833 643.998 11 Argo Mulyo/ Kaliangkrik Getah Pinus 1.766.895 70.676 1.696.220 12 Ngudhi Mulyo/ Wadas Getah Pinus 1.604.897 64.196 1.540.220 13 Harapan Makmur/ Kajoran Getah Pinus

14 Wonorejo/ Ngampeldento Getah Pinus Kayu JPT 15 Wono Asri/ Windusari Getah Pinus

Kopal 17 Wana Lestari/ Windusari Getah Pinus

Kopal 18 Sleker Asri/ Bandongan Getah Pinus 2.084.878 83.395 2.001.482 19 Maju Makmur/ Bandongan Getah Pinus 546.044 21.842 524.202 20 Candi Makmur/ Candisari Getah Pinus

Kopal 21 Sumbing Lestari/ Kajoran Kopal 452.760 18.110 434.650 Jumlah 35.833.473 1.433.430 34.400.133

Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)

(36)

24 yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan tidak bertujuan untuk mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah negara.

: 0%! 1/'21 1% %21 #

Tabel 7 Pembayaran PSDH KPH Kedu Utara untuk Kabupaten Magelang

Tahun Surat Perintah Pembayaran Realisasi Pembayaran PSDH Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)

) 0%-121 '! % -1 ' ; 2 %

Kondisi wilayah hutan di luar kawasan hutan negara menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang seperti pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil hutan rakyat, lahan kritis di luar kawasan hutan dan kegiatan rehabilitasi lahan. Luas lahan kritis disajikan pada Tabel 8. Kriteria lahan kritis ditentukan dengan memberikan skor terhadap kondisi lahan.

Tabel 8 Luas lahan kritis akhir tahun 2009 Kabupaten Magelang

(37)

25 Tabel 9 Peredaran kayu rakyat berdasarkan Laporan Hasil Penebangan (LHP) tahun 2009 (m3)

No Bulan Jenis Kayu

Jati Mahoni Sonokeling Pinus 1 Januari 390,332 987,01 64,35 28,75 2 Februari 311,765 897,82 68,88 30,51 3 Maret 495,628 1.265,12 111,58 18,98 4 April 336,619 1.223,07 74,32 8,01 5 Mei 192,279 1.021,59 37,21 17,44 6 Juni 335,103 914,25 37,92 11,58 7 Juli 260,413 709,95 86,27 7,96 8 Agustus 273,133 732,31 41,40 8,06 9 September 140,770 297,22 36,13 - 10 Oktober 164,647 702,78 50,01 12,06 11 November 259,945 1.160 69,23 10,09 12 Desember 264,823 804,69 56,21 - Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)

Tabel 10 Data produksi kayu bulat (hutan rakyat) tahun 2009 (m3)

No Bulan Jenis Kayu

(38)

8

9 0%! 1/'21 "$!0 " '! % %

Untuk mengetahui kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten Magelang

maka dilakukan perhitungan terhadap nilai (LQ), nilai

, dan nilai komponen . Perhitungan tersebut menggunakan nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Magelang atas dasar harga konstan 2000.

Nilai LQ per sektor dari masing-masing lapangan usaha dihitung dengan persamaan 1 dan hasilnya disajikan pada Tabel 11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat lima sektor yang menjadi sektor basis, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa. Sedangkan empat sektor lainnya merupakan sektor non basis. Hal ini menunjukkan bahwa kelima sektor basis telah mampu memenuhi kebutuhan lokal dan mampu mengekspor hasil/ produknya ke daerah lain. Dengan demikian pengembangan dan optimasi dari kelima sektor tersebut akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah secara signifikan.

(39)

27 Berdarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), sektor pertanian terbagi menjadi subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Subsektor kehutanan dan tanaman bahan makanan merupakan sektor basis pada sektor pertanian. Nilai LQ subsektor kehutanan dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini berarti bahwa subsektor kehutanan merupakan sektor penggerak bagi perekonomian Kabupaten Magelang.

Gambar 2 LQ sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000.

0.00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1#

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(40)

Gambar 3 LQ mas

masing-masing subsektor dari sektor pertani e 2001-1008 atas dasar harga konstan 2000.

ngan nilai pendapatan dilak

dengan menggunakan persamaan 3.

entang potensi kenaikan pendapatan dari suatu keg m suatu wilayah.

subsektor kehutanan pada se lang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2

(41)

29 Tabel 11 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha, nilai LQ dan

Lapangan Usaha Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Vi PDRB Kabupaten Magelang (Juta Rupiah)

1. Pertanian 946.588,16 981.001,61 976.267,97 986624,09 1.007.979,85 1.031.805,69 1.057.402,65 1.087.510,19

2. Pertambangan dan Penggalian 62.913,72 65.864,55 69.246,04 72.888,57 77.888,59 83.977,56 92.325,93 99.569,34

3. Industri Pengolahan 527.402,19 546.283,18 573.201,87 598.422,75 624.775,50 653.952,52 685.407,65 715.344,04

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 12.235,08 13.633,67 15.025,67 16.129,34 17.222,94 18.144,43 19.200,81 19.641,28

5. Bangunan 193.628,70 206.374,05 229.754,10 243.503,09 263.684,01 284.753,64 308.530,57 327.159,81

6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 419.755,23 434.939,04 448.629,16 466.706,36 486.160,33 506.570,02 530.289,12 554.143,63

7. Pengangkutan dan Komunikasi 149.073,18 154.739,04 162.637,56 170.452,48 178.695,93 188.041,13 197.854,96 208.138,11

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 84.172,68 86.244,78 88.676,07 90.965,53 93.357,04 96.676,06 100.342,61 104.070,61

9. Jasa-jasa 356.982,86 378.281,62 419.037,65 457.035,17 496.214,62 541.448,17 591.293,35 645.811,58

Jumlah (Pi) 2.752.751,80 2.867.361,54 2.982.476,09 3.102.727,38 3.245978,81 3.405.369,22 3.582.647,65 3.761.388,59

Vt PDRB Propinsi Jawa Tengah (Juta Rupiah)

1. Pertanian 26.417.424,36 27.725.086,08 27.157.595,62 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44

2. Pertambangan dan Penggalian 1.190.371,57 1.227.651,53 1.295.356,44 1.330.759,58 1.454.230,59 1.678.299,61 1.782.886,65 1.851.189,43

3. Industri Pengolahan 37.164.561,05 39.193.652,64 41.347.172,12 43.995.611,83 46.105.706,52 48.189.134,86 50.870.785,69 53.158.962,88

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 872.603,67 975.868,80 980.306,54 1.065.114,58 1.179.891,98 1.256.430,34 1.340.845,17 1.404.668,19

5. Bangunan 5.532.343,12 6.116.817,45 6.907.250,46 7.448.715,40 7.960.948,49 8.446.566,35 9.055.728,78 9.647.593,00

6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 25.813.343,84 26.289.742,59 27.666.472,01 28.394.472,63 30.056.962,75 31.816.441,85 33.898.103,93 35.626.196,01

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5.577.204,52 5.872.915,88 6.219.922,79 6.510.447,43 6.988.425,75 7.451.506,22 8.052.597,04 8.657.881,95

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4.420.388,39 4.524.128,37 4.650.861,80 4.775.113,99 5.067.665,70 5.399.608,70 5.767.341,21 6.218.053,97

9. Jasa-jasa 11.828.159,77 11.112.677,79 12.941.524,67 13.663.339,59 14.312.739,85 15.442.467,70 16.479.357,72 17.741.755,98

Jumlah (Pt) 118.816.400,29 123.038.541,13 129.166.462,45 135.789.812,31 143.051.213,88 150.682.654,74 159.110.343,79 167.790.369,85

Nilai LQ per sektor

(42)

30 Tabel 12 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha sektor pertanian, nilai LQ dan

Lapangan Usaha Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Vi PDRB Kabupaten Magelang (Juta Rupiah)

1.1. Tanaman Bahan Makanan 724.518,47 744.965,20 731.686,88 733.158,21 751.167,60 769.639,07 789.918,00 822.206,16 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 59.437,41 63.097,58 68.106,45 70.981,22 72.045,58 73.316,88 74.803,02 67.879,04 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 95.358,09 101.695,63 102.529,98 106.548,36 108.444,05 111.754,87 115.241,62 118.768,01 1.4. Kehutanan 47.828,38 52.777,34 54.817,14 55.837,68 56.144,82 56.795,36 56.289,31 56.613,69 1.5. Perikanan 19.445,81 18.465,86 19.127,52 20.098,62 20.177,80 20.299,51 21.150,70 22.043,29 Jumlah (Pi) 946.588,16 981.001,61 976.267,97 986.624,09 1.007.979,85 1.031.805,69 1.057.402,65 1.087.510,19 Vt PDRB Propinsi Jawa Tengah (Juta Rupiah)

1.1. Tanaman Bahan Makanan 18.558.288,15 19.610.997,42 19.575.711,22 20.679.734,58 21.507.487,27 22.120.970,77 22.335.544,19 23.414.025,85 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2.584.584,25 2.515.998,01 2.460.627,43 2.634.349,91 2.747.119,29 2.854.270,38 3.041.564,58 3.161.081,82 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.967.146,50 3.249.634,00 3.055.450,68 3.076.706,09 3.292.244,97 3.603.302,51 4.033.969,27 4.395.369,54 1.4. Kehutanan 563.216,42 595.594,79 352.329,24 468.457,78 693.825,67 580.320,98 582.294,07 555.656,45 1.5. Perikanan 1.744.189,04 1.752.861,86 1.713.477,05 1.746.988,92 1.683.965,05 1.843.334,47 1.869.325,49 1.957.934,78 Jumlah (Pt) 26.417.424,36 27.725.086,08 27.157.595,62 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44

Nilai LQ per subsektor

1.1. Tanaman Bahan Makanan = < ) 9 <

1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 0,64 0,71 0,77 0,78 0,78 0,77 0,74 0,66 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,90 0,88 0,93 0,98 0,93 0,86 0,83

1.4. Kehutanan )< 9 )) ) : = = )

1.5. Perikanan 0,31 0,30 0,31 0,33 0,36 0,03 0,34 0,35 Nilai Multiplier Effect

(43)

31 Tabel 13 Distribusi persentase PDRB Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha

Lapangan Usaha Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

PDRB Kabupaten Magelang (Juta Rupiah)

1. Pertanian 946.588,16 981.001,61 976.267,97 986624,09 1.007.979,85 1.031.805,69 1.057.402,65 1.087.510,19

1.1. Tanaman Bahan Makanan 724.518,47 744.965,20 731.686,88 733.158,21 751.167,60 769.639,07 789.918,00 822.206,16

1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 59.437,41 63.097,58 68.106,45 70.981,22 72.045,58 73.316,88 74.803,02 67.879,04

1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 95.358,09 101.695,63 102.529,98 106.548,36 108.444,05 111.754,87 115.241,62 118.768,01

1.4. Kehutanan 47.828,38 52.777,34 54.817,14 55.837,68 56.144,82 56.795,36 56.289,31 56.613,69

1.5. Perikanan 19.445,81 18.465,86 19.127,52 20.098,62 20.177,80 20.299,51 21.150,70 22.043,29

2. Pertambangan dan Penggalian 62.913,72 65.864,55 69.246,04 72.888,57 77.888,59 83.977,56 92.325,93 99.569,34

3. Industri Pengolahan 527.402,19 546.283,18 573.201,87 598.422,75 624.775,50 653.952,52 685.407,65 715.344,04

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 12.235,08 13.633,67 15.025,67 16.129,34 17.222,94 18.144,43 19.200,81 19.641,28

5. Bangunan 193.628,70 206.374,05 229.754,10 243.503,09 263.684,01 284.753,64 308.530,57 327.159,81

6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 419.755,23 434.939,04 448.629,16 466.706,36 486.160,33 506.570,02 530.289,12 554.143,63

7. Pengangkutan dan Komunikasi 149.073,18 154.739,04 162.637,56 170.452,48 178.695,93 188.041,13 197.854,96 208.138,11

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 84.172,68 86.244,78 88.676,07 90.965,53 93.357,04 96.676,06 100.342,61 104.070,61

9. Jasa-jasa 356.982,86 378.281,62 419.037,65 457.035,17 496.214,62 541.448,17 591.293,35 645.811,58

PDRB Total 2.752.751,80 2.867.361,54 2.982.476,09 3.102.727,38 3.245978,81 3.405.369,22 3.582.647,65 3.761.388,59

Persentase per sektor (%)

1. Pertanian 34,39 34,21 32,73 31,80 31,05 30,30 29,51 28,91

1.1. Tanaman Bahan Makanan 26,32 25,98 24,53 23,63 23,14 22,60 22,05 21,86

1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2,16 2,20 2,28 2,29 2,22 2,15 2,09 1,80

1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3,46 3,55 3,44 3,43 3,34 3,28 3,22 3,16

1.4. Kehutanan < <) :< 9< 9

1.5. Perikanan 0,71 0,64 0,64 0,65 0,62 0,60 0,59 0,59

2. Pertambangan dan Penggalian 2,29 2,30 2,32 2,35 2,40 2,47 2,58 2,65

3. Industri Pengolahan 19,16 19,05 19,22 19,29 19,25 19,20 19,13 19,02

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,44 0,48 0,50 0,52 0,53 0,53 0,54 0,52

5. Bangunan 7,03 7,20 7,70 7,85 8,12 8,36 8,61 8,70

6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 15,25 15,17 15,04 15,04 14,98 14,88 14,80 14,73

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,42 5,40 5,45 5,49 5,51 5,52 5,52 5,53

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3,06 3,01 2,97 2,93 2,88 2,84 2,80 2,77

9. Jasa-jasa 12,97 13,19 14,05 14,73 15,29 15,90 16,50 17,17

(44)

32 Penghitungan nilai digunakan untuk menjelaskan perubahan suatu sektor dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif. Nilai tiap komponen

masing-masing sektor disajikan dalam Tabel 14.

Nilai komponen pertumbuhan nasional menunjukkan bahwa pendapatan suatu sektor tumbuh sesuai dengan laju pertumbuhan nasional. Pengaruh bauran industri juga disebut dengan bauran komposisi menunjukkan pengaruh pertumbuhan sektor secara nasional terhadap pertumbuhan sektor di daerah. Sedangkan pengaruh keunggulan kompetitif menunjukkan tingkat kompetisi suatu sektor di daerah.

Tabel 14 Nilai komponen menggunakan PDRB Kabupaten Magelang

periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000

Lapangan Usaha

Laju pertumbuhan Komponen (milyar rupiah)

rn rin rij Nij Mij Cij Dij keunggulan kompetitif sektor i, Dij = perubahan variabel regional sektor i rn = laju pertumbuhan nasional, rin = laju pertumbuhan sektor i nasional, rij = laju pertumbuhan sektor i regional

(45)

33 Nilai ini menunjukkan seberapa besar penurunan pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional berpengaruh terhadap sektor kehutanan di Kabupaten Magelang. Komponen bauran industri mengisolasi fakta bahwa secara nasional beberapa industri tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dibanding yang lain. Nilai PDB subsektor kehutanan dari tahun 2001-2008 secara nasional mengalami penurunan, tentu saja hal ini mempengaruhi sektor kehutanan di daerah. Kondisi hutan Indonesia yang semakin menurun menjadi faktor utama penyebab aktifitas ekonomi kehutanan secara nasional juga menurun. Sementara itu komponen keunggulan kompetitif untuk sektor kehutanan memiliki nilai positif (RP 11,682 milyar) yang berarti aktifitas subsektor kehutanan di Kabupaten Magelang adalah kompetitif. Nilai laju pertumbuhan sektor kehutanan di Kabupaten Magelang lebih tinggi dibanding sektor kehutanan secara nasional. Komponen keunggulan kompetitif menunjukkan bahwa keunikan tiap daerah mempengaruhi pertumbuhan di daerah tersebut. Hal ini bisa pula berarti bahwa daerah tersebut memiliki kelebihan dibanding daerah lain. Komponen keunggulan kompetitif dapat diidentifikasikan sebagai kekuatan ekonomi daerah. Secara umum faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan kompetitif seperti bahan baku industri, transportasi, rata-rata pendapatan, pengaruh industri lokal, institusi akademis, dan konsumsi lokal. Sangat penting untuk mengidentifkasi apakah sektor yang dianalisis merupakan basis karena akan berpengaruh pada ekonomi daerah. Dari hasil perhitungan LQ diketahui bahwa sektor kehutanan di Kabupaten Magelang adalah sektor basis. Analisis shift share secara khusus dapat menunjukkan sektor mana yang memiliki keunggulan kompetitif dan kelebihan unik, akan tetapi tidak dapat mengidentifikasi keunggulan atau kelebihan secara aktual.

9 ! !"&1 "/1( $ % "%1%&$ ! % 0%! 1/'21 "$!0 " '! % %

(46)

34 Daerah, Perum Perhutani KPH Kedu Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pelaku Industri dan masyarakat umum. Dengan uji konsistensi pendapat masing-masing aktor diperoleh beragam tingkat konsistensi pada setiap aktor.

Sebanyak sembilan orang memilih meningkatkan pendapatan masyarakat (MPM) sebagai tujuan utama strategi kebijakan, empat orang memilih melestarikan sumberdaya hutan (MSDH), satu orang memilih memperluas lapangan kerja (MLK). Tidak ada aktor yang memilih meningkatkan pendapatan asli daerah (MPAD) sebagai tujuan utama dalam peningkatan kontribusi sektor kehutanan. Meningkatkan pendapatan masyarakat dinilai sebagai tujuan yang paling penting karena berdasarkan kondisi perputaran uang di masyarakat yang sangat cepat dan teus berkembang, peningkatan pendapatan masyarakat akan memacu perputaran uang yang akan meningkatkan ekonomi. PAD memiliki nilai sangat kecil dari jumlah total uang beredar, karena itu meningkatkan PAD dianggap kurang penting untuk dijadikan tujuan utama peningkatan kontribusi sektor kehutanan.

Tabel 15 Deskripsi prioritas alternatif kebijakan

No Prioritas Utama Jumlah

Responden Alasan

1 Rehabilitasi lahan kritis

7 - Dengan melakukan rehabilitasi terhadap lahan kritis maka peranan hutan sesuai dengan fungsinya yaitu fungsi produksi, ekologi dan sosial tetap terjaga.

- Rehabilitasi lahan kritis akan menjaga ketersediaan air yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan, dengan kondisi

geografisnya, Kabupaten Magelang bisa menjadi pemasok air bila didukung oleh program

rehabilitasi yang tepat. 2 Peningkatan

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

4 - Peningkatan PHBM dapat mempercepat proses rehabilitasi lahan kritis yang akan berdampak pada lestarinya sumber daya alam sehingga dapat memicu pertumbuhan industri.

- Sistem PHBM menerapkan prinsip berbagi, baik itu tanggung jawab, peran maupun hasil sehingga masyarakat ikut merasa memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan hutan dan mau menjaga kelestarian hutan.

3 Penguatan industri

(47)

35 Tabel 15 menunjukkan bahwa rehabilitasi lahan kritis (RLK) merupakan prioritas alternatif kebijakan yang paling banyak dipilih oleh responden dalam meningkatkan kontribusi sektor kehutanan, sebanyak tujuh orang memilih kebijakan ini. Empat orang memilih peningkatan PHBM (PPHBM) dan tiga orang memilih penguatan industri (PI).

Tabel 16 memperlihatkan hasil AHP dari tiap aktor. Dari hasil tersebut dihitung rata-rata geometri masing-masing alternatif kebijakan dari semua aktor yang konsisten. Berdasarkan hasil penghitungan didapat bahwa Peningkatan PHBM merupakan prioritas utama karena memiliki nilai rata-rata tertinggi.

Tabel 16 Hasil AHP prioritas alternatif kebijakan

No Responden

Rata-rata geometri 0,1703 0,3457 )99)

Keterangan: Rata-rata geometri diperoleh dari penghitungan hasil AHP yang konsisten

(48)

36 Kabupaten Magelang yang dikelilingi gunung menyebabkan banyaknya ketersediaan air. Bila didukung dengan kegiatan rehabilitasi yang tepat maka Kabupaten Magelang dapat menjadi pemasok air bagi daerah disekelilingnya, seperti DIY Yogyakarta yang merupakan wilayah yang selalu berkembang. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi Kabupaten Magelang.

Aktor dari Dinas Pertanian berpendapat bahwa rehabilitasi lahan kritis dapat memenuhi persediaan bahan baku industri, dan secara tidak langsung dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan bagi daerah.

Aktor dari Bappeda menjelaskan bahwa rehabilitasi lahan kritis memerlukan kesiapan yang matang dari masyarakat maupun pemerintah. Tahapan rehabilitasi lahan kritis yaitu dengan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya memperbaiki kondisi lahan, sehingga masyarakat akan mulai berpikir dan membuat rencana perbaikan lahan. Bila rencana diaplikasikan dalam tindakan dan diulang secara terus menerus maka secara perlahan kondisi lahan kritis akan membaik. Selama ini program rehabilitasi lahan kritis banyak yang tidak mencapai target atau gagal karena pemerintah daerah tidak membangun visi dan misi dan hanya berkosentrasi pada pembangunan yang bersifat fisik. Pembinaan atau pengarahan pada desa-desa di sekitar hutan sangat dibutuhkan. Apabila masing-masing desa dapat menyadari kondisi mereka dan mulai menganalisis masalah yang ada pada desa masing-masing kemudian membuat rencana desa maka sebenarnya banyak sekali desa yang memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

(49)

37 kawasan hutan tapi juga di luar kawasan hutan. Pada kawasan dimana hasil hutan tidak bisa diambil seperti hutan lindung, masyarakat tetap dapat bekerja sama dengan Perhutani dalam memanfaatkan kawasan tersebut, misalnya dijadikan kawasan wisata alam.

Aktor dari masyarakat juga memilih PPHBM dengan alasan hubungan yang baik antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan berdampak terhadap kelestarian hutan. Kondisi hutan yang baik misalnya akan memberikan dampak terhadap kesediaan air, baik bagi masyarakat sekitar maupun lingkup yang lebih luas. Salah satu desa hutan di Kabupaten Magelang yaitu Desa Sambak,

Kecamatan Kajoran merupakan desa yang ditunjuk sebagai PHBM

oleh Departemen Kehutanan. Masyarakat desa Sambak menciptakan kampung ternak dengan tujuan agar pemeliharaan ternak menjadi lebih mudah dan juga menghindarkan dari penyakit. Saat ini desa Sambak juga telah menjadi desa wisata yang banyak dikunjungi wisatawan termasuk dari kalangan akademisi.

(50)

38

8

: "21.6'# %

1. Pada periode tahun 2001-2008 sektor kehutanan merupakan sektor basis terhadap perekonomian di Kabupaten Magelang dengan nilai LQ 2,37-4,33. Hal ini berarti sektor kehutanan di Kabupaten Magelang mampu mengekspor atau mengirim hasil/produk ke daerah lain. Nilai sektor kehutanan pada tahun 2008 sebesar 19,21 yang berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sektor kehutanan akan mengakibatkan pertambahan pendapatan sebesar 19,21 x Rp Y pada sektor pertanian. PDRB sektor kehutanan menyumbang sebesar 1,51%-1,84%. (Rp 47,83 – Rp 56,79 milyar atas dasar harga konstan 2000) terhadap perekonomian Kabupaten Magelang.

2. Komponen bauran industri sektor kehutanan di Kabupaten Magelang memiliki nilai negatif (Rp -24,088 milyar). Sedangkan komponen keunggulan kompetitif memiliki nilai positif (Rp 11,682 milyar) yang berarti bahwa sektor kehutanan di Kabupaten Magelang adalah kompetitif. Laju pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional tumbuh lebih lambat dibanding laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan laju pertumbuhan sektor kehutanan Kabupaten Magelang tumbuh lebih cepat dibanding laju pertumbuhan sektor kehutanan nasional.

3. Terdapat perbedaan persepsi di antara mengenai kebijakan yang menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi Kabupaten Magelang. Sebagian besar aktor memilih kebijakan Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK) sebagai prioritas utama. Sedangkan berdasar pada perhitungan rata-rata geometrik hasil AHP dari para aktor yang konsisten didapat bahwa Peningkatan PHBM merupakan prioritas utama secara global karena memiliki nilai tertinggi.

: %

(51)

39 yang disusun oleh seluruh yang melingkupi sasaran peningkatan peemanfaatan hutan Kabupaten Magelang.

2. Dengan kondisi geografis yang dikelilingi gunung dan relatif subur, Kabupaten Magelang berpotensi menjadi pemasok air bagi kota disekelilingnya. Proyek yang berkelanjutan sangat diperlukan agar pemanfaatan potensi ini bisa optimal.

3. Adanya desa Sambak sebagai PHBM dapat menjadi contoh bagi

Gambar

Tabel 2  Skala banding secara berpasang
Tabel 5  Realisasi definitif tanaman pembangunan pemeliharaan tahun 2008
Tabel 6  Realisasi bagi hasil LMDH di wilayah Kabupaten Magelang tahun 2009
Tabel 7  Pembayaran PSDH KPH Kedu Utara untuk Kabupaten Magelang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Schodek (1995) berpendapat bahwa rangka batang adalah susunan batang- batang lurus yang disambung pada titik joint membentuk segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan batang bawah dengan batang atas, namun secara terpisah tinggi tanaman sampai dengan

Kemudian dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan di SD Islam Al Azhar 29 Semarang juga sudah cukup baik, Pengelolaan Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu

Proses dekolorisasi warna limbah batik, dilakukan dengan cara mengalirkan limbah melewati membran yang telah disusun sedemikian rupa, kemudian limbah batik setelah

sedangkan variabel yang dinilai tidak memuasakan pasien sekaligus menjadi isu mutu pelayanan meliputi dimensi fisik (kelengkapan peralatan medis, kemenarikan tatanan

Pada indikator kebaruan sumber yang digunakan, artikel yang dinilai (skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) memiliki potensi tinggi

Kecerdasan emosional dan tingkat ketergantungan nikotin merupakan salah satu ciri kepribadian dan variabel individu lainnya yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku,

[r]