UJI LAMA PEREBUSAN DAN LAMA PENGADUKAN
TERHADAP KUALITAS KEDELAI ( Glycine Max (L) Merril)
YANG DIHASILKAN DARI ALAT PENGUPAS KULIT ARI
KEDELAI
SKRIPSI
Oleh :
T. LILI DAMAYANTHI
030308012/TEKNIK PERTANIAN
UJI LAMA PEREBUSAN DAN LAMA PENGADUKAN
TERHADAP KUALITAS KEDELAI ( Glycine Max (L) Merril)
YANG DIHASILKAN DARI ALAT PENGUPAS KULIT ARI
KEDELAI
SKRIPSI
Oleh :
T. LILI DAMAYANTHI
030308012/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi Ir. Edi Susanto, MSi
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
T LILI DAMA YANTHI, “Uji Lama Perebusan dan Lama Pengadukan
Terhadap Kualitas Kedelai (Glicine Max (L) Merril) dibimbing oleh Saipul Bahri Daulay selaku ketua komisi pembimbing dan Edi Susanto selaku
anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan tujuan untuk menguji lama
perebusan dan lama pengadukan pada alat pengupas kulit ari kacang kedelai.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
faktorial, yang terdiri dari dua faktor yaitu lama perebusan dan lama pengadukan.
Faktor lama perebusan (L) terdiri atas tiga taraf yaitu L1 = 1 Jam, L2 =1,5 jam,
dan L3 = 2 jam. Faktor lama pengadukan (M) terdiri atas tiga taraf yaitu M1 =2
menit, M2 =4 menit, dan M3 = 6 menit. Parameter yang diamati adalah kapasitas
pengupasan kulit ari kacang kedelai (kg/jam), persentase biji terkupas (%), dan
persentase biji rusak (%).
1. Kapasitas Pengupasan Kulit Ari Kacang Kedelai (kg/jam).
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas pengupasan kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas
tertinggi diperoleh pada perlakuan L2 yaitu 475,34 kg/jam dan terendah pada L3
yaitu 295,46 kg/jam
Lama pengadukan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas pengupasan kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan L2M1 511,99
kg/jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kapasitas pengupasan
kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas pengupasan kulit ari kacang
kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan L2M1 yaitu 511,99 kg/jam dan terendah
terdapat pada perlakuan L3M2 yaitu 225,38 kg/jam.
2. Persentase Biji Terkupas (%)
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap persentase biji terkupas yang dihasilkan. Persentase biji terkupas
tertinggi diperoleh pada perebusan L2 yaitu 75.38 % dan terendah pada L1 yaitu
65.69 %.
Lama pengaduakan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap biji terkupas yang dihasilkan. Persentase biji terkupas tertinggi terdapat
pada M3 yaitu sebesar 73.79 % dan terendah pada M1 sebesar 69.86 %
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap biji kedelai terkupas. Hal ini disebabkan Interaksi
perlakuan lama perebusan dan lama pengadukan tidak memberikan perbedaan
3. Persentase Biji Rusak (%)
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap persentase biji rusak yang dihasilkan. persentase biji rusak tertinggi
diperoleh pada L3 sebesar 9,73 % dan terendah pada L1 yaitu 7,19 %
Lama pengadukan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap biji rusak yang dihasilkan. Persentase biji rusak tertinggi doperoleh pada
M3 yaitu 9,20 % dan terendah pada M1 yaitu 8,53 %
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap persentase biji rusak yang
dihasilkan. Persentase biji rusak tertinggi terdapat pada perlakuan L1M3 yaitu
RIWAYAT HIDUP
T LILI DAMA YANTHI, dilahirkan di Medan 15 juli 1985 dari
pasangan ayahanda T Abdul Bahari dan ibundaYuliswita, dan merupakan anak
ke-2 dari 4 bersaudara, beragama Islam.
Pada tahun 2000 penulis menempuh pendidikan di SMU swasta Taman
Siswa dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis lulus masuk
Universitas Sumatera Utara melalui jalur pemanduan minat dan prestasi (PMP) di
Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian.
Selama perkuliahan penulis mengikuti organisasi IMATETA (Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian) dan organisasi Agriculture Technology Moeslem
(ATM) sebagai anggota. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Uji Lama Perebusan dan Lama
Pengadukan Terhadap Kedelai (Glycine Max (L) Merril) yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi dan
Ir. Edi Susanto, MSi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Ridwan Marpaung STP, Adhari, Heriansyah Pasaribu STP,
Kholilullah STP, Erwin Rafli S, Priska Wulandari STP, Amad Ilmuan STP, Leilil
Muttaqin, Suherman, Latif, dan teman-teman angkatan 2003 di Teknik Pertanian
yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Terimakasih penulis ucapkan kepada ayahanda T Abdul Bahari, ibunda Yuliswita,
abanganda H. Ir. Kumala Ketaren, MM dan Kakanda T Zam zam Safina, T
Sarifah Ainy atas doa dan perhatiannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
DAFTAR ISI
RINGKASAN ...ii
RIWAYAT HIDUP ...v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR TABEL ... ...vii
Hipotesis Penelitian ... 3
TINJAUAN LITERATUR Kedelai ... 4
Botani Kedelai... 6
Nilai Gizi dan Manfaat Kedelai ... 7
Varietas Kedelai... 9
Panen dan Pascapanen ...10
Alat Pengupas Kulit Ari Kacang Kedelai...13
Elemen Alat Pengupas Kulit Ari Kacang Kedelai ...15
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ...21
Bahan dan Alat Penelitian ...21
Bahan Penelitian...21
Alat Penelitian ...21
Metode Penelitian ...22
Model Rancangan Penelitian ...23
Pelaksanaan Penelitian ...23
Prosedur Penelitian ...25
Parameter Penelitian...26
Kapasitas Alat... ...26
Persentase Kerusakan Hasil Kupasan... ...27
Persentase Biji Terkupas... ...27
HASIL DAN PEMBAHASAN Lama Perebusan ...28
Lama Pengadukan ...29
Kapasitas Pengupasan Kulit Ari Kacang Kedelai ...29
Persentase Biji Rusak ...35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...44
Saran ...45
DAFTAR PUSTAKA ...46
DAFTAR TABEL
Hal
1. Kandungan gizi bahan olahan berasal dari kedelai dalam 100 gram bahan 7
2. Pengaruh lama perebusan (jam) terhadap parameter yang diamati ... 28
3. Pengaruh lama pengadukan (menit) terhadap parameter yang diamati ... 29
4. Uji LSR lama perebusan (jam) terhadap kapasitas alat (kg/jam) ... 30
5. Uji LSR lama pengadukan (menit) terhadap kapasitas alat (kg/jam) ... 31
6. Uji LSR interaksi lama perebusan (jam) dengan lama pengadukan (menit) terhadap kapasitas alat (kg/jam) ... 33
7. Uji LSR lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai yang rusak (%) ... 35
8. Uji LSR lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang rusak (%) ... 37
9. Uji LSR interaksi lama perebusan (jam) dengan lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang rusak (%) ... 38
10.Uji LSR lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai terkupas (%) ... 40
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Hubungan lama perebusan (jam) terhadap kapasitas alat (kg/jam) ... 30
2. Hubungan lama pengadukan (menit) terhadap kapasitas alat (kg/jam) . 32
3. Hubungan interaksi lama perebusan (jam) dan lama pengadukan
(menit) dengan kapasitas alat (kg/jam) ... 34
4. Hubungan lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai yang rusak (%) . 36
5. Hubungan lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang rusak (%) ... 37
6. Hubungan interaksi lama perebusan (jam) dengan lama pengadukan
(menit) biji kedelai yang rusak (%) ... 39
7. Hubungan lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai yang terkupas (%) ... 41
8. Hubungan lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang
RINGKASAN
T LILI DAMA YANTHI, “Uji Lama Perebusan dan Lama Pengadukan
Terhadap Kualitas Kedelai (Glicine Max (L) Merril) dibimbing oleh Saipul Bahri Daulay selaku ketua komisi pembimbing dan Edi Susanto selaku
anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan tujuan untuk menguji lama
perebusan dan lama pengadukan pada alat pengupas kulit ari kacang kedelai.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
faktorial, yang terdiri dari dua faktor yaitu lama perebusan dan lama pengadukan.
Faktor lama perebusan (L) terdiri atas tiga taraf yaitu L1 = 1 Jam, L2 =1,5 jam,
dan L3 = 2 jam. Faktor lama pengadukan (M) terdiri atas tiga taraf yaitu M1 =2
menit, M2 =4 menit, dan M3 = 6 menit. Parameter yang diamati adalah kapasitas
pengupasan kulit ari kacang kedelai (kg/jam), persentase biji terkupas (%), dan
persentase biji rusak (%).
1. Kapasitas Pengupasan Kulit Ari Kacang Kedelai (kg/jam).
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas pengupasan kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas
tertinggi diperoleh pada perlakuan L2 yaitu 475,34 kg/jam dan terendah pada L3
yaitu 295,46 kg/jam
Lama pengadukan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas pengupasan kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas
pengupasan kulit ari kacang kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan yaitu 408,97
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan L2M1 511,99
kg/jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kapasitas pengupasan
kulit ari kacang kedelai yang dihasilkan. Kapasitas pengupasan kulit ari kacang
kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan L2M1 yaitu 511,99 kg/jam dan terendah
terdapat pada perlakuan L3M2 yaitu 225,38 kg/jam.
2. Persentase Biji Terkupas (%)
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap persentase biji terkupas yang dihasilkan. Persentase biji terkupas
tertinggi diperoleh pada perebusan L2 yaitu 75.38 % dan terendah pada L1 yaitu
65.69 %.
Lama pengaduakan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap biji terkupas yang dihasilkan. Persentase biji terkupas tertinggi terdapat
pada M3 yaitu sebesar 73.79 % dan terendah pada M1 sebesar 69.86 %
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap biji kedelai terkupas. Hal ini disebabkan Interaksi
perlakuan lama perebusan dan lama pengadukan tidak memberikan perbedaan
3. Persentase Biji Rusak (%)
Lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap persentase biji rusak yang dihasilkan. persentase biji rusak tertinggi
diperoleh pada L3 sebesar 9,73 % dan terendah pada L1 yaitu 7,19 %
Lama pengadukan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap biji rusak yang dihasilkan. Persentase biji rusak tertinggi doperoleh pada
M3 yaitu 9,20 % dan terendah pada M1 yaitu 8,53 %
Interaksi antara lama perebusan dan lama pengadukan memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap persentase biji rusak yang
dihasilkan. Persentase biji rusak tertinggi terdapat pada perlakuan L1M3 yaitu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampai saat ini di Indonesia kedelai banyak ditanam di dataran rendah
yang tidak banyak mengandung air, misalnya di pesisir Utara, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Lampung,
Sumatera Tenggara, Lampung, Sumatera Selatan dan Bali (AKK, 1989).
Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan
di Indonesia, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak,
bahan baku, industri, maupun bahan penyegar. Bahkan dalam tatanan
perdagangan pasar internasional, kedelai merupakan komoditas ekspor
berupa minyak nabati, pakan ternak dan lain-lain diberbagai negara
di Indonesia (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Perebusan dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular kedelai.
Perebusan dapat mempermudah pengupasan kulit ari kedelai, tetapi perebusan
yang terlalu lama juga dapat mengurangi total padatan, sehingga kedelai tersebut
menjadi keriput. Dengan perebusan dapat membunuh bakteri-bakteri patogen
yang ada pada kedelai. Perebusan kedelai direbus didalam air mendidih selama
40-90 menit. Tiap kg kedelai memerlukan 2 liter air perebus.
Dalam menentukan kemampuan mesin kulit ari kacang kedelai perlu juga
diketahui sifat- sifat dari kacang itu sendiri. Biji kacang kedelai berkeping dua
terbungkus kulit biji. Pada umumnya bentuk kedelai lonjong, tetapi ada juga yang
banyak dan dapat menyebabkan berat naik menjadi dua kali lipat, dengan sifat biji
yang keras dan daya serap air tergantung ketebalan kulit. Kulit inilah yang ingin
dikupas secara mekanis dengan semaksimal mungkin tidak membelah kedelai
apalagi merusak kedelai sehingga mutu dari kedelai baik dan tetap utuh
(Adisarwanto, 2005).
Pada saat ini masih dilakukan pengadukan secara manual yang
membutuhkan tenaga manusia yang banyak dan relatif lama. Pengadukan secara
manual hanya efektif untuk jumlah yang kecil, tetapi untuk skala yang lebih besar
maka harus memakai motor listrik otomatis. Dengan adanya alat mesin pengupas
kulit ari kedelai maka tidak banyak tenaga yang diperlukan, menghasilkan
produktifitas yang relatif tinggi, memberikan sentuhan teknologi yang tepat guna
bagi masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan produktifitas dan kualitas
produk (Bates et, al, 2001).
Produk pengadukan dalam alat pengupas kulit ari kedelai harus dilakukan
dengan cermat dan tepat guna agar dihasilkan kedelai dengan mutu yang baik
serta mengurangi ketergantungan tangan manusia dan meningkatkan produktivitas
individu, hemat waktu dan biaya operasianal. Hal ini bertujuan untuk mengaduk
secara sederhana, murah dan mudah dioperasikan serta meningkatkan efisiensi
(Lepedes, 1977).
Alat pengupas kulit ari kedelai dengan menggunakan sepasang batu
gerinda dengan jarak yang kecil yang saling berhadapan dimana batu gerinda yang
satu berputar sedang yang lainnya tetap dalam keadaan diam, sehingga biji kedelai
yang masuk diantara kedua batu gerinda akan langsung digesek oleh batu gerinda
meminimalkan kerugian dari proses pengupasan kulit ari kacang kedelai perlu
diketahui berapa jarak antar batu gerinda dan berapa ukuran diameter pulley
yang sesuai digunakan pada alat ini. Jarak antar batu gerinda adalah 5 mm,
dan diameter pulley adalah 6 inci yang digunakan pada alat ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membuat alat pengupas kulit
ari kedelai dan menguji lama perebusan kedelai dan lama pengadukan terhadap
kualitas kedelai yang dihasilkan alat pengupas kedelai.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan dasar penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai input informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Hipotesis Penelitian
1. Diduga ada pengaruh lama perebusan kedelai terhadap kualitas yang
dihasilkan alat pengupas kulit ari kedelai.
2. Diduga ada pengaruh lama pengadukan terhadap kualitas yang dihasilkan alat
pengupas kulit ari kedelai.
3. Diduga ada pengaruh interaksi antara lama perebusan dengan lama
pengadukan terhadap kualitas kedelai yang dihasilakan alat pengupas kulit ari
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan
oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya
perdagangan antar negara yang tejadi pada awal abad ke-19, menyebabkan
tanaman kedelai juga ikut tersebar keberbagai negara tujuan perdagangan tersebut,
yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Menurut laporan,
kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan
pembudidayaan kedelai yaitu di pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali,
Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Masuknya kedelai ke Indonesia diduga
dibawa oleh para imigran Cina yang mengenalkan beberapa jenis masakan yang
berbahan baku biji kedelai (Adisarwanto, 2005).
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150),
menyemak, berbulu halus, dengan sistem perakaran luas. Tanaman ini umumnya
dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang
bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Pertumbuhan optimum
tercapai pada suhu 20-25 C. Suhu 12-20 C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian
besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan
benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji
(Rubatzky dan Mas, 1998).
Persyaratan biji kedelai sebagai bahan baku pangan secara umum sebagai
1. Bebas dari sisa tanaman, baik berupa kulit polong, potongan batang,
ranting batu, kerikil, tanah atau biji-biji lainnya.
2. Biji kedelai tidak terdapat luka atau bebas serangan hama dan penyakit.
3. Biji tidak memar, rusak atau keriput.
Produk olahan kedelai dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu makanan fermentasi dan makanan nonfermentasi. Makanan fermentasi dapat
berupa hasil pengolahan tradisional yang terdapat dan berpotensi dipasaran dalam
negeri adalah tempe, kecap dan tauco, sedangkan produk nonfermentasi dari hasil
industri tradisional adalah tahu, susu kedelai dan kedelai segar (Koswara, 1992).
Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di
Indonesi, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak, bahan baku,
industri maupun bahan penyegar. Bahan dalam tatanan perdagangan internasional,
kedelai merupakan komoditas ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak dan
lain-lain di berbagai negara di Indonesia (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multi guna karena bisa
digunakan sebagai bahan pangan, pakan maupun bahan baku berbagai industri
manufaktur dan olahan. Adanya upaya penghematan devisa negara oleh
menyebabkan kedelai menjadi komoditas yang penting. Nilai impor kedelai untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri sangat besar, mencapai jutaan ton setiap
tahunnya. Upaya peningkatan produksi kedelai, baik melalui cara intensifikasi
maupun ekstensifikasi, telah dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
kedelai dalam negeri. Upaya mendukung upaya tersebut, kebutuhan informasi
okonomi, sampai pengolahan kedelai dalam skala industri olahan dan bahan
pakan sangat diperlukan (Suprapto, 2001).
Botani Kedelai
Semua varietas kedelai merupakan tanaman semusim, dan termasuk
tanaman basah. Batangnya berdiri tegak dan bercabang banyak. Cabang-cabang
ini tumbuh memanjang sehingga posisinya hampir sejajar dengan batang dan
tingginya dapat menyamai batang. Ada juga cabang-cabang yang pendek sekali,
sependek cabang yang paling bawah. Di samping itu ada beberapa varietas yang
ujung cabang atau batangnya tumbuh melilit. Klasifikasi botani kedelai adalah
sebagai berikut :
- Famili : Leguminosae
- Subfamili : Papilionoidae
- Genus : Glycine
- Species : Glycine Max (L). Merill.
(AAK,1989).
Kedelai dikenal dengan beberapa nama lokal, diantaranya adalah kedele,
kacang jepung, kacang bulu, gadela dan emokam. Di Jepang dikenal adanya
kedelai rebus (edame) atau kedelai manis, dan kedelai hitam (koramme),
sedangkan nama umum didunia desebut “soybean”. Kerabat dekat tanaman
kedelai yang ditanam secara komersial didunia diperkirakan keturunan atau
kerabat jenis kedelai liar G. Soya (Rukmana dan Yuniasih, 1996).
Kedelai mempunyai susunan genom, diploid (2n), dengan kromosom
sebanyak 20 pasang. Beberapa kedelai jenis liar juga mempunyai kromosom
Glycine soja = G. Ururiensis , Glycine soja mempunyai bentuk polong dan
biji yang hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya merambat,
dan kulit bijinya sangat tebal, sehingga embrio dan keping bijinya dapat
terlindungi dengan baik (Suprapto, 2001).
Nilai Gizi dan Manfaat Kedelai
Kedelai mengandung kadar protein lebih dari 40% dan lemak 10-15%.
Sampai saat ini, kedelai yang masih merupakan bahan pangan sumber protein
nabati yang paling murah sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan
kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai Indonesia
(Adisarwanto, 2005).
Kedelai dalam bentuk olahan tradisional, seperti tahu dan tempe,
kandungan protein per 100 gram bahan menjadi lebih rendah, namun lebih
mudah tercerna. Tempe merupakan olahan dari kedelai yang paling tinggi
Kegunaan pangan umumnya berkolerasi dengan warna biji. Biji
berwarna hijau dan kuning diproduksi terutama untuk sayuran (biji yang dapat
dimakan). Kultivar biji besar warna kuning digunakan untuk membuat tahu.
Biji hitam besar digunakan untuk hidangan pesta atau pada kesempatan
khusus dan biji hitam pipih kecil untuk bumbu penghias hidangan yang
difermentasi. Umumnya, kultivar berbiji kuning kecil kaya akan minyak dan
memiliki kandungan protein rendah, sedangkan kultivar berbiji hitam
memiliki kandungan protein tinggi dan minyak rendah. Bergantung pada tipe
biji, kandungan karbohidrat dapat berkisar 15-25%, protein mencapai 50%,
dan kultivar tertentu mengandung minyak hingga 25 %. Polong kultivar
sayuran biasanya 2-3 biji (Rubatzky dan Mas, 1998).
Sebagai bahan makanan pada umumnya kedelai tidak langsung dimasak,
melainkan diolah terlebih dulu, sesuai dengan kegunaannya, misalnya dibuat
tempe dan tahu. Selain itu, kedelai juga dibuat kecap, tauco, bahkan diolah
secara modern menjadi susu dan minuman sari kedelai, kemudian dikemas di
dalam botol. Kedelai juga sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga
kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan zat-zat makanan
penting. Dari tanaman kedelai ini, selain bijinya dimanfaatkan sebagai makanan
manusia, daun dan batangnya yang sudah agak kering pun dapat digunakan
sebagai makanan ternak dan pupuk hijau (AAK,1989).
Kacang kedelai banyak mengandung protein dan lemak. Sebagai bahan
makanan, kedelai lebih baik jika dibandingkan dengan kacang tanah,
karena kandungan protein dan lemak pada kedelai lebih baik dari pada kandungan
tinggi (16-20%). Kedelai juga mengandung asam-asam tak jenuh yang dapat
mencegah timbulnya Arterio Sclerosis (pengerasan pembuluh-pembuluh nadi).
Maka, nilai kedelai bagi kesehatan sangat tinggi. Disamping itu, kandungan
protein kedelai cukup tinggi dengan faktor cerna 75-80%.
Kedelai selain berguna untuk mencukupi kebutuhan gizi tubuh, juga
berkhasiat sebagai beberapa jenis obat penyakit. Hasil penelitian di Inggris
menunjukkan bahwa kedelai berkhasiat sebagai pencegah kanker dan jantung
koroner. Timbulnya kanker dalam tubuh karena senyawa “Nitrosamin”.
Kedelai mengandung dua senyawa penting yaitu phenolik dan asam lemak tak
jenuh. Kedua senyawa tersebut dapat menekan (menghalangi) munculnya
bentuk senyawa Nitrosamin, sehingga berfungsi sebagai penangkal kanker.
Disamping itu kadar letichin dalam kedelai dapat menghancurkan timbunan
lemak didalam tubuh sehingga secara tidak langsung dapat menekan penyakit
darah tinggi dan menekan diare (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Varietas Kedelai
Kedelai termasuk tanaman yang berbuah polong dan berbunga kupu
kupu, seperti halnya kacang tanah. Perbedaannya adalah bahwa buah kacang
tanah terdapat didalam tanah, sedangkan buah kedelai tumbuh diatas tanah,
yakni pada batangnya. Pada dasarnya penentuan varietas kedelai didasarkan
pada :
- Umur
1. Kedelai genjah; berumur pendek, 75-85 hari.
2. Kedelai tengahan; berumur antara 85-90 hari.
3. Kedelai dalam; berumur panjang, yaitu lebih dari 90 hari.
- Warna biji
Warna biji kedelai berbeda-beda, tetapi pada garis besarnya dibedakan
menjadi dua macam, yaitu kedelai putih/kuning dan kedelai hitam/hijau.
1. Kedelai putih/kuning
Kedelai putih membutuhkan syarat-syarat tumbuh yang lebih sukar
dibandingkan dengan kedelai hitam. Kedelai putih kurang baik jika dibuat
kecap dan tauco, sebaiknya, kedelai putih cocok sekali untuk bahan pembuat
tempe dan tahu. Disamping itu, kedelai putih/kuning lebih mahal bila
dibandingkan dengan kedelai hitam. Yang termasuk kedelai putih misalnya
varietas Sumbing, Taichung, T.K.5.
2. Kedelai hitam/hijau
Walaupun harga jualnya lebih murah, pada umumnya kedelai hitam lebih
disukai oleh para petani, karena kedelai hitam tidak membutuhkan perlakuan
khusus dari awal tanam hingga proses pengolahan hasil. Disamping itu
kedelai hitam mudah dipasarkan, karena kedelai tersebut baik sekali untuk
dibuat kecap dan tauco. Yang termasuk kedelai hitam misalnya varietas
Otan No. 27 (AAK,1989).
Panen dan Pascapanen
Salah satu faktor penting yang dapat menentukan produktivitas kedelai
antara lain saat dan umur panen, pengeringan, pemecahan kulit, pembersihan biji
dan penyimpanan.
1. Saat dan Umur Panen
Saat panen ditentukan oleh umur sesuai deskriptif varietas yang ditanam
dan adanya perubahan warna polong, dari kehijauan menjadi coklat kekuningan.
Panen dilakukan bila lebih dari 95 % polong kedelai sudah berwarna coklat
kekuningan dan jumlah daun tersisa padatanaman hanya sekitar 5-10%.
Penentuan waktu panen waktu yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas
biji yang dihasilkan, apalagi bila biji kedelai tersebut akan dijadikan benih.
Pengunduran waktu panen 1-2 hari lebih lama dari deskripsi varietas
menunjukkan tingkat kadar air bijin lebih rendah (12-13%) dan mempunyai vigor
benih lebih dari 95%. Kondisi cuaca waktu panen juga berpengaruh terhadap
kualitas dan mutu biji kedelai (Adisarwanto, 2005).
Panen yang terlambat akan merugikan karena banyak yang tua dan kering,
sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan.
Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya. Oleh karena itu, para petani harus mengetahui tanda-tanda kedelai
siap panen, misalnya warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, batang berwarna
kuning agak coklat dan gundul (AAK,1989).
2. Pengeringan
Biji kedelai hasil panen dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Pengeringan
dengan bantuan sinar matahari akan memberikan hasil yang baik, murah, mudah,
serta sederhana. Namun demikian cara ini sangat bergantung pada iklim dan
cuaca. Bila pengeringan dilakukan pada kondisi cuaca cerah, umumnya
membutuhkan waktu 3-5 hari. Sarana yang dibutuhkan dengan bantuan sinar
matahari yaitu lantai jemuran yang terbuat dari alas plastik, tikar, anyaman
bambu dan sebagainya. Sampai saat ini, penggunaan alat pengering relatif
hanya dipakai bila kondisi cuaca tidak memungkinkan. Bila terjadi kelambatan
proses pengeringan, akan mengakibatkan penurunan mutu biji yang ditandai
dengan biji berjamur, berkecambah dan busuk. Keuntungan yang bisa di dapat
dari pengeringan dengan bantuan alat pengering yaitu dapat dilakukan
sewaktu-waktu, terutama saat musim penghujan (Adisarwanto, 2005).
3. Pemecahan Kulit
Pemecahan kulit kedelai dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara. Polong dapat pecah secara alami karena sudah tua dan kering betul.
Namun, untuk mempercepat pekerjaan tadi, para petani pada umumnya
menggunakan cara lain, baik tradisional maupun modern. Pemecahan polong
secara sederhana dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan polong-polong
yang sudah kering hingga menjadi suatu timbunan. Kemudian timbunan polong
tadi dipukul-pukul dengan sebatang kayu atau bambu sehingga biji-biji kedelai
terlepas dari polong-polongnya. Untuk memisahkan biji dari patahan-patahan
bersih. Sedangkan memecah kulit dengan menggunakan alat sederhana seperti alat
pemukul sebenarnya kurang efisien, sebab banyak memakan waktu dan tenaga.
Untuk mengatasi hal ini para petani dapat memakai alat modern, yaitu mesin
perontok padi (AAK, 1989).
4. Pembersihan biji
Pembersihan biji pada dasarnya adalah membuang semua kotoran
yang tercampur dengan biji, antara lain : tanah, kerikil, potongan batang,
tangkai dan daun. Pembersihan biji berguna untuk meningkatkan efisiensi dalam
proses pengeringan biji dan memudahkan proses sortasi biji yang akan
dipakai untuk keperluan lainnya. Pembersihan biji yang sederhana dan murah
dapat dilakukan dengan cara menampi biji kedelai dengan memanfaatkan arah
angin yang ada (Adisarwanto,2005).
5. Penyimpanan
Kedelai yang disimpan biasanya berupa biji, bukan polong. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam masalah penyimpanan ialah bahwa biji yang
disimpan harus kering dan bersih, penyimpanan dilakukan dengan cara yang
benar dan tempat penyimpanan tidak lembab (AAK,1989).
Alat Pengupas Kulit Ari Kedelai
Teknik mengupas kulit ari kacang kedelai masih banyak yang dilakukan
dengan menggunakan cara klasik yaitu dengan merendam dan menginjak-injak
manusianya. Atas dasar tersebut, maka kebutuhan akan mesin pengupas kulit
ari kacang kedelai merupakan kebutuhan dimana alat tersebut harus sederhana
dan mudah pengoperasiannya, oleh sebab itu harus dirancang sebuah mesin yang
memiliki daya guna dan hasil guna yang optimal (Annas, 2002).
Menurut Annas (2002) membuat mesin pengupas kulit ari kacang kedelai
dengan cara mekanis yang sederhana dan mudah pengoperasiannya, dimana dapat
dioperasikan dengan mudah, sederhana, menggunakan penggerak tangan
sehingga dapat dioperasikan oleh setiap orang tanpa harus memiliki
keterampilan khusus. Mesin yang kita rancang adalah mesin yang dapat mengupas
kulit ari kacang kedelai dengan bentuk yang sangat seragam. Sehingga cara
prinsip dapat melakukan pengupasan kacang kedelai sebaik mungkin, dengan
sedikit mungkin sisa kulit ari yang masih menempel pada kacang kedelai yang
dikupas dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5-30 gr untuk bobot 100
butir (Annas 2002).
Alat pengupasan kulit ari kedelai ini menggunakan batu gerinda sebagai
penggesek dalam pengupasan kulit arinya. Dimana batu gerinda ini mempunyai
ciri khas yaitu mempunyai kemampuan yang fleksibel dibandingkan dengan
yang lainnya dan menggunakan mineral aluminium oksida sehingga
memberikan kemampuan yang lebih fleksibel, daya potong yang lebih besar
dan usia pakai yang lebih lama dibandingkan dengan batu gerinda lainnya.
Batu gerinda ini sangat membantu meningkatkan produktivitas dan menurunkan
biaya operasi. Penggunaan batu ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan normal
Menurut Haryanto, dkk (2006) alat pengupas kedelai sistem basah
pada industri tempe dapat bekerja dengan baik pada putaran engkol 20-30 rpm
dan gaya putaran engkol 5,25 kg. Sehingga dapat bekerja dengan nyaman
dan tidak cepat lelah. Kapasitas kerja alat mencapai 166 kg/jam.
Elemen Mesin Motor Listrik
Mesin-mesin yang dinamakan motor listrik dirancang untuk mengubah
energi listrik menjadi energi mekanis, untuk menggerakkan berbagai peralatan,
mesin-mesin dalam industri, pengangkutan dan lain-lain. Setiap mesin sesudah
dirakit, porosnya menonjol melalui ujung penutup (lubang pelindung) pada
sekurang-kurangnya satu sisi supaya dapat dilengkapi dengan sebuah pulley atau
sebuah generator kesuatu mesin yang akan digerakkan (Daryanto, 2002).
Motor listrik ini mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Dapat dihidupkan dengan hanya memutar sakelar
2. Suara dan getaran tidak menjadi gangguan
3. Udara tidak ada yang dihisap, juga tidak ada gas buang, karena itu tidak
perlu mengukur polusi lingkungan atau membuat ventilasi. Tetapi di ruang
yang berbahaya terhadap percikan api, perlu digunakan motor anti
eksplosif agar tidak terjadi kebakaran.
(Soenarta dan Furuhama, 2002).
Poros
Poros dapat dibedakan kepada 2 macam yaitu :
1.Poros dukung; poros yang khusus diperuntukkan mendukung elemen mesin
yang berputar.
2.Poros transmisi/poros perpindahan; poros yang terutama dipergunakan untuk
memindahkan momen puntir.
Poros dukung dapat dibagi menjadi poros tetap atau poros terhenti dan
poros berputar. Pada umumnya poros dukung itu pada kedua atau salah satu
ujungnya ditimpa atau sering ditahan terhadap putaran. Poros dukung pada
umumnya dibuat dari baja bukan paduan (Stolk dan Kros, 1986).
Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penumpu poros
yang berbeban dan berputar. Dengan adanya bantalan, maka putaran dan
gerakan bolak-balik suatu poros berlangsung secara halus, aman dan tahan
lama. Bantalan berguna untuk menumpu poros dan memberi kemungkinan
poros dapat berputar dengan leluasa (dengan gesekan yang sekecil mungkin)
(Daryanto, 1993).
Bantalan harus mempunyai ketahanan terhadap getaran maupun hentakan.
Jika suatu sistem menggunakan konstruksi bantalan, sedangkan bantalannya tidak
berfungsi dengan baik maka seluruh sistem akan menurun prestasinya dan
tidak dapat bekerja secara semestinya.
(Pardjono dan Hantoro,1991).
Bantalan dalam peralatan usaha tani diperlukan untuk menahan berbagai
ditentukan oleh besarnya keausan, kecepatan putar poros, beban yang harus
didukung dan besarnya daya dorong akhir (Smith dan Wilkes, 1990).
V. belt
Sabuk/belt berfungsi untuk memindahkan putaran dari poros satu
lainnya, baik putaran tersebut pada kecepatan putar yang sama maupun
putarannya dinaikkan maupun diperlambat, searah dan kebalikannya. Sabuk
V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Sabuk V
dibelitkan di sekeliling alur pulley yang berbentuk V pula. Transmisi sabuk
yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa
keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah
untuk mendapatkan perbandingan putaran yang diingin. Transmisi tersebut
telah digunakan dalam semua bidang industri, misalnya mesin-mesin
pabrik, otomobil, mesin pertanian alat kedokteran, mesin kantor dan alat-alat
listrik. Kekurangan yang ada pada sabuk ini adalah terjadinya slip antara
sabuk dan pulley sehingga tidak dapat dipakai untuk putaran tetap atau
perbandingan transmisi yang tetap (Daryanto, 1993).
Sabuk bentuk trapesium atau bentuk V dinamakan demikian karena ini
sisi sabuk dibuat serong, supaya cocok dengan alur roda transmisi yang
berbentuk V. Kontak gesekan yang terjadi antara sisi sabuk V dengan dinding alur
menyebabkan berkurangnya kemungkinan selipnya sabuk penggerak dengan
tegangan yang lebih kecil daripada sabuk pipih. Dalam kerjanya, sabuk V
Bagian sebelah luar akan mengalami tegangan, sedangkan bagian dalam akan
mengalami tekanan.
Susunan khas sabuk V terdiri atas :
1. Bagian elastis yang tahan tegangan dan bagian yang tahan kompresi
2. Bagian yang membawa beban yang dibuat dari bahan tenunan dengan daya
rentangan yang rendah dan tahan minyak sebagai pembalut.
(Smith dan Wilkes, 1990).
Pada perpindahan sabuk, gerak putarnya dipindahkan dari pulley sabuk
yang satu ke pulley sabuk yang lain. Supaya terdapat suatu gesekan yang cukup
kuat antara sabuk dan pulleynya, sabuk dipasang sekencang-kencangnya pada
pulley-pulleynya atau diberi pulley pengencang, tetapi pada sabuk bentuk V tidak
perlu dipasang sekencang sabuk rata.
Sabuk V dibelitkan disekeliling alur pulley yang berbentuk V.
Bagian sabuk yang sedang membelit pada pulley ini mengalami lengkungan
sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga
akan bertambah karena pengaruh bentuk biji, yang akan menghasilkan
transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan sabuk V dibandingkan dengan sabuk rata
(Sularso dan Suga, 1997).
Adapun faktor yang menentukan kemampuan sabuk untuk menyalurkan
tenaga tergantung dari :
1.Regangan sabuk pada pulley.
2.Gesekan antara sabuk dan pulley
3.Lengkung persinggungan antara sabuk dan pulley
dan singgungan)
(Pratomo dan Irwanto, 1983).
Syarat yang harus dipenuhi untuk bahan sabuk adalah kekuatan dan
kelembutan, yang berguna untuk bertahan terhadap kelengkungan yang berulang
kali disekeliling pulley. Selanjutnya yang penting ialah koefisien gesek antara
sabuk dan pulley, massa setiap satuan panjang dan ketahanan terhadap pengaruh
luar seperti uap lembab, kalor, debu dan sebagainya.
(Stolk dan Kros, 1986).
Pulley
Pulley sabuk dibuat dari besi-cor atau dari baja. Pulley kayu tidak
banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan pulley dari paduan
aluminium. Pulley sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang
tinggi (diatas 33 m/det) (Stolk dan Kros, 1986).
Untuk menghitung kecepatan atau ukuran roda transmisi, putaran
transmisi penggerak dikalikan diameternya adalah sama dengan putaran roda
transmisi yang digerakkan dikalikan dengan diameternya.
SD (penggerak) = SD (yang digerakkan)
Dimana S adalah kecepatan putar Pulley (rpm) dan D adalah diameter Pulley
(mm). (Smith dan Wilkes, 1990).
Menurut Daryanto (2002), ada beberapa jenis tipe Pulley yang
digunakan untuk sabuk penggerak yaitu :
1. Pulley datar, Pulley ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari
2. Pulley mahkota, Pulley ini lebih efektif dari pulley datar karena sabuknya
sedikit menyudut sehingga untuk slip relatif sukar, dan derajat
keseriusannya bermacam-macam menurut kegunaannya.
3. Tipe lain, Pulley ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret - November
2008.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Kedelai
2. Pulley
3. V-Belt
4. Bantalan
5. Baut dan Mur
6. Plat Seng
7. Paku
8. Papan
9. Batu Gerinda
10.Semen
11.Pipa
Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Alat pengupas kulit ari kedelai
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu lama
perebusan kedelai (L) dan lama pengadukan kedelai (M).
Faktor lama perebusan (L) terdiri dari 3 (tiga) taraf yaitu :
L1 = 1 Jam
L2 = 1½ Jam
L3 = 2 Jam
Faktor lama pengadukan kedelai (M) terdiri dari 3 (tiga) taraf yaitu :
M1 = 2 Menit
M2 = 4 Menit
M3 = 6 Menit
Kombinasi perlakuan antara lama perebusan (L) dan lama pengadukan (M)
adalah sebanyak 9 (sembilan) perlakuan yaitu :
1. LIMI 4. L2MI 7. L3MI
2. LIM2 5. L2M2 8. L3M2
3. LIM3 6. L2M3 9. L3M3
Jumlah ulangan minimum perlakuan adalah :
Tc (n-1) ≥ 15
9 (n-1) ≥ 15
9n -9 ≥ 15
9n ≥ 24
n = 3
Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan sehingga
jumlah percobaan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) percobaan.
Model analisa data yang digunakan adalah Sidik Ragam dengan model
linier sebagai berikut:
Yijk = µ + α i + β j + (α β) i j + α β + εijk
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor M pada
taraf ke-j dan ulangan ke-k.
µ = Efek nilai tengah
α i = Efek dan faktor L pada taraf ke-i
β j = Efek dari faktor M pada taraf ke-j
(α β) i j = Efek interaksi dari faktor L pada taraf ke-i dengan faktor M
pada taraf ke-j.
εijk = Efek galat dari faktor L pada taraf ke-i dengan faktor M taraf
ke-j dengan ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian
Alat Pengupas Kulit Ari kedelai
Alat pengupas kulit ari kedelai ini merupakan alat yang telah ada
sebelumnya, namun pada penelitian ini akan dilakukan pemodifikasian pada alat
tersebut. Alat pengupas kulit ari kedelai ini mempunyai beberapa bagian penting,
1. Kerangka Alat
Kerangka alat berfungsi sebagai komponen lainnya, yang terbuat dari besi plat.
Pada alat ini mempunyai panjang 100 cm, tinggi 125 cm, dan lebar 50 cm.
2. Motor Listrik
Motor listrik berfungsi sebagai penggerak alat pengupas kulit ari kedelai. Pada
alat ini digunakan motor listrik jenis AC satu fasa dengan spesifikasi 0,5 Hp
dan kecepatan putaran sebesar 1430 rpm.
3. Poros
Poros berfungsi sebagai pemindah putaran dari suatu pulley ke pulley lainnya
pada motor listrik dan diantara pulley dan batu gerinda yang terbuat dari besi
As dengan diameter 1 inci. Jenis poros yang digunakan adalah poros transmisi.
4. Bantalan
Bantalan berfungsi sebagai penumpu poros terletak dikerangka alat. Jenis
bantalan yang digunakan adalah bantalan peluru.
5. Pulley
Pulley berfungsi sebagai pereduksi putaran yang dikehendaki. Pulley yang
digunakan adalah pulley jenis alur V (V- belt), pulley berdiameter 3 inci
terdapat pada motor listrik dan pulley berdiameter 6 inci terdapat pada poros
untuk batu gerinda.
6. Sabuk (V-belt)
Sabuk berfungsi sebagai alat pemindah daya/putaran yang ditempatkan pada
pulley. Jenis sabuk yang digunakan adalah sabuk-V.
Pompa berfungsi sebagai pemberi aliran air pada proses pemisahan kulit ari dan
biji kedelai yang telah terkupas.
8. Batu Gerinda
Batu gerinda berfungsi sebagai penggesek biji kedelai yang masuk melalui
hopper. Batu gerinda yang digunakan berukuran 5 inci.
9. Hopper
Hopper berfungsi sebagai tempat masuknya biji kedelai yang akan dikupas kulit
arinya. Hopper ini berbentuk limas segiempat dengan bagian atas berbentuk
segiempat dengan ukuran 30 x 30 x 20 cm.
10. Pintu Pengeluaran Kulit dan Biji Kedelai
Berfungsi sebagai pintu pengeluaran kulit dan biji kedelai yang terkupas.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur pembuatan alat pengupas kulit ari kedela i
adalah :
1. Dirancang bentuk alat pengupas kulit ari kedelai kemudian digambar.
2. Dipilih bahan yang akan digunakan untuk membuat alat pengupas kulit ari
kedelai.
3. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan.
4. Bahan dipotong sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan kemudian
dilakukan pengeboran terhadap bahan.
6. Dilakukan pemasangan mesin penggerak, pulley serta v-belt-nya.
Adapun prosedur pengujian alat pengupas kulit ari kedelai
adalah :
1. Direbus kedelai selama 1 jam, 1½ jam dan 2 jam.
2. Kedelai yang telah direbus ditimbang 1 kg.
3. Dihidupkan alat pengupas kulit ari kedelai.
4. Kedelai yang akan dikupas kulit arinya dimasukkan kedalam hooper.
5. Digunakan waktu 2, 4 dan 6 menit untuk lama pengadukan kulit ari
kedelai.
6. Dihitung berat biji kedelai yang terkupas, berat biji kedelai yang rusak
dan berat biji kedelai yang tidak terkupas.
7. Dihitung persentase kerusakan biji kedelai hasil kupasan, persentase rendemen
dan kapasitas alat.
8. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali ulangan.
Parameter Penelitian
1. Persentase kerusakan hasil kupasan
Persentase kerusakan hasil kupasan dihitung dengan membagikan berat
2. Rendemen
Persentase rendemen dihitung dengan membagikan berat akhir kedelai
yang terkupas dengan berat awal kedelai.
% Rendemen = x100%
awal) (Berat
akhir) (Berat
3. Kapasitas Alat
Pengukuran kapasitas alat dilakukan dengan membagi berat kedelai
yang dikupas terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mengupas kulit ari
kedelai.
Kapasitas Alat = (Kg/jam)
Dibutuhkan Yang
Waktu
Dikupas Yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian secara umum dapat dilihat bahwa perlakuan
perbedaan lama perebusan dengan lama pengadukan memberikan pengaruh
terhadap kapasitas alat, biji kedelai yang rusak dan biji kedelai yang terkupas. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh lama perebusan (jam) terhadap parameter yang diamati.
Lama Perebusan
Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa kapasitas alat tertinggi diperoleh pada
lama perebusan 1,5 jam yaitu 410,32 Kg/jam dan terendah pada lama perebusan 1
jam yaitu 295,32 kg/jam. Pada persentase biji kedelai yang rusak yang tertinggi
diperoleh pada lama perebusan 2 jam yaitu 9,73 % dan terendah pada lama
perebusan 1 jam yaitu 9,60 %. Sedangkan peresentase biji kedelai yang terkupas
tertinggi diperoleh pada lama perebusan 1,5 jam yaitu 75,38 % dan terendah pada
lama perebusan 1 jam yaitu 65,69 %.
Perlakuan lama pengadukan memberikan pengaruh terhadap parameter
Tabel 3. Pengaruh lama pengadukan (menit) terhadap parameter yang diamati
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa kapasitas alat tertinggi diperoleh pada
lama pengadukan 2 menit yaitu 408,97 kg/jam dan terendah pada lama
pengadukan 6 menit yaitu 363,00 kg/jam. Pada persentase biji kedelai yang rusak
tertinggi diperoleh pada lama pengadukan 6 menit yaitu 9,20 % dan terendah pada
lama pengadukan 4 menit yaitu 8,75 %. Sedangkan pada biji kedelai yang
terkupas diperoleh pada lama pengadukan 6 menit yaitu 73,79 %.
Analisis statistik yang dilakukan untuk perlakuan lama perebusan dan
lama pengadukan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada uraian
berikut:
Kapasitas Alat
Pengaruh lama perebusan
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa perlakuan
lama perebusan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas
alat. Hasil pengujian Least significant range (LSR) menunjukkan hubungan lama
perebusan terhadap kapasitas alat, untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 4. Uji LSR pengujian lama perebusan (jam) terhadap kapasitas alat
(kg/jam).
UJI LSR
Jarak (P)
LSR
Perlakuan (L) Rataan
Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- L2 475,34 a A
2 61,072 83,684 L1 336,19 b B
3 64,094 87,281 L3 295,46 b B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa perlakuan L2 memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan . Kapasitas tertinggi diperoleh
pada perlakuan L2 yaitu 475,34 kg/jam dan terendah pada L3 yaitu 295,46
kg/jam. Hubungan lama perebusan dengan kapasitas alat mengikuti garis regresi
kuadratik seperti pada Gambar 1.
= 49.207x2 - 286.77x + 712.9
Gambar 1. Hubungan lama perebusan dengan kapasitas alat
Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa semakin cepat lama perebusan
mengakibatkan kacang kedelai sedikit yang terkupas. Hal ini dikarenakan kacang
^
kedelai masih belum terlalu lunak sehingga sewaktu berada didalam gesekan antar
batu gerinda kacang kedelai banyak yang tidak terkupas, sebaliknya semakin
besar lama perebusan maka banyak kedelai mengalami kerusakan sehingga
kapasitas alat semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin lama perebusan
menyebabkan kedelai keriput dan lunak karena terjadinya pengurangan total
padatan. Sehingga proses pengupasan kulit ari kacang kedelai menjadi sulit
karena biji kedelai menjadi mudah hancur. Perebusan yang terbaik pada penelitian
ini adalah pada perebusan 1,5 jam, pada lama perebusan ini banyak kedelai yang
terkupas dan sedikit kedelai yang rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rukmana dan Yuniarsih (2006), bahwa Perebusan dapat mempermudah
pengupasan kulit ari kedelai, perebusan kedelai direbus dalam air mendidih
selama 40-90 menit. Tiap perebusan kedelai memerlukan 2 liter air perebus.
Kapasitas rata-rata pada perlakuan ini sebesar 336,19 kg/jam, kapasitas
tersebut diperoleh dengan menggunakan motor listrik dengan perputara 1430 rpm,
dimana pulley pada penggerak 3 inci dan pulley pada yang digerakkan 6 inci,
Pengaruh lama pengadukan
Tabel 5. Uji LSR lama pengadukan (menit) terhadap kapasitas alat (kg/jam).
UJI LSR
Jarak (P)
LSR
Perlakuan (L) Rataan
Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- M1 408,97 a A
2 61,072 83,684 M3 363,03 ab A
3 64,094 87,281 M2 335,00 b A
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perlakuanmemberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Table 5. menunjukkan bahwa perlakuan M1 memberikan pengaruh
berbeda nyata terhadap M3. Kapasitas tertinggi diperoleh pada perlakuan M1
yaitu 408,97 kg/jam dan terendah pada perlakuan M2 yaitu 335,00 kg/jam.
Hubungan lama pengadukan dengan kapasitas alat mengikuti garis regresi
kwadratik seperti pada terlihat pada Gambar 2.
= 8.9567x2 - 72.814x + 472.83
Gambar 2. Hubungan lama pengadukan terhadap kapasitas alat
Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa lama pengadukan yang terbaik adalah
pada pengadukan 2 menit, sedangkan pada pengadukan 6 menit selisih hasil yang
^
didapat tidak terlalu jauh dari hasil pengadukan 2 menit dan pada pengadukan 4
menit. Maka pada penelitian ini pengadukan 2 menit adalah pengadukan yang
sesuai untuk kapasitas yang paling baik. Karena disini waktu 2 menit bisa
digunakan menjadi 2 kali ulangan untuk pengadukan 4 menit dan 3 kali ulangan
untuk pengadukan 6 menit. Sehingga kapasitas alat akan menjadi lebih besar.
Pengaruh interaksi
Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan
lama pengadukan dengan lama perebusan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap kapasitas alat. Hasil pengujian dengan Least Significant
Range (LSR) menunjukkan hubungan interaksi dengan kapasitas alat untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Table 6.
Tabel 6. Uji LSR pengujian interaksi lama perebusan (jam) dengan lama pengadukan (menit) terhadap kapasitas alat (kg/jam)
UJI LSR
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa perlakuan L2M1 memberikan pengaruh
berbeda nyata terhadap L2M2. Kapasitas tertinggi terdapat pada perlakuan L2M1.
Kapasitas alat tertinggi diperoleh pada perlakuan L2M1 sebesar 511,99 kg/jam
dan terendah pada perlakuan L3M2 sebesar 225,38 kg/jam. Hubungan interaksi
lama perebusan dan lama pengadukan dengan kapasitas alat mengikuti garis
regresi kuadratik seperti pada Gambar 3.
= 68.735x2 - 280.23x + 575.9
Gambar 3. Hubungan interaksi lama perebusan dan lama pengadukan terhadap kapasitas alat
Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa semakin lama perebusan dan semakin
lama pengadukan maka kapasitas alat menjadi semakin kecil, demikian juga
sebaliknya semakin cepat waktu perebusan dan cepat waktu pengadukan kapasitas
alat semakin besar. Hal ini karena semakin lama perebusan menyebabkan kedelai
menjadi keriput dan lunak sehingga proses pengupasan kulit ari kedelai menjadi
sulit karena biji kedelai menjadi mudah hancur. Sealain itu, semakin lama
pengadukan maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pengupasan sehingga kapasitas alat menjadi semakin rendah.
Biji Kedelai yang Rusak
Pengaruh Lama Perebusan
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa perlakuan
lama perebusan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap biji kedelai
yang rusak. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan
pengaruh lama perebusan terhadap kedelai yang rusak, untuk tiap-tiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai yang rusak (%)
UJI LSR
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama memunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa perlakuan L3 memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan. Biji kedelai yang rusak yang
tertinggi pada L3 sebesar 9,73 % dan terendah pada L1 yaitu 7,19 %. Hubungan
lama perebusan dengan biji kedelai yang rusak mengikuti garis regresi kuadratik
= -1.1406x2 + 5.8317x + 2.4978
Gambar 4. Hubungan lama perebusan terhadap biji kedelai yang rusak
Dari Gambar 4. dapat dilihat bahwa semakin lama waktu perebusan maka
semakin banyak biji kedelai yang rusak. Hal ini dikarenakan karena semakin lama
perebusan kedelai menyebabkan kedelai semakin lunak sehingga menyebabkan
biji kedelai cepat hancur akibat gesekan antar batu gerinda.
Pengaruh Lama Pengadukan
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa
perbedaan lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
biji kedelai yang rusak. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR)
menunjukkan hubungan lama pengadukan terhadap biji kedelai yang rusak, untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
^
Tabel 8. Uji LSR pengujian lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama memunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Table 9. menunjukkan bahwa perlakuan M3 memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan. Biji kedelai yang rusak tertinggi
terdapat pada M3 yaitu 9,20 % dan terendah pada M1 yaitu 8,53 %. Hubungan
lama pengadukan dengan biji kedelai yang rusak dapat dilihat pada Gambar 5.
= 0.0844x2 + 13x + 8.4444
Gambar 5. Hubungan lama pengadukan terhadap biji kedelai yang rusak
Dari Gambar 5. dapat dilihat bahwa kerusakan tertinggi terdapat pada
perlakuan pengadukan 6 menit. Hal ini dikarenakan semakin lama pengadukan
^
semakin besar begitu juga benturan antara kedelai dengan pengaduk semakin
besar. Sehingga dapat menimbulkan kerusakan antar kedelai.
Pengaruh interaksi
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan lama perebusan dan lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda
sangat nyata terhadap biji kedelai yang rusak. Hasil pengujian dengan Least
Significant Range (LSR) menujukkan hubungan interaksi dengan biji kedelai
yang rusak untuk tiap- tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 9. Uji LSR pengujian interaksi lama perebusan (jam) dengan lama pengadukan (menit) terhadap biji kedelai yang rusak (%)
UJI LSR
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama memunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa perlakuan L1M3 berbeda nyata terhadap
L3M3. Biji kedelai yang rusak tertinggi terdapat pada perlakuan L1M3 sebesar
10,09 % dan terendah pada perlakuan L2M1 yaitu sebesar 6,98 %. Hubungan
interaksi lama perebusan dengan lama pengadukan dengan biji kedelai yang rusak
= 0.0483x2 + 0.2817x + 8.81
Gambar 6. Hubungan interaksi lama perebusan dan lama pengadukan dengan biji kedelai yang rusak
Gambar 6. dapat dilihat semakin lama waktu perebusan menyebabkan
semakin banyak biji kedelai yang rusak. Hal ini dikarenakan karena semakin lama
waktu perebusan kedelai menyebabkan kedelai menjadi keriput dan lunak
sehingga menyebabkan biji kedelai cepat hancur akibat gesekan antar batu gerinda.
Selain itu, lama pengadukan juga ikut berpengaruh terhadap kerusakan biji
kedelai, semakin lama angin yang dihembuskan didalam bak penampungan
sehingga kemungkinan terjadinya benturan antar biji kedelai semakin besar, begitu
juga benturan antara biji kedelai dengan pengaduk semakin besar. Dan akibatnya
biji kedelai banyak yang rusak ataupun hancur.
Biji Kedelai yang Terkupas
yang terkupas. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR)
menunjukkan pengaruh lama perebusan terhadap biji kedelai yang terkupas, untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 10. Uji LSR pengujian lama perebusan (jam) terhadap biji kedelai yang terkupas %.
UJI LSR
Jarak(P)
LSR
Perlakuan(L) Rataan
Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- L2 75.38 a A
2 1.918 2.629 L3 73.61 a A
3 2.013 2.742 L1 65.69 b B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama memunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa perlakuan L2 memberikan pengaruh
berbeda nyata terhadap L3. Biji kedelai yang terkupas tertinggi diperoleh pada
perebusan L2 yaitu 75,38 % dan terendah pada L1 yaitu 65,69 %. Hubungan
lama perebusan dengan biji kedelai yang terkupas mengikuti garis regresi linier
seperti pada Gambar 7.
= -4.8456x + 81.251
Gambar 7. Hubungan lama perebusan dengan biji kedelai yang terkupas
Dari Gambar 7. dapat dilihat lama waktu perebusan kedelai yang paling
baik adalah perebusan 1,5 jam karena pada waktu perebusan kedelai 1,5 jam
banyak kedelai yang terkupas dan juga sedikit kedelai yang rusak. Karena
semakin lama kedelai direbus maka dapat menyebabkan kedelai keriput dan lunak
sehingga kedelai mudah rusak akibat gesekan antar batu gerinda.
Pengaruh lama pengadukan
Dari hasil analisis sidik (Lampiran 4) ragam dapat dilihat bahwa
perlakuan lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
biji kedelai yang terkupas. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR)
menunjukkan hubungan lama perebusan dengan biji kedelai yang terkupas, untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
^
Tabel 11. Uji LSR pengujian lama pengadukan (jam) terhadap biji kedelai yang terkupas %.
UJI LSR
Jarak(P)
LSR
Perlakuan(L) Rataan
Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- M3 73.79 a A
2 1.918 2.629 M2 71.03 b B
3 2.013 2.742 M1 69.86 b B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama memunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa M3 memberikan pengaruh berbeda
sangat nyata terhadap semua perlakuan. Biji kedelai yang terkupas tertinggi
terdapat pada M3 yaitu sebesar 73,79 % dan terendah pada M1 sebesar 69,86 %.
Hubungan lama pengadukan dengan biji kedelai yang terkupas mengikuti garis
regresi linier seperti
pada Gambar 8
67.00
Gambar 8. Hubungan lama pengadukan dengan biji kedelai yang terkupas
Dari Gambar 8. dapat dilihat bahwa semakin lama pengadukan maka
semakin banyak kedelai yang terkupas. Hal ini dikarenakan semakin lama proses
pengadukan dalam bak penampungan sehingga peluang kedelai terkupas semakin
besar.
Pengaruh interaksi
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan lama perebusan dan lama pengadukan tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap biji kedelai terkupas.
Hal ini disebabkan Interaksi perlakuan lama perebusan dan lama
pengadukan tidak memberikan perbedaan hasil yang nyata terhadap persentase
biji kedelai yang terkupas.
^
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Lama perebusan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
kapasitas alat, biji kedelai yang rusak , dan biji kedelai yang terkupas.
2. Lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
kapasitas alat, biji kedelai yang rusak, dan biji kedelai yang terkupas.
3. Interaksi lama perebusan dan lama pengadukan memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap kapasitas alat, biji kedelai yang rusak dan tidak
nyata terhadap biji kedelai yang terkupas.
4. Lama perebusan 1 jam memberikan kapasitas alat 295,32 kg/jam, 1,5 jam
memberikan kapasitas alat 410,32 kg/jam, biji kedelai yang rusak 7,19 % dan
biji kedelai yang terkupas 75,38 %, dan 2 jam memberikan kapasitas alat
352,92 kg/jam, biji kedelai yang rusak 9,73 %, biji kedelai yang terkupas
73,61 %.
5. Lama pengadukan 2 menit memberikan kapasitas alat 408,97 kg/jam, biji
kedelai yang rusak 8,85 % dan biji kedelai yang terkupas 69,86 %, lama
pengadukan 4 menit memberikan kapasitas alat 335,00 kg/jam, biji kedelai
yang rusak 8,75 %, biji kedelai yang terkupas 71,03 %, lama pengadukan 6
menit memberikan kapasitas alat 365,00 kg/jam, biji kedelai yang rusak 9,20
6. Perlakuan yang paling baik untuk lama perebusan adalah pada perlakuan L2 =
1,5 jams dan untuk lama pengadukan yang paling baik adalah M1 = 2 menit.
Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan lama perebusan perlu
diperhatikan untuk waktu perebusannya, karena bila semakin lama direbus
biji kedelai akan menjadi keriput dan sangat lunak sehingga cepat hancur
akibat gesekan antar batu gerinda.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap lama pengadukan yang
DAFTAR PUSTAKA
AKK, 1989. Kedelai. Kanisius, Yogyakarta.
Adisarwanto, T.,2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Annas, M.S., 2002. Perancangan Mesin Pengupas Kulit Ari Kacang Kedelai.
Universitas Trisakti Press, Jakarta.
, 2008. Elemen Mesin Pengupas Kedelai.
Bates, R.P., J.R. Morris dan P.G. Crandall. 2001. Principles and Practices of
Small and Medium Scale Fruit Juice Processing FAO Agricultural Services
Bulletin, Italy.
Daryanto 1993. Dasar-dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta Jakarta.
,2002.Mesin Perkakas Bengkel.Bina Aksara dan Rineka Cipta. Jakarta.
Koswara, S.,1992.Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Lepedes, D.N. 1977. Encyclopedia of Food, Agriculture and Nutrition. McGraw
Hill Inc. Philippines
Pratomo, M. Dan K. Irwanto, 1983. Alat dan Mesin Pertanian. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Rubatzky, V.E., dan Y. Mas, 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi, dan Gizi.
Jilid Kedua. Penerbit ITB, Bandung.
Rukmana, R, dan Y. Yuniarsih, 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen
Smith, H.B., dan L.H. Wilkes, 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Edisi
Keenam. Terjemahan Tri Purwadi. GM University Press, Yogyakarta.
Soenarta. N., dan S.Furuhama, 2002. Pradnya Paramita, Jakarta.
Stolk, J. Dan C. Kros. 1986. Elemen Mesin, Elemen Konstruksi Bangunan Mesin.
Terjemahan H. Hendarsin dan A. Rahman. Erlangga, Jakarta.
Sularso, dan K. Suga, 1997. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Lampiran 1 . Diagram alir
- kawat
- busa
- alat pengaduk
- baut
Alat pengupas kulit ari kedelai mulai
Kedelai sebanyak 1 kg
Pemasangan kipas pengaduk Kec. 45 rpm
Penimbangan kedelai sebanyak 1 kg
Perebusan kedelai selama 1, 1.5 dan 2 jam
Penimbangan kedelai setelah perebusan
Pengupasan
Lampiran 2. Data pengamatan kapasitas alat (kg/jam)
Analisis sidik ragam kapasitas alat (kg/jam)
Lampiran 3. Data pengamatan biji kedelai yang rusak (%)
Analisis sidik ragam biji kedelai yang rusak (%)
Lampiran 4. Data pengamatan biji kedelai yang terkupas (%)
Analisis sidik ragam biji kedelai yang terkupas (%)