• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investigasi Agensia Hayati untuk Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Phyllosticta zingiberi) pada Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Investigasi Agensia Hayati untuk Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Phyllosticta zingiberi) pada Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA

TANAMAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc)

TESIS

Oleh

Martha Adiwaty Sihaloho

087001018/AET

SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA

TANAMAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi

pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Martha Adiwaty Sihaloho

087001018/AET

SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK

PENGENDALIAN PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA TANAMAN JAHE

MERAH (Zingiber officinale Rosc) Nama Mahasiswa : Martha Adiwaty Sihaloho

Nomor Pokok Mahasiswa : 087001018 Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Hapsoh, MS) (Dr. Ir. H.Hasanuddin, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Agroekoteknologi Dekan Fakultas Pertanian

(Prof.Dr.Ir.Abdul Rauf,MP) (Prof.Dr.Ir.Darma Bakti Nasution,MS)

(4)

ABSTRAK

Penyakit Bercak daun merupakan penyakit utama pada tanaman jahe merah karena dari segi ekonomi merugikan pendapatan petani dan menurunkan pendapatan negara karena jahe merah merupakan komoditi export . Penyakit ini kemungkinan berasal dari benih jahe merah yang dapat bertahan dalam benih. Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas jamur T koningii, T harzianum,

Gliocladium spp, dan G virens sebagai agensia hayati untuk mengendalikan

patogen P zingiberi penyebab penyakit bercak daun jahe, dan menguji efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam mengendalikan penyakit bercak daun jahe. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010. Pada penelitian ini ada 4 metode pengujian yang dilaksanakan yaitu 1. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P

zingiberi di laboratorium, 2.Uji Postulat Koch, 3. Identifikasi penyakit penyebab

bercak daun tanaman jahe merah, 4. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P zingiberi di lapangan. Pada penelitian di laboratorium, menunjukan persentase zona penghambat pertumbuhan paling rendah pada perlakuan tanpa jamur antagonis sebesar 6,43 % dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan jamur antagonis Gliocladium spp sebesar 46,23 %.

Pada pelaksanaan penelitian di lapangan penggunaan suspensi antifungal agensia hayati Gliocladium virens pada daun relatif lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. zingiberi.

Kata kunci : Agensia hayati, Bercak daun, Jahe merah

(5)

ABSTRACT

Leaf spotting diseases is a major disease on red ginger plant because of economic disadvantage in terms of farmers income and reduce state revenue because of the red ginger is an export commodity. This disease probably originated from red ginger seeds that can survive in the seed. The study aims to test the effectiveness of the fungus T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, and

G. virens as biological agents to control disease causing pathogens P zingiberi

ginger leaf spot, and testing the effectiveness of how the application of biological agents in controlling leaf spot disease of ginger. The research was conducted at two places, namely at the Faculty of Agriculture Plant Pathology Laboratory of the University of North Sumatera Medan with ± 25 m altitude above sea level, and at the Faculty of Agriculture experimental land Agroteknologi Studies Program University of Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Sub Percut Sei Tuan Deli Serdang district, with a height of ± 25 m. The timing of the researc began in January 2010 to August 2010. In this research, there are 4 methods of testing conducted: 1.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi in the laboratory P zingiberi, 2. Test Postulates Koch, 3. Identification of disease causing leaf spot of red ginger plant, 4.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi P zingiberi in the field.The research in the laboratory, showed that the growth inhibiting zone presentase lowest in treatments without fungal antagonist at 6.43% and the highest found on treatment with the fungal antagonist

Gliocladium spp amounted to 46.23%. In the implementation of research in the

field use of biological agents antifungal suspension Gliocladium virens on leaves relatively more effective in inhibiting the growth of the fungus P. zingiberi.

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis

ini dengan Judul “Investigasi Agensia Hayati untuk Pengendalian Penyakit

Bercak Daun (Phyllosticta zingiberi) pada Tanaman Jahe Merah (Zingiber

officinale Rosc.)”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS

dan Bapak Dr. Ir. H Hasanuddin, MS sebagai komisi pembimbing yang telah

memberikan sumbangan ide, saran dan motivasi selama penulis merencanakan

dan melaksanakan penelitian serta penyusunan tesis ini. Dan juga kepada Bapak

Ketua dan Ibu Sekretaris Pengelola Program Studi Agroekoteknologi SPs-USU.

Kepada Bapak Prof. Dr. Ir.Darma Bakti Nasution,MS selaku Dekan Fakultas

Pertanian penulis juga mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister

Pertanian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium

Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian USU yang telah memberikan fasilitas

penelitian kepada penulis. Kepada Analis dan adik – adik asisten Laboratorium

Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian USU penulis mengucapkan terima kasih

atas bantuannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rektor Universitas Amir

Hamzah, Ibu Dekan dan Bapak Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Amir Hamzah serta seluruh fungsionaris yang telah mendukung penulis dalam

(7)

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada

Kepada Ayahanda, dan ibunda, yang telah membesarkan penulis dan membantu

penulis sampai terselesainya tesis ini serta suami tercinta Khozali Hasan,SH dan

anak-anakku tercinta Utari Asmara Fitri, Anggie Rizky Hasanah, M Ikhsan Razali

yang telah mendukung penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih

tinggi, selalu sabar dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.

Tak lupa adik – adikku, Nenek, serta keluarga besar Sihaloho, tulang Madjid B

Damanik, terima kasih atas segala doa, bantuan dan motivasi yang telah diberikan

selama ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Saudari Rini, Dona,

Linda, Yuni, Nova, Adey, Bang Yusuf, Pahala, Pak Riyadi, Pak Irwan, Pak

Mahyudin, Eko, Sahril, Surya, Kak Wiwik, Pak Toni, Kak Nita, Sri, Boy serta

semua pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan

bantuan masukan dan motivasi dalam rangka penyelesaian tesis ini.

Medan, Desember 2011

Penulis

(8)

DAFTAR ISI Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun ... 8

Gejala Penyakit Bercak Daun Jahe Merah ... 10

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit ... 12

Penanggulangan Penyakit Bercak daun Jahe ... 12

Agensia Hayati Trichoderma harzianum ... 13

Agensia Hayati Gliocladium ... 18

BAHAN DAN METODE Penelitian di Laboratorium ... 21

Tempat dan Waktu ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe ... 22

Uji Postulate KOCH ... 23

Identifikasi Jamur Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe ... 24

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap patogen jamur Phyllosticta zingiberi di laboratorium ... 25

Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium ... 27

Penyediaan Jamur Antagonis ... 27

(9)

Penelitian di Lapangan ... 29

Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

Bahan dan Alat ... 29

Metode Penelitian ... 29

Uji antagonis agensia hayati di lapangan ... 29

Model Analisis ... 31

Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 31

Pembuatan Rumah Kassa ... 31

Persiapan Lahan ... 31

Persiapan bibit ... 32

Pembuatan persemaian ... 32

Persiapan dan pengisian media tanam keranjang ... 32

Penanaman bibit kekeranjang ... 33

Aplikasi agensia hayati ... 33

Pemeliharaan ... 34

Peubah Amatan ... 35

Peubah Amatan di Laboratrium ... 35

Persentase zona penghambat pertumbuhan(%) ... 35

Peubah Amatan di Lapangan ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persentase zona penghambat pertumbuhan P zingiberi pada Media

PDA ... 41

2. Masa Inkubasi Penyakit Bercak Daun Jahe (Hari Sebelum Inokulas = HSI) ... 44

3. Beda Uji Rataan Pengaruh Jenis Agensia Hayati Terhadap Kejadian Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-XVII ... 47

4. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap Kejadian Kejadian Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-

XVII ... 49

5. Beda uji rataan Pengaruh Interaksi Jenis Agensia Hayati dan cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap Kejadian Penyakit bercak daun jahe (%) pengamatan II-XVII ... 51

6. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap

Intensitas Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-XVII………..55

7. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap Kejadian Intensitas Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II- XVII ... 57

8. Beda uji rataan Pengaruh Interaksi Jenis Agensia Hayati dan cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap Intensitas Penyakit bercak daun

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Conidia and conidiophore Phyllosticta zingiberi ... 9

2. Gejala Bercak Daun di lahan petani desa Tumpatan Nibung.

Batang Kuis ... 10

3. a.Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009). b.Daun tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009) ... 11

4. Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun umur 1 bulan setelah pindah tanam(BSPT) ( Mei 2010) b.Tanaman Jahe merah dengan serangan penyakit bercak daun umur 6 BSPT

(Oktober 2010)……….11

5. (a) Konidiofor jamur T. harzianum (b) Konidia T. Harzianum ... 15

6. Penetrasi dan formasi dari haustoria dalam hifa yang lebih besar

dari R. solani oleh hifa yang lebih kecil dari T. Virens... 17

7. Penghambatan pertumbuhan R. solani oleh antibiotik gliotoxin dari T. virens : A. Médium dengan gliotoxin, B. Médium tanpa

gliotoxin (Howell, 2003) ... 17

8. a.Conidia and Phialid, b. Conidia and Conidiophore G. virens

image

9. Sampel daun jahe merah yang terserang bercak daun untuk uji

Isolasi patogen. ... 22

10. a.Cara 1.Patogen ditempel ke permukaan daun, b.Cara 2.Patogen disemprotkan ke permukaan daun, c.Cara 3. Patogen disemprotkan ketanah. ... 24

12. Suspensi Anti Fungal Agensia hayati pada media PDB dalam

(12)

14. Gambar mikroskopi patogen bercak daun P. zingiberi

Lab.penyakit USU (28 Januari 2010) ... 39

15. a.Sampel tanaman jahe terserang bercak daun dari lahan penelitian Barus dan Hapsoh (2009) b.Tanaman jahe terserang bercak daun hasil uji Postulat Koch. ……….40

16. Sampel daun jahe dengan gejala bercak daun hasil Postulat Koch……..40

17. a.Isolat murni P zingiberi. b.Isolat murni hasil Postulat Koch ... 41

18.a. Penghambatan Gliocladium spp terhadap jamur P zingiberi pada Media PDA, b. Penghambatan T harzianum terhadap jamur P

zingiberi pada Media PDA, c. Penghambatan T koningii terhadap

jamur P zingiberi pada Media PDA, d. Penghambatan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Patogen P zingiberi

Pada hari I ... 68

2. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Pertumbuhan Patogen P zingiberi ke II ... 69

3. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Pertumbuhan Patogen P zingiberi hari ke III ... 70

4. Persentase dan Sidik Ragam zona penghambat Pertumbuhan Patogen P zingiberi hari ke IV ... 71

5. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK I . ... 72

6. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK II ... 73

7. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK III ... 74

8. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan I ... 75

9. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan II ... 75

10.Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan III ... 76

11. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan IV ... 76

12. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan V ... 77

13. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VI ... 77

14. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VII ... 78

15. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VIII ... 78

16. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan IX ... 79

17. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan X ... 79

18. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XI ... 80

19. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XII ... 80

(14)

21. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XIV ... 81

22. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XV ... 82

23. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XVI ... 82

24. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan I ... 83

25. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan II ... 83

26. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan III ... 84

27. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan IV ... 84

28. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan V ... 85

29. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VI ... 85

30. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VII ... 86

31. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VIII ... 86

32. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan IX ... 87

33. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan X ... 87

34. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XI ... 88

35. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XII ... 88

36. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIII ... 89

37. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIV ... 89

38. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XV ... 90

39. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XVI ... 90

40. Bagan Percobaan di Laboratorium ... 9

41. Bagan Percobaan di Rumah Kassa ... 92

(15)

ABSTRAK

Penyakit Bercak daun merupakan penyakit utama pada tanaman jahe merah karena dari segi ekonomi merugikan pendapatan petani dan menurunkan pendapatan negara karena jahe merah merupakan komoditi export . Penyakit ini kemungkinan berasal dari benih jahe merah yang dapat bertahan dalam benih. Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas jamur T koningii, T harzianum,

Gliocladium spp, dan G virens sebagai agensia hayati untuk mengendalikan

patogen P zingiberi penyebab penyakit bercak daun jahe, dan menguji efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam mengendalikan penyakit bercak daun jahe. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010. Pada penelitian ini ada 4 metode pengujian yang dilaksanakan yaitu 1. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P

zingiberi di laboratorium, 2.Uji Postulat Koch, 3. Identifikasi penyakit penyebab

bercak daun tanaman jahe merah, 4. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P zingiberi di lapangan. Pada penelitian di laboratorium, menunjukan persentase zona penghambat pertumbuhan paling rendah pada perlakuan tanpa jamur antagonis sebesar 6,43 % dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan jamur antagonis Gliocladium spp sebesar 46,23 %.

Pada pelaksanaan penelitian di lapangan penggunaan suspensi antifungal agensia hayati Gliocladium virens pada daun relatif lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. zingiberi.

Kata kunci : Agensia hayati, Bercak daun, Jahe merah

(16)

ABSTRACT

Leaf spotting diseases is a major disease on red ginger plant because of economic disadvantage in terms of farmers income and reduce state revenue because of the red ginger is an export commodity. This disease probably originated from red ginger seeds that can survive in the seed. The study aims to test the effectiveness of the fungus T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, and

G. virens as biological agents to control disease causing pathogens P zingiberi

ginger leaf spot, and testing the effectiveness of how the application of biological agents in controlling leaf spot disease of ginger. The research was conducted at two places, namely at the Faculty of Agriculture Plant Pathology Laboratory of the University of North Sumatera Medan with ± 25 m altitude above sea level, and at the Faculty of Agriculture experimental land Agroteknologi Studies Program University of Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Sub Percut Sei Tuan Deli Serdang district, with a height of ± 25 m. The timing of the researc began in January 2010 to August 2010. In this research, there are 4 methods of testing conducted: 1.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi in the laboratory P zingiberi, 2. Test Postulates Koch, 3. Identification of disease causing leaf spot of red ginger plant, 4.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi P zingiberi in the field.The research in the laboratory, showed that the growth inhibiting zone presentase lowest in treatments without fungal antagonist at 6.43% and the highest found on treatment with the fungal antagonist

Gliocladium spp amounted to 46.23%. In the implementation of research in the

field use of biological agents antifungal suspension Gliocladium virens on leaves relatively more effective in inhibiting the growth of the fungus P. zingiberi.

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman

penyegar, dan sebagai bahan komoditas ekspor nonmigas andalan. Pasokan jahe

dari Indonesia ke negara pengimpor jahe dalam beberapa tahun terakhir ini cukup

meningkat. Akan tetapi, peningkatan permintaan akan jahe belum dapat diimbangi

dengan peningkatan produksi jahe. Jahe Indonesia diekspor ke beberapa negara

tujuan antara lain Jepang, Emirat Arab, Malaysia dalam bentuk jahe segar, jahe

kering dan olahan (Paimin dan Murhananto, 1999).

Tanaman jahe telah lama dibudidayakan sebagai komoditi ekspor, namun

pengembangan jahe skala luas belum didukung dengan budidaya yang optimal

dan berkesinambungan sehingga produktivitas dan mutunya rendah. Luas areal

pertanaman jahe di Indonesia pada tahun 2006 yaitu 89.041.808 ha dengan total

produksi 177.137.949 kg dengan produktivitas rata-rata sekitar 1,77 ton/ha.

Tahun 2007 meningkat mencapai 99.652.007 ha dengan total produksi

178.502.542 kg dan produktivitas rata-rata sekitar 2,66 t/ha (BPS, 2009).

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna

rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :

1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak,

rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari

kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda

maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

(18)

kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen

setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe

gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok

untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak

atsirinya.

3) Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih

kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga

memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga

cocok untuk ramuan obat-obatan (Harmono dan Andoko. 2005).

Jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) sudah lama dikenal dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit, dibandingkan dengan jahe gajah atau

jahe empirit. Meskipun demikian, kebanyakan orang umumnya lebih mengenal

jahe gajah, yakni sebagai bumbu dapur, rempah-rempah, dan bahan obat-obatan.

Berdasarkan penelitian para ahli, dalam maupun manca negara, jahe memiliki

efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat

obat yang dicampurkannya. Dari ketiga jenis jahe yang ada jahe merah yang lebih

banyak digunakan sebagai obat, karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya

paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain sehingga lebih ampuh

menyembuhkan berbagai macam penyakit (Tim Lentera, 2002).

Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan jahe cenderung terus

meningkat. Jahe di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk

dikembangkan, karena selain iklim, kondisi tanah, dan letak geografis yang cocok

bagi pembudidayaannya. Oleh karena itu, komoditas jahe layak dijadikan sebagai

(19)

agroindustri yang berwawasan pedesaan (Rukmana, 2000).

Selain budidaya konvensional di lahan penanaman jahe sistem keranjang

merupakan modifikasi teknik budidaya tanaman jahe yang mengkondisikan media

tanam jahe tetap gembur dan sarang, mempermudah manajemen produksi

tanaman, mempermudah pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanaman jahe

sehingga potensi produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan penanaman jahe

konvensional di lahan (Hapsoh et al., 2010).

Peningkatan permintaaan produk jahe masih banyak mengalami hambatan

khususnya dalam kegiatan budidayanya. Salah satu hambatan tersebut

menyangkut banyaknya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat

menyebabkan kegagalan produksi jahe. OPT jahe meliputi hama dan penyakit

yang banyak ditemukan di setiap wilayah pengembangan jahe di Indonesia.

Gangguan OPT ini seringkali dapat menyebabkan kegagalan produksi, yang pada

akhirnya mengganggu kontinuitas produksi dan arus perekonomian jahe di

Indonesia. Penyakit tanaman jahe di Indonesia meliputi penyakit layu bakteri

yang disebabkan cendawan Pseudomonas solanacearum, dan penyakit busuk

rimpang yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxyporium sp dan penyakit bercak

daun yang disebabkan oleh jamur Phyllosticta zingiberi (Siswanto dan Wahyuno,

2008).

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Pyllosticta zingiberi, dapat

menular dengan bantuan angin, infeksi bercak daun langsung di daun yang sehat.

Spora penyebab bercak daun yang terbang terbawa angin hinggap di daun yang

sehat dan menginfeksinya. Gejala penyakit bercak daun adalah munculnya

(20)

Bercak tersebut dalam perkembangannya menjadi abu-abu dan ditengahnya

terdapat bintik-bintik hitam yang dikelilingi busuk basah. Serangan pada tanaman

yang sudah dewasa tidak begitu membahayakan. Namun, serangan pada tanaman

yang masih muda bisa berakibat fatal karena bisa mengakibatkan kematian

(Harmono dan Andoko. 2005). Penyakit dan jamur penyebabnya telah dikenal

pada tanaman Zingiber officinale dan Z. mioga di Jepang. Ini merupakan

catatan formal pertama dari penyakit ini di Indonesia (Kalimantan Timur). Juga

telah diamati pada tanaman Zingiber ottensii di Indonesia. Biasanya, massa

konidial akan keluar dari piknidia setelah hujan, masuk dan menyebar oleh

hujan ataupun serangga kecil (Rachmat, 1993).

Pada tahun 1938 dan tahun-tahun berikutnya penyakit bercak daun telah

dilaporkan pada tanaman jahe dari distrik Godavari dan Malabar dimana penyakit

ini umumnya menyerang dalam bulan Agustus, September dan Oktober. Bercak

daun ini memiliki ukuran bervariasi, sebagian kecil dan agak membundar dengan

panjang 1 mm dan lebar ½ mm. Sedangkan bentuk lainnya adalah oval atau

memanjang yang memiliki ukuran antara 9-10 x 3-4 mm. Bercak daun hampir

berwarna putih di bagian tengahnya dan memiliki pinggiran berwarna coklat

gelap, yang persis mengitari bercak daun adalah warna kekuning-kuningan. Pada

bagian ini juga terlihat sejumlah piknidia kehitam-hitaman (Ramakrishnan, 1941).

Penyakit bercak daun lainnya tercatat pula pada tanaman jahe seperti yang

dijelaskan oleh Sudaraman, 1922 dalam Ramakrishnan(1941) bahwa

Colletotrichum zingiberace sebagai penyebab penyakit bercak daun di distrik

(21)

Ramakrishnan(1941) telah melaporkan dari Pilipina bercak daun ini disebabkan

oleh Coniothyrium zingiber.

Hal yang sama telah diamati di Hawaii 1937, tetapi fungi ini tidak sejalan

dengan penjelasan sebelumnya karena Coniothyrium zingiber sporanya lebih kecil

dan tidak berwarna, sehingga dijelaskan penyebab penyakit bercak daun ini diberi

nama Phyllosticta zingiberi (Ramakrishnan,1941). Dari hasil survei lapangan

penulis mendapat laporan dari salah seorang petani jahe di desa Cinta air tepatnya

di Kabupaten Serdang Bedagai, petani di desa tersebut mencoba budidaya jahe

merah tetapi pada bulan ke 3 tanaman jahe mereka terkena penyakit bercak daun,

dan menyebabkan gagal panen.

Hapsoh, Hasanah, dan Julianti (2008) dan Hapsoh, Hasanah, dan

Rahmawati (2011) mendapatkan bahwa pupuk organik memberikan pengaruh

yang cukup baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jahe, tetapi

produksi tidak maksimal karena terjadi serangan penyakit bercak daun pada umur

tiga bulan setelah tanam. Hal yang sama terjadi pada penelitian Barus dan Hapsoh

(2009) ketika tanaman jahe umur 3 bulan mengalami gejala yang sama. Dilihat

dari kejadian yang ada penyakit ini sudah terbawa dari benih (seed born) , atau

bersifat dari tular tanah (soil born) yang masih selalu merupakan masalah besar

dalam bidang perlindungan tanaman. Petani di Desa Tumpatan Nibung

Kec.Batang Kuis membudidayakan jahe merah dan jahe badak dilahan dan

sistem keranjang awal September 2009, pada saat tanaman sudah berumur 3

bulan setelah tanam daun jahe sudah menunjukkan gejala bercak pada daun.

Penulis mengambil beberapa sampel tanaman yang terkena bercak daun sebagai

(22)

Pengendalian yang sering dilakukan adalah penggunaan pestisida kimia.

Namun demikian penggunaan bahan kimia sering menimbulkan residu pada

lingkungan dan membunuh organisme bukan sasaran (Untung, 1996). Disamping

itu penggunaan pestisida kimia lebih merugikan bagi kehidupan manusia secara

langsung ataupun tidak langsung jika pestisida digunakan secara terus menerus

(Sinaga, 1988). Oleh karena itu perlu dicari cara pengendalian lain yang efektif

dan ramah lingkungan.

Penggunaan cendawan antagonis merupakan salah satu alternatif yang

dianggap efektif dan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Berbagai jenis

antagonis telah dilakukan dan dipelajari kemungkinan penggunaannya untuk

pengendalian penyakit pada tanaman, seperti Trichoderma dan Gliocladium

(Darmono, 1997). Menurut Bruehl, 1987 dalam Winarsih (2007), meskipun

pengendalian hayati tampaknya tidak seefektif pengendalian secara kimiawi,

tetapi hasilnya dapat berjangka panjang bahkan permanen, tidak menyebabkan

polusi atau gangguan bagi kesehatan manusia, sehingga secara ekonomi cukup

kompetitif terhadap pengendalian yang lain

Perumusan Masalah

Faktor penyebab kegagalan pada budidaya jahe merah dan rendahnya

tingkat produktivitas, disebabkan oleh adanya jamur Phyllosticta zingiberi

sebagai organisme pengganggu tanaman penyebab penyakit bercak daun jahe.

Daun mengalami bercak-bercak berukuran 2-3 mm di daun, terutama daun yang

masih muda. Bercak tersebut dalam perkembangannya menjadi abu-abu dan

ditengahnya terdapat bintik-bintik hitam yang dikelilingi busuk basah

(23)

harzianum dan Gliocladium spp, Gliocladium virens, yang diaplikasikan melalui

tanah dan melalui daun, diharap mampu mengendalikan penyakit bercak daun.

Sehingga penelitian ini diharapkan menemukan jawaban dari permasalahan yang

ada.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efektivitas jamur Trichoderma koningii, Trichoderma

harzianum, Gliocladium spp, dan Gliocladium virens sebagai agensia

hayati untuk mengendalikan patogen Phyllosticta zingiberi, penyebab

penyakit bercak daun jahe.

2. Untuk mengetahui efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam

mengendalikan penyakit bercak daun jahe.

Hipotesis Penelitian

1. Aplikasi agensia hayati T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, dan

Gliocladium virens mampu mengendalikan penyakit bercak daun jahe.

2. Cara aplikasi agensia hayati berpengaruh terhadap aktivitas pengendalian

penyakit bercak daun jahe.

Kegunaan penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas khususnya petani jahe dan

pengelola agribisnis tanaman jahe.

2. Sebagai bahan penulisan tesis dan merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh Magister Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana Fakultas

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun

Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Phyllosticta zingiberi

menurut Sawada (1959) jamur ini di klasifikasikan kedalam :

Kingdom : Fungi

Phylum ; Ascomycota

Devisio : Eumycota

Subdivision : Deuteromycotina (jamur yang tidak sempurna)

Kelas :

Ordo : Dothideales

Ascomycetes

Family : Botryosphaeriaceae

Genus : Phyllosticta

Spesies : Phyllosticta zingiberi

Jamur Phyllosticta dan anggota lain dari kelompok jamur Sphaeropsidales,

piknidia mengandung spora aseksual pada permukaan jaringan yang terinfeksi.

Spora aseksual atau konidia ini dilepaskan jika keadaan lembab, kelembaban juga

diperlukan ketika spora bertunas (Gambar 1). Selain itu yang disebut perithecia

akan terbentuk tidak lama setelah piknidia dihasilkan. Perithecia menghasilkan

spora seksual atau ascospores. Ascospores diproduksi di kantung dan terdapat 8

spora bersel tunggal per kantung. Ketika menghasilkan ascospores, jamur ini

diklasifikasikan sebagai Ascomycetes dan memiliki nama yang berbeda. Piknidia

berwarna coklat gelap hingga hitam, lenticular sampai globuose, berdiameter 5 –

120 µm, konidia kecil, uniselular, hyaline, oval hingga eliptis, berukuran 5 – 10

(25)

a b

Gambar 1. a&b.Conidia and conidiophore Phyllosticta diakses dari Phyllosticta patogen image : http://pmo.unmext.maine .edu

Berbagai penyakit daun telah dilaporkan pada tanaman jahe Z oficinale

Rescoe dari Taiwan. Diantaranya, bercak daun adalah yang paling umum di

Taiwan. Agen penyebab penyakit bercak daun pada awalnya diidentifikasi

sebagai P. zingiberi . Dalam sebuah survei di Taiwan, telah dikumpulkan

beberapa isolat fungi Coelomycetous dari daun-daun tanaman yang terlihat

mengandung gejala bercak daun. Pengamatan mikroskop dan uji patogenisitas

membuktikan bahwa semua isolat ini adalah fungi patogenik yang sama. Koloni

fungi pada agar dekstrosa kentang tampak berwarna abu-abu hingga coklat

kehitaman, sering pula dengan batas yang lebih kabur, setelah beberapa hari

dikulturkan pada suhu 24o C miselium tersusun dari dua jenis hifa, yakni hialin sampai subhialin, berdinding tipis, halus, bercabang langka, agak lurus atau

akan melentur, lebar 2-4 µm, dan berwarna pucat hingga coklat di bagian

tengah, berdinding lebih tebal, halus, sering bercabang, lurus, dan melentur,

lebar 4-8 µm. Jenis terakhir ini sering memiliki elemen selular dengan lebar 12

(26)

Gejala Penyakit Bercak Daun Jahe Merah

Gejalanya daun muda mengalami bercak-bercak kecil berupa busuk basah

dengan ukuran 2-3 mm. Semakin lama bercak ini berubah menjadi abu-abu,

tengahnya terdapat bintik hitam berupa piknidia jamur dan tepinya dikeliling

busuk dengan ukuran 2-3 mm. Tanaman yang mati dapat menjadi sumber

inokulum yang berbahaya bagi tanaman lain. Penyebab penyakit ini adalah

Phyllosticta zingiberi, menyebar ketanaman lain melalui angin (DTSP, 2009).

Bercak - bercak sering meluas ke lesi-lesi penyakit dan tidak beraturan

yang terkadang menempati setengah daun. Pada sisi teratas dari lesi, ada titik

titik coklat hingga hitam yang merupakan piknidia, dan terbentuk secara

menyebar (Gambar 2 dan Gambar 3). Penyakit ini sering dijumpai di areal

pertanaman jahe (Rachmat, 1993).

(27)

a. b.

Gambar 3. a. Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009). b.Daun tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009)

a. b b.

Gambar 4. a.Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun umur 1 bulan setelah pindah tanam (BSPT) ( Mei 2010) b.Tanaman Jahe merah dengan serangan penyakit bercak daun umur 6 BSPT (Oktober 2010)

Tanaman jahe merah Penelitian di lapangan pada Gambar 4 a dan 4 b,

yang diambil dari lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Amir Hamzah

(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit

Keragaman jenis dan populasi organisme pengganggu tanaman jahe

sangat berkaitan dengan agroekologi dan agroekosistem tempat budidaya

tanaman jahe. Seringkali beberapa OPT banyak ditemukan di suatu daerah tetapi

tidak ditemukan di daerah lain, hal ini karena faktor lingkungan yang

mempengaruhinya baik lingkungan fisika (abiotik) maupun biotiknya. Tiga

faktor utama yang mempengaruhi perkembangan populasi OPT jahe adalah;

tanaman inang, sumber makanan suatu OPT serta adanya pengaruh faktor

lingkungan yang menunjang baik berupa faktor biotik maupun abiotik yang akan

menyebabkan peningkatan populasi OPT tersebut, sehingga dapat mengakibatkan

kerusakan tanaman inang yang dibudidayakan (Siswanto dan Wahyuno, 2008).

Jamur ini kurang terdapat di musim kemarau. Penyakit menyebar melalui

percikan hujan dan dibawa angin, serangan berat biasanya terjadi pada lahan

terbuka. Cendawan terutama bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terdapat di

tanah. Perkembangan penyakit dibantu oleh cuaca yang panas dan lembab

(Ramakrishnan, 1941).

Penanggulangan Penyakit Bercak Daun Jahe

Bibit yang akan ditanam hendaknya bibit yang sehat, selain itu untuk

mencegah penyakit ini bibit dibasahi atau direndam terlebih dahulu dengan

larutan karbendazim 0,25% atau larutan Klorantraniliprol 0,25%. Tanaman dan

tanah bekas tanaman yang telah terserang disemprot dengan fungisida di atas.

Sedang bila telah terserang berat maka tanaman dicabut, dibakar dan tanah bekas

(29)

Pengendalian yang dianjurkan oleh Rukmana (2000 ), dilakukan dengan

cara: a) menggunakan bibit jahe yang sehat, b) memperbaiki drainase tanah, c)

melakukan pergiliran atau rotasi tanaman, d) mencabut atau membongkar dan

memusnahkan rumpun jahe yang sakit berat, e) menyemprotkan fungisida 1 kali

dalam seminggu. Dosis atau konsentrasi disesuaikan dengan anjuran, dan

menyemprotkan larutan cendawan Trichoderma (Harmono dan Andoko,2005).

Pemberian T. harzianum pada tanaman kencur mampu memperlambat

masa inkubasi, menurunkan tingkat kevirulenan, menurunkan jumlah konidium

akhir, dan meningkatkan hasil rimpang, dan penambahan T. harzianum

mempunyai potensi agensia hayati pada F oxysporum F,sp.zingiberi (Prabowo et

al., 2006).

Agensia Hayati Trichoderma harzianum

Menurut Agrios (1996), jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Sub divisio : Deuteromycotina

Kelas : Hyphomycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae

Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma harzianum Rifai

Trichoderma termasuk kelas Hypomycetes dan ordo Moniliales (Agrios,

1996) dan telah dikenal sejak tahun 1794 oleh Persoon dengan empat species

koleksinya yang sulit untuk diidentifikasi, salah satunya adalah T.viridae

(Samuels, 2006). Tahun 1969 Rifai mengadakan revisi terhadap species yang ada

(30)

ada 5 species yang paling banyak digunakan sebagai agen pengendalian hayati

dalam pengendalian penyakit tanaman yaitu ; T. hamatum, T. harzianum, T.

koningii, T. viridae dan T. pseudokoningii (Papavizas, 1985).

Koloni dari genus Trichoderma kompak, kekompakan ini berhubungan

dengan struktur konidiofornya, sebagian besar koloni membentuk zona mirip

cincin yang khas dan jelas. Warna koloni ada yang kekuningan, kuning dan hijau.

Pada ujung konidiofor berbentuk seperti botol. Konidia berwarna hijau dan

jernih, bentuk konidia sebagian besar bulat (Rifai, 1969).

Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian

bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan ke arah ujung percabangan

menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada

aspek dari cabang, dan berukuran (18 x 2,5) µm. Konidia berbentuk semi bulat

hingga oval pendek, berukuran (2,8-3,2) x (2,5-2,8) µm, dan berdinding halus

(Gambar 5 b). Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang

sudah tua, terletak interkalar dan kadang-kadang terminal, umumnya berbentuk

bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar, et al., 1999).

Konidium (fialospora) jorong, bersel 1, dalam kelompok-kelompok kecil

terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Koloni jamur pada media agar

menyebar, mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau. Hifa

vegetatif hialin (Gilman, 1971).

Isolat Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini adalah T.

harzianum. Manurut Rifai (1969), ciri khas dari T. harzianum adalah konidia

lebih pendek, dengan rasio panjang dengan lebar kurang dari 1.5, konidia bulat

(31)

berwarna, dapat mencapai lebih 9 cm dalam 5 hari pada medium Oat meal agar

(OA) (Gambar 5).

a. b .

Gambar 5. (a) Konidiofor jamur T. harzianum (b) Konidia T. Harzianum.

Trichoderma merupakan salah satu mikroorganisme fungsional yang

dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah. Mikroorganisme ini adalah jamur

penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman di lapangan.

Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi

sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies

Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T.

viridae, dan T. koningii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian.

(Samuel, 2006).

Penelitian Prabowo et al., 2006 pada tanaman kencur perlakuan

penambahan T. Harzianum mampu memperlambat masa inkubasi 4-30,6 hsi(hari

setelah inokulasi) pada enam isolat patogen jamur Fusarium oxysporum f.sp.

zingiberi, tetapi mempercepat masa inkubasi 4,5 hsi pada tiga isolat lainnya

Penundaan masa inkubasi ini disebabkan persaingan antara patogen dengan

antagonis, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman.

(32)

sukar melakukan penetrasi ke tanaman dan menimbulkan penyakit apabila sistem

perakaran terkuasai antagonis. Sebaliknya percepatan masa inkubasi diduga

disebabkan oleh perbedaan sifat kepatogenan. Kepatogenan menyebabkan isolat

lebih cepat menginfeksi tanaman dibandingkan dengan penghambatan oleh

antagonis, sehingga antagonis tidak mampu menghambat serangan patogen.

Salah satu yang menarik dalam penelitian pengendalian hayati adalah

pengkajian mekanisme dari agens hayati dalam mengendalikan patogen penyebab

penyakit. Pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati harus

diketahui bagaimana agen hayati itu bekerja dan mengeliminir patogen (Howell,

2003). Mekanisme dari Trichoderma dalam mengendalikan penyakit tanaman

dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu :

1. Mikoparasitisme dan Antibiotik (Toksin)

Mekanisme antagonis dari Trichoderma yang paling dikenal adalah

kemampuannya dalam memarasit jamur lain (Gambar 6) sebagaimana yang telah

dilaporkan oleh Weindling (1934) dalam Howell (2003) bahwa T. lignorum yang

telah digunakan sebagai biokontrol dalam pengendalian penyakit benih pada jeruk

yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani dengan mikoparasitisme.

Mikoparasitisme berlangsung dengan cara membelit hifa patogen, penetrasi dan

(33)

Gambar 6. Penetrasi dan formasi dari haustoria dalam hifa yang lebih besar dari R. solani oleh hifa yang lebih kecil dari T. virens (Howell, 2003).

Dua tahun kemudian Weindling melaporkan strain dari T. lignorum juga

menghasilkan toksin yang dapat dipisahkan dari medium dan dilaporkan telah

mampu bersifat toksit terhadap R. solani dan Sclerotinia americana (Gambar

7).

(34)

Agensia Hayati Gliocladium

Menurut Alexopoulus and Mims (1979), Gliocladium spp.

diklasifikasikan:

Kingdom : Mycetaceae

Divisio : Amastigomycota

Sub Divisi : Deuteromycotina

Class : Deuteromycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Hypocreaceae

Genus : Gliocladium

Species : Gliocladium spp.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah isolat Gliocladium spp. dan G

virens.

Koloni tumbuh sangat cepat dan mencapai diameter 5-8 cm dalam waktu

lima hari pada suhu 20° C di medium Oat meal Agar (OA). Perbedaannya dengan

T. viride adalah fialidanya seperti tertekan dan memunculkan satu tetes besar

konidium berwarna hijau, yang membentuk massa lendir, pada setiap gulungan.

Konidiumnya berbentuk bulat telur pendek, berdinding halus, agak besar, dan

(35)

a. b.

Gambar 8.a.Conidia and Phialid, b. Conidia and Conidiophore G. virens image

G virens merupakan jamur tanah yang umum dan tersebar di berbagai

jenis tanah, misalnya tanah hutan, dan pada beragam rizosfer tanaman.

Pertumbuhan optimum jamur antagonis terjadi pada suhu 25-32° C. Jamur parasit

nekrotof ini mampu tumbuh baik sebagai pesaing saprotrof dari jamur lainnya

(Soesanto, 2008).

Jamur sangat toleran terhadap CO2. Pada medium yang mengandung NaCl

5%, jamur tampak mengalami penurunan pertumbuhan dan pensporaan.

Kebutuhan nutrisi dari jamur antagonis nekrotrof tidak berbeda dengan jamur

saprotrof. Pada stadium awal infeksi mikoparasit, tampak terjadi perubahan

kelenturan plasmalema haustorium inang, yang memampukan glukosa dan nutrisi

lain diserap dari sitoplasma inang. Jamur antagonis Gliocladium virens tidak

berpengaruh antagonisme terhadap jamur mikoriza asbuskular (Soesanto, 2008).

Manfaat Gliocladium virens Miller

Pada pengendalian hayati, perkecambahan konidia atau klamidospora

(36)

oxysporum. G. virens juga dapat menghambat penyebab penyakit lainnya seperti

Rhizoctonia spp., Phytium spp., Sclerotium rolsfii penyebab damping-off dan

penyebab penyakit akar, diduga enzimnya beta glucanase. G. virens mampu

menekan Sclerotium rolsfii sampai 85% secara in-vitro. G. virens dapat

mengeluarkan antibiotik gliotoksin, glioviridin, dan viridin yang bersifat

fungistatik. Gliotoksin dapat menghambat cendawan dan bakteri, sedangkan

viridin dapat menghambat cendawan. G. Virens dapat tumbuh baik pada substrat

organik, media kering, dan kondisi asam sampai sedikit basa (Winarsih, 2007).

Untuk menjamin adanya antagonis yang efektif dalam tanah, sejak

beberapa tahun yang lalu tersedia campuran ‘Sako-P’ yang mengandung

T.koningii untuk menginokulasi tanah (jamur diproduksi oleh Pusat Penelitian

Karet Sungei Putih). Dewasa ini banyak negara telah mengetahui bahwa

Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dapat dipakai untuk mengendalikan

macam-macam penyakit jamur bawaan tanah (Semangun, 1996).

Kemasan Gliocladium dengan merek GL-21 pertama kali terdaftar

sebagai fungisida pada tahun 1990 oleh WR Grace & Co (Columbia, MD) untuk

mengendalikan penyakit damping-off, terutama yang disebabkan oleh Pythium

dan Rhizoctonia sp. G. virens memiliki potensi besar sebagai agen pengendalian

(37)

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat penelitian yaitu : di laboratorium dan

di lapangan.

Penelitian di Laboratorium Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m

dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan

Agustus 2010

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alkohol 96 %, air

suling, dextrose, Isolat T koningii dan T.harzianumm berasal dari Balai

Benih dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BB2TP) Medan, sedangkan

isolat Gliocladium spp berasal dari Balai Kebun Percobaan Tanaman Buah

Berastagi, dan Isolat G virens berasal dari Balai Besar Peramalan Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) Jati Sari Karawang Jawa Barat, PDA (Potato

Dextrose Agar), PDB (Potato Dextrose Broth), tanaman jahe merah

yang terserang bercak daun, tanaman jahe merah yang sehat. Alat yang

digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipa skala,

obyek glas, neraca, jarum inokulasi, bor corong, pinset, polibeg,

mikroskop, autoklaf, oven, kapas steril, kalkulator, alas tulis, kertas label,

(38)

Metode Penelitian

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Isolasi patogen penyebab penyakit menggunakan sampel tanaman

terinfeksi dengan gejala bercak daun. Isolasi dilakukan uuntuk mendapatkan

biakan murni dari beberapa jenis jamur yang diduga sebagai patogen penyebab

penyakit. Prosedur inokulasi patogen adalah ambil beberapa helai daun tanaman

jahe merah yang terserang bercak daun (Gambar 9), yang memperlihatkan gejala

daun muda mengalami bercak-bercak kecil berupa busuk basah dengan ukuran

2-3 mm. Sampel daun digunting dan dipotong-potong ukuran 1 cm, dengan

mengikutkan daun yang segar. Potongan daun di rendam dalam larutan klorox 0,3

% selama 3 menit untuk sterilisasi permukaan, dan dibilas dengan air steril.

Potongan daun tersebut diisolasi ke dalam media Potato Dextrosa Agar (PDA)

dengan metode three point dan diinkubasikan selama 7 hari pada suhu kamar.

Sub kultur dilakukan mulai hari ke 3 untuk mendapatkan kultur biakan murni dan

diberi nama pada label isolat. Pada isolasi ini ada 7 sampel sub kultur yaitu X1

sampai dengan X7. Biakan murni selanjutnya digunakan untuk uji postulate Koch.

(39)

Uji Postulat KOCH

Uji Postulat Koch adalah pengujian mikroorganisme penyebab penyakit

hasil isolasi. Jika mikroorganisme hasil isolasi dapat menginfeksi tanaman

percobaan dan menimbulkan gejala yang sama seperti gejala pada tanaman

sumber inokulum maka isolat yang diuji adalah benar patogen penyebab penyakit.

Dari gejala serangan yang timbul harus dapat diisolasi kembali sebagai kultur stok

untuk kajian selanjutnya.

Pada penelitian ini bahan yang digunakan : isolat patogen jamur P

zingiberi yang berumur 6 hari, air steril, deterjen sebagai perekat, kapas steril, alat

yang digunakan: gunting, amplas, plastik transparan, handspray, cling warp. Pada

uji ini dilakukan dengan 3 cara yaitu :

Cara 1. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi ditempel ke permukaan

daun: Terlebih dahulu daun jahe dilukai dengan amplas halus, isolat jamur pada

cawan petri dipotong persegi ± 1cm, kemudian ditempelkan pada daun tanaman

jahe yang sehat, ditutup dengan kapas lembab steril dan direkatkan dengan cling

warp (Gambar 10.a)

Cara 2. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi disemprotkan ke permukaan

daun : Untuk membuat larutan suspensi jamur: isolat jamur dari cawan petri,

digerus sampai miselium jamur terlepas dan dimasukkan kedalam handspray

diberi air steril 200 ml. Larutan diberi deterjen secukupnya untuk bahan perata,

kemudian disemprotkan kepermukaan daun yang sehat sampai permukaan daun

basah dan disungkup dengan plastik transparan. Diberi label tanggal dilakukannya

(40)

Cara 3. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi di semprotkan ketanah :

Isolat jamur dari cawan petri digerus sampai miselium terlepas dan dimasukkan

kedalam handspray diberi air steril 200 ml untuk membuat larutan suspensi jamur,

larutan diberi deterjen secukupnya untuk bahan perata, kemudian disemprotkan

kepermukaan tanah pada tanaman jahe merah yang sehat kemudian tanaman

disungkup dengan plastik transparan. Diberi label tanggal dilakukannya Postulate

Koch , diamati perkembangan setiap hari (Gambar 10 c).

a. b. c.

Gambar 10. a. Cara 1.Patogen ditempel ke permukaan daun, b.Cara 2.Patogen disemprotkan ke permukaan daun, c.Cara 3. Patogen disemprotkan ketanah.

Identifikasi Jamur P zingiberi Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Setelah dilakukan uji Postulat Koch, maka Jamur tersebut kemudian

dilanjutkan dengan uji identifikasi penyebab penyakit dengan menggunakan

sumber-sumber kepustakaan sebagai rujukan. Identifikasi jamur dilakukan secara

makroskopis dan mikroskopis berdasarkan morfologinya. Jamur yang tumbuh

pada media biakan murni diamati dibawah mikroskop. Gejala yang timbul pada

daun tanaman pada uji Postulat Koch diisolasi kembali untuk mengidentifikasi

(41)

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap Patogen Jamur P zingiberi di Laboratorium

Uji antagonis dilakukan setelah kultur berumur 6 hari. Pengujian ini

menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial dengan 5 perlakuan dan 5

ulangan yaitu :

A

K

= kontrol ( tanpa jamur antagonis)

H

= dengan jamur antagonis Trichoderma koningii

G

= dengan jamur antagonis Trichoderma harzianum

V

= dengan jamur antagonis Gliocladium spp

Adapun prosedurnya uji antagonis dilakukan sebagai berikut : Pada

medium PDA dalam petridish dilakukan inokulasi pada dua tempat yang berbeda,

jamur antagonis diletakkan 2 cm dari tepi petridish dan patogen jamur

Phyllosticta zingiberi tepat ditengah petridish. Kemudian diinkubasikan selama 4

hari pada suhu kamar. Lalu diamati penghambatan pertumbuhan jamur

Phyllosticta zingiberi oleh jamur antagonis (Trichoderma koningii, Trichoderma

harzianum, Gliocladium spp, Gliocladium virens).

= dengan jamur antagonis Gliocladium virens

Tujuan dari uji ini adalah mengukur daya antagonisme, dan persentase

hambatan agensia hayati; jamur Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum,

Gliocladium spp, Gliocladium virens terhadap patogen jamur Phyllosticta

zingiberi. Secara skematik uji antagonis dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah

(42)

Gambar 11. Skema Pelaksanaan Uji Antagonis pada media PDA.

Penghitungan daya penghambatan pertumbuhan Phyllosticta zingiberi oleh

agensia hayati dengan menggunakan Rumus:

R1 – R2 P = --- x 100%

R1

Dimana :

Keterangan : P = Persentase zona penghambat pertumbuhan (%)

R1 = Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang menjauhi

Jamur antagonis

R2 = Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang mendekati

jamur antagonis (Skidmore,1976 dalam BPTPH,2002).

R2

R1

Jamur antagonis

Patogen jamur

Phyllosticta zingiberi

(43)

Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium

Penyediaan Jamur Antagonis

T. koningi dan T.harzianum

Isolat T. koningii, T.harzianum diperoleh dari Balai Besar Perbenihan

dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan. Isolat, Trichoderma

konningii, kemudian ditanam pada media PDA di petridish, dan diinkubasi

selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Gliocladium spp dan G.Virens

Isolat Gliocladium spp diperoleh dari Balai Kebun Percobaan

Tanaman Buah Berastagi. Isolat Gliocladium spp kemudian ditanam di

dalam media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan

murni.

Isolat Gliocladium virens diperoleh dari Balai Besar Peramalan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Jati Sari Karawang Jawa Barat.

Isolat G virens, kemudian ditanam di dalam media PDA dan diinkubasi

selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Perbanyakan jamur antagonis dalam petridish menggunakan media

PDA, dilakukan dengan mengkulturkan masing–masing biakan murni jamur

antagonis.

Suspensi antifungal Agensia Hayati

Bahan dan alat : media PDB, tabung erlenmeyer 250 ml, cling warp, kapas

steril, kertas aluminium foil, cor bor, alkohol, kerta tissu, label, lampu bunsen, alat

Shaker. Suspensi konidia masing-masing agensia hayati dilakukan dengan cara :

(44)

mewakili 1 agensia hayati sebanyak 75 ml. Ambil 5 cakram koloni dari biakan

murni dari T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, Gliocladium virens yang

telah berumur 7 hari diambil dengan bor gabus berdiameter 0.5, dimasukkan

kedalam erlenmeyer yang berisi media PDB, kemudian tutup dengan kapas steril,

tutup lagi dengan aluminium foil dan rekatkan dengan cling warp, selanjutnya

diinkubasi 6 hari dalam keadaan dishaker dengan kecepatan 150 rpm (Gambar

12).

Gambar 12. Suspensi Anti Fungal Agensia hayati pada media PDB dalam keadaan dishaker.

Setelah 6 hari kemudian biakan murni dari shaker selanjutnya di

tambahkan dengan air suling sebanyak 300 ml sebagai volume awal, kemudian

diamati kerapatan konidianya dengan Haemocytometer kemudian dilakukan

perhitungan pengenceran sesuai perlakuan yaitu pengenceran sebesar 106 , 107, dan 108. Setelah didapat kerapatan 106 , 107, 108,

Pembiakan Anti fungal dilakukan setiap 3 hari sekali dan aplikasi anti

fungal dilapangan setiap 6 hari sekali.

dari masing-masing anti fungal

(45)

Penelitian di Lapangan Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian

Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan

Medan Estate kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan

ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari

2010 sampai dengan Agustus 2010

Bahan dan alat

Bahan : benih jahe merah, Kompos jerami, tanah top soil, pupuk organik

dan nutrisi ABG daun dan ABG bunga, air kelapa, suspensi anti

fungal agensia hayati, air, keranjang bambu ukuran 30 x 50 cm.

Alat : beko, cangkul dan sekop, handspray, meteran, gembor, knapsack,

pacak sampel.

Metode Penelitian

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap Patogen Jamur P zingiberi di Lapangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

faktorial, dengan menggunakan dua faktor yaitu :

Faktor I : Jenis Agensia Hayati (Trichoderma koningii, Trichoderma

(46)

H1 : kerapatan 106

Faktor II : Aplikasi/ cara pemberian dengan 2 taraf, yaitu konidia /ml Gliocladium virens

T : Aplikasi agensia hayati melalui tanah

D

Kombinasi Perlakuan 13 x 2 = 26 kombinasi perlakuan. : Aplikasi agensia hayati melalui daun

A0T K2T H1T H3T G2T V1T V3

Jumlah keranjang/plot : 2 keranjang

Jumlah seluruh keranjang : 78 x 2 = 156 keranjang

Jarak antar plot : 50 cm

(47)

Model Analisis

Data hasil penelitian dianalisa dengan sidik ragam berdasarkan model

linier sebagai berikut : Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi Agensia hayati pada

taraf ke-j dan aplikasi pemberian pada taraf ke-k

μ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh perlakuan agensia hayati pada taraf ke-j

βk = Pengaruh perlakuan aplikasi pada taraf ke-k

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan agensia hayati pada taraf ke-j dan

aplikasi ke-k bibit pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-ε yang mendapat perlakuan agensia

hayati pada taraf ke-j dan aplikasi pada taraf ke-k.

Analisis lanjutan, apabila terdapat beda nyata, menggunakan Uji jarak

Ganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Pelaksanaan Penelitian di Lapangan Pembuatan rumah kassa

Rumah kassa pada penelitian ini adalah rumah kassa/plastik sederhana

yang berukuran 6 m x 28 m. Atap terbuat dari plastik transparan, tiang rumah

kassa dari bambu berdiameter 5 cm, dan dinding rumah kassa terbuat dari plastik

kassa halus warna hitam.

Persiapan Lahan

(48)

tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat bedengan dengan ukuran 100 cm x

50 cm dan tinggi 20 cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar bedengan 50 cm.

Sedangkan jarak antar ulangan 100 cm. Setelah pembuatan bedengan selesai maka

keranjang yang telah disiapkan disusun diatas plot yang sebelumnya dilapisi

dengan batu bata.

Persiapan Bibit

Disiapkan rimpang jahe merah yang sudah tua dan siap untuk ditanam.

Rimpang jahe dicuci, dan direndam dengan air kelapa muda ± 1jam. Hal ini

dilakukan karena beberapa hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu

auksin, sitokinin, dan giberelin dapat berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan

tanaman. Kemudian rimpang ditiriskan dan dipotong – potong sebanyak 2 mata

tunas setiap ruasnya dan diusahakan jangan terlalu kecil. Rimpang siap

disemaikan. Benih disemai selama ± 1 bulan.

Pembuatan Tempat persemaian dan Penanaman Bibit di persemaian

Tempat persemaian berukuran 2 m x 3 m berdinding tepas dan atap nipah,

untuk menutupi bibit dari hujan dan sinar matahari langsung agar tunas cepat

tumbuh, karena bibit jahe menginginkan tingkat kelembaban yang cukup tinggi.

Media yang digunakan adalah goni rami. Bibit yang telah disiapkan disusun diatas

hamparan media tersebut dengan bakal mata tunas berada diatas goni rami

kemudian di tutup kembali dengan goni rami.

Persiapan dan Pengisian Media Tanam Keranjang

Setelah media tanam dicampur dengan rata, dilakukan pengisian media

(49)

tanam jahe sistem keranjang sebagai berikut :

• Tanah top soil terlebih dahulu diayak dengan ayakan tanah untuk membuat

kondisi granula tanah seragam dan membersihkan tanah dari sisa gulma dan

kotoran lainnya.

• Tanah top soil yang telah diayak dicampurkan (diaduk) secara merata dengan

kompos jerami dan sekam sesuai perbandingan (3:1:1)

• Media tanam yang telah dicampur merata dimasukkan ke dalam keranjang

sebanyak 3/4 isi keranjang. Keranjang yang telah diisi media tanam di

biarkan di lapangan selama 1 minggu sebelum penanaman bibit jahe. Oleh

karena itu persiapan media tanam dan pengisian media tanam ke dalam

keranjang dilakukan pada minggu ke-3 setelah bibit jahe disemai.

Infestasi patogen P zingiberi dilakukan dengan cara menyemprotkan secara

merata sebanyak 10 ml suspensi konidia per keranjang dengan kerapatan 107

Penanaman Bibit ke dalam Keranjang

konidia per ml.

Bibit yang telah disemai dipindahkan ke dalam keranjang. Setiap

keranjang ditanami sebanyak 3 buah bibit. Setelah bibit selesai ditanam,

keranjang ditutup dengan pelepah kelapa. Hal ini bertujuan untuk menghindari

bibit dari sinar matahari langsung dan dilakukan sampai tinggi bibit mencapai

tutupan pelepah tersebut.

Aplikasi Agensia Hayati

Aplikasi agensia hayati dilakukan sesuai perlakuan. Aplikasi pertama

dilakukan pada hari pembukaan pelepah sebagai penutup keranjang. Aplikasi

(50)

jumlah dan lebar daun, setiap aplikasi volume semprot disesuaikan dengan bukaan

kanopi daun agar dapat membasahi seluruh permukaan daun.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, sesuai dengan kondisi

cuaca.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau

pertumbuhannya abnormal dengan tanaman yang masih tersedia di persemaian.

Penyulaman dilakukan paling lama dua minggu setelah pindah tanam (MSPT).

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah

disekeliling tanaman. Pembumbunan mulai dilakukan 2 MSPT pada saat telah

terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan, agar rimpang selalu tertutup tanah. Selain

itu dengan dilakukan pembumbunan, drainase akan selalu terpelihara.

Penambahan Media Tanam

Penambahan media bertujuan untuk menutup tunas – tunas baru yang akan

muncul agar tunas – tunas tersebut menjadi umbi. Penambahan media tanam

dilakukan sebanyak dua kali yaitu, pada bulan kedua dan bulan ketiga setelah

pindah tanam.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk organik cair ABG daun ,

Pemupukan dilakukan pada umur 2 bulan setelah pindah tanam dengan interval

(51)

bulan pemupukan bertujuan untuk melengkapi kebutuhan unsur hara tanaman .

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang

ada dikeranjang, Tujuan penyiangan gulma untuk menghindari persaingan dalam

mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan 1 minggu sekali.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan bila ada tampak hama pada pertanaman.

Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan agensia hayati

Trichoderma dan Gliocladium ketanah dan kedaun dengan konsentrasi larutan

sebanyak 10 ml/tanaman dan kerapatan konidia sesuai perlakuan. Penyemprotan

dengan menggunakan knapsack sprayer kepada seluruh permukaan tanah dan

daun sesuai perlakuan.

Peubah Amatan Peubah Amatan di laboratorium

Persentase zona penghambat pertumbuhan (%)

Diamati penghambatan pertumbuhan jamur Phyllosticta zingiberi oleh

jamur antagonis (Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum, Gliocladium

spp, Gliocladium virens) setiap hari selama 4 hari pengamatan, dengan cara

mengukur Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang menjauhi jamur antagonis

(cm) dan mengukur Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang mendekati jamur

(52)

Peubah Amatan di lapangan Masa Inkubasi

Masa inkubasi dihitung dari mulai munculnya gejala pertama yang

ditandai dengan adanya bercak menguning pada daun jahe secara mendadak.

Diamati setiap hari sejak munculnya gejala sampai minggu ke 17 setelah pindah

tanam. Diamati pada pagi hari.

Kejadian Penyakit (%)

Pada parameter ini kriteria yang diamati adalah gejala yang muncul

dilapangan. Kejadian penyakit pada tanaman menunjukkan gejala bercak daun.

Kejadian penyakit diamati setiap minggu dari minggu ke 2 sampai minggu ke 17

setelah pindah tanam. Adapun Rumus dari Kejadian penyakit :

n

N = jumlah tanaman yang terserang.

Intensitas Serangan (%)

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan setiap minggu dari

minggu ke 2 sampai minggu ke 17 setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan

terhadap tingkat kerusakan. Skala kerusakan merupakan analogi dari pengujian

terhadap bercak daun P zingiberi, yaitu sebagai berikut : 0 = tidak ada daun

terserang; 1 = luas daun terserang 1% – 25%; 2 = luas daun terserang 26% –

(53)

100%. Menurut Komisi Pestisida (1989) intensitas serangan penyakit dihitung

dengan rumus :

Keterangan :

I = intensitas serangan; n = jumlah daun dari setiap kategori serangan; v = nilai

skala setiap kategori serangan; Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi; dan

(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Hasil isolasi patogen menunjukkan bahwa isolasi yang terdiri dari sampel

X1 sampai dengan sampel X7 (Gambar 13 a-f) diperoleh sampel yang cocok

dengan isolat Pillosticta zingiberi adalah pada sampel X1 (Gambar 13 a dan b)

dan pengamatan mikroskop diketahui bentuk mikroskopis konidia zingiberi

seperti terlihat pada Gambar 14. Lebih lanjut Kuo, Lee, dan Zheng (2000)

mengatakan pengamatan mikroskop dan uji patogenisitas membuktikan bahwa

semua koloni jamur Pillosticta zingiberi pada agar dekstrosa kentang tampak

berwarna abu-abu hingga coklat kehitaman, sering pula dengan batas yang lebih

kabur.

a. b. d.

c. d.

(55)

e. f.

Gambar 13e.Isolat X6 P zingiberi umur 5 hari, f.Isolat X7 P zingiberi berumur

3 hari.

Gambar 14. Gambar mikroskopi konidia P zingiberi P. zingiberi di lab.penyakit USU (28 Januari 2010).

Uji Postulat Koch

Hasil penelitian uji Postulat Koch menunjukkan bahwa gejala penyakit

yang muncul pada uji Postulat Koch relatif sama dengan gejala penyakit yang ada

Gambar

Gambar 1. a&b.Conidia and conidiophore Phyllosticta diakses dari  Phyllosticta patogen image : http://pmo.unmext.maine .edu
Gambar  2. Gejala penyakit bercak daun Jahe (26 Januari 2010) di lahan petani                     desa Tumpatan Nibung Batang Kuis
Gambar 3. a. Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit  bercak daun                            (Barus dan Hapsoh, 2009)
Gambar 5. (a) Konidiofor jamur  T. harzianum    (b) Konidia T. Harzianum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian eksperimental yang telah dilakukan adalah ekstrak Jahe merah memiliki efek terhadap salah satu bakteri penyebab penyakit periodontal yaitu bakteri

(Allium Ascalonicum L) bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian agensia hayati mikoriza terhadap intensitas penyakit layu fusarium, pertumbuhan dan hasil

I em ak cl an protein nabati yang penting bagi sebagian besar penduduk In- donesia. Saiah satu penyebab rendahnya produktivrtas rersebut adalah akibat serangan penyakit bercak

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pemberian agensia hayati terhadap penyakit karat pada kedelai varietas umur dalam di dataran

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas beberapa jenis fungisida dengan bahan aktif yang berbeda untuk mengendalikan penyakit bercak daun pada bibit

Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas tiga agens hayati (Bacillus subtilis B1 dan B298, Fusarium oxysporum nonpatogen T14a) dalam menekan insidensi penyakit busuk pangkal

Pengaruh Penambahan Bubuk Jahe (Zingiber officinale, Rosc.) terhadap Kandungan Antioksidan Minuman Celup Daun Sirsak (Annona muricata, L) [Skripsi].. Teknologi Hasil

Berdasarkan hasil dari sidik ragam pada pengamatan minggu ke-2 menunjukkan bahwa perlakuan pada bibit jabon memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun bebas bercak