• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR PELEPAH DAUN (Rhizoctonia solani) MENGGUNAKAN BEBERAPA AGENSIA HAYATI GOLONGAN CENDAWAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR PELEPAH DAUN (Rhizoctonia solani) MENGGUNAKAN BEBERAPA AGENSIA HAYATI GOLONGAN CENDAWAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 1410-1939

PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR PELEPAH DAUN (Rhizoctonia solani)

MENGGUNAKAN BEBERAPA AGENSIA HAYATI GOLONGAN

CENDAWAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

Sri Mulyati

Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat – Jambi 36361

Telp./Fax: 0741-583051 Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan agensia hayati yang lebih efektif dalam mengendalikan penyakit hawar pelepah daun (R. Solani) pada tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 sampai Februari 2010 di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan yaitu R0 adalah Tanah Steril, R1 adalah Tanah tanpa agensia hayati, R2 adalah Tanah yang diberi biakan Trichoderma sp sebanyak 25 g/10 kg tanah, R3 adalah Tanah yang diberi biakan Gliocladium sp sebanyak 25 g/10 kg tanah, R4 adalah Tanah yang diberi biakan Aspergillus sp sebanyak 25 g/10 kg tanah, R5 adalah Tanah yang diberi biakan Trichoderma sp dan Gliocladium sp sebanyak 25 g/10 kg tanah, R6 adalah Tanah yang diberi biakan

Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebanyak 25 g/10 kg tanah, R7 adalah Tanah yang diberi biakan Gliocladium sp dan Aspergillus sp sebanyak 25 g/10 kg tanah. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga

kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian agensia hayati Trichoderma sp dan Gliocladium sp secara tunggal tidak berbeda nyata dengan pemberian agensia hayati Trichoderma sp dengan Gliocladium sp secara gabungan yang mampu menekan intensitas penyakit sampai 90%.

PENDAHULUAN

Penyakit merupakan faktor pembatas produksi pada tanaman jagung, salah satu penyakit penting pada tanaman jagung adalah penyakit hawar pelepah daun yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani. Bila serangan tinggi, penyakit ini mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman jagung hingga 100 %.

R. solani merupakan cendawan patogen tanaman yang penting karena mempunyai kisaran tanaman inang yang cukup luas. Cendawan ini merupakan patogen tular tanah karean diketahui menetap dan bertahan hidup didalam tanah (Agrios, 1997 dan Semangun, 2000).

Patogen tular tanah masih merupakan masalah dalam budidaya tanaman dan sampai saat ini masih belum dapat terpecahkan tentang cara pengendalian yang tepat. Usaha-usaha yang telah dilakukan dalam pengendalian patogen ini diantaranya penggunaan varietas tahan, sterilisasi media tanam dan penggunaan fungisida. Cara-cara tersebut belum memperoleh hasil yang optimal, sedangkan penggunaan fungisida dapat menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran lingkungan dan patogen menjadi resisten sehingga diperlukan alternatif pengendalian lain yang ramah lingkungan dan akhir-akhir ini banyak

dikembangkan yaitu pengendalian secara hayati (Agrios , 1997).

Pengendalian hayati terhadap patogen tular tanah mempunyai prospek yang bagus, tetapi menurut Soesanto (2008) sebelum penerapan pemakaian jasad antagonis sebaiknya perlu diketahui dulu jenis jasad antagonis tersebut beserta habitatnya misalnya golongan cendawan. Aplikasi cendawan antagonis ke dalam tanah memerlukan tambahan substrat berupa bahan organik sebagai sumber karbon (sebagai makanan dasar) untuk mempercepat pertumbuhan dan pemantapan daya antagonis dalam tanah.

Menurut Basuki dan Situmorang (1994), pengendalian secara hayati mempunyai banyak keuntungan dibandingkan cara pengendalian yang lain. Keuntungan tersebut antara lain agen hayati mudah ditemukan pada tanah, berkembang biak dengan cepat, mempunyai daya antagonis terhadap mikroorganisme lain, selalu ada dalam tanah selama bahan organik masih tersedia, aman bagi lingkungan, murah, tidak mengeluarkan toksin dan efektifitasnya dapat bertahan cukup lama.

Habazar dan Yaherwandi, (2006) menyatakan bahwa ada beberapa cendawan patogen tular tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu : Fusarium sp., Phytium sp., Sclerotium rolfsii., Phytopthora sp. dan R. solani. Cendawan patogen tular tanah tersebut dapat dikendalikan

(2)

Jurnal Agronomi Vol. 13 No. 2, Juli - Desember 2009

38

dengan pemanfaatan agen hayati berupa cendawan antagonis seperti Trichoderma sp., Gliocladium sp Hasil penelitian Gholib dan Kusumaningtias, (2006) bahwa Trichoderma viridae dapat menghambat pertumbuhan Fusarium moniliforme pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan metode tabur sebanyak 1 ml suspensi yang memiliki daya hambat 90% pada hari ke 14. Kuswinanti (2006) menyatakan bahwa penggunaan Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dapat menekan pertumbuhan S. rolfsii pada tanaman kacang tanah dengan daya hambat tertinggi 19,13 % (T. harzianum) dan 26,17 % (G. virens) pada konsentrasi 10-7 ml suspensi yang dilakukan dengan perendaman 20 sklerotia selama 30 menit lalu di inkubasikan ke dalam media tanam ukuran 1 kg.

Menurut Soesanto (2008) G. virens dalam penerapan sebagai agensia hayati di lapangan dengan pengendalian yang lainnya, Perpaduan pengendalian cendawan Corticium rolfsii pada tomat antara G. virens dan penyinaran tanah dengan sinar matahari menunjukkan hasil penekanan yang lebih besar di banding dengan perlakuan tunggal.

Hasil penelitian Winarsih dan Syafrudin (1986) bahwa pemberian T. viridae dengan menggunakan sekam padi yang disuspensikan dari medai PDA 10-7 dengan waktu inokulasi 1 minggu sebelum tanam pada persemaian tanaman cabai kurang menguntungkan karena hanya dapat menurunkan persentase serangan F. oxyporum 8,7 %.

Yusriadi (1998) menyatakan bahwa penggunaan T. harzianum pada media serbuk gergaji, dedak dan beras (Trigger) sebanyak 25 g/lubang tanam mampu menekan bakteri Ralstonia solanacerum pada tanaman kacang tanah. Dari hasil penelitian Winarsih (1998), Gliocladium sp, Trichoderma sp dan Aspergillus sp dengan 50 ml suspensi/tanaman dapat menghambat pertumbuhan R. solani.

Pemanfataan Aspergillus sp sebagai agen hayati belum banyak dikenal, akan tetapi potensinya untuk dapat digunakan sebagai agensia hayati masih perlu digali menginggat Aspergillus sp merupakan cendawan yang selalu dominan tumbuh diberbagai substrat. Sebagai cendawan kontaminan Aspergillus sp mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi dibanding dengan beberapa cendawan kontaminan yang lain. oleh karena itu potensinya sebagai agensia hayati masih perlu diteliti

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan agen hayati yang lebih efektif dalam mengendalikan penyakit hawar pelepah daun (R. solani) pada tanaman jagung.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam pemanfaatan agen hayati untuk menekan pertumbuhan cendawan R. solani penyebab penyakit hawar pelepah daun pada tanaman jagung (Zea mays).

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Univeritas Jambi, dimulai dari bulan oktober 2009 sampai bulan februari 2010.

Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman jagung varietas Sweet Corn, sumber inokulum cendawan (Trichoderma sp, Gliocladium sp, Aspergillus sp, R. solani), pupuk kandang, pasir, tanah, alkohol, spiritus, beras, media Potatos Dekstrosa Agar (PDA), media beras dan media Corn Meal Send (CMS) .

Alat yang digunakan adalah pinset, kaca benda, kaca penutup, luv, mikroskop, cawan petri, erlemeyer, tabung reaksi, shaker, pipet tetes, lampu spiritus, kelambu, Inkubator, Autoclave, kukusan, dan Kamera.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan, yaitu agen hayati dalam media beras. Perlakuannya adalah sebagai berikut :

R0 : Tanah Steril (kontrol) R1 : Tanah tanpa agensia hayati

R2 : Tanah yang diberi biakan Trichoderma sp sebanyak 25g/10 kg tanah

R3 : Tanah yang diberi biakan Gliocladium sp sebanyak 25g/10 kg tanah

R4: Tanah yang diberi biakan Aspergillus sp sebanyak 25g/10 kg tanah

R5 : Tanah yang diberi biakan Trichoderma sp dan Gliocladium sp sebanyak 25 g/10 kg tanah R6 : Tanah yang diberi biakan Trichoderma sp dan

Aspergillus sp sebanyak 25 g/10 kg tanah R7 : Tanah yang diberi biakan Gliocladium sp dan

(3)

Sri Mulyati : Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah Daun (Rhizoctonia solani) Menggunakan Beberapa Agensia Hayati Golongan Cendawan pada Tanaman Jagung (Zea mays)

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 24 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri dari 3 polybag. Penempatan unit percobaan dilakukan secara acak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan inokulum (cendawan R. solani) Sumber inokulum diambil dari tanah yang didekat tanaman terinfeksi, dengan cara tanah yang diduga sumber inokulum cendawan R. solani di kering anginkan, lalu tanah tersebut diambil sebanyak 10 g dan ditambahkan aquades 90 ml ditaruh dalam tabung erlemeyer. Tabung erlemeyer tersebut di goncang dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit, lalu diamkan sampai tanah tersebut mengendap lagi dan diatasnya terdapat air yang jernih. Air jernih yang diatas permukaan tanah tersebut diencerkan dengan menggunakan metode pengenceran sampai 10-7 setelah itu ditumbuhkan ke dalam media PDA dengan metode tabur dan diinkubasi selama 1 minggu lalu diidentifikasi secara mikroskopis untuk memastikan apakah cendawan yang tumbuh tersebut adalah benar R. solani selanjutnya cendawan tersebut diisolasi ke dalam media PDA untuk dimurnikan dan menjadi stok inokulum patogen (Yusriadi, 1998).

Berdasarkan standart Laboratorium LIPI, Bogor, Bagian Mikroorganisme, cendawan R. solani diperbanyak dengan menggunakan media CMS dengan perbandingan 98 % pasir, 2 % tepung jagung dan ditambahkan 20 ml aquades dari berat substrat untuk melembabkan media. Media CMS tersebut selanjutnya di masukkan ke dalam kantong plastik tahan panas lalu dipasang cincin paralon pada mulut plastik dan diikat dengan benang kemudian ditutup dengan kapas. Berikutnya disterilkan dalam autoclave pada tekanan 1 atm dan temperatur 121 0C selama 20 menit. Setelah media tersebut dingin diinokulasikan koloni R. solani yang berumur 7 hari secara aseptik dengan memotong koloni menggunakan bor gabus yang berdiameter 0,5 cm, selanjutnya setiap kantong dimasukkan 3 potong koloni patogen, lalu diinkubasikan selama 10 hari pada suhu kamar.

Persiapan inokulum cendawan agen antagonis Sumber inokulum Trichoderma sp, Gliocladium sp dan Aspergillus sp diperoleh dari Laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jambi. Cendawan ini kemudian diperbanyak dengan cara mengambil satu potong koloni cendawan yang berdiameter 0,5

cm dan dibiakkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri, kemudian diinkubasikan selama 1 minggu. Untuk pengaplikasian isolat ini diperbanyak dengan cara mengambil satu potogen biakan murni cendawan yang berdiameter ±1 cm kemudian diinkubasikan ke dalam kantong plastik 1/4 kg yang berisi media beras sebanyak 25 g dan diinkubasikan selama 7-10 hari dan siap untuk diinokulasikan.

Penyiapan media tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1. tanah tersebut terlebih dahulu diayak kemudian dicampur dengan pasir dan pupuk kandang, lalu disterilkan dengan cara Tyndalisasi.

Inokulasi cendawan Rhizoctonia solani R. solani diinokulasikan ke media tanam yang telah disterilkan. Aplikasi cendawan R. solani dilakukan 14 hari sebelum tanam sebanyak 50 g dengan cara diaduk secara merata pada kedalaman 10 cm media tanam tiap-tiap polybag yang berukuran 10 kg tanah dan selanjutnya diinkubasi selama 1 minggu.

Inokulasi cendawan agen antasgonis

Setelah 1 minggu aplikasi R. solani ke dalam media tanam, dilaku kan aplikasi cendawan agen antagonis. Pengaplikasian agen antagonis dilakukan 4 hari sebelum tanam sebanyak 25 g dengan cara diaduk secara merata pada media tanam tiap-tiap polybag yang berukuran 10 kg tanah (50 cm x 50 cm).

Pengamatan

Masa inkubasi penyakit

Masa inkubasi penyakit diamati setiap hari dihitung sejak benih ditanam sampai gejala penyakit muncul.

Intensitas Penyakit

Pengamatan intensitas penyakit dilakukan setiap minggu, mulai tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman berproduksi. Intensitas penyakit menurut Sri Winarsih (1998) dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

∑ ( v x n ) I = --- x 100% ZN

Keterangan :

(4)
(5)

Jurnal Agronomi Vol. 13 No. 2, Juli - Desember 2009

N = jumlah tanaman dalam nilai kategori tertentu

v = nilai kategori serangan

Z = nilai kategori serangan tertinggi N = jumlah tanaman yang diamati.

Nilai kategori serangan :

0 = tidak ada gejala pada pelepah daun 1 = 0 – 20% pelepah daun bergejala penyakit hawar.

2 = > 20 – 40% pelepah daun bergejala penyakit hawar.

3 = > 40 – 60% pelepah daun bergejala penyakit hawar.

4 = >60% pelepah daun bergejala penyakit hawar

Persentase tanaman mati

Pengamatan tanaman mati dilakukan setiap minggu setelah tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman berproduksi. Persentase tanaman mati dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, maka data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Masa Inkubasi

Tabel 1. Masa inkubasi penyakit hawar pelepah daun pada tanaman jagung (hst)

PERLAKUAN Masa Inkubasi (hst) Range Ulangan 1 2 3 a b c a b c a b c RO (Tanah Steril) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

R1 (Tanpa Agen Hayati) 4 6 5 7 3 5 6 3 4 3-7

R2 (Trichoderma sp) 10 8 9 8 8 8 8 9 10 8-10 R3 (Gliocladium sp) 6 7 8 7 9 5 7 6 10 5-10 R4 (Aspergillus sp) 4 6 5 6 7 5 7 5 6 4-7 R5 (Trichoderma sp + Gliocladium sp) 10 11 9 11 13 14 12 11 14 9-14 R6 (Trichoderma sp + Aspergillus sp) 9 10 11 9 8 10 8 10 9 8-11 R7 (Gliocladium sp + Aspergillus sp) 9 8 7 6 8 7 6 8 7 6-9 3.1.2. Intensitas penyakit

Tabel 2. Intensitas penyakit hawar pelepah daun pada tanaman jagung

PERLAKUAN Intensitas Penyakit

R1 (Tanpa Agen Hayati) 78,71 a

R4 (Aspergillus sp) 42,59 b R7 (Gliocladium sp + Aspergillus sp) 22,22 c R6 (Trichoderma sp + Aspergillus sp) 18,52 c R3 (Gliocladium sp) 14,82 cd R2 (Trichoderma sp) 12,03 cd R5 (Trichoderma sp + Gliocladium sp) 9,24 d RO (Tanah Steril) 0 e

Ket : Angka- angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan yang tidak berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.

(6)
(7)

Sri Mulyati : Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah Daun (Rhizoctonia solani) Menggunakan Beberapa Agensia Hayati Golongan Cendawan pada Tanaman Jagung (Zea mays)

Persentase tanaman mati

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tidak terdapat tanaman yang mati oleh cendawan R. solani. Pada penggunaan cendawan agen hayati, tanaman tidak mengalami kematian karena cendawan agen hayati dapat menekan perkembangan penyakit hawar pelepah daun. Perlakuan R1 tanpa pemberian agen hayati, tanaman juga tidak mengalami kematian karena patogen R. solani jarang/tidak menyebabkan kematian tanaman. Akan tetapi, hanya dapat menurunkan produksi tanaman jagung dengan tidak dapat menghasilkan tongkol jagung (Muis, 2007).

Pembahasan

Masa inkubasi penyakit hawar pelepah daun bervariasi untuk perlakuan yang diinokulasikan R. solani yang tercepat pada R1 yaitu 3-7 hari dan yang terlama pada R5. Cepat timbulnya gejala pada R1 karena pada media tanam tersebut tidak diinfestasi dengan agensia hayati sehingga aktifitas R. solani tanpa hambatan sedangkan pada R5 yaitu 9-14 hari. Hal ini terjadi karena pada perlakuan R5 media tanam di infestasi dengan agensia hayati Trichoderma sp dan Gliocladium sp diduga ke 2 cendawan ini bersinergi mengantagonis R. solani.

Papavizas (1985) dan Soesanto (2008) menyatakan bahwa cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp merupakan cendawan antagonis yang mempunyai mekanisme antagonis yang lengkap yaitu kompetisi, parasitisme dan antibiotic bahkan dapat menimbulkan ketahanan terimbas pada tanaman, akibatnya pertumbuhan cendawan patogen menjadi seperti tertekan menyebabkan infeksi patogen terhambat sehingga masa inkubasi menjadi tertunda.

Cendawan Trichoderma sp dapat mengimbaskan ketahanan pada tanaman karena cendawan ini dapat mengkolonisasi akar dengan cepat dan dapat melapisi akar tanaman dengan semacam karbohidrat sehingga akar terlindungi dari serangan patogen tular tanah, tetapi akar tetap bisa membentuk sel gabus dan melakukan penyerapan unsur hara (Howell, 1989 diacu dalam Ariani, 2001).

Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit didapatkan bahwa pada perlakuan R2, R3, R6 dan R7 berbeda nyata dengan R4 tetapi R2 dan R3 tidak berbeda nyat dengan R5. Tetapi diduga lebih dikarenakan aktifitas antagonis Trichoderma sp dan Gliocladium sp karena aktifitas Aspergillus sp secara sendiri (R4) berbeda nyata dengan aktifitas Aspergillus sp yang digabung dengan Trichoderma sp (R6) dan Gliocladium sp (R7). Sebaliknya

aktifitas Gliocladium sp (R3) dan Trichoderma sp (R2) tidak berbeda nyata perlakuan yang digabung dengan Aspergillus sp (R6 dan R7) tetapi jika Trichoderma sp digabung dengan Gliocladium sp (R5) berbeda nyata dengan perlakuan yang digabung dengan Aspergillus sp (R6 dan R7).

Aspergillus sp walaupun diyakini dapat berperan sebagai cendawan antagonis patogen yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi tetap sampai saat ini mekanisme antagonisnya belum diketahui kecualisecara kompetisi sedangkan Trichoderma sp dan Gliocladium sp diketahui mempunyai mekanisme antagonis secara kompetisi, parasitisme dan antibiotic.

Mekanisme antagonis Trichoderma sp dan Gliocladium sp secara kompetisi terjadi karena kedua cendawan ini mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi. Mekanisme antagonis secara parasitisme karena kedua cendawan ini dapat tumbuh pada hypa cendawan patogen, melilit hypa cendawan patogen sehingga hypa cendawan patogen menjadi putus atau kedua cendawan ini mengeluarkan enzym sellulase dan khitinase sehingga sel patogen menjadi lysis selain itu cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp menghasilkan antibiotik yaitu antara lain: viridin, paraceltin, alamethicine dan gliotoksin dan cendawan Gliocladium sp menghasilkan gliovirin dsan viridin yang sangat beracun terhadap cendawan patogen (papavizas, 1985).

Cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp juga mempunyai kemampuan untuk mengimbaskan ketahanan tanaman yaitu dengan cara mengkolonisasi akar tanaman sehingga terlindung dari serangan patogen tular tanah. Selain itu juga meningkatkan aktifitas khitinase tanaman, sehingga tanaman dapat menahan serangan R. solani (Soesanto, 2008).

Menurut Landecker (2000), cendawan R. solani termasuk cendawan sejati, karena dinding sel cendawan ini mengandung khitin oleh karena itu sel cendawan ini akan lysis karena aktifitas khitinase.

Tidak berhasilnya cendawan Aspergillus sp menekan R. solani karena diduga cendawan ini tidak memiliki enzym khitinase, seperti yang diungkapkan oleh Irawan (2007) dalam Soesanto (2008) bahwa Aspergillus sp diketahui mempunyai aktifitas sellulase yang tinggi padahal sebagai cendawan yang termasuk dalam kingdom fungi sejati dinding sel R. solani mengandung khitin bukan sellulosa.

Uji antagonis antara cendawan pada media PDA, terlihat bahwa pada uji antara cendawan Trichoderma sp dengan Aspergillus atau

(8)
(9)

Jurnal Agronomi Vol. 13 No. 2, Juli - Desember 2009

Gliocladium sp lawan Aspergillus sp pada awalnya cendawan Aspergillus sp tumbuh lebih cepat dibanding Trichoderma sp atau Gliocladium sp tetapi akhirnya justru kedua cendawan ini tumbuh lebih baik dsan menutup koloni Aspergillus sp. Hal ini diduga karena adanya pengaruh bahan kimia tertentu yang dikeluarkan oleh cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp sesuai dengan pendapat Soesanto (2008) tertekannya pertumbuhan cendawan Aspergillus niger oleh Trichoderma harzianum karena adanya CO2 dan

etanol yang diproduksi oleh Trichoderma harzianum.

Pada pengamatan tentang tanaman mati pada penelitian ini tidak terdapat tanaman yang mati begitu juga pada tanaman pada perlakuan R1 (tanpa pemberian agensia hayati) tidak ada tanaman jagung yang mati. Hal ini karena R. solani patogen busuk pelepah daun jarang menyebabkan kematian tanaman akan tetapi hanya dapat menurunkan produksi tanaman jagung sesuai dengan pendapat Muis (2007), R. solani yang menyerang jagung menyebabkan tanaman jagung tidak dapat menghasilkan tongkol dengan baik karena pelapah daun tempat munculnya tongkol mengalami nekrosa yang luas.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian agensia hayati Trichoderma sp dan Gliocladium sp secara tunggal tidak berbeda nyata dengan pemberian agensia hayati Trichoderma sp dengan Gliocladium sp secara gabungan yang mampu menekan intensitas penyakit sampai 90 %.

2. Aspergillus sp dapat dipakai sebagai agensia hayati tetapi efektifitasnya rendah.

Saran

Penggunaan cendawan Trichoderma sp atau Gliocladium sp di sarankan pengaplikasian dilapangan dalam menekan pertumbuhan penyakit hawar pelepah daun (R. solani) pada tanaman jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, GN. 1997. Plant Pathology Fourt Edition Academmic Press.New York.

Alexopoulus, C. J., and Mims, C. W. 1979. Introductory Mycology. Eds 3 th. John Wiley and Sons.Inc. New York. 632p.

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Data luas serangan OPT pada tanaman padi di Provinsi Jambi. BPTPH. Jambi.

Basuki dan Situmorang. 1994. Trichoderma koningii dan pemanfaatannya dalam pengendalian penyakit akar putih (Rigdioporus microporus) pada tanaman karet. Warta perkaretan Vol. 598. Hal 9-20.

Cook, R. J. and K. F. Baker, 1989. The Nature on Practice of Biological Control of Plant Patogens. ABS press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minesota 539 p.

Djafaruddin. 1984. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Gholib, D. Dan Kusumaningtias, E. 2006. Penghambatan pertumbuhan Fusarium moniliforme oleh Trichoderma viridae. Balai penelitian veteriner. Bogor

Habazar, T dan Yaherwandi, 2006. Pengendalian hayati hama dan penyakit tumbuhan. Universitas Andalas Press. Padang.

Irawati, A.F.C. 2004. Spesies mikoriza Rhizoctonia (Mycorrhizal rhizoctonia spesies). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kep. Bangka Belitung. Kuswinanti, T. 2006. Efektifitas Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dalam menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk pangkal batang tanaman kacang tanah. Lab. Bioteknologi, Pusat Kegiatan Penelitian, Universitas Hasanuddin. Makasar.

Landecker, E. M. 2000. Fundamental of Fungi. Academmic Press. John Wiley and Sons.Inc. New York.

Loekas Soesanto. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

Muis, A. 2007. Pengelolaan Penyakit Busuk Pelepah (Rhizoctonia solani Kuhn) Pada

Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jalan Lasoso 62, Biromaru, Palu. Nurbailis. 1992. Pengendalian Hayati Sclerotium rolfsii

Sacc. Penyebab Busuk Batang Kacang Tanah (Arachis hypogaea) Dengan Kompos Dan Cendawan Antagonis. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium Biology, Ecology and Potential For Biocontrol. Ann. Rev. Phytopathology. Vol. 23 : 23-54. US. Dept of Agriculture. Maryland.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Rajawali Press. Jakarta.

(10)
(11)

Sri Mulyati : Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah Daun (Rhizoctonia solani) Menggunakan Beberapa Agensia Hayati Golongan Cendawan pada Tanaman Jagung (Zea mays)

Winarsih, S. 1998. Seleksi Agen Pengendali Hayati Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Pelepah Daun Jagung Yang Ditanam Di Tanah Gambut. Program Studi HPT.

Winarsih, S. Dan Syafrudin. 1986. Pengaruh pemberian

Trichoderma viridae dan sekam padi terhadap penyakit rebah kecambah di persemaian cabai. Program studi IHPT Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Gambar

Tabel 1. Masa inkubasi penyakit hawar pelepah daun pada tanaman jagung (hst)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis deskriptif untuk melihat nilai rerata hasil kemampuan metakognitif.

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis±normatif terkait dengan tinjaun hukum mengenai prinsip diversity of ownership dan

Proses penyangraian akan menghasilkan aroma yang khas dari kopi dan akan menyebabkan perubahan pada biji kopi serta terjadi perubahan warna, aroma, rasa dan volume dari biji

Banyak variabel kependudukan yang memiliki Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian penyakit peran dalam timbulnya atau kejadian

Pada model pembelajaran kooperatif tipe GI, jigsaw II, dan pembelajaran langsung siswa dengan kemampuan spasial tinggi dan siswa dengan kemampuan spasial sedang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan efektivitas ekstrak serai (Cymbopogon citratus) 30%, 60%,

Kesetiaan seorang ibu terhadap suami dan anak perempuannya menjadikan anak perempuannya itu dapat bersatu kembali dengan ayahnya dan dengan begitu masa depan yang disongsong