UJI EFIKASI BEBERAPA FUNGISIDA NABATI
UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN
( Helminthosporium maydis Nisik. ) PADA BEBERAPA
VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH :
CITRA FARDANI 030302046
HPT
DEPARTEMAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFIKASI BEBERAPA FUNGISIDA NABATI
UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN
( Helminthosporium maydis Nisik. ) PADA BEBERAPA
VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH : CITRA FARDANI
030302046 HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
Disetujui oleh Dosen Pembimbing
(Ir. Zulnayati) (Ir. Kasmal Arifin MSi.)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Citra Fardani, “Efication Test of Some Natural Fungicides For Controlling Southern Corn Leaf Blight Disease (Helminthosporium maydis Nisik.) on Some Variety of Corn (Zea mays L.) in the Field”.
This research was conducted in the field trial at UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. With approximately ± 32 metres height from sea level. This
research was conducted from August to Desember 2008.
This research using factorial Randomized Block Design consisting two
factors and four replications. First factor was natural fungicides consisting F0 (control), F1 (100 grams Melia azedarach L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F2 (100 grams Piper betle L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F3 (100 grams Syzygium aromaticum L leaves ekstract in
2 liters waters/plot), F4 (100 grams Andropogon nardus L. ekstract in 2 liter waters/plot). The second factors was corn variety consisting J1 (Bisi 16),
J2 (Jaya 3), and J3 (Bisma). The parameters which observed was the intensity attack of H. maydis Nisik. and corn production (ton/ha).
The result of this research showed that natural fungicides was significant decrease to intensity attack of H. maydis Nisik (%) and the corn variety was highly significant of corn production (ton/ha).
The intensity attack of natural fungicides, the lowest was F3 (Syzygium aromaticum L. leaves ekstract) 50,97 % and F1 (Melia azedarach L. leaves ekstract) 51,05 %. And the highest was F0
(control) 51,72 %.
ABSTRAK
Citra Fardani, “Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan”.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut
(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai Desember 2008.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama fungisida nabati yang terdiri dari F0 (kontrol), F1 (ekstrak 100 gr daun mindi dalam 2 liter air/plot), F2 (ekstrak 100 gr daun sirih dalam 2 liter air/plot), F3 (ekstrak 100 gr daun cengkeh dalam 2 liter air/plot), F4 (ekstrak 100 gr serai dalam 2 liter air/plot). Faktor kedua varietas jagung yaitu J1 (Bisi 16), J2 (Jaya 3), dan J3 (Bisma). Parameter pengamatan adalah intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan produksi jagung (ton/ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungisida nabati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan varietas jagung berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung (ton/ha).
Intensitas serangan pada perlakuan fungisida nabati terendah terdapat pada F3 (ekstrak daun cengkeh) sebesar dan F1 (ekstrak daun mindi) sebesar 50,97 % dan 51,05 % serta tertinggi terdapat pada F0 (kontrol) sebesar 51,72 %.
RIWAYAT HIDUP
Citra Fardani, lahir 3 November 1985 di Sei merah, putri dari Ayahanda
tercinta H. Dharma Bakti Nst dan Ibunda tersayang Hj. Ulfah. Penulis merupakan
anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan dan Pengalaman
1. Tahun 1997 lulus dari SD Negeri 225 Balleanging, Sulawesi Selatan.
2. Tahun 2000 lulus dari SLTP Negeri 12, Bandar Lampung.
3. Tahun 2003 lulus dari SMU ISLAM PB SUDIRMAN, Jakarta.
4. Tahun 2003 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur
SPMB.
5. Tercatat sebagai anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan
Tanaman) Departemen HPT-FP USU periode 2003-2009.
6. Tahun 2005 sebagai Sekretaris Umum IMAPTAN Departemen HPT-FP
USU periode 2005/2006.
7. Tahun 2006/2007 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub Hama, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan FP
USU.
8. Tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009 sebagai asisten Laboratorium
Hama Penting Tanaman Perkebunan Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tanaman FP USU.
9. Tahun 2006/2007 sebagai asisten Hama Penting Tanaman Pangan dan
10.Tahun 2006/2007 sebagai asisten Pengendalian Hayati dan Habitat
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.
11.Tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009 sebagai asisten Laboratorium
Hama dan Penyakit Pasca Panen Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tanaman FP USU.
12.Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di London Sumatra (LONSUM)
Indonesia Tbk. Di Bah Lias Estate (BLE) dan Bah Lias Research Station
(BLRS) dari tanggal 04 Juni – 04 Juli 2007.
13.Mengikuti Pelatihan Penanaman Pisang dan Penerapan Teknologi di
Kampus dan Lapangan (Distrik Deli Serdang) ”Banana Cultivation and
Improved Technology Training” pada tanggal 14-29 Juni 2008.
14.Mengikuti Seminar International ”International Seminar of Bioagriculture
Input For Sustainable Agriculture” pada tanggal 1-3 Juli 2008.
15.Melaksanakan Penelitian di Lahan Percobaan UPT-BBI Palawija
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ UJI EFIKASI BEBERAPA
FUNGISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN
(Helminthosporium maydis Nisik.) PADA BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) DI LAPANGAN”. Skripsi ini bertujuan untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing skripsi yaitu: Ir. Zulnayati selaku ketua komisi pembimbing, dan
Ir. Kasmal Arifin Msi. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya, dan ucapan terima kasih kepada keluarga yang
telah memberikan dukungan serta semua pihak yang telah banyak membantu
penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Medan, Mei 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung (Zea mays L.) ... 4
Syarat Tumbuh ... 6
Penyakit Hawar Daun Jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) Biologi penyakit ... 7
Gejala serangan penyakit ... 10
Daur hidup penyakit ... 12
Faktor yang mempengaruhi penyakit ... 13
Pengendalian Penyakit ... 14
Tanaman Mindi Sebagai Fungisida Nabati ... 15
Tanaman Sirih Sebagai Fungisida Nabati ... 16
Tanaman Cengkeh Sebagai Fungisida Nabati ... 17
Tanaman Serai Sebagai Fungisida Nabati ... 18
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat... 20
Metode Penelitian ... 20
Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Tanah ... 23
Penanaman Benih ... 23
Pemeliharaan ... 24
Penyediaan Fungisida Nabati Fungisida Nabati Ekstrak Daun Mindi ... 24
Fungisida Nabati Ekstrak Daun Sirih ... 25
Fungisida Nabati Ekstrak Cengkeh ... 25
Fungisida Nabati Ekstrak Serai ... 25
Waktu Aplikasi fungisida Nabati ... 26
Panen ... 26
Parameter Pengamatan A. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 26
B. Produksi (ton/ha) ... 27
Pengambilan Sampel ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 28
2. Produksi Jagung (ton/ha) ... 30
Pembahasan 1. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 33
2. Produksi Jagung (ton/ha) ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hlm
1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. ... 8
2. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. ... 9
3. Gejala Serangan H. Maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung ... 10
4. Gejala Serangan H. Maydis Nisik. Pada Daun Jagung ... 12
5. Histogram pengaruh perlakuan fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 34
6. Histogram pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 35
7. Histogram pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 36
8. Histogram pengaruh fungisida terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 37
9. Histogram pengaruh varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 38
10.Histogram pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 38
11.Foto Lahan Penelitian di Lahan Percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan ... 78
12.Foto Tanaman Jagung yang terserang H. maydis Nisik. ... 78
13.Foto Tongkol Jagung Varietas Bisi-16 (Hibrida). ... 79
14.Foto Tongkol Jagung Varietas Jaya 3 (Hibrida). ... 79
DAFTAR TABEL
No. Judul Hlm
1. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas
serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 28
2. Uji Beda Rataan pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu
pengamatan ... 29
3. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk
setiap minggu pengamatan ... 30
4. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 31
5. Uji Beda Rataan pengaruh varietas jagung terhadap produksi
jagung (ton/ha) ... 31
6. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hlm
1. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%)
Pengamatan I ... 43
2. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan II ... 45
3. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan III ... 47
4. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan IV ... 49
5. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan V ... 51
6. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VI ... 53
7. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VII ... 55
8. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VIII ... 57
9. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan IX ... 59
10.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan X ... 61
11.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan XI ... 63
12.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan XII ... 65
13.Rataan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) dalam ton/ha... 67
14.Bagan tanaman sampel ... 69
15.Bagan penelitian... 70
16.Keterangan bagan penelitian ... 71
17.Deskripsi tanaman jagung varietas Bisi 16 ... 72
18.Deskripsi tanaman jagung varietas Jaya 3 ... 74
19.Deskripsi tanaman jagung varietas Bisma ... 76
ABSTRACT
Citra Fardani, “Efication Test of Some Natural Fungicides For Controlling Southern Corn Leaf Blight Disease (Helminthosporium maydis Nisik.) on Some Variety of Corn (Zea mays L.) in the Field”.
This research was conducted in the field trial at UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. With approximately ± 32 metres height from sea level. This
research was conducted from August to Desember 2008.
This research using factorial Randomized Block Design consisting two
factors and four replications. First factor was natural fungicides consisting F0 (control), F1 (100 grams Melia azedarach L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F2 (100 grams Piper betle L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F3 (100 grams Syzygium aromaticum L leaves ekstract in
2 liters waters/plot), F4 (100 grams Andropogon nardus L. ekstract in 2 liter waters/plot). The second factors was corn variety consisting J1 (Bisi 16),
J2 (Jaya 3), and J3 (Bisma). The parameters which observed was the intensity attack of H. maydis Nisik. and corn production (ton/ha).
The result of this research showed that natural fungicides was significant decrease to intensity attack of H. maydis Nisik (%) and the corn variety was highly significant of corn production (ton/ha).
The intensity attack of natural fungicides, the lowest was F3 (Syzygium aromaticum L. leaves ekstract) 50,97 % and F1 (Melia azedarach L. leaves ekstract) 51,05 %. And the highest was F0
(control) 51,72 %.
ABSTRAK
Citra Fardani, “Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan”.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut
(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai Desember 2008.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama fungisida nabati yang terdiri dari F0 (kontrol), F1 (ekstrak 100 gr daun mindi dalam 2 liter air/plot), F2 (ekstrak 100 gr daun sirih dalam 2 liter air/plot), F3 (ekstrak 100 gr daun cengkeh dalam 2 liter air/plot), F4 (ekstrak 100 gr serai dalam 2 liter air/plot). Faktor kedua varietas jagung yaitu J1 (Bisi 16), J2 (Jaya 3), dan J3 (Bisma). Parameter pengamatan adalah intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan produksi jagung (ton/ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungisida nabati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan varietas jagung berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung (ton/ha).
Intensitas serangan pada perlakuan fungisida nabati terendah terdapat pada F3 (ekstrak daun cengkeh) sebesar dan F1 (ekstrak daun mindi) sebesar 50,97 % dan 51,05 % serta tertinggi terdapat pada F0 (kontrol) sebesar 51,72 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan tanaman purba. Sebagaimana ditunjukkan dari sisaan
kelobot, yang terunut sampai sekitar 5000 SM yang ditemukan di penggalian
sejarah gua Tehuacan, Meksiko. Dua genus utama Poaceae (Graminaceae) yang
berasal dari benua Amerika adalah Zea dan Tripsacum
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian
dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan
Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16
orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn (Bapennas, 2008).
Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung
sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan beras. Karena
memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi,
kandungan protein di dalam biji jagung sama dengan biji padi sehingga jagung
dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang diperlukan manusia,
kandungan karbohidratnya pun mendekati karbohidrat pada padi (AAK,
1993).
Menurut Poy (1970) dalam Pakki (2005) Penyakit bercak daun yang
disebabkan oleh Helminthosporium sp. merupakan salah satu penyakit utama pada
menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59 %, terutama bila
penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga betina keluar.
Di Indonesia, penyakit hawar daun jagung pertama kali dilaporkan
berjangkit di dataran tinggi Sumatra Utara pada tahun 1917. Gejala penularannya
ditandai oleh munculnya bercak daun yang kemudian berkembang melebar hingga
daun jagung mengering. Jika penularan terjadi pada varietas rentan, maka
tanaman akan mati. Varietas tahan merupakan komponen pengendalian yang
dianjurkan hingga saat ini. Aplikasi fungisida hanya disarankan untuk
pengendalian pada pertanaman produksi benih, dengan cara menyemprotkannya
pada saat bercak mulai tampak di daun. Teknik pengendalian lainnya yang pernah
dianjurkan di Sumatra Utara adalah sanitasi dan pemupukan berimbang
(Wakman, 2008).
Penyakit hawar daun jagung (Southern Corn Leaf Blight) yang disebabkan
oleh jamur Bipolaris maydis (Helminthosporium maydis) sampai saat ini terdapat
di berbagai tempat diseluruh dunia terutama di daerah-daerah hangat dan lembab,
termasuk Indonesia. Ras 0 merupakan ras yang umum dari patogen ini, sedangkan
ras T diketahui pernah menyebabkan kerugian sekitar satu milyar USD di
Amerika Serikat pada tahun 1970. Kerugian sebesar itu karena sebanyak 15 %
seluruh tanaman jagung di Amerika Serikat pada saat itu rusak berat Ras T
biasanya hanya diketahui ada pada tanaman jagung hibrida dengan sitoplasma
jantan mandul jagung Texas. Ras T ini dapat menyerang semua bagian tanaman
jagung (Latief, 2003).
Pengelolaan penyakit lebih mengutamakan pencegahan daripada
diabaikan. Berbagai usaha pencegahan dilakukan mulai dari penggunaan varietas
tahan, teknis bercocok tanam yang menerapkan perlakuan benih, sanitasi yang
baik atau menghilangkan sumber-sumber penyakit yang kemungkinan datang
ataupun terinfeksi pada tanaman lain yang telah ada sebelumnya, serta usaha
mencegah tumbuhnya jamur dengan cara mengatur kelembaban. Semua ini
bertujuan agar penanaman dapat menghasilkan buah/produksi sesuai dengan yang
diharapkan (AAK, 1993).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektifitas berbagai fungisida nabati terhadap penyakit
hawar daun jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) pada beberapa varietas
jagung (Zea mays L.) di lapangan.
Hipotesa Penelitian
- Fungisida nabati dapat menekan perkembangan penyakit hawar daun jagung
(Helminthosporium maydis Nisik.).
- Ada pengaruh penggunaan berbagai jenis varietas jagung terhadap
perkembangan penyakit hawar daun jagung (Helminthosporium maydis Nisik.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra
Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Menurut Bapennas (2008) adapun klasifikasi dari tanaman jagung
(Zea mays L.) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
SubDivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman.
Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang, dan
tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar
adventif dengan percabangan yang amat lebat, yang memberi hara pada tanaman.
Akar layang penyokong, memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak,
dan membantu penyerapan hara. Akar layang ini, yang tumbuh di atas permukaan
tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke
tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Batang tanaman jagung beruas-ruas, dan pada bagian pangkal batang
tergantung pada varietas jagung yang ditanam dan umur tanaman. Pada umumnya
nodia (buku) setiap tanaman jagung jumlahnya berkisar 8 - 48 buku. Rata-rata
panjang (tinggi) tanaman jagung antara 1 - 3 m di atas permukaan tanah. Khusus
untuk jagung hibrida, tingginya berkisar 1,5 - 2 m dari permukaan tanah
(Warisno, 1998)
Pada tanaman jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 - 48 helai,
tetapi biasanya berkisar 12 - 18 helai. Panjang daun bervariasi biasanya antara
30 - 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai
daun/pelepah daun normal biasanya antara 3 - 6 cm (AAK, 1993).
Pada setiap tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan bunga
betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung
tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini,
yang biasanya disebut tongkol, selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga
yang jumlahnya sekitar 6 - 14 helai. Tangkai kepala putik merupakan rambut atau
benang yang terjumbai di ujung tongkol sehingga kepala putiknya menggantung
di luar tongkol (Warisno, 1998).
Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol
tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung
terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus
(kelobot). Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1 - 2 tongkol. Perkembangan biji
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas tanaman, tersedianya
kebutuhan makanan di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari,
Syarat Tumbuh
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang
basah. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan
curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air.
Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 – 34 °C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23 – 27 °C.
Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar
30 °C (Bapennas, 2008).
Jagung hibrida dapat di tanam di dataran rendah sampai dataran tinggi
yang memiliki ketinggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan laut (dpl).
Umumnya jagung yang di tanam di daerah dengan ketinggian kurang dari 800 m
di atas permukaan laut (dpl) akan memberikan hasil yang tinggi. Jagung hibrida
tidak begitu memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Hampir semua jenis
tanah dapat ditanami dengan jagung hibrida. Akan tetapi, jagung hibrida yang di
tanam pada tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberikan
hasil yang baik (Warisno, 1998).
Untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan tanah yang bersifat netral atau
mendekati netral. Keasaman tanah ini biasanya dinyatakan dengan pH. pH tanah
yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung ialah angka pH
5,5 - 6,5. Tanah dan tempat pertanaman hendaknya memperoleh sinar dan udara
Penyakit Hawar Daun Jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) Biologi Penyakit
Adapun klasifikasi penyakit hawar daun jagung (H. maydis Nisik.)
menurut Barnett (1960) yaitu :
Kingdom : Fungi
Divisi : Eumycota
SubDivisi : Ascomycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Dematiaceae
Genus : Helminthosporium
Spesies : Helminthosporium maydis Nisik.
Menurut Massie (1973) dalam Pakki (2005) sporulasi H. maydis di lapang
terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas,
kemudian terbawa oleh angin dan hinggap pada permukaan tanaman yang lain.
Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal kemudian membentuk
bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan H.maydis berlangsung 2 - 3 hari.
Dalam 72 jam satu bercak mampu menghasilkan 100 - 300 spora. Dengan
demikian penyakit bercak daun berpotensi berkembang cepat pada areal
pertanaman jagung dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang berarti,
sekitar 59 %.
Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993) hawar daun maydis
disebabkan oleh Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain. Dewasa ini jamur
kelompok, sering dari stromata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam.
Konidiofor lurus atau lentur, kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut,
coklat atau coklat tua, dekat ujungnya pucat, halus, panjangnya sampai 700 µ m,
tebal 5 - 10 µ m. Konidium jelas bengkok, berbentuk perahu, coklat pucat sampai
coklat emas tua, halus, mempunyai 5 - 11 sekat palsu, kebanyakan mempunyai
panjang 70 - 160 µm, dan lebar pada bagian yang paling lebar 15 - 20 µm.
Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. (Compendium of Corn Disease, 1980).
Keterangan Gambar :
A : Tabung Kecambah (Germ Tube).
B : Konidia.
C : Sekat / Septa Konidia.
D : Konidiofor.
E : Sekat / Septa Konidiofor.
A B C D
Jamur H. maydis menghasilkan konidia dalam jumlah besar. Berbentuk
silinder, hitam, 3 sampai paling banyak 5 - 10 sel konidia yang terdapat pada
dinding yang tebal yang terkadang melengkungn dan ramping. Konidia berwarna
hitam gelap, bersekat. Dihasilkan berturut-turut di ujung awal pertumbuhan pada
konidiofor (Agrios, 1978).
Gambar 2. Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik (Sumber : Foto langsung).
Keterangan Gambar :
A : Konidia.
B : Konidiofor.
C : Sekat / Septa Konidia.
D : Sekat Konidiofor.
Jamur membentuk konidiofor yang keluar sendiri-sendiri atau membentuk
kelompok kecil, lurus atau lentur, coklat sampai coklat tua atau coklat kehijauan,
lebar 5 - 8 µm, panjang sampai 250 µ m. Konidium bengkok atau kadang-kadang
lurus, adakalanya seperti tabung, tetapi biasanya bagian tengahnya lebih besar dan
mengecil ke arah ujungnya yang membulat dengan 6 - 12 sekat palsu. Pada
akhirnya, sering kali konidium berwarna coklat tua atau coklat sangat tua atau
coklat kehijauan tua dengan sel-sel ujung yang warnanya lebih muda dari sel-sel
tengahnya (Semangun, 1993).
Gejala Serangan Penyakit
Gejala kerusakan akibat serangan H. maydis tampak pada daun, tangkai
tongkol, kelobot dan tongkol. Pada daun tampak adanya bercak memanjang
berwarna kelabu atau berwarna seperti jerami. Bercak dapat meluas ke seluruh
permukaan daun. Pada tangkai tongkol dan kelobot nampak adanya bercak
memanjang yang berwarna coklat tua yang dapat meluas menjadi bercak yang
besar berwarna coklat gelap. Pada tongkol gejala akan tampak seperti bercak yang
meluas berwarna coklat gelap. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan
menanam varietas jagung yang tahan, menanam jagung pada saat curah hujan
rendah, pengendalian dengan penyemprotan fungisida, dan perawatan benih
dengan udara panas dan fungisida (Latief, 2003).
Gambar 3. Gejala serangan H. maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung (Crop Science, 2008).
Hawar daun maydis menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kelabu
atau berwarna seperti jerami, yang dapat meluas ke seluruh permukaan daun.
Ukuran bercak dapat mencapai panjang 4 cm dan lebar 0,6 cm. Sisi-sisinya lebih
kurang sejajar, dan ini sejajar dengan tulang daun utama. Jika terjadi infeksi yang
berat beberapa bercak dapat bersatu dan membentuk jaringan mati yang lebar.
Bercak terutama terdapat pada daun bawah. Pada jenis yang rentan dan cuaca
yang membantu daun-daun atas pun dapat banyak berbercak (Semangun, 1993).
Penyakit daun jagung selatan (Southern corn leaf blight) dan bercak daun
(Leaf spot) menyebabkan luka berwarna coklat sejajar atau bulat panjang, banyak
dan menutupi seluruh permukaan daun. Beberapa spesies ras yang disebabkan
oleh penyakit ini, juga menyerang batang, pelepah daun, kulit ari malai, batang
kering, dan tongkol. Biji yang terserang diselimuti oleh miselium jamur yang
berwarna hitam dan tongkol mungkin juga akar akan terserang. Jika yang terlebih
dahulu terinfeksi adalah batang yang mengering, maka kemungkinan tongkol akan
mati sebelum waktunya atau bahkan rebah. Bibit yang terinfeksi dari biji,
kemungkinan akan layu dan mati dalam beberapa minggu setelah ditanam
(Agrios, 1978).
Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H.maydis adalah
bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin
kecil, berwarna coklat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang
daun. Isolat H. maydis yang ditumbuhkan pada media potato dextrose agar (PDA)
berwarna hitam putih keabuan dengan zonasi beraturan dan tidak beraturan.
Konidia mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12 hari. Bentuk
Gambar 4. Gejala Serangan H. maydis Nisik. Pada Daun Jagung (Cassini, 2008).
Daur Hidup Penyakit
Jamur H. maydis dapat mempertahankan diri pada tanaman jagung hidup
yang selalu terdapat di daerah tropik, pada bermacam-macam rumput-rumputan
termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan biji. Jamur dapat
bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit yang terdapat di atas tanah, tetapi tidak pada
sisa-sisa tanaman sakit yang dipendam dalam tanah. Konidium jamur, terutama
dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang
tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan
infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung,
yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1993).
Menurut Shurtleff (1980) dalam Pakki (2005) Spesies H. maydis
ditemukan pada dataran rendah dengan suhu optimum 20 – 30 °C. Keadaan suhu
ini umumnya ditemukan pada areal pertanaman jagung sehingga memberi peluang
berkembangnya H. maydis dibanding spesies lain. Tanaman jagung yang
diusahakan pada awal dan akhir musim hujan juga dapat mendukung
perkembangan H.maydis pada awal pertumbuhan tanaman.
Spora H. maydis tersebar oleh angin atau percikan air hujan dan mengenai
tanaman muda. Setelah kolonisasi dan infeksi, sporulasi pada saat gejala pertama
ini menjadi sumber untuk penyebaran dan infeksi yang kedua selama kondisi
cuaca mendukung untuk perkembangan penyakit dan petumbuhan di jaringan
tanaman. Perkecambahan spora dan penetrasi ke dalam tanaman bisa terjadi dalam
6 jam jika kebutuhan air untuk permukaan daun tersedia dan suhu berada di antara
60 °F dan 80 ° F (Plant Disease Report, 1997).
Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Penggunaan varietas tahan untuk pengendalian H. Maydis tergolong
efektif. Menurut Zhinhuan et al. (2000) dalam Pakki (2005), Pada varietas tahan,
jumlah bercak lebih sedikit dibanding pada varietas rentan. Pada varietas tahan,
tanaman mengandung enzim yang dikeluarkan oleh dinding sel daun yang mampu
melawan sifat agresivitas dari spora H. maydis.
Menurut Rahamma dan Kontong (2000) dalam Pakki (2005), Melalui
infeksi buatan isolat H. maydis setelah tanaman berumur 21 hari. Varietas Bisma,
Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2 memberikan reaksi sifat ketahanan
yang tinggi terhadap H. Maydis dan pada varietas pembanding peka
(Pulut Takalar).
Menurut Renfro dan Ullstrup (1976) dalam Semangun (1993) Pada
Drechslera maydis suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya lebih
kurang 30 °C, sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum untuk
Pengendalian Penyakit
Penguburan sisa tanaman sangat membantu dalam pengendalian penyakit
ini (jika erosi tidak menjadi masalah/tidak terjadi). Rotasi tanaman adalah saran
utama, ketika sisa-sisa tanaman berat ditemukan. Fungisida daun, digunakan
untuk lahan yang memproduksi biji. Untuk pengendalian optimal, pengendalian
penyakit daun sangat penting dimulai dari waktu 14 hari sebelum bunga jantan
keluar dan 21 hari setelah bunga jantan keluar. Para peneliti menunjukkan bahwa
4 minggu ini, adalah masa yang paling kritis dari kerusakan penyakit-penyakit
tumbuhan dimana hasil dan kualitas dipengaruhi jika pembawa sifat rentan tidak
dilindungi pada saat ini (Plant Disease Report, 1997).
Berbagai upaya pengendalian H. maydis telah diteliti, yang meliputi
pengendalian secara kimiawi dengan fungisida, kombinasi fungisida dan varietas,
varietas tahan (Bisma, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2), pengaturan
waktu tanam (penanaman lebih awal pada musim hujan dapat menciptakan
kondisi iklim yang kurang menguntungkan bagi perkembangan H. maydis,
sehingga intensitas serangan rendah), serta komponen pengendalian lainnya
(Pakki, 2005).
Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap serangan penyakit hawar
daun jagung yaitu :
1. Menurut Sudjono (1988) dalam Semangun (1993), Varietas jenis
Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap E.turcicum.
2. Menurut Sudjono (1989) dalam Semangun (1993), Menganjurkan agar
penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata 10 hari kurang
3. Jika diperlukan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida mankozeb
(Semangun, 1993).
4. Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993), Jamur yang terbawa
oleh biji dapat dimatikan dengan Thiram dan Karboxin, atau dengan
perawatan udara panas selama 17 menit dengan suhu 54 – 55 °C.
Tanaman Mindi (Melia azedarach L.) Sebagai Fungisida Nabati
Tanaman mindi dikenal dengan nama mindi kecil, banyak digunakan
dalam industri sebagai bahan baku sabun. Tanaman ini dapat digunakan sebagai
pestisida nabati karena dapat bersifat sebagai insektisida, fungisida, dan
nematisida. Senyawa aktif yang dikandung antara lain margosin (sangat beracun
bagi manusia), glikosida flavonoid dan aglikon. Tanaman ini dapat digunakan
untuk mengendalikan/menekan OPT seperti Hidari irava, Spodoptera litura,
Spodoptera abyssina, Myzus persicae, Orsealia oryzae, Alternaria tenuis,
Aphis citri, Bagrada crucifearum, Blatella germanica, Kecoa, Jangkrik, Kutu,
Belalang, Heliothis virescens, Helminthosporium sp., dan lain-lain. Cara
pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : biji mindi
dikupas/daun mindi ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi
25 - 50 gram/l selama 24 jam, larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan
larutan yang siap diaplikasikan. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan.
Kulit buah dan kulit batang dapat digunakan sebagai mulsa (AOI, 2007).
Tinggi pohon 50 kaki (15 m) dan diameter 2 kaki (60 cm), mempunyai
banyak dahan, daun menyerupai renda berwarna hijau tua dan memiliki wangi
seperti bunga mawar. Ranting hitam, coklat kehijauan mengkilap dengan bercak
Buah mindi beracun untuk manusia jika dimakan dalam jumlah tertentu.
Toksinnya adalah toksin saraf (neurotoxins). Salah satu toksinnya adalah
tetranortriterpenoids yang merupakan racun penting dan secara kimia mirip
dengan azadirachtin, yang merupakan kandungan insektisida utama pada minyak
nimba (neem oil). Kandungan ini kemungkinan terkait dengan ketahanan bibit dan
tanaman penghasil kayu terhadap infestasi serangan hama (Wikipedia, 2008a).
Tanaman Sirih (Piper betle L.) Sebagai Fungisida Nabati
Tanaman ini termasuk familia Poaceae. Tumbuhan ini tumbuh di tempat
yang terbuka atau sedikit terlindung dan ada rambatannya. Tumbuhan ini dapat
dikembangbiakkan melalui setek batangnya yang sudah agak tua yang terdiri dari
4 - 6 ruas, semaikan di tempat yang teduh. Biarkan sampai tumbuh subur sebelum
dipindahkan ke pekarangan. Mengandung minyak asiri, hidroksivacikol, kavicol,
kavibetol, allypyrokatekol, karvakrol, eugenol, eugenol methyl ether, p-cymene,
cineole, caryophyllene, cadinene, estragol, tgerpenena, sesquiterpena, fenil
propana, tanin, diastase, gula, pati (LIPI, 2008).
Sirih (Piper betle) termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada
batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter.
Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang.
Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna
hijau tembelek (hijau agak kecoklatan) dan permukaan kulitnya kasar serta
berkerut-kerut. Sirih paling baik tumbuh pada ketinggian 200 - 1000 m dpl, dan
dapat digunakan sebagai bahan pestisida alternatif karena dapat digunakan dan
ini antara lain profenil fenol (fenil propana), enzim diastase tanin, gula, amilum
atau pati, enzim katalase, vitamin A,B, dan C, serta kavarol. Cara kerja zat aktif
dari tanaman ini adalah dengan menghambat perkembangan bakteri dan jamur.
Sirih memiliki kandungan phenol dan Chavicol. Chavicol ini memberikan bau
khas sirih dan memiliki daya pembunuh bakteri 5 kali dari phenol biasa
(Wardiyono, 2008b).
Daun sirih yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh
berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas.
Panjangnya sekitar 5 - 8 cm dan lebar 2 - 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk
bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir
jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek
sedang pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala
putik tiga sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah
buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan
berwarna coklat kekuningan. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak
terbang (betlephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol
(Wardiyono, 2008 b).
Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Sebagai Fungisida Nabati
Tanaman cengkeh merupakan tanaman asli Maluku, dan dibudidayakan di
Indonesia terutama di Penang dan Semenanjung Malaka, saat ini cengkeh telah
menyebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia merupakan negara penghasil
cengkeh terbesar ketiga di dunia setelah Tanzania (Zanzibar) dan pulau
Madagaskar. Daun muda berwarna coklat muda kemudian pada ujung tunas
menjadi cengkeh yang sempurna. Awalnya cengkeh berwarna hijau muda
kemudian kuning pucat dan akhirnya merah. Hasil penyulingan minyak cengkeh
yang disebut clove oil memiliki bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan
berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan dapat menekan pertumbuhan
jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur,
antibakteri dan anti serangga (Wardiyono, 2008a).
Tanaman Serai (Andropogon nardus L.) Sebagai Fungisida Nabati
Sereh merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang sudah sejak lama
dibudidayakan di Indonesia. Batangnya kaku, keluar dari akar tinggal yang
berimpang pendek. Daunnya berbentuk pita yang makin ke ujung makin
meruncing, berwarna hijau kebiru-biruan. Perbungaannya berupa tandan yang
sangat pendek, panjangnya kurang dari 2 cm. tanaman ini hidup baik di daerah
yang udaranya panas maupun basah, sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan
laut. Cara berkembangbiaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Supaya
daunnya tumbuh subur dan lebat, sebaiknya penanaman dilakukan dengan jarak
sekitar 65 cm per baris (Diana dkk, 2008).
Tanaman sereh, dapat digunakan sebagai menggantikan pestisida kimia
yaitu untuk insektisida, bakterisida, dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman
ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol,
mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena. Cara pemanfaatan tanaman
ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : daun dan batang sereh ditumbuk
lalu diendapkan dalam air dengan konsentrasi 25 - 50 gram/l selama 24 jam,
Larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija
Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut
(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan
Desember 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan yaitu : Benih jagung varietas Bisi-16,
Benih jagung varietas Bisma, Benih jagung varietas Jaya 3, Daun Mindi, Daun
Sirih, Daun Cengkeh, Serai, Tanah, Pupuk Urea, Pupuk KCl, Pupuk TSP,
Fungisida Sistemik Saromyl 35 SD, Air, Teepol dan bahan pendukung lainnya.
Adapun alat yang digunakan yaitu : Blender, Knapsack, Gembor, Cangkul,
Timbangan, Tugal, Alat tulis dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu : Fungisida Nabati (F) dan Varietas
Jagung (J).
Faktor I Fungisida Nabati (F), terdiri dari :
F 0 = Kontrol
F 2 = Ekstrak 100 gr Daun Sirih dalam 2 liter air/plot.
F 3 = Ekstrak 100 gr Daun Cengkeh dalam 2 liter air/plot.
F 4 = Ekstrak 100 gr Serai dalam 2 liter air/plot.
Faktor II Varietas Jagung (J) terdiri dari :
J 1 = Bisi 16
J 2 = Jaya 3
J 3 = Bisma
Kombinasi perlakuan sebagai berikut :
F0J1 F1J1 F2J1 F3J1 F4J1
F0J2 F1J2 F2J2 F3J2 F4J2
F0J3 F1J3 F2J3 F3J3 F4J3
Jumlah Kombinasi Perlakuan = 15
Jumlah ulangan (r) = (t - 1) (r - 1) ≥ 15
(15 - 1) (r - 1) ≥ 15
14 (r - 1) ≥ 15
14r - 14 ≥ 15
14r ≥ 15 + 14
14r ≥ 29
r ≥ 2,07
r ≈ 3 (Pembulatan)
Jumlah ulangan = 4
Jumlah plot = 60 plot
Jumlah tanaman / plot = 24 tanaman
Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 240 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya = 1440 tanaman
Ukuran plot = 250 cm x 190 cm.
Parit antar plot = 30 cm
Parit antar ulangan = 50 cm
Parit keliling = 100 cm
Jarak tanam = 70 cm × 30 cm
Luas lahan seluruhnya= 3472 cm x 1350 cm
= 4687200 cm2
= 468,72 m2
Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk= µ + τi+ βj + (τβ)ij+ Єijk
Keterangan :
Yijk = Respon tanaman yang diamati
µ = Nilai tengah umum (rataan)
τi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(τβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j
dari faktor B pada ulangan ke-k
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk media pertanaman dilakukan dengan cara
membalik tanah dan memecah bongkah tanah dengan menggunakan cangkul agar
diperoleh tanah yang gembur. Pengolahan tanah dilakukan 14 hari sebelum tanam.
Sebelum penanaman benih, benih varietas lokal (Bisma) terlebih dahulu diberi
perlakuan benih (Seed Treatment) menggunakan fungisida Saromyl 35 SD yang
mengandung Metalaksil dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung.
Penanaman Benih
Penanaman benih dilakukan menggunakan tugal dengan kedalaman
2,5 – 5 cm dan jarak tanam 70 × 30 cm. Pada setiap lubang dimasukkan dua benih
jagung, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur. Kebutuhan benih yang
diperlukan adalah 1056 benih / varietas. Bila kedua benih telah tumbuh, dipilih
satu tanaman saja yang paling baik. Pemilihan tanaman ini, dilakukan sebelum
dilakukan aplikasi fungisida nabati ke tanaman.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk TSP dan pupuk KCl.
Pupuk urea diberikan 2 kali selama pertanaman, yaitu bersamaan pada saat tanam
dan 30 HST. Dosis yang diperlukan adalah 300 kg/ha atau sebanyak
2,1 gr/tanaman dalam satu kali pemberian. Pupuk TSP dan pupuk KCl diberikan
secara bersamaan pada saat tanam, dosis pupuk TSP 150 kg/ha atau
3,15 gr/tanaman dan pupuk KCl 100 kg/ha atau 2,1 gr/tanaman. Pupuk Urea
dan KCl diletakkan di dalam lubang disebelah kanan lubang tanam benih dengan
jarak 5 cm dan kedalaman lubang pupuk antara 5 - 10 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan
gulma, pembubunan dan pengendalian hama.
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari
apabila kondisi tanah kering. Namun jika terjadi hujan, penyiraman tidak
dilakukan. Penyiraman cukup dilakukan disekitar perakaran tanaman.
Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, pada saat 21 hari setelah tanam
(HST) dan 42 hari setelah tanam (HST). Tujuannya adalah untuk membersihkan
gulma yang tumbuh di areal pertanaman.
Pembumbunan bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan membuat
pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan
menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung. Pengendalian hama
dilakukan, bila terdapat serangan hama di lapangan yang melebihi ambang
ekonomi.
Penyediaan Fungisida Nabati
Fungisida nabati ekstrak daun mindi.
Pembuatan ekstrak daun mindi adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr daun mindi segar dan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak daun sirih.
Pembuatan ekstrak daun sirih adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr daun sirih segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak daun cengkeh.
Pembuatan ekstrak daun cengkeh adalah dengan cara di blender sampai
halus 100 gr daun cengkeh segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring
dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak serai.
Pembuatan ekstrak serai adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr batang serai segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
Waktu Aplikasi Fungisida Nabati
Fungisida nabati yang digunakan, di aplikasikan pada saat tanaman jagung
berumur 21 hari setelah tanam. Aplikasi dilakukan 7 hari sekali, dengan jumlah
aplikasi 11 kali. Aplikasi fungisida nabati ini dilakukan sore hari, pada pukul
5 sore.
Panen
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 95 - 100 hari setelah
tanam (HST). Dengan kriteria panen dapat ditentukan bila kulit jagung (kelobot)
sudah menguning (Warisno, 1998).
Parameter Pengamatan
A. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik.
Intensitas serangan nisbi penyakit dapat dihitung dengan menggunakan
rumus yaitu :
n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan
v = Nilai skor dari tiap kategori serangan
N = Jumlah daun yang diamati.
Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi
Dengan nilai skor kerusakan sebagai berikut :
Skor 0 = Tidak terdapat gejala serangan.
Skor 3 = > 5 % - ≤ 25 % luas permukaan daun terserang.
Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada
akhir masa percobaan per perlakuan, yang dikonversikan dalam ton/ha.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung yaitu :
Kg
(Sudarman dan Sudarsono, 1981).
Pengambilan Sampel
Tanaman yang dijadikan sampel adalah 4 tanaman yang berada dalam
setiap perlakuan. Pengambilan data dilakukan sebelum aplikasi fungisida, dengan
interval waktu 7 hari sekali dan jumlah pengamatan sebanyak 12 kali.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija
Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut
(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan
Desember 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan yaitu : Benih jagung varietas Bisi-16,
Benih jagung varietas Bisma, Benih jagung varietas Jaya 3, Daun Mindi, Daun
Sirih, Daun Cengkeh, Serai, Tanah, Pupuk Urea, Pupuk KCl, Pupuk TSP,
Fungisida Sistemik Saromyl 35 SD, Air, Teepol dan bahan pendukung lainnya.
Adapun alat yang digunakan yaitu : Blender, Knapsack, Gembor, Cangkul,
Timbangan, Tugal, Alat tulis dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu : Fungisida Nabati (F) dan Varietas
Jagung (J).
Faktor I Fungisida Nabati (F), terdiri dari :
F 0 = Kontrol
F 2 = Ekstrak 100 gr Daun Sirih dalam 2 liter air/plot.
F 3 = Ekstrak 100 gr Daun Cengkeh dalam 2 liter air/plot.
F 4 = Ekstrak 100 gr Serai dalam 2 liter air/plot.
Faktor II Varietas Jagung (J) terdiri dari :
J 1 = Bisi 16
J 2 = Jaya 3
J 3 = Bisma
Kombinasi perlakuan sebagai berikut :
F0J1 F1J1 F2J1 F3J1 F4J1
F0J2 F1J2 F2J2 F3J2 F4J2
F0J3 F1J3 F2J3 F3J3 F4J3
Jumlah Kombinasi Perlakuan = 15
Jumlah ulangan (r) = (t - 1) (r - 1) ≥ 15
(15 - 1) (r - 1) ≥ 15
14 (r - 1) ≥ 15
14r - 14 ≥ 15
14r ≥ 15 + 14
14r ≥ 29
r ≥ 2,07
r ≈ 3 (Pembulatan)
Jumlah ulangan = 4
Jumlah plot = 60 plot
Jumlah tanaman / plot = 24 tanaman
Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 240 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya = 1440 tanaman
Ukuran plot = 250 cm x 190 cm.
Parit antar plot = 30 cm
Parit antar ulangan = 50 cm
Parit keliling = 100 cm
Jarak tanam = 70 cm × 30 cm
Luas lahan seluruhnya= 3472 cm x 1350 cm
= 4687200 cm2
= 468,72 m2
Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk= µ + τi+ βj + (τβ)ij+ Єijk
Keterangan :
Yijk = Respon tanaman yang diamati
µ = Nilai tengah umum (rataan)
τi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(τβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j
dari faktor B pada ulangan ke-k
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk media pertanaman dilakukan dengan cara
membalik tanah dan memecah bongkah tanah dengan menggunakan cangkul agar
diperoleh tanah yang gembur. Pengolahan tanah dilakukan 14 hari sebelum tanam.
Sebelum penanaman benih, benih varietas lokal (Bisma) terlebih dahulu diberi
perlakuan benih (Seed Treatment) menggunakan fungisida Saromyl 35 SD yang
mengandung Metalaksil dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung.
Penanaman Benih
Penanaman benih dilakukan menggunakan tugal dengan kedalaman
2,5 – 5 cm dan jarak tanam 70 × 30 cm. Pada setiap lubang dimasukkan dua benih
jagung, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur. Kebutuhan benih yang
diperlukan adalah 1056 benih / varietas. Bila kedua benih telah tumbuh, dipilih
satu tanaman saja yang paling baik. Pemilihan tanaman ini, dilakukan sebelum
dilakukan aplikasi fungisida nabati ke tanaman.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk TSP dan pupuk KCl.
Pupuk urea diberikan 2 kali selama pertanaman, yaitu bersamaan pada saat tanam
dan 30 HST. Dosis yang diperlukan adalah 300 kg/ha atau sebanyak
2,1 gr/tanaman dalam satu kali pemberian. Pupuk TSP dan pupuk KCl diberikan
secara bersamaan pada saat tanam, dosis pupuk TSP 150 kg/ha atau
3,15 gr/tanaman dan pupuk KCl 100 kg/ha atau 2,1 gr/tanaman. Pupuk Urea
dan KCl diletakkan di dalam lubang disebelah kanan lubang tanam benih dengan
jarak 5 cm dan kedalaman lubang pupuk antara 5 - 10 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan
gulma, pembubunan dan pengendalian hama.
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari
apabila kondisi tanah kering. Namun jika terjadi hujan, penyiraman tidak
dilakukan. Penyiraman cukup dilakukan disekitar perakaran tanaman.
Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, pada saat 21 hari setelah tanam
(HST) dan 42 hari setelah tanam (HST). Tujuannya adalah untuk membersihkan
gulma yang tumbuh di areal pertanaman.
Pembumbunan bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan membuat
pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan
menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung. Pengendalian hama
dilakukan, bila terdapat serangan hama di lapangan yang melebihi ambang
ekonomi.
Penyediaan Fungisida Nabati
Fungisida nabati ekstrak daun mindi.
Pembuatan ekstrak daun mindi adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr daun mindi segar dan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak daun sirih.
Pembuatan ekstrak daun sirih adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr daun sirih segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak daun cengkeh.
Pembuatan ekstrak daun cengkeh adalah dengan cara di blender sampai
halus 100 gr daun cengkeh segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring
dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
stiker.
Fungisida nabati ekstrak serai.
Pembuatan ekstrak serai adalah dengan cara di blender sampai halus
100 gr batang serai segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan
menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum
diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur
Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau
Waktu Aplikasi Fungisida Nabati
Fungisida nabati yang digunakan, di aplikasikan pada saat tanaman jagung
berumur 21 hari setelah tanam. Aplikasi dilakukan 7 hari sekali, dengan jumlah
aplikasi 11 kali. Aplikasi fungisida nabati ini dilakukan sore hari, pada pukul
5 sore.
Panen
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 95 - 100 hari setelah
tanam (HST). Dengan kriteria panen dapat ditentukan bila kulit jagung (kelobot)
sudah menguning (Warisno, 1998).
Parameter Pengamatan
A. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik.
Intensitas serangan nisbi penyakit dapat dihitung dengan menggunakan
rumus yaitu :
n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan
v = Nilai skor dari tiap kategori serangan
N = Jumlah daun yang diamati.
Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi
Dengan nilai skor kerusakan sebagai berikut :
Skor 0 = Tidak terdapat gejala serangan.
Skor 3 = > 5 % - ≤ 25 % luas permukaan daun terserang.
Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada
akhir masa percobaan per perlakuan, yang dikonversikan dalam ton/ha.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung yaitu :
Kg
(Sudarman dan Sudarsono, 1981).
Pengambilan Sampel
Tanaman yang dijadikan sampel adalah 4 tanaman yang berada dalam
setiap perlakuan. Pengambilan data dilakukan sebelum aplikasi fungisida, dengan
interval waktu 7 hari sekali dan jumlah pengamatan sebanyak 12 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk
Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa
Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan adalah sebagai berikut :
1. Intensitas Serangan Helminthosporim maydis Nisik. (%)
a. Pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Hasil pengamatan intensitas serangan pada setiap minggu dapat dilihat
pada lampiran 1 - 12 . Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa fungisida
nabati berpengaruh tidak nyata pada pengamatan I dan berpengaruh nyata pada
pengamatan II – XII terhadap serangan H. maydis Nisik. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% (notasi huruf kecil).
Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.
b. Pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Data pengamatan intensitas serangan jamur H. maydis Nisik mulai
pengamatan I – XII dapat dilihat pada lampiran 1-12. Dari hasil analisa sidik
ragam diketahui bahwa perbedaan varietas jagung memberikan pengaruh yang
tidak nyata terhadap intensitas serangan jamur H. maydis Nisik. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Uji beda rataan pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.
Perlakuan Pengamatan (Minggu)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII J1 2.60 5.65 11.56 17.95 23.48 26.31 29.34 33.31 37.20 41.19 46.21 51.25 J2 2.66 5.63 11.59 18.00 23.53 26.35 29.34 33.35 37.30 41.29 46.30 51.35 J3 2.61 5.48 11.78 18.29 23.36 26.18 29.21 33.20 37.15 41.14 46.16 51.14
Keterangan perlakuan varietas jagung: J1 = Bisi 16.
J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.
c. Pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Data pengamatan intensitas serangan jamur H. maydis Nisik. mulai
pengamatan I – XII dapat dilihat pada lampiran 1 – 12. Dari hasil analisa sidik
ragam diketahui bahwa pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung
terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. memberikan hasil yang tidak nyata
Tabel 3. Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.
Perlakuan Pengamatan (Minggu)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Keterangan perlakuan fungisida dan varietas jagung:
F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16. F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.
F1J2 = Ekstrak daun mindi dan varietas jaya 3. F1J3 = Ekstrak daun mindi dan varietas bisma. F2J1 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisi 16. F2J2 = Ekstrak daun sirih dan varietas jaya 3. F2J3 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisma. F3J1 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisi 16. F3J2 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas jaya 3. F3J3 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisma. F4J1 = Ekstrak daun serai dan varietas bisi 16. F4J2 = Ekstrak daun serai dan varietas jaya 3. F4J3 = Ekstrak daun serai dan varietas bisma.
2. Produksi Jagung (ton/ha)
a. Pengaruh fungisida nabati terhadap produksi jagung.
Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari
pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi jagung, hal ini dapat dilihat pada
tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Uji Beda Rataan Pengaruh Fungisida Nabati Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).
Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.
F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak serai.
b. Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung.
Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari
hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas jagung yang digunakan,
memberikan hasil yang sangat nyata terhadap produksi jagung. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Uji Beda Rataan Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.
Keterangan perlakuan varietas jagung: J1 = Bisi 16.
Perlakuan Rataan Produksi (ton/ha)
J1 4.83A
J2 4.80A
c. Pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung.
Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari
analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas
Jagung memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi jagung. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Uji Beda Rataan Pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).
Perlakuan
Keterangan perlakuan fungisida nabati dan varietas jagung: F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16.
F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.
Pembahasan
1. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik. (%)
a. Pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Dari data intensitas serangan pada pengamatan I – XII pada tabel 1,
diperoleh bahwa F0 (Kontrol) berbeda nyata terhadap F1 (Ekstrak daun mindi),
F2 (Ekstrak daun sirih), F3 (Ekstrak daun cengkeh), F4 (Ekstrak daun serai). Pada
pengamatan ke-12, intensitas serangan terendah terdapat pada F3 (Ekstrak daun
cengkeh) sebesar 50,97 % serta tertinggi terdapat pada F0 (Kontrol) sebesar
51,72 %. Hal ini disebabkan karena minyak cengkeh yang mengandung eugenol
bersifat sebagai anti jamur, anti bakteri, dan anti serangga. Hal ini sesuai dengan
literatur dari Wardiyono (2008 a) yang menyatakan bahwa hasil penyulingan
minyak cengkeh yang disebut clove oil mengandung bahan aktif eugenol yang
dapat menghambat pertumbuhan berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan
dapat menekan pertumbuhan jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol
bersifat sebagai anti jamur, antibakteri dan anti serangga.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa intensitas serangan penyakit
H. maydis Nisik. meningkat setiap minggu pengamatan, hal ini dikarenakan
selama pertanaman suhu rata-rata di lapangan adalah 25,71 °C. Suhu ini
mendukung perkembangan penyakit H. maydis Nisik. di lapangan. Hal ini sesuai
dengan literatur Shurtleff (1980) dalam Pakki (2005) yang menyatakan bahwa
spesies H. maydis ditemukan pada dataran rendah dengan suhu optimum
20 – 30 °C. Keadaan suhu ini umumnya ditemukan pada areal pertanaman jagung
Tanaman jagung yang diusahakan pada awal dan akhir musim hujan juga dapat
mendukung perkembangan H.maydis pada awal pertumbuhan tanaman.
Untuk melihat perbedaan yang nyata antara perlakuan terhadap intensitas
serangan jamur H. maydis dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
6.21
Gambar 5. Histogram pengaruh perlakuan fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.
Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.
F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak Serai.
b. Pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Pada pengamatan I-XII varietas tanaman jagung yang digunakan,
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap intensitas serangan
2.
Gambar 6. Histogram pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik (%) setiap minggu pengamatan.
Keterangan perlakuan varietas jagung: J1 = Bisi 16.
J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.
c. Pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.
Pada pengamatan minggu I sampai minggu XII, menunjukkan bahwa
fungisida nabati yang digunakan tidak berbeda nyata terhadap intensitas serangan