• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Si Piso Sumalim Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Si Piso Sumalim Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT SI PISO SUMALIM DI KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

DIKERJAKAN

O L E H

Nama : CHRISTANTO MICHAEL PANJAITAN Nim : 070703008

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul analisis sosiologis terhadap cerita rakyat Si Piso Sumalim

pada masyarakat samosir kecamatan Palipi, desa Saornauli Hatoguan.

Penelitian ini menggunakan dua metode, pertama metode struktural dan kedua

metode sosiologis.s

Dalam skripsi ini penulis membagi menjadi lima bagian antara lain, pada bab

pertama adalah pendahuluan yang terdiri atas, latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian dan anggapan dasar. Pada bab kedua

merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas, kepustakaan yang relevan dan teori yang

digunakan. Pada bab ke tiga merupakan metode penelitianyang terdiri atas, metode

dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pada

bab ke empat merupakan hasil dan pembahasan yang terdiri atas unsur-unsur intrinsic

cerita rakyat Si Piso Sumalim dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Si

Piso Sumalim. Bab ke lima merupakan bab yang terakhir yang terdiri atas kesipulan dan

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkah

berkah kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai. Penulis juga menyadari bahwa

dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang yang telah memberikan saran, dukungan,

dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis juga

ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ke dua orang tua

penulis Ayahanda ( CH. Panjaitan ) dan Ibunda ( H. br.nainggo lan ) yang telah bersusah

payah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan juga tak

pernah berhenti memberikan dukungan dan perhatian baik materi maupun spiritual

selama penulis mengikuti perkuliahan hingga sampai saat ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Syahron Lubis , M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak

pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Departemen sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan

dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian

skripisi ini.

3. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir. SH.M.Pd selaku dosen pembimbing I, yang

telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk

membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs.Jamorlan Siahaan selaku dosen pembimbing II, yang selalu mendukung

(4)

5. Bapak Drs.Plansius Tampubolon, M.Hum selaku dosen wali selama menjalani

perkuliahan di Universitas Sumatere Utara. Terima kasih untuk waktu , saran dan

pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku sekertaris Departemen Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi saya ini.

7. Abang ( Chrisman panjaitan, Paniroi Panjaitan, S.Sc ) yang selalu memberikan

semangat kepada penulis dalam menjalani perkuliahan terutama dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak ( Chrisme Panjaitan ) dan laeku ( Julius Damanik ) yang selalu mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat wanita yang ada di dalam hatiku ( Norika Siburian ) yang selalu mendukung

penulis dalam menjalani perkuliahan dan yang selalu memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, dan yang selalu menemani penulis dalam

suka dan duka.

10.Buat kelompok Gtd yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada sahabat- sahabat terbaikku di HDS Group ( Irwan Sianturi,S.S, Martiwan

Sitanggang, S.S, Risdo Saragih, S.S, Parsaoran Naibaho, S.S, Arianus Gea, S.S,

Girson Tarigan, Lijen Pasaribu, S.S ) yang selalu memberikan dukungan dan

masukan – masukan dalam menyelesiakan skripsi ini.

12.Kerabat-kerabat Mahasiswa/I seperjuangan Eka Riwanda Sitepu, Jandrewiko

(5)

anak IMSAD yang belum penulis sebutkan, terima kasih penulis ucapkan atas

dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

13.Kepada masyarakat yang di Desa Saornauli Hatoguan dan kepada Bapak Kepala

Desa Saornauli hatoguan yang telah membantu penulis dalam mencari data di

lapangan.

Buat semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan, yang telah membantu

penulis. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa senan tiasa membalas segala kebaikan buat

orang yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis. Semoga skripsi

dapat berguna buat pihak – pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2012

Penulis,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Adapun skripsi yang penulis angkat adalah berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Si Piso Su Malim”. Judul ini penulis angkat berdasarkan sejarah yang terdapat pada masyarakat batak toba khususnya yang terdapat di desa Saornauli

Hatoguan, kecamatan Palipi, kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera utara

Penulis menyadari banyak kekurangan, kesalahan, dan masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengaharapkan

kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis mengucapakan terimakasih banyak atas kritik dan saran yang diberikan

oleh pembaca kepada Penulis yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan terutama bagi

Penulis sendiri.

Medan, Oktober 2012 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Anggapan Dasar ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 6

2.1.1 Pengertian Sosiologi ... 6

2.1.2 Pengertian Sastra ... 7

2.1.3 Hubungan Sosiologi dengan Sastra ... 9

2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat... 10

2.2 Teori Yang Digunakan ... 11

2.2.1 Teori Struktural... 11

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Metode Dasar ... 23

3.2 Sumber Data Penelitian ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Rakyat Si Piso Sumalim ... 26

4.1.1 Tema ... 26

(8)

1. Situation ... 27

2. Generating Circumtances ... 28

3. Ricking Action ... 29

4. Klimaks ... 32

5. Demouement ... 39

4.1.3 Latar/ Setting ... 44

4.1.4 Perwatakan atau Penokohan ... 45

1. Si Piso Sumalim ... 46

4.2 Nilai-nilai Sosiologis yang Terdapat Dalam Cerita Si Piso Sumalim ... 56

1. Surat Izin dari Fakultas

2. Surat Penelitian dari Kepala Desa

3. Sinopsis Cerita

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul analisis sosiologis terhadap cerita rakyat Si Piso Sumalim

pada masyarakat samosir kecamatan Palipi, desa Saornauli Hatoguan.

Penelitian ini menggunakan dua metode, pertama metode struktural dan kedua

metode sosiologis.s

Dalam skripsi ini penulis membagi menjadi lima bagian antara lain, pada bab

pertama adalah pendahuluan yang terdiri atas, latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian dan anggapan dasar. Pada bab kedua

merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas, kepustakaan yang relevan dan teori yang

digunakan. Pada bab ke tiga merupakan metode penelitianyang terdiri atas, metode

dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pada

bab ke empat merupakan hasil dan pembahasan yang terdiri atas unsur-unsur intrinsic

cerita rakyat Si Piso Sumalim dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Si

Piso Sumalim. Bab ke lima merupakan bab yang terakhir yang terdiri atas kesipulan dan

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan

2.1.1 Pengertian Sosiologi

Soekamto (1970 : 3) mengatakan “secara etimologi, sosiologi berasal dari dua

kata yaitu Socius dan logos. Socius adalah kawan kelompok, sedangkan logos berarti

uraian atau pengetahuan”. Atas dasar pengertian demikian sosiologi dapat diartikan

sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia

lain, yang secara umum disebut masyarakat.

Pengertian yang sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam

beberapa batasan tentang sosiologi yang diungkapan oleh beberapa ahli, seperti yang

diungkapkan oleh Ogburn dan Nimkoff (1962:9) : “ Sosiologi adalah Penelitian secara

ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Roucek dan

Warren (1995 : 3) mengatakan : “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari

hubungan antara manusia dalam kelompok- kelompok”.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis tentang

kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia

lainnya yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi disisi lain sebagai ilmu yang membicarakan tentang aspek- aspek

kemasyarakatan yang selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya

sastra. Nilai- nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai

pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan

diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu

(11)

Sosiologi disebut sebagai ilmu yang bediri sendiri karena telah memenuhi

persyaratan suatu ilmu pengetahuan yakni :

a. Sosiologi bersifat emperis yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut

didasarkan kepada observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak

bersifat spekulatif.

b. Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha

untuk menyusun abstrak dari hasil- hasil observasi tersebut sehingga

merupakan kerangka pada unsur- unsur yang tersusun secara logis serta

bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.

c. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti teori- teori yang sudah ada

diperbaiki dan diperluaskan.

d. Sosiologi bersifat non etnis, karena tidak mempersoalkan baik buruk

fakta melainkan hanya memperjelas fakta.

Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau

kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam hubungannya

dengan manusia- manusia lainnya serta proses pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat

dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai- nilai sosial dalam sebuah cerita

atau dapat dipergunakan untuk mencerminkan situasi sosial yang terdapat dalam

masyarakat.

2.1.2 Pengertian Sastra

Sastra merupakan pengucapan ekspresi jiwa yang paling individual oleh seorang

pengarang sastra. Karya sastra adalah bersifat khusus yang menggambarkan individu

atau wakil tertentu. Dengan kata lain merupakan pemikiran seseorang tentang sesuatu

(12)

Banyak ahli mendefenisikan pengertian sastra adalah sebagai berikut :

Semi (1984 : 8) mengatakan “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya”.

Teeuw (1984:23) mengatakan “Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata Tra biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka kata sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran”.

Damono (1984 : 10) mengatakan “Lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial”.

Wellek dan Warren (1987:3) mengatakan bahwa “Sastra adalah suatu kajian kreatif dan sebuah karya seni”.

Fannanie (2000:6) mengatakan “Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.

Fannanie (2000:132) mengatakan bahwa “sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia”.

Kutipan di atas menyatakan, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar,

memberi instruksi, dan petunjuk kepada pembaca.

Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-

masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Manusia

menggunakan seni sebagai pengungkapan segi- segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas

manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni

sastra.

Dari beberapa batasan yang diberikan di atas dapat disebut beberapa unsur

batasan yang selalu disebut untuk unsur- unsur itu adalah isi sastra yang berupa pikiran,

perasaan, pengalaman, ide- ide, semangat kepercayaan dan lain- lain. Ekspresi atau

(13)

diekspresikan ke luar, dalam berbagai bentuk, sebab, tanpa bentuk tidak akan mungkin

isi disampaikan pada orang lain. Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah

bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi dalam suatu

bentuk yang indah.

2.1.3 Hubungan Sosiologi Dengan Sastra

Soemardjo (1975:15) mengatakan karya sastra menampilkan wajah kultur

zamannya, tetapi lebih dari itu sifat- sifat sastra juga diteliti oleh masyarakatnya.

Kemudian Darmono (1979:20) memberikan tanggapan bahwa cipta sastra di samping

memiliki ciri khas sebagai kreasi estetis, cipta sastra juga merupakan produk dunia

sosial.

Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu yang berbicara tentang aspek- aspek

kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan karya sastra, nilai- nilai

sosiologis dalam sebuah karya sastra dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman

yang lebih mendalam. Banyak hal-hal yang menjadi fokus pengamatan seorang

sastrawan, kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan- harapannya menjadi hal

yang menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra. Konflik permasalahan itu

merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran

anggota masyarakat. Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan

pengarang, masyarakat membacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya.

Pengarang sendiri mendapat sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia

maupun masyarakat.

Semuanya itu dirangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra,

(14)

perwatakan tokoh- tokohnya. Ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan

pengarang dan lingkungan di mana dia hidup.

2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri

khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup

kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing- masing bangsa. Ada beberapa

pengertian mengenai cerita rakyat yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang

empunya cerita sebagian sesuatu yang benar- benar terjadi. Walaupun demikian, karena

tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi (pembelokan) sehingga

sering kali jauh berada dalam cerita aslinya. Oleh karena itu cerita rakyat digunakan

sebagai bahan untuk merekontruksi sejarah, maka cerita harus dibersihkan terlebih

dahulu bagian- bagiannya yang mengandung sifat- sifat floklor. Menurut Pudentia

(2003:56) cerita adalah sesuatu yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat yang

dianggap benar- benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral.

Dalam KBBI 2005 : “cerita rakyat atau legenda pada jaman dahulu dianggap ada

hubungannya dengan peristiwa sejarah”.

Menurut Hooykass (1982:34) “cerita rakyat atau legenda menyangkut tentang

hal- hal sejarah yang mengandung sesuatu yang ajaib atau sesuatu yang sakti.

Menurut Emeis (1992:63) “cerita rakyat atau legenda berasal dari sejarah-

sejarah kuno dan sebagian lagi berasal berdasarkan angan- angan.

(15)

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan

alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji

keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya sastra

yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan berpijak.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan teori

sosiologi sastra untuk mengka ji cerita Si Piso Sumalim.

2.2.1 Teori Struktural

Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya sastra

yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek- aspek atau unsur- unsur

yang terdapat di dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Dengan teori struktural

di harapakan hasil yang optimal dari karya yang menganalisis. Menganalisis karya

sastra dari unsur struktural merupakan langkah awal untuk rencana penelitian

selanjutnya. Semi (1993:68) mengatakan “pendekatan ini bertolak dari pandangan

bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat melalui sastra pengarang

mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan

sejelas mungkin. Bertolak dari pandangan itu, telaah kritik sastra yang dilakukan

berfokus atau lebih banyak memperhatikan segi- segi sosial kemasyarakatan yang

terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi- segi yang menunjang

pembinaan dan pengembangan tata kehidupan”.

Berdasarkan pendekatan di atas jelas mempunyai kesesuaian karna pendapat

tersebut mengatakan sastra merupakan cermin zamannya, mengungkapkan suka duka

(16)

bertitik tolak dari luar karya sastra, tanpa mengikut sertakan karya sastra sebagai suatu

kebulatan makna dan perpaduan isi, rasanya kurang sempurna.

Mengenai pendekatan struktural, Semi (1993 : 44) mengatakan :

“Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alur, latar, penokohan dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu”.

Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat

keterikatan semua hasil karya sastra. Analisis struktur bukanlah penjumlahan anasir-

anasirnya, melainkan yang penting adalah sumbangan yang diberikan oleh semua anasir

pada keseluruhan makna dalam keterikatan dan keterjalinannya (Teeuw, 1988

:135-136).

Pada dasarnya teori struktural memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Totalitas karya sastra sangat penting. Totalitas dan bagian-bagiannya

dapat diuraikan dengan jelas bila dipandang dari hubungan yang ada

di antara unsur-unsur.

2. Struktur yang telah dibalik kenyatan empiris adalah sesuatu yang

abstrak, untuk menemukan hukum universal.

3. Yang diteliti menyangkut unsur sinkronis, yang dipusatkan

hubungannya pada suatu waktu tertentu, dalam hal ini struktur yang

ada.

4. Tidak menggunakan sebab-akibat karena adanya perubahan bentuk.

Menurut Atar Semi (1989:90), pendekatan stuktural memiliki banyak kelebihan

dibandingkan pendekatan lain karena selain tertumpu pada karya sastra memiliki tiga

(17)

1. Karya sastra dipandang dan diperlukan dengan sosok yang berdiri

sendiri.

2. Memiliki penilaian terhadap keserasian semua komponen dalam

membentuk seluruh struktural.

3. Kajian struktural adalah mengkaji persoalan, pemikiran, falsafah, cerita

pengesahan dan tema.

Dengan demikian pendekatan struktural merupakan titik tolak bagi pendekatan

yang lain dalam usaha memahami karya sastra secara keseluruhan. Dalam pendekatan

struktural dibicarakan unsur-unsur pembentuk cerita yang berkaitan dengan pendekatan

di luar karya sastra.

Unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema, alur/plot, latar/setting, dan

perwatakan.

a. Tema

Staton (1965:88) tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita.

Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring

dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra.

Dalam sebuah karya sastra yang baik prosa maupun puisi pasti mempunyai

pokok permasalahan yang ingin dikemukakan oleh pengarang.

Saad (Zainal 1979:23) menyatakan “tema adalah sesuatu yang menjadi pokok

pikiran atau persoalan bagi pengarang. Bagaimana dia melihat persoalan yang

kadang-kadang disertai dengan pemecahan persoalan itu sekaligus”.

Sudjiman (1984 : 74) mengatakan “tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama di

(18)

Dickinson (dalam Hasyim, 1990:68) mengatakan “tema adalah dasar utama

yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita”.

Dari ketiga pendapat di atas, jelas mengungkapkan tema adalah suatu hal yang

penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang diungkapkan oleh pengarang.

a. Alur/Plot

Semi (1984:45) mengatakan “alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian

dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus sekaligus menandai urutan

bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Daryanto (1997:35) mengatakan “alur atau plot

adalah jalan (aturan, adat) cerita memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung

dalam karya fiksi”.

Maka dapat disebut alur atau plot dan struktur deretan kejadian-kejadian yang

dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu :

bagian perkenalan, pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa

yang satu dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan

hubungan kasual (sebab-akibat). Keberadan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting,

sehingga Lubis (1981:17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi,

“1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

“2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai

bergerak)

“3. Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

“4. Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

“5. Demouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua

(19)

b. Latar/Setting

Dalam sebuah karya sastra latar memainkan peranan yang sangat penting untuk

memberikan suasananya kepada peristiwa-peristiwa dan manusia-manusia yang terdapat

dalam cerita. Latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna dan

sebagainya, keterangan mengenai ruang dan waktu dan suasananya saat berlangsungnya

peristiwa (dalam karya sastra).

Menurut Sumarjo dan Saini, K. M (1991:76) menyatakan “pemilihan

latar/setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu pula. Setting bisa berarti

banyak yaitu tempat tertentu, daerah tertentu, orang tertentu, watak-watak tertentu, dan

cara berpikir tertentu”.

Sumarjo dan Saini (1991:76) menyatakan “setting bukan hanya fungsi sebagai

latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga memiliki

unsur psikologis sehingga latar mampu memuaskan makna tertentu serta mampu

menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan

pembacanya.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, latar menjadi peristiwa dan

manusia menjadi konkrit. Penyesuaian antara latar dan watak-watak serta masyarakat

ini dipaparkan menjadi suatu karya sastra yang bermutu, dan kelihatan kreatifitas dan

pengalaman pengarang.

c. Perwatakan/ Penokohan

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam pengertian sifat atau ciri khas

yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh

yang lainnya. Gambaran watak seorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang

(20)

menggambarkan fisik tokoh. Bangun (1993:21) mengatakan “perwatakan tokoh cerita

dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu psikologis, fisiologis, dan sosiologis”.

Daryanto (1907:632) mengatakan “perwatakan adalah sifat batin manusia yang

mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sedangkan

perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak”.

Setiap cerita mempunyai tokoh di mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk

peristiwa alur dalam cerita. Oleh karena itu setiap tokoh mempunyai watak tersendiri

yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara

tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain.

Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam

membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah

karya sastra harus mampu menggambarkan diri seorang tokoh yang ada dalam

karyanya.

Tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita (character), menurut Abrams

(1981:20), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian,

istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, dan

bagaimana penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus merajuk pada

perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran,

permusuhan, keadilan, dan lain-lain. Daryanto (1997:288) mengatakan “iri hati adalah

(21)

orang yang mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji.

Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang untuk jujur saja

manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalahgunakan oleh manusia

itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang

dinamakan dengan jujur.

Daryanto (1997:309) mengatakan “jujur adalah tidak bohong, lurus hati, dapat

dipercaya kata-katanya, tidak menghianati dan sebagainya”. Kesabaran adalah salah

satu sifat manusia. Manusia pada umumnya memiliki rasa sabar, namun ukuran

kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu

sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala

persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia

mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

Daryanto (1997:516) mengatakan “sabar adalah pemaaf, tidak suka marah dan

tidak mudah marah dan tidak akan menimbulkan pertengkaran”.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa teori struktural yang bertujuan untuk

menganalisi karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra

tersebut dalam satu hubungan antara unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah karya

sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau

sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi

pokok permasalahan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa

(22)

Dalam teori sosiologi sastra Alan Swingewood (Junus 1986: 1-9)

mengemukakan beberapa pengertian atau pendekatan sebagai berikut :

1. Sosiologi dan sastra yang berhubungan dengan (a) melihat karya sastra sebagai dokumen sosio budaya yang mencerminkan suatu jaman, (b) melihat segi penghasilan karya sastra, terutama kedudukan sosial penulis, (c) melihat penerimaan suatu masyarakat terhadap karya penulis tersebut.

2. Teori- teori sosial tengtang sastra, yang berhubungan dengan latar belakang sosial menimbulkan suatu karya sastra.

3. Landasan teori yang digunakan adalah struktur yang ada hubungannya dengan formalisme Rusia dan linguistik aliran Praha.

4. Persoalan metode yang berhubungan dengan metode secara positif dan dialektik. Secara positif, tidak diadakan penilaian terhadap karya. Setiap unsur didalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur sosio budaya. Dalam metode dialektik hanya karya yang bernilai sastra yang dibicarakan karena keseluruhan karya itu membentuk jaringan yang kohesip dari segala unsur.

Dari pengertian sosiologi sastra yang cukup luas di atas, hanya sebagian kecil

yang akan digunakan dalam skripsi ini. Adapun bagian- bagian yang digunakan adalah

sebagai berikut : (1) Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya, (2)Setiap unsur di

dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya, dan (3) Latar

belakang sosial yang tergambar dalam sastra.

1. Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya.

Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji

kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu statis, yang tidak berubah,

tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan

kebudayaan dengan masyarakat sangatlah erat, karena kebudayaan menurut antropolog,

adalah cara suatu kumpulan masyarakat mengadakan sistem nilai, yakni berupa aturan

yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki

dari yang lain. Kebanyakan ahli antropologi melihat kebudayaan itu sabagai satu

(23)

Singkatnya kebudayaan itu dikatakan sebai cara hidup, yaitu bagaimana suatu

masyarakat itu mengatur hidupnya.

Kesusastraan sebagai ekspresi atau pernyataan kebudayaan akan

mencerminkan pula ketiga unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan di atas.

1. Kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem

kekerabatan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, sistem

kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.

2. Kesusastraan mencerminkan sistem ide dan sistem nilai, menggambarkan

tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak. Bahkan karya sastra itu

sendiri menjadi objek penilaian yang dilakukan anggota masyarakat.

3. Bagaimana mutu peralatan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tercermin

pula pada bentuk peralatan tulis- menulis yang digunakan dalam

mengembangkan sastra.

2. Setiap unsur di dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya.

Adapun yang dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya adalah

:

a. Unsur sistem sosial

Sistem sosial ini terdiri pada sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem

pendidikan, dan sistem undang- undang. Struktur dalam setiap sistem ini yang

dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok

mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam jalinan hidup

(24)

b. Sistem nilai dan ide

Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan

masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar, bahkan juga terhadap falsafah

hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita

menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain, sementara sistem ide

merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang terdapat dalam sebuah

masyarakat.

c. Peralatan budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan

peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan.

3. Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra.

Sosiologi karya sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra

yang kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan

peristiwa- peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan

antara manusia dengan situasi dan kodisi yang berbeda.

Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra ini yaitu:

a. Amarah

b. Kasih Sayang

c. Iri Hati

d. Sopan Santun

e. Pertentangan

f. Adat istiadat

Ketiga bagian di atas dapat dirangkum dalam penjabaran berikut. Karya sastra

(25)

masyarakat pada suatu masa tertentu. Penekanan di sini pada unsur- unsur sosiobudaya

yang dilihat sebagai unsur- unsur yang lepas. Keadaannya hanya didasarkan pada cerita

tanpa mempersoalkan struktur cerita.

Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya

karena karya itu hanya memindahkan unsur itu ke dalam dirinya. Oleh sebab itu, suatu

karya sastra tidak dilihat sebagai suatu kesatuan yang bulat. Suatu unsur dilihat terlepas

dari keseluruhannya. Nilai sastranya tidak dipersoalkan, dan tidak dibedakan antara

karya dengan daya imajinasi yang tinggi dan rendah. Karya sastra dilihat sebagai

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat

untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sudariyanto

(1998:2) mengatakan “metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan

pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”. Penelitian adalah suatu kegiatan

untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun

laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk

mencapai suatu pemahaman.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan

data, sampai tahap analisa dengan mengklasifikasikan pada pokok permasalahan untuk

mendapatkan sesuatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang

ada. Masalah yang akan dituturkan adalah tentang struktur dan nilai-nilai sosiologis

yang terdapat dalam cerita Si Piso Sumalim. Metode ini menyajikan dan menganalisis

data yang diperoleh dari informan.

3.2 Sumber Data Penelitian

Lokasi penelitian adalah desa Saornauli Hatoguan, kecamatan Palipi,

kabupaten Samosir. Di desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang cerita Si

Piso Sumalim. Bahkan sampai sekarang cerita ini masih sering diperbincangkan

(27)

Sumber data penelitian ini adalah data lapangan yaitu melalui wawancara

dengan beberapa informan yang tinggal di desa itu. Dalam melakukan wawancara

dengan informan, penulis menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan

yang diajukan penulis dalam melakukan wawancara dengan informan. Alat bantu yang

digunakan yaitu alat rekam (tape recorder), pulpen dan buku tulis.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

1. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat

penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang

dipergunakan penulis adalah teknik catat.

2. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang

cerita dan penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan, teknik yang

digunakan yaitu teknik rekam.

3. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data

yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan

yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang

berkaitan dengan masalah skripsi ini. Teknik yang digunakan adalah teknik catat.

3.4 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data penelitian ini adalah

(28)

1. Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan, lalu membuat sinopsis cerita.

2. Mengidentifikasi data- data yang diperoleh dari lapangan.

3. Menggunakan teori struktur dan teori sosiologi untuk menganalisis cerita. Dari

teori- teori struktur yang akan diperoleh kemudian penulis menggunakan teori

sosiologi sastra untuk menganalisis nilai- nilai sosiologis dari cerita Si Piso

Sumalim.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Rakyat Si Piso Sumalim. 4.1.1 Tema

Tema adalah pokok pikiran, atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita.

Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita atau tema yang merupakan

sasaran tujuan dalam suatu cerita. Sebuah karya sastra baik yang tertulis maupun secara

lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok

pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau

pendengarnya.

Didalam cerita Si Piso Sumalim ini, penulis menyatakan tema cerita adalah

sabar dan rendah hati dalam menjalani kehidupannya. Penulis melihat di dalam cerita

ini bahwa Si Piso Sumalim sabar dalam menjalani kehidupannya dan rendah hati di

dalam keluarga dan semua orang yang ada disekitarnya

Hal ini dapat kita lihat dalam contoh berikut :

jadi laos hohom ma Si Piso sumalim dungkon muruk inong na i, laos lao ma ibana sian jolo ni inong na i, asa unang lam muruk be inong na tu

ibana”.

Terjemahan :

“Lalu terdiamlah Si Piso Sumalim setelah ibunya marah, kemudian dia pergi dari hadapan ibunya agar ibunya tidak marah lagi kepadanya.”

Pada contoh diatas membuktikan bahwa Si Piso Sumalim adalah seorang anak

yang sabar, dia tidak ingin ibunya marah dan dia tidak mau melawan ibunya walaupun

(30)

4.1.2 Alur/Plot

Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot merupakan

rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur kita tidak tahu

bagaimana jalan cerita tersebut apakah dia alur maju atau alur mundur.

Alur atau plot dalam cerita rakyat Si Piso Sumalim adalah sebagai berikut:

1) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita pembaca

akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah cerita. Dalam

bagian ini pengarang menceritakan sebuah desa namanya Saornauli Hatoguan, di mana

di dalam desa itu hiduplah sebuah keluarga yang terdiri atas tiga orang yaitu ibu,

anaknya, dan pembantunya. Ibunya bernama Siboru Sandebona, anaknya bernama Si

Piso Sumalim, dan pembantunya bernama Sitakkal Tabu. Si Piso Sumalim adalah anak

yang sabar dan patuh kepada ibunya.

Hal tersebut terlihat dalam contoh berikut:

“dung marumur ibana dihaposoon na, sungkun-sungkun ma di bagasan

roha na didia do tulangna maringanan. Jadi ro ma Si Piso Sumalim tu jolo ni

inong na laos disungkun ma tu inongna na di bagas roha na i. “ inong, naeng

manungkun ma jolo ah,. adong do Tulanghu? Jala di dia do maringanan?.

dungi di alusi inong na i ma Si Piso Sumalim, “ue Amang dang adong

tulangmu, holan sa sada ahu do anak ni oppungmu,.”. ala mansai sungkun do

roha ni Si Piso Sumalim disungkun ibana ma padua halihon tu inong na i,” toho

ma inong, didia do tulanghu maringanan?”. jadi massai mara ma inong na i

laos dialusi ma anak na i ninna ma, “ hudok sahali na i dang adong tulang mu,

namapultak sian bulu do ahu jalan ma dek dek sian langit”. jadi laos hohom ma

Si Piso sumalim dungkon muruk inong na i, laos lao ma ibana sian jolo ni inong

na i, asa unang lam muruk be inong na tu ibana”.

(31)

“Setelah dia beranjak dewasa. Bertanya-tanyalah di dalam hatinya dimanakah pamannya berada. Dan datanglah Si Piso Sumalim ke hadapan ibunya untuk menanyakan apa yang ada di dalam hatinya, “ ibu, aku mau bertanya sama ibu, apakah ada pamanku bu? Dan jika ada di manakah dia berada sekarang,?”. lalu ibunya menjawab pertanyaan Si Piso Sumalim, “ueee pamanmu tidak ada, hanya ibu sendirinya anak kakekmu” tapi Si Piso sumalim merasa tidak percaya lalu dia menanyakan untuk yang kedua kalinya kepada ibunya. “betulah bu, dimananya pamanku berada?”. lalu marahlah ibunya kepadanya sambil menjawab pertanyaannya, “ kukatakan sekali lagi, tidak ada pamanmu. Yang pecah dari bambunya aku dan jatuh dari langit.” Lalu terdiamlah Si Piso Sumalim setelah ibunya marah, kemudian dia pergi dari hadapan ibunya agar ibunya tidak marah lagi kepadanya.”

2) Generating circumstances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak dimana Si Piso Sumalim terus berusaha

mencari tahu kepada ibunya dimanakah keberadaan pamannya dan Si Piso Sumalim

bermaksud untuk meminang putri pamannya, akhirnya ibunya manjawab semua

pertanyaan Si Piso Sumalim.

Hal tersebut terlihat dalam contoh berikut ini:

“…Ro ma ma muse Si Piso Sumalim manukkun tu inong na, “ inong,

adong do tulanghu? Molo adong di dia do tulanghu maringanan ?” dungi ala

dang sanggup be inong na i pa bunihon sungkun-sungkun na i, gabe di

paboahon ma tu ibana sasintongna adong do tulangna laos dipaboahon muse tu

ibana di dia saonari tulang na i maringanan. “adong do tulangmu anakku,

namargoar Punsahang Mataniari – Punsahang Matanibulan jala maringanan

di Rura Silindung”. Ala naung di paboa inong na i ma ise do tulang na i, jadi

disungkun Si Piso Sumalim ma muse inong na i, “ inong adong do paribanhu?”.

Ro ma inong na i mangalusi huhut mengkel suping, “ adong do amang

paribanmu, jala mansai uli do rupa na dohot parangena,.”

(32)

“Datanglah Si Piso Sumalim bertanya kepada ibunya, “ibu, adakah pamanku?, bila ada dimanakah dia tinggal?”. karena tidak sanggup lagi ibunya menyembunyikan semua pertanyaan itu maka dikasih tahu ibunyalah sebenarnya tulangnya ada dan di mana sekarang pamannya itu tinggal. ”adanya pamanmu anakku, namanya Punsahang Mataniari- Punsahang Matanibulan dan tinggal di Rura Silindung”. Setelah ibunya memberitahukan siapa pamannya, kembali lah Si Piso Sumalim kepada ibunya, “ibu, adakah paribanku?”, lalu ibunya menjawab sambil tersenyum, “ada anakku, dia sangat cantik dan baik hati,.” 3) Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

Pada tahap ini pengarang mulai memunculkan maksud dan tujuan dalam cerita

Si Piso Sumalim. Keadaan cerita mulai memuncak ketika Si Piso Sumalaim mengetahui

bahwasanya terjadi pertengkaran antara ibunya dan pamannya diakibatkan pamannya

telah mengambil barang pusaka milik keluarganya. Setelah Si Piso Sumalim

mengetahui hal tersebut akhirnya dia memutuskan untuk mengambil kembali barang

pusaka yang berada di tangan pamannya.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam contoh berikut

Jadi di paboa inong na i ma tu Si Piso Sumalim na ditingki na uju i marbada i do inong na i dohot tulang na i, “Di tingki parmonding ni amang mu,

ro do tulang mu lao mambuat arta i ima podang malim, jadi laos marbada i do

hami ala dang olo au mangalean i sude, alai di paksa tulang mu au gabe laos di

buat jala laos lao ma ibana,.”

Laos di dokkon inong nai ma muse, “ anakku, lao ma ho tu huta ni

tulang mi, na di Rura Silindung, ai raja do tulangmu di san, sungkun ma jolma

na adong di huta i na margoar Punsahang Mataniari-Punsahang Matanibulan.

Dung sahat ho disi paboa ma tu tulangmu molo ho anakku. Dungi jalo ma tu

tulang mu podang malim na dibuat na i sian au”.

Jadi di jou ma muse hatoban na i asa adong mandongani Si piso

Sumalim lao borhat tu huta ni tulang na i. Hatoban na i ima namargoar Sitakkal

(33)

ma jo hamu rap dohot anakku Si Piso Sumalim tu huta ni tulangna na di Rura

Silindung laos jalo hamu ma podang na di buat ni tulang na i,.” di alusi si

Takkal Tabu ma oppung na i, “ olo ompung borhat pe hami tu Rura Silindung,.”

Dungi dijou inong ma muse Si Piso Sumalim, “anakku,. Borhat ma ho tu

rura silindung tu huta ni tulangmu, Sitakkal Tabu ma donganmu lao tu jabu ni

tulang mu. Anakku boan ma on ima pungga haomasan”. Jadi di sukkun Si Piso

Sumalim tu inong na i, “aha do lapatan ni pungga haomasan on inong,?”, roma

inong na i mangalusi, “pungga haomasan on i ma na marlapatan molo dianggo

pungga homasan on dang di ae ho be male dohot mauas.”, dungi laos dilean

inong na i ma baju habangsaon ni harajaon na i, laos martading hata ma Si

Piso Sumalim tu inong na i, “inong,.. bereng ma bunga on, molo malos do

bunga on na adong ma sidalananku na so denggan, jala molo mate do bunga on

naung mate ma au di pardalananku alai molo denggan manangna subur do

bungan on na denggan ma au mnopot tulang i dohot sahat di jabuni tulang i”,

laos di pakkehon ibana ma pakhean i. Jadi laos di jou Si Piso Sumalim ma

Sitakkal Tabu asa lao halaki borhat tu Rura silindung.”

Terjemahan :

“Jadi diberitahukan ibunyalah kepada Si Piso Sumalim bahwasanya dahulu ibunya bertengkar dengan pamannya,” sewaktu ayahnya meninggal pamanmu mengambil barang pusaka yaitu pedang Malim, jadi bertengkarlah ibu sama pamanmu karena ibu tidak mau memberikan barang pusaka itu, dan kemudian dia langsung pergi.

Lalu ibunya berkata, “anakku pergilah ke rumah pamanmu yang berada di Rura Silindung dia adalah seorang raja di sana, Tanyalah kepada orang yang tinggal di kampung itu yang bernama Punsahang Mataniari- Punsahang Matanibulan. Setelah kau tiba di sana beritahukanlah kepadanya bahwa kau adalah anakku, lalu mintalah pedang Malim yang telah di ambil pamanmu dariku”.

(34)

Piso Sumalim ke rumah pamannya di Rura Silindung, dan mintalah kepada pamannya pedang yang telah diambilnya dariku”, lalu Sitakkal Tabu menjawab, “ iya nyonya, kami akan berangkat ke Rura Silindung”.

Setelah itu ibunya memanggil kembali Si Piso Sumalim dan berkata,”anakku, pergilah kau ke Rura Silindung ke rumah pamanmu dan Sitakkal Tabulah yang menemanimu pergi ke sana, anakku,.. bawalah pungga haomasan ini”, lalu bertanyalah Si Piso Sumalim kepada ibunya,” apakah kegunaan pungga haomasan ini ibu?”, lalu ibunya menjawab pertanyaan itu,” pungga haomasan ini berguna bilamana kau mencium pungga haomasan ini kau tidak akan merasakan lapar walaupun kau tidak makan dan tidak akan merasa haus walaupun tidak minum”. Lalu ibunya memberikan baju kebesaran kerajaan kepada Si Piso Sumalim, dan kemudian Si Piso Sumalim memberikan pesan kepada ibunya,” ibu,. Lihatlah bunga ini, apabila bunga ini layu maka aku memiliki masalah di perjalananku, dan apabila bunga ini mati, maka aku mati di perjalanan ku, dan bilamana bunga ini tumbuh dengan subur maka selamatlah aku diperjalananku sampai ke rumah paman. dan dia langsung mengenakan baju kebesaran tersebut. Lalu Si Piso Sumalim memanggil Sitakkal Tabu dan minta izin kepada ibunya kemudian mereka berangkat menuju Rura Silindung.”

4) Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

Peristiwa mencapai puncak terjadi setelah Si Piso Sumalim dan Sitakkal Tabu

sedang berada di perjalanan menuju rumah pamannya di Rura Silindung, di dalam

peristiwa ini Sitakkal Tabu berniat buruk kepada Si Piso Sumalim.

Hal itu dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“Dung borhat Si Piso Sumalim dohot hatoban na Sitakkal Tabu, tung

mansai loja do di hilala nasida na manjalahi huta ni tulang na i alani dao na.

Di tonga dalan jumpang nasida ma sada batang aek namansai tio, didokma asa

maridi Si Piso Sumalim tu batang aek i. Alai didokkon Si Piso Sumalim ma tu

Sitakkal Tabu asa parpudi ibana maridi asa adong manjaga barang-barang

dohot pakhean ni Si Piso Sumalim di tingki ibana maridi.” Takkal Tabu.

(35)

dialusi Sitakkal Tabu ma ibana,”olo raja nami. parpudi pe ahu maridi.”. dung

sahat di paridian i Si Piso Sumalim, dibukka Sitakkal Tabu ma pakhean na i

laos dipangke ma pakhean ni habangsaon ni harajaon ni Si Piso Sumalim i.

Dung sae maridi Si Piso Sumalim di bereng ibana ma naung di pangke

Sitakkal Tabu be Pakhean na i laos tarsonggot ma ibana, laos di dokkon ma tu

Sitakkal tabu,” boasa pakke on mu pakhean hi,.??”, jadi ro ma hata ni Sitakkal

Tabu,”saonari ahu na ma raja jala ho ma gabe hatobanhu, ahu na ma Si Piso

Sumalim jala ho ma gabe Sitakkal Tabu. Molo dang olo ho pemateonhu do ho

dohot podang on”, alani i gabe olo ma Si Piso Sumalim mamangke pakhen ni

hatoban na i. Jala naso jadi paboahon ni Si Piso Sumalim do tu manang ise

dibagasan parjanjian nasida, didokkon Sitakkal Tabuma tu Si Piso Sumalim,

“dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si ose padan tu ripurna tu

magona”. Ima parpadanan naung niuddukkon ni Si Piso Sumalim. Dung sae

halak i marpadan borhat ma halak i tu Rura Silindung.”

Terjemahan :

Setelah berangkat Si Piso Sumalim dan pembantunya Sitakkal Tabu, di tengah perjalanan mereka merasakan letih nya selama perjalanan ketika mau menuju rumah pamannya yang sangat jauh. Di tengah perjalanan mereka menemukan sungai yang sangat jernih airnya, lalu Sitakkal Tabu menyuruh agar Si Piso Sumalim mandi ke sungai itu. Lalu Si Piso Sumalim berkata kepada Sitakkal Tabu supaya dia belakangan mandi supaya ada yang menjaga barang dan pakaian kebesaran kerajaannya sewaktu dia mandi. “Takkal Tabu,.. belakanganlah kau mandi jagalah barang- barang dan pakaian ini, setelah aku selesai mandi baru kau bisa mandi biar aku yang menjaga barang kita nantinya”, lalu Sitakkal Tabu menjawab dia, “iya raja,.. terakhir pun aku mandi”. Setelah Si Piso Sumalim sampai di sungai, Sitakkal Tabu langsung membuka baju yang dipakainya dan memakai baju kebesaran kerajaan Si Piso Sumalim.

(36)

Sumalim pun menuruti perkataan Sitakkal Tabu dan dia memakai pakaian pembantu itu. Mereka membuat perjanjian bahwasanya Si Piso Sumalim tidak akan memberitahukan kepada siapa pun. Setelah mengikat janji, mereka berangkat menuju Rura Silindung ke tempat pamannya Si Piso Sumalim.

Suasana semakin memuncak setelah Si Piso Sumalim tiba di rumah

pamannya. Setelah sampai di rumah pamannya, pamannya tidak mengenal yang

mana sebenarnya Si Piso Sumalim dan Sitakkal Tabu.

Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut :

“Jadi dung pajumpang ma nasida dohot tulang na i, disungkun tulang

na i ma nasida, “ise do hamu.?”, jadi ro ma Sitakkal Tabu na gabe dijou sonari

Si Piso Sumalim mandok, “ au do on tulang, berem Si Piso Sumalim na sian

huta Habinsaran,.”, dung i di sukkun tulang na i ma muse ibana, “bah.. tubu

nise ma ho sian Habinsaran,.?”, ala dang di boto Sitakkal tabu mangalusi, gabe

didok ma tu Si Piso Sumalim asa ibana Mangalusi Sungkun-sungkun nitulang i,

“Takkal Tabu,.. alusi jo sungkun-sungkun ni tulang on,” jadi di alusi Si Piso

Sumalim na asli ma Sungkun- sungkun ni tulang na i, “ santabi rajanami, tubu

ni baru tompul do raja on nasian habinsaran, namargoar oppung

sopur-sopuron”. Dung di dok songoni gabe di haol tulang na ma Si Piso Sumalim na

palsu i. jala di suru ma asa masuk tu jabu, alai anggo Si Piso Sumalim na asli i,

tinggal do di emper ni jabu ni da tulang na i. Dung sahat di jabu di suru tulang

na ma asa mangan halak i. molo sitakkal tabu na asli tung mansai tabo do

ingkau na di rade hon tu ibana, alai Si Piso Sumalim na asli holan indahan

dohot ikkan asin do dilean tu ibana.

Ditingki namangan i Sitakkal Tabu na asli, dibereng boru ni tulang na i

ma songon parpanganon ni Sitakkal Tabu, jadi didokma tu Sitakkal Tabu na asli

i, “ ai dang tarida ho songon anak ni raja, ai parmanganmu pe pas hera

hatoban naso hea mangallang na tabo”, dang pola di pardulihon Sitakkal tabu i

alani taboni na mangan i, jadi ala dang di alusi Sitakkal Tabu i boru ni tulang

i, laos lao ma ibana tu luar, dina tu luar i ibana di ida ma Si Piso Sumalim na

asli dang di allang nanggo saotik pe indahan na i, jadi di sukkun boruni tulang i

(37)

lambok do alus ni Sitakkal tabu na palsu i, “nungnga bosur ahu boru ni raja

nami,.”, di alusi ma muse, “ai mangallang aha haroa ho umbaen boi ho

bosur?”, didok Sitakkal Tabu na palsu i ma muse, “dang adong huallang

manang aha boru raja nami, holan on do hu anggo- anggo”. Di dok boru raja i

ma muse, “aha do haroa i Takkal Tabu?”, di alusi ma muse, “santabi ma boru

ni raja nami, ia on namargoar pungga haomasan”, laos disungkun boru ni raja

i ma,”aha do lapatanni i,.?”, di alusi ma, “santabi ma boru ni raja name ia

lapatanni on ima molo ianggo do pungga haomasan on tung naso jadi di taon

male nang pe somangan dang mauas nang pe so minum, ima ianggo lapatanna

boru ni rajanami”. Tarsonggot ma boru ni raja i dina mambege hata i, laos lao

ma ibana mandapothon amang na i tu jabu. Dungi idongkon boru naon ma tu

bapana, “bapa.. bereng jolo hatoban ni Si Piso Sumalim an dang olo ibana

mangan bapa”, dungi ro ma muse bapa naon mandok tu boruna, “dang disuru

ho haroa ibana mangan!”, dialusi boruna ma “hu suruh do bapa ibana mangan

alai dang olo ibana mangan, alai heran do ahu mamereng ibana bapa holan

pungga haomasanni do ianggo-anggo ibana gabe ibana butong bapa nata pe so

mangan”, mambege i heranma bapa na, nuaeng ise do sabatul na sipiso

sumalim alana nahuboto napunasa pungga haomasan ni holan sipiso sumalim

do alai boasa boi ditiop hatoban i sipiso sumalim pungga haomasani.

Manogotna heran ma tulangni sipiso sumalim adong di ida ibana sada

hoda dung i hoda on mamboan surat namarisi hon tona sian inongni si piso

sumalim na adong di habinsaran ni huta, isi ni suraton pe songonon, ito husuru

do berem tu jabumu lao panjumpang dohot ho dungi laos lehon ma podang

malim i tu ibana, ito manang ise na boi pajinakon manang naboi mangalehon

mangan hodaon ido berem sasintongna. Dung sae dijaha tulangna i isi ni surat i

di jou tulangna ma Si Piso Sumalim dohot si takal tabu, “takkal tabu dohot ho

bereku Si Piso Sumalim roma joloho tuson”, dungi ro ma halaki na dua tu joloni

tulang na, aha i tulang ninna sipiso sumalim na palsu ma tu tulangna, “songon

on saonari paridi ma jolo hodaon dung diparidi leon ma mangan hodaon,

manang ise di antara hamu nadua na boi paridi hon dohot mangalehon mangan

hoda on ima bereku Si Piso sumalim, alana ido tona na ro sian huta

(38)

dohot mangalehon mangan hoda i, ala i dang jonok dope ibana sian hoda i alai

nga di tendang hoda i Si Piso Sumalim napalsu, ditingki mamereng kejadian i

curigama tulangna mamereng sipiso sumalim on, dung sae i disuruh tulangna

ma si Takkal Tabu na palsu laho paridihon dohot mangalehon mangan hoda i,

roma si Takkal Tabu na palsu on dijonok i ibana ma hoda i, heran ma tulangna

mamereng hoda i, alana dibereng tulangna di tingki manjonoki hoda i si Takkal

Tabu na palsu i tangis do hada i, dungi di haol Sitakal Tabuon ma hodaon

diboan sitakal tabuon ma hoda on maridi dung sidung diparidi dilehon ibana

ma mangan hodaon.

Dung sae Sitakal Tabu na palsu paridihon dohot mangalehon mangan

hodana disuruh tulangna on ma boru na manjou si Takkal Tabu, ro ma boruna

manjou Sitakkal Tabu, “Takkal Tabu dijou bapa ho, ro ma jolo ho tuson”, dungi

roma Sitakkal Tabu na palsu tu joloni tulangna, “aha i tulang?”, “Sasintongna

ise do ho sabutulna ala na nga huboto saonari ise Sitakkal Tabu, ise si piso

sumalim, disungkun tulangna ma Si Piso Sumalim,, ise do ho sabotulna”, ro ma

alusni Si Piso Sumalim,” Si Piso Sumalim do ahu tulang”, ro ma tulangna

mandokon,” unang pola margabus ho, nga huboto saonari ise sabotulna sipiso

sumalim na asli. “Husukon maho sahali nai ise do ho?” Dungi dialusi Si Piso

Sumalim na palsu ma “ai Sitakal Tabu do ahu tulang”, dungi disukun tulangna

muse tu ibana “jadi boasa margabus ho, boasa di dongkon ho goarmu Si Piso

Sumalim?”, “ai na pengen do ahu tulang gabe raja, alana sian oppung tu

dainang, sian dainang tu ahu sai lalap ma gabe hatoban, ima alasanna boasa

ahu margabus tulang, dungi pas ditonga dalan naeng lao tuson huancam do si

piso sumalim asa unang paboahon ise ibana sabotulna, jadi mangido maaf ma

ahu tu hamu tulang”, roma tulangna tu si Takkal Tabu na asli “dang adong

maaf di ho”, di jou tulangna ma angka pengawal asa manguhum sitakal tabu,

dungi didokon tulangna ma tu Si Piso Sumalim, “mangido maaf ma ahu

tulangmu alana dang boi tingkos hutanda ho”, dungi dijou tulangna na on ma

nantulangni Si Piso Sumalim, didok tulangna ma, “oma ni butet, roma joho on

do bereta sabotulna na ro sian huta habinsaran, jadi buat jo pahean na denggan

tu ibana asa tarida ibana songon anak ni raja.”

(39)
(40)

kemudian dia berkata kepada bapaknya,”bapak, lihat dulu pembantu Si Piso Sumalim itu dia tidak mau makan, lalu bertanya, “kenapa dia tidak mau makan putriku, apakah kamu tidak menyuruhnya untuk makan.?, lalu putrinya menjawab, “aku sudah menyuruhnya tetapi dia hanya mencium-cium pungga haomasan”, setelah mendengar itu heranlah bapaknya karena sepengetahuan bapaknya hanya Si Piso Sumalimlah yang memiliki pungga haumasan, kenapa pembantunya yang memegang pungga haomasan tersebut, dan timbullah tanda tanya di dalam hatinya.

Keesokan harinya heranlah pamannya, pamannya melihat seekor kuda di depan rumahnya dan membawa sepucuk surat. Kemudian pamannya langsung mengambil dan memabaca isi surat tersebut, dan terkejutlah dia karena isi surat tersebut berisikan pesan dari ibu Si Piso Sumalim yang ada di Habinsaran. Isi surat tersebut adalah, “abang.. aku telah memberangkatkan beremu untuk bertemu denganmu dan untuk meminta kembali pedang Malim yang telah kau ambil itu . abang,.. siapa pun yang bisa menjinakkan kuda yang membawa surat ini dan bisa memandikan dan memberi makan kuda itu, itu lah beremu yang sebenarnya”. Setelah selesai dibaca pamannaya surat itu, langsung dipanggil pamannya lah Si piso Sumalim dan Sitakkal Tabu, “Takkal Tabu dan kau bereku, datanglah dulu kemari”, lalu mereka pun datang menghampiri pamannya. Sekarang mandikan dulu kuda itu setelah itu beri makan kuda itu, siapa pun diantara kalian berdua yang bisa memberikan makan kuda itu, dia adalah bereku yang sebenarnya, karena itu pesan dari desa habinsaran”. Pertama disuruhlah Si Piso Sumalim yang palsu untuk memandikan dan memberi makan kuda itu, akan tetapi sewaktu memandikan kuda itu, Si Piso Sumalim yang palsu langsung di tendang oleh kuda itu, sewaktu melihat kejadian itu pamannya heran, kemudian pamannya memanggil Sitakkal Tabu yang palsu untuk memandikan dan memberikan makan kuda itu, Sitakkal Tabu mendekati kuda itu dan pamannya terheran melihat kuda itu menangis sewaktu mendekati kuda itu, lalu Sitakkal Tabu pun memeluk kuda itu dan langsung di mandikan, kemudian dia beri makan.

(41)

datang dulu kau kemari, bapak memanggilmu!” , lalu Sitakkal Tabu pun menjawab, “ada apa paman?”, “sebenarnya siapanya kalian bereku?, sekarang aku sudah tahu yang sebenarnya”, lalu pamannya bertanya kepada Sitakkal tabu yang asli yang menyamar sebagai Si Piso Sumalim,”siapa kau yang sebenarnya?”, dia pun menjawab,”akunya ini paman beremu Si Piso Sumalim!”, lalu pamannya berkata,” kamu tidak perlu berbohong, aku sudah tahu siapa Si Piso Sumalim yang asli. “aku menanya sekali lagi, siapanya kamu sebenarnya?”,lalu dia pun menjawab,”Sitakkkal tabunya aku paman, “jadi kenapa kamu berbohong?, kenapa kamu bilang bahwa kamu Si Piso Sumalim?”, dia pun menjawab,”yang pengennya aku paman menjadi seorang raja karena dari oppung sampai ke ibuku, dari ibuku sampai ke aku, tetap menjadi pembantu, itu lah alasannya mengapa aku berbohong selama ini, sewaktu ditengah jalan menuju kemari kuancamnya Si Piso Sumalim supaya tidak di bongkarnya siapa aku yang sebenarnya, jadi aku minta maaf paman, lalu pamannya pun memanggil pengawalnya dan menyuruh pengawalnya untuk menghukum Sitakkal Tabu. Lalu pamannya berkata kepada Si Piso Sumalim, “aku minta maaf bere kalau aku tidak mengenalmu selama ini”. Setelah itu pamannya memanggil istrinya dan berkata kepada istrinya,” mak butet datang dulu kesini,!, ini lah sebenarnya bere kita yang asli Si Piso Sumalim yang datang dari desa Habinsaran. Jadi ambilkanlah pakaian yang bagus untuk dapat dikenakannya, agar dia terlihat seperti anak raja.”

5) Demouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)

Pada tahap penyeleasian ini Si Piso Sumalimpun telah memberikan tanda-

tanda bahwa dia adalah Si Piso Sumalim yang sesungguhnya sesuai dengan kutipan

diatas, dan kemudian pamannya pun mulai membuka mata hatinya bahwasanya dia

telah di tipu oleh Sitakkal tabu yang asli, hal ini dapat kita lihat pada kutipan dibawah

ini:

“Jadi mansai mara ma tulang na i marnida Sitakkal Tabu i, dungi di

pangke Si Piso Sumalim ma pakhean na dumenggan i na nilean ni nantulang na

(42)

jabu ni tulang mon jala nungnga tangkas be ho situtu hutanda ima Si Piso

sumalim”, jadi ro ma muse tulang na i di suru ma inanta na i asa lao mambuat

podang malim asa di lean tu Si Piso Sumalim i, “inang ni butet,.. lao ma jo ho tu

inganan ni panabunian ni podang malim i, buat ma sian i podang i asa hulean

jala hu paulak ma i tu bere ta on,”, jadi di alusi inang na i ma, “olo amang hu

buat pe!”, jadi laos di haol tulang na i ma Si Piso Sumalim i. dung ro nantulang

na i sian jabu i di lean ma tu tulang na i ma podang malim i laos ninna tulang

na i ma, “ni on ma bere, podang na ni luluan mi, denggan do hujaga on

anggiat boi muse sahat tu pinompar ta,”, laos di alusi Si Piso Sumalim ma

tulang na i, “mauliate ma tulang nami, nungga mansai las be rohaku boi hita

pajumpang nang pe songon on hita marsitandaan, hu jalo ma podang on jala

lam denggan ma parsaoranta tu jolo ni ari, didok rohangku nian mulak ma au tu

huta ni dainang asa hupaboa hon namasaon,”, jadi roma nantulang na i

mangalusi,”unang majo pittor hatop ho mulak amang, dison majo ho apa sadari

on, sogot ma ho mulak, boha didok roham?”, laos di alusi Si Piso Sumalim ma

nantulang na i, “ipe taho nantulang, marsogot pe au mulak.”

Dung marsogot na i ro ma Si Piso Sumalim ninna ma mandok tu tulang

na i,”tulang raja nami nunnga binsar be mata ni ari, mulak ma jo ahu tu huta

inang pangintubu i asa hu lean ma podang on”, jadi ro ma tulang na i, “ima

tutu bereku, mulak na ma ho tu huta habinsaran, ho dokkon ma tu ho bereku, hu

buat pe on sian tangan ni inong mu alana na so adong be manjaga on denggan,

alana tingki i nungga marujung ngolu be lae hi, asa unang mago do tu tangan ni

halak ido mambahen ahu margorak laho mambuat podang Malim on. Alai

sonari nungnga sibbur magodang be ho nungnga gabe raja be ho, nungnga boi

be ho mangurus sude na adong di habinsaran, jadi dang mabiar be au

mangalehon podang Malim on, anggiat nian jaga ma on denggan ala on ma

partinggal ni opputa na parjolo sahat ma on tu hita sonari!”, jadi lam di boto Si

Piso Sumalim ma boasa di buat tulang nai podang Malim sian inong na i laos

dialusi ma tulang na i,” ima tutu tulang, nungsnga di paboa hon tulang be aha

alana gabe di buat tulang on sian inong, naeng ma nian hatop ahu mulak asa hu

patangkas ma on tu inong na adong di habinsaran, jadi mulak ma jo au tulang

(43)

boan ma hoda on jala denggan ma jaga inong mu dohot na sagala na adong di

habinsaran, paboa ma tu inong mu, asa anggiat lam di boto aha na hubaen na

uju i”, di alusi Si Piso Sumalim ma, “olo tulang, jadi borhat ma jolo ahu tu

habinsaran”, di na lao mulak Si Piso Sumalim dung mangalangka ibana ittor ro

ma muse tulang na i di dapothon ma muse Si Piso Sumalim i, ninna ma,” bere.

bere, pette jo satongkin”, jadi laos so ma Si Piso Sumalim i, didok tulang na i

ma muse,”didok rohangku nian boan borukon dohot tu habinsaran, laos baen

ma ibana gabe parsinondukmu, jaga ma ibana laos haholong i ma ibana, asa

lam denggan hita marsaor lam bagak ma muse par pamili on ta, asa unang be

adong marhancit ni roha di hita, asa lam tu denggan na harajaon ta on tujoloan

ni ari on”, jadi tarsonggot ma roha ni Si Piso Sumalim laos didok ma,”las do

rohakku tulang di na nidok ni tulang pariban kon gabe parsinondukhu, jadi rap

ma hami tu huta ni inong di habinsaran, tung mansai denggan pe hu jaga dohot

hu haholongi pariban hon, jadi borhat ma hami tulang sonari”, ro ma boru ni

tulang na i mandok, “borhat ma hami oma, bapa denggan-denggan ma hamu na

tinadinghon nami”, ro ma nantulang na i mandok tu pariban na i,” olo inang,

borhat ma hamu, jaga dirim dohot manat ma ho marsimatua”, dialusi boru nai

ma,”olo inang, jadi borhat ma hami”. Dungi borhat ma Si Piso Sumalim rap

dohot pariban na i sai tumatangis ma tulang dohot nantulang na i di na lao

borhat halak i.

Dung sahat Si Piso Sumalim rap dohot pariban nai pittor di jou ma

inong na i, “inong, inong, nungnga ro be anak mon Si Piso Sumalim!”, jadi

pittor ro ma inong na i laos di haol hon ma anak na i,” amang,.. nungnga ro be

hape ho, nunga di boan ho be, jala nungnga sahat be podang Malim on tu jabu

ta on”, jadi dung sidung inong na i manghaol anak nai dibereng ma adong

boru-boru di lambung ni anak na i, ninna inong na i ma, “bah,. Malim ise do

borua na binoan mon,,?”, jadi ro ma pariban nai pittor di alusi ma namboru na

i, “au do on namboru ima boru ni amang i namargoar Punsahang Mataniari-

Punsahang Matanibulan”, laos di haol ma muse ibana laos ninna namboru na i

ma,” ho do hape pariban ni anak na gabe parsinonduk ni anakki laos gabe

parumaen kui,”, dung i laos di paboa Si Piso Sumalim ma boasa di buat tulang

(44)

Terjemahan :

“lalu marah lah tulangnya melihat Sitakkal Tabu akibat perlakuannya. Kemudian dikenakan Si Piso Sumalimlah pakaian yang lebih bagus yang telah di berikan nantulangnya kepadanya, lalu tulangnya pun berkata kepadanya, “bereku,.. kamu telah sampai di rumah tulang mu ini dan sudah jelas kami mengenalmu”, kemudian tulangnya menyuruh istrinya untuk mengambil pedang Malim supaya diberikan kepada Si Piso Sumalim, “mak butet, pergilah ketempat penyimpanan pedang Malim dan ambillah pedang itu agar kuberikan kepada bere kita ini, lalu istrinya pun menjawab, “iya pak, saya akan mengambilnya”. Tulangnya langsung memeluk Si Piso Sumalim dan tidak lama kemudian nantulangnya datang dan memberi pedang itu kepada suaminya dan suaminya pun berkata, “ini lah bere pedang yang kau cari itu, aku menjaganya dengan sangat baik agar sampai ke generasi berikutnya”, lalu Si Piso Sumalimpun menjawab, “terima kasih tulang saya sangat senang berjumpa dengan tulang walaupun seperti ini pertemuan kita, tulang nya pun bekata,”semoga mulai saat ini sampai kedepannya persaudaraan kita menjadi lebih baik sampai di hari mendatang”, Si Piso Sumalim berkata, “menurut ku aku ingin pulang ke kampungku agar aku bisa menceritakan semua ini kepada ibu”, kemudian nantulangnya pun berkata, ”janganlah langsung pulang kau bere, besoklah kau pulang”, lalu Si Piso Sumalim pun menjawab,” baiklah nantulang besok pun aku pulang”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap cerita rakyat Candi Cetho, mengungkapkan fungsi bagi masyarakat pemiliknya, mendeskripsikan aspek

Von Sydow (dalam Sulastin Sutrisno, Daru Suprapto, dan Sudaryanti, 1991: 469) memberikan nama legenda alam gaib dengan sebutan memorate, yaitu kisah pengalaman seorang

Di Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan terdapat suatu permasalahan dimana ketika dalam melakukan sewa – menyewa tambak garam si pemilik tambak garam ketika