• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA PADA CERITA RAKYAT BATU DEBATA IDUP DI DESA SIMANGULAMPE KECAMATAN BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA PADA CERITA RAKYAT BATU DEBATA IDUP DI DESA SIMANGULAMPE KECAMATAN BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA PADA CERITA RAKYAT BATU DEBATA IDUP DI DESA SIMANGULAMPE KECAMATAN

BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

DISUSUN OLEH

IRNA SULASTRI S.

NIM: 160703022

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)

ABSTRAK

Irna Sulastri S, 2020. Judul Skripsi : Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten

Humbang Hasundutan.

Dalam penelitian ini penulis membahas ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT BATU DEBATA IDUP. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik cerita rakyat Batu Debata Idup, nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita rakyat Batu Debata Idup dan pandangan masyarakat terhadap cerita Batu Debata Idup. Cerita rakyat Batu Debata Idup merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, yang tepatnya berada di desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur cerita dan mengetahui nilai- nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Debata Idup. Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi dalam cerita rakyat Batu Debata Idup terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta menggali nilai budaya didalamnya.

Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori strukturan dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur intrinsik yang ada dalan cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Cerita rakyat Batu Debata Idup dipercayai pada zaman dulunya memiliki kekuatan super natural serta dijadikan sebagai tempat penyembahan.

Berdasarkan penelitian ini, hingga kini Batu Debata Idup masih terletak di desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja.

Kata Kunci : Analisis Sosiologi Sastra, Cerita Rakyat Batu Debata Idup

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat yang telah diberikan-Nya, dan telah memberikan kesehatan dan kekuatan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten

Humbang Hasundutan”. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja. Sesuai dengan judul skripsi diatas maka yang dibahas adalah mengenai struktur cerita Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja dan juga membahas tentang nilai-nilai sosiologi sastra yang terdapat pada cerita tersebut.

Untuk memudahkan pembaca memahami tentang apa saja yang akan dibahas dalam skripsi ini dimulai dari :

Bab I merupakan pendahuluan, yang mecakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II merupakan tinjauan kepustakaan, yang mencakup kepustakaan yang relevan, pengertian sastra, pengertian sosiologi, pengertian sosiologi sastra, pengertian cerita rakyat dan teori yang digunakan.

Bab III merupakan metode penelitian, yang terdiri dari : metode dasar, lokasi data penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

(5)

Bab IV merupakan pembahasan yang terdiri dari tahapan unsur intrinsik, pandangan masyarakat, dan nilai-nilai sosiologi sastra.

Bab V berisikan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Atas segala bantuannya, saya ucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini berguna bagi semua pembacanya.

Medan, November 2020 Penulis

Irna Sulastri S.

Nim. 160703022

(6)

HATA PATUJOLO

Mauliate ma dipasahat panurat tu Tuhan Debata disiala asi dohot holong na dilehonna, dilean do hasehaton tu panurat dohot hagogoon umbahen boi pasaehon skripsi on.

Judul ni skripsi on ima “Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan” judul on dibahen panurat sian turi-turian dohot sarita ni halak di huta Simangulampe Kecamatan Baktiraja. Tudos tu judul ni skripsi na di ginjang ima na manghatahon tu taringot ni sarita Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja jala muse manghatahon taringot ni nilai-nilai sosiologi sastra na adong di sarita i.

Lahu mamurahon panjaha mangantusi taringot tu angka aha na dihatahon di skripsi on dibuhai ma i sian:

Bindu sada ima pendahuluan na marisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dohot manfaat penelitian.

Bindu dua ima tinjauan kepustakaan na marisi kepustakaan yang relevan, pengertian sastra, pengertian sosiologi, pengertian sosiologi sastra, pengertian cerita rakyat dohot teori na dipake.

Bindu tolu ima metode penelitian na marisi metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dohot metode analisis data.

Bindu opat ima pembahasan na marisi unsur intrinsik, nilai-nilai sosiologi sastra dohot pandangan ni masyarakat.

(7)

Bindu lima ima kesimpulan dohot saran.

Tangkas do diboto panurat skripsi on hurang singkop dope. Isiala ni i dohot serep roha ni panurat mangido kritik dohot saran na boi pasingkophon sian sude panjaha.

Mauliate ma dipasahat panurat tu sude jala sai marlapatan ma skripsi on tu angka na manjaha.

Medan, November 2020 Panurat,

Irna Sulastri S.

Nim. 160703022

(8)

ht pTjolo

mUliatemdipsht\pNrt\TThn\debt disial holo^

nN<dilEhno\jldilEhno\hsEhtno\dohot\gogoTpNrt\Um\bhnE\boIpsaE hno\sikirip\siaon\

JdL\nisikirpi\siano\aimanlissi\sosiaologiss\t\rpdsritb T dEbt IdP\di dEs sim<ulm\pe hesmtn\ bh\tirj kBptne\

Hm\b^hsN\Dtn\JdL\ano\ dobhnE\

pNrt\sian\TriTrian\dohto\sritnihlh\diHtsim<lm\pEhEsmtn\bh\to rjTdso\TJdL\ni sihirpi\si n di gni\j^ Im n m^hthno\T

tri<to\ ni srit bT dEbt IdP\

didEssim<lm\pEhEsmtn\bh\tirjjlMsEm^hthno\tri<to\ni nilI nilIsosiaologiss\t\rn ado^ disrit I

LhopMrhno\ pn\jh m<n\Tsi tri<to\ T aa^h ah n di hthno\

do sikirpi\si ano\ di BhI m sian\

bni\DsdImpnE\dHLan\nmrisiltr\bElk^ mslh\, RMsn\mslh\TJan\pEnElitian\dohto\mn\pat\pEnElitian\

bni\DDaImtni\jUan\hEpS\than\nmrisikEpS\than\nrElEpn\,p E<rE\tian\sosiaologi,pE<rE\tian\sosiaologiss\t\r,pE<rE\tian\

srit rk\yt\ dohto\ tEaori n di pkE

bni\DtoLImmEtodEpEnElitiannmrisimEtodEdsr\,loksidtpEnE litian\sM\brE\dtpEnElitian\In\s\t\RmnE\pEnElitian\mEtodE pe<M\Pln\ dt dohto\ mEtode anlissi\ dt

bni\Daopt\Impmebhsn\nmrisiUn\sR\In\t\rin\ski\pn\d<n\ms rkt\ dohto\ nilI nilI sosiaologi ss\t\r

bni\D lim Im kEsmi\Pln\ dohto\ srn\

t^hs\ do diboto pNrt\ sihirpi\so ano\ Hr^ si^hpo\ dope Isial ni I dohto\ serpe\ ni roh pNrt\ m<ido k\ritki\ dohto\

srn\ n boI psi^hpo\hno\ sian\ Sde pn\jh

mUliatemdipsht\ pNrt\ T Sde jl sI mr\lptn\ m sihirpi\si ano\ T aa^h pn\jh.

Medn\,nopEm\brE\2020

pNrt\

Ir\n Sls\t\ri s\

nmi\ 160703022

UCAPAN TERIMA KASIH

(9)

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III serta semua staff maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya.

2. Bapak Drs.Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Sastra Batak serta Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Rosita Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang sudah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum selaku dosen Pembimbing II yang juga sudah memberikan waktunya untuk mendukung dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH. M.pd selaku dosen pembimbing akademik beserta bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum selaku dosen yang telah banyak memberi dorongan serta arahan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini, serta terimakasih juga kepada semua Dosen-Dosen

(10)

staff pengajar Program Studi Sastra Batak yang sudah memberi pengajaran dan didikan kepada penulis selama perkuliahan.

6. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua saya Ayahanda Pendi Sibagariang, S.Pd dan Ibunda Tiolide Bakara, S.Pd yang telah mendidik dan mendukung sepenuhnya penulis hingga bisa sampai ke tahap akhir jenjang perkuliahan saya. Doa dan dukungan mereka yang senantiasa mengiringi langkah penulis hingga menuju tahap ini.

7. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada saudari saya Teresia Sibagariang, A.md yang telah banyak mendukung dan membantu saya dalam bentuk finansial. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua saudara saya Jhon Anri Sibagariang, S.pd , Erwin Sibagariang dan Agus Sibagariang yang mendukung penuh penulis dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini

8. Begitu juga kepada Kepala Desa Simangulampe Ramoslin P. Simanullang beserta semua informan yang ada di desa Simangulampe yang telah menyempatkan waktunya membantu saya untuk mendapatkan banyak informasi yang penulis butuhkan untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Terima kasih juga kepada teman-teman Sintia Natalia Hutagalung, Kardo Pariaman Sihite, Hewida Aritonang, beserta semua teman-teman Stambuk 2016 yang tidak bisa saya sebut satu persatu yang telah memberi dorongan dan dukungan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga semuanya lulus tepat pada waktunya.

(11)

10. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada abangda Alumni Risdo Saragih, S.S karena telah banyak membantu penulis selama perkuliahan, banyak memberi motivasi kepada penulis didalam maupun diluar perkuliahan.

11. Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Kakanda Alumni Tio Anggreni Lumban Batu, S.S yang sudah sangat banyak memberi saran kepada penulis mulai dari pengerjaan proposal hingga penulis sanggup berada ke tahap pengerjaan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Penulis pada kesempatan ini memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa kiranya dapat membalas semua kebaikan mereka, dan tidak bisa penulis balas. Tuhanlah yang membalas dan memberkati.

Medan, November 2020

Irna Sulastri S.

Nim. 160703022

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...viii

DAFTAR ISI... xi

BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar BelakangMasalah... 1

1.2.Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kepustakaan Yang Relevan... 6

2.1.1. Pengertian Sastra... 72.1.2. Pengertian Sosiologi... 82.1.3.Pengertian Sosiologi Sastra... 92.1.4. Pengertian Cerita Rakyat... 11 2.2. Teori Yang Digunakan ... 12

2.2.1. Teori Struktural ... 12

2.2.2. Teori Sosiologi Sastra ... 15

(13)

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1. Metode Dasar ... 21

3.2. Lokasi Data Penelitian ... 22

3.3. Sumber Data Penelitian ... 22

3.4. Instumen Penelitian ...23

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.6. Metode Analisis Data ... 24

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Unsur-unsur Intrinsik Terhadap Cerita Rakyat Batu Debata Idup... 26

4.1.1. Tema ... 26

4.1.2. Alur atau Plot ... 28

4.1.3. Latar atau Setting ... 34

4.1.4. Perwatakan ... 39

4.2. Analisis Nilai-Nilai Sosisologi Terhadap Cerita Rakyat ... 46

4.2.1. Sistem Kekerabatan ... 46

4.2.2. Tanggung Jawab ... 49

4.2.3. Tolong Menolong ... 51

4.2.4. Kasih Sayang ... 53

4.2.5. Pertentangan ... 54

4.2.6. Religius atau Kepercayaan ... 56

4.2.7.Kesehatan ... 58

4.2.8. Sistem Pengetahuan...60

4.2.9. Sistem Mata Pencaharian...62

(14)

4.2.10. Kesenian...64

4.3. Pandangan Masyarakat ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN Lampiran 1 : Sinopsis cerita dalam Bahasa Batak...78

Lampiran 2 : Sinopsis cerita dalam Bahasa Indonesia...85

Lampiran 3 : Gambar Batu Debata Idup...92

Lampiran 4 : Daftar Informan...95

Lampiran 5 : Daftar Pertanyaan...96

Lampiran 6 : Surat Penelitian...97

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku, golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu tentu menghasilkan berbagai budaya, adat istiadat dan karya sastra yang berbeda.

Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan antara karya sastra satu dengan karya sastra yang lainya.

Cerita rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri dikalangan masyarakat pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi dari kehidupan baik dari segi moral, edukasi, ritual dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada umumnya cerita rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak diketahui siapa pengarangnya.

Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah disampaikan dari mulut ke mulut yang merupakan warisan budaya yang turun-temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu di kembangkan. Misalnya mitos, dongeng, cerita rakyat (turi-turian), mantra (tabas) dan lain-lainnya.

(16)

Kajian sastra lisan dapat memfokuskan pada dua golongan besar, yaitu :

1. Sastra lisan primer, yaitu sastra lisan dari sumber asli. Misalnya dari pendongeng atau pencerita.

2. Sastra lisan sekunder, yaitu sastra lisan yang telah disampaikan menggunakan alat elektronik.

Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Seperti Batu Debata Idup merupakan salah satu diantara banyaknya sastra lisan di kalangan masyarakat Batak Toba.

Batu Debata Idup merupakan batu yang berbentuk sepanjang anak manusia. Batu ini merupakan sumber pengetahuan pengobatan, pengobatan adalah

“mangidupi” memberi hidup dari acaman kematian karena penyakit, dahulu batu ini dipercaya dapat mendatangkan kesusahan bila masyarakat desa tidak memeliharanya dan akan membawa kesuburan bagi desa tersebut bila benar-benar dipelihara serta dilestarikan.

Pada kesempatan ini penulis akan mengangkat kembali cerita legenda Batu Debata Idup, untuk dijelaskan mengenai nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat sekitar tentang cerita Batu Debata Idup. Penelitian terhadap cerita ini sangat minim meskipun ahli budaya pernah meneliti tentang Batu Debata Idup di Desa Simangulampe, namun hanya sebatas deskripsi cerita saja tidak mengkaji tentang nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat mengenai cerita Batu Debata Idup tersebut.

(17)

Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat tentang cerita Batu Debata Idup di Desa Simangulampe. Penulis akan mengkaji cerita Batu Debata Idup dari segi sosiologi sastranya, supaya penulis mengetahui nilai-nilai sosiologi dan pandangan masyarakat terhadap cerita Batu Debata Idup di Desa Simangulampe.

1.2.Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting untuk pembuatan skripsi ini, karena dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengeri oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan terhadap masalah tersebut.

Berdasarkan batasan masalah di atas, penelitian ini mengkaji masalah yang ada dalam cerita rakyat Batu Debata Idup yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Unsur-unsur intrinsik apa sajakah yang terdapat dalam cerita rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe?

2. Nilai -nilai Sosiologi Sastra apa sajakah yang terdapat pada cerita rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe?

3. Apa saja Pandangan masyarakat Desa Simangulampe terhadap cerita rakyat Batu Debata Idup?

(18)

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan unsur intinsik pada cerita Batu Debata Idup di Desa Simangulampe.

2. Untuk Mendeskripsikan nila-nilai Sosiologi Sastra pada cerita rakyat Batu Debata Idup di Desa Simangulampe.

3. Untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat Desa Simangulampe terhadap cerita rakyat Batu Debata Idup.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian di harapkan dapat menambah salah satu aspek kajian sastra. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Batak Toba. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk mendokumentasikan cerita tersebut dan memberikan pemahaman kepada masyarakat Baktiraja supaya tidak melupakan cerita rakyat Batu Debata idup.

2. Memberikan pemahaman tentang unsur intrinsik dan nilai sosiologi sastra serta menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat pada cerita Batu Debata Idup

(19)

3. Menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat dalam cerita tersebut.

4. Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam penelitian budaya daerah Batak khususnya cerita rakyat.

5. Menunjang program pemerintah dalam upaya menggali, mengembangkan dan melestarikan budaya daerah.

(20)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Kepustakaan yang Relevan

Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari beberapa buku- buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian skripsi ini adalah buku yang isinya memahami tentang sastra dan sosiologi. Namun, selain daripada itu pengkajian skripsi ini juga digunakan sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Adapun buku-buku yang digunakan adalah :

1. Ratna (2004) yang berjudul Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Buku ini menjelaskan tentang pemahaman teori dan cara kerja teori dalam menganalisis objek. Kontribusi buku tersebut dalam penulisan proposal ini adalah membantu penulis dalam memahami teori, sehingga memudahkan penulis dalam menganalisis cerita rakyat Batu Debata Idup.

2. D. Damono (2005) yang berjudul Sosiologi Sastra Buku ini menjelaskan tentang pemahaman kesusasteraan dengan masyarakat . Buku ini memberi pemahaman tentang sosiologi sastra dengan sosial masyarakat melalui sebuah karya sastra sehingga memudahkan penulis dalam menganalisis nilai – nilai sosial yang terdapat pada cerita rakyat Batu Debata Idup.

3. Endraswara (2003) yang berjudul Metodologi Penelitian Sastra. Buku ini menjelaskan tentang sasaran penelitian Sosiologi sastra , Fungsi sosial sastra, dan sastra sebagai cermin masyarakat. Buku ini memberi pemahaman tentang sastra sebagai cerminan masyarakat sehingga

(21)

memudahkan penulis untuk menganalisis pandangan masyarakat terhadap objek karya sastra.

4. Nurgiyantoro (2007) yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi. Buku ini menjelaskan tentang unsur-unsur intrinsik pada sebuah karya sastra, sehingga memudahkan penulis untuk memahami teori struktural untuk menganalisis cerita rakyat Batu Debata Idup.

5. Purba (2015) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Aek Sipaulak Hosa. Skripsi ini membahas tentang teori sosiologi sastra, unsur intrinsik dan nilai-nilai sisiologi sastra yang terkandung dalam cerita rakyat Aek Sipaulak Hosa. Kontribusi skripsi tersebut dalam penulisan proposal ini adalah membantu penulis dalam memahami teori sosiologi sastra serta menemukan unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam suatu legenda.

2.1.1. Pengertian Sastra

Sastra merupakan cabang seni, yaitu hasil cipta dan ekspresi manusia yang estetis (indah). Seni sastra sama kedudukannya dengan seni-seni lainnya, seperti seni musik, seni lukis, seni tari dan seni patung yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan kepada para penikmatnya. Namun demikian, sekalipun tujuannya sama, dari aspek media penyampaian estetikanya, antara satu cabang seni dengan seni yang lainnya itu berbeda. Seni musik keindahanya disampaikan melalui media bunyi dan suara, seni lukis keindahannya disampaikan dengan media warna, seni tari keindahannya disampaikan dengan media gerak, seni

(22)

patung keindahannya disampaikan melalui media pahatan, sedangkan seni sastra keindahannya disampaikan dengan media bahasa. Dari sinilah, bahasa mempunyai peran yang istimewa dalam sastra karena sastra mewujudkan dirinya dengan bahasa, dan bahasa dalam perkembangannya juga di tentukan oleh sastra, yaitu sastra melakukan eksplorasi kreativitas bahasa, baik dalam kata, frasa, klausa dan kalimat yang tujuannya untuk mencapai aspek nilai estetis.

Definisi sastra juga banyak mengarah pada pengertian sastra ditinjau secara etimologi, asal-muasal kata. Menurut (Teeuw 1988 :22) sastra sebagai hasil cipta yang berupa “pikir” dan “rasa’ dalam bentuk artefak tulisan yang secara general merupakan perwujudan budaya.

2.1.2. Pengertian Sosiologi

Sastra memiliki hubungan yang khas dengan sistem sosial dan budaya sebagai basis penulisnya, maka sastra selalu hidup dan dipenuhi oleh masyarakat, dan masyarakat sebagai disiplin ilmu dengan sosiologi sebagai disiplin ilmu lainya. Secara lebih teknis, sosiologi adalah analisis mengenai struktur hubungan sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial (Abercrombie, 2010 : 535).

Menurut (Faruk 2010 : 3) Sosiologi merupakan disiplin ilmu tentang masyarakat yang melandaskan pada tiga paradigma ; (1) paradigma fakta sosial yang berupa lembaga-lembaga dan struktur sosial yang dianggap sebagai sesuatau yang nyata, yang berada di luar individu; (2) paradigma definisi sosial yang memusatkan perhatian kepada cara-cara individu dalam mendefinisikan situasi sosial; (3) paradigma perilaku manusia sebagai subjek yang nyata.

(23)

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi merupakan disiplin ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan masyarakat sendiri adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, memiliki adat istiadat, norma-norma, hukum, serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku, terjadi kontinuitas dalam waktu dan diikat dengan rasa identitas yang kauat mengikat warganya (Koentjaraningrat, 2005: 121).

2.1.3. Pengertian Sosiologi Sastra.

Sosiologi sastra adalah penelitian yang berfokus pada masalah kemanusiaan, karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia untuk menentukan masa depannya berdasarkan imajinasi, perasaan dan antuisi (Endaswara 2009 : 13)

Sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra, yang menurut (Ratna 2007 : 3) keduanya memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Akan tetapi, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda, bahkan bertentangabn secara diametral.

Sementara itu (Damono 2005 : 2) menjelaskan kecenderungan telaah sosiologi dalam sastra adalah : Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomis belaka.

Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra ; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar

(24)

sastra itu sendiri. Jelas bahwa pendekatan ini teks sastra tidak dianggap sebagai objek yang utama, sastra hanya sebagai gejala kedua. Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra sebagai bahan penelaahan. Metode ini yang dipergunakan yaitu sosiologi sastra adalah analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada dalam sastra.

Hubungan antara sastra dan sosiologi adalah sosiosastra yang mempersentasekan hubungan interdisiplin yang masuk ke dalam rana sastra, yaitu

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek- aspek kemasyarakatan.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspek- aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalam.

3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya.

4. Hubungan dialektif antara sastra dengan masyarakat.

Pada prinsipnya, menurut Laurenson dan Swingewood (1971) terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra.

1. Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diceritakan.

2. Penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya.

(25)

3. Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

2.1.4. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah salah satu karya sastra yaitu berupa cerita yang lahir , hidup dan berkembang pada beberapa generasi dalam masyarakat tradisional, baik masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum, disebarkan secara lisan, mengandung survival, bersifat anonim, serta disebarkan diantara kolektif tertentu dalam kurun waktu yang cukup lama (Sisyono, dkk 2008:4).

Dalam KBBI 2005 : “Cerita rakyat atau legenda merupakan cerita pada zaman dahulu yang dianggap ada hubungannya dengan peristiwa sejarah”.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Menurut (Siswoyo 2003 : 42)

“sebagai seperangkat konsep dan definisi yang saling berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena dengan menerangkan hubungan antar variabel , dengan tujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena”. Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra untuk mengkaji Cerita Rakyat Batu Debata Idup.

(26)

2.2.1. Teori Struktural

Secara umum, teori utama dan terpenting yang dilahirkan atau yang berinduk pada pendekatan objektif adalah teori strukturalisme. Secara etimologis, kata struktur berasal dari bahasa latin structura yang berarti bentuk atau bangunan. Asal usul teori struktural dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraan mengenai plot. Konsep plot harus memiliki ciri-ciri yang terdiri atas; Kesatuan, keseluruhan, kebulatan dan keterjalinan (Ratna 2005 : 88).

Struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling memepengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh.

Pada skripsi ini penulis menggunakan teori struktural yang dipaparkan oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul teori pengkajian fiksi untuk menelaah unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita Batu Debata Idup. Nurgiyantoro (2007 : 38-38) menyatakan analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya tema, alur, latar/setting dan perwatakan/penokohan. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, disamping setiap karya mempunyai ciri kekompleksan dan keunikannya sendiri, dan hal inilah antara lain yang membedakan antara karya yang satu dengan karya yang lain.

(27)

1. Tema

Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel (Nurgiyantoro 2007: 67). Kenny (via Nurgiyantoro 2007: 67 ) menjelaskan bahwa tema merupakan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan mengembangkan cerita .

Penulis menyimpulkan bahwa tema adalah pokok persoalan atau pokok pikiran ataupun pikiran utama pada suatu karya sastra yang diungkap oleh pengarang.

2. Alur/ Plot

Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro 2007: 112). Stanton (via Nurgiyantoro 2007: 113) juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadiann namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Plot juga dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi.

Menurut Richard (via Nurgiyantoro 2007 : 149). Alur berkembang dari awal hingga akhir. Dalam perkembangan menunjukkan tingkatan-tingkatan tertentu, membedakan tahapan plot menjadi lima bagian, yakni :

1. Tahap Situasi/ Situation

2. Tahap Pemunculan Konflik/ Generating Ciscumstances 3. Tahap Peningkatan Konflik/ Rising Action

(28)

4. Tahap Klimaks/ Climax

5. Tahap Penyelesaian/ Denouement

3. Latar/ Setting.

Menurut (Nurgiyantoro 2007 : 216) latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa – peristiwa yang diceritakan.

Unsur-unsur latar menurut (Nurgiyantoro 2007 : 227) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur latar tersebut.

a. Latar Tempat

Latar tempat adalah suatu unsur latar yang mengarah pada lokasi dan menjelaskan dimana peristiwa itu terjadi. Bila latar tersebut termasuk latar tipikal, akan disebutkan nama dari tempat tersebut.

b. Latar Waktu

Latar waktu merupakan unsur latar yang mengarah pada kapan terjadinya suatu peristiwa di dalam sebuah cerita fiksi (Nurgiyantoro 2007: 230).

Waktu dalam latar dapat berupa masa terjadinya peristiwa tersebut dikisahkan, waktu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dan lain sebagainya.

c. Latar Sosial

Latar sosial adalah latar yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial masyarakat yang meliputi masalah-masalah dan kebiasan-kebiasaan pada

(29)

masyarakat tersebut. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, cara berpikir, dan lain sebagainya (Nurgiyantoro 2007: 233).

4. Perwatakan/ Penokohan

Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2007 : 165).

Perwatakan tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra ada beberapa watak : a. Tokoh Protagonis

Tokoh yang dikagumi yang salahn satunya secara populer yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca/penikmat karya sastra.

b. Tokoh Antagonis

Tokoh penyebab terjadinya konflik, beroposisi dengan tokoh protagonis.

c. Tokoh Trigonis

Tokoh yang tidak memiliki sifat Protagonis dan Antagonis atau tokoh yang berada diluar kedua tokoh/ pihak ketiga.

2.2.2. Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya yang menjadi pokok permasalahan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan.

(30)

Dalam menganalisis Cerita rakyat Batu Debata Idup, penulis menggunakan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ratna (Dalam Nababan, 2004 : 339) model analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat dapat dilakukan dengan tiga macam, yaitu :

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut juga aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi.

2. Menemukan hubungan antar struktur dengan model hubungan yang bersifat dialektika.

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis yang pertama yaitu dengan (a) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri dan (b) menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi sebelumnya.

1) Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung didalam karya sastra. Masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur- unsur budaya. Menurut Naibaho unsur-unsur budaya (Nababan 2016 : 22) yaitu :

a. Unsur Sistem Sosial

Sistem sosial ini terdiri pada sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, dan sistem undang-undang. Struktur dalam setiap

(31)

sistem ini yang dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam jalinan hidup bermasyarakat.

b. Sistem Nilai dan Ide

Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar, bahkan juga terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain, sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang terdapat dalam sebuah masyarakat.

c. Peralatan Budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan.

d. Menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi atau latar belakan sosial yang tergambar dalam karya sastra. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan tentang suatu karya yang kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari serta memperhatikan peristiwa-peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan manusia dengan situasi yang berbeda.

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan peristiwa-peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antara manusia dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

(32)

Kenyataan atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra yakni :

1. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam stuktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.

2. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan dan perbuatannya.

3. Tolong Menolong

Tolong menolong adalah sikap saling membantu untuk meringankan beban atau kesulitan orang lain dengan melakukan sesuatu. Bantuan yang dimaksud dapat berbentuk bantuan tenaga, waktu maupun dana. Tujuan dalam tolong menolong adalah menghasilkan keuntungan untuk pihak lain.

4. Kasih Sayang

Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan menunjukkan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Rasa kasih sayang tak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan oleh individu tertentu yang mempunyai perasaan itu, kasih sayang adalah suatu perasaan yang menyenangkan.

(33)

5. Pertentangan

Pertentangan merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada timbulnya keadaan ketidak setujuaan, kontroversi dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara berketerusan.

6. Religi/Kepercayaan

Religi sebagai sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlaka suatu umat beragama dan upacara- upacara beserta pemuka-pemuka agama yang melaksanakannya. Sistem religi mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dunia gaib, antara sesama manusia dengan lingkungannya yang dijiwai oleh suasana kekerabatan oleh yang menganutnya.

7. Kesehatan

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara sosial dan ekonomis . upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat.

8. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan merupakan ruang lingkup untuk mengetahui tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan sifat-sifat serta tingkah laku sesama manusia hingga tubuh manusia. Sistem Pengetahuan timbul karena keingin tahuan sesorang dalam sebuah objek.

(34)

9. Sistem Mata Pencaharian

Sistem mata pencaharian merupakan cara seseorang ataupun sekelompok orang yang dilakukan sehari-hari guna untuk bertahan hidup ataupun pemenuhan hidup baginya. Sistem mata pencaharian juga tingkat sebagai usaha pemajuan otak manusia.

10. Kesenian

Kesenian merupakan keahlian membuat karya yang bermutu, seni meliputi banyak kegiatan manusia dalam menciptakan karya visual, audio, atau pertunjukan yang mengungkapkan imajinasi, gagasan untuk dihargai keindahannya. Kesenian bisa berupa seni lukis, seni tari, seni panggung, seni musik, seni ukir dll.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang dipergunakan untuk mendapatkan data dan dapat memecahkan masalah yang diteliti, berdasarkan fenomena- fenomena yang ada secara objektif (Pradopo 2003: 191).

Metode penelitian mencakup enam aspek yakni : Metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, instrument penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data.

3.1. Metode Dasar

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun oleh penulis maka pada skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif sebagai metode untuk menganalisis cerita rakyat Batu Debata idup.

Menurut (Sugiyono 2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian yang digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual.

Pada penelitian ini penulis mendeskripsikan struktur dan susunan sosiologis yang terdapat pada cerita rakyat Batu Debata idup pada masyarakat etnik toba khususnya di daerah Baktiraja.

(36)

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian disebutkan rencana tempat dan waktu dilaksanakannya penelitian. Lokasi penelitian menurut (Iskandar 2008:219) adalah situasi dan kondisi lingkungan tempat yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Penelitian terhadap skripsi ini dilakukan di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Dengan alasan lokasi Batu Debata Idup terletak di daerah tersebut. Di daerah ini penulis akan mencari dan menemukan informan supaya penulis dapat lebih mudah untuk mengumpulkan data penelitian sesuai objek yang akan diteliti.

Daerah Desa Simangulampe ini juga merupakan daerah yang mudah dijangkau dan mudah dilewati oleh banyak masyarakat, karena sudah adanya transportasi dan jalan yang memudahkan penulis dalam meneliti objek tersebut.

3.3. Sumber Data Penelitian

Sumber data terkait dengan subjek penelitian darimananya data diperoleh.

Subjek penelitian sastra adalah teks-teks novel, cerita rakyat/ legenda, drama dan puisi. Dalam skripsi ini adalah Cerita rakyat.

Sumber data menurut (Zuldafrial 2012:46) “adalah subjek dari mana data dapat diperoeh”. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh yang terbagi atas dua bagian, yaitu :

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data data mentah yang diperoleh dari lapangan dan belum pernah di analisis.

(37)

2. Sumber Data Sekunder

Sumber Data Sekunder adalah sumber data yang sudah pernah diteliti dan dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dari sudut pandang orang lain.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis, menggunakan sumber data primer berupa hal-hal yang mencakup keterangan nilai-nilai sosial dalam cerita rakyat Batu Debata Idup di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen berarti alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data , pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah :

1. Alat Perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mewawancarai informan saat pengumpulan data sesuai dengan objek penelitian

2. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dari objek penelitian apabila saat melakukan penelitian upacara adat tersebut.

3. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap penting yang diterima dari informan dan berhubungan dengan objek penelitian guna menunjang kelengkapan data dalam penyelesaian skripsi ini.

3.5.Metode Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Juliansyah Noor, 2011 : 138). Umumnya cara mengumpulkan data dapat menggunakan beberapa teknik, yakni :

(38)

1. Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab oleh informan yang telah dipilih untuk memberikan informasi yang mendukung objek cerita rakyat yang akan diteliti.

2. Metode Observasi

Metode kepustakaan adalah teknik yang menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian (Bungin 2007 : 115). Alasan peneliti menggunakan observasi yaitu untuk menyajikan gambaran realistis, perilaku atau kejadian.

3. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah mengumpulkan data dengan membaca buku-buku yang relavan untuk membantu menyelesaikan dan melengkapi data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

3.6. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan pengumpulan data , seperti redukasi data, penarikan kesimpulan serta pengabsahan data kegiatan lainnya. Analisis dilakukan dengan pemaparan dalam bentuk deskriptif terhadap masing-masing data secara fungsional dan relasional (Miles dan Huberman 1984 : 21).

(39)

Untuk metode struktural dan teori sosiologi sastra, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan dan menulis data yang diperoleh dari lapangan.

2. Data yang diperoleh dari lapangan kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.

3. Menganalisis data sesuai dengan Rumusan Masalah.

4. Mangaplikasikan hasil analisis tersebut kedalam laporan skripsi dan memaparkannya dengan baik.

5. Membuat kesimpulan.

(40)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Pada Cerita Batu Debata Idup.

4.1.1 Tema

Tema merupakan pokok pikiran atau gagasan utama yang terdapat atau terkandung pada sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Pada sebuah karya sastra harus memiliki tema yang merupakan sasaran tujuan pada sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis maupun yang diungkapkan secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada si pembaca ataupun si pendengar.

Didalam cerita Batu Debata Idup, Penulis menyatakan bahwa tema cerita adalah: Batu yang diukir menyerupai bentuk manusia dan dijadikan menjadi tempat penyembahan, batu itu disembah sebagai Dewa/Debata. Batu itu diberi nama Debata Idup yang dimana juga dipercayai sebagai dewa pengobatan yang mampu memberi hidup dari ancaman kematian.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Patung na di gorga nai di goari mai Debata Idup. Alai manjua do Datu Pangabang di goar i ala di pingkiran na Debata Idup ima Dewa Pangobatan.

Botul doi ninna Datu Sontang Banua “Debata Idup ima dewa ni ubat, jala dang ubat, alai ditangan na adong ubat. Ibana ma bona ni parbinotoan ni

(41)

parubaton. Pangubaton ima ‘mangidupi’ mangalean ngolu sian angka hamatean alani angka parsahiton.

Digorga Datu Pangabang ma sapulu parlapihan laho umbahen inganan ni ubat na di pulungnai. Jala di pahat ibana ma tong batu sarupa songon parlapihan inganan ni ubat i. Didok ma parlapihan i tu angka gelleng nai Debata Idup jala batu i di goari Batu Debata Idup. Dipatorang Datu Pangabang i ma tu angka gelleng na “Sude parlapihan on unang be di bolongkon hamu manang di tiopi hamu, dohot batu na hu pahat on unang be di parmeam-meam hamu. On ma na gabee batu si sombaon ta bahen Debata ta”. Dang be disungkun manang aha, di olohon gelleng naima jala dang hea be adong mangganggu pulungan ubat ni pandaoni i.”

Terjemahan:

“...Patung yang di ukir itu diberi nama Debata Idup. Akan tetapi Datu Pangabang menolak pemberian nama itu karena Debata Idup adalah Dewa Pengobatan. Benar, kata Datu Sontang Banua. “Debata Idup adalah dewa obat, dan bukan obat, tapi ditangannya ada obat. Dia adalah sumber pengetahuan pengobatan. Pengobatan adalah “mangidupi” memberi hidup

dari ancaman kematian karena penyakit”.

Datu Pangabang kemudian menempa 10 wadah penyimpanan bahan obat racikannya dan juga mengukir batu membentuk persis seperti wadah penyimpanan obat tersebut. Kepada anak-anaknya disebut itu Debata Idup dan batu itu disebut Batu Debata Idup. Datu Pangambang menjelaskan kepada anak-anaknya “Semua wadah ini jangan lagi kalian buang atau kalian pegang, dan batu yang telah saya ukir ini jangan kalian main-

(42)

mainkan. Ini akan menjadi batu yang akan kita sembah sebagai dewa kita” Tanpa bertanya panjang lebar, mereka mengiyakan dan tidak pernah lagi terjadi gangguan terhadap bahan obat racikan sang tabib.

4.1.2 Alur / Plot

Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur fiksi yang lain. Tanpa alur kita tidak akan tau bagaimana jalan cerita tersebut, apakah alur maju, alur mundur atau alur bolak balik.

Alur atau plot dalam cerita Batu Debata Idup adalah sebagai berikut :

1. Tahap Situasi (Situation)

Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberi informasi awal, dan lain-lain yang terutama, berfungsi untuk melandas tumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Dalam bagian ini pengarang menceritakan tentang tambar dan taor yang sudah di buat dan dikumpulkan oleh Datu Pangabang selalu dibuang oleh anak-anaknya :

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Datu Pangabang ima sahalak pandaoni ni halak batak naung godang ditanda halak. Tung mancai nunut do ibana mambahen angka pulungan ubat laho mangobati angka sahit. Lao do ibana mandiori tu tombak, mambuat

(43)

angka ramba bulung, parbue ni hau, urat ni hau dohot lampak ni hau, di papungu mai. Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka sahit ni jolma na marsahit. Angka abak ni pulungan i ima nadigoari “tambar” dipabuni mai dibagas parlapihan bulu. Sian angka mansam ni bulung-bulung dohot parbue ni hau dohot pati ni angka urat ni hau, di pulung mai gabe dasor ni obat ima digoari “taor” dipabuni mai di parlapihan ni bulu dohot dibagas ni hudon tano. Ala pandaoni na baru dope, tontu ibana sai lalap dope mambhen hobim sian angka na dapot na laho mambahen angka pulungan na lebih mangkan mangobati angka sahit.”

Terjemahan :

“...Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat ulet melakukan penelitian bahan obat untuk berbagai penyakit yang ditemukannya.

Dia pergi ke hutan menjelajah, beragam tanaman, akar kayu dan kulitnya dikumpulkan. Semua itu dikumpulkan kemudian itu dijadikan menjadi ramuan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita orang lain. Hasil racikannya kemudian disebut “tambar” disimpan dalam wadah sederhana.

Dari beragam dedaunan dan buah serta sari pati akar-akaran kemudian diracik menjadi bahan dasar obat cair yang disebut “taor”. Disimpan dalam wadah bambu dan periuk tanah. Sebagai tabib pemula, tentu saja dia masih tetap melakukan evaluasi dari setiap penemuannya untuk mendapatkan bahan yang lebih ampuh mengobati penyakit tertentu.”

(44)

2. Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstances)

Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik itu sendiri dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau akan dikembangkan menjadi konflik-konflik ke tahap berikutnya. Pada peristiwa selanjutnya mulai bergerak dimana ketika Rumintang membuang ramuan obat .

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Jotjot do diremengi among nai si Rumintang ala torus pasisihon masam ni angka pulungan na di peangkon di maribar inganan ni jabu. Tingki si Rumintang padengganhon asa denggan di inganan na asing pikkirna. Momar ma Datu Pangabang , dirimpu ibana nunga dibolongkon boru nai sude angka pulungan i ala dirimpu si Rumintang i sude raup-raup.”

Terjemahan :

“Rumintang sering sekali kena dampratan ayahandanya karena sering mengasingkan ragam bahan obat yang terletak sembarangan di ruangan rumah. Ketika Rumintang hendak ingin menata lebih rapi di lain tempat,pikirnya. Datu Pangabang kebingungan, dia menyangka bahan itu dibuang putrinya karena Rumintang menganggap semua itu adalah sampah.”

3. Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)

Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan di kembangkan kadar intensitasnya.

(45)

Keadaan pada cerita ini mulai memuncak ketika ramuan obat Datu Pangabang tidak lagi ada ditempat penyimpanannya.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita:

“...Disada tingki jimburma muruk ni Datu Pangabang i tu si Rumintang.

Didok ma “didia pulungan ni ubat na hupeakhon di bagas ni bulu on. Boasa dang dison be? Ise mambuat?”

Dilausi borunai ma “jadi nadibagasan ni bulu i, pulungan ni ubat ni among do hape? Hurippu do dang pulungan ni ubat i, makana hubolonghon tingki paias jabu au”. Tingki i paias para-para dohot telate ni jabu batak, inganan ni nasida tinggal. Dapot ni ibana ma buntalan ni bulung pisang na marisi songon hirta ni coklat naung marbirong di bagas ni hudon. Dirimpu ibana mai sambal na lupa di pangan jala naung basi, jadi di bolongkon ibana. Tung so dirimpu ibana doi “tambar” pulungan ni ubat na laho mangubati sahit sampu-sampu.”

Terjemahan :

“...Suatu ketika, Datu Pangabang benar-benar kecewa dan marah kepada Rumintang. Dan berkata “dimana ramuan obat yang kuletakkan di dalam bamboo ini, kenapa tidak lagi disini? Siapa yang mengambil?”

Kemudian putrinya menjawab “Apakah yang didalam periuk itu ramuan obat ayah? Saya pikir itu bukan ramuan obat, sehingga saya sudah membuangnya saat saya membersihkan rumah.” Saat itu Rumintang melakukan pembersihan langit-langit rumah dan talete rumah batak tempat mereka

(46)

tinggal. Dia menemukan bungkusan daun pisang berisi benda seperti kotoran coklat kehitaman didalam periuk. Dia menyangka itu adalah sambal yang lupa dimakan dan tentu saja sudah basi. Dia membuangnya. Samaselaki dia tidak menduga benda itu adalah “tambar” hasil racikan ayahnya yang terbaru obat penyakit sampu-sampu.”

4. Tahap Klimaks (Climax)

Tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang terjadi yang dilakukan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.

Peristiwa mencapai puncak ketika Datu Pangabang sudah sangat marah.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Tung mancai muruk hian do Datu Pangabang tu si Rumintang, umbahen muruk among nai alani ubat i na dilului do i marbulan-bulan sian tombak na maol hian didalani jala maol dimasuki angka jolma. “Nunga tung mancai loja situtu au mangalului angka pulungan i sian angka harangan na lomak, boasa ingkon bolongkonon mu i” ninna Datu Pangabang ma mamuruki boru nai.

Alai dibahen Datu Pangabang ma muse mangatasi halensen ni si Rumintang, di bahen Datu Pangabang ma parlapihan sian bulu. Tubagas ni bulu i ma di pamasuk pulungan ni ubat i, di tutup Datu Pangabang ma ujung ni bulu i dohot lampak ni gaol jala di ikat mai gomos.”

Terjemahan:

“...Datu Pangabang betul-betul sangat marah kepada putrinya Rumintang.

Yang membuat dia marah karena ramuan obat yang dibuang Rumintang itu

(47)

dicari berbulan-bulan lamanya dari hutan yang sulit dimasuki orang-orang .

“Saya sudah terlalu lelah mencari semua ramuan itu dari hutan yang rimbun yang sulit di jelajah oleh banyak orang, kenapa kamu harus membuang itu?”

Ucapnya dengan nada memarahi Rumintang. Kemudian Datu Pangabang membuat wadah dari bambu, kedalam bambu itulah ramuan obat tersebut di masukkan. Datu pangabang kemudian menutupnya dengan pelepah pisang dan mengikatnya dengan kuat.”

5. Tahap Penyelesaian (Denouement)

Tahap penyelesaian konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar.

Pada tahap penyelesaian ini Datu Sontang Banua memberi penjelasan kepada putrinya Rumintang.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Jadi dipatorang among nai ma tu boru nai “parlapian ni bulu on gabe inganan ni pulungan ni ubat, unang be dibolongkon manang di papinda tu inganan na asing, jala unang diparmeam-meam manang ditiopi hamu molo sosian parbinotoan hu” “Olo among” ninna si Rumintang ma mangalusi, jala si Rumintang pe nunga mangantusi.”

Terjemahan :

“...Kemudian ayahnya menjelaskan kepada putrinya itu “ Wadah bambu ini akan menjadi tempat ramuan obat, maka jangan dibuang lagi atau dipindahkan ke tempat lain dan jangan dimainkan atau pun dipegang tanpa sepengetahuan ayah.”

“baik ayah” kata Rumintang, dan tentu Rumintang sudah mengerti.”

(48)

4.1.3 Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar atau setting adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat, namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengetahui dan memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan dalam bentuk cerita.

Latar tempat dalam cerita rakyat ini adalah terjadi di Baktiraja. Cerita ini terjadi di Huta Godang, terletak di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.

Dalam cerita Batu Debata Idup ini terdapat tiga latar, yaitu :

1. Latar Tempat 2. Latar Waktu 3. Latar Sosial

1. Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Cerita Batu Debata Idup ini dilatarkan pada 3 tempat yakni : Sawah, Huta Goduk, Huta Godang dan Simangulampe.

(49)

Latar tempat di Sawah dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Disada tingki, manggorai ma among nai sian balian manjou si Togap na marmeam diparmahanan. Disuruh among nai ma si Togap mangalului bulu laho mambahen ponot dalan ni aek di balian.”

Terjemahan :

“...Suatu ketika, ayahnya berteriak dari sawah memanggil Togap yang asik bermain di penggembalaannya tidak jauh dari ayahnya bekerja. Dia minta agar Togap sudi mencarikan sepotong bambu untuk digunakan saluran air di pematang sawah.”

Latar tempat di Huta Goduk terdapat pada sinopsis cerita :

“...Di sada tingki naeng papindahon huta ma Datu Pangabang, di tingki i huta maringanan di robean manang dolok-dolok huta i di goari mai Huta Sigoduk, naeng di papindah ma i tu toru dolok. Disiala tingki najolo dope halak batak maringanan manang marhuta di ginjang ni robean do.”

Terjemahan :

“...Namun pada suatu waktu Datu Pangambang ingin memindahkan perkampungan yang saat itu masih berada diatas gunung dimana perkampungan itu disebut dengan Huta Sigoduk, dan ingin memindahkannya ke kaki gunung. Kerena pada zaman dahulu masyarakat batak bermukim di atas gunung.”

(50)

Latar Tempat di Huta Godang terdapat sinopsis cerita :

“...Ditingki mangalandas huta, di papindah ma Batu Debata Idup i, dibahen ma batu i di harbangan ni huta na di landas nai. di goari ma huta i “huta godang”. Na papindahon batu i ima Datu Sontang Banua, di papindah sian dolok-dolok i tu huta godang.”

Terjemahan :

“...Pada saat ingin merintis atau membuat perkampungan baru, Batu Debata Idup tersebut dipindahkan. Kemudian Batu tersebut diletakkan di pintu masuk desa yang baru dirintis. Desa itu diberi nama dengan nama Huta Godang. Yang berperan dalam pemindahan batu tersebut adalah Datu Sontang Banua. Datu Sontang Banua memindahkannya dari gunung perkampungan awal ke Huta Godang.”

Latar Tempat di Simangulampe terdapat sinopsis cerita:

“...Na papindahon batu i ima Datu Sontang Banua, di papindah sian dolok- dolok i tu huta godang. Huta i sahat tu nuaeng di ingani masyarakat simangulampe. Tingki i huta Simangulampe tano kosong do naso di ingani jolma dope, didok najolo i tao toba di ninna i, alai lam marsik ma tao i gabe mambahen tano kosng ma bogas i, laos di landas ma huta simangulampe disi.

Di peangkon ma Batu Debata Idup i di harbangan ni huta godang.”

(51)

Terjemahan:

“...Datu Sontang Banua memindahkannya dari gunung perkampungan awal ke Huta Godang. Desa yang sampai saat ini masih di huni Masyarakat Simangulampe. Dimana dulunya desa Simangulampe merupakan tanah tidur yang sama sekali belum pernah disentuh oleeh manusia, konon katanya dahulu desa tersebut masih merupakan genangan Danau Toba, akan tetapi semakin surutnya Danau Toba membuat tanah itu menjadi kosong. Batu Debata Idup diletakkan tepat di pintu masuk desa Huta godang.”

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar yang terdapat pada cerita ini menunjukkan suatu peristiwa pada zaman itu.

Latar waktu terjadi pada pagi hari yakni ketika Datu Sontang Banua memindahkan batu tersebut kemudian menyembahnya :

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Di sada tingki di parnaik ni mata niari, dung di paindah Batu Debata Idup i tu harbangan ni huta, marpangidoan ma Datu Sontang Banua. Marsomba ma ibana tu Batu Debata Idup i. “Diharbangan ni huta on ma ho dipeakhon, ho ma nagabe manjaga huta on, padao ma huta on sian angka parmaraan na naeng mancoba ro manegai huta on. Ho ma na gabe Debata si sombaon di huta on” ninna Datu Sontang Banua.”

(52)

Terjemahan :

“...Pada suatu hari saat ketika matahari mulai terbit, setelah Batu Debata Idup itu dipindahkan ke pintu masuk perkampungan, Datu Sontang Banua kemudian membuat permintaan. Dia menyembah Batu Debata Idup itu

“Engkau diletakkan dipintu masuk ini, engkaulah yang menjadi penjaga perkampungan ini, jauhkan dari marabahaya yang hendak mencoba mendatangi perkampungan ini, engkaulah yang akan menjadi dewa sebagai tempat penyembahan di perkampungan ini” ucap Datu Sontang Banua.”

3. Latar Sosial

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, spritual dan lain sebagainya. Latar sosial yang menyebabkan terjadinya cerita ini adalah keberadaan Batu Debata Idup yang dipercayai dapat membawa berkat bagi masyarakat di perkampungan itu.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita :

“...Dung di papindah batu i tu harbangan ni Huta Godang, molo marsoma marpangidoan, di haporseai ma batu i boi manjaga huta i, manjaga sian halisunsung, ronggur manang sillam, banjir dohot sian angka jolma na ro laho mambahen hajahaton tu huta i. Alai molo dang di somba be batu i, na jolo di haporseai ma gabe mambahen hasusaan tu angka parhuta godang,

(53)

songon angka suansuanan dang be marparbue, dang adong be si panenon na mambahen haleon tu angka parhuta i.”

Terjemahan :

“...Setelah dipindahkan ke pintu masuk Huta Godang, Batu Debata Idup jika disembah dipercayai dapat menjaga perkampungan tersebut, menjaga dari angin putting beliung, petir besar, banjir dan orang orang yang dating untuk berbuat jahat ke perkampungan tersebut. Namun jika batu tersebut tidak lagi disembah maka dipercayai dapat mendatangkan kesusahan bagi masyarakat desa Huta Godang, seperti tanam-tanaman tidak lagi mempunyai hasil panen sehingga membuat masyarakat desa mengalami kelaparan.”

4.1.4 Perwatakan

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Perwatakan dapat digambarkan secara langsung dan tidak langsung dari tokoh-tokoh cerita Batu Debata Idup. Perwatakan dalam cerita Batu Debata Idup ini dapat dibagi berdasarkan sifat-sifat tokoh dalam cerita :

1. Datu Pangabang 2. Datu Sontang Banua 3. Rumintang

4. Togap Pangalapan

(54)

Skripsi ini akan membahas watak-watak tokoh cerita Batu Debata Idup yang sangat mendasar dalam cerita.

1. Datu Pangabang

Datu pangabang merupakan pemeran utama dalam cerita Batu Debata Idup.

Datu Pangabang merupakan ayah daripada Rumintang dan Togap Pangalapan dan juga merupakan murid dari Datu Sontang Banua yang mempunyai sifat yang sangat ulet, dia peduli dengan orang-orang yang memiliki penyakit.

Watak dari Datu Pangabang ini dapat dilihat dari kutipan berikut :

“...Datu Pangabang ima sahalak pandaoni ni halak batak naung godang ditanda halak. Tung mancai nunut do ibana mambahen angka pulungan ubat laho mangobati angka sahit. Lao do ibana mandiori tu tombak, mambuat angka ramba bulung, parbue ni hau, urat ni hau dohot lampak ni hau, di papungu mai. Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka sahit ni jolma na marsahit.”

Terjemahan :

“...Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat ulet melakukan penelitian bahan obat untuk berbagai penyakit yang ditemukannya.

Dia pergi ke hutan menjelajah, beragam tanaman, akar kayu dan kulitnya dikumpulkan. Semua itu dikumpulkan kemudian itu dijadikan menjadi ramuan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita orang lain.”

Gambar

Gambar Batu Debata Idup

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Guided imagery lebih efektif dibandingkan dengan relaksasi nafas dalam terhadap penuurunan persepsi nyeri pada pasien post ORIF di di RSUD Dr.. R Goeteng

Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan common cold, kongesti nasal, rinorea, dan bersin, dapat disertai dengan sedikit demam

Di samping itu, keyakinan efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan seseorang, seberapa banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka akan

1) Prinsip pertautan dengan agama, dengan arti bahwa semua hal yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk tujuan, kandungan, metode, dan lain-lain yang berlaku dalam proses

Respon siswa terhadap mata pelajaran seni Musik cukup baik, sebagian besar siswa mengikuti setiap materi yang diberikan, memperhatikan penjelasan dari guru dengan

Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan

Jadi, etnomusikolog dan etnomusikologi tidak hanya berada di dalam konteks akademik untuk mengembangkan teori yang berlaku di kampus saja tetapi juga kerangka kebijakan yang

persamaan garis lurus ditinjau dari Teori APOS kelas VIII MTs Al-.