• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI

BADAN PELAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

TESIS

Oleh

ROSSI 107032140/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS

TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI BADAN LAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh ROSSI 107032140 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI

INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS

TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI BLU RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Rossi Nomor Induk Mahasiswa : 107032140

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A. PhD) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.S. PhD Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI BADAN LAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator Pelayanan rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terdapat keluhan 0,52% dari pasien rawat inap periode tahun 2010-2011. Keluhan ini diduga terkait dengan tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di Badan Layanan Umum RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap periode tahun 2012. Jumlah sampel sebanyak 47 orang, diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel komunikasi interpersonal yang terdiri dari dimensi : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportivennes), kesetaraan (equality)

dan sikap positif (positiveness) berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Variabel sikap mendukung (supportiveness) memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada manajemen BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh untuk meningkatkan kualitas penyuluhan bagi keluarga pasien rawat inap meliputi dimensi keterbukaan, empati, sikap mendukung, kesetaraan dan sikap positif sehingga kepuasan pasien dapat terpenuhi.

(7)

ABSTRACT

Patients satisfaction is one of indicators in hospital service. Based on previous survey at BLU RSUD (Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 0,52% the hospitalized patients’ families complained the service they received from the hospital.

This study aims to analyze the influence of the interpersonal communication of PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) staffs towards the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The type of research was an explanatory research. The population in this research was all the hospitalized patients in year 2012. By using concecutive sampling technique, 47 people were chosen as the sampling. The data was obtained from interviews through questionnaire and then

analyzed with multiple regression test at α=0,05.

The result of the study shows that, statistically, the variables of interpersonal communication (openness, empathy, supportiveness, equality and positiveness) influences the satisfaction of the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin. Among those variable, supportiveness contributes the biggest influence.

It is recommended to the management of BLU RUSD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh to improve their interpersonal communication to the hospitalilzed patients’ families.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat

bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan

(9)

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Alam

Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proprosal hingga penulisan tesis selesai.

5. Tim Penguji dr. Heldy B.Z., MPH dan Anggota Tim Penguji Dra. Syarifah,

M.S yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama

penulisan tesis.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beserta

jajarannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Para dosen, staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibunda (Almh) dan Ayahanda (Alm), Suamiku dan kedua anakku Mutia

Humaira dan Diandra Maisya tersayang yang penuh pengertian, kesabaran,

pengorbanan dan doa serta memotivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teman-teman seangkatan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dan memberikan dorongan

semangat dalam penyusunan tesis.

(10)

dan kiritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis

ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan

dibidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2012 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Rossi, lahir di Medan tanggal 27 April 1972, anak ke lima dari delapan

bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) H. Hamdy Muin dan Ibunda (Almh) Hj.

Desmaniar.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di Mardi Lestari Medan pada

tahun 1984, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di Persit I Tunas Kartika

Medan pada tahun 1987, menamatkan Sekolah Menengah Umum di Persit I Tunas

Kartika Medan pada tahun 1990, dan menamatkan S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik pada tahun 1998 di Universitas Islam Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai staf Administrasi di perusahaan swasta pada

tahun 1992 sampai dengan tahun 1996, mengelola usaha wartel pada tahun 2000

sampai dengan tahun 2005, diangkat PNS sebagai staf di Rumah Sakit Umum Daerah

(12)

DAFTAR ISI

2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi ... 13

2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 16

2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal/tatap Muka (Face to face) ... 16

2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) ... 21

2.1. Kepuasan ... 25

2.2.1. Pengertian Kepuasan ... 25

2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan ... 29

2.1.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan ... 30

2.1.4. Strategi Kepuasan Pelanggan ... 31

2.2. Perilaku ... 32

2.3.1 Pengertian Perilaku ... 32

2.3.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 33

2.3.3 Domain Perilaku... 34

2.3.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku ... 39

2.3.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku ... 39

2.4 Rumah Sakit ... 40

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit ... 40

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit ... 41

(13)

2.5.1. Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit ... 43

2.5.2 Tujuan Promosi Kesehatan di rumah sakit ... 46

2.5.3. Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat ... 47

2.5.4. Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit ... 49

2.5.5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan ... 50

2.5.6. Peluang Promosi Kesehatan ... 51

2.5.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit ... 52

2.5.8 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap ... 55

2.6. Landasan Teori ... 55

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 60

3.5 Variabel dan Defen-Asi Operasional ... 61

3.5.1 Variabel Bebas ... 61

3.5.2 Variabel Terikat ... 62

3.6 Metode Pengukuran ... 63

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 63

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 64

3.7 Metode Analisa Data ... 64

3.7.1 Analisa Univariat ... 64

3.7.2 Analisa Bivariat ... 64

3.7.3 Analisa Multivariat... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 68

4.3 Distribusi Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap ... 70

4.4. Analisa Bivariat ... 73

4.5. Analisa Multivariat... 77

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1 Pengaruh Keterbukaan dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 81

5.2 Pengaruh Empati dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 83

5.3 Pengaruh Sikap Mendukung dalam Komunikai Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 84

5.4 Pengaruh Sikap Positif dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 87

5.4 Pengaruh Kesetaraan dalam Komunikasi Intepersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 89

5.6 Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 64

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 65

3.3. Pengukuran Variabel Terikat ... 66

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 70

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Keterbukaan Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 71

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Empati Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 71

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap Mendukung Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 72

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap positif Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 72

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kepuasan Keluarga Pasien (Penilaian) di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh .... 72

4.7 Hubungan Keterbukaan terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh... 73

4.8 Hubungan Empati terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 74

4.9 Hubungan Sikap Mendukung terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 75

4.10 Hubungan Kesetaraan terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh... 76

(16)

Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 78

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner ... 99

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

3. Uji Univariat dan Bivariat ... 124

(19)

ABSTRAK

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator Pelayanan rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terdapat keluhan 0,52% dari pasien rawat inap periode tahun 2010-2011. Keluhan ini diduga terkait dengan tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di Badan Layanan Umum RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap periode tahun 2012. Jumlah sampel sebanyak 47 orang, diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel komunikasi interpersonal yang terdiri dari dimensi : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportivennes), kesetaraan (equality)

dan sikap positif (positiveness) berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Variabel sikap mendukung (supportiveness) memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada manajemen BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh untuk meningkatkan kualitas penyuluhan bagi keluarga pasien rawat inap meliputi dimensi keterbukaan, empati, sikap mendukung, kesetaraan dan sikap positif sehingga kepuasan pasien dapat terpenuhi.

(20)

ABSTRACT

Patients satisfaction is one of indicators in hospital service. Based on previous survey at BLU RSUD (Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 0,52% the hospitalized patients’ families complained the service they received from the hospital.

This study aims to analyze the influence of the interpersonal communication of PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) staffs towards the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The type of research was an explanatory research. The population in this research was all the hospitalized patients in year 2012. By using concecutive sampling technique, 47 people were chosen as the sampling. The data was obtained from interviews through questionnaire and then

analyzed with multiple regression test at α=0,05.

The result of the study shows that, statistically, the variables of interpersonal communication (openness, empathy, supportiveness, equality and positiveness) influences the satisfaction of the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin. Among those variable, supportiveness contributes the biggest influence.

It is recommended to the management of BLU RUSD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh to improve their interpersonal communication to the hospitalilzed patients’ families.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1.Latar belakang

Komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien merupakan hal yang

penting oleh para PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) yang

bekerja di rumah sakit khususnya ruang rawat inap. Berdasarkan penelitian bahwa

lebih dari 80 % waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16 % untuk membaca

dan 4 % untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam komunikasi merupakan

kiat yang sukses bagi tenaga pekerja di rumah sakit (Notoatmodjo, 2010).

Komunikasi termotivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai

tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa

yang dapat dilakukannya untuk meningkatkan kinerja jika berada dibawah standart.

(Notoatmodjo, 2007).

Kecerdasan emosi seseorang berpengaruh besar terhadap komunikasi

interpersonal seseorang. Orang yang cerdas akan mengendalikan emosinya,

memotivasi diri, empati dan hubungan sosial dalam melakukan komunikasi dengan

orang lain. Dengan adanya kemampuan memotivasi diri dan mengenali orang lain,

sehingga mampu melakukan komunikasi interpersonal yang baik dengan keluarga

(22)

Berdasarkan pengalaman dilapangan upaya komunikasi interpersonal dapat

memberikan kontribusi yang cukup bermakna bagi peningkatan status kesehatan

apabila dilakukan secara komprehensif pada instansi yang terkait. Peningkatan

kinerja dalam hal komunikasi interpersonal akan mendorong kinerja sumber daya

manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap

perubahan perilaku yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.(Notoatmodjo,

2010).

Komunikasi Interpersonal (komunikasi antarpribadi) mempunyai keunikan

karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis dan proses

psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Komunikasi antarpribadi

merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek

dan umpan balik yang langsung. Pada hakekatnya komunikasi antarpribadi adalah

komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan. Jenis komunikasi

tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku

manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua,

tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur.

Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi

dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi atau komunikasi tatap muka

(23)

Metode komunikasi antar pribadi yang paling baik adalah konseling

(councelling), karena didalam cara ini antara komunikator atau konselor dengan

komunikan atau klien terjadi dialog. Mendapat lebih terbuka menyampaikan masalah

dan keinginan-keinginannya, karena tidak ada pihak ketiga yang hadir.

(Notoatmodjo,2007).

Menurut Lawrence Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) Promosi

kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang

terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan

perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam

Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional

Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa: promosi kesehatan adalah

suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan

terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Menurut Bussard dan Ball (1966) Keluarga merupakan lingkungan sosial

yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang

dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya

nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya

(24)

mendefenisikan Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan

melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Depkes RI (1988) Keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ibu dan

anaknya.(Setiadi, 2008).

Menurut Tjiptono (2002) sering dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dimana perubahan-perubahan berlangsung cepat, pendidikan masyarakat

semakin tinggi, sehingga kebutuhan, keinginan serta tuntutan masyarakat sebagai

pelanggan rumah sakit juga semakin kompleks. Untuk mewujudkan dan

mempertahankan kepuasan pasien, organisasi rumah sakit harus melakukan empat hal

sebagai berikut : Pertama, mengidentifikasi siapa pelanggannya. Kedua, memahami

tingkat harapan pelanggan atas kualitas. Ketiga, memahami strategi kimlitas layanan

pelanggan. Dan keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari

kepuasan pelanggan.

Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu atau kualitas suatu

produk atau jasa yang ditawarkan (Supranto, 2001). Menurut Parasuraman et al.

dalam Shahin (1994), kualitas suatu jasa sangat ditentukan oleh 5 (lima) dimensi,

yakni bukti langsung (tangible), keandalan (reliability), daya tanggap

(25)

inilah yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan jasa,

sehinggakepuasan dan ketidakpuasan akan tergantung pada 5 dimensi itu.

Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), antisipasi kualitas atau mutu harus

dilakukan oleh rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan cara

meningkatkan pendapatan dari pasien, karena pasien merupakan sumber pendapatan

dari rumah sakit baik secara langsung (out of pocket). Tanpa adanya pasien, rumah

sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat biaya operasional rumah sakit

yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kunjungan pasien ke

rumah sakit maka rumah sakit harus mampu menampilkan dan memberikan kepuasan

kepada pasien.

Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan termasuk

pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas

lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi

harapan pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa

pelayanan kesehatan pasien akan membandingkan jasa yang dialaminya dengan jasa

yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pasien

tidak berminat lagi pada penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang dialami

memenuhi atau melebihi harapan, pasien akan menggunakan penyedia pelayanan

kesehatan itu lagi (Supranto, 2001).

Parasuraman et al. dalam Shahin (1994) mengidentifikasi adanya kesenjangan

(26)

kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas. Penyedia jasa pelayanan tidak selalu

memahami secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Lebih lanjut Parasuraman

dalam Shahin (1994) menyatakan bahwa penilaian pasien terhadap kualitas

ditentukan oleh dua hal, yaitu harapan pasien terhadap kualitas (expected quality) dan

persepsi pasien atas kualitas (perceived quality).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pengukuran keberhasilan suatu

perusahaan jasa dalam hal ini rumah sakit, lebih banyak ditentukan oleh penilaian dan

persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut

dengan segala unsur yang ada dalam lingkungan internal dan ekstemainya yang saling

berinteraksi dan memengaruhi keberhasilan rumah sakit tersebut dalam mencapai

kepuasan.

Menurut Wasisto (2000) kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi banyak

faktor yang ada di rumah sakit sebagai suatu. sistem. Faktor-faktor tersebut adalah

manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi

kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses

dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk

menghasilkan jasa atau pelayanan.

Menurut Puti (2007), kualitas atau mutu dan kepuasan tidak dapat dipisahkan,

seperti layaknya dua sisi mata, uang yang saling berhubungan dan memengaruhi.

Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pasien untuk menjalin hubungan yang

(27)

rumah sakit untuk memahami dengan seksama kebutuhan dan harapan pasien.

Dengan demikian, rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit

melalui pengalaman pasien yang menyenangkan dan meminimumkan atau

meniadakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Kepuasan pasien pada

akhirnya berpengaruh terhadap kesetiaan pasien kepada rumah sakit yang

memberikan mutu yang memnaskan.

Salah satu upaya agar kepuasan pasien dapat dipenuhi maka diperlukan

informasi tentang apa yang dianggap penting menurut persepsi pasien dan bagaimana

kinerja rumah sakit saat ini, apakah lebih memenuhi harapan pasien ataukah belum.

Menurut Rangkuti (2002) tingkat harapan pelanggan (pasien) (customer expectation)

merupakan salah satu cara mengukur kepuasan pasien dibandingkan dengan

kepentingan rumah sakit, dengan cara ini diharapkan informasi yang diperlukan akan

dapat diketahui serta faktor-faktor apa yang harus diperbaiki agar dapat memberikan

kepuasan pasien yang lebih tinggi.

Supranto (2001) mendefenisikan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan

individu terhadap kinerja atau hasil yang diterimanya yang sesuai dengan harapan.

Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap

pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap

kemampuan pasien/keluarga, memperhatikan pasien, kondisi lingkungan fisik dan

memperioritaskan kebutuhan pasien. Hasil penelitian Alfisyah (2010) menemukan

(28)

yang diberikan petugas kesehatan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Anjaryani

(2009) bahwa pasien kurang puas terhadap pelayanan petugas kesehatan sebesar

(55,3%). Hal ini menggambarkan bahwa ketidakpuasan pasien dalam pelayanan

masih setengahnya dari kepuasan pasien.

Hasil penelitian melalui survey CRC (Citizen Report Card) ICW pada bulan

November 2009, dengan sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang

memegang kartu. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Keluarga miskin

(Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di 23 rumah sakit yang ada di

lima daerah (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi), menunjukan bahwa pasien

miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan

berbelit-belit (28,4%) dengan antrian yang panjang (46,9%). Pasien rawat inap

misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka.

Sedangkan pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang

ramah dan simpatik terhadap mereka (65,4%) (KPK Online Monitoring System,

2009).

Badan Layanan Umum (BLU) RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,

merupakan rumah sakit pusat rujukan tipe Klas A Pendidikan, yang menampung

pasien peserta dari Jamkesmas, JKA, Askes yang ada. di Kabupaten/Kota di Provinsi

Aceh. Upaya peningkatan pelayanan Kesehatan melalui penyuluhan, dianggap sangat

penting dimana keberhasilan suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh faktor

(29)

secara aktif untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di rumah sakit

pelaksanaan penyuluhan ini dilaksanakan oleh Instalasi PKMRS. Jumlah petugas

yang melakukan penyuluhan keruangan adalah 2 orang dan petugas tersebut telah

mendapatkan pelatihan jabatan, fungsional. Rata-rata kunjungan pertahunnya 18.533

orang dan setiap informasi mengenai kesehatan dilayani oleh petugas PKRMS.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pada pelaksanaan kegiatan

Penyuluhan kesehatan pada BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dapat

disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan ini mendapat respon yang baik dari pasien

dan keluarga pasien. Dimana terlihat banyaknya pengunjung rumah sakit datang dan

berkumpul ditempat penyuluhan yang sudah ditentukan oleh petugas PKMRS. Dalam

kegiatan ini petugas selain memberikan penyuluhan juga memberikan kesempatan

kepada keluarga pasien untuk bertanya dan memberikan masukan mengenai

pelayanan di rumah sakit.

Penyuluhan ini selain memberikan informasi juga edukasi bagi penderita

Diabetes di ruang Instalasi PKMRS. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dengan

mengundang peserta dari Jamkesmas, JKA, dan Askes. Pada kegiatan rutin ini

PT.Askes bekerjasama dengan PKMRS melakukan kegiatan senam kaki dan

perlombaan untuk pasien diabetes. Sebelum kegiatan penyuluhan kesehatan

dilaksanakan, petugas PKMRS melalui Pusat Informasi, mengajak dan mengundang

masyarakat untuk mendengarkan penyuluhan kesehatan, informasi ini mereka berikan

melalui microfon, sehingga pemberitahuan tersebut jelas kedengarannya, dan mereka

(30)

yang telah ditentukan. Adapun materi yang diberikan adalah mengenai kesehatan

lingkungan rumah sakit, tata tertib, gizi tumbuh kembang anak, alur berobat askes

dan fasilitas yang ditanggung Askes, senam kaki bagi penderita DM dan lain-lain

yang terkait dengan kesehatan.

Pelaksanaan penyuluhan kesehatan ini dilakukan dengan menggunakan

fasilitas wireless dan kamera digital, sebagai dokumentasi adanya kegiatan

penyuluhan. Narasumber penyuluhan kesehatan yang diundang dari berbagai macam

profesi diantaranya : dokter ahli, ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan, kesehatan

masyarakat, Askes dan yang terkait dengan materi penyuluhan sehingga penyuluhan

yang dilaksanakan tepat sasaran.

Metode penyuluhan yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem dua arah,

dimana narasumber memberi kesempatan pada audiens untuk bertanya dan

mengeluarkan pendapat mengenai topik penyuluhan yang dibicarakan. Selain

kegiatan penyuluhan, petugas PKMRS juga menyebarkan informasi melalui leaflet,

buklet, poster, buku tuntunan bagi pasien yang sedang dirawat. Dan melalui pusat

informasi, petugas juga memberikan penyuluhan. tentang : bahaya merokok,

penanggulangan. penyakit TB. Paru, tata tertib mengunjungi rumah sakit, perilaku

hidup bersih dan sehat, dan lain-lain yang terkait dengan kesehatan.

Dari hasil wawancara peneliti di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,

terhadap 10 orang keluarga pasien rawat inap ternyata ada 8 orang yang mengeluh.

Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan petugas kesehatan,

(31)

yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang

yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang

kurang santun.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap kotak saran

di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh diperoleh bahwa tahun 2011 terdapat 96

keluhan dari 18.533 jumlah pasien rawat inap atau sekitar 0,52 % . (Inst. PKMRS).

Jumlah ini sebenarnya lebih banyak lagi dari keluarga pasien tapi mereka tidak

menuliskannya di kotak saran dan mereka bicara langsung kepada petugas kesehatan.

Dari uraian ini dan fenomena rendahnya kepuasan keluarga pasien yang menjalani

rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh maka

peneliti ingin mengetahui "Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS

Terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda

Aceh".

2.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah

Apakah komunikasi interpersonal petugas PKMRS berpengaruh terhadap kepuasan

keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitiaan ini adalah Untuk menganalisis tentang pengaruh

komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat

(32)

2.4.Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan

keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2.5.Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan Kesehatan

Masyarakat dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

b.

c.

Diharapkan petugas PKMRS di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik terhadap

keluarga pasiennya.

Bagi Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, sebagai bahan

masukan dan tambahan wacana akademik tentang pengaruh komunikasi

interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Komunikasi

2.2.1. Prinsip Dasar Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk

lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku

orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan

berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain.

Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau

hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007).

2.2.2. Unsur-unsur Komunikasi

Hubungan yang terjadi dalam suatu proses komunikasi adalah untuk mencapai

tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian, apabila salah satu dari

unsur tersebut tidak ada, maka akan terhambatlah proses komunikasi tersebut, dan

akan menyebabkan tergantungnya pencapaian tujuan dari proses komunikasi.

Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi itu paling sedikit diperlukan 3

(tiga) unsur, yaitu:

- the source

- the message

(34)

Unsur-unsur tersebut dapat diperinci lagi ke dalam 5 (lima) unsur, yaitu:

a. Source (sumber)

Yang dimaksud dengan sumber adalah pihak yang mensponsori atau ide yang

melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah

lembaga, sebuah kejadian atau si penyampai pesan sendiri.

b. Encoder (Komunikator)

Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau menyampaikan pesan dalam

suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses komunikasi

terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat

berubah menjadi komunikator. Komunikator dalam melancarkan kegiatan

komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi

kelompok dan komunikasi massa.

c. Message (pesan)

Yang dimaksud dengan message adalah materi pernyataan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara

lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat, dan segala lambang

yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama

dapat dipahami baik oleh komunikator maupun komunikan.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut ”The condition of success in

comumnication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar

(35)

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat

menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dimengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang

layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan

untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

d. Dekoder (komunikan/sasaran)

Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan didalam

suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat

berbentuk:

- Masyarakat umum (general public)

- Masyarakat khusus (special public)

- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa, seperti

pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.

e. Destination (tujuan)

Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana

hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik yang positif. Atau

dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/tanggapan yang

(36)

2.2.3. Bentuk-bentuk Komunikasi

2.2.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to face)

a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap

muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah

komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat,

guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi

interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi

jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku

seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat

langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat

komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya

positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan

pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari

seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan

umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka

perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena

dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau

(37)

Konsep-konsep ini adalah Konsep-konsep komunikasi kelompok oleh karenanya, sebagai

konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan

unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik

adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal

ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.

Perlu ditekankan disini bahwa komunikasi interpersonal adalah dasar dari

komunikasi interpersonal, karena tidak mungkin seseorang berbicara dengan orang

lain sebelum ia sendiri mempertanyakan apa gerangan persoalan atau masalah yang

ditemui dalam percakapan yang melibatkan dirinya dengan orang lain. Setelah adanya

jawaban yang keluar dari dirinya sendiri, maka ia baru dapat mengeluarkan atau

mengekspresikan pendapat, perasaan yang terkandung di dalam hatinya.

Sementara pada komunikasi diadik adalah bahwa setiap komunikasi

interpersonal, minimal dilakukan oleh dua orang, tetapi selama tiap individu dapat

berkomunikasi dengan individu lainnya dalam kelompok kecil serta dapat

memperoleh umpan balik dan efek langsung, maka situasi komunikasi juga masih

disebut komunikasi interpersonal.

b. Bentuk-bentuk Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi dapat dikasifikasikan menjadi dua yaitu:

a) Komunikasi interpersonal verbal

b) Komunikasi interpersonal non verbal

Komunikasi interpersonal verbal menggunakan kata-kata yang meliputi

(38)

mewakili hal yang konkrit dalam dunia dan dapat mewakili hal yang bersifat abstrak

Komunikasi interpersonal non verbal menyangkut tentang sikap, ekspresi wajah dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan (Klapper, 1960).

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal

dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus

dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin

menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada

kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator

untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,

tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan

yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang

kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk

dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan.

Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap

(39)

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner

dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan

dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda

bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini

adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama

tunggal).

2.Empati (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa

yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang

orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah

merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati

adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal

yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang

yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan

dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.

Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan

memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah

dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata,

postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau

(40)

3.Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat

sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan

berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap

mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan

strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal

dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif

mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi

interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka

sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat

penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan

daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak

bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang

mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis

(41)

segala hal. Terlepas dari ketidak setaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih

efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam

bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing

pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu

hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan

konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada

daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak

mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal

dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau

menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan

“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.2.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) a. Pengertian

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa

orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan

sebagainya (Arifin, 1984). Burgoon dalam (Wiryanto, 2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau

lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

(42)

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy,

2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok

pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk mengambil suatu

keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi.

Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi

kelompok.

b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu

melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan

pertama diukur dari hasil kerja kelompo disebut prestasi (performance) tujuan kedua

diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan

untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya

dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan

sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik

kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung

pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat

dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,

masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.

(43)

untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada

kelompok tugas koatif, jumlah anggota, berkorelasi positif dengan pelaksanaan

tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang

diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk

dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam

satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara

keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran

kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan

konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok

kecil supaya produktif, terutama, bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan

sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan

kegiatan yang diverges (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),

diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan

kepuasan, Hare dan Slater dalam Rahkmat (2004) menunjukkan bahwa makin

besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater

menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah

hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap

kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh

(44)

2. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.

Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk

kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan

kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankam bahwa

kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara

interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi

kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk

memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan

kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat

kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa

aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan

lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat

dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.

Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma

(45)

4. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok

untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang

paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya

kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka

mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez

faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang

seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan

pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk

membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire

memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan

individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2.3. Kepuasan

2.2.2. Pengertian Kepuasan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup

baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan

sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s

Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ” Perasaan baik yang kamu

miliki ketika kamu mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang kamu inginkan ada

kemudian ada”, “usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”Suatu cara

(46)

Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on the

Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu

diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu.(Tjiptono, 2011)

Kepuasan dan ketidak puasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja

sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika

harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang ditema setelah

membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika

harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima

setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan, Peter, dan Olson dalam

Usmara (2003).

Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang

dapat memengaruhi kepusan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat

berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian

terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua

kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit

merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai

disiplin ilmu. (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan

pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang

mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang

merasa surprise atas harapan Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan

(47)

sebelumnya dan kinerja (performa), Parasurraman et al, dalam Shahin (1994); Engel

et al. (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan

merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan

ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan

pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum

menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion

suatu barang dan jasa.

Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan

nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi

tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal

pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh

kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau

memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik

bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena :

a. Bagian dari kualitas pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya

pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan

belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

(48)

d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang

baik.

e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.

f. Berhubungan dengan prioritas

Peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan

harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi

pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan.

Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika

harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu

memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat

inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi

tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.

(Rangkuti, 2002).

Selanjutnya adalah harapan, harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan

yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan

pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dengan

kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan

harapannya sebagai standar atau acuan. Dalam konteks kepuasan pelanggan pada

umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang

(49)

2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan

Paradigma diskonfimasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan

dijadikan acuan (Churchill & Surprenant, 1982; La Tour & Peat, 1977; Oliver, 1980;

Spreng, MacKenzie & Olshawsky, 1996; Tse & Wilton, 1988). Paradigma ini

menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan purnabeli ditentukan oleh evaluasi

konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding

lainnya) dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk.

Berdasarkan konsep Zone of Indifference yang diadopsi dari Erevelles &

Leavit (1992), Santos & Boote (2003 mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif

purnabeli: (1) delight; (2) kepuasan (indiferen positif); (3) acceptance (inferen

negatif); dan (4) ketidak puasan. Keempat keadaan afektif (delight, kepuasan,

acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan efektif, yaitu perilaku

komplain dan complimenting behavior.

Stauss & Neuhaus (1997) mengembangkan model kepuasan kualitatif, mereka

membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi

antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut

kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih

lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut

adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable

(50)

2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk

mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Dan

mengidentifikasi dalam empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem

keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer anlysis, dan survei kepuasan

pelanggan.

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu

menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para

pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.

Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi

strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar

(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),

saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.

2. Ghost Shopping (Mystery shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah

dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau

berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.

3. Analisa Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)

Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang

telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami

mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/

(51)

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode

survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara

langsung. (Tjiptono, 2011)

2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan

Pada umumnya setiap perusahaan menerapkan strategi bisnis kombinasi

antara strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif terutama ditujukan untuk meraih

atau mendapatkan pelanggan baru. Melalui strategi ini, perusahaan berharap dapat

meningkatkan pangsa pasar, penjualan, dan jumlah pelanggannya.

Strategi defensif meliputi usaha mengurangi kemungkinan customer exit dan

beralihnya pelanggan ke pemasar lain. Tujuan strategi defensif ini adalah untuk

meminimalisasi customer tunover atau memaksimalkan customer retention dengan

melindungi produk dan pasarnya dari serangan para pesaing. Salah satu cara untuk

mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan saat ini.

Strategi defensif terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan beralih (switching

barries) dan kepuasan pelanggan. Dalam strategi rintangan beralih, perusahaan

berupaya menciptakan rintangan pengalihan tertentu supaya para pelanggan merasa

enggan, rugi, atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok. Strategi

kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan

memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan sebuah perusahaan

spesifik. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan

merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut

(52)

2.4. Perilaku

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori

“S-O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

(53)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.4.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau

penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

(54)

2.4.3 Domain Perilaku

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3

domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai

batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan

tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku

tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectifie

domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan

selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga

domain itu diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, telinga, hidung, dsb). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

indera pendengaran dan mata. Pengetahuan atau kognitif merupakakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang

a. Faktor Internal faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,

kondisi fisik.

b. Faktor Eksternal faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

(55)

Menurut Andersen & Krathwohl (2001), dimensi pengetahuan terdiri dari

empat jenis pngetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,

pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif. Perbedaan antara

pengetahuan-pengetahuan faktual dan pengtahuan konseptual perlu dijelaskan disini,

perlu perbedaan antara pengetahuan elemen-elemen kandungan yang tidak

berkembang atau tertutup dan terpisah contohnya istilah-istilah dan fakta-fakta

dengan pengetahuan bagian-bagian pengetahuan yang lebih tersusun dan lebih luas

(contohnya konsep-konsep, prinsip-prinsip, model-model, atau teori-teori).

a. Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam

menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya

secara sistematis. Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang

yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut

disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau

penerpan yang digunakan pada elemen lainnya.

b. Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan

teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda,

skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang

seseorang miliki.

c. Pengetahuan prosedur (terminologi) meliputi nama-nama dan simbol-simbol

verbal dan non verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,

dan gambar-gambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

e. Banyaknya Jama’ah yang ikut berpartisipasi memberikan bantuan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan KBIH As-Shodiqiyyah. Seringnya melaksanakan kegiatan-kegiatan

Tentunya, pendampingan dalam hal pendidikan dari orangtua dan pengasuh (grandparenting) yang baik, dengan penuh kesabaran, mendengarkan secara aktif, dan memberi dukungan

Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan, adalah kegiatan pekerjaan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan atau untuk

- Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. - Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

Kami sadari bahwa buku ini jauh dari sempurna, namun harapan kami agar buku pedoman ini dapat digunakan untuk menunjang kelancaran tugas pelayanan di Laborat

Indikator Perkembangan Sosial Emosional Kesadaran Diri Manajemen Diri Kesadaran Sosial Kemampuan Membangun Hubungan Pengambilan Keputusan Yang Bertanggungjawab Tidak

Pemanfaatan energi untuk skala rumah tangga telah banyak dilakukan antara lain penelitian yang memanfatkan penggunaan modul termoelektrik untuk pembangkitan energi listrik

a) Yuwono (1995:3), mengemukakan bahwa pelestarian berarti suatu tindakan pengelolaan atau manajemen suatu satuan wilayah perkotaan atau perdesaan sebagai suatu