• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2009"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI HIPERTENSI SEBAGAI PENYEBAB

PENYAKIT GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISIS

RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2009

Oleh :

ANGGIE HANIFA

070100015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PREVALENSI HIPERTENSI SEBAGAI PENYEBAB

PENYAKIT GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISIS

RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2009

KARYA TULIS ILMIAH

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

ANGGIE HANIFA

070100015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PREVALENSI HIPERTENSI SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISIS RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2009.

Nama : Anggie Hanifa NIM : 070100015

PEMBIMBING PENGUJI I

(dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD) (dr. Mustafa M.Amin,Sp.KJ) NIP. 19711227 200501 1 002 NIP. 19780330 200501 1 003

PENGUJI II

(dr. Rusdiana, M.Kes) NIP. 19710915 200112 2 002

Medan, 11 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik yang paling banyak ditemui. Hipertensi seringkali muncul tanpa gejala,sehingga disebut sebagai silent killer. Tingkat prevalensi hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi dan berdasarkan beberapa data penelitian menunjukkan bahwa hipertensi menyumbang sekitar 50 persen pada penyakit ginjal kronik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi sehingga menyebabkan penyakit ginjal kronik.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif retrospektif, yang dilakukan di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 dengan menggunakan data rekam medis, dengan jumlah sampel 101 orang.

Dari penelitian ini diperoleh 101 pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik, 61,4% berjenis kelamin laki-laki, lebih banyak daripada berjenis kelamin perempuan yaitu 38,6%. Sampel mayoritas berumur antara 31-50 tahun yaitu sebesar 50,5%. Sebagian besar sampel yaitu 60,4% menderita hipertensi sebagai penyebab penyakit ginjal kronik terbanyak. Enam puluh tiga koma sembilan persen berjenis kelamin laki-laki mengalami hipertensi, lebih banyak daridapa perempuan (36%).

Prevalensi hipertensi pada penyakit ginjal kronik, khususnya di RSUP H.Adam Malik Medan sangat tinggi. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien-pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit ginjal kronik.

(5)

ABSTRACT

Hypertension is one of the most common cause of chronic kidney disease. Hypertension often occur without any symptoms, given it the nickname “The Silent Killer”. The prevalence rate of hypertention is still globally high. More than a quarter of the world’s population suffering from hypertension and some studies showed that hypertension contributes about 50 percent in chronic kidney disease development.

The Aim of this study is to find out the prevalence of hypertension that lead to chronic kidney disease.

This study is a descriptical retrospective study, conduted at the Hemodialysis Unit of RSUP.H.Adam Malik Medan in 2009 using medical records of the patients. The total amount of the samples were 101 patients.

The results of the study showed that 101 patients who had chronic kidney disease, 61,4% of them were male and its higher than the female patients (38,6%). The majority age were 31-50 years (50,5% patients). Most patients suffered from hypertension (60,4%) as their lead cause of chronic kidney disease. About 63,9% male patients suffered from hypertension, its higher than women patients (36%).

The prevalence rate of chronic kidney disease, especially at RSUP.H.Adam Malik Medan is very high. Hypertensive patients needs to control their blood pressure regularly in order not to fall into chronic kidney disease.

(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah

memberikan kesempatan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini dengan judul ”Prevalensi Hipertensi sebagai Penyebab Penyakit Ginjal

Kronik di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009”.

Saya menyadari penulisan karya tulis ini akan sulit terwujud tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar

Alamsyah Siregar, SpPD- KGEH.

2. dr. Deske Muhadi, Sp.PD, selaku dosen pembimbing saya yang telah

menyediakan waktu, tenaga, serta pemikirannya dalam penyelesaian karya

tulis ilmiah ini.

3. dr. Mustafa M.Amin, Sp.KJ, selaku dosen penguji I saya dan dr. Rusdiana,

M.Kes, selaku dosen penguji II saya yang telah meluangkan waktu, tenaga

serta pemikirannya dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Harry A.Asroel, Sp.THT, sebagai dosen pembimbing akademik dan

seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran USU yang telah mendidik

dan membimbing saya.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan

kepada kedua orang tua saya, ayahanda H. Marzuki M. Risyad, Sarjana

Teknik dan ibunda Hj. Nafisah Hanim, atas doa, perhatian, dan dukungan

yang tidak pernah putus sebagai bentuk kasih sayang kepada saya. Serta

kepada abang-abang saya Rory Octorangga, Sarjana Hukum dan Gebry

Juangga Diputra. Serta adik tersayang yang selalu menghibur Fathur

Baihaqi. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan

(7)

6. Arni, Uchi, Ika, Kharisma, Pewe, Dea, Nanda, Nelda, Putri, Fitri, Yoshi,

Yusuf, Wika, dan teman-teman lainnya yang tidak ada saya sebutkan satu

persatu, atas saran dan kesediaannya membantu bertukar pikiran dan yang

selalu membuat saya menjadi semangat dalam penyelesaian karya tulis ini.

Akhir kata saya berharap semoga karya tulis ini dapat ikut memberikan

sumbangan pemikiran yang berguna bagi ilmu kedokteran.

Medan, 11 Desember 2010

Penulis

Anggie Hanifa

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Hipertensi ... 4

2.1.1. Definisi Hipertensi ... 4

2.1.2. Etiologi Hipertensi ... 5

2.1.3. Gejala Klinis Hipertensi ... 5

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi ... 6

2.1.5. Faktor Risiko Hipertensi ... 9

2.1.6. Kerusakan Organ Target ... 13

2.1.7. Evaluasi Hipertensi ... 14

2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi ... 16

2.2. Penyakit Ginjal Kronik ... 17

2.2.1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik ... 17

2.2.2. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik ... 17

2.2.3. Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik ... 18

2.2.4. Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik ... 19

2.3. Hemodialisis ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Definisi Operasional ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Rancangan Penelitian ... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 21

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.1.2. Karakteristik Subyek Penelitian ... 23

5.2. Pembahasan ... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

6.1. Kesimpulan ... 30

6.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 4 5.1 Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada penderita 24

penyakit ginjal kronik

5.2 Distribusi berdasarkan umur pada penderita penyakit 24 ginjal kronik

5.3 Distribusi berdasarkan penyebab pada penderita penyakit 25 ginjal kronik

5.4 Distribusi berdasarkan penyebab dan jenis kelamin pada 26 penderita penyakit ginjal kronik

5.5 Distribusi berdasarkan penyebab dan umur pada 27 penderita penyakit ginjal kronik

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ACE : Angiotensin I-converting enzyme

ADH : Antidiuretic Hormone

GNC : Glomerulonefritis

JNC : The Joint National on Prevention, Detection, Evaluation and

treatment of High Blood Pressure

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

NKF : National Kidney Foundation

PGK : Penyakit Ginjal Kronik

TGF-β : Transforming growth factor-β

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup ... 34

Lampiran 2 Master Data ... 35

Lampiran 3 Frekuensi ... 40

Lampiran 4 Surat Ethical Clearence ... 42

(13)

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik yang paling banyak ditemui. Hipertensi seringkali muncul tanpa gejala,sehingga disebut sebagai silent killer. Tingkat prevalensi hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi dan berdasarkan beberapa data penelitian menunjukkan bahwa hipertensi menyumbang sekitar 50 persen pada penyakit ginjal kronik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi sehingga menyebabkan penyakit ginjal kronik.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif retrospektif, yang dilakukan di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 dengan menggunakan data rekam medis, dengan jumlah sampel 101 orang.

Dari penelitian ini diperoleh 101 pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik, 61,4% berjenis kelamin laki-laki, lebih banyak daripada berjenis kelamin perempuan yaitu 38,6%. Sampel mayoritas berumur antara 31-50 tahun yaitu sebesar 50,5%. Sebagian besar sampel yaitu 60,4% menderita hipertensi sebagai penyebab penyakit ginjal kronik terbanyak. Enam puluh tiga koma sembilan persen berjenis kelamin laki-laki mengalami hipertensi, lebih banyak daridapa perempuan (36%).

Prevalensi hipertensi pada penyakit ginjal kronik, khususnya di RSUP H.Adam Malik Medan sangat tinggi. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien-pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit ginjal kronik.

(14)

ABSTRACT

Hypertension is one of the most common cause of chronic kidney disease. Hypertension often occur without any symptoms, given it the nickname “The Silent Killer”. The prevalence rate of hypertention is still globally high. More than a quarter of the world’s population suffering from hypertension and some studies showed that hypertension contributes about 50 percent in chronic kidney disease development.

The Aim of this study is to find out the prevalence of hypertension that lead to chronic kidney disease.

This study is a descriptical retrospective study, conduted at the Hemodialysis Unit of RSUP.H.Adam Malik Medan in 2009 using medical records of the patients. The total amount of the samples were 101 patients.

The results of the study showed that 101 patients who had chronic kidney disease, 61,4% of them were male and its higher than the female patients (38,6%). The majority age were 31-50 years (50,5% patients). Most patients suffered from hypertension (60,4%) as their lead cause of chronic kidney disease. About 63,9% male patients suffered from hypertension, its higher than women patients (36%).

The prevalence rate of chronic kidney disease, especially at RSUP.H.Adam Malik Medan is very high. Hypertensive patients needs to control their blood pressure regularly in order not to fall into chronic kidney disease.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus

meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,

inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang paling sering dijumpai

(WHO, 2000).

Di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi

mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka

ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta

pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di

negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (WHO, 2000).

Penelitian berskala nasional dilakukan perhimpunan hipertensi Indonesia

pada tahun 2002 di Jawa,Sumatra,Kalimantan,Sulawesi dan Bali. Dari 3080

subjek dewasa umur 40 tahun atau lebih yang berobat pada praktik dokter,

didapatkan prevalensi hipertensi 58,89% dan 37,32% pasien tanpa pengobatan

antihipertensi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan tahun 2004 mendapatkan prevalensi hipertensi di Pulau

Jawa mencapai 41,9%. Survei Pernefri dilakukan dengan tujuan menilai

proteinuria dan hipertensi sebagai faktor resiko PGK pada populasi di 4 daerah

percontohan Bali,Jakarta,Surabaya dan Yogya dan mendapatkan prevalensi

hipertensi umur 18 tahun keatas sebesar 19,4%. Dari data tersebut 26,9%

dikategorikan hipertensi stadium II menurut JNC 7. Walaupun angka prevalensi

hipertensi secara pasti belum diketahui,data tersebut merefleksikan besarnya

masalah hipertensi di Indonesia (Prodjosudjadi, 2008).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali muncul tanpa gejala,

sehingga disebut sebagai silent killer. Secara global, tingkat prevalensi hipertensi

(16)

ini menderita hipertensi. Namun sebaliknya, tingkat kontrol tekanan darah secara

umum masih rendah (Bakri, 2008).

Kalau saja hipertensi tidak mengundang segudang risiko komplikasi,

barangkali permasalahannya menjadi lebih sederhana. Masalahnya, tekanan darah

di atas normal yang tidak ditangani dengan baik akan merembet kepada

komplikasi yang lebih berat. Hipertensi bisa menyebabkan berbagai macam

penyakit, diantaranya ialah penyakit gagal ginjal (Bakri, 2008).

Saat ini terdapat satu juta penduduk dunia yang sedang menjalani terapi

pengganti ginjal dan angka ini terus bertambah sehingga diperkirakan pada 2010

terdapat dua juta orang yang menjalani terapi ginjal. Angka prevalensi ini

diperkirakan lebih tinggi dari yang dilaporkan. Hipertensi berperan terhadap

meningkatnya insiden penyakit ginjal kronik. Berdasarkan data penelitian dari

beberapa negara menunjukan bahwa hipertensi dan diabetes melitus menyumbang

sekitar 50 persen pada penyakit ginjal kronik (Fisch, 2000).

Penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian

setiap tahunnya, hal ini berarti meduduki peringkat ke 12 tertinggi angka kematian

atau peringkat tertinggi ke 17 angka kecacatan (Global Burden of Disease dan

WHO, 2002).

Adanya proteinuria dapat dijadikan indikator terjadinya gangguan fungsi

ginjal, karena berarti ginjal tidak mampu menyaring protein agar tidak keluar ke

dalam urin. Sebaliknya, kontrol tekanan darah yang baik akan mengurangi

ekskresi proteinuria dan memperlambat penurunan fungsi ginjal (Yogiantoro,

(17)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas,dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian adalah “Seberapa besar prevalensi hipertensi sebagai

penyebab penyakit ginjal kronik?”.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk melihat prevalensi hipertensi sebagai penyebab penyakit ginjal

kronik.

1.3.2. Tujuan khusus

Untuk mengurangi frekuensi kejadian penyakit ginjal kronik dengan cara

mengontrol tekanan darah secara rutin pada penderita hipertensi.

1.4. Manfaat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat dunia kedokteran ataupun ilmu

kesehatan mengenai prevalensi hipertensi sebagai penyebab penyakit

ginjal kronik. Sehingga dapat dijadikan informasi ataupun pertimbangan

bagi dunia kesehatan dalam penanggulan atau pengontrolan hipertensi

sehingga tidak sampai menimbulkan komplikasi seperti penyakit ginjal

kronik.

2. Masyarakat mendapat informasi tentang hipertensi yang dapat

menyebabkan penyakit ginjal kronik, sehingga di harapkan masyarakat

dapat mengontrol tekanan darahnya secara rutin agar mencegah terjadinya

penyakit ginjal kronik.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan

hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan

penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder

disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme

primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan

renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1

dibawah (Gray, et al. 2005).

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 > 160 > 100

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and

treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO

dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu

apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau

(19)

hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih

dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur

sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah (Bakri, 2008).

2.1.2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi

renal.

1) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf

simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan

Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,

alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada

umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.

Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,

feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000).

2.1.3. Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah,

gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial

berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ

(20)

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi

mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini

menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang

bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit

kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah

marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata

berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat

mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau

gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan

jumlah morbiditas dan mortalitas (Julius, 2008).

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi

esensial antara lain :

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial

curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan

darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin

lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

(21)

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau

penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al.

2005).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE

memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang

tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar

meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua

jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

(22)

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif

lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium

banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan

antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray,

et al. 2005).

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat

meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem

renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang

diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini

dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat

meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005).

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding

pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi

(23)

semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan

pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005).

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat

ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan

input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium

kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).

2.1.5. Faktor Risiko Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui

dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi

antara lain :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang

tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko

lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya

normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi

dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun

(Julius, 2008).

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.

Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.

Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan.

Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang

(24)

c. Umur

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi

umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan

elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur.

Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55

tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah

umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan

demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur (Gray,

et al. 2005)

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan

darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan

tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan

kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam

pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh

darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan

peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung

bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran

darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer

(Gray, et al. 2005).

b. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan

hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya

penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya

hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak

semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing

individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg

(25)

badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg

dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan (Haffner, 1999).

c. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang

dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung

lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada

binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan

binatang tersebut menjadi hipertensi (Pickering, 1999).

d. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar

kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik

membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45

menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara

langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua

kelompok, baik hipertensi maupu n normotensi (Simons-Morton, 1999).

e. Asupan

1) Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum

normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga

keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa

tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot (Kaplan, 1999).

Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh

kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran

semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya

lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat –

zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat

menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi

(26)

Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi

terutama di usus halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama –

tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif

adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang

melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume cairan

ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan

berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi

secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring

dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk

mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya

mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran

urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar

Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na kembali.

Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi

rendah (Kaplan, 1999).

Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif

terhadap natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang

hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang

untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi

dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat

lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih sering

ditemukan (Kaplan, 1999).

Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum

jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan

darah ketika asupan garam ditambah (Kaplan, 1999).

2) Asupan Kalium

Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium

adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan

konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan

(27)

Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan

sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium.

Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air

juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah

penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium

juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal

(Appel, 1999).

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang

mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi

dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah

dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium (Appel, 1999).

3) Asupan Magnesium

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot

halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik

antara magnesium dan tekanan darah (Appel, 1999).

Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak

efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek

pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi

magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi (Appel, 1999).

2.1.6. Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara

langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1. Penyakit ginjal kronis

2. Jantung

(28)

b. Angina atau infark miokardium

c. Gagal jantung

3. Otak

a. Strok

b. Transient Ischemic Attack (TIA)

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati (Yogiantoro, 2006).

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ

tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ,

atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor

ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide

synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam

dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ

target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

2.1.7. Evaluasi Hipertensi

Hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:

1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya

atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan

menentukan pengobatan.

2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular

(Yogiantoro, 2006).

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang

keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi:

(29)

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian

obat-obat analgesik dan obat-obat/bahan lain.

c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olahraga

g. kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient

ischemic attack, defisit sensoris atau motoris

b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria

c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya (Yogiantoro, 2006).

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

c. Kolesterol total serum

d. Kolesterol LDL dan HDL serum

e. Trigliserida serum (puasa)

f. Asam urat serum

g. Kreatinin serum

(30)

i. Hemoglobin dan hematokrit

j. Urinalisis

k. Elektrokardiogram (Yogiantoro, 2006).

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya

kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya

hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala

pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:

1. Fungsi ginjal

a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya

proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin

b. Perkiraan LFG, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan

dengan menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan

anjuran National Kidney Foundation (NKF) yaitu:

Klirens Kreatinin* = (140-umur) x Berat Badan

72 x Kreatinin Serum

x (0,85 untuk perempuan)

*Glomerulus Filtration Rate (GFR)/LFG dalam ml/menit/1,73m2.

(Yogiantoro, 2006).

2.1.8. Penatalaksanaan hipertensi :

a. Penatalaksanaan farmakologis

b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)

Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap

penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu

terapi dietetik dan merubah gaya hidup (Yogiantoro, 2006).

Tujuan dari penatalaksanaan diet:

a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan

tekanan darah menuju normal.

(31)

c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam

lemak, kolesterol dalam darah.

d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM

(Yogiantoro, 2006).

Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :

a. Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang

b. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita

c. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan

dalam daftar diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok

teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium. (Yogiantoro,

2006).

2.2. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) 2.2.1. Definisi

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang

menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah

kondisi normal (Sowden, 1996).

PGK hadir ketika LFG menurun secara permanen dalam hubungan dengan

hilangnya populasi nefron fungsional. Hal ini ditandai dengan gesekan terus dari

nefron dan variabel tetapi biasanya tak henti-hentinya perkembangan menuju

tahap akhir penyakit ginjal/End Stage Renal Disease (ESRD) (Fisch, 2000).

2.2.2. Etiologi

Penyebab paling lazim dari ESRD adalah mayority dari pasien hipertensi,

diabetes mellitus, atau keduanya. Penyebab lainnya adalah glomerulonephritis,

penyakit interstisial, cystic/hereditery/congenital dan yang tidak diketahui

penyebabnya (Fisch, 2000).

Penyakit ginjal primer terbatas pada ginjal dan biasanya hadir dengan

gagal ginjal kronis atau sindrom nefrotik tanpa riwayat penyakit sistemik.

(32)

dan nefropati iskemik sering diidentifikasi selama hasil pemeriksaan untuk

hipertensi yang baru ditemukan atau hematuria asimtomatik. Pasien menyajikan

dengan proteinuria atau sindrom nefrotik tapi tanpa bukti infeksi, penyakit

kolagen-vaskular, atau keganasan cenderung memiliki glomerulonefritis idiopatik

(Fisch, 2000).

Penyakit ginjal sekunder. Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik

didampingi oleh kerja darah rutin membongkar etiologi dari gagal ginjal kronis di

lebih dari 60% sampai 70% kasus. Hipertensi dan diabetes biasanya hadir untuk

setidaknya 10 tahun sebelum mereka menyebabkan gagal ginjal kronis dengan

hipertensi yang mengarah ke ESRD, hipertensi tidak terkontrol dan dipercepat

adalah yang paling sering (Fisch, 2000).

Menurut Markum (2006), Penyebab dari PGK adalah:

- Tekanan darah tinggi (hipertensi)

- Penyumbatan saluran kemih

- Glomerulonefritis

- Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikista

- Diabetes melitus (kencing manis)

- Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik.

2.2.3. Faktor Risiko PGK

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi ialah hipertensi. Hipertensi dapat

bertindak sendiri atau dengan penyakit lain untuk membujuk penyakit ginjal

kronis dan meskipun kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak pernah

mengembangkan penyakit ginjal yang signifikan, kronis tekanan darah tinggi

bertanggung jawab untuk 25% dari kasus baru.

Faktor risiko lainnya yang dapat dimodifikasikan adalah diabetes mellitus.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur dan ras (Schrier,

(33)

2.2.4. Diagnosis PGK

Menurut Fisch (2000), diagnosis klinis dari PGK adalah:

1. Menurunnya LFG

Klasifikasi tingkat penyakit ginjal kronik, sebagai berikut:

• Tingkat 1: kerusakan ginjal dengan normal LFG (>90 mL/menit/1.73 m2)

• Tingkat 2: penurunan ringan pada LFG (60-89 mL/menit/1.73 m2)

• Tingkat 3: penurunan sedang pada LFG (30-59 mL/menit/1.73 m2)

• Tingkat 4: penurunan berat pada LFG (15-29 mL/menit/1.73 m2)

• Tingkat 5: gagal ginjal (LFG <15 mL/menit/1.73 m2 atau dialisis)

2. Indikasi lainnya

a. Proteinuria

b. Hematuria

c. Abnormal urinary sedimen

d. Hipertensi

2.3. Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu prosedur untuk membuang racun atau sisa

metabolisme dari dalam darah dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal

buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien

dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput

semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat (Rahardjo et al, 2006).

Keputusan untuk inisiasi hemodialisis terutama berdasarkan parameter

laboratorium yaitu LFG antara 5-8 ml/menit/1,73 m² (Sukandar, 2006).

Beberapa komplikasi yang mungkin ditimbulkan selama prosedur

hemodialisis ialah emboli udara akibat udara masuk ke sirkuit darah, hipotensi

terkait hemodialisis, hipoksemia, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit

dada, dan gatal-gatal. Pengawasan terus-menerus kompartemen darah dan dialisat

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.1.1. Definisi Operasional

Hipertensi adalah tekanan darah >140/90 mmHg atau penderita

mengkonsumsi obat-obat antihipertensi (Bakri dan Lawrence, 2008).

PGK adalah kerusakan ginjal yang diderita seseorang lebih dari 3 bulan

berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG

dengan manifestasi adanya kelainan ginjal, ataupun LFG kurang dari 60

ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Suwitra,

2006).

Hemodialisis adalah suatu prosedur untuk membuang racun atau sisa

metabolisme dari dalam darah dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal

buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien

dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput

semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat (Rahardjo et al, 2006). HIPERTENSI

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian dengan jenis studi

deskriptif retrospektif, yaitu untuk mengetahui seberapa besar prevalensi penyakit

hipertensi sebagai penyebab PGK pada pasien yang datang ke bagian penyakit

dalam di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari data rekam medis dari RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan dan pengumpulan

data penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Juli-Agustus 2010.

4.3. Populasi dan Data Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita PGK di RSUP

H.Adam Malik Medan Tahun 2009.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah data penderita gagal ginjal di RSUP H. Adam Malik Medan

Tahun 2009 . Besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan populasi (total

sampling).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data skunder, yaitu data

yang diperoleh dari pencatatan data rekam medis pasien penderita PGK yang ada

(36)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data akan diolah secara manual, dengan cara melihat banyaknya penyakit

hipertensi yang ada pada penderita PGK kemudian dianalisa dengan

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berlokasi di

Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan

Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman

yaitu berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya

menuju ke arah Brastagi. RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A

sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP

H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A

yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP

H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September

1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari

1993. Rumah sakit ini memiliki Unit Hemodialisis yang merupakan lokasi

pengambilan data untuk penelitian ini.

5.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian

Berdasarkan data rekam medis pasien penderita penyakit ginjal kronik di

Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 secara

retrospektif, data yang diperoleh dalam studi ini adalah sebesar 125 responden,

namun dikarenakan ketidaklengkapan data dalam rekam medis maka drop out 24

(38)

Tabel 5.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada penderita penyakit ginjal kronik.

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 62 61,4

Perempuan 39 38,6

Jumlah 101 100

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 101 sampel terdapat 62

orang berjenis kelamin laki-laki (61,4%) dan 39 orang berjenis kelamin

perempuan (38,6%).

Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur pada penderita penyakit ginjal kronik

Umur n %

10-30 17 16,8

31-50 51 50,5

51-70 31 30,7

71-80 2 2,0

Jumlah 101 100

Secara keseluruhan, rata-rata umur sampel adalah 45 tahun. Responden

termuda berumur 14 tahun dan tertua berumur 80 tahun. Dari Tabel 5.2. dapat

dilihat bahwa sampel mayoritas berumur antara 31-50 tahun, yaitu 51 orang

(50,5%) dan yang jumlah sampel terendah terdapat pada kelompok umur 71-80

(39)

Tabel 5.3. Distribusi berdasarkan penyebab pada penyakit ginjal kronik.

Penyebab n %

Hipertensi 61 60,4

Diabetes mellitus 20 19,8

Ginjal polikistik 2 2,0

Nefrolitiasis 7 6,9

Glomerulonefritis 2 2,0

Diabetes mellitus dan

hipertensi

3 3,0

Nefrolitiasis dan

hipertensi

3 3,0

Glomerulonefritis dan

hipertensi

3 3,0

Jumlah 101 100

Dari Tabel 5.3. dapat diketahui penyebab penyakit ginjal kronik yang

paling banyak ditemui adalah hipertensi dengan jumlah penderita 61 orang

(60,4%) dari 101 sampel. Penyebab penyakit ginjal kronik dengan jumlah sampel

terendah adalah ginjal polikistik dan glomerulonefritis dengan masing-masing

sampel sebanyak 2 orang (2,0%). Jumlah sampel yang menderita diabetes mellitus

adalah sebanyak 20 orang (19,8%), kemudian dengan nefrolitiasis sebanyak 7

orang (6,9%), kombinasi diabetes mellitus dan hipertensi, nefrolitiasis dan

hipertensi serta glomerulonefritis dan hipertensi dengan masing-masing sampel

(40)

Tabel 5.4. Distribusi berdasarkan penyebab dan jenis kelamin pada pasien penyakit ginjal kronik.

Penyebab Jenis Kelamin Jumlah

Kasus

Dari tabel 5.4. diatas, didapati pasien hipertensi (60,4%) yang menderita

penyakit ginjal kronik lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki yaitu

sebanyak 39 orang daripada perempuan yaitu sebanyak 22 orang. Pasien diabetes

mellitus (19,8%) yang menderita penyakit ginjal kronik lebih banyak ditemukan

pada pasien laki-laki yaitu sebanyak 16 orang, perempuan 4 orang. Pasien ginjal

polikistik (2%) yang menderita penyakit ginjal kronik sama antara laki-laki dan

perempuan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang. Pasien nefrolitiasis (6,9%)

yang menderita penyakit ginjal kronik lebih banyak ditemukan pada pasien

laki-laki yaitu sebanyak 4 orang, perempuan 3 orang. Pasien glomerulonefritis (2,0%)

(41)

masing-masing sebanyak 1 orang. Pasien dengan kombinasi diabetes mellitus dan

hipertensi serta nefrolitiasis dan hipertensi (3,0%) yang menderita penyakit ginjal

kronik hanya ditemukan pada pasien laki-laki yaitu sebanyak 3 orang. Pasien

dengan kombinasi glomerulonefritis dan hipertensi yang menderita penyakit ginjal

kronik hanya ditemukan pada pasien perempuan yaitu sebanyak 3 orang.

Tabel 5.5. Distribusi berdasarkan penyebab dan umur pada pasien penyakit ginjal kronik.

Ginjal polikistik n

(42)

Tabel 5.6. Distribusi berdasarkan tingkat kerusakan ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) pada pasien penyakit ginjal kronik.

Tingkat

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 101 sampel mengalami

kerusakan ginjal tingkat 5 dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 15

ml/menit/1,73 m² atau dialisis.

5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi hipertensi sebagai

penyebab penyakit ginjal kronik di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik

Medan. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus 2010 dan di dapatkan 101

pasien penderita penyakit ginjal kronik, yang terdiri dari 39 orang perempuan dan

62 orang laki-laki.

Pada tabel 5.3, ditemukan beberapa penyebab penyakit ginjal kronik pada

pasien penyakit ginjal kronik di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan,

yaitu hipertensi, diabetes mellitus, nefrolitiasis, polikistik, glomerulonefritis serta

gabungan antara diabetes mellitus dan hipertensi, nefrolitiasis dan hipertensi serta

glomerulonefritis dan hipertensi.

Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa penyebab penyakit ginjal kronik

terbanyak ialah hipertensi yaitu sebesar 60,4%. Hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya. Menurut hasil penelitian Andika (2009) yang dilakukan di Medan,

tercatat sebagian besar sampel yaitu 53,6% menderita hipertensi sebagai etiologi

penyakit ginjal kronik, sampel memiliki tekanan darah sistol 142,5 ± 20,12 mmHg

(43)

Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa penyebab penyakit ginjal

kronik yg paling sedikit ialah ginjal polikistik dan glomerulonefritis yaitu

masing-masing sebesar 2%. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Jessica (2009) di Jakarta, menurut Jessica (2009) penyebab

terbanyak penyakit ginjal kronik ialah glomerulonefritis yaitu sebanyak 46,39%.

Hal ini kemungkinan disebabkan lebih banyaknya proporsi hipertensi daripada

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Dari 101 sampel ini, diperoleh prevalensi hipertensi sebagai penyebab

penyakit ginjal kronik adalah 60,4% dan ini merupakan penyebab yang paling

banyak didapati pada penderita penyakit ginjal kronik di Unit Hemodialisis

RSUP.H.Adam Malik Medan dan penyebab yang paling sedikit adalah

glomerulonefritis dan ginjal polikistik dengan jumlah masing-masing 2 orang (2

%).

1.2 Saran

Dengan tingginya prevalensi hipertensi sebagai penyebab penyakit ginjal

kronik maka diharapkan kepada dokter, perawat ataupun tenaga medis lainnya

untuk memberikan edukasi ataupun penyuluhan kepada pasien ataupun

keluarganya mengenai cara-cara penanggulangan hipertensi atau pengontrolan

tekanan darah agar tidak jatuh pada penyakit ginjal kronik yaitu meliputi usaha

mengubah pola hidup dan medikamentosa. Perubahan pola hidup berupa usaha

mengurangi garam dapur, konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok

teh perhari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium, menambah diet

sayur dan buah-buahan dengan berbagai elektrolitnya (kalsium dan kalium), tinggi

serat dan diet rendah lemak jenuh disamping itu juga larangan merokok dan

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Appel, L.J., 1999. Calcium, Magnesium and Blood Pressure. In: : Izzo Jr, J.L.,

and Black, H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of High Blood

Pressure. ed 2nd. USA : American Heart Association, 253-255.

Bakri, S., dan Lawrence, G.S., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., et

al, 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr.

Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan: USU Press, 19-31.

Bawazier, L.A and Dharmeizar., 2006. Nefritis Lupus. Dalam: Sudoyo, A.W.,

Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar

Penyakit Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FK UI, 599-603.

Cotler, J.A., and Stamler, J., 1999. Prevention of Hypertension. In: : Izzo Jr, J.L.,

and Black, H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of High Blood

Pressure. ed 2nd. USA : American Heart Association, 274-278.

Fisch, B.J., 2000. The Patient with Chronic Renal Disease. In: Schrier, R.W.,

2000. Manual of Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams &

Wilkins, 155-166.

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A., 2005. Kardiologi :

Lecture Notes. ed 4. Jakarta : Penerbit Erlangga, 57-69.

Haffner, S.M., 1999. Obesity, Body Fat Distribution and Insulin Ressistence. In: :

Izzo Jr, J.L., and Black, H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of

High Blood Pressure. ed 2nd. USA : American Heart Association, 256-258.

Hooton, T.M., and Stamm, W., 2008. Pyelonefritis. Diunduh dari:

Klag, M.J., 1999. Renal Risk. In: Izzo Jr, J.L., and Black, H.R., 1999.

Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure. ed 2nd. USA :

American Heart Association, 211-212.

Landsberg, L., 1999. Obesity. In: Izzo Jr, J.L., and Black, H.R., 1999.

Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure. ed 2nd. USA :

(46)

Mulrow, P.J., 1999. Hypertension. In: : Izzo Jr, J.L., and Black, H.R., 1999.

Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure. ed 2nd. USA :

American Heart Association, 271-273.

Nally Jr, J.V., 2001. Essential Hypertension. In: Greenberg, A., 2001. Primer on

Kidney Diseases. ed 3rd. UK: Academic Press, 475-479.

Nolan, C.R., 2000. The Patient with Hypertension. In: Schrier, R.W., 2000.

Manual of Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams & Wilkins,

231-262.

Pickering, T.G., 1999. Physchosocial Stress and Blood Pressure. In: : Izzo Jr, J.L.,

and Black, H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of High Blood

Pressure. ed 2nd. USA : American Heart Association, 266-267.

Pisoni, R., and Remuzzi, G., 2001. Pathophysiology and Management of

Progressive Chronic Renal Failure. In: Greenberg, A., 2001. Primer on

Kidney Diseases. ed 3rd. UK: Academic Press, 385-395.

Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi,

B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit

Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FK UI, 599-603.

Rahardjo, J.P., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,

I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu

Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK

UI, 599-603.

Simons-Morton, D.G., 1999. Physical Activity, Fitness and Blood Pressure. In: :

Izzo Jr, J.L., and Black, H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of

High Blood Pressure. ed 2nd. USA : American Heart Association, 259-262.

Sja’bani, M., 2006. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu

Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK

UI, 599-603.

Sowden L. A., and Betz, C.L., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :

(47)

Sowers, J.R., 1999. Renin-Angiotensin Genetics. In: Izzo Jr, J.L., and Black,

H.R., 1999. Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure.

ed 2nd. USA : American Heart Association, 104-105.

Sukandar, E., 2006. Nefrologi Klinik. ed 3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII)

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD, 465-521.

Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu

Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK

UI, 599-603.

Wilcox, C.S., 2001. Pathogenesis of Hypertension. In: Greenberg, A., 2001.

Primer on Kidney Diseases. ed 3rd. UK: Academic Press, 471-475.

Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu

Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK

(48)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Anggie Hanifa

Tempat / Tanggal Lahir : Langsa, 01 Juni 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Eka Rasmi Komplek Taman Eka Rasmi No. 4B

Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK YPAA Lhokseumawe (1995)

2. SD Negeri 2 Lhokseumawe (1995-2001)

3. SLTP Negeri 1 Lhokseumawe (2001-2004)

4. SMU Negeri 1 Lhokseumawe (2004-2007)

Riwayat Pelatihan :1. Latihan Kepemimpinan dan Manajemen

Mahasiswa (LKMM) Tahun 2008

2. Workshop Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)

dan Traumatologi Tahun 2008

3. Workshop Jurnalistik BEM PEMA FK USU

Tahun 2008

4. Pengabdian Masyarakat HMI Tahun 2008-2009

Riwayat Organisasi : SCORE-PEMA FK USU Tahun 2008-2009

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

Output

Jenis kelamin pasien

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 62 61.4 61.4 61.4

perempuan 39 38.6 38.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 10-30 17 16.8 16.8 16.8

31-50 51 50.5 50.5 67.3

51-70 31 30.7 30.7 98.0

71-80 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Penyebab penyakit ginjal kronis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ e Percent

Valid hipertensi 61 60.4 60.4 60.4

DM 20 19.8 19.8 80.2

polikistik ginjal 2 2.0 2.0 82.2

nefrolitiasis 7 6.9 6.9 89.1

GNC 2 2.0 2.0 91.1

DM+hipertensi 3 3.0 3.0 94.1

nefrolitiasis+hipertens i

3 3.0 3.0 97.0

GNC+hipertensi 3 3.0 3.0 100.0

(55)

Umur * penyebab penyakit ginjal kronis Crosstabulation

penyebab penyakit ginjal kronis

(56)

LFG kategori

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Gambar

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur pada penderita penyakit ginjal
Tabel 5.3. Distribusi berdasarkan penyebab pada penyakit ginjal kronik.
Tabel 5.4. Distribusi berdasarkan penyebab dan jenis kelamin pada pasien
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang sebagaimana Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama tiga bulan

REDUCTION TERHADAP KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN GIGI DAN MULUT. MAHASISWA

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada

[r]

Judul Penelitian : PENGARUH LArrIHAN BEBAN DENGAN meャセode seセイ sysセイem TERI1ADAP PENAMBAIIAN beraセイ BADAN DAN PERSENrrASE

[r]

Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi. Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Atas

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 1 ayat (1) Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,