• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty Of Loyalty Dan Duty Of Care Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty Of Loyalty Dan Duty Of Care Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

ANRIANI

097011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANRIANI

097011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

Nama Mahasiswa : Anriani

Nomor Pokok : 097011009

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLi)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLi

Anggota : 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

bertanggungjawab penuh terhadap perseroan. Kelalaian dan kesengajaan adalah bentuk dari pelanggaran yang dilakukan Direksi dalam melaksanakan tugas serta fungsinya baik dalam mengatur, mengelola dan menggerakan perusahaan, sehingga Direksi kedudukannya sebagai pengemban harus mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara administratif, perdata, dan pidana. Adanya batasan kriteria Direksi dalam menjalankan duty of loyalty dan duty of careperseroan tidak terlepas dari prinsip pembelaan Direksi yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 sehingga dengan adanya prinsip – prinsip hukum perseroan dan pengaturannya dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 dapat menjadi pedoman dan acuan kepada Direksi dalam memajukan perseroan.

Penelitian ini bersifat preskriptif, dengan pendekatan peraturan perundang – undangan yang berusaha menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa suatu peraturan hukum dalam bentuk teori serta pelaksanaan nya ditengah – tengah masyarakat secara sistematis, faktual dan akurat. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif karena di dukung oleh data yang diperoleh dari kepustakaan dengan jalan mengumpulkan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan alat pengumpulan data berupa peraturan perundang – undangan, teori – teori hukum normatif dan pendapat para sarjana terkemuka di bidang hukum masing – masing.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya batasan kriteria Direksi perseroan terbatas dalam melaksanakan duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 ditandai dengan munculnya suatu prinsip yang merupakan hak perlindungan bagi setiap Direksi dalam menjalankan perseroan untuk tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakan yang dilakukan apabila dapat membuktikan tindakannya tersebut mengandung kejujuran, itikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Apabila Direksi terbukti telah melakukan kesalahan dan kelalaian dalam tugasnya menjalankan duty of loyalty dan duty of care maka Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara administratif berupa pencabutan izin usaha perseroan, secara perdata berupa ganti rugi dan secara pidana berupa hukuman bagi si pelaku baik penjara atau denda.

(6)

court as well as fully responsible to the company. Negligence and deliberate action are the forms of violations commited by the Board of Directors in carrying out their duties and functions in regulating, managing and mobilizing the company that the board of the directors in their capacity as the executives must be responsible for what they have done on administrative, civil or criminal scale. The existence of criteria limitation for the board of directors in implementing duty of loyalty and duty of care in the company is not independent from the principle of defense regulated in Law No. 40/2007 that the principles of law on limited liability company and its regulation in Law No. 40/2007 can be the guidelines and reference for the Board of Directors in promoting the company.

To study the problem above, this pre-descriptive study was conducted to describe, examine, explain and analyze a legal regulation in the form of theory and its implementation in the community systematically, factually and accurately. This normative juridical study was supported by the secondary data in the forms of primary, secondary and tertiary legal materials such as regulations of legislations, normative legal theories, and the opinions of the leading scholars in legal science which were obtained through library research.

The result of this study showed that the existence of limitation of criteria for the Board of Directors in implementing duty of loyalty and duty of care based on law No. 40/2007 was marked by the existence of a principle in the form of protection right stting that any Board of Directors running a company cannot be asked for being individually responsible for any action they have taken if they can prove that what they have done contains or based on fairness, good will and not in conflict with existing law. If the Board of Directors are proven to have made mistakes an negligence in implementing their duty of loyalty and duty of care, they can be asked to be responsible for what they have done administratively by revoking their company’s business licence, or according to civil law they must pay the compensation, and according to criminal law, they can be put ito prison or be fined.

(7)

kehadirat ALLAH S.W.T, sehingga berkat rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI DALAM

MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE

BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS, dalam rangka menyelesaikan Studi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan tesis ini mulai dari penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data serta pengolahan hasil penelitian sampai tersajikannya karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat sumbangan pemikiran maupun tenaga yang tidak ternilai harganya bagi penulis, untuk itu pada kesempatan ini perkenalkanlah penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh keikhlasan untuk menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(8)

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS. CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan dan Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan tesis ini.

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan dan Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan tesis ini.

8. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Karyawan Tata Usaha pada Program Studi Magister Kenotariatan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

(9)

merawat, mengasihi, mendidik, membesarkan, memberikan dukungan materil dan moril, serta memberikan sikap tauladan yang baik kepada penulis tentang arti kejujuran, kerja keras dan meraih keberhasilan.

Secara khusus penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada saudara -saudara penulis yaitu adinda Sri Agus Tina dan Tri Rahma Dana, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyusun tesis ini hingga selesai.

Penulis berharap semoga jasa – jasa baik tersebut di atas mendapat balasan dari ALLAH S.W.T, akhirnya penulis sadari bahwa penulisan tesis ini tidak luput dari kekurangan, sehingga pada kesempatan ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun serta berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi pihak yang membutuhkannya.

Medan, November 2011 Penulis,

(10)

Tempat / Tgl. Lahir : Rantau Prapat, 07 Desember 1987 Alamat : Jalan Sempurna No.44 Medan

II. ORANG TUA

Ayah : H. Zulkarnain L. Tobing. Ibu : Hj. Zubaidah Hasibuan, Spd.

III. PENDIDIKAN

(11)

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………. vi

DAFTAR ISI ……….. vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Keaslian Penelitian... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori... 13

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian... 19

1. Jenis dan Sifat Penelitian... 19

2. Sumber Data Penelitian ... 19

3. Teknik Pengumpulan Data ... 20

4. Alat Pengumpulan Data ... 21

5. Analisis Data ... 21

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TEBATAS DALAM MELAKSANAKANDUTY OF LOYALTYDANDUTY OF CAREBERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007... 23

A. Organ – Organ Perseroan Terbatas……….. 23

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)……… .. 23

(12)

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas………... 60

D. PelaksanaanDuty of LoyaltydanDuty of Care……….. 72

E. Batasan Kriteria Direksi Perseroan Terbatas Dalam MelaksanakanDuty of LoyaltydanDuty of CareBerdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007………... 76

1. PrinsipBusiness Judgment Rule………. 76

BAB III TANGGUNGJAWAB HUKUM TERHADAP DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007……….... 86

A. Tanggungjawab Administratif Perseroan………. 86

B. Tanggungjawab Perdata Perseroan……… 91

C.Tanggungjawab Pidana Perseroan……….. 95

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan………...……… 106

B. Saran ……… 107

(13)

bertanggungjawab penuh terhadap perseroan. Kelalaian dan kesengajaan adalah bentuk dari pelanggaran yang dilakukan Direksi dalam melaksanakan tugas serta fungsinya baik dalam mengatur, mengelola dan menggerakan perusahaan, sehingga Direksi kedudukannya sebagai pengemban harus mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara administratif, perdata, dan pidana. Adanya batasan kriteria Direksi dalam menjalankan duty of loyalty dan duty of careperseroan tidak terlepas dari prinsip pembelaan Direksi yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 sehingga dengan adanya prinsip – prinsip hukum perseroan dan pengaturannya dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 dapat menjadi pedoman dan acuan kepada Direksi dalam memajukan perseroan.

Penelitian ini bersifat preskriptif, dengan pendekatan peraturan perundang – undangan yang berusaha menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa suatu peraturan hukum dalam bentuk teori serta pelaksanaan nya ditengah – tengah masyarakat secara sistematis, faktual dan akurat. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif karena di dukung oleh data yang diperoleh dari kepustakaan dengan jalan mengumpulkan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan alat pengumpulan data berupa peraturan perundang – undangan, teori – teori hukum normatif dan pendapat para sarjana terkemuka di bidang hukum masing – masing.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya batasan kriteria Direksi perseroan terbatas dalam melaksanakan duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 ditandai dengan munculnya suatu prinsip yang merupakan hak perlindungan bagi setiap Direksi dalam menjalankan perseroan untuk tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakan yang dilakukan apabila dapat membuktikan tindakannya tersebut mengandung kejujuran, itikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Apabila Direksi terbukti telah melakukan kesalahan dan kelalaian dalam tugasnya menjalankan duty of loyalty dan duty of care maka Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara administratif berupa pencabutan izin usaha perseroan, secara perdata berupa ganti rugi dan secara pidana berupa hukuman bagi si pelaku baik penjara atau denda.

(14)

court as well as fully responsible to the company. Negligence and deliberate action are the forms of violations commited by the Board of Directors in carrying out their duties and functions in regulating, managing and mobilizing the company that the board of the directors in their capacity as the executives must be responsible for what they have done on administrative, civil or criminal scale. The existence of criteria limitation for the board of directors in implementing duty of loyalty and duty of care in the company is not independent from the principle of defense regulated in Law No. 40/2007 that the principles of law on limited liability company and its regulation in Law No. 40/2007 can be the guidelines and reference for the Board of Directors in promoting the company.

To study the problem above, this pre-descriptive study was conducted to describe, examine, explain and analyze a legal regulation in the form of theory and its implementation in the community systematically, factually and accurately. This normative juridical study was supported by the secondary data in the forms of primary, secondary and tertiary legal materials such as regulations of legislations, normative legal theories, and the opinions of the leading scholars in legal science which were obtained through library research.

The result of this study showed that the existence of limitation of criteria for the Board of Directors in implementing duty of loyalty and duty of care based on law No. 40/2007 was marked by the existence of a principle in the form of protection right stting that any Board of Directors running a company cannot be asked for being individually responsible for any action they have taken if they can prove that what they have done contains or based on fairness, good will and not in conflict with existing law. If the Board of Directors are proven to have made mistakes an negligence in implementing their duty of loyalty and duty of care, they can be asked to be responsible for what they have done administratively by revoking their company’s business licence, or according to civil law they must pay the compensation, and according to criminal law, they can be put ito prison or be fined.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan dapat disebut sebagai badan hukum, apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang – Undang. Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan suatu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di negera Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman.1 Tentu dengan Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Perseroan Terbatas mempunyai Direksi yang merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk memajukannnya. Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

(persona standi in judicio).2 Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 1Abdul Rasyid Saliman,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta : Kencana Prenada Media

Group, 2008), hal.115.

(16)

Anggota Direksi juga bertanggungjawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya, dengan ketentuan mengenai tugas Direksi seperti ini maka Direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan pemegang sahamnya) yaituduty of loyaltydanduty of care,dalam arti :

1. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin perusahaan; 2. Fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar

pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak – kontrak yang dibuat oleh Direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.3

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah diatur prinsip – prinsip mengenai pertanggungjawaban Direksi, salah satu dari 9 (sembilan) prinsip tersebut adalah fiduciary duty yang hanya dapat berjalan diikuti dengan unsur duty of loyalty dan duty of care. Tanggungjawab Direksi pada dasarnya dilandasi oleh prinsip yang paling penting yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada Direksi perseroan oleh perseroan(fiduciary duty) dengan penuh tanggungjawab untuk kepentingan(benefit)

orang atau pihak lain, dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati – hatian tindakan Direksi (duty of skill and care), kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati – hati dan disertai dengan itikad baik, semata – mata

3Munir Fuady,Doktrin – Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam

(17)

untuk kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty).4

Sebagai bahan acuan kiranya patut diketahui bahwa sebenarnya dalam setiap saat Direksi harus bertindak jujur (honestly) dan bertugas menggunakan ketekunan yang pantas (reasonable diligence) dalam melaksanakan tugas jabatannya. Tugas Direksi dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :

1. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties, trust, and confidence). a. Direksi harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkan

kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan sekelompok orang atau badan.

b. Direksi tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang mengakibatkan terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan pribadi (conflict of interest) atau antara tugas dan kepentingannya.

c. Direksi harus menggunakan wewenang dan asset yang dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan dan bukan untuk tujuan lain. 2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian, dan ketekunan (duties of skill,

care, and diligence).

Tugas – tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas Direksi agar tidak lalai dalam pelaksanaan fungsinya.

3. Tugas – tugas yang berdasarkan ketentuan Undang – Undang (statutory duties). a. Diamanatkan oleh Undang – Undang seperti Direksi harus melaksanakan

(18)

Intinya penelitian ini hanya menitikberatkan permasalahan terhadap organ perseroan yaitu Direksi sebagai pengurus dan penggerak jalannya perseroan yang berdasarkan prinsip fiduciary duty dengan melaksanakan duty of care dan duty of loyaltysebagai tolak ukur dari kerja keras dan ketekunan seorang Direksi perseroan dalam mengolah, mengatur dan mengurus perseroannya. Pada saat Direksi lalai menjalankan tugasnya dan melanggar duty of loyalty dan duty of care maka timbul pertanggungjawaban hukum kepada Direksi perseroan berupa sanksi administratif, perdata dan pidana. Masalah pertanggungjawaban Direksi diatur dalam ketentuan Undang – Undang Perseroan Terbatas di bawah ini.

Pasal 97 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan :

“Direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).”

Pasal 97 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan :

“Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab.”

Pasal 97 ayat (3) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan :

“Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

(19)

Terbatas menyatakan :

“Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.”

Direksi kedudukannya sebagai pengemban kepercayaan menjalankan tugasnya dengan prinsip fiduciary duty yang dilandasi oleh unsur kepercayaan

(fiducia),prinsip ini hanya bisa berjalan jika diikuti olah unsur – unsur pendukung lainnya antara lain duty of care (kewajiban untuk memelihara, berhati – hati dalam mengambil keputusan dan memperdulikan kondisi perseroan), duty of good faith

(keharusan untuk mengurus perusahaan dengan itikad baik), duty of loyalty

(kewajiban untuk mengambil kebijakan sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan).6 Prinsip – prinsip ini banyak disinggung dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas, pada Pasal – Pasal yang mengatur tentang Direksi.

Dapat disimpulkan kalau Direksi tidak memiliki itikad baik (good faith) dan tidak mengurus perseroan dengan penuh tanggungjawab(fiduciary duty),maka sesuai dengan Pasal 97 ayat (3) jo (4) Direksi dalam hal dua anggota Direksi atau lebih harus bertanggungjawab atas kerugian perseroan yang ditimbulkan akibat kesalahan atau kelalaiannya secara tanggung renteng, dan hal ini bisa dikategorikan kedalam sanksi administratif, perdata, maupun pidana sesuai dengan bentuk perbuatan pelanggaran yang dilakukannya, namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah

(20)

pembuktian kesalahan Direksi tersebut, jika Direksi mampu membuktikan bahwa dia tidak bersalah maka dia tidak bertanggungjawab.7

Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas memiliki peran yang sangat strategis dan sangat penting karena Direksi sebagai organ yang menggerakkan roda organisasi perseroan terbatas, sehingga dapat disebut juga Direksi merupakan organ kepercayaan dari perseroan terbatas. Selain organ kepercayaan, Direksi juga dituntut dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba

(provit)bagi perseroan terbatas.

Disamping banyaknya tugas dan kewajiban yang harus dijalankan Direksi perseroan untuk kepentingan perseroan tersebut sangat tidak relevan bila tidak menyinggung kepada tanggungjawab hukum Direksi perseroan tersebut dan dikaitkan dengan judul penelitian pertanggungjawaban Direksi dalam melaksanakan duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis sanksi hukum, antara lain :

a. Sanksi hukum administratif diterapkan berdasarkan anggaran dasar perseroan dan putusan pengadilan negeri setempat sesuai dengan daerah hukum perseroan b. Sanksi hukum perdata diterapkan berdasarkan Undang – Undang Perseroan

Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan anggaran dasar perseroan yang memuat ketentuan tentang sanksi perdata. c. Sanksi hukum pidana diterapkan berdasarkan Kitab Undang Hukum Pidana.8

(21)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana batasan kriteria Direksi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan duty

of loyaltydanduty of careberdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 2. Bagaimana tanggungjawab hukum terhadap Direksi Perseroan Terbatas atas

pelanggaran duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 secara :

a. Administratif, b. Perdata, c. Pidana.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui batasan kriteria Direksi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan duty of loyalty dan duty of care berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui tanggungjawab hukum terhadap Direksi Perseroan Terbatas atas pelanggaranduty of loyalty danduty of careberdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 secara administratif, perdata dan pidana.

(22)

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan perkembangan hukum perseroan khususnya terkait dengan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada, memberikan masukan bagi pemerintah, pelaku usaha, praktisi hukum maupun masyarakat dalam memahami dan menerapkan prinsip – prinsip hukum perusahaan dan bentuk pertanggungjawabannya terhadap perusahaan berdasarkan Undang – Undang terkait di Indonesia serta memberikan pengembangan hukum bagi peraturan perundang – undangan yang berlaku dalam masalah ini.

E. Keaslian Penelitian

(23)

Loyalty dan Duty of Care Berdasarkan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.”

Akan tetapi telah ditemukan penelitian yang menyangkut dengan hukum perusahaan dan mendekati dengan judul penelitian ini antara lain :

1. Nama : Yathi Syahri NIM : 087005065 Program studi : Magister Hukum

Judul Tesis :PrinsipFiduciary DutyTerhadap Pertanggungjawaban Direksi Bank Dalam PembayaranLetter Of Credit. Perumusan Masalah: 1. Bagaimana ketentuan prinsip fiduciary duty dalam

Undang – Undang Perseroan Terbatas dan relevansinya terhadap pertanggungjawaban Direksi bank?

2. Bagaimana pertanggungjawaban Direksi bank mengenai pembayaran letter of credit dalam hal terjadinya pelanggaran prinsipfiduciary duty? 2. Nama : Dody Marsidy

NIM : 067005050 Program Studi : Magister Hukum

(24)

Fiduciary DutyDireksi di Dalam Menjalankan Kegiatan Perseroan.

Rumusan Masalah : 1. Bagaimana pengaturan kewajiban Direksi di dalam peraturan per undang – undangan di Indonesia? 2. Bagaimana penentuan perbuatan melawan hukum

Direksi dalam menjalankan perseroan dihubungkan denganfiduciary duty?

3. Bagaimana pertanggungjawaban Direksi akibat perbuatan melawan hukum dalam mengurus perseroan terbatas?

3. Nama : Dedi Sutanto NIM : 027005050 Program Studi : Magister Hukum

Judul Tesis : Penentuan Standar Duty of Loyalty dan Duty of Care

Dalam Pertanggungjawaban Direktur Perseroan Terbatas.

umusan Masalah : 1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Direktur dalam ketentuan undang – undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas?

(25)

3 Bagaimana penentuan standar duty of loyalty dan

duty of care dalam pertanggungjawaban Direktur pada perseroan terbatas?

4. Nama : Rudi Haposan Siahaan NIM : 097011119

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis :Analisis Hukum Atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai Debitur Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank.

Rumusan Masalah : 1. Apakah yang menjadi aspek pertimbangan bank atas pemberian kredit kepada perseroan terbatas?

2. Bagaimana kewenangan dan tanggungjawab perseroan terbatas dalam melakukan perjanjian kredit pada bank?

3. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pada bank ketika ada klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris pada perseroan terbatas?

5.Nama : Henni Suryani NIM : 097011038

(26)

Judul Tesis :Analisis Yuridis Mengenai Pemberian Kuasa Dari Direksi Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan.

6.Nama : Abdul Rahman NIM : 057011001

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis :Pelaksanaan Prinsip Fiduciary Duty Komisaris dan Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas.

7. Nama : Maria N Sihombing NIM : 097011062

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Wewenang dan Tanggungjawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Rumusan Masalah : 1.Bagaimana penerapan prinsip corporate opportunity terhadap Direksi dalam mengelola perseroan yang ditinjau dari undang – undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas?

(27)

nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas?

3. Bagaimana pembuktian corporate opportunity

terhadap Direksi perseroan yang ditinjau dari undang – undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas?

Permasalahan dalam penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, begitu juga dengan Undang – Undang yang digunakan. Secara keseluruhan penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian diatas, dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.9Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.

(28)

suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan kebenarannya.10

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.12

Sesuai dengan judul penelitian “Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty of Loyalty dan Duty of Care Berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, didasarkan pada teori yang saling berkaitan, artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya. Dalam penelitian ini digunakan teori organisasi dari Otto Von Gierkeseorang sarjana kebangsaan Jerman (1841-1921) yang menyatakan pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum.13 Seperti halnya manusia yang memiliki organ – organ tubuh misalnya kaki, tangan, dan lain sebagainya itu digerakkan dan diperintahan oleh otak manusia, demikian pula gerakan dari organ badan hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri sehingga pengurus adalah merupakan personifikasi dari badan hukum itu sendiri.

10J.J.J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,jilid I, (Jakarta : UI Press, 1996), hal. 203 11 Otje Salman dan Anthon F Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2009),

hal.23.

12M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. 13Nindyo Pramono,Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal Di Indonesia,

(29)

Beranjak dari teori organisasi yang dikemukan oleh Otto Von Gierke bahwa teori sangat relevan menganalisis permasalahan yang telah dikemukakan terutama terkait dengan sistem pertanggungjawaban dari Direksi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan prinsip pengelolaan perusahaan berdasarkanduty of loyaltydanduty of care,demikian juga halnya dengan teoriBusiness Judgment Ruledan teori Treatment

yang dipakai dalam menganalisis penelitian ini.

Adapun teori lain yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Business Judgment Rule, adalah salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama yaitu untuk mencapai keadilan khususnya bagi para Direksi perseroan dalam melakukan suatu keputusan bisnis, artinya tidak terdapat kepentingan pribadi yang dilakukan oleh Direksi dalam menjalankan perseroan. Teori ini mengandung suatu hak yang berupa perlindungan bagi Direksi dalam menjalankan perseroan yaitu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakan yang telah dilakukan bila dapat membuktikan suatu tindakan yang dilakukan dengan jujur, itikad baik, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Selain teori yang disebut diatas juga dipakai dalam penelitian ini adalah teori

(30)

positif. Aliran positif ini dipelopori olehCasare Lambroso(1835-1909),Enrico Ferri

(1856-1928) danRaffaele Garafalo(1852-1934).14

Aliran positif melihat kejahatan secara empiris dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengkonfirmasi fakta – fakta dilapangan dalam kaitannya dengan terjadinya kejahatan. Aliran ini beralaskan faham determinisme, menyatakan seseorang yang melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia tidak mempunyai kehendak bebas (free will), tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pribadinya sendiri (watak), faktor biologis dan lingkungan. Oleh karena itu, pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana, melainkan diberi perlakuan (treatment) untuk resosialisasi dan perbaikan sipelaku. Perbuatan seseorang tidak bisa hanya melihat dari aspek yuridis semata terlepas dari orang yang melakukan. Perbuatan seseorang itu harus dilihat secara konkrit bahwa dalam kenyataannya perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadi, biologis dan lingkungan.15

Aliran ini menolak pandangan adanya pembalasan berdasarkan kesalahan subjektif. Aliran positif melihat kejahatan tidak dari sudut pandang perbuatannya, melainkan pelakunya sendiri yang harus dilihat dan didekati secara nyata dan persuasif. Tujuan pendekatan kepada pelaku ini adalah untuk mempengaruhi pelaku kejahatan secara positif sepanjang masih dapat dibina dan diperbaiki. Paham rehabilitasi sebagai tujuan pemidanaan dalam perjalanannya tidak semulus yang 14 Mahmud Mulyadi, Feri antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan

Korporasi, (Jakarta : PT.Sofmedia, 2010), hal. 99.

(31)

diperkirakan. Paham ini banyak mendapatkan kritikan, ditujukan pada kenyataan bahwa sedikit negara yang mempunyai fasilitas untuk menerapkan program rehabilitas pada tingkat dan kebijakan yang menekankan penggunaan tindakan untuk memperbaiki. Kedua, adanya tuduhan yang serius bahwa pendekatan yang mengundang tirani individu dan penolakan hak asasi manusia.

2. Konsepsi

Konsep adalah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari gejala-gejala tertentu.16 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, guna menghindari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga dipergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu :

a. duty of care adalah prinsip kehati – hatian dalam bertindak bagi Direksi untuk mengelola perseroan.17

b. duty of loyalty adalah prinsip itikad baik bagi Direksi untuk bertindak semata mata demi kepentingan dan tanggungjawab perseroan.18

16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 2003), hal. 48

(32)

c. fiduciary duty adalah suatu prinsip kepercayaan yang diberikan perseroan kepada Direksi perseroan.19

d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.20 e. Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan

Komisaris.21

f. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.22

g. Pertanggungjawaban adalah suatu bentuk sikap/perilaku yang secara sadar dilakukan karena merasa telah melakukan sesuatu yang harus diambil alih menjadi kewajiban bagi si pelaku tersebut.

h. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan

18Ibid,hal. 37 19Ibid,hal. 32

20 Pasal 1 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

21 Pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

22 Pasal 1 ayat 5 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

(33)

komisaris dalam batas yang ditentukan Undang – Undang ini dan/atau anggaran dasar.23

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian adalah yuridis normatif, karena tesis ini didukung oleh data yang diperoleh dari kepustakaan dengan jalan mengumpulkan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan ini bersumber pada materi peraturan perundang – undangan, teori – teori serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan. Beranjak dari jenis penelitian tersebut diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan memberikan kepastian hukum bagi Direksi, sehingga terjadi hubungan yang seimbang dalam wewenang dan tanggungjawab Direksi tersebut.

Penelitian ini bersifat preskriptif,24 artinya penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian yang menjelaskan pemakaian dan penerapan suatu peraturan hukum dalam konteks teori – teori hukum dan pelaksanaanya ditengah – tengah masyarakat dengan tujuan untuk menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat.

2. Sumber Data Penelitian

23 Pasal 1 ayat 4 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

(34)

Penelitian ini dilakukan dengan penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka, yaitu berupa data sekunder. Sumber data bagi penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber data penelitian yang berupa primer dan sekunder. Sumber data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Bahan utama dari penelitian ini berupa :

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah : peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan hukum perusahaan yaitu Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Kitab Undang Undang hukum Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain : Tulisan atau pendapat para ahli dan pakar hukum dibidang perusahaan terutama mengenai Direksi.

c. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan ditentukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

(35)

ilmiah maupun majalah – majalah yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diteliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual perundang – undangan (conceptual approach), yaitu dengan mempelajari dan menelaah bahan – bahan pustaka, aturan perundang – undangan mengenai perusahaan khususnya Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

4. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini digunakan pendekatan teori, metode, teknik, dan analisis normatif. Data sekunder berbeda dengan data primer, dalam data primer diperoleh langsung dari sumber pertama/narasumber sedangkan data sekunder antara lain mencakup dokumen – dokumen resmi, buku – buku, dan kepustakaan lainnya. Dalam penelitian ini dipergunakan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan, yaitu berupa peraturan perundang – undangan, teori – teori hukum normatif dan pendapat para sarjana terkemuka di dalam bidang ilmu hukum. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan serta meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang berhubungan dengan judul dan pokok permasalahannya.

5. Analisa Data

(36)

menggunakan kalimat yang sistematis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang bertujuan menginventarisir peraturan – peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Adapun langkah – langkah yang dilakukan dengan cara :

a. Menginterprestasikan semua peraturan perundang – undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas.

b. Menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

c. Mengevaluasi perundang – undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

(37)

BAB II

BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKANDUTY OF LOYALTYDANDUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

A. Organ – Organ Perseroan Terbatas

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) organ perseroan antara lain Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi. Adapun pengertian Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.25 Dalam pelaksanaannya Direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk kepentingan perseroan ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang eksklusif dalam arti bahwa kewenangan yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas akan ada selama Undang – Undang Perseroan Terbatas tidak diubah, sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan oleh Menteri Hukum dan

(38)

HAM dapat diubah sewaktu – waktu melalui perubahan anggaran dasar dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang – Undang Perseroan Terbatas.26

Ada beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut :

1. Penetapan perubahan anggaran dasar; 2. Penetapan perubahan modal;

3. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan; 4. Penetapan penggunaan laba;

5. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris; 6. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; 7. Penetapan pembubaran perseroan.27

Kekuasaan tertinggi di dalam perseroan dimiliki oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memiliki hak serta segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang – Undang dan atau anggaran dasar, tentunya berhak mendapat semua keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris.28 Adapun letak dari kedudukan adalah bertempat di kantor pusat dimana perseroan melakukan kegiatan usahanya maka Rapat Umum Pemegang Saham diadakan di tempat kedudukan perseroan, dalam anggaran dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat

26 Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk – Bentuk Badan Usaha di Indonesia), (Bogor :

Ghalia Indonesia, 2010), hal. 100.

27Ibid, hal. 101.

(39)

kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar tetapi harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia, macam – macam RUPS antara lain RUPS tahunan dan RUPS lainnya;

1. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan.

2. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu – waktu berdasarkan kebutuhan yang juga biasa disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham. Sebagai penyelenggara RUPS adalah Direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan pemegang saham tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya dan RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut.29

Pengadilan Negeri dimana tempat kedudukan RUPS diadakan mempunyai peranan yaitu Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberi izin kepada pemohon untuk :

(40)

1. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan atas permohonan pemegang saham, apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan

2. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan pemegang saham yang (bersama-sama) mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan, apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya. Ketua pengadilan negeri dalam hal ini tersebut diatas dapat menetapkan bentuk, isi dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 atau anggaran dasar, dalam hal ini RUPS diselenggarakan sebagaimana disebutkan diatas, ketua pengdilan negeri dapat memerintahkan Direksi atau Komisaris untuk hadir. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin tersebut diatas merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir, yang dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.30

Penyelenggaraan RUPS oleh Direksi dengan melakukan pemanggilan kepada pemegang saham, dalam hal – hal tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi, namun dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan

(41)

kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Ketentuan yang harus dipenuhi dan hal – hal yang patut memperoleh perhatian dalam pemanggilan adalah sebagai berikut :

1. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat paling lambat 14 (empatbelas) hari sebelum RUPS diadakan, maksudnya adalah untuk memastikan bahwa panggilan telah dilakukan dan ditujukan ke alamat pemegang saham. Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam dua surat kabar harian.

2. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak hari pemanggilan RUPS dilakukan sampai dengan hari RUPS diadakan dan perseroan wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan kepada pemegang saham secara cuma – cuma.

3. Apabila waktu dan cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan tetap sah asalkan RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara yang bulat. Untuk perseroan terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dalam dua surat kabar harian dengan maksud untuk memberi kesempatan kepada pemegang saham untuk menyampaikan usul penambahan acara RUPS kepada Direksi dan pengumuman tersebut dilakukan paling lambat 14 (empatbelas) hari sebelum pemanggilan RUPS.31

(42)

Tentunya pemegang saham dengan hak suara yang sah baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis mempunyai hak untuk menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya, dalam pemungutan suara anggota Direksi, anggota Komisaris dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham tersebut di atas. Setiap saham yang dikeluarkan oleh perseroan mempunyai satu hak suara kecuali anggaran dasar menentukan lain. Sejalan dengan ketentuan tentang saham yang menyatakan bahwa perseroan dapat mengeluarkan satu atau lebih kualifikasi saham, maka dimungkinkan untuk diberikan atau tidaknya hak suara pada saham yang diterbitkan, termasuk dalam hal ini variasi dan hak suara itu sendiri, dalam hal anggaran dasar tidak menentukan lain mengenai hal tersebut, maka dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Adapun yang tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum adalah saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk juga saham untuk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai suara. Ketentuan arti dari kuorum adalah batasan minimal persyaratan yang harus dipenuhi agar sesuatu menjadi sah.32 RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½ (setengah) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah kecuali

32Tri Budiyono,Hukum Perusahaan (Telaah Yuridis terhadap Undang – Undang Nomor 40

(43)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar menentukan lain. Penyimpangan atas ketentuan tersebut hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil dari kuorum, dalam hal kuorum sebagaimana dimaksudkan tersebut di atas tidak tercapai maka diadakan pemanggilan RUPS kedua, karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama maka acara RUPS kedua harus sama seperti acara RUPS pertama dan pemanggilan harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.

RUPS kedua kemudian tentunya diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (duapuluh satu) hari dari RUPS pertama, dan RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, apabila kuorum RUPS kedua tidak tercapai maka atas permohonan perseroan kuorum ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri, bila ketua pengadilan negeri berhalangan maka penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.33

Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, apabila hal tersebut tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali Undang – Undang Nomor 40

(44)

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Pada dasarnya semua keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah untuk mufakat, apabila setelah diusahakan namun musyawarah untuk mufakat juga tidak bisa tercapai maka keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak.

Secara umum suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelompok suara lain tanpa harus mencapai jumlah yang lebih dari setengah dari keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. Namun demikian dalam hal-hal tertentu keputusan RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan, kelangsungan atau sifat suatu perseroan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau anggaran dasar dapat menetapkan suara terbanyak yang lebih dari pada suara terbanyak biasa yaitu suara terbanyak mutlak (absolute majority) atau suara terbanyak khusus (qualified/special majority).34 Dalam suatu forum rapat perseroan suara yang mendominan suatu keputusan dapat diambil walau kurang dari setengah karena suatu keputusan didasari akan mendasar apabila berpedoman pada keberadaan yang menampakan sifat dari perseroan tersebut.

Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebh dari ½ (setengah) dari jumlah suara dalam pemungutan suara tersebut, sedangkan suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya seperti 2/3

(45)

(dua per tiga), ¾ (tiga per empat), 3/5 (tiga per lima), dan sebagainya. Keputusan RUPS untuk mengubah anggaran dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh suara tersebut. Apabila kuorum yang dimaksudkan tersebut tidak tercapai maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.

Seperti halnya dengan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS dikatakan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan, sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. Pada setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh RUPS.

(46)

sebagaimana dimaksudkan diatas tidak diperlukan.35 Dalam Anggaran dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat, yaitu keputusan yang diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis cara pengambilan keputusan dan usul tersebut. Perlu diperhatikan bahwa “cara lain ini” tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas tunjuk. Apabila anggaran dasar mengatur ketentuan seperti dimaksudkan tersebut, keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil.

2. Komisaris Perseroan

Ketentuan yang mengatur tentang Dewan Komisaris terdapat dalam Pasal 1 ayat (6), Pasal 108 s/d Pasal 121 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “Dewan Komisaris adalah Organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.”36 Dewan Komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi, pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan.37 Pengawasan dan pemberian nasihat

35Ibid, hal. 264.

36Handri Raharjo,Op. Cit, hal. 110.

37 Pasal 108 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

(47)

tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.38

Pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dewan Komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih dan terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Berbeda dengan perseroan biasa yang boleh memiliki satu orang atau lebih Dewan Komisaris, perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun atau mengelola dana masyarakat dan perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Komisaris.39 Hal ini karena perseroan tersebut memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat.

Persyaratan penting yang harus dipenuhi agar dapat diangkat menjadi Dewan Komisaris yaitu orang yang bersangkutan harus orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dengan catatan bahwa yang bersangkutan dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya tidak pernah :

38 Pasal 108 ayat 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

39 Pasal 108 ayat 5 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

(48)

a. Dinyatakan pailit;

b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.40

Realisasinya disamping pemenuhan persyaratan di unsur – unsur atas, tidak tertutup kemungkinan juga instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang – undangan. Dewan Komisaris bertanggungjawab atas pengawasan perseroan dalam hal kebijakan pengurusan dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati – hatian dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Setiap anggota Dewan Komisaris juga ikut bertanggungjawab secara pribadi atau secara tanggung renteng (bila Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota Dewan Komisaris atau lebih), atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Ketentuan yang mengatur pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan

40 Pasal 110 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

(49)

kerugian pada perseroan karena pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebut ikut bertanggungjawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya. Namun dengan demikian anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan tugas apabila dapat membuktikan hal berikut :

a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung

atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian;

c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh Dewan Komisaris yaitu sebagai berikut :

a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya. Risalah rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat Dewan Komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara Direksi.

(50)

c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS, laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).41 Berbagai cara Dewan Komisaris melakukan kesalahan dalam perseroan karena sifat atas kelalaian dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas walau dalam hal pelaksanaannya tidak memasukan kepentingan pribadinya sehingga alpa dalam menasehati Direksi dalam menjalankan perseroan yang antara lain tidak membuat risalah rapat dan menyimpanan salinan rapat Dewan Komisaris dan juga tidak melaporkan tentang tugas-tugas yang diembannya.

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris punya kewajiban dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan Komisaris yang dalam keadaan dan waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Apabila keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris dilakukan dengan keputusan di

41 Pasal 50 ayat 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

(51)

luar RUPS, anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian, namun pemberian kesempatan untuk membela diri tidak diperlukan jika yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.

Anggaran dasar perseroan tentunya dapat mengatur adanya satu orang atau lebih Komisaris independen dan satu orang Komisaris utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya. Komisaris independen yang ada di dalam pedoman tatakelola perseroan yang baik Komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.

Pemeriksaan terhadap perseroan yang melakukan kesalahan dalam menjalankan usaha dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga atau anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.42

42 Pasal 138 ayat 1 dan 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

(52)

Undang-Undang juga menetapkan bahwa tidak semua orang bisa mengajukan permohonan untuk melakukan pemeriksaan terhadap perseroan melainkan permohonan hanya bisa diajukan oleh pihak-pihak tertentu seperti ditetapkan oleh Undang-Undang yaitu :

a. Satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;

b. Pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang – undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan;

c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.43

Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138, ketua pengadilan negeri menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar atau tidak dilakukan dengan itikad baik, dalam hal permohonan dikabulkan ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak tiga orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan. Ahli yang diangkat tersebut berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui, setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan

43 Pasal 138 ayat 3 dan 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

(53)

untuk pelaksanaan pemeriksaan dan ahli yang bertugas melakukan pemeriksaan tersebut wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukannya.44

Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut diatas wajib disampaikan oleh ahli pemeriksa kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut. Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat empat belas hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.45

Perseroan tentunya memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan. Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Fungsi kontrol dan pemberian nasihat ini bisa dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut :

1. Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.

2. Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty).

44 Pasal 139 ayat (1) – (7) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

45 Pasal 140 ayat (1) – (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

(54)

3. Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai pemilikan sahamnya dan atau keluarganya (suami, istri dan anak – anaknya) pada perseroan tersebut dan perseroan lainnya. Demikian juga setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula dilaporkan. Laporan mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus yang merupakan salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil – kecilnya.46

a. Pengangkatan dan Pemberhentian.

1. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan Komisaris dalam akta pendirian.

2. Anggota komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS dengan memberitahukan secara tertulis kepada anggota Komisaris yang bersangkutan.

3. Anggota komisaris yang diberhentikan sementara tersebut tidak berwenang mmelakukan tugasnya.

(55)

4. Dalam waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah pemberhentian sementara, harus diadakan RUPS dan anggota Komisaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

5. RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Komisaris yang bersangkutan.

6. Apabila dalam waktu 30 (tigapuluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana disebutkan di atas pemberhentian sementara tersebut batal.

7. Anggota Komisaris dapat sewaktu – waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.

8. Dengan keputusan tersebut maka kedudukannya sebagai anggoata Komisaris berakhir.47

b. Kualifikasi atau Persyaratan.

Orang yang dapat diangkat menjadi Komisaris harus memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu :

1. Orang perseorangan

2. Yang mampu melakukan perbuatan hukum 3. Tidak pernah :- dinyatakan pailit

- Menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti didampingi guru kelas (Hanny,S.Pd) ikut mengamati dikelas. Adapun tema yang diajarkan adalah alam sekitar dan tubuh. Pada pembelajaran diberikan cerita/dongeng dengan

rua oempuuyai ktaauan yaa£ bebss untuk xsanglkatkBn d irin ya dan kawu an Itu fcaruo dinya taksn... aawa dancfcn

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Locus of Control ( LOC ) dari mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Al-Anwar,

Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI dalam praktikum materi ibadah praktis, (2)

Hasil wawancara dengan para pembeli makanan gorengan didapatkan bahwa mereka juga tidak mengetahui kalau para pedagang menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng makanan tersebut

Guru menyediakan cukup waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan murud Dalam menjelaskan konsep, guru hendaknya menggunakan contoh yang konkrit Isi pelajaran hendaknya diberikan

Berdasarkan hasil uji secara visual dapat disimpulkan bahwa perbedaan kemasan wadah tembus cahaya (TC) dan wadah tidak tembus cahaya (TTC) tidak berpengaruh

In conclusion; for the block of images and dataset of direct EOP used in this study, the ISO approach achieved horizontal and vertical accuracies nearly to one image