• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

T E S I S

Oleh :

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN

(2)

THE INFLUENCE OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS OF TEEN SITE INTERNET AND TELEVISION USER

ON SEXUAL BEHAVIOR IN METHODIST 4 SENIOR HIGH SCHOOL MEDAN

THESIS

By

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

 

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

Nama Mahasiswa : Lusiana Gultom Nomor Induk Mahasiswa : 097032135

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si)

Ketua

(Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi)

Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi

(6)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

Lusiana Gultom 097032135    

(7)

ABSTRAK

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.

Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).

Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.

(8)

ABSTRACT

The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.

The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.

The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).

It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas

segala kasih karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs

Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan”.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Manyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si selaku Ketua pembimbing satu yang penuh

perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga

selesai penelitian ini.

5. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi selaku komisi pembimbing dua yang telah

meluangkan waktu, pikiran serta pengarahan terus menerus sejak penyusunan

(10)

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku pembanding satu yang telah

memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku pembanding dua yang telah bersedia untuk

menguji dan menyempurnakan tesis ini

8. Jansen, S.Si selaku Kepala Sekolah SMA Methodist 4 Medan

9. Suami tercinta Jimmi ERM Panggabean, S.T, dan anak-anakku tersayang Felicia

Ivana, Reynara dan Otniel yang telah memberikan saya motivasi, dukungan serta

do’anya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Ibu tercinta M. Br. Hombing atas pengorbanan dan kasih sayangnya.

11. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk berkonsultasi

dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2011

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lusiana Gultom yang dilahirkan di Kecamatan Lima Puluh

di Kabupaten Asahan pada tanggal empat belas bulan april tahun seribu sembilan

ratus tujuh puluh empat. Penulis merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara, telah

berkeluarga dan mempunyai tiga orang anak yaitu satu putri dan dua putra, beralamat

di Jalan Pembangunan USU Lorong Kabu No. 20 Medan.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inpres Lima Puluh

Kabupaten Asahan Tahun 1986, Tahun 1989 penulis menamatkan Sekolah Menengah

Pertama di SMP Khatolik Perdagangan Kabupaten Simalungun, Tahun 1992 penulis

menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Kesdam Medan, dan Tahun 1993 penulis

menamatkan Sekolah Program pendidikan Bidan di Kesdam Medan, dan Tahun 1997

bekerja sebagai Bidan Desa di Pematang Panjang Kecamatan Lima Puluh, Tahun

2000 menamatkan Pendidikan DIII Kebidanan di Depkes R.I Medan, Tahun 2001 –

2002 bekerja di Akbid Depkes Medan, Tahun 2003 menamatkan Pendidikan DIV

Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai PNS di Pematang Panjang Kecamatan Lima

Puluh sejak tahun 1994 – 1997, kemudian pindah ke Akbid Depkes sejak tahun 2001

sampai dengan sekarang sebagai tenaga Dosen di Jurusan Kebidanan Poltekkes

(12)

DAFTAR ISI

2.1.3. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 13

2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 16

2.2 Perilaku... 24

2.3.2. Pengaruh Paparan Komunikasi di Situs Internet ... 50

(13)

3.3.1. Populasi ... 58

3.3.2. Besar Sampel ... 58

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 59

3.4.1. Data Primer... 59

3.4.2. Data Sekunder ... 59

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 60

3.5.1. Variabel ... 60

4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden... 66

4.2.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap Internet ... 68

4.2.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap TV ... 69

4.2.4. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 70

4.2.5. Distribusi Frekuensi Tindakan Teman Sebaya terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 71

4.2.6. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan... 71

4.2.7. Distribusi frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan ... 72

4.3 Analisis Bivariat ... 72

4.3.1. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilau Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 72

4.3.2. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 73

4.3.3. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ayah dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74

4.3.4. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75

4.3.5. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan ... Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 76

4.3.6. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku .... Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77

(14)

4.3.8. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku

Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 79

4.3.9. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 80

4.3.10.Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 81

4.3.11.Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan . 82 4.3.12.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media Dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan. 83 4.3.13.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media . dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan .. 84

4.4 Analisis Multivariat ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 86

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 86

5.2 Pengaruh Faktor Pemungkin (enabling)terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 98

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong (Reinforcing)terhadap Perilaku ... Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 101

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 106

6.1 Kesimpulan ... 106

6.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Penelitian ... 63

4.1. Data Jumlah Siswa-Siswi SMA Methodist 4 Medan Tahun 2008-2010 .. 64

4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SMA Methodist

4 Medan... 66

4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap Internet di SMA Methodist 4 Medan... 68

4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap TV di SMA Methodist 4 Medan... 69

4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Media Televisi dan Internet oleh Responden di SMA Methodist 4 Medan ... 70

4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua kepada Responden di SMA Methodist 4 Medan... 70

4.7. Distribusi Tindakan Teman Sebaya kepada Responden di SMA Methodist 4 Medan ... 71

4.8. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan 71

4.9. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 72

4.10. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 72

(16)

4.12. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74

4.13. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75

4.14. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 76

4.15. Tabulasi Silang Tindakan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77

4.16. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 78

4.17. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 79

4.18. Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 80

4.19. Tabulasi Silang Pemanfaatan Media Televisi dan Internet Siswa SMA

dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 82

4.20. Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku

Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 83

4.21. Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 84

4.22. Identifikasi Variabel Dominan Perilaku Seksual di SMA Methodist 4

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Bronfenbrenner’s Ecological System... 16

2.2. Teori Lawrence Green ... 55

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 110

2. Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 124

3. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 140

4. Surat Izin Penelitian ... 142

5. Surat Keterangan telah Selesai Melakukan Penelitian ... 143

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(19)

ABSTRAK

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.

Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).

Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.

(20)

ABSTRACT

The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.

The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.

The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).

It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari

masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat

oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah

mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi yang cepat dan industrialisasi

yang cepat.

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis

berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan

timbulnya dorongan emosi dan seksual. Menurut Kothai (2003) , meningkatnya

perubahan prilaku seksual remaja mendorong remaja itu sendiri untuk selalu berusaha

mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh

dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan

mudah membuka situs-situs lewat internet.

Remaja sangat sedikit memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual

dan kesehatan reproduksi dari guru ataupun orang tua, sehingga tidak jarang remaja

melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global (paparan media audio

visual) yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk meniru

(22)

melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan dan hubungan seksual pra

nikah.

Perilaku seksual remaja dari suvei yang dilakukan PKBI di indonesia

mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok resiko tertinggi terhadap kehamilan

yang tidak dikehendaki (KTD) serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui

hubungan seksual. Perempuan yang mengalami kasus kehamilan tidak diinginkan

(KTD) pada tahun 2000-2003, sekitar 30 % dari 37.000 adalah remaja. Remaja

berusia antara 15-24 tahun sangat rentan terhadap KTD karena remaja cenderung

selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Studi Kualitatif PKBI selama tahun 2005

menyebutkan persentase KTD remaja tertinggi ada di Yogyakarta, Denpasar dan

Mataram.

Menurut Kepala BKKBN (2010), bahwa dari data BKKBN diketahui

sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau (JABOTABEK)

telah berhubungan seks pranikah. Dapat diartikan bahwa dari 100 remaja, 51 remaja

putri tidak perawan. Dari kota-kota lain di Indonesia juga didapatkan data remaja

yang sudah melakukan seks pranikah tercatat 54% di Surabaya, 47 % di Bandung dan

52% di Medan. Sementara itu, data BKKBN mengenai estimasi aborsi di Indonesia

per tahun mencapai 2,4 juta jiwa. Sebanyak 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan

remaja. Sedangkan data dari Kementerian Kesehatan (2010) diketahui sebanyak

21.770 kasus AIDS serta 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia

(23)

penularan terbanyak karena hubungan heteroseksual 49,3%, homoseksual 3,3% dan

melalui IDU 40,4% (BKKBN PUSAT 2010).

Berdasarkan hasil survei Asfriyati (2005), tentang masalah kehamilan

pranikah pada remaja di Kota Medan ditinjau dari kesehatan reproduksi diketahui

sekitar 5,5 – 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun,

sedang usia 15-24 tahun 14,7-30 % yang sudah melakukan hubungan seksual.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada dua warung internet di

Jln.Pembangunan USU Medan 18 nopember2010 menemukan sebagian besar

pengakses adalah remaja 75%, remaja putra mencapai hingga 55 orang perharinya

dan remaja putri 30 orang perharinya, pengakses situs porno terbanyak adalah remaja

putra.

Elmer-Dewitt (2001), menyatakan hasil penelitian dari Universitas Carnegie

Mellon di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, selama 18 bulan tentang adanya

917.410 gambar-gambar eksplisit, deskripsi, cerita pendek dan klip film bercorak

pornografi. Penelitian tersebut juga menunjukkan 98,9% khalayak situs porno adalah

pria dan 1,1% adalah wanita. Menurut DeAngelis (2000), hal ini disebabkan karena

pria lebih menyukai stimulus visual atau pengamatan, sementara wanita lebih tertarik

menjalin persahabatan, berinteraksi dan terangsang oleh stimulus pendengaran.

Media cetak maupun elektronik saat ini merupakan lingkungan yang dekat

dengan remaja. Remaja di Amerika Serikat rata-rata menghabiskan waktu sekitar

enam sampai tujuh jam per hari untuk menggunakan media, tiga jam untuk melihat

(24)

dan film, tiga sampai empat jam untuk membaca. Setengah dari seluruh remaja

Amerika di kamar pribadinya memiliki TV dan 16% disertai komputer. Diantara

remaja usia 15 hingga 17 tahun 33% online menggunakan internet selama 6 jam atau

lebih dengan perhitungan 24% untuk 3 hingga 5 jam, 23% untuk 1 hingga 2 jam dan

20% untuk di bawah 1 jam (Pellettieri, 2004).

Pada keluarga modern yang para orangtuanya sibuk beraktivitas diluar rumah,

televisi berperan sebagai penghibur, pendamping bahkan pengasuh bagi anak-anak.

Tetapi sayang tayangan televisi akhir-akhir ini cenderung kurang selektif. Tayangan

pada jam-jam utama (prime time) sering menyajikan sinetron yang mengangkat cerita

kurang bermutu seperti roman picisan, intrik-intrik rumah tangga kelas atas, kisah

horor, komedi yang sedikit "syur" dan sejenisnya. Sinetron yang berisikan adegan

percintaan atau pacaran, berpenampilan seksi, berorientasi hidup hedonistik serta

berpola hidup serba senang dan serba mudah.

Remaja menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang

lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya (Brown & Keller, 2003). Hal

ini mungkin terjadi karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik

mengenai keinginan dan kemungkinan yang positif mengenai seks, dibandingkan

permasalahan dan konsekuensinya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa media

memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Brown & Knight,

(25)

Ketertarikan remaja terhadap materi porno di media berkaitan dengan masa

transisi yang sedang dialami remaja. Remaja sedang mengalami berbagai macam

perubahan, baik pada aspek fisik, seksual, emosional. religi, moral, sosial, maupun

intelektual (Hurlock, 1993). Remaja menjadi semakin sadar terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan seks dan berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks,

termasuk informasi tentang seks yang begitu mudah di dapat di internet. Oleh karena

itu, remaja menjadi salah satu segmen yang rentan terhadap keberadaan pornografi,

terutama situs porno. Hurlock (1993), menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik

kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang

dikemas dalam bentuk pendidikan.

Perubahan perilaku seks pranikah remaja tidak terlepas dari hasil percontohan

bahwa remaja dapat belajar melalui meniru. Hasil dari eksperimen Bandura (1963)

(dalam Strasburger & Donnerstein, 1999), membuktikan bahwa para remaja sering

meniru apa yang mereka lihat di layar televisi, terutama apabila perilaku tersebut

dilakukan oleh model yang atraktif.

Kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau

perilaku seks pranikah dapat menimbulkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak

diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seksual (PMS). Angka infeksi

menular seksual (IMS) tertinggi terdapat pada usia 15-23 tahun, dan kehamilan tidak

diinginkan yang diakhiri dengan aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700 ribu di

(26)

Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi

karena adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku antara lain pengetahuan,

sikap, kepercayaan dan nilai-nilai akibat penumpukan perilaku interaksi keseharian

remaja dengan keluarga.Faktor pemungkin juga sangat besar pengaruhnya dimana

adanya fasilitas yang tersedia antara lain Warnet yang gampang didapat dengan biaya

yang relatif murah. Juga pegaulan dengan teman sebaya dan dukungan orang tua

menjadi faktor pendorong terjadinya perilaku seksual remaja. Oleh karena itu

orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan

putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya

akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Menurut Sarwono (2006)

bahwa semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar

kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan-tindakan seksual.

Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak

faktor di dalam kehidupan mereka. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga

dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, agama dan masyarakat di

lingkungan tempat tinggal. Selain itu adanya norma-norma, ekonomi, media dan

tetangga yang juga mempengaruhi perkembangan kehidupan remaja (Paquette &

Ryan, 2001). Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama

bagi remaja untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi-informasi

tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang

(27)

Peran orangtua sangat penting dalam hal ini dan harus dapat menjadi panutan

bagi anak remajanya, karena orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama,

sehingga penting bagi orang tua untuk mempunyai pengetahuan yang cukup

mengenai kesehatan reproduksi remaja. Cara penyampaian yang bijak dan tidak

menakut-nakuti akan membuat remaja merasa nyaman untuk berdiskusi tentang

masalah kesehatan reproduksi ini dengan orang tua (Sarwono, 2006). Berdasarkan

wawancara dengan Kepala Sekolah Methodist 4 Medan saat survei awal menyatakan

adanya beberapa siswa yang baru tamat sudah hamil di luar nikah.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja

pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist

4 Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja

pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist

4 Medan tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor predisposisi,

pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap

(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan promosi kesehatan khususnya perilaku

seksual remaja.

2. Bagi Yayasan Pendidikan SMA Methodist 4 Medan, hasil penelitian ini

diharapkan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan pendidikan

bagi remaja sebagai generasi muda dalam memanfaatkan internet dan televisi

sebagai sumber informasi kesehatan yang bernar.

3. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan dalam mengambil kebijakan mengingat ke depan Medan mengarah

ke era globaliasai sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi

terhadap muatan seksual dari media massa.

4. Bagi pihak lain sebagai studi perbandingan untuk dijadikan pengkajian yang

lebih mendalam terhadap pengaruh predisposisi, pemungkin dan pendorong

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik

2.1.1. Remaja Dilihat dari Usia

Remaja adalah merupakan masa peralihan seorang anak terlihat adanya

perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan

fungsi fisiologis. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan

tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat

kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula yang ditandai dengan haid

pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki (Sarwono, 2006).

Menurut WHO dalam Poltekkes Depkes Jakarta I (2010), yang dikatakan usia

remaja adalah antara 10-19 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa

remaja terbagi atas:

1) Masa remaja awal (10-13 tahun)

Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam

rumah ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berpikir logis,

sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di

sekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai

pandangan, seperti: olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok

bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk

(30)

2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)

Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak

selalu bergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan

menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini

remaja sering mengajukan pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh,

dan berpikir tentang bagaimana cara mengembangkan identitas “Siapa saya?”

Pada masa ini remaja juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan,

tujuan, dan membuat rencana sendiri.

3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)

Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan

meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses berpikir secara

kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalah-masalah idealisme,

toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam

masyarakat.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas atau disebut juga masa

puber berawal dari haid atau mimpi basah yang pertama. Akan tetapi pada usia

berapa tepatnya masa puber ini dimulai, sulit ditetapkan. Hal ini karena cepat

lambatnya haid atau mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh

masingmasing individu. Seiring dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak

dan dengan meningkatnya informasi melalui media massa menyebabkan menurunnya

(31)

Di Inggris, usia haid pertama menurun dari rata-rata empat belas tahun menjadi dua

belas tahun sembilan bulan (Sarwono, 2006).

Usia kematangan seksual diikuti dengan meningkatnya aktivitas seksual pada

usia dini. Berdasarkan hasil laporan dari Fury (1980) (dalam Sarwono, 2006), tercatat

33% anak perempuan dan 50% anak laki-laki di bawah usia enam belas tahun telah

melakukan hubungan seks. Di Indonesia beberapa hasil penelitian juga menunjukkan

adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali. Hasil dari penelitian yang

dilakukan oleh Iskandar et al. (1998) (dalam Sarwono, 2006), sebanyak 18%

responden di Jakarta berhubungan seks 10 pertama di bawah usia delapan belas tahun

dan usia termuda tiga belas tahun.

2.1.2. Karakteristik Perkembangan pada Masa Remaja

Hurlock (1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja sebagai berikut:

a. Masa remaja adalah masa peralihan.

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya

secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan

juga bukari seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis,

karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan

menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang

diinginkannya.

b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.

Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat; perubahan perilaku dan

(32)

yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi

ambivalen).

c. Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi

karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta

batuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai

dengan yang diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas.

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa

peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan

orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat

yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak

dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang

dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan

membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang

memiliki pandangan seperti ini akan selalui mencurigai remaja, sehingga

(33)

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

Remaja cenderung memandang keliidupan melalui kaca matanya sendiri, baik

dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa

adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.

g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa.

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan

berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan

memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang

dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

2.1.3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diartikan sebagai jenis seks yaitu laki-laki atau perempuan.

Remaja perlu untuk memahami anatomi alat reproduksi dan fungsinya. Berikut ini

akan diuraikan beberapa fungsi fisiologis dari masing-masing alat reproduksi laki-laki

dan perempuan (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

1. Alat reproduksi pria

a) Testis

Pria memiliki dua buah testis untuk memproduksi sperma yang dibungkus

oleh lipatan kulit berbentuk kantung yang disebut skrotum. Dimulai sejak

masa puber, sepanjang masa hidupnya pria akan memproduksi sperma. Selain

itu, testis juga menghasilkan hormon testosteron. Di sisi belakang

(34)

pematangan. Saluran selanjutnya adalah vas deferens, saluran ini masuk ke

vesika seminalis sebagai tempat penampungan sperma.

b) Penis

Penis adalah alat reproduksi yang membawa cairan mani ke dalam vagina. Di

dalam penis ada saluran uretra. Jika ada rangsangan seksual, maka darah di

dalam penis akan terpompa. Akibatnya, penis menjadi tegang dan mengeras,

lalu cairan semen yang mengandung sperma keluar dari vesika seminalis dan

melalui uretra terpancar keluar. Proses tersebut dikenal sebagai ejakulasi.

2. Alat reproduksi wanita

1. Ovarium

Setiap wanita memiliki sepasang ovarium, yang setiap bulan secara bergantian

mengeluarkan satu sel telur (ovum) yang matang. Ovarium juga menghasilkan

hormone estrogen dan progesteron.

2. Tuba falopii

Sepasang tuba falopi menghubungkan ovarium dengan rahim pada sisi kiri

dan kanan.

3. Uterus

Uterus (rahim) adalah tempat tertanamnya ovum yang telah dibuahi, yang

selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi janin. Bila tidak terjadi

pembuahan, maka ada lapisan uterus yang terkelupas dan terjadi perdarahan

yang disebut menstruasi. Bagian akhir dari uterus yang berhubungan dengan

(35)

4. Vagina

Vagina adalah saluran yang menghubungkan uterus dengan alat reproduksi

bagian luar. Vagina merupakan tempat masuknya penis saat melakukan

hubungan seksual.

Sehubungan dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan

alat reproduksi di atas, hormon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

seksual. Dari website informasi kesehatan reproduksi Indonesia (2008), diungkapkan

bahwa hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang

mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon seks

merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar seks dan kelenjar adrenalin langsung

ke dalam aliran darah. Mereka secara sebagian bertanggungjawab dalam menentukan

jenis kelamin janin dan bagi perkembangan organ seks yang normal. Mereka juga

memulai pubertas dan kemudian memainkan peran dalam pengaturan perilaku

seksual.

Berdasarkan penelitian BPS (2004), diketahui bahwa wanita yang menyetujui

hubungan seks pranikah lebih sedikit dibandingkan dengan pria. Dalam penelitian

Damayanti menyebutkan perilaku laki-laki dan perempuan hingga berciuman bibir

masih sama, akan tetapi perilaku laki-laki lebih agresif dibandingkan remaja

perempuan (Heru, 2007). Penelitian Triratnawati (1999), menunjukkan bahwa remaja

laki-laki memang cenderung mempunyai seks yang agresif, terbuka, gigih,

(36)

2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan

Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak

faktor di dalam kehidupan remaja. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga

dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, lingkungan agama, dan

masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.

Gambar 2.1 Bronfenbrenner’s Ecological System (Paquette & Ryan, 2001)

Teori ini memandang perkembangan remaja di dalam konteks sistem

hubungan yang membentuk lingkungan remaja. Menurut teori Ecological System

yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner’s menyatakan bahwa anak remaja tidak

tumbuh dalam suatu isolasi, remaja berkembang dengan lingkungan yang luas. Pada

lapisan yang paling dalam adalah remaja yang memiliki temperamen, kesehatan fisik,

ilmu dan kemampuannya masing-masing. Lapisan selanjutnya adalah merupakan

(37)

sebaya, lingkungan agama. Pada tingkat ini, hubungan yang ada memiliki akibat

dalam dua arah baik dari remaja maupun ke remaja (Paquette & Ryan, 2001).

Lingkungan mesosistem merupakan lapisan kedua yang menyediakan

hubungan antar struktur mikrosistem remaja. Sebagai contoh hubungan antara guru

remaja dengan orangtuanya, antara tempat ibadah dengan remaja dengan lingkungan

di sekitarnya. Lapisan selanjutnya merupakan lingkungan makrosistem, lapisan ini

dianggap sebagai lapisan paling luar pada lingkungan anak. Lapisan ini terdiri dari

nilai budaya, adat, hukum, mass media, ekonomi. Faktor-faktor ini mempengaruhi

perkembangan dan dampak secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Semua

lapisan mempunyai pengaruh di dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja

(Paquette & Ryan, 2001).

Secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan yang sehat adalah

bilamana anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik maupun psikologis

serta terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, tindakan kriminal dan

lain-lainnya. Secara seksual perkembangan yang dianggap berhasil meliputi

membangun hubungan antar remaja yang akrab dan kasih tanpa sampai terjadi

kehamilan yang tidak dikehendaki atau terjangkit penyakit menular seksual (Duarsa,

2007).

Perkembangan moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam

jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan

tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan demikian remaja tidak melakukan

(38)

masyarakat. Di sisi lain, tiada moral dan religi ini seringkali dituding sebagai faktor

penyebab meningkatnya kenakalan remaja (Sarwono, 2006). Dari semua faktor-faktor

yang mempengaruhi kehidupan remaja dapat disimpulkan bahwa, faktor orang tua

dan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang terdekat dengan kehidupan

remaja. Untuk lebih jelasnya diungkapkan sebagai berikut :

a). Orang tua

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.

Usia 4-5 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis

kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang tua pengganti (nenek, kakek, dan

orang dewasa lainnya) sangat besar. Apabila proses identifikasi ini tidak berjalan

dengan lancer, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Lingkungan

keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja adalah sebagai

berikut (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

1) Pola asuh keluarga

Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga, diantaranya

sebagai berikut :

1. Sikap orang tua yang otoriter (mau menang sendiri, selalu mengatur, semua

perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak)

akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian remaja.

2. Sikap orang tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu

(39)

ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di

luar keluarga.

3. Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan

menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antara saudara.

4. Sikap orang tua yang berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya akan

mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan

merasa tidak berharga.

5. Orang tua yang demokratis, akan mengikuti keberadaan anak sebagai

individu dan makhluk sosial, serta mau mendengarkan dan menghargai

pendapat anak.

2) Kondisi Keluarga

Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional

yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Pendidikan moral

dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti

kepada anak di rumah. Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai berikut

ini :

1. Keagamaan

Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang

mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang

(40)

2. Kesusilaan

Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan

santun, kerja sama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati,

menghargai orang lain, dan sebagainya.

3. Kepribadian

Memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa

malas, kejujuran, kemandirian, dan sebagainya.

Agar tercipta lingkungan yang kondusif bagi remaja sehingga tidak

melakukan perbuatan yang membahayakan kesehatan, termasuk hubungan seksual

pranikah, perlu upaya dari orang tua antara lain (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

1. Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang

remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja

mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut, pesta tidak

dilakukan sampai larut malam, dan tidak menggunakan cahaya yang

remang-remang.

2. Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.

Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan dan

memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya.

Menurut Madani (2003), faktor lingkungan termasuk salah satunya faktor

orang tua dapat mempengaruhi perilaku seks menyimpang pada remaja. Hal tersebut

(41)

1. Ketidaktahuan orang tua akan pendidikan seks. Banyak orang tua yang tidak

mengerti konsep pendidikan seks, sehingga mereka cenderung

menyembunyikan masalah seks dari anak-anak, dan membiarkan mereka

mencari informasi di luar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada

solusi yang menjerumuskan. Para seksolog Barat menganjurkan agar anak

dikenalkan dengan pendidikan seks sejak dini.

2. Rangsangan seksual dalam keluarga. Kebanyakan para orang tua kurang

mampu menjaga perilaku seksualnya dihadapan anak, misalnya: Bermesraan

di depan anak, berciuman di depan anak atau perilaku-perilaku kecil lainnya

yang dapat menimbulkan rasa penasaran dan rangsangan seks pada anak.

3. Anak tidak terlatih untuk meminta izin. Masih banyak orang tua yang tidak

membiasakan anak untuk meminta ijin ketika masuk kamar orang tua,

sehingga terkadang anak dapat melihat aktivitas seksual orang tua.

4. Tempat tidur yang berdekatan. Kebanyakan orang tua belum mengerti, bahwa

membiarkan anak tidur dalam satu selimut dengan saudaranya, atau

membiarkan anak laki-lakinya yang sudah remaja tidur dengan anak

perempuannya dapat menyebabkan munculnya perilaku seks menyimpang.

5. Orang tua memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan pada

periode terakhir masa kanak-kanak, padahal hal ini juga dapat memicu

(42)

6. Keluarga mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, sehingga anak

mudah meniru perilaku-perilaku berciuman bermesraan dan lain sebagainya

yang tidak jarang diperagakan oleh artis-artis di TV.

Bila setiap orang tua dan keluarga memberikan perhatian yang cukup pada

remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka

akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja. Penanaman nilai-nilai budi pekerti

dalam keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua atau orang dewasa

lainnya, bacaan yang sehat, pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar anggota

keluarga. Sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini, misalnya

membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai di luar moral dan sosial,

membaca buku dan menonton VCD porno, bergaul bebas, minuman keras dan

merokok, maka akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa remaja (Poltekkes

Depkes Jakarta I, 2010).

b). Teman Sebaya

Dalam perbincangan sehari-hari pun, topik seksualitas bukanlah topik yang

umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak.

Padahal menurut Sarwono (2006), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan

seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin

rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan

tindakan seksual. Rice (1999), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan

emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman

(43)

sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah (Sarwono,

2006).

Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja,

tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986),

mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman

sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif

secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk

juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima

oleh lingkungannya.

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement

(penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk

memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal

masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas

total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan

masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik

yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua

memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai

dan rencana pendidikan

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya didalam kelompok sebaya.

Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia

dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat

(44)

orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi

perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok

sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari

kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan

kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya

hidup kelompoknya.

2.2. Perilaku

2.2.1. Konsep Perilaku

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku merupakan

tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat dipelajari. Sarwono (2004)

berpendapat, perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon/reaksi

seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam

dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat,

bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan.

Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam

penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah

(45)

a. Teori Lawrence Green

Green menganalisis, bahwa faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama,

yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara

lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang

dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

b. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa

perilaku itu merupakan fungsi dari :

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior intention).

2. Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social-support).

3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

(46)

4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan

atau keputusan (personal autonomy)

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

c. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling).

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih

tepat diartikan pertombangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau

stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

(personnal references).

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang.

2.2.2. Perubahan Perilaku

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan

perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan

atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.

(47)

1. Teori S-O-R:

a. Perubahan perilaku didasari oleh: Respons–Organisme-Stimulus.

b. Perubahan perilaku terjadi dgn cara meningkatkan atau memperbanyak

rangsangan (stimulus).

c. Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran

(learning process).

d. Materi pembelajaran adalah stimulus.

Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:

1) Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak mengerti

(memahami) stimulus.

2) Apabila diterima (adanya perhatian)

3) Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:

 Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)

 Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)

2. Teori “Dissonance” : Festinger

1) Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara

sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance).

2) Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang

(48)

3) Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan

melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan

akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).

3. Teori fungsi: Katz

1) Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu stimulus

atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).

2) Prinsip teori fungsi:

a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek)

b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila

hujan, panas)

c. Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons

terhadap gejala sosial)

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi.(marah,

senang)

4. Teori “Driving forces”: Kurt Lewin

a) Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong (driving

forces) dan kekuatan penahan (restraining forces).

b) Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua

kekuatan tersebut.

c) Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:

a. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap.

(49)

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

2.2.3. Perilaku Seksual Remaja

Menurut Sarwono (2006), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama

jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan

tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek

seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Perilaku

seks yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.

Menurut L’Engle, et al. (2006), perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas

yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang,

sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan,

french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara,

meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.

Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mengatasi dorongan seksual: bergaul

dengan lawan jenis, berdandan untuk menarik perhatian (terutama lawan jenis),

menyalurkannya melalui mimpi basah, menahan diri dengan berbagai cara,

menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, menghabiskan tenaga dengan

berolahraga, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan, berkhayal

atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi,

masturbasi dan onani, melakukan hubungan seksual non penetrasi (berpegangan

tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat, petting), melakukan

(50)

menimbulkan berbagai risiko secara fisik, psikologis, dan sosial. Makin ke bawah

risikonya makin besar (PKBI, 1999).

Menurut Koentjoro (2007), beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja

yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang

berasal dari dalam individu, adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi

yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan

kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi perilaku seksual

adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi

(dalam hal ini media) akan berpengaruh pada pola hidup materialisme.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual

adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis

maupun sesama jenisnya dan aktivitas seksual yang dilakukan dapat terbagi dua yaitu

aktivitas seksual ringan dan berat. Aktivitas seksual ringan dimulai dari menaksir

seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman

ringan, french kiss, dan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba

vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UI tahun

1987 pada siswa-siswi kelas II SLTA di Jakarta dan Banjarmasin terungkap bahwa

diantara remaja yang sudah berpacaran hampir semua di atas 93% pernah

berpegangan tangan dengan pacarnya. Melakukan ciuman 61% untuk pria, 39,4%

untuk wanita, yang meraba payudara 2,32% untuk pria dan 6,7% untuk wanita.

(51)

yang pernah berhubungan kelamin dengan pacarnya 2,0% semuanya pria (Sarwono,

2006).

Menurut Hanifah (2001), bedasarkan dari beberapa laporan penelitian

menunjukkan bahwa remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang

agresif, terbuka, gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan

remaja perempuan. Menurut Saifuddin & Hidayana (1999) (dalam Hanifah, 2001),

perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang

dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani,

sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika perempuan tidak

menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap murahan. Begitu juga

sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan nilai tersebut, maka ia akan

di cap kurang jantan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldman & Goldman

(1982) (dalam Sarwono, 2006), bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada

perilaku seksual remaja, dimana wanita-wanita di Inggris lebih berpengalaman dalam

perilaku seks tertentu daripada rekanrekan prianya yang sebaya. Hal ini karena

memang sesuai dengan ketentuan peran mereka, wanita dianggap sudah lebih dewasa

dalam usia daripada prianya. Akan tetapi, remaja prianya justru lebih banyak

pengalaman dalam hal berganti-ganti pasangan. Karena besar hal ini ada kaitannya

dengan tersedianya sarana pelacuran.

Banyak remaja perempuan yang mendapatkan pengalaman pertama hubungan

(52)

seksual sebagai bukti cinta, sayang, pengikat hubungan, serta berencana untuk

menikah dalam waktu dekat, namun sering terjadi hubungan seksual pertama tidak

diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung

terhadap pasangannya, sehingga informan perempuan yang awalnya menolak, pada

saat itu sudah terangsang sehingga tidak mampu menolak, dengan itu alasan menuruti

keinginan pacar untuk berhubungan seksual cukup banyak.

Perilaku seksual yang sehat bertanggung jawab adalah menunjukkan adanya

pengharagaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan diri

dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari hal-hal

negatif, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima risiko tingkah

lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab akan berbeda

untuk masing-masing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai

dan keyakinan yang dianut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku

seksual yang sehat dan bertanggungjawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan

terhadap segala risiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai risiko (Imran,

1999).

Seks yang sehat secara fisik artinya tidak tertular penyakit, tidak

menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan

orang lain. Sehat secara psikologis artinya mempunyai integritas yang kuat

(kesesuaian antara nilai, sikap, dan perilaku), mampu mengambil keputusan dan

mempertimbangkan segala risiko yang akan dihadapi dan siap atas segala risiko dari

(53)

Sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang

ada disekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu (agama, budaya dan sosial),

mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan nilai norma yang diyakini. Jadi

perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab adalah perilaku yang dipilih

berdasarkan pertimbangan secara fisik, sosial, agama serta psikologis yang dilandasi

kesiapan untuk meminimalkan risiko perilaku yang diiringi dengan upaya

bertanggung jawab terhadap diri, orang lain, keluarga, lingkungan dan Tuhan (PKBI,

1999).

Hubungan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak remaja akan

memiliki kemampuan yang efektif di dalam memecahkan masalah baik dalam

keluarga dan perilaku remaja itu sendiri. Perilaku positif orang tua mempunyai

hubungan yang bermakna terhadap perilaku positif remaja, dengan kata lain orang tua

yang memiliki perilaku yang positif maka anak remaja mereka akan lebih berpeluang

berperilaku positif (Lerner, et al., 1998).

2.3. Media Massa 2.3.1. Pengertian

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang berarti ’tengah’, perantara

atau pengantar atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media

menurut Sadiman (2006), segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan

pesan, dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran,

(54)

belajar terjadi. Selain itu, National Education Association memberikan definisi media

sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan

peralatannya, dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau

dibaca (Arsyad, 2007).

Menurut Arsyad (2007), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan

oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap,

pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui

media. Persyaratan untuk terjadinya komunikasi terdiri dari beberapa komponen

yaitu:

1) komunikator, merupakan orang yang menyampaikan pesan,

2) pesan, merupakan pernyataan yang didukung oleh lambang,

3) komunikan, merupakan orang yang menerima pesan,

4) media, merupakan sarana atau saluran yang mendukung pesan,

5) efek, merupakan dampak sebagai pengaruh dari pesan. Teknik berkomunikasi

adalah cara atau seni penyampaian pesan yang dilakukan seorang komunikator

sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.

Dari uraian tentang komuikasi diatas dapat disimpulkan bahwa media

merupakan bentuk-bentuk dari komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pesan

yang disampaikan kepada komunikan dari komunikator melalui saluransaluran

tertentu baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud memberikan

(55)

1. Bentuk-bentuk media massa

Ada beberapa bentuk media massa yaitu:

a) surat kabar,

b) majalah,

c) radio,

d) televisi,

e) film,

f) komputer dan internet.

Adapun bentuk media massa yang akan digunakan dalam penelitian ini

terbatas pada bentuk media televisi dan internet.

a. Media televisi

Televisi merupakan paduan radio (broadcast) dan film (moving picture), suatu

program siaran televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa, karena dipancarkan

oleh pemancar. Hasil yang dipancarkan oleh pemancar televisi, selain suara juga

gambar. Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang

berarti penglihatan (Surbakti, 2008). Para pemirsa dapat menikmati siaran televisi,

apabila pemancar televisi mamancarkan gambar dan suara melalui pesawat televisi di

rumah.

Peran televisi sebagai sarana hiburan murah-meriah memang tidak perlu

diragukan dan dipertanyakan keandalannya. Secara teknis pesawat televisi mudah

sekali dioperasikan sehingga siapapun pasti mampu mengoperasikannya tanpa perlu

(56)

pesat. Setiap malam “kotak ajaib” ini muncul pada hampir setiap rumah tangga dan

menghimpun para penghuninya untuk duduk bersantai di depannya sambil istirahat.

Mengapa televisi begitu diminati orang banyak, menurut Surbakti (2008) beberapa

hal yang membuat orang tertarik terhadap televisi, yaitu:

1) Tidak perlu meninggalkan rumah,

2) Praktis,

3) Menonton bersama-sama dengan keluarga,

4) Saluran mudah diganti,

5) Menonton dengan orang yang dikenal,

6) Menyajikan berbagai informasi,

7) Tidak menuntut persyaratan formal,

8) Ruangan yang terang,

9) Tidak memerlukan syarat baca-tulis.

Setiap media komunikasi apapun bentuknya pasti memiliki karakter yang

membuatnya dikenal dan dicintai masyarakat sehingga bisa terus eksis. Tidak

terkecuali media televisi juga memiliki karakter (Surbakti, 2008), yaitu :

1) Sifatnya liniear (satu arah)

Karakter media televisi adalah sifatnya yang linear (satu arah) walaupun

kadang-kadang televisi menyelenggarakan acara interaktif yang melibatkan penonton

secara langsung, namun sifatnya hanya untuk keperluan atau tujuan tertentu yang

sangat terbatas. Selebihnya penyelenggara siaran televisi menyelenggarakan

Gambar

Gambar 2.1 Bronfenbrenner’s Ecological System
Gambar 2.2. Teori Lawrence Green
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja pekerja pada proyek pembangunan Gunawangsa MERR Apartement diantara variabel keselamatan

Di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat Pulau Berhala yang memiliki objek wisata keindahan alam yang sangat menarik yang suasananya tenang dan jauh dari keriuhan,

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

polymyxa dengan dosis yang berbeda pada pakan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas fagositosis atau kemampuan sel respon imun non spesifik pada udang

In this chapter, we have seen the different types of sources from which data can be loaded into Splunk.. We discussed in detail how to get data using the Files &amp; Directories

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

1.1.   Terdapat  assosiasi  yang  signifikan  antara  jenis  pekerjaan  dengan  persepsi  orang  tua  terhadap  pen- didikan.  Demikian  pula  antara  jenis