PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET
DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN
T E S I S
Oleh :
LUSIANA GULTOM 097032135/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN
THE INFLUENCE OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS OF TEEN SITE INTERNET AND TELEVISION USER
ON SEXUAL BEHAVIOR IN METHODIST 4 SENIOR HIGH SCHOOL MEDAN
THESIS
By
LUSIANA GULTOM 097032135/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET
DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LUSIANA GULTOM 097032135/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN
Nama Mahasiswa : Lusiana Gultom Nomor Induk Mahasiswa : 097032135
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si)
Ketua
(Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi)
Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 16 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi
SURAT PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET
DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
Lusiana Gultom 097032135
ABSTRAK
Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).
Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.
Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.
ABSTRACT
The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.
The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.
The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).
It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
segala kasih karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs
Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan”.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Manyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
4. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si selaku Ketua pembimbing satu yang penuh
perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga
selesai penelitian ini.
5. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi selaku komisi pembimbing dua yang telah
meluangkan waktu, pikiran serta pengarahan terus menerus sejak penyusunan
6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku pembanding satu yang telah
memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku pembanding dua yang telah bersedia untuk
menguji dan menyempurnakan tesis ini
8. Jansen, S.Si selaku Kepala Sekolah SMA Methodist 4 Medan
9. Suami tercinta Jimmi ERM Panggabean, S.T, dan anak-anakku tersayang Felicia
Ivana, Reynara dan Otniel yang telah memberikan saya motivasi, dukungan serta
do’anya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Ibu tercinta M. Br. Hombing atas pengorbanan dan kasih sayangnya.
11. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk berkonsultasi
dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lusiana Gultom yang dilahirkan di Kecamatan Lima Puluh
di Kabupaten Asahan pada tanggal empat belas bulan april tahun seribu sembilan
ratus tujuh puluh empat. Penulis merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara, telah
berkeluarga dan mempunyai tiga orang anak yaitu satu putri dan dua putra, beralamat
di Jalan Pembangunan USU Lorong Kabu No. 20 Medan.
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inpres Lima Puluh
Kabupaten Asahan Tahun 1986, Tahun 1989 penulis menamatkan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Khatolik Perdagangan Kabupaten Simalungun, Tahun 1992 penulis
menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Kesdam Medan, dan Tahun 1993 penulis
menamatkan Sekolah Program pendidikan Bidan di Kesdam Medan, dan Tahun 1997
bekerja sebagai Bidan Desa di Pematang Panjang Kecamatan Lima Puluh, Tahun
2000 menamatkan Pendidikan DIII Kebidanan di Depkes R.I Medan, Tahun 2001 –
2002 bekerja di Akbid Depkes Medan, Tahun 2003 menamatkan Pendidikan DIV
Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis memulai karir sebagai PNS di Pematang Panjang Kecamatan Lima
Puluh sejak tahun 1994 – 1997, kemudian pindah ke Akbid Depkes sejak tahun 2001
sampai dengan sekarang sebagai tenaga Dosen di Jurusan Kebidanan Poltekkes
DAFTAR ISI
2.1.3. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 13
2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 16
2.2 Perilaku... 24
2.3.2. Pengaruh Paparan Komunikasi di Situs Internet ... 50
3.3.1. Populasi ... 58
3.3.2. Besar Sampel ... 58
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 59
3.4.1. Data Primer... 59
3.4.2. Data Sekunder ... 59
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 60
3.5.1. Variabel ... 60
4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden... 66
4.2.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap Internet ... 68
4.2.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap TV ... 69
4.2.4. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 70
4.2.5. Distribusi Frekuensi Tindakan Teman Sebaya terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 71
4.2.6. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan... 71
4.2.7. Distribusi frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan ... 72
4.3 Analisis Bivariat ... 72
4.3.1. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilau Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 72
4.3.2. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 73
4.3.3. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ayah dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74
4.3.4. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75
4.3.5. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan ... Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 76
4.3.6. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku .... Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77
4.3.8. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku
Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 79
4.3.9. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 80
4.3.10.Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 81
4.3.11.Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan . 82 4.3.12.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media Dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan. 83 4.3.13.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media . dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan .. 84
4.4 Analisis Multivariat ... 85
BAB 5. PEMBAHASAN ... 86
5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 86
5.2 Pengaruh Faktor Pemungkin (enabling)terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 98
5.3 Pengaruh Faktor Pendorong (Reinforcing)terhadap Perilaku ... Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 101
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 106
6.1 Kesimpulan ... 106
6.2 Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Penelitian ... 63
4.1. Data Jumlah Siswa-Siswi SMA Methodist 4 Medan Tahun 2008-2010 .. 64
4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SMA Methodist
4 Medan... 66
4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap Internet di SMA Methodist 4 Medan... 68
4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap TV di SMA Methodist 4 Medan... 69
4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Media Televisi dan Internet oleh Responden di SMA Methodist 4 Medan ... 70
4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua kepada Responden di SMA Methodist 4 Medan... 70
4.7. Distribusi Tindakan Teman Sebaya kepada Responden di SMA Methodist 4 Medan ... 71
4.8. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan 71
4.9. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Siswa
SMA Methodist 4 Medan ... 72
4.10. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 72
4.12. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74
4.13. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75
4.14. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 76
4.15. Tabulasi Silang Tindakan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77
4.16. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 78
4.17. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 79
4.18. Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa
SMA Methodist 4 Medan ... 80
4.19. Tabulasi Silang Pemanfaatan Media Televisi dan Internet Siswa SMA
dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 82
4.20. Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku
Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 83
4.21. Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 84
4.22. Identifikasi Variabel Dominan Perilaku Seksual di SMA Methodist 4
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Bronfenbrenner’s Ecological System... 16
2.2. Teori Lawrence Green ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 110
2. Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 124
3. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 140
4. Surat Izin Penelitian ... 142
5. Surat Keterangan telah Selesai Melakukan Penelitian ... 143
ABSTRAK
Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).
Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.
Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.
ABSTRACT
The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.
The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.
The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).
It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah
norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat
oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah
mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi yang cepat dan industrialisasi
yang cepat.
Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis
berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan
timbulnya dorongan emosi dan seksual. Menurut Kothai (2003) , meningkatnya
perubahan prilaku seksual remaja mendorong remaja itu sendiri untuk selalu berusaha
mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh
dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan
mudah membuka situs-situs lewat internet.
Remaja sangat sedikit memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual
dan kesehatan reproduksi dari guru ataupun orang tua, sehingga tidak jarang remaja
melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global (paparan media audio
visual) yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk meniru
melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan dan hubungan seksual pra
nikah.
Perilaku seksual remaja dari suvei yang dilakukan PKBI di indonesia
mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok resiko tertinggi terhadap kehamilan
yang tidak dikehendaki (KTD) serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Perempuan yang mengalami kasus kehamilan tidak diinginkan
(KTD) pada tahun 2000-2003, sekitar 30 % dari 37.000 adalah remaja. Remaja
berusia antara 15-24 tahun sangat rentan terhadap KTD karena remaja cenderung
selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Studi Kualitatif PKBI selama tahun 2005
menyebutkan persentase KTD remaja tertinggi ada di Yogyakarta, Denpasar dan
Mataram.
Menurut Kepala BKKBN (2010), bahwa dari data BKKBN diketahui
sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau (JABOTABEK)
telah berhubungan seks pranikah. Dapat diartikan bahwa dari 100 remaja, 51 remaja
putri tidak perawan. Dari kota-kota lain di Indonesia juga didapatkan data remaja
yang sudah melakukan seks pranikah tercatat 54% di Surabaya, 47 % di Bandung dan
52% di Medan. Sementara itu, data BKKBN mengenai estimasi aborsi di Indonesia
per tahun mencapai 2,4 juta jiwa. Sebanyak 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan
remaja. Sedangkan data dari Kementerian Kesehatan (2010) diketahui sebanyak
21.770 kasus AIDS serta 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia
penularan terbanyak karena hubungan heteroseksual 49,3%, homoseksual 3,3% dan
melalui IDU 40,4% (BKKBN PUSAT 2010).
Berdasarkan hasil survei Asfriyati (2005), tentang masalah kehamilan
pranikah pada remaja di Kota Medan ditinjau dari kesehatan reproduksi diketahui
sekitar 5,5 – 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun,
sedang usia 15-24 tahun 14,7-30 % yang sudah melakukan hubungan seksual.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada dua warung internet di
Jln.Pembangunan USU Medan 18 nopember2010 menemukan sebagian besar
pengakses adalah remaja 75%, remaja putra mencapai hingga 55 orang perharinya
dan remaja putri 30 orang perharinya, pengakses situs porno terbanyak adalah remaja
putra.
Elmer-Dewitt (2001), menyatakan hasil penelitian dari Universitas Carnegie
Mellon di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, selama 18 bulan tentang adanya
917.410 gambar-gambar eksplisit, deskripsi, cerita pendek dan klip film bercorak
pornografi. Penelitian tersebut juga menunjukkan 98,9% khalayak situs porno adalah
pria dan 1,1% adalah wanita. Menurut DeAngelis (2000), hal ini disebabkan karena
pria lebih menyukai stimulus visual atau pengamatan, sementara wanita lebih tertarik
menjalin persahabatan, berinteraksi dan terangsang oleh stimulus pendengaran.
Media cetak maupun elektronik saat ini merupakan lingkungan yang dekat
dengan remaja. Remaja di Amerika Serikat rata-rata menghabiskan waktu sekitar
enam sampai tujuh jam per hari untuk menggunakan media, tiga jam untuk melihat
dan film, tiga sampai empat jam untuk membaca. Setengah dari seluruh remaja
Amerika di kamar pribadinya memiliki TV dan 16% disertai komputer. Diantara
remaja usia 15 hingga 17 tahun 33% online menggunakan internet selama 6 jam atau
lebih dengan perhitungan 24% untuk 3 hingga 5 jam, 23% untuk 1 hingga 2 jam dan
20% untuk di bawah 1 jam (Pellettieri, 2004).
Pada keluarga modern yang para orangtuanya sibuk beraktivitas diluar rumah,
televisi berperan sebagai penghibur, pendamping bahkan pengasuh bagi anak-anak.
Tetapi sayang tayangan televisi akhir-akhir ini cenderung kurang selektif. Tayangan
pada jam-jam utama (prime time) sering menyajikan sinetron yang mengangkat cerita
kurang bermutu seperti roman picisan, intrik-intrik rumah tangga kelas atas, kisah
horor, komedi yang sedikit "syur" dan sejenisnya. Sinetron yang berisikan adegan
percintaan atau pacaran, berpenampilan seksi, berorientasi hidup hedonistik serta
berpola hidup serba senang dan serba mudah.
Remaja menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang
lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya (Brown & Keller, 2003). Hal
ini mungkin terjadi karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik
mengenai keinginan dan kemungkinan yang positif mengenai seks, dibandingkan
permasalahan dan konsekuensinya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa media
memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Brown & Knight,
Ketertarikan remaja terhadap materi porno di media berkaitan dengan masa
transisi yang sedang dialami remaja. Remaja sedang mengalami berbagai macam
perubahan, baik pada aspek fisik, seksual, emosional. religi, moral, sosial, maupun
intelektual (Hurlock, 1993). Remaja menjadi semakin sadar terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan seks dan berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks,
termasuk informasi tentang seks yang begitu mudah di dapat di internet. Oleh karena
itu, remaja menjadi salah satu segmen yang rentan terhadap keberadaan pornografi,
terutama situs porno. Hurlock (1993), menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik
kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang
dikemas dalam bentuk pendidikan.
Perubahan perilaku seks pranikah remaja tidak terlepas dari hasil percontohan
bahwa remaja dapat belajar melalui meniru. Hasil dari eksperimen Bandura (1963)
(dalam Strasburger & Donnerstein, 1999), membuktikan bahwa para remaja sering
meniru apa yang mereka lihat di layar televisi, terutama apabila perilaku tersebut
dilakukan oleh model yang atraktif.
Kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau
perilaku seks pranikah dapat menimbulkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seksual (PMS). Angka infeksi
menular seksual (IMS) tertinggi terdapat pada usia 15-23 tahun, dan kehamilan tidak
diinginkan yang diakhiri dengan aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700 ribu di
Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi
karena adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku antara lain pengetahuan,
sikap, kepercayaan dan nilai-nilai akibat penumpukan perilaku interaksi keseharian
remaja dengan keluarga.Faktor pemungkin juga sangat besar pengaruhnya dimana
adanya fasilitas yang tersedia antara lain Warnet yang gampang didapat dengan biaya
yang relatif murah. Juga pegaulan dengan teman sebaya dan dukungan orang tua
menjadi faktor pendorong terjadinya perilaku seksual remaja. Oleh karena itu
orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan
putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya
akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Menurut Sarwono (2006)
bahwa semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar
kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan-tindakan seksual.
Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak
faktor di dalam kehidupan mereka. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga
dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, agama dan masyarakat di
lingkungan tempat tinggal. Selain itu adanya norma-norma, ekonomi, media dan
tetangga yang juga mempengaruhi perkembangan kehidupan remaja (Paquette &
Ryan, 2001). Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama
bagi remaja untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi-informasi
tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang
Peran orangtua sangat penting dalam hal ini dan harus dapat menjadi panutan
bagi anak remajanya, karena orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama,
sehingga penting bagi orang tua untuk mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai kesehatan reproduksi remaja. Cara penyampaian yang bijak dan tidak
menakut-nakuti akan membuat remaja merasa nyaman untuk berdiskusi tentang
masalah kesehatan reproduksi ini dengan orang tua (Sarwono, 2006). Berdasarkan
wawancara dengan Kepala Sekolah Methodist 4 Medan saat survei awal menyatakan
adanya beberapa siswa yang baru tamat sudah hamil di luar nikah.
1.2. Permasalahan
Bagaimana pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja
pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist
4 Medan tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja
pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist
4 Medan tahun 2011.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor predisposisi,
pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan promosi kesehatan khususnya perilaku
seksual remaja.
2. Bagi Yayasan Pendidikan SMA Methodist 4 Medan, hasil penelitian ini
diharapkan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan pendidikan
bagi remaja sebagai generasi muda dalam memanfaatkan internet dan televisi
sebagai sumber informasi kesehatan yang bernar.
3. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dalam mengambil kebijakan mengingat ke depan Medan mengarah
ke era globaliasai sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi
terhadap muatan seksual dari media massa.
4. Bagi pihak lain sebagai studi perbandingan untuk dijadikan pengkajian yang
lebih mendalam terhadap pengaruh predisposisi, pemungkin dan pendorong
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik
2.1.1. Remaja Dilihat dari Usia
Remaja adalah merupakan masa peralihan seorang anak terlihat adanya
perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan
fungsi fisiologis. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan
tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat
kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula yang ditandai dengan haid
pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki (Sarwono, 2006).
Menurut WHO dalam Poltekkes Depkes Jakarta I (2010), yang dikatakan usia
remaja adalah antara 10-19 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa
remaja terbagi atas:
1) Masa remaja awal (10-13 tahun)
Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam
rumah ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berpikir logis,
sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di
sekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai
pandangan, seperti: olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok
bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk
2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)
Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak
selalu bergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan
menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini
remaja sering mengajukan pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh,
dan berpikir tentang bagaimana cara mengembangkan identitas “Siapa saya?”
Pada masa ini remaja juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan,
tujuan, dan membuat rencana sendiri.
3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)
Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan
meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses berpikir secara
kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalah-masalah idealisme,
toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam
masyarakat.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas atau disebut juga masa
puber berawal dari haid atau mimpi basah yang pertama. Akan tetapi pada usia
berapa tepatnya masa puber ini dimulai, sulit ditetapkan. Hal ini karena cepat
lambatnya haid atau mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh
masingmasing individu. Seiring dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak
dan dengan meningkatnya informasi melalui media massa menyebabkan menurunnya
Di Inggris, usia haid pertama menurun dari rata-rata empat belas tahun menjadi dua
belas tahun sembilan bulan (Sarwono, 2006).
Usia kematangan seksual diikuti dengan meningkatnya aktivitas seksual pada
usia dini. Berdasarkan hasil laporan dari Fury (1980) (dalam Sarwono, 2006), tercatat
33% anak perempuan dan 50% anak laki-laki di bawah usia enam belas tahun telah
melakukan hubungan seks. Di Indonesia beberapa hasil penelitian juga menunjukkan
adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali. Hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh Iskandar et al. (1998) (dalam Sarwono, 2006), sebanyak 18%
responden di Jakarta berhubungan seks 10 pertama di bawah usia delapan belas tahun
dan usia termuda tiga belas tahun.
2.1.2. Karakteristik Perkembangan pada Masa Remaja
Hurlock (1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja sebagai berikut:
a. Masa remaja adalah masa peralihan.
Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya
secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan
juga bukari seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis,
karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan
menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang
diinginkannya.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.
Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat; perubahan perilaku dan
yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi
ambivalen).
c. Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi
karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta
batuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas.
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa
peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan
orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat
yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan
membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang
memiliki pandangan seperti ini akan selalui mencurigai remaja, sehingga
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.
Remaja cenderung memandang keliidupan melalui kaca matanya sendiri, baik
dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa
adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa.
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan
berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan
memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang
dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.
2.1.3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin diartikan sebagai jenis seks yaitu laki-laki atau perempuan.
Remaja perlu untuk memahami anatomi alat reproduksi dan fungsinya. Berikut ini
akan diuraikan beberapa fungsi fisiologis dari masing-masing alat reproduksi laki-laki
dan perempuan (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).
1. Alat reproduksi pria
a) Testis
Pria memiliki dua buah testis untuk memproduksi sperma yang dibungkus
oleh lipatan kulit berbentuk kantung yang disebut skrotum. Dimulai sejak
masa puber, sepanjang masa hidupnya pria akan memproduksi sperma. Selain
itu, testis juga menghasilkan hormon testosteron. Di sisi belakang
pematangan. Saluran selanjutnya adalah vas deferens, saluran ini masuk ke
vesika seminalis sebagai tempat penampungan sperma.
b) Penis
Penis adalah alat reproduksi yang membawa cairan mani ke dalam vagina. Di
dalam penis ada saluran uretra. Jika ada rangsangan seksual, maka darah di
dalam penis akan terpompa. Akibatnya, penis menjadi tegang dan mengeras,
lalu cairan semen yang mengandung sperma keluar dari vesika seminalis dan
melalui uretra terpancar keluar. Proses tersebut dikenal sebagai ejakulasi.
2. Alat reproduksi wanita
1. Ovarium
Setiap wanita memiliki sepasang ovarium, yang setiap bulan secara bergantian
mengeluarkan satu sel telur (ovum) yang matang. Ovarium juga menghasilkan
hormone estrogen dan progesteron.
2. Tuba falopii
Sepasang tuba falopi menghubungkan ovarium dengan rahim pada sisi kiri
dan kanan.
3. Uterus
Uterus (rahim) adalah tempat tertanamnya ovum yang telah dibuahi, yang
selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi janin. Bila tidak terjadi
pembuahan, maka ada lapisan uterus yang terkelupas dan terjadi perdarahan
yang disebut menstruasi. Bagian akhir dari uterus yang berhubungan dengan
4. Vagina
Vagina adalah saluran yang menghubungkan uterus dengan alat reproduksi
bagian luar. Vagina merupakan tempat masuknya penis saat melakukan
hubungan seksual.
Sehubungan dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
alat reproduksi di atas, hormon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seksual. Dari website informasi kesehatan reproduksi Indonesia (2008), diungkapkan
bahwa hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang
mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon seks
merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar seks dan kelenjar adrenalin langsung
ke dalam aliran darah. Mereka secara sebagian bertanggungjawab dalam menentukan
jenis kelamin janin dan bagi perkembangan organ seks yang normal. Mereka juga
memulai pubertas dan kemudian memainkan peran dalam pengaturan perilaku
seksual.
Berdasarkan penelitian BPS (2004), diketahui bahwa wanita yang menyetujui
hubungan seks pranikah lebih sedikit dibandingkan dengan pria. Dalam penelitian
Damayanti menyebutkan perilaku laki-laki dan perempuan hingga berciuman bibir
masih sama, akan tetapi perilaku laki-laki lebih agresif dibandingkan remaja
perempuan (Heru, 2007). Penelitian Triratnawati (1999), menunjukkan bahwa remaja
laki-laki memang cenderung mempunyai seks yang agresif, terbuka, gigih,
2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan
Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak
faktor di dalam kehidupan remaja. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga
dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, lingkungan agama, dan
masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.
Gambar 2.1 Bronfenbrenner’s Ecological System (Paquette & Ryan, 2001)
Teori ini memandang perkembangan remaja di dalam konteks sistem
hubungan yang membentuk lingkungan remaja. Menurut teori Ecological System
yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner’s menyatakan bahwa anak remaja tidak
tumbuh dalam suatu isolasi, remaja berkembang dengan lingkungan yang luas. Pada
lapisan yang paling dalam adalah remaja yang memiliki temperamen, kesehatan fisik,
ilmu dan kemampuannya masing-masing. Lapisan selanjutnya adalah merupakan
sebaya, lingkungan agama. Pada tingkat ini, hubungan yang ada memiliki akibat
dalam dua arah baik dari remaja maupun ke remaja (Paquette & Ryan, 2001).
Lingkungan mesosistem merupakan lapisan kedua yang menyediakan
hubungan antar struktur mikrosistem remaja. Sebagai contoh hubungan antara guru
remaja dengan orangtuanya, antara tempat ibadah dengan remaja dengan lingkungan
di sekitarnya. Lapisan selanjutnya merupakan lingkungan makrosistem, lapisan ini
dianggap sebagai lapisan paling luar pada lingkungan anak. Lapisan ini terdiri dari
nilai budaya, adat, hukum, mass media, ekonomi. Faktor-faktor ini mempengaruhi
perkembangan dan dampak secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Semua
lapisan mempunyai pengaruh di dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja
(Paquette & Ryan, 2001).
Secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan yang sehat adalah
bilamana anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik maupun psikologis
serta terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, tindakan kriminal dan
lain-lainnya. Secara seksual perkembangan yang dianggap berhasil meliputi
membangun hubungan antar remaja yang akrab dan kasih tanpa sampai terjadi
kehamilan yang tidak dikehendaki atau terjangkit penyakit menular seksual (Duarsa,
2007).
Perkembangan moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam
jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan
tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan demikian remaja tidak melakukan
masyarakat. Di sisi lain, tiada moral dan religi ini seringkali dituding sebagai faktor
penyebab meningkatnya kenakalan remaja (Sarwono, 2006). Dari semua faktor-faktor
yang mempengaruhi kehidupan remaja dapat disimpulkan bahwa, faktor orang tua
dan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang terdekat dengan kehidupan
remaja. Untuk lebih jelasnya diungkapkan sebagai berikut :
a). Orang tua
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.
Usia 4-5 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis
kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang tua pengganti (nenek, kakek, dan
orang dewasa lainnya) sangat besar. Apabila proses identifikasi ini tidak berjalan
dengan lancer, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Lingkungan
keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja adalah sebagai
berikut (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).
1) Pola asuh keluarga
Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga, diantaranya
sebagai berikut :
1. Sikap orang tua yang otoriter (mau menang sendiri, selalu mengatur, semua
perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak)
akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian remaja.
2. Sikap orang tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu
ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di
luar keluarga.
3. Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan
menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antara saudara.
4. Sikap orang tua yang berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya akan
mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan
merasa tidak berharga.
5. Orang tua yang demokratis, akan mengikuti keberadaan anak sebagai
individu dan makhluk sosial, serta mau mendengarkan dan menghargai
pendapat anak.
2) Kondisi Keluarga
Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional
yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Pendidikan moral
dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti
kepada anak di rumah. Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai berikut
ini :
1. Keagamaan
Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang
mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang
2. Kesusilaan
Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan
santun, kerja sama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati,
menghargai orang lain, dan sebagainya.
3. Kepribadian
Memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa
malas, kejujuran, kemandirian, dan sebagainya.
Agar tercipta lingkungan yang kondusif bagi remaja sehingga tidak
melakukan perbuatan yang membahayakan kesehatan, termasuk hubungan seksual
pranikah, perlu upaya dari orang tua antara lain (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).
1. Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang
remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja
mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut, pesta tidak
dilakukan sampai larut malam, dan tidak menggunakan cahaya yang
remang-remang.
2. Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.
Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan dan
memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya.
Menurut Madani (2003), faktor lingkungan termasuk salah satunya faktor
orang tua dapat mempengaruhi perilaku seks menyimpang pada remaja. Hal tersebut
1. Ketidaktahuan orang tua akan pendidikan seks. Banyak orang tua yang tidak
mengerti konsep pendidikan seks, sehingga mereka cenderung
menyembunyikan masalah seks dari anak-anak, dan membiarkan mereka
mencari informasi di luar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada
solusi yang menjerumuskan. Para seksolog Barat menganjurkan agar anak
dikenalkan dengan pendidikan seks sejak dini.
2. Rangsangan seksual dalam keluarga. Kebanyakan para orang tua kurang
mampu menjaga perilaku seksualnya dihadapan anak, misalnya: Bermesraan
di depan anak, berciuman di depan anak atau perilaku-perilaku kecil lainnya
yang dapat menimbulkan rasa penasaran dan rangsangan seks pada anak.
3. Anak tidak terlatih untuk meminta izin. Masih banyak orang tua yang tidak
membiasakan anak untuk meminta ijin ketika masuk kamar orang tua,
sehingga terkadang anak dapat melihat aktivitas seksual orang tua.
4. Tempat tidur yang berdekatan. Kebanyakan orang tua belum mengerti, bahwa
membiarkan anak tidur dalam satu selimut dengan saudaranya, atau
membiarkan anak laki-lakinya yang sudah remaja tidur dengan anak
perempuannya dapat menyebabkan munculnya perilaku seks menyimpang.
5. Orang tua memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan pada
periode terakhir masa kanak-kanak, padahal hal ini juga dapat memicu
6. Keluarga mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, sehingga anak
mudah meniru perilaku-perilaku berciuman bermesraan dan lain sebagainya
yang tidak jarang diperagakan oleh artis-artis di TV.
Bila setiap orang tua dan keluarga memberikan perhatian yang cukup pada
remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka
akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja. Penanaman nilai-nilai budi pekerti
dalam keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua atau orang dewasa
lainnya, bacaan yang sehat, pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar anggota
keluarga. Sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini, misalnya
membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai di luar moral dan sosial,
membaca buku dan menonton VCD porno, bergaul bebas, minuman keras dan
merokok, maka akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa remaja (Poltekkes
Depkes Jakarta I, 2010).
b). Teman Sebaya
Dalam perbincangan sehari-hari pun, topik seksualitas bukanlah topik yang
umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak.
Padahal menurut Sarwono (2006), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan
seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin
rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan
tindakan seksual. Rice (1999), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan
emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman
sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah (Sarwono,
2006).
Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja,
tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986),
mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman
sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif
secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk
juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima
oleh lingkungannya.
Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement
(penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk
memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal
masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas
total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan
masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik
yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua
memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai
dan rencana pendidikan
Remaja berusaha menemukan konsep dirinya didalam kelompok sebaya.
Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia
dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat
orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi
perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok
sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari
kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan
kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya
hidup kelompoknya.
2.2. Perilaku
2.2.1. Konsep Perilaku
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku merupakan
tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat dipelajari. Sarwono (2004)
berpendapat, perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon/reaksi
seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat,
bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan.
Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam
penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah
a. Teori Lawrence Green
Green menganalisis, bahwa faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama,
yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara
lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang
dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
b. Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari :
1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior intention).
2. Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social-support).
3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan
atau keputusan (personal autonomy)
5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
c. Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling).
Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih
tepat diartikan pertombangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau
stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(personnal references).
3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang.
2.2.2. Perubahan Perilaku
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.
1. Teori S-O-R:
a. Perubahan perilaku didasari oleh: Respons–Organisme-Stimulus.
b. Perubahan perilaku terjadi dgn cara meningkatkan atau memperbanyak
rangsangan (stimulus).
c. Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran
(learning process).
d. Materi pembelajaran adalah stimulus.
Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:
1) Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak mengerti
(memahami) stimulus.
2) Apabila diterima (adanya perhatian)
3) Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)
Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)
2. Teori “Dissonance” : Festinger
1) Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara
sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance).
2) Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang
3) Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan
melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan
akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).
3. Teori fungsi: Katz
1) Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu stimulus
atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).
2) Prinsip teori fungsi:
a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek)
b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila
hujan, panas)
c. Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons
terhadap gejala sosial)
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi.(marah,
senang)
4. Teori “Driving forces”: Kurt Lewin
a) Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong (driving
forces) dan kekuatan penahan (restraining forces).
b) Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua
kekuatan tersebut.
c) Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:
a. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.
2.2.3. Perilaku Seksual Remaja
Menurut Sarwono (2006), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan
tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Perilaku
seks yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.
Menurut L’Engle, et al. (2006), perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas
yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang,
sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan,
french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara,
meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.
Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mengatasi dorongan seksual: bergaul
dengan lawan jenis, berdandan untuk menarik perhatian (terutama lawan jenis),
menyalurkannya melalui mimpi basah, menahan diri dengan berbagai cara,
menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, menghabiskan tenaga dengan
berolahraga, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan, berkhayal
atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi,
masturbasi dan onani, melakukan hubungan seksual non penetrasi (berpegangan
tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat, petting), melakukan
menimbulkan berbagai risiko secara fisik, psikologis, dan sosial. Makin ke bawah
risikonya makin besar (PKBI, 1999).
Menurut Koentjoro (2007), beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja
yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang
berasal dari dalam individu, adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi
yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan
kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi perilaku seksual
adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi
(dalam hal ini media) akan berpengaruh pada pola hidup materialisme.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenisnya dan aktivitas seksual yang dilakukan dapat terbagi dua yaitu
aktivitas seksual ringan dan berat. Aktivitas seksual ringan dimulai dari menaksir
seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman
ringan, french kiss, dan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba
vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UI tahun
1987 pada siswa-siswi kelas II SLTA di Jakarta dan Banjarmasin terungkap bahwa
diantara remaja yang sudah berpacaran hampir semua di atas 93% pernah
berpegangan tangan dengan pacarnya. Melakukan ciuman 61% untuk pria, 39,4%
untuk wanita, yang meraba payudara 2,32% untuk pria dan 6,7% untuk wanita.
yang pernah berhubungan kelamin dengan pacarnya 2,0% semuanya pria (Sarwono,
2006).
Menurut Hanifah (2001), bedasarkan dari beberapa laporan penelitian
menunjukkan bahwa remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang
agresif, terbuka, gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan
remaja perempuan. Menurut Saifuddin & Hidayana (1999) (dalam Hanifah, 2001),
perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang
dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani,
sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika perempuan tidak
menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap murahan. Begitu juga
sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan nilai tersebut, maka ia akan
di cap kurang jantan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldman & Goldman
(1982) (dalam Sarwono, 2006), bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada
perilaku seksual remaja, dimana wanita-wanita di Inggris lebih berpengalaman dalam
perilaku seks tertentu daripada rekanrekan prianya yang sebaya. Hal ini karena
memang sesuai dengan ketentuan peran mereka, wanita dianggap sudah lebih dewasa
dalam usia daripada prianya. Akan tetapi, remaja prianya justru lebih banyak
pengalaman dalam hal berganti-ganti pasangan. Karena besar hal ini ada kaitannya
dengan tersedianya sarana pelacuran.
Banyak remaja perempuan yang mendapatkan pengalaman pertama hubungan
seksual sebagai bukti cinta, sayang, pengikat hubungan, serta berencana untuk
menikah dalam waktu dekat, namun sering terjadi hubungan seksual pertama tidak
diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung
terhadap pasangannya, sehingga informan perempuan yang awalnya menolak, pada
saat itu sudah terangsang sehingga tidak mampu menolak, dengan itu alasan menuruti
keinginan pacar untuk berhubungan seksual cukup banyak.
Perilaku seksual yang sehat bertanggung jawab adalah menunjukkan adanya
pengharagaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan diri
dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari hal-hal
negatif, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima risiko tingkah
lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab akan berbeda
untuk masing-masing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai
dan keyakinan yang dianut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku
seksual yang sehat dan bertanggungjawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan
terhadap segala risiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai risiko (Imran,
1999).
Seks yang sehat secara fisik artinya tidak tertular penyakit, tidak
menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan
orang lain. Sehat secara psikologis artinya mempunyai integritas yang kuat
(kesesuaian antara nilai, sikap, dan perilaku), mampu mengambil keputusan dan
mempertimbangkan segala risiko yang akan dihadapi dan siap atas segala risiko dari
Sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang
ada disekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu (agama, budaya dan sosial),
mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan nilai norma yang diyakini. Jadi
perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab adalah perilaku yang dipilih
berdasarkan pertimbangan secara fisik, sosial, agama serta psikologis yang dilandasi
kesiapan untuk meminimalkan risiko perilaku yang diiringi dengan upaya
bertanggung jawab terhadap diri, orang lain, keluarga, lingkungan dan Tuhan (PKBI,
1999).
Hubungan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak remaja akan
memiliki kemampuan yang efektif di dalam memecahkan masalah baik dalam
keluarga dan perilaku remaja itu sendiri. Perilaku positif orang tua mempunyai
hubungan yang bermakna terhadap perilaku positif remaja, dengan kata lain orang tua
yang memiliki perilaku yang positif maka anak remaja mereka akan lebih berpeluang
berperilaku positif (Lerner, et al., 1998).
2.3. Media Massa 2.3.1. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang berarti ’tengah’, perantara
atau pengantar atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media
menurut Sadiman (2006), segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan, dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran,
belajar terjadi. Selain itu, National Education Association memberikan definisi media
sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan
peralatannya, dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau
dibaca (Arsyad, 2007).
Menurut Arsyad (2007), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui
media. Persyaratan untuk terjadinya komunikasi terdiri dari beberapa komponen
yaitu:
1) komunikator, merupakan orang yang menyampaikan pesan,
2) pesan, merupakan pernyataan yang didukung oleh lambang,
3) komunikan, merupakan orang yang menerima pesan,
4) media, merupakan sarana atau saluran yang mendukung pesan,
5) efek, merupakan dampak sebagai pengaruh dari pesan. Teknik berkomunikasi
adalah cara atau seni penyampaian pesan yang dilakukan seorang komunikator
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.
Dari uraian tentang komuikasi diatas dapat disimpulkan bahwa media
merupakan bentuk-bentuk dari komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pesan
yang disampaikan kepada komunikan dari komunikator melalui saluransaluran
tertentu baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud memberikan
1. Bentuk-bentuk media massa
Ada beberapa bentuk media massa yaitu:
a) surat kabar,
b) majalah,
c) radio,
d) televisi,
e) film,
f) komputer dan internet.
Adapun bentuk media massa yang akan digunakan dalam penelitian ini
terbatas pada bentuk media televisi dan internet.
a. Media televisi
Televisi merupakan paduan radio (broadcast) dan film (moving picture), suatu
program siaran televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa, karena dipancarkan
oleh pemancar. Hasil yang dipancarkan oleh pemancar televisi, selain suara juga
gambar. Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang
berarti penglihatan (Surbakti, 2008). Para pemirsa dapat menikmati siaran televisi,
apabila pemancar televisi mamancarkan gambar dan suara melalui pesawat televisi di
rumah.
Peran televisi sebagai sarana hiburan murah-meriah memang tidak perlu
diragukan dan dipertanyakan keandalannya. Secara teknis pesawat televisi mudah
sekali dioperasikan sehingga siapapun pasti mampu mengoperasikannya tanpa perlu
pesat. Setiap malam “kotak ajaib” ini muncul pada hampir setiap rumah tangga dan
menghimpun para penghuninya untuk duduk bersantai di depannya sambil istirahat.
Mengapa televisi begitu diminati orang banyak, menurut Surbakti (2008) beberapa
hal yang membuat orang tertarik terhadap televisi, yaitu:
1) Tidak perlu meninggalkan rumah,
2) Praktis,
3) Menonton bersama-sama dengan keluarga,
4) Saluran mudah diganti,
5) Menonton dengan orang yang dikenal,
6) Menyajikan berbagai informasi,
7) Tidak menuntut persyaratan formal,
8) Ruangan yang terang,
9) Tidak memerlukan syarat baca-tulis.
Setiap media komunikasi apapun bentuknya pasti memiliki karakter yang
membuatnya dikenal dan dicintai masyarakat sehingga bisa terus eksis. Tidak
terkecuali media televisi juga memiliki karakter (Surbakti, 2008), yaitu :
1) Sifatnya liniear (satu arah)
Karakter media televisi adalah sifatnya yang linear (satu arah) walaupun
kadang-kadang televisi menyelenggarakan acara interaktif yang melibatkan penonton
secara langsung, namun sifatnya hanya untuk keperluan atau tujuan tertentu yang
sangat terbatas. Selebihnya penyelenggara siaran televisi menyelenggarakan