• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemakaian Sistem Simbol dalam Iklan Rokok oleh Khalayak Dewasa Awal Kota Bogor (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemakaian Sistem Simbol dalam Iklan Rokok oleh Khalayak Dewasa Awal Kota Bogor (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM

IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK

DEWASA AWAL KOTA BOGOR

(Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)

Oleh : Syahrini Dyah N.

A 14201039

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

SYAHRINI DYAH N. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL KOTA BOGOR (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’. (Di bawah bimbingan Sarwititi S. Agung)

Sebagian besar penelitian di periklanan berkisar pada kajian media, terpaan media, pengaruh iklan tersebut pada konsumen, dan konteks pesan. Meskipun terdapat beberapa penelitian dengan pendekatan semiotika, sebagian besar hanya melakukan interpretasi sebuah tayangan iklan. Mengingat besarnya peran televisi dalam kehidupan bermasyakat saat ini, penelitian ini menggunakan sudut pandang semiotika untuk meneliti pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok di televisi oleh khalayak dewasa awal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok oleh khalayak dewasa awal Kota Bogor dari sudut pandang semiotika. Hal ini dilakukan dengan memahami ideologi yang mendasari pembuatan iklan Sampoerna A Mild untuk melihat pengaruhnya pada sistem simbol dalam iklan tersebut. Mengetahui hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol tersebut dan memahami makna sistem simbol bagi khalayak. Kemudian mengetahui karakteristik khalayak dewasa awal dan pengaruhnya pada pemaknaan sistem simbol iklan A Mild.

(3)

dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Selain itu observasi lapang juga dilakukan untuk memberikan gambaran fisik mengenai gaya hidup dewasa awal di Kota Bogor.

Pembuatan iklan A Mild bertajuk ‘Tanya Kenapa?” terkait dengan ideologi yang dianut oleh PT. HM. Sampoerna Tbk. Ideologi terdiri atas nilai yang diwakilkan oleh falsafah Sampoerna dalam setiap kegiatan usahanya, kepentingan mereka sebagai industri dan juga sebagai anggota masyarakat, serta pilihan untuk mengangkat tajuk dan versi iklan agar sesuai dengan nilai dan kepentingan perusahaan. Ketiganya mempengaruhi perusahaan dalam menentukan sistem simbol yang digunakan dalam iklan A Mild.

Iklan Sampoerna AS Mild ditargetkan kepada masyarakat dewasa awal (young adult) yang terdiri dari dua kelompok usia yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili kalangan pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh kalangan pegawai. Dua kelompok usia ini dipilih sebagai perwakilan dua status sosial dalam satu kategori dewasa awal untuk melihat perbedaan pemaknaan di antara keduanya.

Tujuan PT. HM Sampoerna membuat iklan dengan tajuk ‘Tanya Kenapa?’ dan mengangkat isu-isu yang menjadi hal sensitif atau mitos di masyarakat adalah untuk mengajak konsumen agar lebih kritis dalam menghadapi masalah dan tidak hanya sekedar menerima dan pasrah pada keadaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol. Sistem simbol dan pemaknaan merupakan suatu relasi yang saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada hubungan satu sama lain.

(4)

dengan menjadikan penonton iklan mereka memaknai iklan tersebut sesuai dengan isu yang diangkat dalam iklan. Akan tetapi pelajar dan pegawai yang menjawab iklan tersebut sebagai kepentingan bisnis menunjukkan mereka sadar bahwa iklan tersebut merupakan iklan sebuah produk perusahaan industri terkenal berskala besar sehingga mereka lebih kritis terhadap kemungkinan-kemungkinan tindakan yang diambil oleh kalangan industri untuk meningkatkan keuntungan.

Karakteristik pelajar yang lebih senang melakukan kegiatan secara kolektif dan tergantung pada teman mempengaruhi pemaknaan. Pergaulan dan gaya hidup pelajar menentukan karateristik mereka dan membentuk pola pikir mereka yang berujung pada pemaknaan mereka. Karena itu pemaknaan mereka cenderung seragam dengan teman satu pergaulan mereka.

(5)

PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM

IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK

DEWASA AWAL KOTA BOGOR

(Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)

Oleh : Syahrini Dyah N.

A 14201039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL (Kasus Iklan Samporna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MAUPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Agustus 2008

(7)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor, 26 Oktober 1983 dari pasangan suami istri A. Syahruddin Karama dan Nuraini Sahid. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai di Taman Kanak-Kanak di TK Nugraha II pada tahun 1987 dan SD Negeri Polisi I pada tahun 1989. selepas SD pada tahun 1995, penulis bersekolah di SMP Negeri I Bogor dan melanjutkan pada SMU Negeri 4 Bogor sebelum diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Iklan Rokok ... 8

2.1.2 Semiotika ... 9

2.1.3 Ideologi ... 10

2.1.4 Kalangan Dewasa awal perkotaan (Young Adult) ... 12

2.1.5 Pemaknaan ... 13

2.1.6 Model Semiotika ... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ... 15

2.3 Hipotesa ... 17

2.4 Definisi Konseptual ... 18

2.5 Definisi Operasional ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 20

(9)

3.3 Pengambilan Sampel dan Data ... 21

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 22

3.5 Hambatan Penelitian ... 22

BAB IV. PROFIL PT HM SAMPOERNA TBK 4.1 Sejarah PT HM Sampoerna Tbk ... 24

4.2 Sejarah Sampoerna A Mild ... 29

4.3 Iklan Sampoerna A Mild Sekarang ... 31

BAB V. PUSAT GAYA HIDUP KOTA BOGOR ... 37

BAB VI. KARAKTERISTIK DEWASA AWAL KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pelajar (15-19 Tahun) ... 44

6.2 Karakteristik Pegawai (20-24 Tahun) ... 53

BAB VII. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN SAMPOERNA A MILD ‘TANYA KENAPA?’ ... 65

7.1 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pelajar ... 66

7.2 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pegawai ... 72

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 81

8.2 Saran ... 83

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Jumlah dan Persentase Pendapatan Pelajar dan Pegawai

(11)

PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM

IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK

DEWASA AWAL KOTA BOGOR

(Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)

Oleh : Syahrini Dyah N.

A 14201039

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

SYAHRINI DYAH N. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL KOTA BOGOR (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’. (Di bawah bimbingan Sarwititi S. Agung)

Sebagian besar penelitian di periklanan berkisar pada kajian media, terpaan media, pengaruh iklan tersebut pada konsumen, dan konteks pesan. Meskipun terdapat beberapa penelitian dengan pendekatan semiotika, sebagian besar hanya melakukan interpretasi sebuah tayangan iklan. Mengingat besarnya peran televisi dalam kehidupan bermasyakat saat ini, penelitian ini menggunakan sudut pandang semiotika untuk meneliti pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok di televisi oleh khalayak dewasa awal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok oleh khalayak dewasa awal Kota Bogor dari sudut pandang semiotika. Hal ini dilakukan dengan memahami ideologi yang mendasari pembuatan iklan Sampoerna A Mild untuk melihat pengaruhnya pada sistem simbol dalam iklan tersebut. Mengetahui hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol tersebut dan memahami makna sistem simbol bagi khalayak. Kemudian mengetahui karakteristik khalayak dewasa awal dan pengaruhnya pada pemaknaan sistem simbol iklan A Mild.

(13)

dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Selain itu observasi lapang juga dilakukan untuk memberikan gambaran fisik mengenai gaya hidup dewasa awal di Kota Bogor.

Pembuatan iklan A Mild bertajuk ‘Tanya Kenapa?” terkait dengan ideologi yang dianut oleh PT. HM. Sampoerna Tbk. Ideologi terdiri atas nilai yang diwakilkan oleh falsafah Sampoerna dalam setiap kegiatan usahanya, kepentingan mereka sebagai industri dan juga sebagai anggota masyarakat, serta pilihan untuk mengangkat tajuk dan versi iklan agar sesuai dengan nilai dan kepentingan perusahaan. Ketiganya mempengaruhi perusahaan dalam menentukan sistem simbol yang digunakan dalam iklan A Mild.

Iklan Sampoerna AS Mild ditargetkan kepada masyarakat dewasa awal (young adult) yang terdiri dari dua kelompok usia yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili kalangan pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh kalangan pegawai. Dua kelompok usia ini dipilih sebagai perwakilan dua status sosial dalam satu kategori dewasa awal untuk melihat perbedaan pemaknaan di antara keduanya.

Tujuan PT. HM Sampoerna membuat iklan dengan tajuk ‘Tanya Kenapa?’ dan mengangkat isu-isu yang menjadi hal sensitif atau mitos di masyarakat adalah untuk mengajak konsumen agar lebih kritis dalam menghadapi masalah dan tidak hanya sekedar menerima dan pasrah pada keadaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol. Sistem simbol dan pemaknaan merupakan suatu relasi yang saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada hubungan satu sama lain.

(14)

dengan menjadikan penonton iklan mereka memaknai iklan tersebut sesuai dengan isu yang diangkat dalam iklan. Akan tetapi pelajar dan pegawai yang menjawab iklan tersebut sebagai kepentingan bisnis menunjukkan mereka sadar bahwa iklan tersebut merupakan iklan sebuah produk perusahaan industri terkenal berskala besar sehingga mereka lebih kritis terhadap kemungkinan-kemungkinan tindakan yang diambil oleh kalangan industri untuk meningkatkan keuntungan.

Karakteristik pelajar yang lebih senang melakukan kegiatan secara kolektif dan tergantung pada teman mempengaruhi pemaknaan. Pergaulan dan gaya hidup pelajar menentukan karateristik mereka dan membentuk pola pikir mereka yang berujung pada pemaknaan mereka. Karena itu pemaknaan mereka cenderung seragam dengan teman satu pergaulan mereka.

(15)

PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM

IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK

DEWASA AWAL KOTA BOGOR

(Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)

Oleh : Syahrini Dyah N.

A 14201039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL (Kasus Iklan Samporna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MAUPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Agustus 2008

(17)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor, 26 Oktober 1983 dari pasangan suami istri A. Syahruddin Karama dan Nuraini Sahid. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai di Taman Kanak-Kanak di TK Nugraha II pada tahun 1987 dan SD Negeri Polisi I pada tahun 1989. selepas SD pada tahun 1995, penulis bersekolah di SMP Negeri I Bogor dan melanjutkan pada SMU Negeri 4 Bogor sebelum diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Iklan Rokok ... 8

2.1.2 Semiotika ... 9

2.1.3 Ideologi ... 10

2.1.4 Kalangan Dewasa awal perkotaan (Young Adult) ... 12

2.1.5 Pemaknaan ... 13

2.1.6 Model Semiotika ... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ... 15

2.3 Hipotesa ... 17

2.4 Definisi Konseptual ... 18

2.5 Definisi Operasional ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 20

(19)

3.3 Pengambilan Sampel dan Data ... 21

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 22

3.5 Hambatan Penelitian ... 22

BAB IV. PROFIL PT HM SAMPOERNA TBK 4.1 Sejarah PT HM Sampoerna Tbk ... 24

4.2 Sejarah Sampoerna A Mild ... 29

4.3 Iklan Sampoerna A Mild Sekarang ... 31

BAB V. PUSAT GAYA HIDUP KOTA BOGOR ... 37

BAB VI. KARAKTERISTIK DEWASA AWAL KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pelajar (15-19 Tahun) ... 44

6.2 Karakteristik Pegawai (20-24 Tahun) ... 53

BAB VII. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN SAMPOERNA A MILD ‘TANYA KENAPA?’ ... 65

7.1 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pelajar ... 66

7.2 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pegawai ... 72

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 81

8.2 Saran ... 83

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Jumlah dan Persentase Pendapatan Pelajar dan Pegawai

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Komponen-Komponen Ideologi ... 11

2. Model Pemaknaan Peirce ... 14

3. Kerangka Pemikiran ... 17

4. Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ ... 31

5. Salah Satu Outlet Busana di Tajur ... 40

6. Restoran Makaroni Panggang & Steak Selalu Penuh di Akhir Pekan ... 42

7. Persentase Pelajar Berdasarkan Jumlah Uang Saku dan Pemanfaatannya ... 44

8. Persentase Pelajar yang Merokok dan Usia Awal Merokok ... 45

9. Persentase Pelajar dan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang ... 47

10. Persentase Peagwai yang Merokok dan Usia Awal Merokok ... 55

11. Persentase Pegawai Berdasarkan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang ... 59

12. Persentase Pegawai Berdasarkan Penggunaan Uang dalam Pemanfaatan Waktu Luang ... 60

13. Pesentase Pelajar Berdasarkan Pemaknaan Iklan Sampoerna A Mild ... 66

14. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pelajar ... 67

15. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pelajar ... 68

16. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Banjir’ oleh Pelajar ... 69

17. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pelajar ... 71

(22)

19. Persentase Pegawai Berdasarkan Iklan-Iklan yang Disukai

dan Kurang Disukai ... 73 20. Persentase Pegawai Berdasarkan Pemaknaan Iklan

Sampoerna A Mild ... 74 21. Pemaknaan Iklan A Mild

versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pegawai ... 75 22. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pegawai ... 76 23. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Banjir’ oleh Pegawai ... 77 24. Pemaknaan Iklan A Mild versi

‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pegawai ... 78 25. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mencari Celah’ oleh Pegawai ... 79 26. Logo PT HM Sampoerna Tbk ... 105 27. Logo Sampoerna A Mild ... 105 28. Kemasan dan Produk Sampoerna A Mild ... 105 29. Iklan Sampoerna A Mild temaHow Low Can You Go? ... 106 30. Iklan Sampoerna A Mild temaOther Can Only Follow

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi massa muncul akibat perkembangan teknologi. Diawali dengan penemuan kertas dan tinta di Cina, kemudian berkembang teknologi percetakan yang memicu munculnya surat kabar, hingga internet yang dapat diakses siapa saja pada saat yang bersamaan dari lokasi yang berbeda. Saat ini hampir seluruh manusia tidak dapat lepas dari peranan media massa. Media massa memiliki peranan yang besar dan memberi pengaruh baik ataupun buruk dalam kehidupan modern. Peran televisi sebagai hiburan dianggap menyingkirkan peranan buku dan memperbudak anak, di sisi lain televisi juga dianggap sebagai media edukatif dan informatif yang sangat berguna.

Peran besar media massa juga dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk promosi dan membentuk citra produk melalui iklan. Iklan telah terbukti berperan besar dalam pemasaran produk. Seperti pada kasus Coca Cola pada awal kemunculannya di tahun 1886, yang mengiklankan diri di surat kabar lokal di Atlanta, AS1. Iklan tersebut menarik minat masyarakat dan begitu banyak orang yang menyukainya sehingga seorang investor tertarik. Sejak saat itu, berbagai jenis iklan dan slogan Coca Cola terus memantapkan posisinya sebagai salah satu produk utama Amerika Serikat.

1

(24)

Iklan telah menjadi sarana untuk menggambarkan keinginan manusia berkaitan dengan gaya hidup dan status sosial. Iklan selalu menggambarkan bentuk ideal yang diinginkan oleh masyarakat: rumah yang indah, uang yang berlimpah, kehidupan yang nyaman, dan status sosial yang tinggi yang diidamkan oleh orang. Namun tidak hanya itu, iklan juga dapat memuat wacana-wacana yang menjadi isu di masyarakat, atau menjadi alat propaganda, yang biasanya digunakan oleh partai politik untuk menarik massa.

Perkembangan dalam dunia periklanan dan persaingan ketat dalam dunia bisnis menyebabkan produsen harus kreatif dalam memasarkan produk agar produk mereka mudah diingat dan menarik perhatian konsumen. Umumnya mereka menunjukkan betapa menariknya praktek-praktek mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan, seperti misalnya meneguk sebuah produk minuman ringan akan membuat peminumnya merasa segar seakan-akan sedang berenang. Beberapa produk tertentu yang tidak diperkenankan untuk menampilkan produk atau menunjukkan praktek konsumen harus menggunakan cara lain.

Iklan rokok2 merupakan iklan yang tidak menampilkan produk yang diiklankan atau menggambarkan praktek konsumen mengkonsumsi rokok. Pemerintah melarang produk rokok ditampilkan dalam iklan, dan penayangannya pun dibatasi dari pukul 21.30 sampai 05.00 waktu setempat dengan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi iklan. Peraturan tersebut antara lain dilarang menggambarkan rokok atau menunjukkan orang yang sedang merokok dan harus mencantumkan peringatan bahwa merokok merugikan kesehatan.

2

(25)

Karena adanya peraturan-peraturan tersebut, iklan rokok menjadi iklan yang paling unik dibandingkan iklan produk lainnya.

Sampoerna A Mild sebagai produk rokok berusaha menampilkan iklan yang khas dan berbeda dengan iklan-iklan rokok lain untuk membentuk citra mereka. Sejak awal kemunculannya, Sampoerna A Mild selalu menampilkan iklan-iklan yang ambigu dan sarat akan simbol sehingga mudah diingat oleh konsumen. A Mild tidak menampilkan berusaha gambaran kehidupan ideal, melainkan menggunakan isu-isu sosial untuk menarik perhatian konsumen. Strategi ini terbukti berhasil. Berdasarkan riset yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap perokok pria di Jakarta dengan menggunakan metode CRI (Customer Response Index), Sampoerna A Mild menduduki peringkat kedua dengan persentasi 30% dalam kategori merek rokok yang paling diingat oleh responden dan peringkat pertama dengan persentasi 13,83% pada kategori brand recall (nama merek yang paling sering disebut responden).

Target produk dan iklan Sampoerna A Mild adalah golongan dewasa awal (young adult)3. Golongan ini terdiri antara dua karakter yang berbeda yaitu kelompok pelajar dan kelompok pekerja. Kelompok pelajar merupakan golongan dewasa awal yang masih bergantung terutama secara finansial kepada orang tua sementara kelompok pekerja telah mandiri secara finansial. Mayoritas iklan yang ditayangkan di televisi saat ini ditargetkan pada kelompok usia ini, misalnya iklan jaringan ponsel yang sebetulnya merupakan produk yang dikonsumsi segala kalangan dan usia, menggunakan simbol-simbol yang dekat dengan golongan usia ini. Penyebabnya adalah karena golongan dewasa awal merupakan golongan usia 3

(26)

yang paling banyak menganut gaya hidup konsumerisme. Mereka juga belum resisten pada pengaruh seperti yang dimiliki oleh golongan usia yang lebih tua sehingga lebih mudah tertarik untuk mencoba sesuatu, namun telah memiliki otoritas tersendiri untuk menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi sesuatu. Akan tetapi gencarnya iklan-iklan ini cenderung meningkatkan pola konsumen mereka. Tidak hanya itu, beberapa iklan-iklan yang menonjolkan gaya hidup tertentu seakan mendikte bahwa hanya gaya hidup itulah yang menarik dan patut dijalani, sehingga banyak dari golongan usia ini yang mengikutinya. Hal ini menimbulkan terjadinya krisis identitas pada kalangan dewasa awal.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagian besar penelitian di periklanan berkisar pada kajian media, terpaan media, pengaruh iklan tersebut pada konsumen, dan konteks pesan. Contohnya adalah penelitian Diana Sari (2004)4 yang menitikberatkan pada pengaruh iklan dalam konsumsi produk yang diiklankan.

Teori-teori kontemporer lebih banyak melakukan pendekatan kajian budaya dengan semiotika sebagai salah satu bentuk kajian. Akan tetapi meskipun terdapat beberapa penelitian dengan pendekatan semiotika, sebagian besar hanya melakukan interpretasi sebuah tayangan iklan oleh sang peneliti. Sebagai contoh adalah penelitian oleh Syaukani (2001)5 pada salah satu iklan Coca Cola dan

4

Diana Sari, 2004. Iklan Televisi Sebagai Pertimbangan Bagi Anak-Anak Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Produk Makanan Ringan (Studi Kasus Dua Pemukiman di Desa Ciomas Rahayu, Kec. Ciomas, Kab. Bogor), Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.

5

(27)

Sulistyo (2005)6 pada iklan pemanis rendah kalori Tropicana Slim. Mengingat besarnya peran televisi dalam kehidupan bermasyakat saat ini, penelitian ini menggunakan sudut pandang semiotika untuk pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok di televisi oleh kalangan dewasa awal. Berikut ini adalah masalah-masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas:

1. Apa ideologi PT HM Sampoerna Tbk yang mendasari pembuatan iklan-iklan Sampoerna A Mild tajuk “Tanya Kenapa?”?

2. Bagaimana karakter khalayak dewasa awal?

3. Apa makna sistem simbol dalam iklan-iklan tersebut bagi golongan dewasa awal Kota Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok bagi khalayak dewasa awal Kota Bogor dari sudut pandang semiotika. Tujuan ini dirinci sebagai berikut:

1. Memahami ideologi PT HM Sampoerna Tbk yang mendasari pembuatan iklan rokok Sampoerna A Mild dengan tajuk ‘Tanya Kenapa?’

2. Memahami karakter khalayak dewasa awal.

3. Memahami makna sistem simbol dalam iklan-iklan tersebut bagi pelajar dan pegawai kota Bogor.

6

(28)

1.4 Manfaat Penelitian

(29)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

1.5 Tinjauan Pustaka

Berbagai pemikiran dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi iklan. Durianto dkk (2003) menyatakan iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Bovée dan Arens (1986) juga bersikap netral dengan menyatakan iklan sebagai komunikasi informasi nonpersonal yang biasanya dibayar dan bersifat persuasif mengenai produk, jasa, atau ide oleh sponsor tertentu melalui berbagai jenis media dan ditujukan untuk sekelompok orang. Sedangkan Harris (2005) memandang iklan dari sudut pandang semiotika dengan menyatakan iklan menciptakan dunia semiotik dalam usaha untuk membujuk khalayak agar membeli produk yang mereka iklankan.

Pemikiran yang berbeda dikemukakan oleh Chaney (2003) yang lebih bersikap skeptis. Ia menyatakan iklan adalah penampakan luar yang menyesatkan (illusory surfaces) yang membuat subjeknya berkilau. Artinya Chaney memandang iklan sebagai sebuah ilusi yang menggambarkan kehidupan ideal untuk menipu konsumen agar mereka menyangka dengan membeli produk tersebut, mereka juga membeli kehidupan ideal yang digambarkan dalam iklan.

(30)

yang diiklankan. Tidak hanya itu, iklan sebaiknya sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku agar diterima oleh masyarakat. Untuk iklan rokok peraturan tersebut tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

2.1.1 Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan Iklan Rokok

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan bertujuan sebagai pencegahan untuk melindungi konsumen dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok. Pasal 1 berisi Ketentuan Umum yang menyatakan bahwa iklan rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Setiap iklan rokok diwajibkan mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan tulisan yang mudah dibaca dan proposional dengan ukuran iklan.

(31)

bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Peraturan Pemerintah ini juga didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 46 ayat 3 butir c yang menyatakan bahwa promosi rokok dilarang memperagakan wujud rokok.

Meski peraturan ini dianggap cukup baik, beberapa pihak masih menganggap peraturan ini masih belum mampu melindungi kepentingan konsumen. Belakangan ini terdapat desakan dari sejumlah kalangan untuk mengurangi bahkan menghapus sama sekali iklan rokok dari tayangan televisi. Hal ini masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Namun karena besarnya industri rokok dan peranan iklan dalam penjualannya, permintaan ini sulit untuk dipenuhi.

2.1.2 Semiotika

(32)

Iklan merupakan sistem simbol yang menggabungkan sistem simbol linguistik dan visual. Setiap bagian dari tanda dan simbol dapat ditafsirkan dalam hubungannya dengan lebih dari satu sistem tanda (misalnya gabungan tanda bahasa dan ortografi visual) sehingga citra dapat diinterpretasikan secara visual dan kebahasaan (Lemke, 2005). Filsuf Charles Sanders Peirce7 yang merupakan salah satu pelopor pendekatan semiotika membagi tanda menjadi tiga, yaitu ikon (icon), indeks (indeks) dan simbol (symbol). Menurutnya simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Sementara itu Barthes dalam Fiske (2004) berpendapat bahwa sebuah objek menjadi sebuah simbol tatkala simbol tersebut berdasarkan konvensi dan penggunaan, maknanya mampu menunjuk sesuatu yang lain.

2.1.3 Ideologi

Berbagai definisi ideologi dikemukakan oleh para ahli. Jackson (1994) menyatakan ideologi adalah cara ide merepresentasikan ketertarikan atau ketidaktertarikan dalam cara yang cukup konsisten. Sementara Ang (1999) menganggap ideologi tidak hanya mengatur ide dan citra seseorang berdasarkan kenyataan, melainkan juga memungkinkan seseorang untuk menampilkan citra mereka sendiri dan memposisikannya di dunia. Menurut Magnis-Suseno (dalam Sobur, 2001) ideologi bergantung pada isinya, bila baik, maka ideologi itu baik dan bila isinya buruk, maka ideologi itu buruk.

Pada abad ke-19, kata ideologi mulai mendapat makna dalam dunia politik. Penggunanya terutama adalah kalangan Marxisme yang mengambil

7

(33)

pendapat Karl Marx bahwa ideologi wawasan yang dihasilkan oleh kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi8. Akan tetapi dalam kaitannya dengan semiotika yang paling sesuai adalah pendapat Fiske (2004) yang menganggap ideologi sebagai istilah yang digunakan untuk melukiskan produksi sosial atas makna.

Terdapat tiga aspek yang membentuk ideologi. Yang pertama adalah nilai, kemudian kepentingan, dan yang terakhir adalah pilihan. Ketiga hal tersebut saling mempengaruhi, pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat meningkat menjadi status nilai untuk mencapai kepentingan hingga akhirnya akan membentuk ideologi (Apter, 1996 dalam Sobur, 2003). Karena itu masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, melainkan suatu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi.

Gambar 1. Komponen-Komponen Ideologi.

Menurut Williamson (2002) membuat iklan berkaitan dengan membentuk ideologi. Ideologi iklan adalah menjadikan suatu produk memiliki nilai lebih manusiawi bagi konsumen. Selain itu, menciptakan lapisan kelas dan kelompok sosial yang dinilai berdasarkan kepemilikannya terhadap barang-barang. Dengan kata lain apabila seseorang membeli produk yang diiklankan, maka ia juga membeli status sosial dan gaya hidup yang ditawarkan iklan tersebut. Ideologi yang diciptakan iklan dipakai oleh kapitalisme untuk kepentingannya. Pesan,

kata-8

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. P212.

Kepentingan Pilihan

(34)

kata, dan gambar-gambar rekaan (images) yang disampaikan oleh iklan telah direkayasa demi kepentingan pembuatnya (Sobur, 2003).

2.1.4 Kalangan Dewasa Awal Perkotaan (Urban Young Adult)

Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah) tertentu (Soekanto, 2002). Akan tetapi selain tempat tinggal, dibutuhkan suatu perasaan saling membutuhkan dan bahwa lingkungan tempat tinggal mereka memberikan kehidupan pada semuanya. Perasaan tersebut disebut perasaan komunitas (community sentiment).

Masyarakat perkotaan adalah masyarakat kota yang tidak tentu jumlah penduduknya. Mereka mengelompok bukan berdasarkan sistem kekeluargaan atau wilayah melainkan atas dasar kesamaan profesi atau hobi. Berdasarkan penelitian Mintel (1988) dalam Chaney (2003), golongan usia yang paling banyak menganut gaya hidup konsumerisme dan paling terpengaruh oleh media massa adalah golongan usia 15 tahun hingga 24 tahun atau yang biasa disebut dewasa awal (young adult). Periode ini merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak hingga menjadi dewasa.

(35)

tersebut. Kalangan dewasa awal terbagi menjadi dua kelompok usia yang diwakili oleh dua status sosial yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili oleh pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh pegawai. Masing-masing memiliki gaya hidup yang menunjang status sosial mereka sebagai pelajar atau pegawai.

2.1.5 Pemaknaan

Proses pemaknaan yang bertahap, biasa juga disebut sebagai semiosis (Sobur, 2003). Makna kadang-kadang berupa suatu jalinan asosiasi, pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi konsep yang diterapkan (Kincaid & Schramm, 1987). Makna disusun dengan menafsirkan hubungan semiotika diantara pola hubungan makna, praktik sosial, dan proses materi-fisik yang diorganisasikan oleh praktik sosial dan berada dalam semiosis sosial (Thibault, 2005). Eco (1979) menyatakan bahwa ketika seseorang memaknai tanda (kata atau gambar), maka ia terlibat di dalam sebuah proses ‘produksi tanda’. Ia akan memaknai dengan cara mengerahkan kemampuan membaca dan mengkode sesuai pemahamannya untuk memahami tanda tersebut.

(36)

2.1.6 Model Semiotika

Pendekatan semiotika di dunia didominasi oleh dua pemikiran yaitu semiotika signifikasi yang dipelopori oleh Ferdinand deSaussure dan semiotika komunikasi yang dipelopori Peirce. Dalam ilmu komunikasi, pendekatan yang paling relevan digunakan adalah pendekatan semiotika komunikasi. Model yang dikemukakan Peirce mengidentifikasi relasi segitiga antara tanda, pengguna, dan realitas eksternal sebagai sebuah model untuk mengkaji makna (Fiske, 2004). Panah dua arah menyatakan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar diri sendiri, yaitu objek, dan ini dimaknai dan memberi pengaruh pada penggunanya (interpretant). Interpretant yang dimaksud Peirce adalah ‘efek pertandaan yang tepat’, bisa juga dianggap sebagai bentuk pemaknaan.

Gambar 2. Model pemaknaan Peirce

Terdapat beberapa teori semiotika berkaitan dengan pemaknaan. Dua diantaranya adalah Teori Acuan (Referential theory) dan Teori Ideasi (Ideational theory) yang dikembangkan W.P Alton. Teori Acuan mengidentifikasi makna suatu tanda dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan itu. Sementara Teori Ideasi mengidentifikasi makna suatu tanda dengan gagasan-gagasan (ide) yang berhubungan dengan tanda tersebut. Dengan kata lain teori ini meletakkan ide sebagai titik sentral untuk menentukan makna suatu ungkapan. Bila menggunakan model Peirce sebagai alat ukur, pada Teori Acuan, yang

Interpretant Objek

(37)

menjadi sentral adalah objek sementara untuk Teori Ideasi yang menjadi sentral adalah interpretant, sementara pada model Odgen dan Richards, acuan adalah referent dan ide adalah referensi.

2.2 Kerangka Pemikiran

Ideologi PT HM Sampoerna Tbk memegang peranan penting dalam pembuatan iklan. Iklan tidak hanya berfungsi untuk menarik konsumen dan meningkatkan pemasaran, namun juga untuk membangun citra perusahaan. Iklan yang baik dapat meningkatkan citra perusahaan, begitu pula sebaliknya. Karena itu iklan A Mild harus dapat mencerminkan ideologi PT HM Sampoerna Tbk.

Ideologi dibentuk oleh tiga aspek yaitu nilai, kepentingan, dan pilihan. Ketiga aspek ini tidak berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi. Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan Iklan Rokok tidak hanya terkait pada nilai, melainkan juga pada kepentingan dan pilihan. Adanya larangan menayangkan wujud produk rokok pada iklan menyebabkan Sampoerna A Mild memilih menekankan pengguna produk daripada produk itu sendiri dalam iklan mereka, namun tetap harus disesuaikan dengan kepentingan dan nilai-nilai perusahaan. Sampoerna A Mild harus lebih kreatif dalam menjual iklan mereka agar tetap patuh pada peraturan namun tetap sejalan dengan prinsip pemasaran.

(38)

masing-masing. Karakteristik tersebut melekat dalam diri mereka dan mempengaruhi pemaknaan.

Seperti definisi iklan yang beragam, pemaknaan pun demikian. Iklan merupakan alat bisnis untuk menunjang kepentingan komersil, namun iklan juga bisa menimbulkan pengaruh seperti menciptakan trend atau membentuk opini. Karena itu dalam penelitian ini, pemaknaan dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah melihat iklan semata-mata sebagai media komersil yang digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk. Tipe ini percaya bahwa iklan adalah ilusi untuk menipu konsumen dengan cara apapun semata-mata untuk kepentingan bisnis. Tipe yang kedua adalah iklan tidak hanya sebagai media komersil, namun juga menunjukkan kepedulian sosial perusahaan dan menggambarkan citra perusahaan lewat isi iklan. Tipe ini meyakini bahwa iklan tidak hanya dibuat semata-mata untuk kepentingan bisnis, namun juga kepentingan sosial.

Model pemaknaan yang sesuai untuk penelitian ini adalah model semiotika yang dikemukakan oleh C.S. Peirce dan ditunjang oleh Teori Ideasi milik W.P Alton. Model semiotika Peirce menjelaskan relasi antara aspek-aspek yang terkait dalam pemaknaan simbol dalam penelitian ini. Ditunjang dengan teori Ideasi milik W.P Alton yang menjadikan proses pemaknaan sebagai fokus dari penelitian.

(39)

tanda (sistem simbol dalam iklan), pemaknaan simbol (pengguna), dan realitas eksternal (karakter dewasa awal).

Akan dalam teori ini terdapat hubungan saling mempengaruhi antara sistem simbol dan karakteristik dewasa awal. Dalam penelitian ini, hubungan tersebut tidak diteliti karena lebih menitikberatkan pada ideologi sebagai pengaruh dalam sistem simbol dalam iklan sebagai pengaruh sistem simbol. Selain itu dalam hubungan antara pemaknaan dan karakteristik dewasa awal pun hanya dilihat satu arah yaitu mempengaruhi pemaknaan. Meski hubungan sebaliknya mungkin saja terjadi, akan tetapi tidak diteliti karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pemaknaan sistem simbol, seperti yang tergambar dalam kerangka pemikiran di bawah ini.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesa

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran, berikut ini adalah hipotesa yang akan diujikan:

1. Ideologi mempengaruhi sistem simbol dalam iklan

2. Karakteristik dewasa awal mempengaruhi pemaknaan sistem simbol. Kepentingan Pilihan

Nilai Ideologi

Iklan:

IKLAN

Simbol/Tanda dalam iklan

Pemaknaan simbol iklan

(40)

2.4 Definisi Konseptual

1. Iklan: Komunikasi informasi nonpersonal yang bersifat persuasif mengenai produk A Mild oleh PT HM Sampoerna Tbk melalui televisi dan billboard yang bertujuan untuk memasarkan produk A Mild kepada masyarakat.

2. Ideologi Iklan: Ide yang ingin direpresentasikan oleh PT HM Sampoerna Tbk dalam iklan A Mild untuk memposisikan produk A Mild di mata masyarakat.

3. Nilai: Falsafah atau bagi PT HM Sampoerna Tbk dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild.

4. Kepentingan: Perihal yang menjadi prioritas dan utama bagi PT HM Sampoerna Tbk dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild.

5. Pilihan: Beberapa pilihan yang dipilih PT HM Sampoerna dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild. 6. Sistem Simbol: Kesatuan tanda yang terdapat di dalam iklan Sampoerna A Mild yang merepresentasikan obyek asli dengan makna yang sesuai dengan konvensi anggota masyarakat.

7. Pemaknaan sistem simbol: Proses memberi makna pada suatu sistem simbol.

(41)

2.5 Definisi Operasional

Dewasa awal di daerah perkotaan berkelompok berdasarkan hobi dan gaya hidup mereka. Hal ini dapat dilihat dari pola tindakan mereka di waktu luang, berapa banyak uang yang mereka habiskan, dan dengan siapa mereka berinteraksi dalam waktu luang mereka. Alat pengukurnya berupa penggunaan uang, jenis kegiatan dan interaksi dengan individu lain dalam pemanfaatan waktu luang (leisure). Kategori:

1. Tinggi : Orang yang sangat konsumtif (cara anggota masyarakat bergaul dan menghabiskan waktu dan uang dilihat dari konsumsi baik barang maupun jasanya). (>68)

2. Rendah : Orang yang tidak konsumtif. (<68)

Pemaknaan adalah proses menafsirkan sistem simbol yang terdapat dalam iklan Sampoerna A Mild dan hubungan semiotika antara simbol-simbol dalam sistem tersebut. Kategori:

1. Iklan sebagai media komersil semata-mata untuk kepentingan bisnis. 2. Iklan tidak hanya demi kepentingan bisnis, namun juga menunjukkan

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pada pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survai yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun & Effendi, 1989). Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam pada sumber informasi. Pemilihan responden mengunakan teknik acak (accidental).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

(43)

Pengambilan data dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pada bulan Juni 2006 terhadap pelajar dan karyawan yang sedang istirahat makan siang di warung-warung makan di Gang Selot serta pada masyarakat kota Bogor yang sedang berolahraga di Lapangan Sempur pada hari Sabtu dan Minggu. Pada tahap ini diperoleh responden pelajar sebanyak 25 orang dan pegawai sebanyak 18 orang. Tahap berikutnya dilakukan pada awal bulan Juli terhadap para pemain bilyard yang sedang main atau sekedar hangout di Bilyard Explorer. Begitu juga dengan masyarakat yang sedang makan atau hangout di warung-warung tenda di sepanjang Jalan Padjajaran mulai dari depan Vila Duta hingga Gedung Bale Binarum dengan hasil pengisian kuesioner dan wawancara terhadap 10 orang pelajar dan 14 orang pegawai. Tahap terakhir pengambilan data kuesioner dilakukan pada akhir bulan Juli 2006 terhadap masyarakat yang sedang berbelanja dan bersantai di Pusat Perbelanjaan Plaza Pangrango dan Bogor Trade Mall. Hasilnya berupa wawancara singkat dan pengisian kuesioner sebanyak 5 orang pelajar dan 8 orang pegawai.

3.3 Pengambilan Sampel dan Data

Responden yang dipilih merupakan bagian dari kelompok usia yang disebut sebagai dewasa awal atau young adult sesuai dengan segmen pasar Sampoerna A Mild. Kelompok usia dewasa awal adalah periode transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Dalam penelitian ini kelompok dewasa awal dibagi menjadi dua yaitu kelompok usia 15-19 tahun dan kelompok usia 20-24 tahun.

(44)

Sedangkan kelompok usia 20-24 tahun diwakili oleh pekerja/pegawai yang bekerja pada perusahaan swasta/negeri di kota Bogor. Pembedaan ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan pemaknaan sistem simbol iklan A Mild pada kedua kelompok usia ini.

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Masing-masing data dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Hal ini dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan dan kepercayaan hasil pengujian.

3.5 Hambatan Penelitian

Hambatan yang diperoleh peneliti saat sedang meneliti PT HM Sampoerna Tbk adalah tidak diperkenankannya peneliti mengakses sub divisi dan informasi tertentu yang sifatnya terlarang bagi orang luar Sampoerna. Beberapa informasi penting pun enggan dijawab oleh pihak Sampoerna. Untuk menutupi kekurangan tersebut peneliti harus mencari dari data sekunder berupa buku dan informasi dari internet. Peneliti juga tidak berhasil memperoleh gambar dan rekaman iklan karena data tersebut termasuk dalam data yang sifatnya terlarang bagi orang luar Sampoerna.

(45)
(46)

BAB IV

PROFIL PT HM SAMPOERNA TBK

4.1 Sejarah PT HM Sampoerna Tbk

PT HM Sampoerna Tbk didirikan pada tahun 1913 di Surabaya oleh seorang perantau asal Hokkien, Cina yang bernama Liem Seeng Tee. Seeng Tee merupakan orang pertama yang mencampurkan tembakau dengan beberapa jenis bumbu seperti vanila, pala, kayumanis, dan cengkeh dalam rokoknya. Produknya ini dikenal dengan nama Dji Sam Soe dan memperoleh sukses di pasar SKT (Sigaret Kretek Tangan). Berkat kesuksesannya, Seeng Tee akhirnya mendirikan perusahaan resmi dengan nama Handel Maatschapij Liem Seeng Tee yang kemudian berubah menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna yang lebih dikenal dengan nama Sampoerna. Nama Sampoerna dipilih karena bermakna kesempurnaan dalam ejaan lama bahasa Indonesia dan mengandung sembilan huruf yang dianggap sebagai angka keberuntungan.

Di tahun 1956, Seeng Tee meninggal dunia dan Sampoerna dikelola oleh kedua putrinya Sien dan Hwee. Keduanya berusaha memasuki pasar rokok putih, namun langkah ini terbukti salah karena pada saat itu pasar rokok putih di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan asing seperti BAT (British American Tobacco) dan Phillip Morris. Tiga tahun kemudian Sampoerna dinyatakan pailit.

(47)

kepemimpinannya, Aga melakukan rejuvenasi pada merek Dji Sam Soe dan meluncurkan produk baru yaitu Sampoerna Hijau pada tanggal 16 Juni 1968 dengan membawa branded “A” yang merupakan inisial dari Aga. Peluncuran Sampoerna Hijau merupakan bagian dari usaha Aga untuk menjangkau konsumen yang lebih luas yang tidak termasuk dalam segmen market Dji Sam Soe. Pemilihan nama Sampoerna Hijau menjadi langkah pertama pembentukan image dancorporate brand dari Sampoerna.

Generasi ketiga Sampoerna dipimpin oleh anak laki-laki Aga yaitu Putera Sampoerna. Pada era ini, Sampoerna berubah nama menjadi PT HM Sampoerna Tbk, mengubah perusahaan yang sebelumnya berbasis produksi (manufacturing-driven company) menjadi perusahaan berbasis pasar (market-(manufacturing-driven company) dan mulai membenahi proses bisnisnya dengan menggunakan pendekatan marketing danbranding secara konseptual. Transformasi dan inovasi yang dilakukan Putera membawa Sampoerna memasuki hypergrowth era dengan peningkatan pendapatan mendekati 38 kali lipat pada kurun waktu 1990-2000.

(48)

Sampoerna memiliki kredo yang menjadi falsafah perusahaan yang dibuka dengan kalimat: Di Kelompok Perusahaan Sampoerna, mengupayakan kesempurnaan, yakni suatu pencarian kesempurnaan yang tangguh yang secara utuh terkait pada semua aspek dalam Kelompok, adalah gaya hidup kita . Terdapat sembilan langkah yang menjadi fondasi perusahaan, langkah-langkah ini diperkenalkan Putera Sampoerna. Pertama adalah kepemimpinan dan manajemen profesional. Kedua, objektif dan tidak memihak. Ketiga, kerjasama kelompok dan tanggung jawab. Keempat, mengaktualisasikan seluruh potensi. Kelima adalah ‘Solusi Tiga Tangan’ yang dikembangkan oleh Seeng Tee yang berarti menjamin bahwa setiap pihak yang terlibat yaitu produsen, pedagang, dan konsumen memperoleh keuntungan. Keenam, bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan para pemegang saham. Ketujuh, warga masyarakat dan warga usaha yang baik. Kedelapan, bertekad membangun bangsa. Yang terakhir adalah berwawasan ke depan.

Pakar marketing Indonesia, Kartajaya9(2005) menyatakan bahwa terdapat sembilan elemen untuk menunjang marketing yang baik, dan nomor satu adalah brand atau merek. Seperti juga Hermawan, Putera percaya akan kekuatan merek. Menurut Putera merek adalah aset penting perusahaan sebagaimana merek Dji Sam Soe telah menyelamatkan Sampoerna dari kebangkrutan.

Pada bulan Mei 2005, sekitar 98% saham PT HM Sampoerna Tbk dibeli oleh PT Phillip Morris Indonesia yang merupakan cabang dari Phillip Morris International Inc. Sebelumnya pada bulan Januari 2005 antara Phillip Morris dan Sampoerna telah terjalin kerjasama. PT Panamas yang 99% sahamnya dimiliki 9

(49)

oleh PT HM Sampoerna Tbk menandatangani kontrak untuk menjadi distributor Marlboro yang merupakan produksi Phillip Morris selama 10 tahun.

Keputusan ini dianggap tergesa-gesa dan mencurigakan bagi beberapa pihak. Seperti yang dinyatakan Rusmana(2005)10 bahwa transaksi ini perlu dicermati lebih lanjut karena sebelumnya Sampoerna merupakan perusahaan keluarga selama tiga generasi, keputusan untuk menjual hampir seluruh saham mereka dan mengubah perusahaan keluarga menjadi perusahaan publik adalah langkah yang amat besar dan mengejutkan. Apalagi sebelumnya ada pemikiran bahwa setelah Putera Sampoerna pensiun, anak laki-lakinya yaitu Michael Sampoerna akan meneruskan jejaknya. Pemikiran ini didukung oleh hasil wawancara tim MarkPlus&Co pada Michael di tahun 200411.

Pihak Sampoerna tidak mengeluarkan pernyataan apa-apa mengenai akuisisi ini. Namun menurut Davies(2005)12 pihaknya mengakuisi saham Sampoerna karena ingin bersaing dalam pasar rokok Indonesia yang didominasi oleh pasar kretek. Selain itu pihaknya senang dengan budaya kerja Sampoerna. Meski begitu, ia dan pihak lainnya tidak bersedia memberi keterangan lebih lanjut mengenai alasan dan proses transaksi tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran pada beberapa pihak akan masa depan Sampoerna dan produk-produknya.

10

Adrian Rusmana, Kepala Peneliti BNI Securities pada koran Kompas.

11

Pada wawancara tersebut Michael menyatakan “Sepuluh tahun dari sekarang saya berencana untuk menjadikan Sampoerna sebagai merek internasional. Saya percaya pada rencana jangka panjang. Menjadi perusahaan kelas dunia berarti menjadi satu dari yang terbaik.” Kartawijaya, Hermawan; Yuswohady & Sumardy. 2005. 4-G Marketing.A 90-Year Journey of Creating Everlasting Brands. Jakarta: MarkPlus&Co. P513.

12

(50)

Meski begitu sahamnya telah dikuasai oleh Phillip Morris, Putera Sampoerna tetap berada di perusahaan sebagai bagian dari dewan penasihat. Saat ini PT HM Sampoerna berada di bawah pimpinan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang merupakan gabungan dari orang Indonesia dan orang asing yang bekerja di Phillip Morris dan Sampoerna. Dewan Komisaris terdiri dari Matteo Pellegrini sebagai Presiden Komisaris, Michael Murphy sebagai Wakil Komisaris, dan Douglas Werth, Ekadharmajanto Kasih, dan Phang Cheow Hock sebagai anggota. Sedangkan Dewan Direksi diketuai oleh Martin King sebagai Presiden Direktur, Salman Hameed, Arndt Kottsieper, Andrew White, Angky Camaro, Yos Adiguna Ginting, dan Sugiarta Gandasaputra sebagai Direktur.

Ternyata setelah berjalan selama satu tahun, kekhawatiran akan memburuknya citra dan kualitas produk PT. HM Sampoerna Tbk tidak terbukti dengan tetap berjalannya proses produksi, distribusi, dan promosi. Terjadi peningkatan volume penjualan domestik dan pertumbuhan merek-merek andalan yaitu Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, dan Sampoerna A Mild. Dari segi iklan pun, iklan-iklan Sampoerna tetap mempertahankan ciri khasnya dengan mengangkat isu sosial dengan gaya satir seperti A Mild atau bergaya humor seperti Sampoerna Hijau.

(51)

Program Bimbingan Anak Sampoerna untuk anak-anak berbakat dan berprestasi, terutama dari keluarga miskin.

4.2 Sejarah Sampoerna A Mild

Dalam pembuatan iklan Sampoerna A Mild, usaha untuk mencapai kesempurnaan yang merupakan nilai dasar Sampoerna ditunjukkan dengan konsistensi dan perkembangan dari iklan Sampoerna. Pada tahun 1989 Putera Sampoerna memutuskan untuk memasuki pasar rokok putih yang selama ini didominasi perusahaan asing dengan meluncurkan produk Sampoerna A Mild. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh di Sampoerna, pada awal kemunculannya, A Mild dipandang sebelah mata oleh pasar bahkan dianggap sebagai rokok banci karena rendahnya kandungan nikotin dan tar yang membawa kenikmatan dan ciri khas sebuah rokok. Kandungan A Mild adalah 14 mg tar dan 1.0 mg nikotin pada setiap bungkusnya. Batang rokoknya pun tergolong langsing dengan keliling lingkaran 22 mm dan panjang produk 90 mm.

Kampanye pertama A Mild mengusungpotitioning statement “Taste of the Future” ingin menyatakan pada konsumen bahwa seperti inilah rasa rokok di masa depan. Akan tetapi pesan tersebut tidak sampai pada konsumen. Hal ini terbukti dengan penjualan yang rendah pada masa itu dan rendahnya tingkat awareness konsumen terhadap kampanye rokok tersebut. Selain itu keberadaan rokok LTLN (Low Tar Low Nikotin) memang relatif baru dan masyarakat belum menyadari kelebihan rokok ini dibanding rokok lain.

(52)

tahun 1994 tajuk kampanye A Mild berubah menjadi How Low Can You Go? yang menekankan pada keunikan A Mild yang low tar low nikotin dan menjadi satu-satunya produk yang menggunakan animasi pada iklan-iklannya pada masa itu. Tajuk yang provokatif ini mengajak masyarakat untuk mengevaluasi ulang rokok yang selama ini mereka konsumsi terutama dari segi kesehatan. Kampanye marketing yang baru ini berhasil mendongkrak penjualan A Mild tiga kali lipat dan menimbulkan kesan bahwa rokok LTLN merupakan rokok yang tidak merugikan kesehatan.

Pada tahun 1996 A Mild mengubah tajuk menjadi “Bukan Basa Basi” dengan memanfaatkan momentum Pemilu untuk berkomunikasi dengan konsumennya. Mereka menggunakan kalimat-kalimat yang menarik, provokatif dan sarat akan isu sosial, yang meskipun tidak ada hubungannya dengan rokok, membuat orang merasa tertarik dan penasaran. Kampanye ini terbukti berhasil sehingga iklan-iklan A Mild begitu populer di kalangan masyarakat.

(53)

Gambar 4. Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ dengan terus menciptakan iklan-iklan baru dengan tema yang unik dan menarik, seperti pada iklan A Mild dengan tema ‘Tanya Kenapa?’

4.3 Iklan Sampoerna A Mild Sekarang

Falsafah perusahaan memegang peranan penting dalam pembuatan iklan karena bagi Sampoerna falsafah perusahaan harus tercermin dalam setiap kegiatan usaha Sampoerna. Hal ini terkait dengan ideologi yaitu dari segi pilihan adalah memilih membuat iklan yang berbeda dengan iklan-iklan lain dan menampilkan citra perusahaan, sesuai dengan nilai yang dikandung oleh perusahaan dan membuat iklan tidak hanya berdasarkan kepentingan bisnis, namun juga kepentingan sosial.

Iklan Sampoerna A Mild dibuat berdasarkan tema yang ditunjukkan oleh tajuk yang digunakan. A Mild ingin agar iklan mereka tidak hanya sekedar menarik konsumen untuk membeli produk mereka, namun juga kritis dan peduli akan isu-isu sosial. Hal ini

terlihat pada gambar di samping yang merupakan reklame dari iklan A Mild tema ‘Tanya Kenapa?’ versi ‘Mau Pintar Kok Mahal?’. Menurut salah satu sumber, tajuk terbaru A Mild ‘Tanya Kenapa?’ bermaksud untuk mengajak konsumen agar lebih kritis dalam menyingkapi segala permasalahan, terutama permasalahan sosial yang ada di masyarakat.

(54)

media utama dan billboard berfungsi sebagai penguat kesan. Konsumen yang telah menyaksikan iklan televisi akan teringat kembali oleh iklan tersebut saat melihat iklan billboardnya. Karena itu iklan billboard selalu disesuaikan dengan iklan yang sedang beredar di televisi.

Perpindahan Sampoerna dari tangan keluarga Sampoerna ke Phillip Morris menandai perubahan dari perusahaan keluarga menjadi anak perusahaan Internasional, mempengaruhi kegiatan promosi Sampoerna A Mild. Menurut salah satu sumber, pada awal kemunculan iklan A Mild dengan tema ‘Tanya Kenapa?’. Sempat terjadi pro dan kontra untuk memilih apakah akan mengganti tajuk dari ‘Bukan Basa-Basi’ yang sudah amat dikenal oleh masyarakat menjadi ‘Tanya Kenapa?’. Akan tetapi sesuai dengan falsafah perusahaan untuk terus berinovasi sambil tetap mempertahankan nilai-nilai dan kekhasan Sampoerna meski di bawah manajemen baru, akhirnya diputuskan bahwa tajuk ‘Tanya Kenapa?’ yang dipakai. Tema ‘Bukan Basa-Basi’ tetap menjadi tema besar yang merupakan inti dari Sampoerna A Mild. Hal ini bisa dilihat pada situs Sampoerna A Mild yang tetap bertemakan ‘Bukan Basa-Basi’.

(55)

Pada setiap iklannya, Sampoerna ingin bersikap kritis dan menyindir isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Seperti pada iklan versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’, pihak Sampoerna ingin menyindir besarnya uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh gelar akademis. Sedangkan pada iklan versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’ Sampoerna mengkritisi kinerja pegawai pemerintahan yang kerap mengulur-ngulur pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Tema-tema serupa pun diketengahkan dalam versi yang berbeda.

Tajuk ‘Tanya Kenapa?’ mulai dipopulerkan pada awal tahun 2005. Pertama kali muncul pada versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ yang menggambarkan lulusan SMU yang menyeret satu karung uang recehan untuk dimasukkan ke dalam mesin otomat guna mendapat toga. Sampoerna saat itu memanfaatkan momentum kelulusan siswa SMU dan protes masyarakat mengenai mahalnya biaya pendidikan pada umumnya dan biaya masuk dan proses perkuliahan secara khusus. Adegan utamanya adalah ketika seorang calon mahasiswa menyeret sekantung uang receh dan memasukkannya satu demi satu ke dalam mesin otomat untuk memperoleh toga. Toga tersebut merupakan lambang ijazah dan kelulusan, sedangkan usaha memasukkan uang receh tersebut adalah gambaran bagaimana selama dalam proses memperoleh gelar, mahasiswa harus terus mengeluarkan uang.

Bersamaan dengan populernya iklan tersebut, Sampoerna A Mild juga memprakarsai aksi demo damai yang dilakukan di sejumlah kota besar di Indonesia. Sebagai contoh di kota Samarinda13 Acara yang bertajuk Happening

13

Dilansir oleh kaltim post pada tanggal 30 Juli 2005 di alamat

(56)

Act ini dilakukan sebagai bagian dari strategi mempopulerkan tajuk ‘Tanya Kenapa?’. Pada saat itu puluhan orang tersebut berjalan sambil membawa pamflet bertuliskan tajuk A Mild ‘Tanya Kenapa?’ "Mau Pintar Kok Mahal". Mereka bernyanyi, berorasi serta membawakan teaterikal kocak untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam tajuk terbaru A Mild itu. Marketing Service Area Manager PT HM Sampoerna Tbk wilayah Kaltim, Tutuko mengatakan, acara tersebut merupakan salah satu usaha A Mild untuk menuangkan pesan yang terkandung dalam tajuk A Mild terbaru. "Sebuah tajuk yang berupaya mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap apa yang dirasakan tidak wajar di sekitarnya, dengan gaya penyampaian yang tidak terkesan menggurui. Selain itu, hal ini juga untuk memperkuat posisi A Mild sebagai brand yang selalu mempunyai ide kreatif dan inovatif, dalam setiap menyampaikan sekaligus mengangkat berbagai realitas kehidupan,".

(57)

Iklan versi banjir memanfaatkan momentum musim hujan yang kerap menimbulkan banjir. Adegan utamanya adalah ketika dua orang remaja laki-laki menyingkirkan perabotan rumah ke tingkat dua kemudian meloncat dari jendela dengan gaya perenang dan masuk ke dalam banjir sementara di luar terdapat beberapa orang mengenakan seragam pemda yang menyapa remaja tersebut. Kata-kata ‘Banjir Kok Jadi Tradisi?’ seakan menyindir pemerintah yang tidak bisa mengantisipasi kemungkinan datangnya banjir untuk membuat pencegahannya dan masyarakat yang tidak belajar dari pengalaman banjir tahun lalu untuk mencegah timbulnya banjir pada saat itu.

Iklan berikutnya adalah versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’ yang intinya mengkritisi kinerja pegawai pemerintah yang lamban. Adegannya menggambarkan seorang laki-laki yang sedang memproses surat-surat penting atau KTP di kantor pemerintah. Sang petugas tinggal memberi cap, namun ketika hendak melakukannya, tangannya di tahan di udara kemudian ia asyik menggosip di telepon, makan, membersihkan gigi, bahkan tidur. Petugas tersebut akhirnya memberi cap yang banyak sekali saat laki-laki tersebut sudah tertidur karena terlalu lama menunggu. Iklan diakhiri dengan tampilan masih ada beberapa petugas lagi yang harus dilalui laki-laki tersebut sebelum proses itu selesai.

(58)

kumis, dan yang terakhir ia menawarkan sebuahremote control untuk mengubah lampu lalu lintas yang akhirnya dibeli. Iklan ini menyelipkan sedikit humor satir bahwa masyarakat menginginkan segala sesuatu yang instan dan cepat sebagaimana ditunjukkan oleh bapak-bapak yang membeliremote control tersebut yang malah asyik memainkan remote bahkan saat lampu lalu lintas telah berganti hijau.

(59)

BAB V

PUSAT GAYA HIDUP DI KOTA BOGOR

Istilahlifestyles(gaya hidup) pertama kali muncul pada tahun 1939 ketika Alvin Toffler, seorang pengamat sosial, memperkirakan terjadinya perubahan gaya hidup sebagai perkembangan yang muncul pada masyarakat post-industrial yaitu timbulnya pola yang menunjukkan keseragaman cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu luang dan melakukan kegiatan konsumtif. Untuk memahami gaya hidup di Kota Bogor, terlebih dahulu harus mengetahui fasilitas-fasilitas apa saja yang tersedia di Bogor untuk menunjang gaya hidup masyarakatnya. Kota Bogor merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat dan Kawasan Pengembangan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi). Karena letaknya yang cukup dekat dengan Jakarta, Kota Bogor disebut sebagai kota satelit14.

Gaya hidup masyarakat kota Bogor dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat kota Jakarta. Mulai dari gaya bicara, pakaian, barang-barang dan makanan, hingga kegiatan-kegiatan dan kebiasaan yang saat ini populer di masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah lokasinya yang hanya berjarak 60 km dari Jakarta sehingga amat memudahkan pertukaran informasi. Bahkan tidak sedikit masyarakat Bogor yang bekerja atau bersekolah di Jakarta. Begitu juga sebaliknya, banyak warga Jakarta yang menghabiskan waktu luangnya di Bogor.

14

Kota Satelit: Kota kecil di tepi sebuah Kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di Kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut

(60)

Tidak hanya itu, nongkrong dan berbelanja di Jakarta, terutama di pusat perbelanjaan yang terkenal dan bergengsi, dianggap keren oleh kalangan dewasa awal di Bogor.Selain itu juga acara-acara yang ditayangkan di TV sebagian besar menonjolkan gaya hidup masyarakat kota Jakarta.

Sebagai contoh ketika kegiatan acara musik yang diolah oleh DJ15 yang biasa disebut dugem16 oleh masyarakat populer di Jakarta, kegiatan itu langsung menjadi populer di Bogor. Hal ini terlihat dengan bermunculan DJ-DJ, event organizer serta bar dan pub yang menyelenggarakan kegiatan ini. Selama lima tahun belakangan, acara musik ini menjamur di seluruh Bogor baik diadakan di dalam ruangan maupun di luar. Biasanya acara ini berlangsung semalaman saat akhir pekan. Akhir-akhir ini DJ telah menjadi atribut penting dalam suatu acara, baik itu peluncuran produk, pagelaran busana, perpisahan, pesta ulang tahun, bahkan perayaan acara-acara nasional di tempat-tempat umum.

Di Kota Bogor saat ini terdapat 11 pusat perbelanjaan. Antara lain Bogor Plaza di Jalan Surya Kencana, Plaza Jambu Dua yang terletak di kawasan Warung Jambu, Pusat Grosir Bogor di Merdeka, Plaza Bogor Indah di Jalan Baru, Plaza Ekalokasari di Sukasari, Bogor Trade Mall di Jalan Djuanda, Plaza Jembatan Merah yang terletak sesuai namanya, Bellanova Hypermart di Sentul, Plaza Pangrango, Hero Padjajaran, dan Botani Square di Jalan Padjajaran.

Pusat-pusat perbelanjaan ini memiliki ciri khas masing-masing yang berusaha ditonjolkan untuk mengatasi persaingan. Beberapa pusat perbelanjaan sengaja mengkhususkan diri untuk kalangan menengah ke atas dengan

15

Disk Jockey

16

(61)

menyediakan gerai-gerai yang cukup bergengsi. Sedangkan beberapa pusat perbelanjaan memilih untuk membidik kalangan menengah ke bawah dengan menyediakan barang-barang dengan harga relatif murah dan bisa ditawar.

Pusat perbelanjaan yang mengkhususkan diri pada kalangan menengah ke atas adalah Botani Square dan Plaza Ekalokasari. Plaza Ekalokasari memiliki gerai Matahari departement store, foodmart, dan butik-butik yang cukup terkenal dengan harga yang hanya bisa dijangkau kalangan menengah ke atas. Apalagi sekarang Plaza Ekalokasari dilengkapi dengan area foodcourt yang nyaman dan bervariasi serta dilengkapi internet wi-fi sehingga selalu menjadi tempat nongkrong favorit kalangan dewasa awal. Sedangkan gerai-gerai yang terdapat di Botani hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas seperti Starbucks, Breadtalk dan Chidori. Botanie Square juga dilengkapi dengan internet wi-fi sehingga menarik pengunjung dari kalangan pegawai. Karena harganya yang relatif mahal dan gerainya yang cukup terkenal. nongkrong dan berbelanja di dua pusat perbelanjaan ini dianggap keren dan menaikkan status sosial seseorang.

(62)

Gambar 5. Salah satu outlet busana di Tajur Terdapat pusat perbelanjaan yang mengkhususkan diri pada satu atau beberapa jenis barang. Sebagai contoh Plaza Jambu Dua yang dikenal sebagai pusat penjualan alat elektronik terutama handphone dan komputer dan Pusat Grosir Bogor yang menjual barang-barang secara grosir. Akan tetapi kedua tempat ini tidak dianggap sebagai tempat nongkrong yang menarik, justru sebaliknya, daerah ini dianggap sebagai tempat nongkrong kalangan menengah ke bawah dan nongkrong di sini akan menjatuhkan status sosial.

Ada juga daerah perbelanjaan yang tidak besar namun dianggap cukup berkelas seperti daerah ruko Gramedia Padjajaran. Meskipun bangunannya kecil dan padat, namun gerai-gerai yang terkenal dan disukai oleh masyarakat seperti Toko Buku Gramedia dan Restoran makanan cepat saji McDonald’s menyebabkan tempat ini selalu ramai dikunjungi orang. Tempat ini juga sering menjadi lokasi pertemuan karena letaknya yang strategis.

Selain mall, terdapat juga outlet-outlet yang banyak dikunjungi oleh konsumen baik dari dalam maupun luar kota. Yaitu jajaran outlet di Jalan Padjajaran dan di Tajur. Apabila

(63)

oleh produsen lainnya hingga bermunculan outlet-outlet seperti sekarang ini. Bagi orang-orang dengan status sosial tinggi yang hanya menggemari benda bermerek, outlet-outlet ini kurang menarik perhatian mereka karena di beberapa outlet dijual benda bermerek palsu, akan tetapi bagi orang yang tidak begitu peduli akan merek, tempat ini merupakan tempat berbelanja yang menarik.

Jalan Padjajaran hingga kawasan Tajur adalah jantung kegiatan gaya hidup di Bogor, terutama pada malam hari. Selain 4 mall dan belasan outlet, terdapat juga puluhan restoran, cafe, dan warung tenda. Warung tenda yang berada di Jalan Padjajaran merupakan deretan warung tenda paling terkenal di Bogor. Buka dari pukul lima sore hingga jam 3 pagi, daerah ini selalu dikunjungi oleh dewasa awal setiap hari. Pada saat akhir pekan, biasanya warung-warung ini penuh sehingga pengunjung harus mengantri atau memilih untuk makan di mobil.

Kalangan dewasa awal sering berkumpul di tempat-tempat umum seperti ini. Meski tidak berkesan elit, namun akibat tren warung tenda yang muncul sejak awal 2000-an, nongkrong di tempat ini dianggap keren, terutama bila datang ke sana dan dikenal banyak orang karena itu menandakan mereka termasuk dalam anak gaul17. Saras (Sari Rasa) yang menyajikan makanan khas warung kopi seperti mie rebus dan roti bakar adalah warung tenda yang paling populer di kawasan ini. Meskipun kepopulerannya saat ini sudah tidak seperti dulu, tempat ini masih tetap ramai dikunjungi orang. Kesuksesan Saras dalam menggaet konsumen dewasa awal inilah yang memicu munculnya warung-warung tenda lainnya dan membuat kawasan warung tenda Padjajaran terkenal seperti sekarang. Selain Saras, warung tenda lainnya yang terkenal antara lain adalah Redavin yang 17

(64)

Gambar 6. Restoran Makaroni Panggang & Steak selalu penuh di akhir pekan

menyajikan aneka olahan daging, Sentral Seafood, Soto Lamongan, serta Oto Bento18 dan Origi Bento yang menyajikan masakan jepang.

Selain warung tenda, restoran dan cafe pun cukup laris, terutama di kalangan dewasa awal menengah ke atas. Restoran dan cafe yang terkenal di Bogor antara lain Gumati Cafe & Resto, Cafe Mangiare, Warung Taman, Mid-East, Kintamani, dan Makaroni Panggang dan Steak. Selain itu ada restoran yang merupakan bagian dari franchise seperti Pizza Hut, Hoka-Hoka Bento, dan KFC. Beberapa cafe hanya menyediakan menu khusus untuk menarik pelanggan. Contohnya Keikhaus yang menyajikan kue dan pastry seperti tiramisu dan black forest, Apple Pie yang sesuai namanya mengkhususkan pada penjualan pie, dan The Koffe Pot yang mengkhususkan pada penyajian kopi. Sering nongkrong di restoran dan cafe yang terkenal akan menaikkan status sosial mereka.

Di Bogor terdapat empat bioskop kelas menengah ke atas dan puluhan bioskop kelas menengah ke bawah. Bioskop yang paling sering dikunjungi oleh kalangan usia dewasa awal di Kota Bogor adalah bioskop 21 di Ekalokasari Plaza dan Bogor Trade Mall yang merupakan bagian dari studio 21 milik perusahaan franchise asal Amerika. Terdapat juga GalaxiTheater di Tajur dan Dewi Sartika Theater di Pasar Anyar. Sedangkan di Botani Square akan

18

(65)

dibuka bioskop 21 XXI yang masih menjadi bagian dari franchise 21 namun merupakan tipe bioskop yang lebih eksklusif dan mahal yang ditargetkan untuk kalangan atas.

Keberadaan pusat-pusat perbelanjaan ini meningkatkan pola konsumsi kalangan dewasa awal. Sebagai contoh pada awal kemunculan gerai J.Co di Botani Square. Gerai donat dan kopi ini sebelumnya hanya ada di pusat-pusat perbelanjaan eksklusif di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, sehingga menimbulkan kesan bergengsi. Karena itu ketika baru dibuka, kedua gerai ini langsung diserbu pengunjung. Meski kualitas produknya cukup baik, banyak pengunjung yang mengaku nongkrong di cafe tersebut semata-mata karena gengsi dan bukan karena menyukai produknya.

Tidak hanya itu, keberadaan pusat perbelanjaan yang menawarkan sarana lengkap menunjang gaya hidup tersebut menyebabkan bergesernya kebiasaan dari berkumpul di rumah menjadi berkumpul di pusat perbelanjaan. Nongkrong di rumah sekarang dianggap sebagai kegiatan yang kuno dan jadul19, sebaliknya nongkrong di pusat perbelanjaan, restoran, atau cafe dianggap sebagai hal yang keren. Berbagai tempat nongkrong memberikan label berbeda pada status sosial seseorang, misalnya nongkrong di Starbucks berarti berkelas dan keren karena tempat itu mahal dan sering dikunjungi oleh kalangan eksekutif. Namun secara umum nongkrong di tempat yang mahal dan populer menjadikan seseorang berstatus sosial tinggi.

19

(66)

BAB VI

KARAKTERISTIK DEWASA AWAL KOTA BOGOR

1.6 Karakteristik Pelajar (15-19 tahun)

Pelajar kota Bogor yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa SMU yang bersekolah di Kota Bogor dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun. Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan perempuan adalah 3 : 5 dan antara siswa SMU Negeri dan SMU Swasta 5 : 3. Berikut adalah pendapatan uang saku dan penggunaannya untuk menunjang gaya hidup mereka.

Gambar 7. Persentase Pelajar Berdasarkan Jumlah Uang Saku dan Pemanfaatannya

Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa rata-rata pelajar Kota Bogor memperoleh uang saku berkisar antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,-. Dari 40 orang siswa hanya 10% yang mendapat uang saku di bawah Rp 500.000,- dan di atas 1 juta rupiah. Sekitar 20% mengaku selain mendapatkan uang saku perbulan mereka juga mendapat tambahan uang saku pada hari-hari tertentu. Beberapa orang memiliki pekerjaan sambilan dan beberapa lagi mendapat

Gambar

Gambar 10. Persentase Pegawai yang Merokok dan Usia Awal Merokok
Tabel 2. Jumlah Pegawai dan Merek Rokok Favorit.
gambar 12 yaitu berkisar antara Rp 500.000 hingga 1 juta rupiah. Pengeluaran
Gambar 13. Pemaknaan iklan Sampoerna A Mild oleh Pelajar
+5

Referensi

Dokumen terkait