KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
RIKA WIJAYA
I 14076032
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN
PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR
KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
RIKA WIJAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Judul : Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak
Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor
Nama : Rika Wijaya
NRP : I 14076032
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes.
NIP. 19491130 197603 2 001 NIP. 19660725 199002 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.
NIP . 19621204 198903 2 002
ABSTRACT
Rika Wijaya. The Application of Food Safety Rules and Practice on Student’s Meal in Elementary School at City and District of Bogor. Siti Madanijah and Ikeu Ekayanti.
The main purpose of this research is to analyze the application of food safety rules and practice on student’s meal in elementary school at city and district of Bogor. This research use a cross-sectional study design. This research was located in two elementary schools at the city and district which have caffetaria and similar other facilities. Selection of the research location was determined by purposive sampling methode, with criterias 1) The school has a caffetaria, 2) Has a strong commitment, 3) Recomended government. Based on the criterias, two elementary school from city and district of Bogor was taken as the subjects based on the acreditation status. All population of the snack hawkers are also taken as the subjects (total 47 hawkers). The process of data analyzing was done by descriptive and inferencial methode. The correlation between variables were analyzed with Pearson’s correlation test, whereas the difference between variables were analyzed by Independent Sample T-Test.
The result of this research is that the application Most of the subjects (53% of subjects) are lack of information about nutrition and food safety. Statistical test shown that there are no significant differentiation for nutritional education rate and food safety knowledge based on location, accreditation status and seller groups classification. However, correlation test shown that there is a positive relation between education rate and nutrition and food safety knowledge of the subjects (r=0.356*, p=0.014).
As a whole result of subject’s food safety practice, about 51.1% of them are in the category of inadequate. Statistical differential test shown that there are no significant differentiation on food safety for student’s snack in the categories based on location, accreditation status and seller groups. Correlation test result shown that nutritional and food safety knowledge has a negative relation with food safety practice for student’s snack (r=-0.079, p>0.05).
Based on the application of the student’s snack rules, every school have rules for student’s snack which most of them are unwritten. Most of the rules are about food sanitation, discipline of the street hawker’s and the use of food additive. Those rules are not applied in an optimal fashion because most of the subjects are in the category lack of knowledge about food safety and they are still using food additives. The applications of those rules by most of the schools are in the medium category and only one of them applied the rules perfectly. The school has a committee who involved in the making of those rules. The street snack hawkers’ perception about application of those rules have varieties, even 51.1% of them do not know that there are some rules from the schools. This might be because lack of socialization about the rules. Correlation test result shown that there is no significant relation between the application of the rules with nutrition and food safety knowledge (p>0.05), and also no significant relation between the application of the rules with food safety practice (p>0.05).
RINGKASAN
RIKA WIJAYA, Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI.
Pangan dan gizi merupakan komponen penting dalam tumbuh kembang anak usia sekolah, salah satunya adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), selain berkontribusi positif makanan jajanan juga mengandung risiko terhadap kesehatan akibat masalah keamanan pangan. Penyebab terjadinya masalah keamanan pangan yaitu tata cara penanganan pangan yang mengabaikan aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru) akan pangan jajanan yang aman. Dalam rangka upaya mencegah dan mengatasi masalah keamanan pangan dibutuhkan suatu peraturan mengenai PJAS yang dibentuk oleh pihak sekolah maupun instansi lain yang terkait.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui karakteristik penjaja PJAS, (2) Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah mengenai PJAS, (3) Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan penjaja PJAS, (4) Menganalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi sekolah dan kelompok penjual, (5) Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik individu, pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan).
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada dua sekolah dasar yang berlokasi di Kota dan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi sekolah dasar ditetapkan secara purposive, yaitu berdasarkan: 1) Mempunyai kantin sekolah; 2) Komitmen dari pengelola sekolah; 3) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat. Dari persyaratan tersebut diambil dua sekolah dari kota dan kabupaten, yang masing-masing terdiri dari sekolah dengan status akreditasi A dan B. Seluruh populasi penjaja merupakan sampel penelitian sebanyak 47 responden. Sedangkan seluruh kepala sekolah merupakan informan yang memberi informasi.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan), profil PJAS (jenis pangan, kemasan dan register), data peraturan sekolah mengenai PJAS, pengetahuan gizi dan keamanan pangan, praktek keamanan PJAS (higiene dan sanitasi, penanganan dan penyimpanan pangan, sarana dan fasilitas, serta penggunaan BTP). Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil sekolah. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15,0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan perbedaan antar variabel menggunakan uji t (Independent Sample t-Test).
responden berpendidikan SD, sedangkan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi hanya 4.3%. Hasil uji beda statistik berdasarkan wilayah, dan kelompok penjual masing-masing menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pendidikan, namun berdasarkan status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan BPS 2008, sebagian besar (61.7%) responden umumnya tidak miskin. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pendapatan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun untuk kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Secara keseluruhan sarana penjualan yang digunakan adalah gerobak dan pikulan berkisar 34.0% hingga 36.2%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan sarana penjualan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun berdasarkan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan sarana penjualan.
Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan, kemasan, dan jenis register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 67.1%, sedangkan jenis kemasan sebagian besar (78.4%) penjaja PJAS banyak menggunakan plastik. PJAS umumnya memiliki register pangan MD sebanyak 68.5% dan register makanan yang paling sedikit adalah register PIRT. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan adalah jenis penguat rasa dengan merk dagang Sasa, Royco, Masako dan bumbu penyedap sebanyak 44.7%.
Sebagian besar (53.2%) responden memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan kurang. Hasil uji beda statistik, pengetahuan gizi dan keamanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden (r=0.356*, p=0.014).
Secara keseluruhan praktek keamanan pangan responden berkategori kurang sebesar 51.1%. Hasil uji beda statistik praktek keamanan PJAS menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berhubungan negatif dengan praktek keamanan PJAS (r=-0.079, p>0.05).
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan M. Budi Wijaya
dan Rasidah Rusli. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpres Tanjung
Morawa pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan
di SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di
SMU Negeri 4 Bukittinggi dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima di Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Gizi Program
D-III Departemen Kesehatan pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Penulis
pernah mengikuti praktikum lapang di RSU. Pirngadi Medan dan Hotel Dharma
Deli. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor Program
Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Skripsi ini yang berjudul “Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor” sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Mayor Ilmu Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan motivasi
selama bimbingan serta kesabarannya dalam membimbing.
2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto, selaku dosen penguji yang banyak memberikan
kritikan serta saran yang membangun untuk perbaikan skripsi.
3. Katrin Roosita, SP, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu penulis dalam perkuliahan awal semester.
4. Papa dan Mama yang selalu sabar dan memberikan kasih sayang yang tulus
dan berdoa dalam setiap sujudnya. Terima kasih atas semua yang papa dan
mama berikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh
pendidikan ini.
5. Bang Riki dan adikku Rini, terima kasih atas kasih sayang dan support
selama ini.
6. PJAS Crew dalam pengumpulan data Mba Zulaikhah, SP, yang telah berbagi pengalaman dan ilmu, Aci, Veni, Kak nurma, Nyit2, Hani, Ida dan
Nenden yang telah mambantu pengumpulan data serta semangat dan
candanya yang membuat penulis tetap semangat.
7. Tak lupa untuk teman-teman di WPN dan Pondok Mutiara atas semangat
dan kebersamaannya.
8. Seluruh peserta Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi angkatan 01
yang telah memberikan dukungan pada penulis. I Love U FUll.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan... 4
Hipotesis ... 4
Kegunaan ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar ... 5
Peranan pangan Jajanan ... 6
Kantin dan Penjaja PJAS ... 7
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 8
Peraturan Makanan Jajanan ... 10
Praktek Keamanan PJAS... 11
KERANGKA PEMIKIRAN... 19
METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu ... 21
Cara Pengambilan Contoh ... 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22
Pengolahan dan Analisis Data ... 22
Definisi Operasional ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah... 27
Karakteristik Penjaja PJAS... 32
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 38
Praktek Keamanan Pangan ... 42
Penerapan Peraturan PJAS... 51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
RIKA WIJAYA
I 14076032
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN
PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR
KOTA DAN KABUPATEN BOGOR
RIKA WIJAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Judul : Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak
Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor
Nama : Rika Wijaya
NRP : I 14076032
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes.
NIP. 19491130 197603 2 001 NIP. 19660725 199002 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.
NIP . 19621204 198903 2 002
ABSTRACT
Rika Wijaya. The Application of Food Safety Rules and Practice on Student’s Meal in Elementary School at City and District of Bogor. Siti Madanijah and Ikeu Ekayanti.
The main purpose of this research is to analyze the application of food safety rules and practice on student’s meal in elementary school at city and district of Bogor. This research use a cross-sectional study design. This research was located in two elementary schools at the city and district which have caffetaria and similar other facilities. Selection of the research location was determined by purposive sampling methode, with criterias 1) The school has a caffetaria, 2) Has a strong commitment, 3) Recomended government. Based on the criterias, two elementary school from city and district of Bogor was taken as the subjects based on the acreditation status. All population of the snack hawkers are also taken as the subjects (total 47 hawkers). The process of data analyzing was done by descriptive and inferencial methode. The correlation between variables were analyzed with Pearson’s correlation test, whereas the difference between variables were analyzed by Independent Sample T-Test.
The result of this research is that the application Most of the subjects (53% of subjects) are lack of information about nutrition and food safety. Statistical test shown that there are no significant differentiation for nutritional education rate and food safety knowledge based on location, accreditation status and seller groups classification. However, correlation test shown that there is a positive relation between education rate and nutrition and food safety knowledge of the subjects (r=0.356*, p=0.014).
As a whole result of subject’s food safety practice, about 51.1% of them are in the category of inadequate. Statistical differential test shown that there are no significant differentiation on food safety for student’s snack in the categories based on location, accreditation status and seller groups. Correlation test result shown that nutritional and food safety knowledge has a negative relation with food safety practice for student’s snack (r=-0.079, p>0.05).
Based on the application of the student’s snack rules, every school have rules for student’s snack which most of them are unwritten. Most of the rules are about food sanitation, discipline of the street hawker’s and the use of food additive. Those rules are not applied in an optimal fashion because most of the subjects are in the category lack of knowledge about food safety and they are still using food additives. The applications of those rules by most of the schools are in the medium category and only one of them applied the rules perfectly. The school has a committee who involved in the making of those rules. The street snack hawkers’ perception about application of those rules have varieties, even 51.1% of them do not know that there are some rules from the schools. This might be because lack of socialization about the rules. Correlation test result shown that there is no significant relation between the application of the rules with nutrition and food safety knowledge (p>0.05), and also no significant relation between the application of the rules with food safety practice (p>0.05).
RINGKASAN
RIKA WIJAYA, Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI.
Pangan dan gizi merupakan komponen penting dalam tumbuh kembang anak usia sekolah, salah satunya adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), selain berkontribusi positif makanan jajanan juga mengandung risiko terhadap kesehatan akibat masalah keamanan pangan. Penyebab terjadinya masalah keamanan pangan yaitu tata cara penanganan pangan yang mengabaikan aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru) akan pangan jajanan yang aman. Dalam rangka upaya mencegah dan mengatasi masalah keamanan pangan dibutuhkan suatu peraturan mengenai PJAS yang dibentuk oleh pihak sekolah maupun instansi lain yang terkait.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui karakteristik penjaja PJAS, (2) Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah mengenai PJAS, (3) Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan penjaja PJAS, (4) Menganalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi sekolah dan kelompok penjual, (5) Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik individu, pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan).
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada dua sekolah dasar yang berlokasi di Kota dan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi sekolah dasar ditetapkan secara purposive, yaitu berdasarkan: 1) Mempunyai kantin sekolah; 2) Komitmen dari pengelola sekolah; 3) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat. Dari persyaratan tersebut diambil dua sekolah dari kota dan kabupaten, yang masing-masing terdiri dari sekolah dengan status akreditasi A dan B. Seluruh populasi penjaja merupakan sampel penelitian sebanyak 47 responden. Sedangkan seluruh kepala sekolah merupakan informan yang memberi informasi.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan), profil PJAS (jenis pangan, kemasan dan register), data peraturan sekolah mengenai PJAS, pengetahuan gizi dan keamanan pangan, praktek keamanan PJAS (higiene dan sanitasi, penanganan dan penyimpanan pangan, sarana dan fasilitas, serta penggunaan BTP). Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil sekolah. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15,0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan perbedaan antar variabel menggunakan uji t (Independent Sample t-Test).
responden berpendidikan SD, sedangkan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi hanya 4.3%. Hasil uji beda statistik berdasarkan wilayah, dan kelompok penjual masing-masing menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pendidikan, namun berdasarkan status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan BPS 2008, sebagian besar (61.7%) responden umumnya tidak miskin. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pendapatan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun untuk kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Secara keseluruhan sarana penjualan yang digunakan adalah gerobak dan pikulan berkisar 34.0% hingga 36.2%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan sarana penjualan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun berdasarkan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan sarana penjualan.
Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan, kemasan, dan jenis register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 67.1%, sedangkan jenis kemasan sebagian besar (78.4%) penjaja PJAS banyak menggunakan plastik. PJAS umumnya memiliki register pangan MD sebanyak 68.5% dan register makanan yang paling sedikit adalah register PIRT. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan adalah jenis penguat rasa dengan merk dagang Sasa, Royco, Masako dan bumbu penyedap sebanyak 44.7%.
Sebagian besar (53.2%) responden memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan kurang. Hasil uji beda statistik, pengetahuan gizi dan keamanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden (r=0.356*, p=0.014).
Secara keseluruhan praktek keamanan pangan responden berkategori kurang sebesar 51.1%. Hasil uji beda statistik praktek keamanan PJAS menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berhubungan negatif dengan praktek keamanan PJAS (r=-0.079, p>0.05).
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan M. Budi Wijaya
dan Rasidah Rusli. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpres Tanjung
Morawa pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan
di SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di
SMU Negeri 4 Bukittinggi dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima di Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Gizi Program
D-III Departemen Kesehatan pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Penulis
pernah mengikuti praktikum lapang di RSU. Pirngadi Medan dan Hotel Dharma
Deli. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor Program
Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Skripsi ini yang berjudul “Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor” sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Mayor Ilmu Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan motivasi
selama bimbingan serta kesabarannya dalam membimbing.
2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto, selaku dosen penguji yang banyak memberikan
kritikan serta saran yang membangun untuk perbaikan skripsi.
3. Katrin Roosita, SP, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu penulis dalam perkuliahan awal semester.
4. Papa dan Mama yang selalu sabar dan memberikan kasih sayang yang tulus
dan berdoa dalam setiap sujudnya. Terima kasih atas semua yang papa dan
mama berikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh
pendidikan ini.
5. Bang Riki dan adikku Rini, terima kasih atas kasih sayang dan support
selama ini.
6. PJAS Crew dalam pengumpulan data Mba Zulaikhah, SP, yang telah berbagi pengalaman dan ilmu, Aci, Veni, Kak nurma, Nyit2, Hani, Ida dan
Nenden yang telah mambantu pengumpulan data serta semangat dan
candanya yang membuat penulis tetap semangat.
7. Tak lupa untuk teman-teman di WPN dan Pondok Mutiara atas semangat
dan kebersamaannya.
8. Seluruh peserta Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi angkatan 01
yang telah memberikan dukungan pada penulis. I Love U FUll.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan... 4
Hipotesis ... 4
Kegunaan ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar ... 5
Peranan pangan Jajanan ... 6
Kantin dan Penjaja PJAS ... 7
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 8
Peraturan Makanan Jajanan ... 10
Praktek Keamanan PJAS... 11
KERANGKA PEMIKIRAN... 19
METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu ... 21
Cara Pengambilan Contoh ... 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22
Pengolahan dan Analisis Data ... 22
Definisi Operasional ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah... 27
Karakteristik Penjaja PJAS... 32
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 38
Praktek Keamanan Pangan ... 42
Penerapan Peraturan PJAS... 51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22
Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian ... 24
Tabel 3 Kondisi fasilitas sekolah ... 28
Tabel 4 Kondisi kantin sekolah ... 30
Tabel 5 Kelompok penjual PJAS menurut wilayah dan status akreditasi.. 32
Tabel 6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan ... 34
Tabel 7 Sebaran responden menurut sarana penjualan... 36
Tabel 8 Sebaran profil PJAS berdasarkan jenis pangan ... 36
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan... 38
Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan ... 41
Tabel 11 Sebaran responden menurut praktek keamanan pangan... 43
Tabel 12 Sebaran responden menurut penggunaan BTP ... 50
Tabel 13 Sebaran sekolah menurut penerapan peraturan PJAS ... 52
Tabel 14 Sebaran penerapan peraturan PJAS berdasarkan peraturan umum... 52
Tabel 15 Sebaran penerapan peraturan mengenai sarana dan fasilitas .... 53
Tabel 16 Sebaran penerapan peraturan mengenai pembinaan ... 54
Tabel 17 Sebaran penerapan peraturan mengenai pengawasan... 55
Tabel 18 Hubungan karakteristik responden dengan praktek keamanan PJAS ... 59
Tabel 19 Hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan PJAS ... 61
Tabel 20 Hubungan penerapan peraturan PJAS dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan ... 61
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktek keamanan PJAS... 20
Gambar 2 Cara penarikan contoh penelitian... 21
Gambar 3 Sebaran responden menurut umur ... 33
Gambar 4 Sebaran responden menurut jenis kelamin ... 33
Gambar 5 Sebaran responden menurut pendapatan ... 35
Gambar 6 Profil kemasan PJAS ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Gambaran keadaan kantin dan penjaja luar di kota dan
kabupaten... 67
Lampiran 2 Karakteristik responden... 68
Lampiran 3 Uji perbedaan antar variabel dengan Uji-t ... 69
Lampiran 4a Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan
responden mengenai higiene dan sanitasi penjual ... 70
Lampiran 4b Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan
responden mengenai penanganan dan penyimpanan ... 72
Lampiran 4c Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan
responden mengenai sarana dan fasilitas... 73
PENDAHULUAN
Latar BelakangPangan dan gizi merupakan komponen yang sangat penting dalam
pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
(SDM). Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian
gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar dalam meningkatkan
status gizi. Oleh karena itu anak sekolah dasar perlu mendapatkan pembinaan
mengenai pengetahuan bagaimana memilih makanan jajanan yang sehat baik di
lingkungan sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas, karena
anak usia sekolah adalah investasi bangsa.
Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah
jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar,
tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini
dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), golongan minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki jenis
yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.
Pangan jajanan termasuk kategori pangan siap saji yaitu makanan dan
atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu,
untuk langsung disajikan, sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah,
hampir setiap hari dikonsumsi sebagian besar anak usia sekolah, dan harga
terjangkau oleh anak-anak. Dimana pangan jajanan sangat strategis untuk
memberi tambahan asupan gizi bagi anak-anak.
Ada tiga alasan mengapa anak suka jajan. Pertama karena anak tidak
sempat makan pagi sebelum ke sekolah (karena ibu tidak sempat menyiapkan,
anak tidak nafsu makan, atau anak lebih senang jajan). Kedua, alasan psikologis
pada anak (gengsi, anak bisa mendapat uang saku). Ketiga, kebutuhan biologis
yang perlu dipenuhi (kegiatan fisik yang memerlukan tambahan asupan).
Masalah keamanan pangan jajanan di sekitar sekolah antara lain
ditemukannya (1) produk pangan olahan yang tercemar bahan berbahaya
(mikrobiologis & kimia), (2) pangan siap saji yang belum memenuhi syarat
higiene & sanitasi, dan sumbangan pangan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan. Penyebabnya, tata cara penanganan pangan yang mengabaikan
aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru)
Pada tahun 2005, Badan POM RI telah melakukan pengujian terhadap
861 contoh/responden makanan jajanan anak di sekolah di 195 sekolah dasar di
18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan
Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 contoh/responden) tidak
memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan
minuman ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung
bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi
syarat adalah saus dan sambal (61.5%) serta kerupuk (56.3%). Dari total
contoh/responden tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang dilarang, yaitu
Rhodamin B, Methanil Yellow dan Amaranth (BPOM 2005).
Menurut Kepala DKK Sukoharjo Suryono (2008) dalam melakukan Sidak
(inspeksi mendadak) di SD 1 Gayam dan SD Jetis 1 Sukoharjo, dengan hasil
75% kantin sekolah yang ada kurang memenuhi syarat kesehatan. Sebab
rata-rata kantin sekolah dikelola tukang kebun atau juru kunci sekolah yang kurang
memperhatikan kualitas dan keamanan makanan jajanan yang dijualnya.
Parahnya kondisi serupa juga dilakukan pada pedagang jajanan yang berjualan
di luar sekolah. Di satu sisi jajanan yang disediakan pedagang kurang memenuhi
standar kesehatan, namun di sisi lain siswa sangat suka jajanan tersebut.
Masih banyak sekolah, terutama SD dan SMP yang belum memiliki kantin
yang memenuhi standar kantin sehat. Dari hasil pemetaan sekolah sehat di 115
kabupaten/kota di 20 provinsi yang dilakukan oleh Depdiknas (2007)
menunjukkan 40,2% kantin masih berada di bawah standar. Selain itu banyak
ditemukannya produk jajanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan,
termasuk perilaku pengelola kantin yang tidak mencerminkan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS).
Penyediaan makanan jajanan anak sekolah sangat dipengaruhi oleh
kebijakan dari kepala sekolah. Berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala
nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang pangan
jajanan anak sekolah (PJAS). Sebanyak 55 % sekolah yang di survei telah
memiliki peraturan tentang PJAS dan terdapat 37 % sekolah yang tidak memiliki
peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95%) dikeluarkan
oleh sekolah meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh suku dinas kecamatan
maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian
besar (68,4%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja
Banyaknya berbagai masalah keamanan pangan jajanan disebabkan
karena penjaja pada umumnya belum memenuhi syarat sesuai Permenkes
Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 yang telah disempurnakan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan higiene
dan sanitasi makanan jajanan. Hal ini menyebabkan perlunya pengawasan dari
pihak sekolah dalam membuat peraturan mengenai makanan jajanan sehat dan
menggiatkan kembali peran usaha kesehatan sekolah (UKS).
Perumusan Masalah
Makanan jajanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan
pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan
PJAS yang meliputi kurangnya higiene sanitasi dari penjaja PJAS maupun
penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permasalahan keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) disebabkan
kurangnya perhatian dari pihak sekolah, orang tua, murid, dan penjaja pangan
jajanan anak sekolah (PJAS). Pengawasan dari pihak sekolah dalam membuat
peraturan mengenai PJAS yang mengatur tentang murid sekolah, penjaja, dan
kantin sekolah sangat mempengaruhi dalam mengurangi risiko bahaya terhadap
anak sekolah akibat makanan jajanan yang tidak sehat dan aman.
Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut
dapat mempengaruhi praktek keamanan PJAS, perlu diketahui melalui
penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi saran yang mendukung
peningkatan praktek keamanan PJAS oleh penjaja.
Berdasarkan hal tersebut, maka yang ingin diketahui pada penelitian ini
adalah peraturan mengenai PJAS, apabila ada peraturan dipatuhi atau tidak,
fasilitas yang diberi pihak sekolah pada penjaja PJAS, menganalisis hubungan
antara penerapan peraturan dengan praktek keamanan PJAS, menganalisis
perbedaan penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di kota dan
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan
peraturan dan praktek keamanan pangan jajanan anak sekolah di Sekolah Dasar
Kota dan Kabupaten Bogor.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik penjaja PJAS.
2. Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah
mengenai PJAS.
3. Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan PJAS.
4. Mengananalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan PJAS dan
penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan
kelompok penjual.
5. Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik responden,
pengetahuan, praktek keamanan PJAS dan penerapan peraturan).
HIPOTESIS
1. Tidak ada hubungan penerapan peraturan dengan praktek keamanan pangan
jajanan anak sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor.
2. Tidak ada perbedaan penerapan peraturan dan praktek keamanan pangan
jajanan anak sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat terutama pada pihak sekolah, penjaja PJAS, orang tua dan anak
usia sekolah tentang pentingnya keamanan makanan jajanan yang sehat dan
bebas dari penggunaan BTP yang tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Selain
itu, diharapkan pula penelitian ini dapat berguna untuk pihak sekolah dalam
menentukan kebijakan peraturan mengenai praktek keamanan PJAS di sekitar
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah Dasar
Pada golongan anak sekolah, gigi geligi susu tanggal secara berangsur
dan diganti secara permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang
disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan
aktifitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, dan sekolah. Kebutuhan energi
golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun,
karena pertumbuhan lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Golongan
anak sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah,
sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu
diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemia dan supaya anak lebih mudah
menerima pelajaran (Almatsier 1994).
Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan
sebagai bekal penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk
anak sekolah dasar yaitu periode kritis karena masa ini merupakan motivasI
untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan untuk berusaha mencapai
sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan tersebut
akan terus dibawa sampai dewasa (Nasoetion 1991).
Anak-anak mempunyai pemikiran yang terbuka dibandingkan orang
dewasa dan pengetahuan yang diterima merupakan dasar bagi pembinaan
kebiasaan makannya. Anak-anak umumnya mempunyai hasrat besar untuk ingin
tahu dan mempelajarinya lebih jauh. Anak-anak sebagaimana orang dewasa
juga memerlukan dorongan yang kuat agar anak itu mau belajar. Misalnya diberi
gambaran bahwa anak yang gizinya baik itu dapat tumbuh dengan baik,
badannya menjadi besar, kuat, sehat, kulitnya bagus, pintar mudah masuk
sekolah lanjutan, dan lain sebagainya (Suhardjo 2003).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan anak yang makan pagi
mempunyai sikap dan prestasi sekolah yang lebih baik daripada anak yang tidak
sempat sarapan. Penelitian oleh Pollitt, Leibel, dan Greenfield menunjukkan pada
anak usia 9-11 tahun dengan gizi baik, makan pagi mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah. Penelitian lain menunjukkan konsentrasi berpikir anak
yang tidak makan pagi lebih rendah secara bermakna. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa agar otak dan sel darah merah dapat bekerja diperlukan energi dari
menurun sehingga anak kekurangan energi yang dibutuhkan otak untuk dapat
berkonsentrasi (Muhilal dan Damayanti 2006).
Anak yang tidak sempat makan pagi di rumah, anak biasanya membawa
bekal makanan ke sekolah. Makanan bekal juga dapat menjadi tambahan makan
pagi anak. Makanan tambahan atau makan pagi dibutuhkan sebab kebutuhan
gizi anak semakin meningkat sedangkan kemampuan saluran cerna untuk
mengonsumsi masih terbatas, sehingga diperlukan makanan bekal (Muhilal dan
Damayanti 2006).
Peranan Pangan Jajanan
Pangan jajanan adalah makanan atau minuman yang diolah oleh
pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah
makan/restoran dan hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003).
Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa pangan jajanan adalah
jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar,
tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya pangan jajanan ini
dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), golongan minuman, dan buah-buahan segar. Pangan jajanan memiliki jenis yang
sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.
Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), pangan jajanan adalah makanan siap
makan atau diolah di lokasi jualan seperti di daerah pemukiman, pertokoan,
terminal, pasar, atau dijajakan dengan cara berkeliling. Selain berkontribusi
positif di bidang ekonomi, pangan jajanan juga mengandung risiko terhadap
kesehatan akibat kontaminasi mikroba, bahan kimia dan pemakaian bahan
tambahan non pangan. Persoalan ini timbul mulai dari proses persiapan,
pengolahan, dan saat penyajian makanan di lokasi jualan.
Berdasarkan cara kerjanya, pangan jajanan dibagi menjadi dua golongan.
Pertama, pangan jajanan stationer yaitu yang bekerja pada lokasi tetap atau pada saat-saat tertentu. Sedangkan yang kedua pangan jajanan ambulatory yaitu yang bekerja dengan menjajakan kemana-mana, misal para pedagang yang
menjajakan dagangannya dengan cara berjalan sambil memikul, menyunggi
diatas kepala, menggendong di punggungnya, atau dengan menggunakan
gerobak dorong, atau sepeda roda tiga (Winarno 1991).
Salah satu tujuan makan adalah agar tubuh sehat. Di sisi lain makanan
makanan dan jajanan yang sudah busuk, tercemar oleh mikroorganisme atau
yang mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Pangan jajanan
yang sehat selain keadaannya segar juga harus bersih, tidak dicemari oleh debu,
bahan-bahan pengotor lainnya, dan tidak mengandung bahan kimia yang
berbahaya.
Pangan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Konsumsi pangan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat
makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri.
Keunggulan pangan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita
rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat
(Mudjajanto 2005)
Berdasarkan hasil penelitian Husaini (1993), pangan jajanan rata-rata
menyumbang 14% protein, 22% karbohidrat, 29% lemak, 16% kalsium, 17% zat
besi, 8% vitamin A, 43% vitamin B1 dan 12% vitamin C dari total konsumsi setiap
hari. Namun, sebanyak 88% dari macam makanan dan minuman jajanan yang
dijual di sekitar sekolah mempergunakan satu macam atau lebih zat pewarna.
Jenis makanan jajanan dapat dibagi menjadi tiga kelompok meliputi,
minuman (es cendol, es teler, teh, kopi, es sirup, es susu, es kolang-kaling),
panganan/snack (combro, pisang goreng, rempeyek, kacang dan lain
sebagainya), makanan (meals) contohnya nasi rames, nasi goreng, nasi pecel,
lotek, ketoprak dan lain sebagainya (Winarno 1991). Namun menurut Nuraida et al (2009) pangan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok meliputi, (1) makanan sepinggan (gado-gado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong
sayur dan lain-lain); (2) makanan camilan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
camilan basah (goreng pisang, lemper, lumpia, risoles, dan lain-lain) dan camilan
kering (produk ekstrusi, keripik, biskuit, kue kering, dan lain-lain); (3) minuman
(air putih, minuman ringan dalam kemasan, minuman campur seperti es campur,
es cendol, es doger); (4) buah yang dijual dalam bentuk utuh (pisang, jambu,
jeruk) maupun kupas dan potong (pepaya, nenas, melon, mangga, dan lain-lain).
Kantin dan Penjaja PJAS
Kantin merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja
makanan jajanan di luar sekolah. Kantin mempunyai peranan yang penting
dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku
pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman
yang sehat dan bergizi (Nuraida et al 2009).
Penjaja PJAS mempunyai potensi yang menentukan perilaku makan
siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin
sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan
dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan
bergizi. Namun banyak juga yang belum, kepala sekolah dan guru sepertinya
belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan
makanan sesuai dengan PUGS. Selain itu pihak sekolah, kelompok orang tua
murid dapat merangsang perubahan agar kantin menyediakan makanan yang
sehat, bergizi, dan aman bagi kesehatan (Muhilal dan Damayanti 2006).
Menurut Depkes RI 2001 penjaja makanan jajanan dalam melakukan
kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan
antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek,
influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
Disamping itu penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan
dilarang antara lain :
a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;
b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau
bagian lainnya;
c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya. Menurut Madrie (1981) dalam Fatima (2002),
pengetahuan dan pengalaman akan membentuk sikap seseorang. Pengetahuan
merupakan fase awal dari keputusan dimana akhirnya seseorang akan bertindak
seperti pengetahuan yang diperolehnya.
Pengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang
Pengetahuan gizi dan keamanan pangan merupakan hal penting yang harus
dimiliki oleh penjaja PJAS. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan
seseorang berpengaruh terhadap sikap dan praktek dalam pemilihan pangan,
pengolahan pangan, dan penyajian pangan. Dengan pengetahuan gizi dan
keamanan pangan yang baik diharapkan para penjaja PJAS akan menerapkan
cara pengolahan pangan dan penyajian pangan yang benar (Andarwulan et al
2009).
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur
penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi
yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan
atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Seseorang dengan pendidikan
rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi
persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih
tinggi. Walaupun seseorang berpendidikan rendah, jika orang tersebut rajin
mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil
pengetahuan gizinya akan lebih baik (Syafiq et al 2007).
Penjaja PJAS harus memiliki pengetahuan mengenai gizi seimbang, cara
pengolahan pangan yang baik, keamanan pangan yang baik, keamanan pangan
dan praktek sanitasi dan higiene. Pengetahuan tentang gizi seimbang dan
beragam diperlukan dalam menyusun menu sehari-hari yang diperlukan oleh
masing-masing kelompok umur anak sekolah, sehingga anak-anak tercukupi
kebutuhan gizinya dan tidak bosan mengkonsumsinya. Pengetahuan cara
pengolahan pangan yang baik diperlukan dalam memilih cara-cara pengolahan
yang tepat, pemilihan bahan baku dan bahan tambahan untuk menghasilkan
makanan yang bergizi dan aman.
Pengetahuan tentang keamanan pangan diperlukan untuk mengenali
bahaya-bahaya dalam pangan dan menentukan cara pencegahannya.
Pengetahuan tentang sanitasi dan higiene diperlukan untuk mencegah masuknya
bakteri dan bahan kimia berbahaya ke dalam pangan. Sedangkan pengetahuan
mengenai sarana dan prasarana minimum yang harus dipenuhi oleh penjaja
PJAS adalah mewujudkan sarana makanan jajanan yang sehat.
Berdasarkan Semiloka makanan jajanan 1991, terdapat kesenjangan
antara pengetahuan dan perilaku nyata. Produsen dan penjaja makanan jajanan
walaupun alasannya tidak terlalu jelas. Para penjaja mengetahui masalah yang
berhubungan dengan nilai gizi makanan dan penggunaan bahan tambahan
tertentu yang membahayakan.
Peraturan Makanan Jajanan
Peraturan makanan jajanan adalah suatu standar atau persyaratan
kesehatan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijaksanaan hendaknya tidak hanya restriktif
tetapi juga stimulatif, konstruktif dan fasilitatif yang berbeda-beda menurut
kategori usaha makanan jajanan. Keragaman produk yang tinggi mengharuskan
agar pendekatan kebijaksanaan hendaknya berorientasi makro dan nasional,
artinya program pembinaan terkait dengan berbagai sektor dalam kerangka
pembangunan daerah, dan dapat dilaksanakan oleh pimpinan-pimpinan Daerah
di Indonesia (Sanim 1991).
Untuk peraturan makanan jajanan di sekolah pada umumnya diatur dalam
kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah. Kepala sekolah adalah pejabat
berwenang tertinggi dalam penentuan kebijakan di setiap sekolah. Keamanan
pangan di sekolah termasuk keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS),
juga menjadi lingkup yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab pihak
sekolah dengan kepala sekolah sebagai pimpinan pengawasan PJAS di
lingkungan sekolah (Andarwulan et al 2009).
Di Amerika Serikat diberlakukan aturan makanan yang di jual di kantin
sekolah atau mesin penjual makanan harus mengandung sedikitnya 5% dari
angka kecukupan gizi anak sekolah yaitu untuk satu atau lebih zat gizi yaitu
protein, vitamin A, vitamin C, niasin, vitamin B1, vitamin B12, kalsium, dan zat
besi. Aturan ini membatasi penjualan air minum bersoda atau soft drink, permen karet, es, dan beberapa permen lainnya. Selain PUGS di Indonesia belum ada
aturannya, kebijakan di negeri adidaya dapat diadopsi sebagai pedoman dalam
mengatur penjualan makanan di kantin maupun penjaja di sekitar lingkungan
sekolah (Muhilal dan Damayanti 2006).
Berdasarkan penelitian BPOM dan SUCOFINDO 2008 dalam skala
nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang pangan
jajanan anak sekolah (PJAS). Sebanyak 55% sekolah yang di survei telah
memiliki peraturan tentang PJAS dan terdapat 37% sekolah yang tidak memiliki
peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95%) dikeluarkan
maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian
besar (68,4%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja
PJAS (65,7%) dan mengatur tentang kantin sekolah (57,0%).
Untuk mengatasi masalah keamanan PJAS, peran pemerintah untuk
mengawasi penjualan makanan jajanan di sekolah sangat diperlukan misalnya
dengan memberikan penyuluhan kepada penjaja PJAS, melatih penjaja agar
membuat pangan jajanan yang aman, melarang penjualan pangan jajanan yang
mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya dan lain sebagainya.
Peran sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru juga dapat membantu mengatasi
masalah ini dengan cara mengatur makanan yang diperbolehkan untuk dijual di
sekitar lingkungan sekolah (Muhilal dan Damayanti 2006).
Pengawasan pangan merupakan faktor penting untuk meningkatkan
keamanan dan mutu pangan. Program pengawasan pangan di Indonesia belum
dapat dilaksanakan secara optimum dengan adanya berbagai hambatan
diantaranya belum mantapnya kelembagaan dan koordinasi pengawasan
pangan, peraturan dan pedoman yang masih belum lengkap, jumlah dan kualitas
SDM yang terbatas. Keterbatasan dalam jumlah tenaga pengawas pangan dan
dana pengawasan mengakibatkan rendahnya jumlah sarana produksi pangan
yang memdapat pengawasan (Yusuf 2004).
Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas
Kesehatan, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya, dll. Pembinaan dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta keterampilan
penjaja makanan dari informal menjadi formal (Anonimous 1990).
Ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas makanan yang dijual
dan pengelolaan makanan yang higienis menyebabkan penjual makanan jajanan
menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka miliki
(Fardiaz dan Fardiaz 1994). Pihak pengelola sekolah juga diharapkan terlibat
aktif memperbaiki keamanan pangan melalui unit kesehatan sekolah. Salah
satunya dengan menginventarisasi siapa saja pedagang jajanan yang berjualan
di sekitar sekolah dan menanyakan proses pengolahannya (Rachmawati 2005).
Praktek Keamanan Pangan Jajanan
Keamanan pangan didefenisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan
pangan yang terdiri atas bahaya biologis/ mikrobiologis, kimia dan fisik. Bahaya
keamanan pangan terdiri dari (Depdiknas 2009):
1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan
penyakit seperti Salmonella, E. Coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.
2. Bahaya Kimia, adalah bahan kimia yang tidak diperbolehkan digunakan untuk
pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan
(BTP) yang tidak digunakan semestinya, peptisida, bahan kimia pembersih,
racun/ toksin asal tumbuhan/hewan, dan sejenisnya.
3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat
menyebabkan luka misalnya pecahan gelas, kawat stepler, potongan tulang,
potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya.
Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu
fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap
mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa,
penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak
menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang
sangat memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.
Higiene dan Sanitasi
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih
dengan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring dan
melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk
melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya.Sanitasi
adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewaspadai
sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI 2001) .
Pengertian dari prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah
pengendalian terhadap empat faktor penyehatan makanan, yaitu faktor
tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Penyehatan makanan
adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang, dan
makanan. Untuk mengetahui apakah faktor tersebut perlu dilakukan analisis
terhadap rangkaian kegiatan dari faktor-faktor tersebut secara rinci.
Pedoman persyaratan higiene dan sanitasi makanan jajanan terdapat
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 yang
terdiri dari 12 BAB dan 22 pasal yang menjelaskan peraturan-peraturan yang
harus dilakukan oleh penjaja makanan, yaitu mengenai ketentuan umum,
penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan pangan,
penyajian, sarana penjaja, sentra pedagang, pembinaan dan pengawasan.
Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan.
Kebanyakan penjual makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk
berbagai pemakaian dan belum menggunakan sabun untuk mencuci peralatan
yang kotor. Karena peralatan yang digunakan umumnya terbuat dari bambu dan
kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba. Piring, gelas,
sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan
jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran
di lantai waktu persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin
memperparah keadaan (Fardiaz dan Fardiaz 1994).
Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah
praktek higiene dan sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi
sangat mungkin berada di produk pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada
pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini yang sering menjadi
agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu
mikroba indikator sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut, tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan
adanya S.aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Andarwulan et al
2009).
Berdasarkan hasil penelitian dasar Fardiaz dan Fardiaz (1994),
menunjukkan bahwa banyak penjual makanan jajanan yang menjadikan tempat
pengolahan makanan sekaligus sebagai ruang tamu, tempat bermain anak, atau
bahkan ruang tidur. Ventilasi dan cahaya yang kurang menyebabkan ruangan
menjadi pengap. Celah-celah, lubang-lubang dan langit-langit penuh dengan
jelaga, dinding serta lantai kotor tak bersemen menyebabkan bersarangnya
bekerja di lantai dengan kondisi ini dan hanya 20% yang memakai meja.
Sebanyak 12,5% penjual makanan menggunakan air sungai untuk mencuci
bahan mentah dan peralatan masak. Mereka yang menggunakan air sumur juga
tidak lebih bersih karena letaknya acapkali berdekatan dengan WC karena
keterbatasan tempat.
Penanganan dan Penyimpanan Pangan
Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan
menjadi dua yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan
makanan segar. Tempat penyimpanan bahan makanan kering harus selalu
bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau oleh serangga dan tikus, sirkulasi
udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak terbawah dengan
lantai ± 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar
disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu harus selalu diawasi (Subandriyo 1994).
Penanganan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan, yaitu
persiapan dan pemasakan (pematangan). Persiapan meliputi pengerjaan bahan
makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak (menyiangi, membersihkan,
mencuci, memotong, merendam, mengiris, menggiling, menumbuk, merajang,
mengaduk, mengayak dan membentuk). Tujuan dari persiapan adalah
menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses
pengolahan. Sedangkan pemasakan bahan makanan merupakan salah satu
kegiatan untuk mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan siap
dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari proses
pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan
kandungan gizi, bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman
untuk dimakan (Mukrie et al 1990).
Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas
mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang.
Memilih bahan baku yang aman yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan
menggunakan bahan pangan setelah tanggal kadaluarsanya. Mencuci sayuran
dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta membuang bagian
Sarana dan Fasilitas
Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan
fasilitas. Berdasarkan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12
menyatakan bahwa pangan jajanan yang dijajakan harus memiliki konstruksi
sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi pangan dari
pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu
antara lain : mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan
bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan
peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), serta tempat sampah.
Air bersih yang digunakan harus memenuhi syarat baik kualitas maupun
kuantitas yang sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 01/
Birhukmas/I/1975. Hal ini harus dipenuhi karena melalui air dapat ditularkan
berbagai penyakit, seperti : penyakit perut, kulit, mata, dan kelumpuhan. Penyakit
yang ditularkan melalui air disebut water borne disease. Sedangkan saluran pembuangan air limbah harus dibuat kedap air, dan sebaiknya tertutup dengan
kemiringan yang cukup. Saluran pembuangan air kotor /air limbah ini jika
memungkinkan dihubungkan dengan saluran umum (Subandriyo 1994).
Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai
persyaratan yaitu : (1) Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir
serta rak pengering; (2) Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih
atau tisue di tempat makan dan tempat pengolahan/persiapan makan; (3)
Tersedia suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun
untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat cuci/pembersih
yang terawat bai seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel,
dan bahan pembersih seperti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan
kerja karyawan kantin/ penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja,
tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap bersih. Jika tidak
memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi dengan
dipotong pendek dan diikat (Nuraida et al 2009). Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan
ke dalam makanan dengan maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi
sifat khas makanan (Depkes.RI 2001).
Penggunaan BTP dilakukan bila betul-betul diperlukan dalam pengolahan
makanan dan tidak dibenarkan untuk tujuan menyembunyikan dari cara
pengolahan yang tidak baik atau mengelabui konsumen, misalnya menutupi
mutu bahan baku yang kurang baik. Pengaturan dan pengawasan BTP
dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja yang digunakan pada
pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk
pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak
melebihi batas maksimum yang diizinkan (Depkes.RI 2001).
Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan:
1. Pewarna
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada
makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau
menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan
yang tidak bewarna agar kelihatan lebih menarik.
2. Pemanis
Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi (winarno, 1994). Biasanya digunakan pada makanan yang
ditujukan pada penderita diabetes melitus atau makanan diit agar badan
langsing. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam penolahan
makanan jajanan umumnya adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat
kemanisan 300 kali gula alami.
3. Pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan
menghambat fermentasi, pengasam atau pengurai lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh organisme (Winarno, 1994). Umumnya dikenal dipasaran
dengan sebutan anti basi.
4. Penyedap rasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/1999
tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa