• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Peraturan Dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Peraturan Dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten Bogor"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

RIKA WIJAYA

I 14076032

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN

PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR

KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

RIKA WIJAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(3)

Judul : Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak

Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Nama : Rika Wijaya

NRP : I 14076032

Disetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes.

NIP. 19491130 197603 2 001 NIP. 19660725 199002 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.

NIP . 19621204 198903 2 002

(4)

ABSTRACT

Rika Wijaya. The Application of Food Safety Rules and Practice on Student’s Meal in Elementary School at City and District of Bogor. Siti Madanijah and Ikeu Ekayanti.

The main purpose of this research is to analyze the application of food safety rules and practice on student’s meal in elementary school at city and district of Bogor. This research use a cross-sectional study design. This research was located in two elementary schools at the city and district which have caffetaria and similar other facilities. Selection of the research location was determined by purposive sampling methode, with criterias 1) The school has a caffetaria, 2) Has a strong commitment, 3) Recomended government. Based on the criterias, two elementary school from city and district of Bogor was taken as the subjects based on the acreditation status. All population of the snack hawkers are also taken as the subjects (total 47 hawkers). The process of data analyzing was done by descriptive and inferencial methode. The correlation between variables were analyzed with Pearson’s correlation test, whereas the difference between variables were analyzed by Independent Sample T-Test.

The result of this research is that the application Most of the subjects (53% of subjects) are lack of information about nutrition and food safety. Statistical test shown that there are no significant differentiation for nutritional education rate and food safety knowledge based on location, accreditation status and seller groups classification. However, correlation test shown that there is a positive relation between education rate and nutrition and food safety knowledge of the subjects (r=0.356*, p=0.014).

As a whole result of subject’s food safety practice, about 51.1% of them are in the category of inadequate. Statistical differential test shown that there are no significant differentiation on food safety for student’s snack in the categories based on location, accreditation status and seller groups. Correlation test result shown that nutritional and food safety knowledge has a negative relation with food safety practice for student’s snack (r=-0.079, p>0.05).

Based on the application of the student’s snack rules, every school have rules for student’s snack which most of them are unwritten. Most of the rules are about food sanitation, discipline of the street hawker’s and the use of food additive. Those rules are not applied in an optimal fashion because most of the subjects are in the category lack of knowledge about food safety and they are still using food additives. The applications of those rules by most of the schools are in the medium category and only one of them applied the rules perfectly. The school has a committee who involved in the making of those rules. The street snack hawkers’ perception about application of those rules have varieties, even 51.1% of them do not know that there are some rules from the schools. This might be because lack of socialization about the rules. Correlation test result shown that there is no significant relation between the application of the rules with nutrition and food safety knowledge (p>0.05), and also no significant relation between the application of the rules with food safety practice (p>0.05).

(5)

RINGKASAN

RIKA WIJAYA, Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI.

Pangan dan gizi merupakan komponen penting dalam tumbuh kembang anak usia sekolah, salah satunya adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), selain berkontribusi positif makanan jajanan juga mengandung risiko terhadap kesehatan akibat masalah keamanan pangan. Penyebab terjadinya masalah keamanan pangan yaitu tata cara penanganan pangan yang mengabaikan aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru) akan pangan jajanan yang aman. Dalam rangka upaya mencegah dan mengatasi masalah keamanan pangan dibutuhkan suatu peraturan mengenai PJAS yang dibentuk oleh pihak sekolah maupun instansi lain yang terkait.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui karakteristik penjaja PJAS, (2) Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah mengenai PJAS, (3) Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan penjaja PJAS, (4) Menganalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi sekolah dan kelompok penjual, (5) Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik individu, pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan).

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada dua sekolah dasar yang berlokasi di Kota dan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi sekolah dasar ditetapkan secara purposive, yaitu berdasarkan: 1) Mempunyai kantin sekolah; 2) Komitmen dari pengelola sekolah; 3) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat. Dari persyaratan tersebut diambil dua sekolah dari kota dan kabupaten, yang masing-masing terdiri dari sekolah dengan status akreditasi A dan B. Seluruh populasi penjaja merupakan sampel penelitian sebanyak 47 responden. Sedangkan seluruh kepala sekolah merupakan informan yang memberi informasi.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan), profil PJAS (jenis pangan, kemasan dan register), data peraturan sekolah mengenai PJAS, pengetahuan gizi dan keamanan pangan, praktek keamanan PJAS (higiene dan sanitasi, penanganan dan penyimpanan pangan, sarana dan fasilitas, serta penggunaan BTP). Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil sekolah. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15,0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan perbedaan antar variabel menggunakan uji t (Independent Sample t-Test).

(6)

responden berpendidikan SD, sedangkan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi hanya 4.3%. Hasil uji beda statistik berdasarkan wilayah, dan kelompok penjual masing-masing menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pendidikan, namun berdasarkan status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan BPS 2008, sebagian besar (61.7%) responden umumnya tidak miskin. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pendapatan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun untuk kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Secara keseluruhan sarana penjualan yang digunakan adalah gerobak dan pikulan berkisar 34.0% hingga 36.2%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan sarana penjualan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun berdasarkan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan sarana penjualan.

Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan, kemasan, dan jenis register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 67.1%, sedangkan jenis kemasan sebagian besar (78.4%) penjaja PJAS banyak menggunakan plastik. PJAS umumnya memiliki register pangan MD sebanyak 68.5% dan register makanan yang paling sedikit adalah register PIRT. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan adalah jenis penguat rasa dengan merk dagang Sasa, Royco, Masako dan bumbu penyedap sebanyak 44.7%.

Sebagian besar (53.2%) responden memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan kurang. Hasil uji beda statistik, pengetahuan gizi dan keamanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden (r=0.356*, p=0.014).

Secara keseluruhan praktek keamanan pangan responden berkategori kurang sebesar 51.1%. Hasil uji beda statistik praktek keamanan PJAS menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berhubungan negatif dengan praktek keamanan PJAS (r=-0.079, p>0.05).

(7)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan M. Budi Wijaya

dan Rasidah Rusli. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpres Tanjung

Morawa pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan

di SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di

SMU Negeri 4 Bukittinggi dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Gizi Program

D-III Departemen Kesehatan pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Penulis

pernah mengikuti praktikum lapang di RSU. Pirngadi Medan dan Hotel Dharma

Deli. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor Program

Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Skripsi ini yang berjudul “Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan

Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor” sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Mayor Ilmu Gizi,

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes, selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan motivasi

selama bimbingan serta kesabarannya dalam membimbing.

2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto, selaku dosen penguji yang banyak memberikan

kritikan serta saran yang membangun untuk perbaikan skripsi.

3. Katrin Roosita, SP, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membantu penulis dalam perkuliahan awal semester.

4. Papa dan Mama yang selalu sabar dan memberikan kasih sayang yang tulus

dan berdoa dalam setiap sujudnya. Terima kasih atas semua yang papa dan

mama berikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh

pendidikan ini.

5. Bang Riki dan adikku Rini, terima kasih atas kasih sayang dan support

selama ini.

6. PJAS Crew dalam pengumpulan data Mba Zulaikhah, SP, yang telah berbagi pengalaman dan ilmu, Aci, Veni, Kak nurma, Nyit2, Hani, Ida dan

Nenden yang telah mambantu pengumpulan data serta semangat dan

candanya yang membuat penulis tetap semangat.

7. Tak lupa untuk teman-teman di WPN dan Pondok Mutiara atas semangat

dan kebersamaannya.

8. Seluruh peserta Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi angkatan 01

yang telah memberikan dukungan pada penulis. I Love U FUll.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak.

Bogor, September 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan... 4

Hipotesis ... 4

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar ... 5

Peranan pangan Jajanan ... 6

Kantin dan Penjaja PJAS ... 7

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 8

Peraturan Makanan Jajanan ... 10

Praktek Keamanan PJAS... 11

KERANGKA PEMIKIRAN... 19

METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu ... 21

Cara Pengambilan Contoh ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah... 27

Karakteristik Penjaja PJAS... 32

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 38

Praktek Keamanan Pangan ... 42

Penerapan Peraturan PJAS... 51

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 63

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(11)

KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

RIKA WIJAYA

I 14076032

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(12)

PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN

PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR

KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

RIKA WIJAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(13)

Judul : Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak

Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Nama : Rika Wijaya

NRP : I 14076032

Disetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes.

NIP. 19491130 197603 2 001 NIP. 19660725 199002 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.

NIP . 19621204 198903 2 002

(14)

ABSTRACT

Rika Wijaya. The Application of Food Safety Rules and Practice on Student’s Meal in Elementary School at City and District of Bogor. Siti Madanijah and Ikeu Ekayanti.

The main purpose of this research is to analyze the application of food safety rules and practice on student’s meal in elementary school at city and district of Bogor. This research use a cross-sectional study design. This research was located in two elementary schools at the city and district which have caffetaria and similar other facilities. Selection of the research location was determined by purposive sampling methode, with criterias 1) The school has a caffetaria, 2) Has a strong commitment, 3) Recomended government. Based on the criterias, two elementary school from city and district of Bogor was taken as the subjects based on the acreditation status. All population of the snack hawkers are also taken as the subjects (total 47 hawkers). The process of data analyzing was done by descriptive and inferencial methode. The correlation between variables were analyzed with Pearson’s correlation test, whereas the difference between variables were analyzed by Independent Sample T-Test.

The result of this research is that the application Most of the subjects (53% of subjects) are lack of information about nutrition and food safety. Statistical test shown that there are no significant differentiation for nutritional education rate and food safety knowledge based on location, accreditation status and seller groups classification. However, correlation test shown that there is a positive relation between education rate and nutrition and food safety knowledge of the subjects (r=0.356*, p=0.014).

As a whole result of subject’s food safety practice, about 51.1% of them are in the category of inadequate. Statistical differential test shown that there are no significant differentiation on food safety for student’s snack in the categories based on location, accreditation status and seller groups. Correlation test result shown that nutritional and food safety knowledge has a negative relation with food safety practice for student’s snack (r=-0.079, p>0.05).

Based on the application of the student’s snack rules, every school have rules for student’s snack which most of them are unwritten. Most of the rules are about food sanitation, discipline of the street hawker’s and the use of food additive. Those rules are not applied in an optimal fashion because most of the subjects are in the category lack of knowledge about food safety and they are still using food additives. The applications of those rules by most of the schools are in the medium category and only one of them applied the rules perfectly. The school has a committee who involved in the making of those rules. The street snack hawkers’ perception about application of those rules have varieties, even 51.1% of them do not know that there are some rules from the schools. This might be because lack of socialization about the rules. Correlation test result shown that there is no significant relation between the application of the rules with nutrition and food safety knowledge (p>0.05), and also no significant relation between the application of the rules with food safety practice (p>0.05).

(15)

RINGKASAN

RIKA WIJAYA, Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI.

Pangan dan gizi merupakan komponen penting dalam tumbuh kembang anak usia sekolah, salah satunya adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), selain berkontribusi positif makanan jajanan juga mengandung risiko terhadap kesehatan akibat masalah keamanan pangan. Penyebab terjadinya masalah keamanan pangan yaitu tata cara penanganan pangan yang mengabaikan aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru) akan pangan jajanan yang aman. Dalam rangka upaya mencegah dan mengatasi masalah keamanan pangan dibutuhkan suatu peraturan mengenai PJAS yang dibentuk oleh pihak sekolah maupun instansi lain yang terkait.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui karakteristik penjaja PJAS, (2) Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah mengenai PJAS, (3) Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan penjaja PJAS, (4) Menganalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi sekolah dan kelompok penjual, (5) Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik individu, pengetahuan, praktek keamanan penjaja PJAS dan penerapan peraturan).

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan pada dua sekolah dasar yang berlokasi di Kota dan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi sekolah dasar ditetapkan secara purposive, yaitu berdasarkan: 1) Mempunyai kantin sekolah; 2) Komitmen dari pengelola sekolah; 3) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat. Dari persyaratan tersebut diambil dua sekolah dari kota dan kabupaten, yang masing-masing terdiri dari sekolah dengan status akreditasi A dan B. Seluruh populasi penjaja merupakan sampel penelitian sebanyak 47 responden. Sedangkan seluruh kepala sekolah merupakan informan yang memberi informasi.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan), profil PJAS (jenis pangan, kemasan dan register), data peraturan sekolah mengenai PJAS, pengetahuan gizi dan keamanan pangan, praktek keamanan PJAS (higiene dan sanitasi, penanganan dan penyimpanan pangan, sarana dan fasilitas, serta penggunaan BTP). Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil sekolah. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15,0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan perbedaan antar variabel menggunakan uji t (Independent Sample t-Test).

(16)

responden berpendidikan SD, sedangkan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi hanya 4.3%. Hasil uji beda statistik berdasarkan wilayah, dan kelompok penjual masing-masing menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pendidikan, namun berdasarkan status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan BPS 2008, sebagian besar (61.7%) responden umumnya tidak miskin. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pendapatan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun untuk kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Secara keseluruhan sarana penjualan yang digunakan adalah gerobak dan pikulan berkisar 34.0% hingga 36.2%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan sarana penjualan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun berdasarkan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan sarana penjualan.

Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan, kemasan, dan jenis register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 67.1%, sedangkan jenis kemasan sebagian besar (78.4%) penjaja PJAS banyak menggunakan plastik. PJAS umumnya memiliki register pangan MD sebanyak 68.5% dan register makanan yang paling sedikit adalah register PIRT. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan adalah jenis penguat rasa dengan merk dagang Sasa, Royco, Masako dan bumbu penyedap sebanyak 44.7%.

Sebagian besar (53.2%) responden memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan kurang. Hasil uji beda statistik, pengetahuan gizi dan keamanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden (r=0.356*, p=0.014).

Secara keseluruhan praktek keamanan pangan responden berkategori kurang sebesar 51.1%. Hasil uji beda statistik praktek keamanan PJAS menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berhubungan negatif dengan praktek keamanan PJAS (r=-0.079, p>0.05).

(17)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan M. Budi Wijaya

dan Rasidah Rusli. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpres Tanjung

Morawa pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan

di SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di

SMU Negeri 4 Bukittinggi dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Gizi Program

D-III Departemen Kesehatan pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Penulis

pernah mengikuti praktikum lapang di RSU. Pirngadi Medan dan Hotel Dharma

Deli. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor Program

Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

(18)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Skripsi ini yang berjudul “Penerapan Peraturan dan Praktek Keamanan Pangan

Jajanan Anak Sekolah di Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor” sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Mayor Ilmu Gizi,

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes, selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan motivasi

selama bimbingan serta kesabarannya dalam membimbing.

2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto, selaku dosen penguji yang banyak memberikan

kritikan serta saran yang membangun untuk perbaikan skripsi.

3. Katrin Roosita, SP, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membantu penulis dalam perkuliahan awal semester.

4. Papa dan Mama yang selalu sabar dan memberikan kasih sayang yang tulus

dan berdoa dalam setiap sujudnya. Terima kasih atas semua yang papa dan

mama berikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh

pendidikan ini.

5. Bang Riki dan adikku Rini, terima kasih atas kasih sayang dan support

selama ini.

6. PJAS Crew dalam pengumpulan data Mba Zulaikhah, SP, yang telah berbagi pengalaman dan ilmu, Aci, Veni, Kak nurma, Nyit2, Hani, Ida dan

Nenden yang telah mambantu pengumpulan data serta semangat dan

candanya yang membuat penulis tetap semangat.

7. Tak lupa untuk teman-teman di WPN dan Pondok Mutiara atas semangat

dan kebersamaannya.

8. Seluruh peserta Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi angkatan 01

yang telah memberikan dukungan pada penulis. I Love U FUll.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak.

Bogor, September 2009

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan... 4

Hipotesis ... 4

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar ... 5

Peranan pangan Jajanan ... 6

Kantin dan Penjaja PJAS ... 7

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 8

Peraturan Makanan Jajanan ... 10

Praktek Keamanan PJAS... 11

KERANGKA PEMIKIRAN... 19

METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu ... 21

Cara Pengambilan Contoh ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah... 27

Karakteristik Penjaja PJAS... 32

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 38

Praktek Keamanan Pangan ... 42

Penerapan Peraturan PJAS... 51

(20)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 63

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22

Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian ... 24

Tabel 3 Kondisi fasilitas sekolah ... 28

Tabel 4 Kondisi kantin sekolah ... 30

Tabel 5 Kelompok penjual PJAS menurut wilayah dan status akreditasi.. 32

Tabel 6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan ... 34

Tabel 7 Sebaran responden menurut sarana penjualan... 36

Tabel 8 Sebaran profil PJAS berdasarkan jenis pangan ... 36

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan... 38

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan ... 41

Tabel 11 Sebaran responden menurut praktek keamanan pangan... 43

Tabel 12 Sebaran responden menurut penggunaan BTP ... 50

Tabel 13 Sebaran sekolah menurut penerapan peraturan PJAS ... 52

Tabel 14 Sebaran penerapan peraturan PJAS berdasarkan peraturan umum... 52

Tabel 15 Sebaran penerapan peraturan mengenai sarana dan fasilitas .... 53

Tabel 16 Sebaran penerapan peraturan mengenai pembinaan ... 54

Tabel 17 Sebaran penerapan peraturan mengenai pengawasan... 55

Tabel 18 Hubungan karakteristik responden dengan praktek keamanan PJAS ... 59

Tabel 19 Hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan PJAS ... 61

Tabel 20 Hubungan penerapan peraturan PJAS dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan ... 61

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktek keamanan PJAS... 20

Gambar 2 Cara penarikan contoh penelitian... 21

Gambar 3 Sebaran responden menurut umur ... 33

Gambar 4 Sebaran responden menurut jenis kelamin ... 33

Gambar 5 Sebaran responden menurut pendapatan ... 35

Gambar 6 Profil kemasan PJAS ... 37

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambaran keadaan kantin dan penjaja luar di kota dan

kabupaten... 67

Lampiran 2 Karakteristik responden... 68

Lampiran 3 Uji perbedaan antar variabel dengan Uji-t ... 69

Lampiran 4a Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan

responden mengenai higiene dan sanitasi penjual ... 70

Lampiran 4b Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan

responden mengenai penanganan dan penyimpanan ... 72

Lampiran 4c Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan

responden mengenai sarana dan fasilitas... 73

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan dan gizi merupakan komponen yang sangat penting dalam

pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

(SDM). Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian

gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar dalam meningkatkan

status gizi. Oleh karena itu anak sekolah dasar perlu mendapatkan pembinaan

mengenai pengetahuan bagaimana memilih makanan jajanan yang sehat baik di

lingkungan sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas, karena

anak usia sekolah adalah investasi bangsa.

Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah

jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar,

tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini

dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), golongan minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki jenis

yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.

Pangan jajanan termasuk kategori pangan siap saji yaitu makanan dan

atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu,

untuk langsung disajikan, sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah,

hampir setiap hari dikonsumsi sebagian besar anak usia sekolah, dan harga

terjangkau oleh anak-anak. Dimana pangan jajanan sangat strategis untuk

memberi tambahan asupan gizi bagi anak-anak.

Ada tiga alasan mengapa anak suka jajan. Pertama karena anak tidak

sempat makan pagi sebelum ke sekolah (karena ibu tidak sempat menyiapkan,

anak tidak nafsu makan, atau anak lebih senang jajan). Kedua, alasan psikologis

pada anak (gengsi, anak bisa mendapat uang saku). Ketiga, kebutuhan biologis

yang perlu dipenuhi (kegiatan fisik yang memerlukan tambahan asupan).

Masalah keamanan pangan jajanan di sekitar sekolah antara lain

ditemukannya (1) produk pangan olahan yang tercemar bahan berbahaya

(mikrobiologis & kimia), (2) pangan siap saji yang belum memenuhi syarat

higiene & sanitasi, dan sumbangan pangan yang tidak memenuhi persyaratan

kesehatan. Penyebabnya, tata cara penanganan pangan yang mengabaikan

aspek keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru)

(25)

Pada tahun 2005, Badan POM RI telah melakukan pengujian terhadap

861 contoh/responden makanan jajanan anak di sekolah di 195 sekolah dasar di

18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan

Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 contoh/responden) tidak

memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan

minuman ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung

bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi

syarat adalah saus dan sambal (61.5%) serta kerupuk (56.3%). Dari total

contoh/responden tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang dilarang, yaitu

Rhodamin B, Methanil Yellow dan Amaranth (BPOM 2005).

Menurut Kepala DKK Sukoharjo Suryono (2008) dalam melakukan Sidak

(inspeksi mendadak) di SD 1 Gayam dan SD Jetis 1 Sukoharjo, dengan hasil

75% kantin sekolah yang ada kurang memenuhi syarat kesehatan. Sebab

rata-rata kantin sekolah dikelola tukang kebun atau juru kunci sekolah yang kurang

memperhatikan kualitas dan keamanan makanan jajanan yang dijualnya.

Parahnya kondisi serupa juga dilakukan pada pedagang jajanan yang berjualan

di luar sekolah. Di satu sisi jajanan yang disediakan pedagang kurang memenuhi

standar kesehatan, namun di sisi lain siswa sangat suka jajanan tersebut.

Masih banyak sekolah, terutama SD dan SMP yang belum memiliki kantin

yang memenuhi standar kantin sehat. Dari hasil pemetaan sekolah sehat di 115

kabupaten/kota di 20 provinsi yang dilakukan oleh Depdiknas (2007)

menunjukkan 40,2% kantin masih berada di bawah standar. Selain itu banyak

ditemukannya produk jajanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan,

termasuk perilaku pengelola kantin yang tidak mencerminkan perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS).

Penyediaan makanan jajanan anak sekolah sangat dipengaruhi oleh

kebijakan dari kepala sekolah. Berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala

nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang pangan

jajanan anak sekolah (PJAS). Sebanyak 55 % sekolah yang di survei telah

memiliki peraturan tentang PJAS dan terdapat 37 % sekolah yang tidak memiliki

peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95%) dikeluarkan

oleh sekolah meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh suku dinas kecamatan

maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian

besar (68,4%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja

(26)

Banyaknya berbagai masalah keamanan pangan jajanan disebabkan

karena penjaja pada umumnya belum memenuhi syarat sesuai Permenkes

Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 yang telah disempurnakan dalam Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan higiene

dan sanitasi makanan jajanan. Hal ini menyebabkan perlunya pengawasan dari

pihak sekolah dalam membuat peraturan mengenai makanan jajanan sehat dan

menggiatkan kembali peran usaha kesehatan sekolah (UKS).

Perumusan Masalah

Makanan jajanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan

pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan

PJAS yang meliputi kurangnya higiene sanitasi dari penjaja PJAS maupun

penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Permasalahan keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) disebabkan

kurangnya perhatian dari pihak sekolah, orang tua, murid, dan penjaja pangan

jajanan anak sekolah (PJAS). Pengawasan dari pihak sekolah dalam membuat

peraturan mengenai PJAS yang mengatur tentang murid sekolah, penjaja, dan

kantin sekolah sangat mempengaruhi dalam mengurangi risiko bahaya terhadap

anak sekolah akibat makanan jajanan yang tidak sehat dan aman.

Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut

dapat mempengaruhi praktek keamanan PJAS, perlu diketahui melalui

penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi saran yang mendukung

peningkatan praktek keamanan PJAS oleh penjaja.

Berdasarkan hal tersebut, maka yang ingin diketahui pada penelitian ini

adalah peraturan mengenai PJAS, apabila ada peraturan dipatuhi atau tidak,

fasilitas yang diberi pihak sekolah pada penjaja PJAS, menganalisis hubungan

antara penerapan peraturan dengan praktek keamanan PJAS, menganalisis

perbedaan penerapan peraturan dan praktek keamanan PJAS di kota dan

(27)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan

peraturan dan praktek keamanan pangan jajanan anak sekolah di Sekolah Dasar

Kota dan Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik penjaja PJAS.

2. Mengidentifikasi penerapan peraturan yang dibentuk oleh sekolah

mengenai PJAS.

3. Mengidentifikasi pengetahuan dan praktek keamanan PJAS.

4. Mengananalisis perbedaan pengetahuan, praktek keamanan PJAS dan

penerapan peraturan berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan

kelompok penjual.

5. Menganalisis hubungan antar variabel (karakteristik responden,

pengetahuan, praktek keamanan PJAS dan penerapan peraturan).

HIPOTESIS

1. Tidak ada hubungan penerapan peraturan dengan praktek keamanan pangan

jajanan anak sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor.

2. Tidak ada perbedaan penerapan peraturan dan praktek keamanan pangan

jajanan anak sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat terutama pada pihak sekolah, penjaja PJAS, orang tua dan anak

usia sekolah tentang pentingnya keamanan makanan jajanan yang sehat dan

bebas dari penggunaan BTP yang tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Selain

itu, diharapkan pula penelitian ini dapat berguna untuk pihak sekolah dalam

menentukan kebijakan peraturan mengenai praktek keamanan PJAS di sekitar

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Pada golongan anak sekolah, gigi geligi susu tanggal secara berangsur

dan diganti secara permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang

disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan

aktifitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, dan sekolah. Kebutuhan energi

golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun,

karena pertumbuhan lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Golongan

anak sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah,

sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu

diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemia dan supaya anak lebih mudah

menerima pelajaran (Almatsier 1994).

Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan

sebagai bekal penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk

anak sekolah dasar yaitu periode kritis karena masa ini merupakan motivasI

untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan untuk berusaha mencapai

sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan tersebut

akan terus dibawa sampai dewasa (Nasoetion 1991).

Anak-anak mempunyai pemikiran yang terbuka dibandingkan orang

dewasa dan pengetahuan yang diterima merupakan dasar bagi pembinaan

kebiasaan makannya. Anak-anak umumnya mempunyai hasrat besar untuk ingin

tahu dan mempelajarinya lebih jauh. Anak-anak sebagaimana orang dewasa

juga memerlukan dorongan yang kuat agar anak itu mau belajar. Misalnya diberi

gambaran bahwa anak yang gizinya baik itu dapat tumbuh dengan baik,

badannya menjadi besar, kuat, sehat, kulitnya bagus, pintar mudah masuk

sekolah lanjutan, dan lain sebagainya (Suhardjo 2003).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan anak yang makan pagi

mempunyai sikap dan prestasi sekolah yang lebih baik daripada anak yang tidak

sempat sarapan. Penelitian oleh Pollitt, Leibel, dan Greenfield menunjukkan pada

anak usia 9-11 tahun dengan gizi baik, makan pagi mempengaruhi kemampuan

pemecahan masalah. Penelitian lain menunjukkan konsentrasi berpikir anak

yang tidak makan pagi lebih rendah secara bermakna. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa agar otak dan sel darah merah dapat bekerja diperlukan energi dari

(29)

menurun sehingga anak kekurangan energi yang dibutuhkan otak untuk dapat

berkonsentrasi (Muhilal dan Damayanti 2006).

Anak yang tidak sempat makan pagi di rumah, anak biasanya membawa

bekal makanan ke sekolah. Makanan bekal juga dapat menjadi tambahan makan

pagi anak. Makanan tambahan atau makan pagi dibutuhkan sebab kebutuhan

gizi anak semakin meningkat sedangkan kemampuan saluran cerna untuk

mengonsumsi masih terbatas, sehingga diperlukan makanan bekal (Muhilal dan

Damayanti 2006).

Peranan Pangan Jajanan

Pangan jajanan adalah makanan atau minuman yang diolah oleh

pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan

siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah

makan/restoran dan hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003).

Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa pangan jajanan adalah

jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar,

tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya pangan jajanan ini

dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), golongan minuman, dan buah-buahan segar. Pangan jajanan memiliki jenis yang

sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.

Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), pangan jajanan adalah makanan siap

makan atau diolah di lokasi jualan seperti di daerah pemukiman, pertokoan,

terminal, pasar, atau dijajakan dengan cara berkeliling. Selain berkontribusi

positif di bidang ekonomi, pangan jajanan juga mengandung risiko terhadap

kesehatan akibat kontaminasi mikroba, bahan kimia dan pemakaian bahan

tambahan non pangan. Persoalan ini timbul mulai dari proses persiapan,

pengolahan, dan saat penyajian makanan di lokasi jualan.

Berdasarkan cara kerjanya, pangan jajanan dibagi menjadi dua golongan.

Pertama, pangan jajanan stationer yaitu yang bekerja pada lokasi tetap atau pada saat-saat tertentu. Sedangkan yang kedua pangan jajanan ambulatory yaitu yang bekerja dengan menjajakan kemana-mana, misal para pedagang yang

menjajakan dagangannya dengan cara berjalan sambil memikul, menyunggi

diatas kepala, menggendong di punggungnya, atau dengan menggunakan

gerobak dorong, atau sepeda roda tiga (Winarno 1991).

Salah satu tujuan makan adalah agar tubuh sehat. Di sisi lain makanan

(30)

makanan dan jajanan yang sudah busuk, tercemar oleh mikroorganisme atau

yang mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Pangan jajanan

yang sehat selain keadaannya segar juga harus bersih, tidak dicemari oleh debu,

bahan-bahan pengotor lainnya, dan tidak mengandung bahan kimia yang

berbahaya.

Pangan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Konsumsi pangan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat

makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri.

Keunggulan pangan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita

rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat

(Mudjajanto 2005)

Berdasarkan hasil penelitian Husaini (1993), pangan jajanan rata-rata

menyumbang 14% protein, 22% karbohidrat, 29% lemak, 16% kalsium, 17% zat

besi, 8% vitamin A, 43% vitamin B1 dan 12% vitamin C dari total konsumsi setiap

hari. Namun, sebanyak 88% dari macam makanan dan minuman jajanan yang

dijual di sekitar sekolah mempergunakan satu macam atau lebih zat pewarna.

Jenis makanan jajanan dapat dibagi menjadi tiga kelompok meliputi,

minuman (es cendol, es teler, teh, kopi, es sirup, es susu, es kolang-kaling),

panganan/snack (combro, pisang goreng, rempeyek, kacang dan lain

sebagainya), makanan (meals) contohnya nasi rames, nasi goreng, nasi pecel,

lotek, ketoprak dan lain sebagainya (Winarno 1991). Namun menurut Nuraida et al (2009) pangan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok meliputi, (1) makanan sepinggan (gado-gado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong

sayur dan lain-lain); (2) makanan camilan dibagi menjadi dua kelompok yaitu

camilan basah (goreng pisang, lemper, lumpia, risoles, dan lain-lain) dan camilan

kering (produk ekstrusi, keripik, biskuit, kue kering, dan lain-lain); (3) minuman

(air putih, minuman ringan dalam kemasan, minuman campur seperti es campur,

es cendol, es doger); (4) buah yang dijual dalam bentuk utuh (pisang, jambu,

jeruk) maupun kupas dan potong (pepaya, nenas, melon, mangga, dan lain-lain).

Kantin dan Penjaja PJAS

Kantin merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja

makanan jajanan di luar sekolah. Kantin mempunyai peranan yang penting

dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku

(31)

pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman

yang sehat dan bergizi (Nuraida et al 2009).

Penjaja PJAS mempunyai potensi yang menentukan perilaku makan

siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin

sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan

dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan

bergizi. Namun banyak juga yang belum, kepala sekolah dan guru sepertinya

belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan

makanan sesuai dengan PUGS. Selain itu pihak sekolah, kelompok orang tua

murid dapat merangsang perubahan agar kantin menyediakan makanan yang

sehat, bergizi, dan aman bagi kesehatan (Muhilal dan Damayanti 2006).

Menurut Depkes RI 2001 penjaja makanan jajanan dalam melakukan

kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan

antara lain :

a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek,

influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya);

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;

d. Memakai celemek dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

Disamping itu penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan

dilarang antara lain :

a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;

b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau

bagian lainnya;

c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa

menutup mulut atau hidung.

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya. Menurut Madrie (1981) dalam Fatima (2002),

pengetahuan dan pengalaman akan membentuk sikap seseorang. Pengetahuan

merupakan fase awal dari keputusan dimana akhirnya seseorang akan bertindak

seperti pengetahuan yang diperolehnya.

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang

(32)

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan merupakan hal penting yang harus

dimiliki oleh penjaja PJAS. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan

seseorang berpengaruh terhadap sikap dan praktek dalam pemilihan pangan,

pengolahan pangan, dan penyajian pangan. Dengan pengetahuan gizi dan

keamanan pangan yang baik diharapkan para penjaja PJAS akan menerapkan

cara pengolahan pangan dan penyajian pangan yang benar (Andarwulan et al

2009).

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur

penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi

yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan

atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Seseorang dengan pendidikan

rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi

persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih

tinggi. Walaupun seseorang berpendidikan rendah, jika orang tersebut rajin

mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil

pengetahuan gizinya akan lebih baik (Syafiq et al 2007).

Penjaja PJAS harus memiliki pengetahuan mengenai gizi seimbang, cara

pengolahan pangan yang baik, keamanan pangan yang baik, keamanan pangan

dan praktek sanitasi dan higiene. Pengetahuan tentang gizi seimbang dan

beragam diperlukan dalam menyusun menu sehari-hari yang diperlukan oleh

masing-masing kelompok umur anak sekolah, sehingga anak-anak tercukupi

kebutuhan gizinya dan tidak bosan mengkonsumsinya. Pengetahuan cara

pengolahan pangan yang baik diperlukan dalam memilih cara-cara pengolahan

yang tepat, pemilihan bahan baku dan bahan tambahan untuk menghasilkan

makanan yang bergizi dan aman.

Pengetahuan tentang keamanan pangan diperlukan untuk mengenali

bahaya-bahaya dalam pangan dan menentukan cara pencegahannya.

Pengetahuan tentang sanitasi dan higiene diperlukan untuk mencegah masuknya

bakteri dan bahan kimia berbahaya ke dalam pangan. Sedangkan pengetahuan

mengenai sarana dan prasarana minimum yang harus dipenuhi oleh penjaja

PJAS adalah mewujudkan sarana makanan jajanan yang sehat.

Berdasarkan Semiloka makanan jajanan 1991, terdapat kesenjangan

antara pengetahuan dan perilaku nyata. Produsen dan penjaja makanan jajanan

(33)

walaupun alasannya tidak terlalu jelas. Para penjaja mengetahui masalah yang

berhubungan dengan nilai gizi makanan dan penggunaan bahan tambahan

tertentu yang membahayakan.

Peraturan Makanan Jajanan

Peraturan makanan jajanan adalah suatu standar atau persyaratan

kesehatan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijaksanaan hendaknya tidak hanya restriktif

tetapi juga stimulatif, konstruktif dan fasilitatif yang berbeda-beda menurut

kategori usaha makanan jajanan. Keragaman produk yang tinggi mengharuskan

agar pendekatan kebijaksanaan hendaknya berorientasi makro dan nasional,

artinya program pembinaan terkait dengan berbagai sektor dalam kerangka

pembangunan daerah, dan dapat dilaksanakan oleh pimpinan-pimpinan Daerah

di Indonesia (Sanim 1991).

Untuk peraturan makanan jajanan di sekolah pada umumnya diatur dalam

kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah. Kepala sekolah adalah pejabat

berwenang tertinggi dalam penentuan kebijakan di setiap sekolah. Keamanan

pangan di sekolah termasuk keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS),

juga menjadi lingkup yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab pihak

sekolah dengan kepala sekolah sebagai pimpinan pengawasan PJAS di

lingkungan sekolah (Andarwulan et al 2009).

Di Amerika Serikat diberlakukan aturan makanan yang di jual di kantin

sekolah atau mesin penjual makanan harus mengandung sedikitnya 5% dari

angka kecukupan gizi anak sekolah yaitu untuk satu atau lebih zat gizi yaitu

protein, vitamin A, vitamin C, niasin, vitamin B1, vitamin B12, kalsium, dan zat

besi. Aturan ini membatasi penjualan air minum bersoda atau soft drink, permen karet, es, dan beberapa permen lainnya. Selain PUGS di Indonesia belum ada

aturannya, kebijakan di negeri adidaya dapat diadopsi sebagai pedoman dalam

mengatur penjualan makanan di kantin maupun penjaja di sekitar lingkungan

sekolah (Muhilal dan Damayanti 2006).

Berdasarkan penelitian BPOM dan SUCOFINDO 2008 dalam skala

nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang pangan

jajanan anak sekolah (PJAS). Sebanyak 55% sekolah yang di survei telah

memiliki peraturan tentang PJAS dan terdapat 37% sekolah yang tidak memiliki

peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95%) dikeluarkan

(34)

maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian

besar (68,4%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja

PJAS (65,7%) dan mengatur tentang kantin sekolah (57,0%).

Untuk mengatasi masalah keamanan PJAS, peran pemerintah untuk

mengawasi penjualan makanan jajanan di sekolah sangat diperlukan misalnya

dengan memberikan penyuluhan kepada penjaja PJAS, melatih penjaja agar

membuat pangan jajanan yang aman, melarang penjualan pangan jajanan yang

mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya dan lain sebagainya.

Peran sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru juga dapat membantu mengatasi

masalah ini dengan cara mengatur makanan yang diperbolehkan untuk dijual di

sekitar lingkungan sekolah (Muhilal dan Damayanti 2006).

Pengawasan pangan merupakan faktor penting untuk meningkatkan

keamanan dan mutu pangan. Program pengawasan pangan di Indonesia belum

dapat dilaksanakan secara optimum dengan adanya berbagai hambatan

diantaranya belum mantapnya kelembagaan dan koordinasi pengawasan

pangan, peraturan dan pedoman yang masih belum lengkap, jumlah dan kualitas

SDM yang terbatas. Keterbatasan dalam jumlah tenaga pengawas pangan dan

dana pengawasan mengakibatkan rendahnya jumlah sarana produksi pangan

yang memdapat pengawasan (Yusuf 2004).

Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas

Kesehatan, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya, dll. Pembinaan dilakukan

dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta keterampilan

penjaja makanan dari informal menjadi formal (Anonimous 1990).

Ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas makanan yang dijual

dan pengelolaan makanan yang higienis menyebabkan penjual makanan jajanan

menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka miliki

(Fardiaz dan Fardiaz 1994). Pihak pengelola sekolah juga diharapkan terlibat

aktif memperbaiki keamanan pangan melalui unit kesehatan sekolah. Salah

satunya dengan menginventarisasi siapa saja pedagang jajanan yang berjualan

di sekitar sekolah dan menanyakan proses pengolahannya (Rachmawati 2005).

Praktek Keamanan Pangan Jajanan

Keamanan pangan didefenisikan sebagai kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia

dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

(35)

Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan

pangan yang terdiri atas bahaya biologis/ mikrobiologis, kimia dan fisik. Bahaya

keamanan pangan terdiri dari (Depdiknas 2009):

1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan

penyakit seperti Salmonella, E. Coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.

2. Bahaya Kimia, adalah bahan kimia yang tidak diperbolehkan digunakan untuk

pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan

(BTP) yang tidak digunakan semestinya, peptisida, bahan kimia pembersih,

racun/ toksin asal tumbuhan/hewan, dan sejenisnya.

3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat

menyebabkan luka misalnya pecahan gelas, kawat stepler, potongan tulang,

potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya.

Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu

fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap

mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa,

penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak

menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang

sangat memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.

Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih

dengan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring dan

melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk

melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya.Sanitasi

adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk

keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewaspadai

sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI 2001) .

Pengertian dari prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah

pengendalian terhadap empat faktor penyehatan makanan, yaitu faktor

tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Penyehatan makanan

adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang, dan

(36)

makanan. Untuk mengetahui apakah faktor tersebut perlu dilakukan analisis

terhadap rangkaian kegiatan dari faktor-faktor tersebut secara rinci.

Pedoman persyaratan higiene dan sanitasi makanan jajanan terdapat

dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 yang

terdiri dari 12 BAB dan 22 pasal yang menjelaskan peraturan-peraturan yang

harus dilakukan oleh penjaja makanan, yaitu mengenai ketentuan umum,

penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan pangan,

penyajian, sarana penjaja, sentra pedagang, pembinaan dan pengawasan.

Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan.

Kebanyakan penjual makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk

berbagai pemakaian dan belum menggunakan sabun untuk mencuci peralatan

yang kotor. Karena peralatan yang digunakan umumnya terbuat dari bambu dan

kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba. Piring, gelas,

sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan

jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran

di lantai waktu persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin

memperparah keadaan (Fardiaz dan Fardiaz 1994).

Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah

praktek higiene dan sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi

sangat mungkin berada di produk pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada

pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini yang sering menjadi

agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu

mikroba indikator sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut, tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan

adanya S.aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Andarwulan et al

2009).

Berdasarkan hasil penelitian dasar Fardiaz dan Fardiaz (1994),

menunjukkan bahwa banyak penjual makanan jajanan yang menjadikan tempat

pengolahan makanan sekaligus sebagai ruang tamu, tempat bermain anak, atau

bahkan ruang tidur. Ventilasi dan cahaya yang kurang menyebabkan ruangan

menjadi pengap. Celah-celah, lubang-lubang dan langit-langit penuh dengan

jelaga, dinding serta lantai kotor tak bersemen menyebabkan bersarangnya

(37)

bekerja di lantai dengan kondisi ini dan hanya 20% yang memakai meja.

Sebanyak 12,5% penjual makanan menggunakan air sungai untuk mencuci

bahan mentah dan peralatan masak. Mereka yang menggunakan air sumur juga

tidak lebih bersih karena letaknya acapkali berdekatan dengan WC karena

keterbatasan tempat.

Penanganan dan Penyimpanan Pangan

Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan

menjadi dua yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan

makanan segar. Tempat penyimpanan bahan makanan kering harus selalu

bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau oleh serangga dan tikus, sirkulasi

udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak terbawah dengan

lantai ± 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar

disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu harus selalu diawasi (Subandriyo 1994).

Penanganan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan, yaitu

persiapan dan pemasakan (pematangan). Persiapan meliputi pengerjaan bahan

makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak (menyiangi, membersihkan,

mencuci, memotong, merendam, mengiris, menggiling, menumbuk, merajang,

mengaduk, mengayak dan membentuk). Tujuan dari persiapan adalah

menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses

pengolahan. Sedangkan pemasakan bahan makanan merupakan salah satu

kegiatan untuk mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan siap

dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari proses

pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan

kandungan gizi, bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman

untuk dimakan (Mukrie et al 1990).

Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas

mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang.

Memilih bahan baku yang aman yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan

menggunakan bahan pangan setelah tanggal kadaluarsanya. Mencuci sayuran

dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta membuang bagian

(38)

Sarana dan Fasilitas

Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan

fasilitas. Berdasarkan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12

menyatakan bahwa pangan jajanan yang dijajakan harus memiliki konstruksi

sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi pangan dari

pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu

antara lain : mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan

bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan

peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), serta tempat sampah.

Air bersih yang digunakan harus memenuhi syarat baik kualitas maupun

kuantitas yang sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 01/

Birhukmas/I/1975. Hal ini harus dipenuhi karena melalui air dapat ditularkan

berbagai penyakit, seperti : penyakit perut, kulit, mata, dan kelumpuhan. Penyakit

yang ditularkan melalui air disebut water borne disease. Sedangkan saluran pembuangan air limbah harus dibuat kedap air, dan sebaiknya tertutup dengan

kemiringan yang cukup. Saluran pembuangan air kotor /air limbah ini jika

memungkinkan dihubungkan dengan saluran umum (Subandriyo 1994).

Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai

persyaratan yaitu : (1) Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir

serta rak pengering; (2) Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih

atau tisue di tempat makan dan tempat pengolahan/persiapan makan; (3)

Tersedia suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun

untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat cuci/pembersih

yang terawat bai seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel,

dan bahan pembersih seperti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan

kerja karyawan kantin/ penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja,

tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap bersih. Jika tidak

memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi dengan

dipotong pendek dan diikat (Nuraida et al 2009). Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan

ke dalam makanan dengan maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada

(39)

bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi

sifat khas makanan (Depkes.RI 2001).

Penggunaan BTP dilakukan bila betul-betul diperlukan dalam pengolahan

makanan dan tidak dibenarkan untuk tujuan menyembunyikan dari cara

pengolahan yang tidak baik atau mengelabui konsumen, misalnya menutupi

mutu bahan baku yang kurang baik. Pengaturan dan pengawasan BTP

dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja yang digunakan pada

pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk

pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak

melebihi batas maksimum yang diizinkan (Depkes.RI 2001).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan:

1. Pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat dapat

memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada

makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau

menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan

yang tidak bewarna agar kelihatan lebih menarik.

2. Pemanis

Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat

menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak

mempunyai nilai gizi (winarno, 1994). Biasanya digunakan pada makanan yang

ditujukan pada penderita diabetes melitus atau makanan diit agar badan

langsing. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam penolahan

makanan jajanan umumnya adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat

kemanisan 300 kali gula alami.

3. Pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan

menghambat fermentasi, pengasam atau pengurai lain terhadap makanan yang

disebabkan oleh organisme (Winarno, 1994). Umumnya dikenal dipasaran

dengan sebutan anti basi.

4. Penyedap rasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/1999

tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa

(40)

Gambar

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktek keamanan PJAS
Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian
Tabel 3 Kondisi fasilitas sekolah menurut wilayah
Tabel 4 Kondisi kantin sekolah menurut wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan menggunakan data satelit TRMM 3B42 V7 dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan data dari Pengelola Sumber Daya Air (PSDA) kota Makassar

Penulis ingin katakan ketika berbicara Good governance maka sering di gunakan sebagai standar sistem good local governance di katakan baik dalam menjalankan

DANIEL 8:9 Maka dari salah satu tanduk itu muncul suatu tanduk kecil, yang menjadi sangat besar ke arah selatan, ke arah timur dan ke arah Tanah Permai.. Pdt Gerry

[r]

Industri farmasi digunakan untuk obat anti diare, obat sakit perut, obat bisul, dan obat luka bakar.industri kayu lapis saat ini banyak menggunakan tanin dari tumbuhan

kesimpulan tentang dinamika interaksi sosial manusia dengan lingkungannya dalam konteks pembangunan di indonesia meliputi bentuk dan jenis interaksi manusia dengan

Teman janda Crusoe menyimpan uangnya dengan aman, dan setelah pergi ke Lisbon, Crusoe mendengar dari kapten orang Portugis bahwa perkebunannya di Brazil telah mendapatkan

4) Hi: ρ 2 ≠ 0 atau pembentukan civic skills berpengaruh langsung terhadap tingkat aspirasi politik siswa SMA Al-Kautsar sebagai pemilih pemula.. 5) Ho: ρ 3 = 0 atau pemahaman