• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (Smep) Oleh Swisscontact

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (Smep) Oleh Swisscontact"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I jumlahnya meningkat dengan pesat dan perhatian pada UMKM menjadi lebih besar. Kuatnya daya tahan UMKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri. Jumlah UMKM sejak tahun 1997 sampai sekarang meningkat dengan cepat dibandingkan dengan usaha berskala besar. UMKM sendiri dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar. Perkembangan UMKM dari tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 1 :

(2)

Melihat sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UMKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil kebijakan, khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UMKM. Akan tetapi, upaya pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah belum bisa mengembangkan para pelaku UMKM. Pengembangan UMKM di Indonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUMKM). Selain Kementrian Negara KUMKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UMKM sesuai dengan wewenang masing-masing, dimana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004.

Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan Menkeu No.316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5 persen laba perusahaan bagi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), namun kebanyakan BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 persen, sementara banyak UMKM yang mengaku kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu, kredit perbankan juga sulit untuk diakses oleh UMKM, diantaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UMKM yang belum bankable. Apalagi Bank Indonesia tidak lagi membantu usaha kecil dalam bidang permodalan secara langsung dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya, secara umum UMKM sendiri menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah nonfinansial (organisasi manajemen). Masalah yang termasuk dalam masalah finansial diantaranya adalah :

Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh UMKM.

Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM.

(3)

Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai.

Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.

Banyak UMKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial.

Masalah yang termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya adalah :

Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan.

Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleh terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UMKM mengenai pasar.

Keterbatasan sumber daya manusia.

Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi

Disamping dua permasalahan utama di atas, UMKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan diantaranya industri pendukung yang lemah dan UMKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem klaster dalam bisnis belum banyak.

Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi problema tersebut kepada UMKM, salah satunya adalah strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat, dan memperluas partisipasi masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Dalam hal ini, Swisscontact sebagai salah satu lembaga asing yang beroperasi di Indonesia, berperan untuk mengatasi problem kemiskinan dengan strategi pemberdayaan masyarakat melalui sektor ekonomi.

(4)

dipilih karena sebagian besar pelaku UMKM merupakan masyarakat miskin, diharapkan dengan meningkatnya potensi bisnis yang ada dapat memberikan dampak langsung terhadap pengurangan kemiskinan. Kegiatan ini bertempat di Cipulir, Jakarta Selatan terdapat UMKM yang bergerak di bidang tekstil. Proyek ditempatkan di Cipulir yang dimana ada sekitar 1.000 produsen, 1.500 pedagang dan beratus-ratus usaha dengan industri pendukung didalamnya, seperti: laundry, sulam-menyulam, para penyalur permesinan didalam kelompok ini, dengan mempekerjakan sekitar 10.000 pekerja tetap dan 5.000 pekerja paruh waktu. Bisnis garmen menyediakan kira-kira 65 persen aktivitas produksi di daerah ini, dimana daerah ini memiliki tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, 90 persen produk didistribusikan melalui suatu pasar lokal dan dijual ke tempat lain di luar Jawa seperti halnya di Sumatra Selatan, Kalimantan dan Sulawesi yang secara langsung atau melalui tengkulak di Tanah Abang dan sekitar 10 persen diekspor sebagian besar ke Malaysia dan Afrika yang juga melalui tengkulak di Tanah Abang. Produk unggulan dari Cipulir adalah celana anak kecil berbahan jins, dan dihasilkan oleh lebih dari 60 persen produsen.

Situasi ekonomi dari usahawan kecil dan mikro di area ini berpotensi untuk dikembangkan. UMKM ini mulai berkembang pada awal tahun 2007. Akan tetapi, bencana banjir yang melanda Jakarta pada bulan Februari 2007 menghancurkan kelompok industri rumahan ini yang melahirkan suatu program Small Textile Enterprise Promotion (STEP) oleh Swisscontact. Program ini

(5)

administrasi (tata buku dan arus kas manajemen), menjadi permasalahan yang sering dialami oleh para pelaku UMKM di Cipulir.

Swisscontact merancang suatu program untuk mengatasi masalah tersebut, dalam rangka melanjutkan program sebelumnya, yang dinamakan Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta. Program ini

bertujuan untuk memperbaiki keadaan kelompok usaha setelah terjadi bencana banjir dan untuk meningkatkan pendapatan usaha. Sejauh mana program SMEP telah memberdayakan kelompok usaha kecil di Cipulir inilah yang akan menjadi fokus permasalahan dari penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan topik masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta adalah:

1. Bagaimana strategi pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di

Cipulir?

2. Bagaimana proses pemberdayaan pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di

Cipulir?

3. Apa perubahan yang terjadi pada UMKM di Cipulir terhadap program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis :

1. Strategi pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir.

2. Proses pemberdayaan pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir.

(6)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemahaman, perubahan yang terjadi pada UMKM, dan penerapan program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta yang dilakukan oleh

(7)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Pengembangan Masyarakat (Community Development) Menurut Warren dan Cottrell (1990) dalam Budimanta (2003), komuniti adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dimana seluruh anggotanya berinteraksi satu sama lain, mempunyai pembagian peranan status yang jelas, mempunyai pembagian peran dan status yang jelas, mempunyai kemampuan untuk memberikan pengaturan terhadap anggota-anggotanya. Komuniti biasanya dikuatkan oleh hubungan kerabat, hubungan kerja, hubungan profesi.

Secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komuniti-komuniti lokal. Sebagai salah satu elemen, berarti industri masuk dalam struktur sosial masyarakat setempat dan berfungsi terhadap elemen lainnya yang ada. Dengan kesadarannya, industri harus dapat membawa komuniti-komuniti lokal bergerak menuju kemandiriannya tanpa merusak tatanan sosial budaya yang sudah ada. Dengan kata lain masyarakat terdiri dari komuniti lokal, komuniti pendatang dan komuniti industri yang kesemua komuniti tersebut saling mempengaruhi, berinteraksi dan beradaptasi sebagai anggota masyarakat.

Secara umum community development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta, 2003).

(8)

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi perhatian dan tidak dapat dipisahkan. Dalam organisasi, proses pemberdayaan akan berlangsung baik jika didukung partisipasi baik dari pihak manajemen maupun masyarakat. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Menurut Ife (1995), pemberdayaan memiliki dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas: 1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan

dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.

2. Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3. Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4. Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

5. Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

6. Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa.

7. Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

(9)

profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga; dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.

2.1.2 Ruang Lingkup Community Development

Secara umum ruang lingkup program-program community development dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut (Budimanta,2003):

1. Community Service : merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas umum antara lain pembangunan ataupun peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, peningkatan perbaikan sanitasi lingkungan, pengembangan kualitas pendidikan (penyediaan guru, operasional sekolah), kesehatan (bantuan tenaga paramedis, obat-obatan, penyuluhan peningkatan kualitas sanitasi lingkungan permukiman), keagamaan dan lain sebagainya.

2. Community Empowering : adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Berkaitan dengan program ini adalah seperti pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, komuniti lokal, organisasi profesi serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan sumber daya setempat.

3. Community Relation : yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Seperti konsultasi publik, penyuluhan dan sebagainya.

2.1.3 Pendekatan Community Development

Sebagai suatu model alternatif pembangunan yang berpusat pada rakyat, community development memiliki beberapa pendekatan yang harus diterapkan.

Pendekatan dalam pengembangan masyarakat menurut Long (1970) dalam Nasdian (2003) dibagi menjadi enam pendekatan, antara lain:

(10)

Dalam pendekatan ini, komunitas diartikan sebagai kumpulan individu yang masih memiliki tingkat kepedulian dan interaksi antar anggota masyarakat yang menempati suatu wilayah yang relatif kecil dengan batas yang jelas. Asumsi yang digunakan adalah perhatian warga komunitas pada upaya perubahan, keberhasilan pengembangan masyarakat berkorelasi dengan peluang warga untuk berpartisipasi, masalah dapat dipecahkan sesuai dengan kebutuhan warga, dan pendekatan holistik adalah penting.

2. Pendekatan Kemandirian Informasi

Komunitas dipandang sebagai suatu sistem dan arus. Sebagai suatu sistem, komunitas terdiri dari berbagai sub sistem yang saling berhubungan dan bergantung. Komunitas digambarkan sebagai suatu proses perubahan yang konstan dengan masa lalu.

3. Pendekatan Pemecahan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini adalah pendekatan pemecahan masalah memandang manusia sebagai makhluk rasional, manusia dan komunitasnya mampu menggabungkan masalah-masalah dan mencari solusi, keberhasilan tergantung ketersediaan dan kemampuan peneliti.

4. Pendekatan Demonstrasi

Asumsi yang digunakan adalah manusia itu rasional, manusia mampu belajar, tanpa kerjasama dan partisipasi, demonstrasi tidak akan berjalan, metode berdasar fakta ilmiah dapat didemonstrasikan, perilaku penting dipelajari melalui interaksi, warga komunitas mampu berinteraksi dan membentuk lingkungannya.

5. Pendekatan Eksperimen

Asumsi yang digunakan pengembangan masyarakat membutuhkan percobaan dan gagasan akan bernilai jika gagasan tersebut dapat dilaksanakan.

6. Pendekatan Konflik Kekuatan

(11)

Pendekatan lain dalam pengembangan masyarakat yang lebih sederhana dikemukakan oleh Batten (1967) dalam Adi (2003), yaitu pendekatan direktif (instruktif) dan non-direktif (partisipatif). Pendekatan direktif didasarkan pada asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh masyarakat. Prakarsa dan pengambilan keputusan pada pendekatan ini dipegang oleh pihak luar (community worker). Dalam prakteknya mungkin pihak luar menanyakan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat atau cara apa yang perlu dilakukan untuk menangani suatu masalah, tetapi jawaban yang muncul dari masyarakat selalu diukur dari segi „baik‟ dan „buruk‟ menurut pihak luar (community worker).

Pendekatan non-direktif didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pendekatan ini menekankan bahwa pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta mereka diberikan kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Webster dalam Siregar (2004) pemberdayaan mengandung dua pengertian yaitu:

1. To give ability or enable to, yakni upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.

(12)

Intinya pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan mendorong (encourage), memotivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan „keharusan‟ untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Bertolak dari definisi di atas, menurut Kartasasmita (1996), pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga aspek pokok yaitu : 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi

atau daya yang dimiliki masyarakat (enabling). Dalam hal ini perlu mengenali bahwa setiap manusia, baik individu, kelompok maupun organisasi kemasyarakatan memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) melalui pemberian input berupa bantuan dana, pembangunan prasarana dan sarana, baik fisik (jalan, irigasi, listrik) maupun sosial (sekolah, kesehatan), serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran dan pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat yang lemah (protecting).

Berdasarkan uraian di atas, pemberdayaan masyarakat sebagai suatu alternatif strategi pengelolaan pembangunan mensyaratkan adanya keterlibatan langsung masyarakat (community based development) baik secara perorangan maupun dalam bentuk kelompok dan lembaga, dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penyelesaian sampai tahap evaluasi hasil-hasil pembangunan.

(13)

formal dan non-formal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mau mendidik diri mereka sendiri. Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, dan mampu mengadopsi inovasi.

Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri, untuk itu perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya menumbuhkan peran serta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses terhadap sumber daya, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan lingkungannya.

2.1.5 Proses Pemberdayaan dan Strategi Pemberdayaan

Menurut Oakley dan Marsden (1984) dalam Pranarka dan Moeljarto (1996), proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yaitu: (1) proses primer, yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka; dan (2) proses sekunder, dengan menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi masyarakat, agar mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Kedua proses ini bukan klasifikasi kaku, tetapi saling terkait. Agar kecenderungan primer terwujud, seringkali harus melalui proses sekunder terlebih dahulu.

(14)

partisipasi. Pemberdayaan warga komunitas merupakan tahap awal untuk menuju kepada partisipasi warga komunitas khususnya dalam proses pengambilan keputusan untuk menumbuhkan kemandirian komunitas.

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Harper (1994) dalam Adi (2003) ada beberapa strategi yang dapat dipakai untuk melakukan pemberdayaan:

1. Strategi Fasilitasi

Strategi ini dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. Melalui strategi ini para agen perubah dapat bertindak sebagai fasilitator. Oleh karena itu, tugas dari fasilitator ini seringkali membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah bersama-sama kliennya mencari penyelesaian.

2. Strategi Edukatif

Strategi ini membutuhkan waktu, khususnya dalam membentuk pengetahuan dan keahlian. Pendekatan ini memberikan suatu pemahaman atau pengetahuan baru dalam mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi menjadi faktor penting untuk membuat pesan mudah dimengerti atau diterima oleh kelompok yang berbeda. Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial, dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umum digunakan.

3. Strategi Persuasif

Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun dan dipresentasikan. Jadi pendekatan ini mengacu kepada tingkatan reduksi dimana agen perubah mempergunakan emosi dan hal-hal yang tidak rasional untuk melakukan perubahan. Persuasi lebih sering dipergunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

4. Strategi Kekuasaan

(15)

ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu yang singkat dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku dibandingkan dengan sikap (attitude).

2.1.6 Ruang Lingkup Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan simultan sampai ambang tercapainya keseimbangan yang dinamis antara pemerintah dan yang diperintah. Menurut Ndraha dalam Adi (2003) diperlukan berbagai program pemberdayaan, antara lain :

1. Pemberdayaan Politik

Pemberdayaan politik bertujuan meningkatkan bargaining position yang diperintah terhadap pemerintah. Melalui bargaining tersebut, yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa merugikan orang lain.

2. Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan ekonomi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang diperintah sebagai konsumen untuk berfungsi sebagai penanggung dampak negatif pertumbuhan, pemikul beban pembangunan, dan penderita kerusakan lingkungan.

3. Pemberdayaan Sosial Budaya

Pemberdayaan sosial budaya bertujuan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia dan perilaku seadil-adilnya terhadap manusia.

4. Pemberdayaan Lingkungan

Pemberdayaan lingkungan dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, supaya antara yang diperintah dan lingkungannya terdapat hubungan saling menguntungkan.

2.1.7 Evaluasi

(16)

dalam mengukur keberhasilan. Kunci elemen konseptual dalam evaluasi adalah “nilai atau jumlah dari derajat keberhasilan”. Dengan demikian, dalam evaluasi terkandung didalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan program, dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang dinilai tersebut.

Departemen Pertanian (1990) mengemukakan jenis evaluasi lain untuk mengevaluasi program, yaitu:

1. Evaluasi Input

Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan Output dan tujuan suatu proyek atau program.

2. Evaluasi Output

Evaluasi Output adalah penilaian terhadap Output-Output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Contoh Output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berprilaku (aras konatif) dan perubahan berprilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaanya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berprilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga dapat diwujudkan menjadi suatu pola.

3. Evaluasi Effect (efek)

(17)

4. Evaluasi Impact (dampak)

Evaluasi Impact adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadikan proyek jangja panjang. Evaluasi dapat dipergunakan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.

2.1.8 Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Pengertian tentang UMKM tergantung pada konsep yang digunakan oleh setiap negara. Beberapa negara mengelompokkan UMKM berdasarkan kriteria tenaga kerja yang diserap. Misalnya, di United Kingdom mengelompokkan usaha dalan kriteria usaha kecil jika mempunyai karyawan 1 sampai dengan 200 orang; di Jepang antara 1 sampai dengan 300 orang; di USA antara 1 sampai dengan 500 orang. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang, perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang ini.

(18)

usaha kecil yang bersangkutan. Uniknya, masing-masing institusi menggunakan definisi yang berbeda.

Kriteria dari UKM dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Usaha Mikro

Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Kriteria Usaha Kecil

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria Usaha Menengah

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Adapun ciri-ciri dari usaha mikro, kecil, dan menengah adalah sebagai berikut :

1. Ciri-ciri usaha mikro

a. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;

(19)

tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;

d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

e. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

f. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

g. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

2. Ciri-ciri usaha kecil

a. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;

b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah; c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;

d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;

e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha;

f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;

g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

3. Ciri-ciri usaha menengah

a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem

akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;

(20)

usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; e. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;

f. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

2.2 Kerangka Pemikiran

Swisscontact sebagai salah satu organisasi internasional yang berada di Indonesia dan menitikberatkan program-programnya pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), telah melakukan program pemberdayaan UMKM dengan mengembangkan yang bergerak di bidang tekstil, di daerah Cipulir, Jakarta Selatan. Penelitian ini akan melihat bagaimanakah strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan pada tahap implementasi yang dilakukan oleh Swisscontact pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta.

Strategi pemberdayaan menurut Harper (1994) dibagi menjadi empat, yaitu strategi fasilitasi, strategi edukatif, strategi persuasif, dan strategi kekuasaan. Peneliti akan melihat dan menganalisis strategi apa yang dipakai oleh Swisscontact dalam menjalankan programnya, apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan teori pemberdayaan Harper, serta apakah dalam pelaksanaanya penyusunan strategi dan langkah-langkah/intervensi yang akan dilaksanakan dalam program disusun secara bersama-sama dengan para pelaku usaha kecil atau tidak. Penyusunan strategi pemberdayaan program terkait dengan permasalahan yang terdapat pada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Setelah proses ini selesai, akan berlanjut pada proses pelaksanaan program dimana di dalamnya terjadi proses pemberdayaan bagi pelaku usaha kecil di Cipulir.

(21)

ingin melihat bagaimana Swisscontact dalam menjalankan programnya telah mampu menstimuli, mendorong, dan memotivasi para pelaku usaha kecil dalam bentuk pertemuan rutin dengan para pelaku usaha kecil.

(22)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan :

: Faktor yang mempengaruhi Swisscontac

Strategi Pemberdayaan Small and Medium Enterprise Promotion

(SMEP) Jakarta

Manfaat Program

1. Peningkatan pengetahuan 2. Peningkatan

keterampilan

1. Peningkatan pendapatan 2. Adanya pasar baru

3. Akses bahan baku lebih

Meningkatnya daya kompetitif usaha kecil di Cipulir Primer

Pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada

Sekunder

Menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi masyarakat, agar mempunyai kemampuan /keberdayaan untuk menentukan pilihan Tahap Implementasi

Proses Pemberdayaan : 1. Primer

(23)

2.3 Hipotesa Pengarah

Jika strategi program dan implementasi program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) berbasis konsep pemberdayaan, maka penerima program (UMKM) akan menjadi berdaya.

2.4 Definisi Konseptual

1. Strategi pemberdayaan adalah perencanaan dan manajemen suatu program untuk mencapai tujuan yang dipakai oleh Swisscontact pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)

2. Strategi Fasilitasi adalah strategi yang dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. 3. Strategi Edukatif strategi yang digunakan untuk membentuk pengetahuan dan

keahlian tertentu.

4. Strategi Persuasif adalah strategi yang berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun dan dipresentasikan. 5. Strategi Kekuasaan adalah strategi yang akan efektif jika mempunyai agen

peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses.

6. Tahap implementasi adalah proses penerapan program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact yang didalamnya terdapat proses pemberdayaan.

7. Proses pemberdayaan adalah proses dimana para penerima program mendapatkan perubahan dari program, dimana kecenderungan proses dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

8. Proses Pemberdayaan Primer adalah proses yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka.

(24)
(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melalui pendekatan ini peneliti berusaha mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) yang dilaksanakan oleh Swisscontact. Penggunaan metode kualitatif ini juga berusaha untuk menganalisa manfaat yang diterima oleh penerima program (UMKM). Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus. Strategi studi kasus dipilih karena pada peneliti ini peneliti ingin memahami permasalahan penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Alasan pemilihan strategi studi kasus juga berdasarkan tipe pertanyaan penelitian, yaitu seputar “bagaimana” sehingga tujuan penelitiannya dapat memahami strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan pada program ini.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua lokasi, lokasi pertama yaitu di kantor Swisscontact yang berada di Jalan Terusan Hang Lekir nomor 15, Kebayoran, Jakarta Selatan. Lokasi kedua bertempat di Cipulir, Jakarta Selatan.

(26)

3.3 Penentuan Unit Analisis 3.3.1 Penentuan Informan

Informan yang dipilih yaitu orang yang mengetahui tentang informasi secara keseluruhan mengenai program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP), yaitu karyawan Swisscontact itu sendiri. Informan diharapkan mampu memberikan informasi tentang keberlangsungan program SMEP ini mulai dari proses awal hingga program ini selesai. Informan juga berperan dalam membantu peneliti untuk melakukan pendekatan kepada para pelaku usaha kecil penerima program SMEP. Informan disini ialah Pak Ad (Ketua Program SMEP) dan Ibu Mr (Wakil Ketua Program SMEP).

3.3.2 Penentuan Responden

Responden merupakan para pelaku usaha kecil di Cipulir yang menerima program SMEP. Responden dipilih secara sengaja (purposive). Metode ini dipilih berdasar pada kepentingan hal, peristiwa, struktur masyarakat dan situasi yang berkaitan dengan tujuan atau masalah penelitian. Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan informasi dari para pelaku usaha yang mendapatkan bantuan program secara keseluruhan. Responden terdiri dari tiga orang dari tiap-tiap ketua kelompok usaha kecil yang ada di Cipulir. Mereka adalah Bapak Nsr (ketua kelompok usaha kecil daerah Padang), Bapak Asm (ketua kelompok usaha kecil daerah Karawang), dan Bapak Mht (ketua kelompok usaha kecil daerah Purworejo). Ketiga responden ini dipilih karena ketiganya merupakan pelaku usaha kecil di Cipulir yang mengikuti program SMEP dari tahap awal hingga selesai. Alasan lain karena ketiga responden ini memiliki informasi yang lengkap dan mencukupi mengenai strategi pemberdayaan, proses pemberdayaan, dan manfaat program SMEP.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

(27)

mengenai laporan tentang program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP).

Teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam maksudnya adalah temu muka berulang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana ia ungkapkan dalam bahasanya sendiri. Jenis wawancara mendalam yang dipakai adalah jenis wawancara untuk mempelajari kejadian dan kegiatan yang tak dapat dipahami secara langsung.

Untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan, maka peneliti membuat tabel tentang kebutuhan informasi yang dibutuhkan pada saat penelitian (terlampir pada lampiran 2).

3.5 Teknik Analisis Data

(28)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Swisscontact

Swisscontact, sebuah organisasi nirlaba untuk kerjasama teknis yang didirikan pada tahun 1959 oleh perwakilan industriawan swasta dan universitas di Swiss dengan tujuan mendukung pembangunan sosial dan ekonomi di negara sampai negara mitra yang kurang berkembang. Sampai dengan saat ini, Swisscontact berada di kurang lebih 30 negara seperti Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa Timur dan dikenal sebagai organisasi terkemuka dalam bidang kerjasama pembangunan. Menyadari bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan dimulai dari landasan sektor swasta yang kuat dan dinamis, maka sejak awal Swisscontact menitikberatkan pada pembangunan sektor swasta melalui pendidikan profesional serta dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), termasuk akses ke jasa keuangan maupun ekologi perkotaan.

4.2 Misi Swisscontact di Indonesia

Swisscontact adalah lembaga pembangunan internasional yang didirikan oleh sektor swasta Swiss, dengan pengalaman 30 tahun di Indonesia. Lembaga ini mempunyai reputasi baik dengan pendekatan-pendekatannya yang inovatif dan pragmatis dalam bidang pendidikan dan pelatihan, ekologi perkotaan, dan pengembangan UMKM.

Swisscontact ingin turut memberikan kontribusi dalam peningkatan taraf hidup di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan akses yang merata bagi seluruh unsur masyarakat untuk berpartisipasi dalam perekonomian melalui lingkungan yang memungkinkan pengembangan sektor swasta, serta mendorong praktek-praktek yang lebih peka ekologi di dalam lingkungan perkotaan. Untuk masalah-masalah lokal, Swisscontact selalu berusaha memfasilitasi solusi-solusi lokal yang tepat.

(29)

sebagai stakeholders sosial dan ekonomi untuk menciptakan kesempatan-kesempatan bagi pembangunan di masa depan.

Di Indonesia, Swisscontact telah melaksanakan proyek-proyek pembangunan selama lebih dari 30 tahun, dengan pertama-tama menitikberatkan pada pendidikan dan pelatihan kejujuran melalui proyek-proyek seperti POLMAN di Bandung (sebelumnya dikenal sebagai Politeknik Mekanik Swiss) dan Vocational Education Development Center (VEDC) atau Pusat Pengembangan Pendidikan Kejuruan di Malang. Dalam 15 tahun terakhir, Swisscontact memusatkan perhatian pada promosi UMKM dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan, dan dikenal karena berpengalaman di bidang promosi UMKM dan Ekologi Perkotaan, yaitu :

Sebagai kontributor penting bagi praktek-praktek internasional yang baik di dalam pemberian jasa-jasa usaha dan akibat intervensi yang inovatif dan berorientasi pasar, Swisscontact bekerja dengan berbagai mitra sektor swasta untuk merangsang lebih banyak jasa yang cocok dan tepat untuk UMKM. Berbagai intervensi inovatif guna merangsang terciptanya lingkungan usaha yang lebih kondusif pada tingkat nasional dan lokal, antara lain telah membantu meningkatkan mekanisme untuk mewakili perusahaan di bidang dialog kebijakan, menyederhanakan peraturan dan prosedur untuk registrasi usaha, serta meningkatkan kapasitas dan praktek penilaian dampak dari peraturan perundang-undangan.

Membangun reputasi sebagai pelaku yang berpengaruh dalam program mengurangi emisi kendaraan bermotor yang membawa manfaat ekonomi dan sosial yang besar bagi masyarakat dan sektor swasta.

Pada bulan Januari tahun 2005, program Swisscontact di Indonesia mempunyai enam proyek di bidang promosi UMKM dan ekologi dengan anggaran sekitar US$3 juta per tahun. Berikut penjelasannya:

(30)

1. Proyek SPESI (Swiss Program for Small and Medium Enterprise in Indonesia) dipusatkan di Sumatra dengan kantor di Padang dan Medan.

Tujuan utama proyek ini adalah mengembangkan jasa-jasa usaha profesional dalam bidang akses pasar (lokal dan ekspor), kemitraan usaha dan akses keuangan.

2. Proyek BUDBIN (Business Development Baden-Wurttemberg-Indonesia) dengan kantor di Bandung, mendukung mitra-mitra lokal untuk mendirikan Pusat Pengembangan Usaha untuk UMKM. Sama seperti SPESI, proyek BUDBIN menyediakan bantuan teknis dan keuangan bagi para mitra lokal untuk mengembangkan jasa-jasa usaha profesional di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jabotabek.

3. Proyek SELF (Small Enterprise Link to Finance Project) dengan kantor di Jakarta bertujuan mengembangkan pasar yang efisien untuk kredit usaha kecil dengan: a) menghubungkan UMKM, penyedia jasa dan lembaga keuangan, b) mengatasi kendala-kendala akibat berbagai peraturan yang berhubungan dengan kredit, c) meningkatkan kapasitas lembaga keuangan terpilih untuk memberi kredit kepada UMKM, serta d) meningkatkan informasi pasar untuk UMKM, penyedia jasa, dan lembaga keuangan.

4. Proyek LED-NTT (Local Economic Development Project in NTT) menerapkan pendekatan terpadu bagi upaya pengembangan sektor swasta dengan menciptakan lingkungan usaha yang memungkinkan dalam kerjasama dengan pemerintah daerah, mengembangkan jasa-jasa usaha untuk sektor-sektor yang sangat berpotensi untuk tumbuh (kacang mede, vanili, rumput laut, dan kepariwisataan), serta meningkatkan akses ke jasa keuangan untuk UMKM.

5. Proyek SPAN (Swiss Business Recovery Program for Aceh and North Sumatra) dengan kantor yang berlokasi di Medan, bertujuan memberikan

(31)

Di bidang ekologi perkotaan, Clean Air Project (CAP) di Jakarta bertujuan meningkatkan kualitas udara melalui peningkatan kesadaran semua stakeholders mengenai masalah yang berhubungan dengan polusi udara, mendukung pemerintah dalam menyusun kerangka kebijakan untuk udara bersih, maupun dengan melaksanakan proyek-proyek perintis untuk mengendalikan emisi gas buang dari kendaraan pribadi dan transportasi umum.

Peran Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) ini, adalah sesuai dengan program mereka yang berada di

Jakarta yaitu Small Enterprise Link to Finance Project (SELF). Sesuai dengan ketentuan program SELF, pada program SMEP ini Swisscontact hanya berfokus pada menghubungkan UMKM, penyedia jasa dan lembaga keuangan, mengatasi kendala-kendala akibat berbagai peraturan yang berhubungan dengan kredit, meningkatkan kapasitas lembaga keuangan terpilih untuk memberi kredit kepada UMKM, serta meningkatkan informasi pasar untuk UMKM, penyedia jasa, dan lembaga keuangan.

4.3 Profil Klaster UMKM Cipulir

Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Selatan, Jakarta Selatan dikenal sebagai salah satu sentra industri konveksi di Jakarta, diantaranya adalah produk sampai produk celana anak berbahan baku jins. Sebagai sentra industri konveksi, salah satu keunggulannya adalah kedekatan geografisnya dengan Pasar Cipulir, yang juga dikenal sebagai pusat grosir TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) di Jakarta setelah Pasar Tanah Abang. Para pelaku usaha konveksi disana memiliki kios di Pasar Cipulir yang memudahkan mereka untuk menjual hasil produknya sekaligus memperpendek rantai pasok (supply chain) di lapis forward, dengan wilayah pemasaran hasil produknya tidak hanya Jakarta tetapi

menjangkau seluruh wilayah kepulauan di Indonesia.

(32)

obras dan jahit, pembuatan tres dan lubang, pencucian, pewarnaan, manequin dan setrika, buang benang, pasang kancing dan gesper, pemasangan merk, dan pengemasan.

Sebagian proses produksi yang dilakukan melibatkan penduduk lokal di wilayah sentra dengan sistem makloon. Hasil produksi yang telah dihasilkan seluruhnya dikirim ke Pasar Cipulir. Selain Pasar Cipulir, hasil produksi juga didistribusikan ke Tanah Abang serta ke wilayah lain ke seluruh Indonesia. Untuk sistem pembayaran yang digunakan pada distribusi barang di luar Pasar Cipulir menggunakan cara giro, dua sampai tiga bulan. Apabila barang yang diterima rusak, maka akan diganti dengan jumlah uang yang sebanding dengan cara memotong uang pembayaran, terkadang pembeli yang berasal dari luar kota diberikan fasilitas untuk menginap di Hotel Syari‟ah Al Marwah.

Pengembangan teknologi pada pelaku usaha Pasar Cipulir belum ada, pemakaian mesin hanya pada proses alat pemotongan kain, obras, dan jahit, selebihnya menggunakan manual dan komputer bagi jasa bordir. Sumber permodalan umumnya adalah modal pribadi dan pinjaman kerabat atau orang terdekat, belum memanfaatkan jasa lembaga pembiayaan. Pelaku usaha terkadang membayar upah pekerja dengan meminjam karena tidak ada dana cash kecuali jika giro telah cair. Tenaga kerja inti yang ada umumnya bukan

(33)

4.4 Gambaran Umum Program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)

Salah satu program dari Swisscontact dalam membantu pengembangan UMKM di Indonesia adalah dengan adanya program SMEP yang berlokasi di Jakarta, tepatnya di daerah Cipulir. Seperti dijelaskan sebelumnya, Cipulir merupakan tempat berkumpulnya industri garmen terbesar yang ada di Jakarta. Program SMEP telah berjalan dari tahun 2007 sampai sekarang. Banjir besar yang melanda pada kota Jakarta pada bulan Februari tahun 2007 dijadikan momentum yang tepat oleh Swisscontact dalam melaksanakan program sekaligus mempromosikannya kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Dalam upaya mempromosikan programnya, Swisscontact mengambil perhatian para pelaku usaha kecil dengan memberikan bantuan berupa penggantian mesin jahit sebanyak 800 mesin kepada 400 pelaku usaha kecil. Sebelum program ini dilaksanakan, Swisscontact melakukan survei untuk mengklasifikasikan para pelaku UMKM secara keseluruhan yang berada di Cipulir. Hasil dari pengklasifikasian ini adalah dengan membagi kelompok usaha menjadi tiga, yaitu usaha skala mikro, skala kecil, dan skala menengah. Pada program ini, Swisscontact memfokuskan hanya pada usaha skala kecil saja, karena usaha kecil dianggap paling berpotensi untuk dikembangkan (dibahas dalam bab selanjutnya).

(34)

BAB V

STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

5.1 Strategi Pemberdayaan

Program Small and Medium Enterprie Promotion (SMEP) yang dilakukan oleh Swisscontact kepada para Usaha Kecil yang berada di Pasar Cipulir bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku Usaha Kecil. Usaha kecil menjadi sorotan utama dalam program ini, karena Swisscontact menganggap sektor ini yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Usaha kecil di daerah Cipulir ini memproduksi celana jins khususnya untuk anak-anak. Permasalahan yang biasanya dihadapi oleh usaha kecil, khususnya pada bidang garmen adalah kemampuan tentang keuangan yang terbatas (kemampuan manajemen dan administrasi), ketidaktahuan terhadap mutu produk, desain yang tidak inovatif dan lemahnya akses pada bahan baku.

Dalam pelaksanaannya, Swisscontact mempunyai strategi pemberdayaan yaitu strategi fasilitasi. Strategi fasilitasi sendiri adalah strategi yang dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. Kasus yang terjadi di Pasar Cipulir adalah para pelaku usaha kecil telah mengetahui dan sadar akan permasalahan yang terjadi pada mereka, dan mereka membutuhkan adanya bantuan dan dukungan melalui program-program bantuan. Melalui strategi ini, Swisscontact dapat bertindak sebagai fasilitator. Oleh karena itu, tugas dari fasilitator ini seringkali membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah bersama-sama kliennya mencari penyelesaian yang terjadi di Pasar Cipulir.

5.2 Identifikasi Kelompok Sasaran

(35)

Pada pelaksanaannya, proses pengidentifikasian kelompok sasaran sepenuhnya dilakukan oleh Swisscontact. Pada awalnya, Swisscontact melakukan identifikasi kelompok usaha yang berada di Pasar Cipulir, dan didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Usaha Mikro : Jumlah unit usaha mikro yang ada di Pasar Cipulir berjumlah 348 unit dengan jumlah pekerja antara dua sampai sepuluh pekerja, dan total keseluruhan unit mikro ini dapat menyerap tenaga kerja berjumlah 1740 orang (rata-rata lima orang per unit usaha). Jumlah produksi yang dapat dihasilkan per tahun sebanyak 40.000 sampai 60.000 potong, dengan net profit 20 sampai 30 persen dan pertumbuhan penjualan nol sampai satu persen per tahun.

2. Usaha Kecil : Jumlah unit usaha kecil yang ada di Pasar Cipulir berjumlah 203 unit dengan jumlah pekerja antara 11 sampai 30 pekerja, dan total keseluruhan unit kecil ini dapat menyerap tenaga kerja berjumlah 4060 orang (rata-rata 20 orang per unit usaha). Jumlah produksi yang dapat dihasilkan per tahun sebanyak 70.000 sampai 80.000 potong, dengan net profit 10 sampai 20 persen dan pertumbuhan penjualan lima sampai 10 persen per tahun.

3. Usaha Menengah : Jumlah unit usaha menengah yang ada di Pasar Cipulir berjumlah 29 unit dengan jumlah pekerja lebih dari 30 pekerja, dan total keseluruhan unit menengah ini dapat menyerap tenaga kerja berjumlah 1450 orang (rata-rata 50 orang per unit usaha). Jumlah produksi yang dapat dihasilkan per tahun sebanyak 100.000 sampai 300.000 potong, dengan net profit 10 sampai 20 persen dan pertumbuhan penjualan 10 sampai 20 persen per tahun.

Dalam penentuan klasifikasi para pelaku UMKM ini, Swisscontact tidak mempunyai data acuan dari lembaga-lembaga lain. Pengklasifikasian ini terlahir murni berdasar pada kondisi nyata yang ada di lapangan. Alasan Swisscontact tidak mengacu pengklasifikasian UMKM dari lembaga manapun, adalah supaya hasil data yang didapat benar-benar sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(36)

yang mempunyai kompetensi untuk dikembangkan. Pada usaha mikro, skala pendapatan pedagang masih sangat kecil, mereka pun tidak terlibat dalam proses pengerjaan produksi dari awal sampai barang jadi. Mereka hanya bertugas untuk menjual barang jadi saja di Cipulir. Sedangkan pada usaha menengah, usaha ini dirasa sudah cukup mandiri. Mereka sudah dapat bertahan dengan persaingan pasar. Pada usaha menengah mereka sudah tidak mengalami penurunan omset yang signifikan. Oleh karena itu, program ini hanya berkonsentrasi pada usaha kecil, dimana pada usaha kecil mereka sudah mengerjakan proses produksi dari awal hingga barang jadi. Tetapi mereka mempunyai masalah dalam berproduksi, misalnya jaringan pemasaran yang masih rendah dan tingkat produktivitas yang rendah.

Langkah berikutnya adalah dengan mensosialisasikan program ini kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Pada tahap identifikasi kelompok sasaran, dapat terlihat belum adanya partisipasi dari para penerima program. Para penerima program hanya mendapatkan informasi awal mengenai pelaksanaan kegiatan identifikasi kelompok sasaran yang diinformasikan oleh koperasi yang berada di Cipulir.

5.3 Penentuan Masalah dan Perencanaan Partisipatoris

Pada tahap penentuan masalah dan perencanaan partisipatoris, diperlukan dalam proses pemberdayaaan karena seringkali lembaga atau instansi yang akan memberdayakan masyarakat belum mengenal dengan baik kondisi masyarakat yang menjadi sasaran program. Dalam merencanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan, pihak yang terlibat harus memperhatikan kondisi yang dialami oleh pihak yang akan diberdayakan dan potensi yang dimilikinya. Sehingga kegiatan-kegiatan yang direncanakan dapat berjalan efektif dan efisien.

(37)

serta merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya. FGD, dihadiri oleh para pelaku usaha kecil di Cipulir, dan dihadiri pula oleh lembaga-lembaga terkait di sekitar usaha kecil ini. Pada tahap ini, setiap peserta FGD diberikan peluang untuk terlibat aktif dalam mengidentifikasi masalah-masalah apa saja yang mereka alami selama berusaha di Cipulir. Swisscontact dalam tahap ini hanya sebatas memfasilitasi dan memberikan arahan. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Asm, 44 tahun (ketua kelompok usaha kecil daerah Karawang) :

“...pada saat rapat Pak Ade (ketua program SMEP) memberikan pengarahan dan langsung menanyakan keluhan apa aja yang ada sama Usaha Kecil di Pasar Cipulir, kita semua dikasih kesempatan buat ngomong semua keluhan yang ada...”.

Setelah proses FGD selesai maka didapatkan empat permasalahan yang akan dicari penyelesaiannya secara bersama. Permasalahan tersebut adalah : 5. Tingkat produktivitas yang rendah.

6. Jaringan pemasaran yang rendah.

7. Akses yang rendah terhadap bahan baku.

8. Tidak adanya dukungan dari lembaga-lembaga terkait.

(38)

“utang” dan sisa pembayaran akan dikenai bunga yang lumayan besar tiap bulannya. Permasalahan yang terakhir adalah tidak adanya kepedulian dari lembaga-lembaga terkait di sekitar usaha kecil di Cipulir.

Empat permasalahan yang muncul pada saat FGD berlangsung, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para pelaku usaha kecil, mereka benar-benar diberi keleluasaan berpendapat tentang keluhan yang selama ini dirasakan pada saat berusaha. Partisipasi sangat terasa pada tahap ini, tidak seperti tahap sebelumnya. Pada proses ini, para pelaku usaha kecil di Cipulir terlibat dalam proses analisis perencanaan kegiatan dan memiliki kontrol terhadap keputusan dan pelaksanaan kegiatan.

Setelah proses FGD selesai maka Swisscontact membagi para pelaku usaha kecil berdasarkan suku/ras daerah masing-masing. Ada tiga kelompok suku yang dominan yaitu, Padang, Karawang, dan Purworejo, dengan ketuanya masing-masing adalah Pak Nsr (ketua kelompok Padang), Pak Asm (ketua kelompok Karawang), dan Pak Mht (ketua kelompok Purworejo). Pembagian kelompok berdasarkan suku dipilih karena mereka sudah mempunyai perkumpulan atau organisasi sendiri dan ada pertemuan rutin tiap bulannya, sehingga lebih mudah dari pihak Swisscontact untuk memberikan program.

Masalah yang sering dihadapi oleh para pemberi program ketika ingin mengembangkan UMKM, adalah karateristik para pelaku usaha kecil yang ingin perubahan terjadi secara cepat. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka strategi Swisscontact memberikan pelatihan yang intensif kepada masing-masing ketua kelompok untuk dapat menerapkan pada usahanya, dimana nantinya tiap-tiap ketua kelompok ini akan mentransfer pengetahuan mereka tentang bagaimana berusaha yang baik kepada para anggotanya dan tiap-tiap kelompok rata-rata memiliki 100 sampai 125 pelaku usaha.

(39)

Tabel 2 Area Intervensi Pada Program SMEP

Area intervensi Keterangan

Meningkatkan Produktivitas

Mengefisienkan biaya produksi

Meningkatkan manajemen bisnis dan operasional

Peningkatan ketrampilan teknis

Meningkatkan Akses Pasar

Meningkatkan informasi pasar

Penguatan Business Linkage: Peningkatan komunikasi, kapasitas, manajemen bisnis dll.

Berdasarkan dengan tabel 2, Swisscontact bersama dengan para pelaku usaha kecil menentukan langkah-langkah nyata untuk menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan area intervensi masing-masing. Pada area inervensi peningkatan produktivitas maka langkah nyata pada area ini adalah dengan melakukan penguatan dan peningkatan kapasitas para pelaku. Bentuknya adalah dengan mengadakan pelatihan yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pelatihan manajemen kerja dan tahap kedua adalah pelatihan manajemen keuangan. Pada area intervensi peningkatan akses pasar maka langkah nyata pada area ini adalah dengan melakukan promosi klaster/kelompok-kelompok usaha kecil yang mendapatkan program SMEP. Bentuknya adalah dengan penguatan koperasi yang sudah ada, pembentukan CTC (Community Technology Center), dan dengan bermitra pada usaha garmen skala besar. Pada area intervensi yang terakhir yaitu penguatan services provider maka langkah nyata pada area ini adalah dengan melakukan replikasi dari para lembaga terkait yang tertarik untuk pengembangan klaster. Bentuknya adalah dengan melakukan mitra kerja dengan lembaga-lembaga tersebut agar mereka mau membantu program SMEP. Untuk lebih jelasnya, langkah nyata dari tiap-tiap area intervensi akan dijelaskan pada subbab-subbab berikut ini.

5.3.1 Penguatan dan Peningkatan Kapasitas Pelaku

(40)

yang rendah. Untuk mengatasi permasalahan yang paling utama, diperlukan intervensi yang dilakukan kepada para pelaku-pelaku usaha kecil di Pasar Cipulir. Pelaku disini mencakup produsen, pedagang, penyedia bahan baku, dan lembaga terkait lainnya. Namun, pelaku yang menjadi sorotan utama dalam program ini adalah produsen, dimana produsen merupakan pelaku utama dalam dunia usaha kecil di Cipulir. Bentuk intervensi yang dilakukan oleh Swisscontact kepada para pelaku usaha berupa pelatihan, baik itu pelatihan untuk masalah manajemen kerja, manajemen keuangan maupun pelatihan teknis tentang bagaimana menjahit dengan waktu dan cara yang lebih efisien, menjahit dengan model-model baru yang lebih modern, dan lain-lain. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan para pelaku usaha nantinya dapat bekerja lebih cepat, efisien dan diharapakan keluaran akhir dari pelatihan adalah kualitas produk yang menjadi lebih bagus.

Perubahan lain yang diharapkan oleh Swisscontact adalah dengan berubahnya manajemen keuangan dengan pembukuan arus kas yang lebih jelas sehingga para pelaku usaha akan lebih mudah jika menginginkan pinjaman/bantuan modal dari bank. Sejalan dengan perubahan manajemen keuangan yang lebih teratur maka diharapkan pelaku usaha mendapatkan pinjaman usaha untuk meningkatkan produksi, dan dengan perubahan pada kualitas produk otomatis akan menambah pasar baru bagi para pelaku usaha kecil di Cipulir.

Dengan adanya intervensi ini diharapkan para pelaku usaha kecil yang ada di Pasar Cipulir dapat keluar dari permasalahan rendahnya tingkat

(41)

Gambar 2. Strategi Penguatan Dan Peningkatan Kapasitas Pelaku

5.3.2 Promosi Klaster

Langkah berikutnya yang akan dilakukan oleh Swisscontact dalam menyelesaikan masalah yang ada pada para pelaku usaha di Cipulir adalah dengan cara mempromosikan klaster/kelompok usaha kecil ini. Promosi klaster ini dilakukan dengan cara memperluas jaringan pasar yang ada pada para pelaku usaha kecil di Pasar Cipulir. Langkah ini akan dilakukan jika strategi pertama telah selesai. Karena terkait dengan permasalahan yang pertama, yaitu jaringan pasar yang sedikit disebabkan karena kualitas produk yang kurang bagus. Sebelum adanya program bantuan dari Swisscontact, jaringan pasar para pelaku usaha kecil di Pasar Cipulir telah dijelaskan sebelumnya hanya terbatas di daerah sekitar Pasar Cipulir, sebagian didistribusikan ke Tanah Abang, dan beberapa ke luar pulau Jawa, dan biasanya siklus pembelian/pemesanan barang meningkat pada saat hari raya Idul Fitri saja, setelah itu tingkat pemesanan akan menurun drastis. Untuk itu diperlukan promosi dari para pelaku usaha kecil di Pasar Cipulir, agar jaringan pasar lebih luas.

Langkah pertama yang dibuat oleh Swisscontact adalah dengan memperkuat kembali koperasi yang sudah terbentuk. Pada awalnya koperasi ini hanya berfungsi untuk melayani para anggotanya dalam bantuan untuk mendapatkan barang-barang rumah tangga/sembako. Namun setelah ada Tingkat

1. Produksi menjadi lebih efisien dan cepat

(42)

program ini, koperasi dialih fungsikan sebagai koperasi yang dapat memudahkan kepada para pelaku usaha dalam mempermudah akses bahan baku dan akses keuangan. Maksudnya adalah koperasi ini nantinya berfungsi sebagai penyedia bahan baku kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir sehingga kualitas dari celana jins akan selalu sama. Selanjutnya adalah pembentukan CTC (Communication and Training Center). CTC adalah wadah bagi para pelaku usaha kecil di Cipulir untuk dapat memasarkan produknya lewat internet di bawah bimbingan dari BDS Triasa sebagai salah satu dari mitra Swisscontact dalam program ini. Dengan adanya CTC, pemesanan produk dapat dilakukan via internet dan dengan adanya CTC para pelaku usaha kecil dapat melihat tren model-model celana jins dari internet.

Langkah selanjutnya adalah, Swisscontact bermitra dengan beberapa usaha garmen dalam skala besar. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk kerja sama antar usaha besar dan usaha kecil dalam sektor garmen. Teknis pelaksanaannya adalah para pekerja usaha kecil mendapatkan pelatihan langsung oleh usaha garmen berskala besar. Pelatihan ini bertujuan agar para pegawai usaha kecil dapat menjahit sesuai dengan standar dari usaha garmen skala besar, dan pada akhirnya order atau pemesanan yang diterima oleh usaha skala besar dapat dilimpahkan sebagian kepada para pelaku usaha kecil, sehingga pendapatan mereka akan meningkat. Strategi ini dapat dilihat lewat gambar 3 :

(43)

5.3.3 Replikasi dari Para Pihak Yang Tertarik untuk Pengembangan Klaster

Tahap ini bertujuan untuk mendukung semua intervensi yang akan dilaksanakan pada program ini, maka Swisscontact perlu bermitra dengan lembaga-lembaga yang ada di sekitar lingkungan usaha kecil di Pasar Cipulir. Lembaga yang telah bermitra selama program berlangsung adalah:

1. Microsoft

Berkontribusi dalam pengadaan komputer dalam program CTC (Communication and Training Centers), dengan tujuan dari program ini untuk memasarkan CTC kepada para pelaku usaha di Pasar Cipulir agar mereka dapat mencari informasi terkait dengan peningkatan pemasaran produk.

2. BDS Triasa

Menyediakan layanan jasa konsultasi bisnis dan penyedia CTC. 3. IGTC (International Garment Training Centers)

Menyediakan pelatihan secara gratis kepada wirausaha yang direkomendasikan dari tiap-tiap kelompok. Program pelatihan meliputi pengetahuan tentang mesin jahit, identifikasi, proses produksi, dan monitoring.

4. Universitas dan Program Pemerintah Nasional

Universitas Bina Nusantara berpartisipasi dalam pemberian pelatihan kepada para pelaku program SMEP, dimana program ini dibiayai oleh program pemerintah. Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang memberikan pelatihan berjumlah sepuluh orang dengan waktu intensif selama lima bulan.

5. BRI

Menyediakan bantuan pinjaman kepada pelaku Usaha Kecil. 6. Departemen Pendidikan

Mempromosikan program pemberdayaan kepada para pemuda di Cipulir melalui pembiayaan pelatihan menjahit.

7. JaCC (Jakarta City Center)

(44)

8. Bali Nirwana Limited Company

Memfasilitasi implementasi kemitraan antara Usaha Skala Kecil dengan Usaha Skala Besar.

9. Pemerintah Lokal Jakarta

(45)

BAB VI

PROSES PEMBERDAYAAN PROGRAM

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

6.1 Proses Pemberdayaan

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan : Pertama, proses pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi. Proses ini disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimuli, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau kerberdayaan untuk menentukan apa yang menajdi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Sesungguhnya diantara kedua proses tersebut saling terkait. Agar kecenderungan primer dapat terwujud, seringkali harus melalui sekunder terlebih dahulu. Proses inilah yang digunakan oleh Swisscontact dalam menjalankan program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir.

6.1.1 Proses Pemberdayaan Sekunder

(46)

Konsultasi merupakan bantuan yang diberikan dalam bentuk nasihat yang ditujukan agar para pelaku usaha kecil di Cipulir dapat menggunakan sumberdaya dengan efisien dan dalam arah kegiatan yang konsisten dengan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Konsultasi sebagai proses pemberdayaan diperlukan karena meskipun setiap kegiatan telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, ada kemungkinan bahwa permasalahan yang tidak dilihat sebelumnya akan muncul pada saat kegiatan dilaksanakan. Evaluasi dilakukan sejalan dengan konsultasi. Pertemuan ini dilakukan dengan cara FGD yang dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, Swisscontact mengadakan pertemuan FGD bersama dengan para pelaku usaha kecil di Cipulir. Sedangkan tahap kedua, Swisscontact mengadakan pertemuan FGD bersama dengan lembaga-lembaga yang bermitra dengan Swisscontct pada program SMEP.

Pertemuan diskusi ini diadakan setiap enam bulan sekali, hal ini diperlukan agar program yang telah diterima para pelaku usaha dapat dikontrol dan tidak melenceng dari tujuan awal program dan dapat dilihat perkembangannya.

6.1.2 Proses Pemberdayaan Primer

(47)

berdasarkan langkah-langkah/intervensi yang akan dilakukan pada program SMEP. Pertama, pelatihan ditujukan untuk menjawab intervensi penguatan dan peningkatan kapasitas pelaku, yaitu dengan adanya pelatihan manajemen kerja dan pelatihan manajemen keuangan. Sedangkan pelatihan yang kedua adalah untuk menjawab intervensi promosi klaster, yaitu dengan adanya penguatan koperasi, pembentukan CTC, dan pelatihan oleh PT Bali Nirwana. Pelatihan dalam rangka menjalankan intervensi penguatan dan peningkatan kapasitas pelaku antara lain :

1. Pelatihan Manajemen Kerja oleh IGTC (International Garmen Training Center)

Salah satu pelatihan yang dilakukan oleh Swisscontact kepada pelaku usaha kecil adalah pelatihan teknik pengelolaan usaha garmen oleh IGTC (International Garmen Training Center) sebagai mitra yang ikut membantu dalam program ini. Pada pelatihan ini langkah pertama adalah peserta diberikan ilmu-ilmu atau teori mengenai bagaimana langkah-langkah melakukan usaha garmen, bagaimana cara mengembangkannya, dan bagaimana para pelaku usaha kecil untuk mengembangkan usaha mereka.

Gambar

Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar (UMKM) tahun 2007-2008
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 2 Area Intervensi Pada Program SMEP
Gambar 2. Strategi Penguatan Dan Peningkatan Kapasitas Pelaku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efektifitas yang ditinjau dari segi pelaksanaan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam Program Kemitraan untuk perkembangan UMKM sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur

Penyaluran kredit Bank Pemerintah pada sektor UMKM baru mencapai 11% dari total kredit Perbankan Nasional meskipun telah cukup mendominasi sebesar 42% dari total

Dari 150 UKM, 80,67 persen di antaranya menunjukkan adanya peningkatan modal usaha, 18 persen menyatakan tidak ada perbedaan modal usaha antara sebelum dengan

Mengingat permasalahan yang timbul dari kurangnya tingkat produktivitas sektor pertanian, para pelaku tani harus mulai serius dalam menangani hal tersebut dengan berbagai faktor yang