• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan daur optimum kelas perusahaan Acacia mangium Willd. di kesatuan pemangkuan hutan Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan daur optimum kelas perusahaan Acacia mangium Willd. di kesatuan pemangkuan hutan Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

HUTAN BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA

BARAT DAN BANTEN

DUDI PERMANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PENENTUAN DAUR OPTIMUM KELAS PERUSAHAAN

Acacia mangium

Willd. DI KESATUAN PEMANGKUAN

HUTAN BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA

BARAT DAN BANTEN

DUDI PERMANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

PERUSAHAAN Acacia mangium Willd. DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Budi Kuncahyo MS.

Acacia mangium termasuk pada golongan sepuluh jenis kayu industri (yield table of ten industrial wood species). Banyak manfaat yang diperoleh dari jenis tanaman ini yaitu dari kayunya dapat dibuat untuk kayu pertukangan, meubeler, vinir, bahan baku kertas dan sumber energi. Dari daun dan polongnya dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos serta kulitnya bisa digunakan sebagai bahan baku untuk kerajinan tangan antara lain vas bunga.

Di KPH Bo gor Kelas Perusahaan Acacia mangium hanya terdapat di satu BKPH yaitu BKPH Parungpanjang dengan luas hutan produksi mencapai 5.342,90 Ha yang terbagi kedalam tiga RPH yaitu RPH Maribaya seluas 2.123,58 Ha, RPH Jagabaya seluas 1.681,68 Ha dan RPH Tenjo seluas 1.537,64 Ha.

Penentuan daur di Kelas Perusahaan Acacia mangium perlu dilakukan secara cermat agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia, dalam hal ini khususnya adalah Perhutani dan masyarakat desa sekitar hutan. Kesalaha n dalam menentukan panjangnya daur yang digunakan dapat berakibat pada kecilnya pendapatan yang diterima oleh Perhutani atau yang lebih bahaya lagi yaitu dapat mengancam kelestarian hutan.

Daur yang terlalu pendek dapat berakibat pada rendahnya kualitas kayu yang dihasilkan sehingga pendapatan yang diterima menjadi sedikit karena harga kayu yang rendah. Daur yang terlalu panjang rentan terhadap gangguan hutan yaitu seperti pencurian kayu, kebakaran hutan dan serangan hama penyakit.

Dengan menentukan panjang daur yang tepat diharapkan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi Perhutani, dapat mensuplai kayu yang cukup bagi industri dan rumah tangga dan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak.

Dalam penelitian ini keputusan untuk menentukan panjang daur yang akan digunakan dilakukan dengan menggunakan metode Linear Goal Programming

(LGP). Pada penelitian ini daur yang digunakan sebagai alternatif adalah daur 7 tahun, daur 8 tahun, daur 9 tahun, daur 10 tahun dan daur 11 tahun.

Sebelum menentukan daur mana yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan analisis finansial terhadap daur alternatif tersebut di atas. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui daur mana saja yang layak untuk diusahakan jika dilihat dari segi finansial. Analisis finansial dilakukan dengan menggunaan pendekatan nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio

(4)

Judul Penelitian : Penentuan Daur Optimum Kelas Perusahaan Acacia mangium Willd. Di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Dan Banten

Nama Mahasiswa : Dudi Permana

NRP : E14101013

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS NIP. 131 578 798

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP.131 430 799

(5)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, adik-adik dan kakak saya yang selalu memberikan dukungan baik berupa materi maupun doa.

2. Bapak Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS selaku dosen pembimbing yang selalu sabar memberikan bimbingan, nasehat dan saran.

3. Bapak Ir. Bintang C. H. Simangunsong, Ms.Ph.D. yang rela meluangkan waktunya untuk saya.

4. Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dan Bapak Ir. Trisna Priadi, M. Eng. Sc. sebagai wakil penguji.

5. Seluruh teman-teman saya di Manajemen Hutan 38 ya ng selalu ada di setiap sisi kesedihan dan kegembiraan saya.

6. Diki, S.Hut., Isma, S.Hut., dan Dita yang selalu siap memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas skripsi ini.

7. Teman satu perjuangan Fajar MNH 38 dan Dinda MNH 36.

8. Untuk semua yang tidak disebutkan di sini saya ucapakan banyak terima kasih.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan karya tulis ini. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2006

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Mei 1983 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Suwardi Widyapermana (Bapak) dan Eni Maryani (Ibu).

Pada tahun 1995 penulis berhasil menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Purbasari 02. Kemudian me lanjutkan studi ke SMPN 3 Ciomas dan menamatkannya pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Insan Kamil Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Di Fakultas Kehutanan IPB penulis mendalami bidang Biometrika Hutan.

Selama Kuliah di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2002-2003 penulis menjabat sebagai Ketua Komisi A (Bagian Internal) di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian pada tahun 2003-2004 penulis menjabat sebagai Ketua Departemen Kesekretariatan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Selain itu, pada tahun 2006 penulis juga aktif menjadi asisten mata kuliah Teknik Pengukuran Dimensi dan Penduga Potensi Tegakan (TPDPPT) dan mata kuliah Ilmu Informatika di Fakultas Kehutanan IPB.

Pada tahun 2004 penulis mengikuti Praktek Umum Pengenalan Hutan di Cilacap dan Baturaden Jawa Tengah dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Getas KPH Ngawi. Pada tahun 2005 penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang di HPH PT. ITCI Kartika Utama Balikpapan Kalimantan Timur.

(7)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

Manfaat Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Acacia mangium ... 3

Pengelolaan Hutan Lestari ... 4

Daur ... 5

Linear Goal Programming... 7

Hasil- hasil Penelitian Sebelumnya ... 8

METODOLOGI PENELITIAN ... 10

Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Alat dan Bahan ... 10

Pengolahan dan Analisis Data ... 10

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 15

Letak dan Luas ... 15

Keadaan Lapangan ... 15

Potensi Hutan ... 16

Sosial Ekonomi Masyarakat... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Penaksiran Produksi Kayu ... 19

Analisis Finansial ... 23

Penyerapan Tenaga Kerja... 30

Penentuan Daur Optimum ... 31

(8)

ii

(9)

Halaman 1. Perkembangan kelas hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium

KPH Bogor ... 16

2. Kepadatan penduduk di wilayah BKPH Parungpanjang... 17

3. Produksi palawija di dalam kawasan hutan... 17

4. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan tegakan Acacia mangium ... 19

5. Penaksiran produksi tebang habis pada setiap daur alternatif... 20

6. Taksiran produksi kayu hasil kegiatan tebang akhir untuk setiap daur alternatif berdasarkan sortimen ... 21

7. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan pada setiap umur tanaman untuk masing- masing daur alternatif ... 22

8. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan dari setiap daur alternatif menurut pembagian sortimen... 23

9. Pendapatan yang diterima perusahaan dari hasil tebangan akhir untuk setiap daur alternatif ... 24

10.Pendapatan yang diterima dari kegiatan penjarangan untuk setiap daur alternatif ... 25

11.Rekapitulasi biaya-biaya pengusahaan hutan. ... 26

12.PSDH hasil kegiatan tebang akhir... 27

13.PSDH hasil kegiatan penjarangan ... 27

14.Hasil perhitungan nilai NPV, BCR dan IRR untuk setiap daur alternatif ... 30

15.Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari setiap daur alternatif ... 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Register inventarisasi hutan KP Acacia mangium di KPH Bogor ... 39

2. Potensi tegakan Acacia mangium... 44

3. Perhitungan faktor koreksi dan angka kayu bakar ... 45

4. Faktor koreksi dan angka kayu bakar setiap kelas umur... 45

5. Persentase sortimen AI, AII, AIII dan kayu bakar hasil penebangan akhir... 46

6. Persentase sortimen AI, AII, AIII dan kayu bakar hasil penjarangan... 46

7. Rincian biaya penebangan tahun 2002 ... 47

8. Rincian biaya persemaian tahun 2002... 48

9. Rincian biaya rutin tahun 2002 ... 49

10.Rincian biaya PSDH hasil penjarangan ... 50

11.Cash flow pada daur 7 tahun ... 51

12.Cash flow pada daur 8 tahun ... 52

13.Cash flow pada daur 9 tahun ... 54

14.Cash flow pada daur 10 tahun ... 56

15.Cash flow pada daur 11 tahun ... 58

(11)

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Keseluruhan keluaran dan manfaat yang dapat diperoleh dari hutan berdasarkan wujudnya dapat dikelompokan ke dalam barang dan jasa. Keluaran hutan yang berbentuk barang berupa hasil hutan kayu dan non kayu. Sedangkan keluaran hutan yang berupa jasa misalnya adalah sebagai pengatur tata air, penyerap karbon, penghasil oksigen dll.

Melihat besarnya manfaat hutan bagi kehidupan, maka dalam pelaksanaannyapun pengelola hutan dituntut untuk dapat mengelola hutan secara lestari sehingga dapat memberikan manfaat secara terus- menerus. Untuk dapat mengelola hutan secara baik diperlukan Perencanaan hutan yang baik pula. Kegiatan perencanaan pengusahaan hutan tidak terlepas dari kegiatan penentuan panjangnya daur yang akan dipakai.

Setiap daur, baik daur yang mempunyai waktu panjang ataupun daur yang mempunyai waktu pendek mempunyai kelebihan dan kekurangan masing- masing. Penggunaan daur yang panjang akan menghasilkan kayu dengan kualitas tinggi sehingga harga jualnya juga akan tinggi yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan maksimum bagi perusahaan. Tetapi daur yang panjang memerlukan perencanaan pengelolaan hutan yang lebih cermat dan teliti karena permasalahan yang akan dihadapi lebih kompleks jika dibandingkan dengan daur yang pendek. Penggunaan daur panjang juga rentan terhadap gangguan hutan seperti pencurian kayu, serangan hama penyakit, kebakaran hutan dan lain- lain yang tentunya dapat mengurangi jumlah produksi kayu.

(12)

2

Selama ini dalam menentukan panjang daur yang digunakan didasarkan pada satu tujuan saja. Padahal di zaman sekarang ini dalam kegiatan pengelolaan hutan dituntut untuk dapat mengotimalkan manfaat hutan yang sangat banyak tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu ditetapkannya panjang daur optimum, yaitu daur yang dapat memberikan keuntungan yang besar, dapat memproduksi kayu yang banyak, menyerap tenaga kerja yang banyak dan dapat menjamin kelestarian hutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan daur optimum, yaitu daur yang selain memberikan keuntungan finansial yang besar juga mampu memproduksi kayu bakar dan kayu pertukangan serta menyerap tenaga kerja secara maksimal.

Manfaat Penelitian

(13)

Acacia mangium

Menurut Khaerudin (1994) Acacia mangium Willd. merupakan salah satu jenis tumbuhan berkayu dari famili Leguminosae. Ciri tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar dan kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Pohon yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter mencapai lebih dari 75 cm.

Pohon Akasia merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species). Tajuknya menyerupai kerucut sampai lonjong. Sewaktu tanaman masih muda (dalam persemaian) memiliki daun majemuk ganda. Sedangkan setelah dewasa muncul daun semu tunggal (phyllodia). Lebar daun di bagian tengah antara 4-10 cm dengan panjang antara 10-26 cm.

Davidson (1982) menyatakan bahwa bunga Acacia mangium Willd. mempunyai bulir sedikit memanjang sekitar 10 cm, kadang satu atau berpasangan di atas ketiak dengan ujung berbulu panjang atau pendek dengan ukuran lebih 1 cm. Bunga majemuk berwarna putih kekuningan dan mempunyai kemampuan untuk menyerbuk sendiri ataupun bersilang. Mahkotanya mempunyai panjang dua kali kelopaknya.

Akasia tumbuh pada ketinggian 30 mdpl - 130 mdpl dan sangat baik tumbuh pada daerah dengan curah hujan tinggi, yaitu pada 1500-4000 mm/tahun serta temperatur maksimum antara 31o-34o C dan minimum antara 13o-16o C.

Acacia mangium Willd. tidak memerlukan syarat tempat tumbuh yang tinggi, dan mampu tumbuh pada lahan yang miskin hara dan tidak subur. Ia mampu tumbuh pada tanah podsolik, di padang alang-alang, bekas penebangan, tanah tererosi, tanah miskin hara, berbatu-batu dan tanah aluvial serta mudah beradaptasi. Menurut Khaerudin (1994) satu-satunya faktor pembatas Acacia mangium yaitu tidak dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat lebih dari 300 m di atas permukaan laut.

(14)

4

Pengelolaan Hutan Lestari

Menurut ITTO (2005) penge lolaan hutan lestari adalah proses pengelolaan lahan hutan permanen untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh pengelola hutan tanpa mengurangi nilai inheren dan produktivitasnya dalam kurun waktu yang panjang dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial.

Menurut Ministerial Conference on the Protection of Forest in Europe

(1993) dalam Helms (1998) pengelolaan hutan lestari adalah pengurusan dan penggunaan lahan hutan pada tingkatan rata-rata yang memungkinkan tetap terpeliharanya keanekaragaman hayati, produktivitas, kapasitas regenerasi, vitalitas, dan kemampuannya untuk memenuhi fungsi- fungsi ekologi yang sesuai, ekonomi, dan sosial pada tingkat lokal, nasional, dan global serta tidak menyebabkan kerusakan kepada ekosistem lainnya pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.

Selain itu juga menurut UN Conference on Environment and Development

(1992) dalam Helms (1998) pengelolaan hutan yang lestari juga termasuk etika pengurusan lahan yang terintegrasi antara penghutanan kembali, mengatur, pertumbuhan, pemeliharaan, dan pemanenan pohon untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat dengan konservasi tanah, udara dan kualitas air, kehidupan liar dan habitat ikan, dan estetika.

Kriteria pengelolaan hutan lestari yang dibuat dalam setiap negara, selain harus berlandaskan kepada nilai-nilai universal yang dihasilkan dari berbagai konvensi internasional, seyogyanya disesuaikan dengan keadaan khusus biofisik hutan, serta keadaan ekonomi, dan sosial-budaya masyarakatnya. Tentu saja kriteria ini dalam jangka panjang akan bersifat dinamis, sehingga memerlukan penyempurnaan dari waktu ke waktu. Akan tetapi kriteria yang telah ada seyogyanya diterapkan secara konsisten (Suhendang, 2002).

(15)

Menurut ITTO (2005) untuk dapat terlaksananya manajemen hutan lestari, maka terdapat lima pokok kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat dikelola secara lestari.

2. The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan yang dapat dip ungut berdasarkan azas-azas kelestarian.

3. The level of Environmental Control, yang secara sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi lingkungan dan dampak-dampaknya yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari yang berwawasan lingkungan. 4. Social and Economic Aspects, yaitu dengan memperhitungkan

pengaruh-pengaruh kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dalam tingkat nasional, juga memperhitungkan peningkatan pendapatan penduduk dan negara dalam arti luas.

5. Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang dinamis dan mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan lestari. Institutional frameworks juga mencakup pengembangan sumberdaya manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan teknologi yang kesemuanya turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari.

Daur

Daur ialah suatu periode dalam tahun yang diperlukan untuk menanam dan memelihara sesuatu jenis pohon sampai mencapai umur yang dianggap masak untuk keperluan tertentu (Perum Perhutani, 2003).

Menurut Gunawan (2002), daur adalah suatu jangka waktu antara penanaman dan penebangan atau antara penanaman dan penanaman berikutnya ditempat yang sama, yang ditentukan oleh jenis, hasil yang diinginkan, nilai tanah dan suku bunga usaha yang tersedia. Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur, sedangkan untuk hutan tidak seumur istilah yang memiliki arti yang sama adalah siklus tebang (cutting cycle).

(16)

6

menentukan panjang daur merupakan salah satu faktor kunci dalam pengelolaan hutan seumur sesuai dengan definisinya. Masalah penentuan panjang daur sangat berkaitan dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang, atau siap panen. Lamanya waktu tersebut tergantung pada sifat pertumbuhan jenis yang diusahakan, tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi. Dari sinilah lahir beberapa macam atau cara dalam menentukan panjang daur (Departemen Kehutanan, 1992).

Daur dapat dibedakan menjadi 6 (enam) macam yaitu : 1 Daur fisik

Daur yang ditetapkan sama dengan umur atau kematian alami dari jenis yang bersangkutan pada kondisi tempat tumbuh tertentu. Kadang-kadang daur ini juga ditetapkan sama dengan umur pada waktu pohon masih dapat menghasilkan biji yang dapat tumbuh dengan baik. Jadi jelas bahwa sesuai dengan batasan tersebut, daur fisik tidak memiliki nilai praktis untuk memilih atau mempertimbangkan umur tebang yang paling cocok bagi jenis tegakan. 2 Daur silvikultur

Daur tegakan sampai pohon yang menyusun tegakan tersebut masih tumbuh dengan pertumbuhan tegakan dan laju pertumbuhan yang memuaskan dan mampu berkembang dengan baik pada kondisi tempat tumbuh tertentu dan ini pada umunya amat panjang dan mempunyai kisaran waktu lebar. Oleh karena itu daur silvikultur biasanya hanya dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan daur suatu jenis tegakan.

3 Daur teknik

(17)

4 Daur hasil volume maksimum

Daur yang ditentukan sampai dengan umur pada waktu suatu tegakan menghasilkan kayu dengan volume terbesar, baik dari penjarangan maupun tebangan akhir. Daur ini merupakan yang terpenting sehingga paling banyak digunakan atau paling tidak sebagai dasar penentuan umur tebang dalam hal ini berimpit dengan umur pada waktu riap volume tegakan mencapai maksimum.

5 Daur pendapatan maksimum

Daur ini juga dikenal sebagai daur ”bunga hutan” maksimum (the highest rental) yaitu daur yang menghasilkan rata-rata pendapatan bersih maksimum. Disini pendapatan bersih adalah jumlah nilai kayu dari hasil penjarangan dan tebangan akhir dikurangi biaya yang diperlukan untuk menanam dan pemeliharaan tegakan, serta biaya administrasi. Rata-rata pendapatan bersih tahunan selama daur dibagi dengan panjang daur. Daur ini hampir sama panjangnya dengan daur hasil volume maksimum.

6 Daur keuangan dan daur finansial

Daur finansial yaitu daur yang ditunjukan untuk memperoleh keuntungan maksimum dalam nilai uang. Dikehutanan keuangan dapat dilihat dari dua titik pandang yaitu nilai harapan lahan hutan dan nilai hasil yang diperoleh. Nilai harapan lahan hutan adalah nilai yang didasarkan pada pendapatan bersih yang dapat diperoleh dari suatu lahan, dihitung pada tingkat suku bunga tertentu, hasil yang diperoleh dari hasil hutan yang biasanya tidak hanya sekali dan dipungut secara periodik, bukan setiap tahun. Akibatnya semua pendapatan yang diharapkan dimasa yang akan datang harus didiskonto pada tahun perhitungan.

Linear Goal Programming

(18)

8

utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Dalam LP fungsi tujuannya hanya menga ndung satu tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan apakah satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala (goal constraint), memasukan satu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu mencerminkan seberapa jauh tujuan itu tercapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Dalam LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LPG tujuannya adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono, 2004).

Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

Telah banyak penelitian mengenai daur Acacia mangium Willd. khususnya di BKPH Parungpanjang. Hermawan (2002) adalah salah satu orang yang meneliti tentang daur Acacia mangium Willd. di BKPH Parungpanjang. Dalam menentukan panjangnya daur yang digunakan, Hermawan menggunakan pendekatan finansial (daur finansial) yaitu dengan menentukan nilai harapan lahan (Se) dari setiap daur altenatif (daur 8, 9, 10, 11 dan daur 12 tahun). Dari hasil penelitiannya Hermawan mendapatkan bahwa daur yang memberikan keuntungan terbesar adalah pada daur 9 tahun.

Selain Hermawan, Gunawan (2002) juga melakukan penelitian tentang penetapan daur Acacia mangium di BKPH Parungpanjang. Dalam penelitiannya Gunawan menggunakan pendekatan yang hampir sama dengan Hermawan yaitu menggunakan pendekatan finansial, hanya saja Gunawan dalam menentukan daur yang memberikan keuntungan terbesar selain menggunakan pendekatan nilai harapan lahan (Se) juga memperhatikan nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR) dari setiap daur alternatif. Dari hasil penelitiannya Gunawan menetapkan daur yang dapat memberikan keuntungan paling besar adalah pada daur 10 tahun.

(19)

riap Acacia mangium di Sumatera Selatan yang hasilnya dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan daur Acacia mangium. Dari hasil penelitiannya Wahjono memperoleh data bahwa pertumbuhan diameter dan tinggi tegakan

(20)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu danTempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selam dua bulan yaitu dimulai dari bulan Januari 2006 sampai Februari 2006, yang bertempat di BKPH Parungp anjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu: 1. Buku Revisi RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka

Perusahaan Tahun 2004-2005.

2. Buku Laporan Rencana dan Realisasi Bidang Pembinaan Hutan Sampai Bulan Desember Tahun 2002.

3. Laporan Fisik Finansial BKPH Parungpanjang Sampai Bulan Desember Tahun 2002.

4. Tabel Volume Tegakan Normal Acacia mangium.

5. Buku Sekilas Pengelolaan Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang KPH Bogor Tahun 2000.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat komputer, software microsoft excel dan lindo V. 6.1 untuk menentuan daur optimum.

Pengolahan dan Analisis Data Kegiatan pengolahan data terdiri dari empat tahap yaitu :

1. Menghitung banyaknya kayu yang dapat diproduksi dari setiap daur alternatif. 2. Menghitung Banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap dari masing- masing

daur alternatif.

(21)

Penaksiran Produksi Kayu

Kayu yang dihasilkan dari setiap daur adalah kayu hasil dari penjarangan dan kayu hasil penebangan akhir. Besarnya volume penjarangan ditentukan dengan menggunakan Tabel Volume Tegakan Normal Acacia mangium. Etat volume ditentukan dengan menggunakan metode Burn yaitu dengan melakukan Uji Jangka Waktu Penebangan (Uji JWP). Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan etat volume dengan metode Burn adalah :

UTR = U +

Penaksiran Banyaknya Tenaga Kerja yang Dapat Diserap

(22)

12

kegiatan. Dari hasil penentuan prestasi kerja dari setiap kegiatan dapat digunakan untuk menaksir besarnya tenaga kerja yang dapat diserap oleh suatu kegiatan dengan cara mengalikan dengan volume kegiatan.

Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui daur alternatif mana saja yang bisa untuk diusahakan. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return

(IRR).

Bt = Pendapatan kotor pada tahun ke-t (Rp.) Ct = Biaya pada tahun ke-t (Rp.)

n = Umur proyek (tahun) t = Waktu (tahun)

i = Tingkat suku bunga (%)

dengan ketentuan, NPV bernilai positif (+) menunjukan keuntungan dan NPV bernilai negatif (-) menunjukan kerugian.

( )

Bt = Pendapatan kotor pada tahun ke-t (Rp.) Ct = Biaya pada tahun ke-t (Rp.)

n = Umur proyek (tahun) t = Waktu (tahun)

i = Tingkat suku bunga (%)

(23)

( )

' "

i’ = tingkat suku bunga dari hasil percobaan pertama i” = tingkat suku bunga dari hasil percobaan ke-2 NPV’ = nilai NPV dari hasil percobaan pertama NPV” = nilai NPV dari hasil percobaan ke-2

dengan ketentuan proyek akan diterima jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang telah didiskonto dan sebaliknya proyek akan ditolak jika memiliki nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang telah didiskonto.

Penentuan Daur optimum

Karena program tujuan ganda merupakan salah satu teknik dalam riset operasi maka tahapan dalam kegiatan pemrograman tujuan ganda sama dengan tahapan dalam riset operasi, yaitu :

Perumusan masalah. Dalam perumusan masalah ada tiga pertanyaan penting yang harus dijawab yaitu :

v Variabel keputusan yaitu unsur-unsur dalam persoalan yang dapat dikendalikan oleh keputusan, yang sering juga disebut sebagai instrumen.

v Tujuan (Objective). Penetapan tujuan membantu pengambilan keputusan memusatkan perhatian pada persoalan dan pengaruhnya terhadap organisasi. Tujuan ini diekpresikan dalam variabel keputusan.

v Kendala (Constraints) adalah pembatas-pembatas terhadap alternatif tindakan yang tersedia.

Kontruksi model. Sesuai dengan definisi persoalannya, pengambilan keputusan menetukan model yang paling cocok untuk mewakili sistem. Model merupakan ekspresi kuantitatif dari tujuan dan kendala-kendala persoalan dalam variabel keputusan. Dalam kontruksi model ini dilakukan penentuan :

Decision variables (Variabel keputusan) : seperangkat variabel yang tidak diketahui (dilambangkan dengan xj, dimana j = 1,2,...,n) yang akan dicari

(24)

14

Right hand side values (RHS) atau Nilai sisi kanan : nilai- nilai yang biasanya menunjukan ketersediaan sumberdaya (dilambangkan dengan bi) yang

akan ditentukan kekurangan atau kelebihan penggunaannya.

Preemtive priority factor : suatu sistem urutan (yang dilambangkan dengan Pk, dimana k=1,2,….,K dan K menunjukan banyaknya tujuan dalam model) yang

memungkinkan tujuan-tujuan disusun secara ordinal dalam model LGP. Sistem urutan itu menempatkan tujuan-tujuan dalam susunan dengan hubungan seperti berikut :

P1>P2>>>Pk

P1 merupakan tujuan yang paling penting

P2 merupakan tujuan yang kurang penting dan seterusnya.

Deviation variable (Variabel simpangan) : variabel-variabel yang menunjukan kemungkinan penyimpangan negatif dari suatu nilai RHS kendala tujuan (yang dilambangkan dengan dBi, dima na i=1,2,....,m dan m adalah

banyaknya kendala tujuan dalam model) atau penyimpangan positif dari suatu nilai RHS (dilambangkan dengan dAi).

Technological coefficient (koefisien teknologi) : nilai-nilai numerik (dilambangkan dengan ai) yang menunjukan penggunaan nilai bij perunit untuk

menciptakan xj.

Pencarian solusi model.Dalam tahap ini dilakukan pencarian penyelesaian masalah. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan komputer.

Validasi model. Pada tahap ini model diuji keabsahannya apakah model yang dib uat mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tahapan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang didapat dari model dengan dunia nyata.

(25)

Letak dan Luas

Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor secara geografis terletak pada 00o28’0” sampai dengan 00o41’08” Bujur Timur dan 06o04’08” sampai dengan 06o46’00” Lintang Selatan. KPH Bogor terbagi dalam 10 (sepuluh) Bagian Hutan yaitu Bagian Hutan Parungpanjang, Bagian Hutan Gunung Bolang, Bagian Hutan Jasinga, Bagian Hutan Nanggung, Bagian Hutan Gunung Bunder, Bagian Hutan Tapos, Bagian Hutan Megamendung, Bagian Hutan Cariu, Bagian Hutan Ujung Krawang, dan Bagian Hutan Tangerang.

Bagiah Hutan Parungpanjang hanya memiliki satu BKPH yaitu BKPH Parungpanjang yang seluruhnya ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan Acacia mangium. Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang sudah merupakan sebuah unit kelestarian. Secara administratif pemerintahan BKPH Parungpanjang termasuk ke dalam 3 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Parungpanjang, Kecamatan Tenjo dan Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 5.342,90 Ha yang dibagi ke dalam 3 RPH yaitu RPH Maribaya seluas 2.123,58 Ha, RPH Jagabaya seluas 1.681,68 Ha dan RPH Tenjo seluas 1.537,64 Ha.

Keadaan Lapangan

(26)

16

Potensi Hutan

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2002, susunan kelas hutan pada Kelas Perusahaan Acacia mangium adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Perkembangan kelas hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor.

No Kelas Hutan

Jangka II (2000-2005) Revisi (2004-2005) Luas

Hutan A. mangium Bertumbuhan

Kurang (HamBK) 594,71 197,92 Jumlah Tidak Produktif 2.152,65 1.389,12

III Tidak Baik untuk Produksi Tebang

Habis (TBPTH) 2,21 IV Tanaman Jenis Kayu Lain 153,45 48,28

Jumlah Bukan untuk Produksi A.

mangium 153,45 48,28

Sumber : Buku Revisi RPKH Kelas Perusahaan A. mangium (2004-2005).

(27)

Di dalam kawasan hutan BKPH Parungpanjang terdapat banyak enclave yaitu tanah milik yang terletak di dalam kawasan hutan yang umumnya berupa sawah. Keberadaan enclave tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap interaksi sosial terutama dalam hal penggarapan lahan di dalam kawasan hutan.

Sosial Ekonomi Masyarakat

Terdapat 16 desa yang berada di sekitar BKPH Parungpanjang yang menyebar di 3 kecamatan. Tabel 2 menyajikan desa-desa yang berada di wilayah BKPH Parungpanjang.

Tabel 2. Kepadatan penduduk di wilayah BKPH Parungpanjang.

Kecamatan

Parungpanjang Tenjo Jasinga

Desa Kepadatan

Pingku Ciomas Barengkok

Gorowong Batak Pangaur

Jagabaya Babakan Bagoang

Cikadu Bojong Maribaya

Dago Singabraja

Gitung

1.055 742 365

Sumber : Buku Sekilas Pengelolaan Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang

KPH Bogor (2000).

Dari tiga kecamatan yang berada disekitar BKPH Parungpanjang, Kecamatan Parungpanjang memiliki kepadatan penduduk yang paling besar, yaitu mencapai 1.055 jiwa/km2.

Tabel 3. Produksi palawija di dalam kawasan hutan

Tahun Luas (Ha) Hasil Panen (Kg)

Jumlah 2.211,64 4.358.430

Sumber : Buku Sekilas Pengelolaan Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang

(28)

18

(29)

Penaksiran Produksi Kayu

Penaksiran volume kayu dilakukan untuk setiap kelas umur tegakan Acacia mangium yang terdapat di BKPH Parungpanjang KPH Bogor. Data hasil inventarisasi tegakan hutan Acacia mangium yang bersumber dari buku Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (Revisi RPKH) Kelas Perusahaan Acacia mangium BKPH Parungpanjang KPH Bogor disajikan pada Lampiran 1.

Hasil Rekapitulasi dari Lampiran 1 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa luas areal produksi adalah sebesar 3.322,76 Ha. KU II mendominasi seluruh tegakan Acacia mangium, luas KU II mencapai 803,06 Ha, sedangkan KU IX mempunyai luasan yang paling sedikit yaitu 5,84 Ha. Nilai bonita berkisar antara 1 sampai dengan 3 yang didominasi oleh bonita 2. Nilai Kerapatan Bidang Dasar (KBD) rata-rata setiap KU berkisar antara 1 sampai dengan 0,48. KU I, KU II dan KU III memiliki nilai KBD yang paling besar yaitu 1.

Tabel 4. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan tegakan Acacia mangium.

No KU Luas

Sumber : Buku Revisi RPKH Kelas Perusahaan A. mangium (2004-2005).

Keterangan : VP : Volume penjarangan menurut tabel tegakan normal

VP’ : Volume penjarangan yang sudah dikalikan dengan faktor konversi 0,9.

(30)

20

maka dapat ditaksir besarnya produksi kayu per hektar baik dari hasil penjarangan maupun penebangan.

Tabel 5. Penaksiran produksi tebang habis pada setiap daur alternatif.

No Daur UTR Etat Luas Sumber : Lampiran 2 yang diolah dengan menggunakan metode Burn dan hasil analisis data

Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Besarnya volume tebangan akhir ditentukan berdasarkan etat volume yang dihitung dengan menggunakan metode Burn. Untuk menentukan banyaknya kayu perkakas dan kayu bakar yang dihasilkan dari tebangan akhir dihitung berdasarkan faktor koreksi kayu perkakas dan angka kayu bakar. Faktor koreksi digunakan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih seksama dalam penaksiran besarnya produksi kayu perkakas. Faktor koreksi dan angka kayu bakar diperoleh dengan cara membandingkan besarnya rencana dengan realisasi produksi kayu perkakas dan kayu bakar selama 4 tahun (1997, 1998, 1999 dan 2000). Perhitungan faktor koreksi dan angka kayu bakar tersaji pada Lampiran 3. Untuk menaksir besarnya kayu bakar dan kayu perkakas yang dapat diproduksi dari setiap daur alternatif maka dilakukan ekstrapolasi. Faktor koreksi dan angka kayu bakar untuk setiap daur alternatif dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 5 menyajikan besarnya volume kayu perkakas dan kayu bakar yang dihasilkan dari hasil tebang habis dari setiap daur alternatif. Daur 10 tahun dapat memproduksi kayu perkakas terbesar yaitu mencapai 21.395,36 m3, sedangkan produksi kayu bakar terbesar dicapai pada daur 8 tahun ya itu 9.093,03 sm.

(31)

yang diolah dari Buku RPKH KPH Bogor (jangka 2001-2005), sedangkan untuk daur alternatif 7, 8 dan 9 tahun ditentukan dengan menggunakan interpolasi dan untuk daur 11 tahun persentase untuk setiap sortimen diduga dengan menggunakan ektrapolasi. Besarnya persentase setiap sortimen dari masing-masing daur alternatif dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 6. Taksiran produksi kayu hasil kegiatan tebang akhir untuk setiap daur alternatif berdasarkan sortimen. Sumber : Hasil analisis data Lampiran 5.

Dari Tabel 6 terlihat bahwa produksi kayu AI terbanyak dicapai pada daur 8 tahun yaitu sebanyak 12.623,26 m3, sedangkan untuk sortimen kayu AII dan AIII terbanyak dicapai pada daur 10 tahun yaitu masing- masing sebanyak 9.841,86 m3 dan 427,91m3. Pada Tabel 6 juga terlihat bahwa daur pendek cenderung menghasilkan sortimen AI lebih banyak dari daur panjang dan sebaliknya daur panjang cenderung menghasilkan sortimen kayu AII dan AIII lebih banyak dibanding daur pendek.

Penjarangan adalah kegiatan perawatan hutan berupa penebangan pohon untuk memberikan ruang tumbuh pada tegakan tinggal, sehingga pada akhir daur dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas massa kayu yang maksimal. Pelaksanaan penjarangan pada Kelas Perusahaan A. mangium dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun dengan selang penjarangan kesatu dan seterusnya adalah 2 tahun, sehingga penjarangan dilakukan pada umur 3, 5, 7, dan 9 tahun.

(32)

22

Bgr/III tanggal 16 Agustus 1997 tentang pedoman Pelaksanaan Inventarisasi Hutan Kelas Perusahaan A. Mangium, maka faktor konversi yang digunakan adalah 0,9 untuk kayu perkakas, artinya bahwa dari 100 m3 volume kayu tebal 90 m3-nya adalah volume kayu perkakas. Volume penjarangan terbesar terjadi pada KU VII, sedangkan volume penjarangan terkecil terjadi pada KU II.

Seperti halnya pada penebangan akhir, maka untuk menaksir besarnya volume kayu perkakas yang dihasilkan dari penjarangan, terlebih dahulu perlu ditentukan faktor koreksinya. Faktor koreksi untuk penjarangan ditentukan sebesar 0,7. Nilai ini sesuai dengan faktor koreksi yang digunakan di KPH Bogor yang tertuang pada buku Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan KPH Bogor. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan pada setiap umur tanaman

untuk masing- masing daur alternatif.

Umur

Volume Penjarangan

(m3/Ha)

Produksi Penjarangan (m3)

Daur 7 Daur 8 Daur 9 Daur 10 Daur 11 3 1,51 717,72 628,00 558,22 502,40 456,73 5 2,71 1285,91 1125,17 1000,15 900,14 818,31 7 4,03 0,00 1674,67 1488,60 1339,74 1217,94

9 3,21 0,00 0,00 0,00 1067,60 970,55

Sumber : Hasil analisis data Tabel 4.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa produksi kayu terbanyak untuk semua daur dicapai pada penjarangan ketiga yaitu ketika umur tanaman 7 tahun, sedangkan produksi kayu yang paling sedikit diperoleh pada penjarangan pertama atau pada umur tanaman 3 tahun.

(33)

Tabel 8. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan dari setiap daur alternatif Sumber : Hasil analisis data Lampiran 6

Tabel 8 menyajikan taksiran produksi kayu bakar dan kayu perkakas untuk setiap daur. Produksi sortimen kayu AI terbanyak dicapai pada daur 11 tahun, sedangkan produksi kayu AI paling sedikit diperoleh pada daur 7 tahun. Hal ini dikarenakan pada daur 7 tahun kayu perkakas yang dihasilkan hanya berasal dari penjarangan ke-2 yaitu pada umur 5 tahun. Untuk Produksi sortimen AII terbanyak dicapai pada daur 10 tahun yaitu mencapai 172,07 m3. Pada kegiatan penjarangan tidak menghasilkan sortimen AIII. Kayu bakar paling banyak dihasilkan pada daur 10 tahun yaitu mencapai 3.229,39 sm dan paling sedikit kayu bakar dihasilkan pada daur 7 tahun, ini dimungkinkan karena pada daur 7 tahun hanya terjadi dua kali penjarangan yaitu pada umur tanaman 3 tahun dan 5 tahun.

Analisis Finansial

Untuk mengetahui daur alternatif mana saja yang layak untuk diusahakan maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan analisis finansial. Analisis finansial juga berguna untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari setiap daur alternatif. Analisis finansial dalam kajian ini dilakukan dengan menggunakan

Discounted Cash Flow Analisis (DCF) yang meliputi penentuan nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Nilai dari NPV, BCR dan IRR ini akan menentukan layak-tidaknya suatu daur alternatif tersebut untuk dijalankan.

(34)

24

usaha pokok, mengingat pendapatan usaha diluar usaha pokok nilainya sulit untuk ditentukan.

Pendapatan dari usaha pokok yang diperoleh dalam kegiatan pengusahaan hutan A. mangium didapatkan dari penjualan hasil hutan yaitu berupa kayu baik kayu bakar maupun kayu pertukangan. Besarnya pendapatan yang diterima perusahaan dipengaruhi oleh banyaknya sortimen kayu AI, AII, AIII dan kayu bakar yang dapat diproduksi dari masing- masing daur alternatif. Hal ini terjadi karena harga setiap sortimen kayu AI, AII, AIII dan kayu bakar berbeda-beda. Harga kayu yang digunakan pada kajian ini adalah harga rata-rata dari sortimen, karena pada kenyataannya kayu hasil dari penjarangan dan penebangan akhir bukan hanya digolongkan berdasarkan diameter saja tetapi juga berdasarkan pada panjang kayu tersebut. Harga- harga tersebut adalah untuk sortimen AI Rp.137.250,00/m3, untuk sortimen AII sebesar Rp.235.500,00/m3, untuk sortimen AIII Rp.352.500,00/m3, dan untuk kayu bakar sebesar Rp.15.000,00/sm.

Tabel 9. Pendapatan yang diterima perusahaan dari hasil tebangan akhir untuk setiap daur alternatif.

7 1.530.768.033,68 622.253.252,72 39.216.765,51 131.417.884,42 2.323.655.936,32 8 1.732.542.412,74 1.175.674.793,37 75.418.628,69 136.395.392,32 3.120.031.227,11 9 1.669.461.569,02 1.726.188.970,37 111.731.288,15 112.919.918,87 3.620.301.746,42 10 1.526.986.693,32 2.317.759.121,31 150.837.273,20 83.441.895,81 4.079.024.983,64 11 1.498.910.912,93 2.275.143.886,75 148.063.919,52 81.907.700,16 4.004.026.419,36

Sumber : Hasil analisis data Tabel 6

Dengan mengasumsikan bahwa kayu hasil kegiatan penjarangan dan penebangan akhir dapat dijual seluruhnya, maka pendapatan dari hasil penjualan kayu dapat ditaksir dengan cara mengalikan jumlah kayu yang diproduksi denga n harga kayu tersebut.

(35)

yaitu sebesar Rp.2.323.655.936,32. Pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan kayu bakar terbesar dicapai pada daur 8 tahun yaitu sebesar Rp.136.395.392,32, dan pendapatan terkecil dari penjualan kayu bakar diperoleh pada daur 11 tahun.

Tabel 10. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penjarangan untuk setiap daur alternatif.

D A U R

Pendapatan Hasil Penjarangan (Rp.)

A I A II A

III KB Total

7 174.725.980,58 3.028.313,62 0,00 27.932.615,80 205.686.910,00

8 371.241.403,23 22.369.025,92 0,00 44.537.091,31 438.147.520,45

9 329.992.358,43 19.883.578,59 0,00 39.588.525,61 389.464.462,63

10 430.334.041,80 40.523.061,82 0,00 48.440.906,50 519.298.010,13

11 391.212.765,27 36.839.147,11 0,00 44.037.187,73 472.089.100,11 Sumber : Hasil analisis data Tabel 8.

Pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari hasil penjarangan untuk setiap daur alternatif dapat dilihat pada Tabel 10. Daur 10 tahun memberikan pendapatan terbesar baik dari hasil penjualan kayu perkakas maupun penjualan kayu bakar. Besarnya pendapatan total dari hasil penjarangan yang diterima perusahaan pada daur 10 tahun mencapai Rp.519.298.010,13. Daur 10 tahun dapat memberikan pendapatan yang paling besar dikarenakan pada daur ini tegakan mendapatkan perlakukan penjarangan lebih banyak dari daur yang lainnya. Daur 11 tahun memberikan pendapatan lebih sedikit dibandingkan daur 10 tahun dikarenakan pada daur ini volume penjarangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan daur 10 tahun. Daur 7 tahun memberikan pendapatan paling kecil yaitu Rp.205.686.910,00. Hal ini terjadi karena pada daur ini walaupun volume penjarangannya paling besar dibandingkan dengan daur lainnya tetapi pada daur ini hanya terjadi dua kali kegiatan penjarangan yaitu pada umur 3 tahun dan umur 5 tahun.

(36)

26

dibagi menjadi dua jenis biaya yaitu biaya usaha pokok dan biaya diluar usaha pokok. Dalam kajian ini biaya yang diperhitungkan hanya sebatas kepada biaya usaha pokok. Biaya-biaya pada usaha pokok dapat digolongkan kepada 2 jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Dimana biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap setiap tahun tidak dipengaruhi volume pekerjaan. Dalam kajian ini biaya tetap adalah biaya tahunan dan biaya pengamanan hutan. Besarnya biaya tetap yang ada di BKPH Parungpanjang ditaksir sesuai dengan proporsi luas BKPH Parungpanjang terhadap KPH Bogor. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah tergantung dari besarnya volume pekerjaan. Biaya-biaya yang termasuk kedalam biaya variabel adalah biaya pembuatan semai, biaya penanaman, biaya pemeliharaan, biaya penjarangan, dan biaya penebangan. Pada Lampiran 7, 8, dan Lampiran 9 disajikan rincian biaya dari setiap kegiatan.

Tabel 11. Rekapitulasi biaya-biaya pengusahaan hutan.

No Kegiatan Satuan Biaya (Rp.)

1 Biaya Tahunan Rp/th 43.014.388,56

2 Persemaian Rp/Ha 77.623,00

3 Penanaman Rp/Ha 308.645,00

4 Pemeliharaan I Rp/Ha 102.249,00

5 Pemeliharaan II Rp/Ha 218.423,00

6 Pemeliharaan 4-5 Rp/Ha 26.784,00

7 Penjarangan Rp/Ha 68.508,00

8 Penebangan Rp/m3 65.904,00

Rp/sm 12.000,00

9 Biaya Pengamanan Hutan Rp/th 2.226.276,00 Sumber : Hasil analisis data Lampiran 7, 8 dan 9.

(37)

adalah untuk sortimen AI sebesar Rp. 8.000,00/m3, untuk sortimen AII sebesar Rp.11.800,00/m3, untuk sortimen AIII sebesar Rp.13.440,00/m3, dan untuk kayu bakar besarnya PSDH yang harus dibanyarkan adalah Rp,1.500,00/sm.

Tabel 12. PSDH hasil kegiatan tebang akhir.

D

7 89.225.094,86 31.178.719,24 1.495.243,48 13.141.788,44 135.040.846,03 8 100.986.078,70 58.908.545,91 2.875.535,80 13.639.539,23 176.409.699,64 9 97.309.235,35 86.492.695,76 4.260.052,52 11.291.991,89 199.353.975,51 10 89.004.688,86 116.134.002,68 5.751.072,20 8.344.189,58 219.233.953,33 11 87.368.213,50 113.998.717,04 5.645.330,72 8.190.770,02 215.203.031,28 Sumber : Hasil analisis data Tabel 6.

Tabel 12 menyajikan besarnya PSDH yang harus dibayarkan oleh perusahaan dari setiap sortimen kayu yang dihasilkan dari kegiatan tebang akhir untuk masing- masing daur alternatif. Besarnya PSDH yang harus dibayarkan berbanding positif dengan besarnya pendapatan yang diterima dari penjualan kayu karena keduanya sama-sama dipengaruhi oleh banyaknya sortimen yang dihasilkan.

Dari Tabel 12 terlihat bahwa untuk sortimen AI, besarnya PSDH paling besar yang harus dibayar terjadi pada daur 8 tahun sesuai dengan jumlah sortimen AI yang diproduksi pada daur ini. Pada sortimen AII dan AIII PSDH terbesar yang harus dibayarkan terjadi pada daur 10 tahun. Untuk kayu Bakar PSDH terbesar terjadi pada daur 8 tahun. Total PSDH terbesar yang harus dibayar terjadi pada daur 10 tahun.

Tabel 13. PSDH hasil kegiatan penjarangan.

D

7 10.184.392,31 151.737,16 0,00 2.793.261,58 13.129.391,05 8 21.638.843,18 1.120.825,93 0,00 4.453.709,13 27.213.378,23 9 19.234.527,27 996.289,71 0,00 3.958.852,56 24.189.669,54 10 25.083.222,84 2.030.454,90 0,00 4.844.090,65 31.957.768,39 11 22.802.929,85 1.845.868,09 0,00 4.403.718,77 29.052.516,72 Sumber : Hasil analisis data Lampiran 10.

(38)

28

dibayarkan untuk setiap daur alternatif yang merupakan hasil rekapitulasi dari Lampiran 10. Untuk biaya PSDH dari kegiatan penjarangan, biaya PSDH terbesar yang harus dibayar terjadi pada daur 10 tahun yaitu mencapai Rp.31.957.768,39, sedangkan PSDH terkecil yang harus dibayar terjadi pada daur 7 tahun yaitu sebesar Rp.13.129.391,05.

(39)

masuk berupa hasil penjualan kayu produksi penjarangan kecuali pada daur 9 tahun aliran masuk yang terjadi diperoleh dari hasil penjualan kayu produksi tebangan akhir. Pada tahun ke-10 aliran masuk terjadi hanya pada daur 10 tahun dimana pada daur ini terjadi kegiatan penebangan akhir. Tebangan akhir terjadi pada tahun ke-11 proyek untuk daur 11 tahun.

Dari aliran arus penerimaan dan arus pengeluaran yang terjadi di setiap tahun umur proyek dan dengan asumsi bahwa tingat suku bunga yang berlaku adalah 12% maka dapat ditentukan besarnya nilai NPV, BCR dan IRR untuk setiap daur alternatif. Net Present Value (NPV) adalah selisih antara pendapatan dengan biaya yang telah didiskonto. Dalam evaluasi proyek tertentu, tanda “go” dinyatakan oleh nilai NPV > 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar “social opportunity cost of capital”. Jika NPV < 0 berarti proyek tersebut ditolak, artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek.

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan pendapatan dengan pengeluaran yang telah didiskonto. BCR juga dapat diartikan sebagai perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (Bt > Ct) dengan

present value yang bernilai negatif (Bt < Ct). Kriteria yang digunakan adalah suatu proyek layak untuk dijalankan jika nilai BCR = 1, dan sebaliknya apabila BCR < 1 maka proyek ini tidak layak untuk dijalankan.

(40)

30

Tabel 14. Hasil perhitungan nilai NPV, BCR dan IRR untuk setiap daur alternatif.

Daur

Sumber : Hasil analisis data Lampiran 11, 12, 13, 14 dan Lampiran 15.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa semua daur alternatif memiliki nilai NPV (+) dan nilai BCR-nya lebih dari satu sehingga dapat dikatakan bahwa semua daur alternatif layak untuk diusahakan (feasible). Daur yang memiliki nilai NPV terbesar adalah daur 10 tahun, sedangkan nilai NPV terkecil dimiliki oleh daur 7 tahun. Nilai NPV pada daur 11 tahun lebih kecil dari nilai NPV yang dimiliki daur 10 tahun ini berarti bahwa dengan menambah input waktu lebih dari 10 tahun tidak akan menambah keuntungan yang diterima perusahaan.

Tabel 14 juga menyajikan hasil perhitungan nilai IRR dari masing- masing daur alternatif. Terlihat bahwa nilai IRR yang diperoleh berkisar antara 16,67% sampai dengan 24,31%, dengan nilai tertinggi dicapai pada daur 10 tahun. Daur 10 tahun memiliki nilai IRR sebesar 25,31% ini berarti pada tingkat suku bunga 25,31% proyek akan mengembalikan seluruh investasi selama umur proyek. Hal ini juga berarti bahwa nilai kelayakan finansial pada daur tersebut lebih tinggi daripada nilai kelayakan pada daur alternatif lainnya.

Penyerapan Tenaga Kerja

(41)

jam. Dalam melakukan penaksiran banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap pada setiap daur terlebih dahulu perlu diketahui prestasi kerja dari masing- masing kegiatan. Prestasi kerja adalah perbandingan antara besarnya volume pekerjaan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Tabel 15. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari setiap daur alternatif.

Kegiatan Satuan

Prestasi Kerja (satuan

/Jam)

Jumlah Tenaga kerja Pada Daur (HOK)

7 8 9 10 11

3 0,50 55.140,77 70.694,95 78.549,94 84.833,95 83.274,16

Jumlah 93.027,10 103.845,49 108.017,08 111.354,38 107.383,64

Sumber : Buku Sekilas Pengelolaan Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang

tahun 2000 yang diolah.

Pada Tabel 15 di atas terlihat bahwa pada kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan dan penjarangan daur 7 tahun dapat menyerap tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan daur lain, sedangkan pada kegiatan pemungutan hasil hutan, daur 10 tahun dapat menciptakan lapangan pekerjaan paling banyak dibandingkan daur lainnya yaitu mencapai 84.833,95 HOK. Dari total tenaga kerja yang dapat diserap untuk setiap daur alternatif, daur 10 tahun dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan daur lain yaitu mencapai 111.354,38 HOK.

Penentuan Daur Optimum

(42)

32

memperhatikan hal tersebut di atas maka untuk menentukan daur mana yang memberikan nilai optimum diperlukan suatu metode pengambilan keputusan agar semua tujuan pengusahaan hutan dapat terpenuhi. Dalam penelitian ini metode pengambilan keputusan yang digunakan adalah metode Linear Goal Programming (LGP).

Menurut Nachrowi dan Hardius (2004), pokok pikiran teknik pemrograman tujuan ganda ini adalah membuat target secara numerik, kemudian memformulasikan fungsi tujuan untuk tiap-tiap target dan akhirnya mencari suatu solusi yang meminimumkan jumlah deviasi (penyimpangan) dari masing- masing fungsi tujuan terhadap target semula. Untuk menyusun model matematika dari setiap tujuan yang ingin dicapai, terlebih dahulu perlu diuraikan tentang sumberdaya-sumberdaya apa saja yang dimiliki dan tujuan apa saja yang ingin dicapai. Uraian-uraian dari target dan sumberdaya yang dimiliki dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 16. Keuntungan, jumlah tenaga kerja, Produksi kayu dan Target yang ingin dicapai. 7 95.352.303,11 93.027,10 15.192,56 10.623,37 8 350.523.614,43 103.845,49 20.629,30 12.062,17 9 404.771.044,90 108.017,08 22.299,26 10.167,23 10 484.647.048,77 111.354,38 24.702,83 8.792,19 11 379.293.213,53 107.383,64 24.008,77 8.396,33 Target = 400.000.000,00 = 93.936,00 = 24.460,10 = 12.566,00 Sumber : Hasil analisis data Tabel 6, Tabel 8, Tabel 14, Tabel 15, Buku Sekilas Pengelolaan

Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parungpanjang tahun 2000 dan Buku

Revisi RPKH Kelas Perusahaan A. mangium (2004-2005).

(43)

pertukangan dan kayu bakar yang ingin diproduksi diperoleh dari rencana produksi kayu pertukangan perusahaan pada tahun 2005. Tanda “=” mengisyaratkan target minimum yang harus terpenuhi.

Bila xi menyatakan keputusan yang ke-i (dalam hal ini x adalah daur),

dimana i = 7, 8, 9, 10 dan 11 dengan nilai xi =1 menyatakan daur yang terpilih dan

nilai xi =0 menyatakan daur yang tidak terpilih, kemudian daj adalah nilai deviasi

atas dari tujuan ke j dan dbj adalah nilai deviasi bawah dari tujuan ke j, maka

berdasarkan Tabel 16 di atas dapat diubah kedalam model matematika sebagai berikut :

Pendapatan

95.352.303,11x1 + 350.523.614,43x2 + 404.771.044,90x3 + 484.647.048,77x4 + 379.293.213,53x5 + db1 - da1 = 400.000.000

model ini disederhanakan menjadi :

95,35230311x1 + 350,52361443x2 + 404,77104490x3 + 484,64704877x4 + 379,29321353x5 + db1 - da1 = 400

Tenaga Kerja

93.027,10x1 + 103.845,49x2 + 108.017,08x3 + 111.354,38x4 + 107.383,64x5 + db2 - da2 = 93.936

model ini disederhanakan menjadi :

93,02710x1 + 103,84549x2 + 108,01708x3 + 111,35438x4 + 107,38364x5 + db2 - da2 = 93,936

Kayu Pertukangan

15.192,56x1 + 20.629,30x2 + 22.299,26x3 + 24.702,83x4 + 24.008,77x5 + db3 - da3 = 24.460,1

model di atas dapat disederhanakan menjadi :

15,19256x1 + 20,62930x2 + 22,29926x3 + 24,70283x4 + 24,00877x5 + db3 - da3 = 24,4601

Kayu Bakar

10.623,37x1 + 12.062,17x2 + 10.167,23x3 + 8.792,19x4 + 8.396,33x5 + db4 - da4 = 12.566

(44)

34

10,62337x1 + 12,06217x2 + 10,16723x3 + 8,79219x4 + 8,39633x5 + db4 - da4 = 12,566

Karena hanya boleh ada satu daur yang terpilih sehingga : x1 + x2 + x3 + x4 + x5 = 1

fungsi tujuan dari linear goal programming adalah meminimumkan nilai deviasi sehingga :

Min db1 + db2 + db3 + db4

Pada kenyataannya semua tujuan tidak dapat dicapai pada suatu daur, sehingga perlu pemberian pembobotan agar tujuan utama tersebut dapat terpenuhi. Pembobotan memiliki dua tujuan yaitu untuk membuat semua bobot deviasi sepadan dan untuk menyatakan kepentingan relatif dari masing- masing target. Untuk mempermudah pembobotan maka pembobotan dikerjakan dengan relative deviations dari target. Fungsi tujuan dapat ditulis kembali menjadi :

Min u1

dimana uj adalah bobot yang menyatakan kepentingan relatif penyimpangan point

1% dari kesamaan target. Dengan asumsi bahwa meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan dapat mengurangi besarnya gangguan terhadap hutan, dan penyediaan kayu bakar yang cukup bagi masyarakat dapat mengurangi tingkat pencurian kayu di hutan, maka ditetapkan nilai u2 dan u4 sebesar 2,

sedangkan yang lainnya bernilai 1, sehingga fungsi tujuan menjadi :

Min 1

Terlihat bahwa koefisien pada db1 sangat kecil, sehingga dapat menimbulkan masalah skala dalam perhitungan solusi optimum. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu dikalikan 1000 sehingga fungsi tujuan menjadi :

Min 2,50db1 + 21,29db2 + 40,88db3 + 199,22db4

(45)
(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada tingkat suku bunga 12% semua daur alternatif layak untuk diusahakan yang ditandai dengan nilai NPV positif, BCR > 1 dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

2. Dari hasil analisis finansial diperoleh bahwa keuntungan terbesar dicapai pada daur 10 tahun yaitu sebesar Rp.484.647.048,77.

3. Dari hasil penentuan daur optimum dengan metode linear goal programming

diperoleh nilai optimum dicapai pada daur 8 tahun. Dimana pada daur ini dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.350.523.614,43, produksi kayu pertukangan 20.629,30 m3, produksi kayu bakar 12.062,17 sm dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 103.845,49 HOK.

Saran

1. Sebaiknya dalam menentukan daur yang akan dipakai perlu memperhatikan semua aspek terutama yang berkaitan dengan kelestarian hutan.

(47)

Darusman, Dudung. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Davidson, J. 1982. Acacia mangium, Eucalyptus, and Forestry. Australia: Forest Science and Consultants.

Departemen Kehutanan R.I. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan R.I.

Gunawan, Henry. 2002. Analisis Penentuan Daur Finansial Kelas Perusahaan

Acacia mangium di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bogor PT. Perhutani Unit III Jawa Barat [Tesis ]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Helms, J.A. (Editor). 1998. The Dictionary of Forestry. Wallingford: The Society Of American Foresters and CABI Publishing.

Hermawan. 2002. Analisis Penentuan Daur Finansial Efektif Kelas Perusahaan

Acacia mangium Willd Berdasarkan Nilai Harapan Lahan di BKPH Parungpanjang KPH Bogor [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. ITTO. 2005. Revised ITTO Criteria and Indicators for The Sustainable

Management of Tropical Forest Including Reporting Format. Japan: ITTO.

Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman. 2004. Teknik Pengambilan Keputusan, Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data Menggunakan Paket Program LINDO dan SPSS. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Novarini, H. 2004. Prospek Pengembangan Kelas Perusahaan Acacia mangium

Willd. Di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(48)

38

Perum Perhutani. 2002. Sekilas Pengelolaan Kelas Perusahaan Acacia mangium

di BKPH Parungpanjang KPH Bogor. Bogor: Perum Perhutani Unit III Jawa Barat KPH Bogor.

______________. 2003. Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (Revisi RPKH) Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 2004 – 2005. Bogor: Perum Perhutani.

______________. 2003. Laporan Fisik dan Finansial BKPH Parungpanjang sampai dengan bulan Desember tahun 2002. Bogor: Perum Perhutani. ______________. 2003. Laporan Rencana dan Realisasi Bidang Pembinaan

Hutan sampai bulan Desember tahun 2002. Bogor: Perum Perhutani. Suhendang, Endang. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: YPFK.

(49)
(50)

39

Lampiran 1. Register inventarisasi h utan KP Acacia mangium di KPH Bogor.

(51)
(52)
(53)
(54)

43

Lanjutan Lampiran 1.

No Petak/Anak

Petak Luas

Kelas

Umur Bonita KBD

Tahun Tanam

146 46 c 42,68 KU VII 2 0,97 1996

(55)

Lampiran 2. Potensi t egakan Acacia mangium.

No KU Luas

(Ha)

Bonita Rata-rata

KBD Rata-rata

Volume (m3)

1 I 496,24 2 1 339

2 II 803,06 2 1 255

3 III 436,92 2 1 10.578

4 IV 406,26 2 0,78 18.261

5 V 588,61 2 0,85 28.053

6 VI 365,93 2 0,89 17.768

7 VII 207,32 2 0,91 24.498

9 IX 5,84 3 0,6 45.028

10 X 12,58 2 0,48 27.828

Jumlah 3.322,76 172.608

Sumber : Buku Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (Revisi RPKH) Kelas Perusahaan

(56)

45

Lampiran 3.Perhitungan faktor koreksi dan a ngka kayu bakar.

No

Tahun Tebang

Habis

Rencana Relisasi Faktor

Koreksi Sumber : Buku Revisi RPKH KP A. mangium KPH Bogor (2004-2005).

Keterangan : KP adalah Kayu perkakas dan KB adalah Kayu bakar. Faktor koreksi didapat dari

perbandingan Realisasi produksi KP dengan rencana produksi KP. Angka kayu

bakar diperoleh dari perbandingan realisasi produksi KP dengan realisasi produksi

KB.

Lampiran 4. Faktor koreksi dan angka kayu bakar setiap kelas umur

No KU Faktor Koreksi KP Angka KB

Keterangan : Faktor koreksi dan angka kayu bakar untuk Kelas Umur IX, VIII, VII, VI, V ditaksir

(57)

Lampiran 5. Persentase sortimen AI, AII, AIII dan kayu bakar hasil penebangan akhir.

No KU A I (%) A II (%) A III (%) KB (%)

1 I 0,00 0,00 0,00 0,00

2 II 0,00 0,00 0,00 0,00

3 III 0,00 0,00 0,00 100,00

4 IV 0,00 0,00 0,00 100,00

5 V 99,00 1,00 0,00 88,00

6 VI 89,60 10,00 0,40 75,00 7 VII 80,20 19,00 0,80 63,00 8 VIII 70,80 28,00 1,20 51,00 9 IX 61,40 37,00 1,60 38,00 10 X 52,00 46,00 2,00 26,00 11 XI 52,00 46,00 2,00 26,00 Keterangan : Persentase AI, AII, AII dan kayu bakar untuk KU V, KU VI, KU VII, KU VIII dan

KU IX ditentukan menggunakan interpolasi.

Lampiran 6. Persentase sortimen AI, AII, AIII dan kayu bakar hasil penjarangan.

No Umur A I (%) A II (%) A III (%) KB (%)

1 3 0,00 0,00 0,00 100,00

2 5 99,00 1,00 0,00 89,00

3 7 95,00 5,00 0,00 80,00

4 9 91,00 9,00 0,00 80,00

Keterangan : Persentase AI, AII, AII dan kayu bakar untuk KU IX ditentukan dengan

(58)

47

Lampiran 7. Rincian b iaya penebangan tahun 2002.

No. Uraian Satuan Fisik Finansial

1 Pembuatan dan pasang tanda batas buah 1.125,00 2.952.500,00 2 Babad trowong ha 374,95 1.079.550,00 3 Babad tumbuhan bawah ha 374,95 5.997.925,00 4 Pembuatan gubug kerja buah 9 9.900.000,00 5 Pembuatan plang tebangan buali 9 315.000,00 6 Perlengkapan babagan buah 9 2.250.000,00 7 Biaya keselamatan unit 9 630.000,00 8 Pembuatan jalan sarad hm 138,73 2.142.465,00 9 Pembuatan jalan sogokan hm 67,49 28.403.600,00 10 Pembuatan tempat pengumpulan (TP) m2 4.710,40 2.590.720,00 11 Pembikinan kayu perkakas Accacia mangium m3 9.201,21 213.998.780,00 12 Angkutan (tambahan biaya) dari TP ke TPN m3 9.201,21 336.133.840,00

Jumlah 606.394.380,00

Volume produksi kayu bakar 9.201,21 Rata-rata biaya tahunan kayu perkakas/ m3 Rp/m3 65.903,76 13 Pembikinan kayu bakar sm 1.197,00 14.364.000,00 Produksi kayu bakar sm 1.197,00

Rata-rata biaya tahunan kayu bakar/ sm Rp/sm 12.000,00 Sumber : Laporan Fisik dan Finansial BKPH Parungpanjang Sampai Dengan Bulan Desember

(59)

Lampiran 8. Rincian biaya persemaian tahun 2002.

No. Uraian Satuan Fisik Finansial

1 Pembuatan dan pasang pal ha 0,81 20.125,00 2 Pembersihan lapangan ha 0,81 91.000,00 3 Pengolahan tanah ha 6,81 73.710,00 4 Pembuatan jalan pemcriksaan ha 0,81 113.500,00 5 Pembuatan gubug kerja buah 2 1.302.500,00 6 Pembuatan plang persemaian buah 2 82.000,00 7 Pembuatan papan mutasi buah 2 34.000,00 8 Pembuatan bedeng sapih bedeng 648 356.400,00 9 Pembuatan bedeng tabur bedeng 259 142.450,00 10 Pembuatan camp bedengan buah 648 87.480,00 11 Pengadaan bambu bedengan buah 1.814,00 2.040.750,00 12 Pengadaan rumbia buah 1.814,00 2.040.750,00 13 Pengadaan dan angkut biji Accacia mangium kg 19,44 1.169.316,00 14 Pengadaan dan angkut biji Accor kg 4,86 292.329,00 15 Pengadaan dan angkutan top soil m3 155,52 1.073.088,00 16 Pengadaan alat siram buah 1 100.000,00 17 Pengadaan buku mandor buah 1 3.200,00 18 Pembuatan camp blok bedengan buah 65 8.775,00 19 Pemasangan naungan bedengan buah 454 113.500,00 20 Pemasangan plepet bedengan buah 1.296,00 2.851.200,00 21 Pembuatan kolam tandon air m3 30 612.000,00 22 Pengadaan pupuk anorganik (KCl) kg 356,4 623.700,00 23 Pengadaan insektisida liter 0,81 243.000,00 24 Pencampuran media persemaian ton 259,2 1.995.840,00 25 Pengisian kantong plastik kantong 648,000,00 4.860.000,00 26 Pengaturan kantong plastik kantong 648,000,00 1.296.000,00 27 Penaburan benih bedeng 260 286.000,00 28 Penyapihan bibit bedeng 648 1.490.400,00 29 Penyulaman pic 129.600,00 259.200,00 30 Pemupukan bedeng 648 145.800,00 31 Seleksi awal bedeng 65 97.500,00 32 Seleksi akhir ha 0,81 275.400,00 33 Penyiraman bedeng 109160,00 1.156.680,00 34 Pembersihan rumput bedeng 6.320,00 66.360,00

Jumlah 25.403.953,00

Jumlah bibit batang 648.000,00

Biaya rata-rata/bibit Rp/batang 39,2 Kebutuhan bibit per Ha batang 1.980,00 Rata-rata biaya per Ha Rp/ha 77.623,19 Sumber : Buku Laporan Rencana dan Realisasi Bidang Pembinaan Hutan Sampai Bulan

(60)

49

Lampiran 9. Rincian biaya rutin tahun 2002.

No Uraian Biaya

A. Biaya umum

1 Biaya pegawai Rp. 2.552.640.395,00 2 Biaya kesejahteraan pegawai Rp. 334.337.500,00 3 Biaya kesejahteraan umum Rp. 1.239.791.401,00 4 Biaya perjalanan Rp. 888.075.612,00 5 Buaya kantor Rp. 741.816.224,00

Jumlah Rp. 5.756.661.224,00

Biaya per BKPH Parungpanjang 342.721.635,08

B. Biaya pembinaan hutan

1 Biaya tata hutan dan perencanaan umu Rp. 14.023.200,00 2 Biaya pendidikan dan latihan kerja Rp. 99.378.930,00 3 Biaya penyuluhan Rp. 85.537.510,00

Jumlah Rp. 198.939.640,00

Biaya per BKPH Parungpanjang Rp. 11.843.830,31

C. Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana

1 Bangunan dan tanah Rp. 121.622.810,00 2 Biaya pemeliharaan jalan mobil Rp. 39.932.450,00 3 Biaya pemeliharaan bengkel dan instalasi Rp. 3.749.655,00 4 Biaya pemeliharaan kendaraan bermotor dan alat berat Rp. 176.029.670,00 5 Biaya perlengkapan kantor dan KTB Rp. 48.994.000,00

Jumlah Rp. 390.328.585,00

Biaya per BKPH Parungpanjang 23.238.131,56

D. Biaya penyusutan

1 Biaya penyusutan bangunan gedung Rp. 112.643.107,00 2 Biaya penyusutan jalan mobil Rp. 115.007.052,00 3 Biaya penyusutan bengkel dan instalasi Rp. 2.358.313,00 4 Biaya penyusutan tempat penimbunan Rp. 9.681.665,00 5 Biaya penyusutan kendaraan bermotor dan alat berat Rp. 155.833,00 6 Biaya penyusutan perlengkapan kantor dan KTB Rp. 37.591.799,00

Jumlah Rp. 277.437.769,00

Biaya per BKPH Parungpanjang Rp. 16.517.200,18

E. Biaya Pemasaran

1 Biaya pengaturan kayu hasil tebangan Rp. 39.474.777,00 2 Biaya penjualan Rp. 85.958.958,00 3 Biaya pemeliharaan TPK/ware house Rp. 7.977.000,00

Jumlah 133.410.735,00

Biaya per BKPH Parungpanjang 7.942.580,51

F. Biaya Kewajiban Finansial 1 PMDH

PMDH luar kawasan Rp. 381.855.502,00 PMDH dalam kawasan Rp. 86.450.618,00

Jumlah Rp. 468.306.120,00

Biaya per BKPH Parungpanjang Rp. 27.880.507,97

Total Rp. 430.143.885,61

Sumber : Laporan Fisik dan Finansial BKPH Parungpanjang sampai dengan bulan Desember

tahun 2002.

Keterangan : Biaya per BKPH Parungpanjang ditentukan berdasarkan proporsi luas BKPH

(61)

Lampiran 10. Rincian biaya PSDH hasil penjarangan.

UMUR Sortimen Daur

7 8 9 10 11

3 KB 1.076.574,24 942.002,46 837.335,52 753.601,97 685.092,70

5

A I 10.184.392,31 8.911.343,27 7.921.194,02 7.129.074,62 6.480.976,92 A II 151.737,16 132.770,01 118.017,79 106.216,01 96.560,01 KB 1.716.687,34 1.502.101,42 1.335.201,26 1.201.681,14 1.092.437,40

7

A I 0,00 12.727.499,90 11.313.333,25 10.181.999,92 9.256.363,57 A II 0,00 988.055,91 878.271,92 790.444,73 718.586,12 KB 0,00 2.009.605,25 1.786.315,78 1.607.684,20 1.461.531,09

9

A I 0,00 0,00 0,00 7.772.148,30 7.065.589,36 A II 0,00 0,00 0,00 1.133.794,16 1.030.721,96

KB 0,00 0,00 0,00 1.281.123,35 1.164.657,59

(62)

51

Lampiran 11. Cash flow pada daur 7 tahun Jenis Biaya /

Pendapatan

Tahun

0 1 2 3 4 5 6 7

Pendapatan

Penjarangan 0,00 0,00 0,00 1.076.574,24 0,00 194.921.167,60 0,00 0,00 Penebangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.323.655.936,32

Jumlah 0,00 0,00 0,00 1.076.574,24 0,00 194.921.167,60 0,00 2.323.655.936,32

Diskonto (12%) 0,00 0,00 0,00 766.284,28 0,00 110.603.505,24 0,00 1.051.103.939,51

Biaya

Gambar

Tabel 1. Perkembangan kelas hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH
Tabel 2. Kepadatan penduduk di wilayah BKPH Parungpanjang.
Tabel  4. Taksiran produksi kayu hasil penjarangan tegakan Acacia mangium.
Tabel 5. Penaksiran produksi tebang habis pada setiap daur alternatif.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru dan siswa bertanya jawab berkaitan dengan identitas diri yang dibutuhkan sebagai warga negara yang baik.. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan di sepanjang zona sesar sangat merusak, serta pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa

Hope and motivation are the main issues that will be analyzed by the researcher in this research, especially hope and motivation in the novels The Land of

Figure 4.6 shows that the larger the incoming feed water composition on the influence of ethanol activity coefficient maximum at dimensionless time showed

(2) In case up to the end of the period as cited in paragraph (1) the taxpayer fails to fully settle the lack of payment of Compensation Money (Redeem), Director General of

[r]

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

[r]