• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pembiakan Vegetatif pada Agathis loranthifolia R.A. Salisbury Melalui Stek Pucuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pembiakan Vegetatif pada Agathis loranthifolia R.A. Salisbury Melalui Stek Pucuk"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

R.A. Salisbury MELALUI STEK PUCUK

RINALDO E14202064

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

R.A. Salisbury MELALUI STEK PUCUK

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

RINALDO E14202064

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

Agathis loranthifolia salisb. dengan nama perdagangan damar atau Agathis merupakan salah satu jenis pohon yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Agathis memiliki banyak kegunaan baik dari kayunya maupun dari kopal atau getah yang dihasilkannya. Melihat banyaknya manfaat dari pohon Agathis, seiring semakin kompleksnya kebutuhan manusia, bukan tidak mungkin untuk ke depannya permintaan akan kayu dan kopal Agathis akan semakin meningkat juga. Untuk itu, penanaman pohon jenis Agathis dalam pembangunan hutan tanaman harus dijadikan sebagai salah satu prioritas.

Dalam pembangunan hutan tanaman untuk jenis Agathis dibutuhkan bahan tanaman yang berkualitas dengan kuantitas yang memadai. Selama ini penggunaan benih sebagai bahan tanaman merupakan cara yang lebih sering dilakukan untuk mendapatkan tanaman Agathis. Dengan kata lain, perbanyakan tanaman Agathis lebih banyak dilakukan secara generatif. Dengan mengandalkan perbanyakan tanaman Agathis hanya dengan pembiakan generatif, maka kuantitas dan kualitas tanaman yang diinginkan pada waktu yang dibutuhkan akan sulit dicapai. Hal ini dikarenakan jenis Agathis baru bisa memproduksi benih pada umur 25 tahun. Selain itu periode berbuah dari jenis ini hanya dua kali dalam setahun yaitu periode Februari-April dan periode Agustus-Oktober. Buah yang dihasilkan pun tidak menentu jumlahnya.

Selain faktor produksi benih dan periodenya, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor genetik. Genetik tanaman yang dihasilkan dari benih masih dipertanyakan kualitasnya, karena bisa saja genetik tanaman hasil dari benih tidak sama dengan pohon induknya. Menurut Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001), penyerbukan untuk pembuahan jenis ini dilakukan dengan perantara angin. Jadi polen (sel jantan) yang membuahi sel telur pohon induk tidak diketahui genetiknya. Akibatnya, keturunan yang dihasilkan dari pohon induk juga tidak diketahui kesamaan sifat dan penampakan dengan pohon induknya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pembiakan vegetatif melalui stek pucuk merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah. Dengan stek pucuk, maka akan dihasilkan anakan yang merupakan duplikasi dari pohon induk. Apabila pohon induk memiliki keunggulan dari sifat-sifatnya seperti dalam hal produksi getah dan dalam bentuk batang, maka anakan yang dihasilkan melalui stek pucuk juga akan akan memiliki keunggulan serupa. Selain itu, metode pembiakan vegetatif melalui stek pucuk dapat menghasilkan anakan Agathis dalam jumlah besar dan dengan sifat serta penampakan yang lebih seragam. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencari alternatif perbanyakan tanaman Agathis dengan pembiakan vegetatif melalui stek pucuk dan mengetahui keberhasilan pembiakan vegetatif melaui stek pucuk pada Agathis dengan perlakuan jenis media dan zat pengatur tumbuh yang digunakan.

Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama lebih kurang empat bulan, mulai dari September 2006 sampai dengan Januari 2007. Bahan yang digunakan adalah pucuk Agathis loranthifolia Salisb. yang bersifat dorman, arang sekam, pasir, tanah, fungisida jenis Dithane M 45, Aquades dan Zat Pengatur Tumbuh IBA (Indole Butyric Acid). Alat yang digunakan meliputi gunting stek, cutter, kantong plastik, polybag, ayakan, seng, alat penyiram, ember, handsprayer, gelas ukur, termometer maksimum minimum, kalkulator, kamera dan alat tulis.

Metode penelitian meliputi, Rancangan percobaan, rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 4 dengan 3 ulangan yang masing-masing kombinasi perlakuan terdapat 10 stek. Jadi secara keseluruhan terdapat 480 stek. Selanjutnya untuk pelaksanaan penelitian dimulai dengan penyiapan rumah stek, penyiapan media perakaran, penyiapan Zat Pengatur Tumbuh, pengambilan, pengepakan dan transportasi bahan stek, penyiapan bahan stek, pemberian Zat Pengatur Tumbuh, penanaman stek, pemeliharaan, pengamatan dan pengambilan data. Adapun parameter yang diamati dan diukur pada penelitian ini adalah persentase stek hidup, persentase stek berkalus dan persentase stek berakar. Untuk data tentang kualitas akar (jumlah dan panjang akar primer), tidak dilakukan uji sidik ragam karena persen berakar stek yang kecil, dan ada beberapa perlakuan yang tidak mempunyai akar, dengan kata lain persen berakarnya 0 %.

(4)

dan 43,33 %. Tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 0 ppm (kontrol) yaitu sebesar 70,83 % untuk persen hidup dan 42,50 % untuk persen berkalus stek. Konsentrasi 500 ppm dan 0 ppm (kontrol) berbeda nyata dengan konsentrasi 1000 ppm yang mempunyai persen hidup stek 50,00 % dan persen berkalus stek 27,50 %. Konsentrasi 1000 ppm juga berbeda nyata dengan konsentrasi 1500 ppm yang mempunyai persen hidup 30,00 % dan persen berkalus stek 9,17 %.

Walaupun interaksi jenis media perakaran dan konsentrasi ZPT IBA tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga parameter yang diukur, persentase hidup tertinggi berdasarkan kombinasi perlakuan terdapat pada perlakuan A1B1 (kombinasi perlakuan media arang sekam dan konsentrasi ZPT IBA 0 ppm) yaitu sebesar 86,67 %, untuk persen hidup terendah diperoleh pada perlakuan A1B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm) dan A2B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam tanah dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm) yaitu sebesar 23,33 %. Sedangkan untuk persentase berkalus stek tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 (kombinasi perlakuan media arang sekam dan konsentrasi ZPT IBA 0 ppm) yaitu sebesar 53,33 %. Sedangkan untuk persen berkalus terendah diperoleh pada perlakuan A2B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam tanah dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm), yaitu 3,33 %. Untuk persentase berakar stek tertinggi terdapat pada perlakuan A3B2 (kombinasi perlakuan media arang sekam pasir dan konsentrasi ZPT IBA 500 ppm) yaitu sebesar 16,67 % sedangkan untuk persen berakar terendah yaitu dengan nilai 0 %, diperoleh pada perlakuan A1B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm), A2B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam tanah dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm), A3B4 (kombinasi perlakuan media arang sekam pasir dan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm) dan A4B2 (kombinasi perlakuan media pasir dan konsentrasi ZPT IBA 500 ppm).

Dari 480 stek yang ditanam pada awal penelitian, stek yang mampu bertahan hidup sampai akhir penelitian (12 Minggu Setelah Tanam) sebanyak 273 stek (56,88% ), stek yang mengalami kematian sebanyak 207 stek dengan laju kematian sebesar 17,25 stek per minggu, atau 3,59 % per minggu. Dari 273 stek Agathis yang hidup, terdapat 147 stek (30,63 %) yang berkalus, 27 stek (5,63 %) stek yang berakar dan sebanyak 99 stek (20,63 %) stek hidup tetapi tidak mempunyai kalus atau akar dari jumlah keseluruhan stek yang ditanam.

Secara umum, faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek pucuk Agathis pada penelitian ini adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diduga mempengaruhi keberhasilan stek pucuk Agathis adalah umur pohon induk dan umur bahan stek, kandungan nutrisi dan ketersediaan air dalam bahan stek. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi keberhasilan stek pucuk Agathis pada penelitian ini adalah suhu, intensitas cahaya dan pelaksanaan.

(5)

Nama : Rinaldo Nomor Pokok : E14202064

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Andi Sukendro, M.Si NIP. 131 671 607

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(6)

Penulis dilahirkan di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 16

September 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Irjoni

dan Asnelli. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai pada tahun 1990

di SD Negeri 15 Belakang Balok, Bukittinggi dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan

formal penulis kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bukittinggi, dan lulus pada tahun

1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMU Negeri 2 Bukittinggi dan lulus

pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa program studi

Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi,

diantaranya adalah kepala biro Sosial dan Lingkungan DKM ‘Ibaadurrahmaan

2003-2004, Staff Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia FMSC 2003-2003-2004,

Penaggung Jawab Pendidikan dan Perpustakaan Asrama Sylvasari 2003-2005, Kepala

Departemen Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Kehutanan 2004-2005 dan anggota dari Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang

(IPMM). Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum pada beberapa mata

kuliah di Fakultas Kehutanan, diantaranya adalah asisten praktikum mata kuliah

Dendrologi semester ganjil 2004/2005 dan 2005/2006, asisten praktikum mata kuliah

Silvikultur semester genap 2005/2006 serta asisten praktikum mata kuliah Pembiakan

Vegetatif Tanaman Hutan semester genap 2005/2006 dan semester ganjil 2006/2007.

Pada semester ganjil 2006/2007 penulis dipercaya oleh Laboratorium Ekologi Hutan,

Fakultas Kehutanan sebagai koordinator praktikum mata kuliah Dendrologi.

Pada tahun 2005 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam

dan Taman Wisata Alam Kamojang (Jawa Barat) dan Cagar Alam Leuweung Sancang

(Jawa Barat) serta Praktek Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Banten, KPH Ciamis (Jawa Barat). Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) IPB gelombang 1 periode Februari-April, di Desa Benteng, Kecamatan

Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang

pembiakan vegetatif tanaman hutan dengan judul : ”Studi Pembiakan Vegetatif pada

Agathis Loranthifolia R.A. Salisbury Melalui Stek Pucuk”, dibawah bimbingan Ir.

(7)

Segala puji dan syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Shalawat beriring salam semoga tetap terkirimkan kepada Rasulullah junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW beserta seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir zaman. Penelitian yang berjudul : ”Studi Pembiakan Vegetatif pada Agathis Loranthifolia R.A. Salisbury Melalui Stek Pucuk” ini bertujuan untuk Mencari alternatif perbanyakan tanaman Agathis dengan pembiakan vegetatif melalui stek pucuk. Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan suatu metode dalam perbanyakan tanaman Agathis loranthifolia Salisb. guna memproduksi bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat.

Penelitian ini mudah-mudahan dapat memberikan informasi yang berguna tentang perbanyakan pada jenis Agathis loranthifolia Salisb. melalui stek pucuk. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini perlu dikembangkan lagi untuk kesempurnaannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perkembangan penelitian selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap karya kecil ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amien.

Bogor, Februari 2007

(8)

Segala puji dan syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Shalawat beriring salam semoga tetap terkirimkan kepada Rasulullah junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW beserta seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Mama, Papa dan saudara-saudara penulis tercinta atas segala curahan kasih sayang yang tulus, do’a beserta dukungan moril maupun materil yang tidak terhingga.

2. Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

3. Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari, khususnya saudara-saudara seperjuangan Angkatan 39 (Agus, Ambar, Asrori, Benu, Dea, Dian, Edi, Eka, Ferry, Fian, Harra, Hery, Ilyas, Iman, Ikhsan, Khasbi, Ma’ruf, Ulil, Wilin dan Yoga) atas kebersamaan dan kekeluargaannya. 5. Rekan-rekan Budidaya Hutan Angkatan 39, atas kebersamaan dan

persahabatannya.

6. Beserta semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas semua amal dan kebaikannya. Amien

Bogor, Februari 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Agathis loranthifolia R.A. Salisbury ... 4

Taksonomi dan Tata nama ... 4

Deskripsi Botani ... 4

Penyebaran dan Habitat ... 5

Silvikultur ... 5

Kegunaan dan Manfaat ... 6

Tinjauan Umum Tentang Pembiakan Vegetatif ... 6

Definisi dan Macam Pembiakan Vegetatif ... 6

Alasan Dilakukannya Pembiakan Vegetatif ... 7

Pembiakan Vegetatif Stek ... 8

Pengertian Stek ... 8

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek ... 8

Pembentukan Akar pada Stek ... 12

Media Perakaran pada Stek ... 13

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Rancangan Percobaan ... 14

(10)

Penyiapan Media Perakaran ... 16

Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh ... 17

Pengambilan, Pengepakan dan Transportasi Bahan Stek ... 17

Penyiapan Bahan Stek ... 17

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh ... 18

Penanaman Stek ... 19

Pemeliharaan ... 19

Pengamatan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(11)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Desain rumah stek ... 16

Gambar 2. Pemberian ZPT IBA dengan cara perendaman ... 18

Gambar 3. Kemampuan hidup stek pucuk Agathis sampai 12 MST ... 22

Gambar 4. Persentase hidup rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan ... 24

Gambar 5. Persentase berkalus rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan ... 24

Gambar 6. Persentase berakar rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan ... 26

Gambar 7. Pengukuran suhu harian penelitian stek pucuk Agathis ... 31

Gambar 8. Pengukuran kelembaban harian penelitian stek pucuk Agathis ... 32

Gambar 9. Stek hidup yang tidak berkalus dan tidak berakar ... 35

Gambar 10. Stek berkalus ... 36

(12)

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis media dan konsentrasi ZPT IBA pada tiga parameter yang diukur ... 21 Tabel 2. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi

ZPT IBA terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis ... 23 Tabel 3. Hasil Uji Duncan pengaruh konsentrasi ZPT IBA terhadap

persentase hidup stek pucuk Agathis ... 23 Tabel 4. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi

ZPT IBA terhadap persentase berkalus stek pucuk Agathis ... 25 Tabel 5. Hasil Uji Duncan pengaruh konsentrasi ZPT IBA terhadap

persentase berkalus stek pucuk Agathis ... 25 Tabel 6. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Kemampuan Hidup Stek Pucuk Agathis Sampai 12 MST ... 43 Lampiran 2. Jumlah dan Persentase Stek yang Hidup, Berkalus dan

Berakar Pada 12 MST ... 44 Lampiran 3. Jumlah Total dan Persentase Total Stek Hidup, Berkalus,

Berakar, Tidak Berakar dan Tidak Berkalus serta Mati

12 MST ... 46 Lampiran 4. Persentase dan data Transformasi Persentase Stek

Berkalus dan berakar ... 48 Lampiran 5. Persentase Hidup, Berkalus dan Berakar Stek

Pada Masing-masing Perlakuan ... 50 Lampiran 6. Persentase Berkalus dan Berakar pada

masing-masing Perlakuan ... 52 Lampiran 7. Jumlah Stek Berakar Menurut Perlakuan

Konsentrasi IBA ... 53 Lampiran 8. Data Stek Berakar, Jumlah Akar Primer dan

Panjang Akar Primer ... 54 Lampiran 9. Hasil Rekapitulasi Data Sebelum Transformasi ... 55 Lampiran 10. Hasil Rekapitulasi Data Setelah Transformasi ... 57 Lampiran 11. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban

(14)

Latar Belakang

Agathis loranthifolia salisb. dengan nama perdagangan damar atau Agathis merupakan salah satu jenis pohon yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Agathis memiliki banyak kegunaan baik dari kayunya maupun dari getah yang dihasilkannya. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan korek api, perabot rumah tangga, vinir bermutu baik, kayu lapis, pulp dan masih banyak lagi. Getah Agathis yang disebut juga dengan kopal, digunakan sebagai bahan baku untuk industri cat, vernis, spiritus, plastik, bahan sizing, pelapis tekstil, bahan water proofing, tinta cetak, dan sebagainya. Melihat banyaknya manfaat dari pohon Agathis, seiring semakin kompleksnya kebutuhan manusia, bukan tidak mungkin untuk ke depannya permintaan akan kayu dan kopal Agathis akan semakin meningkat juga. Untuk itu, penanaman pohon jenis Agathis dalam pembangunan hutan tanaman harus dijadikan sebagai salah satu prioritas.

Dalam pembangunan hutan tanaman untuk jenis Agathis dibutuhkan bahan tanaman yang berkualitas dengan kuantitas yang memadai. Selama ini penggunaan benih sebagai bahan tanaman merupakan cara yang lebih sering dilakukan untuk mendapatkan tanaman Agathis. Dengan kata lain, perbanyakan tanaman Agathis lebih banyak dilakukan secara generatif. Dengan mengandalkan perbanyakan tanaman Agathis hanya dengan pembiakan generatif, maka kuantitas dan kualitas tanaman yang diinginkan pada waktu yang dibutuhkan akan sulit dicapai. Hal ini dikarenakan jenis Agathis baru bisa memproduksi benih hidup pada umur 25 tahun. Selain itu periode berbuah dari jenis ini hanya dua kali dalam setahun yaitu periode Februari-April dan periode Agustus-Oktober. Buah yang dihasilkan pun tidak menentu jumlahnya.

(15)

induk tidak diketahui genetiknya. Akibatnya, keturunan yang dihasilkan dari pohon induk juga tidak diketahui kesamaan sifat dan penampakan dengan pohon induknya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pembiakan vegetatif merupakan suatu alternatif pemecahan masalah dalam perbanyakan tanaman Agathis. Tanaman dapat dikembangbiakkan secara vegetatif karena di dalam setiap sel tanaman terdapat informasi genetik yang diperlukan sel untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lengkap (totipotensi). Selain itu, bagian vegetatif tanaman juga bersifat dediferensiasi, yaitu kemampuan sel dewasa untuk kembali ke meristematik dan menghasilkan titik tumbuh baru (Hartmann dan Kester, 1983).

Praktek pembiakan vegetatif telah banyak dilakukan di Indonesia. Secara umum ada dua metode dalam pembiakan vegetatif. Metode yang pertama adalah stimulasi pembentukan tunas atau akar adventif, contohnya stek, cangkok dan kultur jaringan. Sedangkan metode yang lainnya adalah penggabungan bagian-bagian vegetatif tanaman, contohnya sambungan (grafting) dan tempelan (okulasi).

Salah satu metode pembiakan vegetatif yang sering dilakukan adalah metode stek. Stek dapat dibedakan berdasarkan pada bagian dari tanaman yang dijadikan bahan stek, yaitu stek akar, stek batang, stek pucuk, stek daun, stek umbi dan sebagainya. Pembiakan vegetatif dengan stek memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembiakan generatif. Di samping dapat menghasilkan bibit dalam jumlah besar dengan sifat dan penampakan yang lebih seragam, pembiakan vegetatif dengan stek juga akan menghasilkan tanaman yang sifat dan penampakannya serupa dengan induknya. Selain itu, metode ini tidak dibatasi oleh waktu, yang berarti pembiakan vegetatif melaui stek dapat dilakukan kapan saja.

(16)

Dengan penggunaan metode pembiakan vegetatif melalui stek pucuk sebagai alternatif perbanyakan tanaman pada tanaman Agathis loranthifolia Salisb., diharapkan kebutuhan akan tanaman Agathis yang berkualitas dan jumlah yang mencukupi dalam rangka pembangunan hutan tanaman dapat terpenuhi dalam waktu yang cepat.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mencari alternatif perbanyakan tanaman Agathis dengan pembiakan vegetatif melalui stek pucuk.

2. Mengetahui keberhasilan pembiakan vegetatif melaui stek pucuk pada Agathis dengan perlakuan jenis media dan zat pengatur tumbuh yang digunakan.

Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Konsentrasi ZPT pada dosis yang tepat akan berpengaruh pada keberhasilan pembiakan vegetatif Agathis loranthifolia Salisb. melalui stek pucuk

2. Interaksi Konsentrasi ZPT dengan media perakaran pada stek akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan stek

Manfaat Penelitian

(17)

Tinjauan Umum tentang Agathis loranthifolia R.A. Salisbury Taksonomi dan Tata nama

Agathis loranthifolia R.A. Salisbury atau Agathis loranthifolia Salisb. termasuk kedalam famili Araucariaceae yang merupakan satu-satunya keluarga dari suku Araucariales (Whitmore, 1977). Di Indonesia jenis ini mempunyai nama lokal damar atau Agathis, sedangkan untuk Philipina sering disebut dengan Dayungon, Kauri untuk negara Inggris dan Kauri pine untuk nama lokal di Papua New Guinea (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001). Nama dagang dari jenis ini adalah Damar minyak.

Berikut tata nama dari jenis Agathis loranthifolia salisb. : Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Araucariales

Famili : Araucariaceae

Genus : Agathis

Jenis : Agathis loranthifolia Salisb.

Menurut Burger (1972), Agathis loranthifolia Salisb., Agathis dammara (lamb.) dan Agathis alba Foxw. adalah sinonim.

Deskripsi Botani

Agathis loranthifolia Salisb. dapat mencapai tinggi 55 m dengan panjang batang bebas cabang 12-25 m, diameter dapat mencapai 150 cm atau lebih serta bentuk batang silindris dan lurus. Tajuk berbentuk kerucut dan hijau dengan percabangan mendatar dan melingkari batang. Kulit luar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk bundar atau bulat telur. Pohon tidak berbanir, mengeluarkan getah yang disebut kopal (Martawidjaya et al, 1981).

(18)

cm, pangkal daun membaji, ujung runcing, banyak tulang daun sejajar (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).

Penyebaran dan Habitat

Daerah penyebaran alami Agathis loranthifolia Salisb. meliputi Papua New Guinea, New Britain, Indonesia (Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, Philipina dan Malaya). Menurut Samingan (1982), Daerah penyebaran Agathis di Indonesia meliputi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.

Jenis ini umumnya tumbuh pada dataran tinggi (300 – 1.200 m dpl) dengan temperatur rata-rata tahunan 25 – 300 C. Pada dataran rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu, seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultra basa, tanah kapur, dan batuan endapan. Pohon Agathis loranthifolia Salisb. tumbuh dalam hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2- 1750 mdpl (Martawidjaya et al, 1981). Agathis loranthifolia salisb. tidak terikat pada formasi tanah tertentu, sehingga tidak membutuhkan tanah terlalu subur, tetapi harus memiliki drainase yang baik. Di Jawa tumbuh optimal pada ketinggian 200-2500 mdpl, diatas itu tumbuhnya sudah tidak baik lagi. Iklim di daerah-daerah penyebaran jenis ini adalah tipe iklim basah (hutan hujan Tropis). Tanaman Agathis loranthifolia Salisb. membutuhkan iklim basah pada curah hujan antara 3000 – 4000 mm/ tahun yang terbagi merata.

Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar, pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan genangan air (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).

Silvikultur

(19)

tujuannya adalah untuk dijadikan areal produksi benih, maka daurnya lebih lama lagi karena mengikuti daur biologis. Umur biologis jenis ini bisa mencapai 100 tahun.

Di Jawa, mulai berbuah setelah berumur 15 tahun, tetapi benih hidup biasanya dihasilkan setelah pohon berumur 25 tahun. Berbuah sepanjang tahun dengan musim buah bulan Februari sampai April dan Agustus sampai Oktober. Penyerbukan untuk pembuahan dilakukan dengan perantara angin (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).

Kegunaan dan Manfaat

Kayu diklasifikasikan agak kuat namun tidak awet dan tidak tahan terhadap pembusukan. Kayunya terutama digunakan untuk korek api, perabot rumah tangga, vinir bermutu baik, kayu lapis dan pulp. Sedangkan getahnya atau yang disebut dengan kopal dapat digunakan dalam berbagai industri seperti industri cat, tekstil dan lainnya (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).

Kayunya bernilai tinggi terutama digunakan untuk pertukangan, pulp dan kayu lapis termasuk kelas awet IV dan kelas kuat III, berat jenis kayu ± 0,49. Selain itu pohon Agathis loranthifolia Salisb. menghasilkan damar (kopal). Kopal tersebut digunakan untuk cat, vernis spiritus, plastik, bahan sizing, pelapis tekstil, bahan water proofing, tinta cetak, dan sebagainya (Departemen Kehutanan, 1990).

Tinjauan Umum tentang Pembiakan Vegetatif Definisi dan Macam Pembiakan Vegetatif

(20)

Harahap (1972) menyatakan bahwa secara garis besar, pembiakan vegetatif dibagi dua, yaitu :

a. Allovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari dua jenis genotip yang berbeda seperti pada sambungan dan okulasi.

b. Autovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari genotip yang sama seperti pada stek dan cangkok.

Pembiakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek (cutting), cangkok (layering), tempelan (budding) dan sambungan (grafting) (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).

Alasan dilakukannya Pembiakan Vegetatif

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), sebab utama dilakukannya pembiakan vegetatif adalah banyak tanaman yang tidak akan menyerupai induknya bila dibiakkan dengan biji. Penyebab lainnya adalah :

a. Tanaman tidak atau sedikit menghasilkan biji

b. Tanaman menghasilkan biji tetapi sukar untuk berkecambah

c. Beberapa tanaman lebih resisten terhadap hama dam penyakit bila mereka timbul pada akar-akar yang berhubungan dengan tanaman tersebut

d. Beberapa tanaman lebih tahan terhadap suhu dingin (hard) bila disambungakan pada batang lain jenis

e. Tanaman akan lebih kuat bila disambungkan

f. Tanaman akan lebih ekonomis bila dibiakkan secara vegetatif

Dalam rangka pemuliaan pohon hutan, wright (1962) mengemukakan tujuan dilakukannya pembiakan vegetatif, yaitu:

a.Untuk tujuan pembiakan secara besar-besaran

b.Mempermudah dan memperlancar pelaksanaan penyerbukan terkendali (control pollination)

c.Untuk mempercepat produksi buah d.Untuk memperoleh jenis-jenis hibrid

e.Untuk menentukan variasi genetik melalui klonal test f. Untuk menyimpan germplasma yang unggul

(21)

Supriyanto (1997) menyatakan bahwa pembiakan vegetatif memiliki beberapa keuntungan, antara lain :

a.Secara genetik bibit yang dihasilkan memiliki sifat keturunan yang sama dengan induknya

b.Tidak tergantung musim c.Cepat berbuah

d.Dapat diperbanyak dalam jumlah besar e.Dapat dilakukan berbagai kombinasi

Pembiakan Vegetatif Stek Pengertian Stek

Penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Stek dapat dibedakan berdasarkan pada bagian dari tanaman yang dijadikan bahan stek, yaitu stek akar, stek batang, stek pucuk, stek daun, stek umbi dan sebagainya. Stek yang dilakukan pada bagian atas tanaman seperti stek pucuk, stek batang dan lain-lain, bertujuan untuk mengoptimalkan pembentukan sistem perakaran baru. Sementara stek yang dilakukan pada bagian bawah tanaman seperti stek akar bertujuan untuk mengoptimalkan pembentukan sistem bagian atas tanaman. Sementara stek daun bertujuan untuk pembentukan sistem perakaran dan batang tanaman (Rochiman dan Harjadi, 1973 ; Hartmann dan Kester, 1983)

Menurut Hartmann dan Kester (1983), keuntungan pembiakan melaui stek adalah murah, dapat dilakukan dengan cepat, sederhana dan tidak memerlukan tenaga terlatih. Selain itu pembiakan vegetatif melalui stek dapat menghasilkan tanaman yang sempurna dengan akar, daun dan batang dalam waktu relatif singkat serta bersifat serupa dengan induknya (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek

(22)

mempengaruhi keberhasilan stek dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu faktor dalam dan faktor luar (lingkungan) tanaman (Hartmann dan Kester, 1983).

Faktor Dalam a. Jenis Tanaman

Beberapa jenis pohon kehutanan dapat dibiakkan dengan metode stek, baik itu dengan stek akar, stek batang, stek pucuk ataupun stek daun, tetapi beberapa pohon justru tidak bisa dibiakkan dengan metode stek.

b. Bahan Stek

Bahan stek meliputi nutrisi yang terkandung dalam bahan stek, ketersediaan air, kandungan hormon endogen dalam jaringan stek, tipe bahan stek, kehadiran hama dan penyakit serta umur pohon induk dan umur bahan stek itu sendiri.

Faktor Luar (lingkungan) a. Suhu

Kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran adalah 21-270 C. Setiap jenis akan mempunyai suhu yang berbeda-beda dalam kisaran 21-270 C untuk merangsang pembentukan primordia masing-masing jenis.

b. Media Perakaran

Jenis media yang digunakan untuk media perakaran akan sangat mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk akar. Media perakaran memiliki fungsi yaitu untuk menahan bahan stek agar tetap berada dalam tempatnya, menyediakan dan menjaga kelembababan yang dibutuhkan oleh stek dan untuk membiarkan penetrasi udara ke bagian dasar dari stek (Mahlstede dan Haber, 1957).

Menurut Hartmann dan Kester (1978), kriteria media yang baik adalah sebagai berikut :

• Harus cukup kuat dan kompak sebagai pemegang stek atau benih selama

perkecambahan atau pertumbuhan.

• Harus mampu mempertahankan kelembaban

• Memiliki aerasi dan draenase yang baik

• Bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagi organisme penyakit

(23)

• Dapat disterilkan dengan menggunakan panas tanpa menimbulkan efek penggunaan terhadap unsur-unsur penting bagi pertumbuhan stek

Media yang sering digunakan untuk stek antara lain dapat terdiri dari atau campuran dari tanah, pasir, gambut, sphagnum, vermiculite dan perlite. Perbedaan macam media terhadap pembentukan akar tidak nyata selama media dapat memenuhi syarat-syarat pembentukan akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Selain jenis media, temperatur media juga mempunyai pengaruh dalam pembentukan akar. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), temperatur udara yang optimum untuk pembentukan akar berbeda-beda menurut jenis tanaman. Tetapi pada kebanyakan tanaman, temperatur udara optimum berkisar antara 290C, sedangkan temperatur media perakaran sebaiknya berkisar sekitar 240C, karena pada temperatur ini pembagian sel pada daerah perakaran akan distimulir.

Media stek harus selalu dijaga kelembabannya. Stek yang ditanam dalam wadah, tingkat kelembaban medianya bisa dilihat dari titik-titik air yang menempel pada plastik atau kaca penutupnya. Tidak adanya air pada tempat itu menandakan bahwa media telah kering. Cara mengatasinya dengan menyirami media (Wudianto, 1993).

c. Kelembaban udara

Kelembaban udara pada bahan stek sebaiknya di atas 90% terutama sebelum stek mampu membentuk akar karena kelembaban yang tinggi akan menghambat laju evapotranspirasi stek, mencegah stek dari kekeringan dan kematian. Tetapi kelembaban stek dan lingkungannya sebaiknya jangan juga terlalu tinggi, karena apabila media yang digunakan kurang steril, kelembaban yang terlalu tinggi justru akan memacu perkembangan mikroba penggangu yang dapat menyebabkan kegagalan stek.

Kelembaban udara termasuk salah satu faktor penting yang mempengaruhi stek sebelum berakar. Bila kelembaban rendah, stek akan cepat mati karena kandungan air dalam stek pada umumnya sangat rendah sehingga stek menjadi kering sebelum membentuk akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).

d. Intensitas cahaya

(24)

menentukan keberhasilan stek. Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan pengaturan intensitas naungan.

e. Pemberian Zat pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Pengaturan pertumbuhan sel ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon, mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon. Zat Pengatur Tumbuh mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hartmann dan Kester, 1983).

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh ini dimaksudkan untuk merangsang pembentukan dan pertumbuhan akar dalam stek batang dan stek pucuk. Salah satu Zat Pengatur Tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pembentukan dan pertumbuhan akar adalah jenis auksin. Jenis auksin yang sering digunakan untuk keperluan tersebut adalah IAA, IBA dan NAA. Sedangkan jenis auksin yang dipergunakan secara luas dan merupakan bahan terbaik dibandingkan dengan jenis auksin lainnya adalah IBA (Hartmann dan Kester, 1983).

Di dalam praktek pemakaian, IBA dan NAA lebih stabil sifat kimianya dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah. Sedangkan IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan menghalangi perkembangan serta pertumbuhan tunas-tunas tersebut. Kelemahan NAA yaitu kisaran konsentrasi yang sempit, sehingga penggunaanya harus hati-hati agar konsentrasi optimum tidak terlampaui. IBA bersifat lebih baik daripada IAA dan NAA, karena kandungan kimianya lebih stabil, daya kerjanya lebih lama dan relatif lebih lambat ditranslokasikan di dalam tanaman, sehingga memungkinkan memperoleh respon yang lebih baik terhadap perakaran stek. (Kusumo,1984).

(25)

Selain faktor dalam dan faktor lingkungan, faktor yang mempengaruhi keberhasilan menurut Rochiman dan Harjadi (1973) adalah faktor pelaksanaan. Faktor Pelaksanaan

Stek pada umumnya akan berakar bila ditanam pada musim dimana kelembaban udara cukup tinggi dan pada saat tak terjadi pertumbuhan karena pada masa ini tanaman banyak mengandung karbohidrat (Djamhuri et al, 1986).

Pelaksanaan penyetekan, mulai dari pemotongan bahan stek, penanaman sampai pemeliharaan akan mempengaruhi keberhasilan stek. Selain itu dalam penyetekan dibutuhkan peralatan yang bersih dan steril sehingga memperkecil kemungkinan stek terserang oleh hama dan penyakit.

Menurut Wudianto (1993), saat pemotongan stek yang baik yaitu pada saat kelembaban udara tinggi dan tanaman sedang tidak mengalami pertumbuhan. Saat ini biasanya terjadi pada awal musim hujan. Sedangkan pemotongan stek sebaiknya kita lakukan di dalam air. Tujuannya agar jaringan pembuluh pada stek yang baru dipotong terisi oleh air, dengan demikian akan memudahkan penyerapan zat makanan. Bila stek dipotong di tempat terbuka, udara tentu saja akan masuk ke dalam jaringan pembuluh, sehingga penyerapan air dan zat-zat makanan akan dipersulit atau dihalangi oleh adanya rongga udara itu.

Pembentukan Akar pada Stek

Perkembangan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari auksin, karbohidrat dan rooting cofactor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin yang mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun dari daun. Zat-zat ini akan mengumpul dan selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar stek. Akar adventif dapat tumbuh dari dua macam sumber yaitu dari jaringan kalus dan dari akar morfologi atau akar primordia (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Keterangan lain dari proses pembentukan akar dikemukakan oleh Hartmann dan Kester (1983) yang terdiri dari empat tahap sebagai berikut :

a. Bergabungnya sel-sel yang mempunyai fungsi khusus yang sama.

b. Pembentukan bakal akar dari sel-sel tertentu dari jaringan vaskular (jaringan pembuluh)

(26)

d. Pertumbuhan dan munculnya akar primordia keluar melalui jaringan batang ditambah pembentukan sambungan pembuluh antara akar primordia dan jaringan pembuluh dari stek.

Daya pembentukan akar pada suatu jenis tanaman yang distek dipengaruhi antara lain oleh kandungan karbohidrat dan keseimbangan hormon dalam bahan stek yang digunakan (Mahlstede dan Haber, 1957).

Media Perakaran pada Stek Arang Sekam Padi

Arang sekam padi merupakan media perakaran yang sering digunakan di persemaian karena arang yang berwarna hitam akan meyerap panas lebih banyak sehingga menaikan suhu tanah dan mempercepat pertumbuhan semai. Arang sekam padi juga mempunyai porositas yang baik sehingga efektif dalam menunjang pertumbuhan pohon. Sekam padi sangat baik digunakan sebagai pendukung media atau sebagai pengganti tanah (Luh, 1980).

Tanah

Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman dan penyedia unsur hara. Berhasil tidaknya pertumbuhan tanaman banyak ditentukan oleh sifat-sifat tanah, karena sifat-sifat tanah menentukan kesesuaian lingkungan akar tanaman. Tanah lapisan atas banyak mengandung bahan organik yang mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi (Purwowidodo, 1998). Tanah yang beraerasi baik, persentase pembentukan akar pada stek lebih tinggi dan kualitasnya lebih baik (Hartmann dan Kester, 1983).

Pasir

(27)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Departemen Silvikultur,

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama lebih

kurang empat bulan, mulai dari September 2006 sampai dengan Januari 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah pucuk Agathis loranthifolia Salisb. yang

bersifat dorman, arang sekam, pasir, tanah, fungisida jenis Dithane M 45,

Aquades dan Zat Pengatur Tumbuh IBA (Indole Butyric Acid).

Peralatan yang digunakan meliputi gunting stek, cutter, kantong plastik,

polybag, ayakan, seng, alat penyiram, ember, handsprayer, gelas ukur,

termometer maksimum minimum, kalkulator, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 4 dengan 3 ulangan yang

masing-masing kombinasi perlakuan terdapat 10 stek. Jadi secara keseluruhan terdapat

480 stek.

Dalam penelitian ini terdapat dua faktor perlakuan, yaitu :

Faktor A : Faktor jenis media

A1 = media arang sekam

A2 = media arang sekam dan tanah dengan perbandingan 1 : 1

A3 = media arang sekam dan pasir dengan perbandingan 1 : 1

A4 = media pasir

Faktor B : Faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA

B1 = 0 ppm (kontrol)

B2 = 500 ppm

B3 = 1000 ppm

(28)

Model umum rancangan faktorial yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Σ ijk

Yijk = Nilai pengamatan karena pengaruh bersama dari faktor jenis media

taraf i dan faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA taraf

ke-j serta ulangan ke-k

µ = Nilai rata-rata umum

Ai = Pengaruh faktor jenis media taraf ke-i

Bj = Pengaruh faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA taraf ke-j

(AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor jenis media taraf ke-i dan faktor

konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA taraf ke-j

Σ ijk = Pengaruh kesalahan percobaan dari faktor jenis media taraf ke-i dan

faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA taraf ke-j serta

ulangan ke-k

Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada keberhasilan stek Agathis

loranthifolia Salisb. dengan adanya perlakuan, maka dilakukan analisa sidik ragam terhadap peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh yang nyata, maka

dilakukan perbandingan Uji Wilayah Berganda (Uji Duncan).

Penyiapan Rumah Stek

Rumah stek dibuat dari bahan bambu dan papan untuk kerangka bangunan

dan plastik bening sebagai bahan atap dan sungkup. Di dalam rumah stek yang

berukuran panjang 280 cm x 135 cm dan tinggi total bangunan 210 cm terdapat

bak stek yang mempunyai panjang dan lebar sama dengan panjang dan lebar

bangunan. Bak stek ini terbuat dari papan, memiliki tinggi 17 cm dan berjarak

sekitar 85 cm diatas permukaan tanah. Bak stek ini ditutup sepenuhnya dengan

menggunakan sungkup berbentuk bangun ruang dengan bahan plastik bening

berukuran panjang dan lebar 280 cm x 135 cm (sama seperti ukuran bak stek) dan

tinggi 45 cm. Diantara sungkup dan atap bangunan, terdapat paranet 50 % yang

berjarak 45 cm dari atas sungkup. Pada bagian sisi panjang sungkup dibuat

masing-masing 2 buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup dengan ukuran

sekitar 30 cm x 30 cm. Jadi pada rumah stek terdapat 4 jendela sungkup. Gambar

(29)

Bagian A

Bagian B

Bagian C

Bagian D

Bagian E

Bagian F

Gambar 1. Desain rumah stek

Keterangan Gambar:

Bagian A : Atap bangunan, tinggi 35 cm

Bagian B : Paranet 50 %

Bagian C : Jendela sungkup

Bagian D : Sungkup, tinggi 45 cm

Bagian E : Bak stek, tinggi 17 cm

Bagian F : Kaki bangunan, tinggi 85 cm

Penyiapan Media Perakaran

Media yang disiapkan untuk perakaran stek adalah arang sekam murni,

campuran arang sekam tanah dengan perbandingan 1:1, campuran arang sekam

dan pasir dengan perbandingan 1:1 dan pasir murni. Masing-masing media

disterilkan dengan cara yang berbeda-beda, kecuali arang sekam. Arang sekam

tidak perlu disterilkan karena arang sekam belum pernah digunakan setelah

pembakaran sehingga diasumsikan arang sekam tersebut masih steril. Sedangkan

untuk sterilisasi tanah, dilakukan melalui teknik penjemuran di bawah terik

matahari selama dua hari. Setelah dua hari tanah tersebut disemprot dengan

(30)

sterilisasi dilakukan dengan pembakaran sampai kering kemudian disemprot

dengan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/l secara merata.

Peletakan media perakaran di dalam bak stek diatur sesuai dengan

rancangan percobaan, kemudian media disiram dengan air bersih sampai jenuh

dan ditutup dengan plastik bening agar tetap lembab dan biarkan selama satu hari

sebelum penyetekan.

Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan adalah IBA (Indole Butyric Acid)

dengan konsentrasi untuk masing-masing perlakuan adalah 0 ppm sebagai kontrol,

500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm yang berbentuk cairan/larutan. Zat Pengatur

Tumbuh dibuat dengan cara menimbang ZPT IBA menggunakan timbangan

elektrik sebanyak 0,05 g untuk konsentrasi 500 ppm, 0,1 g untuk konsentrasi 1000

ppm dan 0,15 g untuk konsentrasi 1500 ppm. Selanjutnya ZPT IBA dibungkus

dengan alumunium foil dan disimpan di dalam kulkas.

Pengambilan, Pengepakan dan Transportasi Bahan Stek

Bahan stek diambil dari trubusan (coppice) pohon induk yang berlokasi di

Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Dari setiap pohon induk

diambil sekitar tiga sampai empat tunas dorman (istirahat) yang seragam

panjangnya, yaitu sekitar 30 cm sampai 40 cm menggunakan gunting stek yang

tajam. Tunas dorman dicirikan dengan warna yang lebih hijau (hijau tua)

dibandingkan dengan tunas yang masih aktif. Setelah itu, tunas yang telah

diambil dilakukan pengepakan dengan cara membungkusnya dengan tiga lapis

pembungkus, yang terdiri dari kertas koran yang diperciki air pada lapisan

pertama, pelepah pisang pada lapisan kedua dan lapisan paling luar adalah kotak

berbahan styrofoam. Hal ini dimaksudkan untuk meredam panas dan menjaga

kelembaban bahan stek. Selanjutnya bahan stek ini di bawa ke Persemaian

Departemen Silvikultur, IPB Darmaga.

Penyiapan Bahan Stek

Pembuatan stek dilakukan dengan memotong bagian pucuk dari trubusan

(31)

Tunas yang akan dijadikan stek, dipotong pada bagian bawah daun dengan jarak

kurang dari 1 cm dari daun. Pemotongan membentuk sudut 450 yang berguna

untuk memperluas bidang permukaan dalam penyerapan air dan pembentukan

akar. Pemotongan bahan stek ini dilakukan di dalam air untuk mengurangi

pemasukan udara ke dalam stek sehingga udara tidak terlalu berpengaruh untuk

masuknya ZPT ke dalam stek. Sebelum ditanam, sepasang daun opposite bagian

bawah dipotong habis, sedangkan sepasang daun opposite bagian atas dipotong

setengahnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penguapan berlebihan pada

stek.

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh

ZPT IBA yang sudah ditimbang, dilarutkan dengan 1 ml basa NaOH di

dalam gelas ukur. ZPT yang sudah dilarutkan, ditambah dengan aquades 100 ml.

Pembuatan larutan ZPT IBA dilakukan dengan cara yang sama untuk

masing-masing konsentrasi ZPT.

Gambar 2. Pemberian ZPT IBA dengan cara perendaman

Pemberian ZPT IBA pada stek dilakukan dengan cara perendaman pangkal

stek ke dalam larutan ZPT IBA yang telah disiapkan selama 3-5 menit tergantung

konsentrasi ZPT IBA. Untuk konsentrasi 500 ppm, perendaman dilakukan selama

5 menit, 4 menit untuk konsentrasi 1000 ppm dan 3 menit untuk konsentrasi 1500

(32)

tadi berada di atas. Hal ini dilakukan persis sebelum penanaman guna

mempercepat penyerapan ZPT oleh stek.

Penanaman Stek

Stek yang telah mendapat perlakuan ZPT, segera ditanam di dalam bak

pada rumah stek yang sudah berisi media dengan kedalaman media sekitar 5 cm

sampai 7 cm. Sebelum penanaman, media dilubangi terlebih dahulu supaya ZPT

yang terdapat pada stek tidak rusak dan juga mengurangi gesekan antara ZPT

dengan media. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan sore hari karena pada saat

itu suhu dan intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi.

Pemeliharaan

Pemeliharan yang dilakukan adalah berupa penyemprotan stek dan media,

pengaturan suhu dan kelembaban di dalam sungkup serta penyiangan media dari

gulma. penyemprotan stek dan media dilakukan dua kali setiap harinya yaitu

sekitar pukul 07.00 dan pukul 17.00, tergantung kelembaban media. Sedangkan

pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan pada saat kondisi lingkungan

diperkirakan sedang ekstrim. Apabila suhu mendekati 350 C, maka jendela

sungkup dibuka untuk menurunkan suhu. Selain itu, sungkup bagian dalam dan

bagian luar di semprot menggunakan handsprayer. Sedangkan untuk menjaga

kelembaban udara supaya tetap berada diatas 90% dan temperatur udara tidak

terlalu tinggi, setiap pukul 07.00, pukul 13.00 dan pukul 17.00 sungkup bagian

luar disemprot dengan menggunakan handsprayer. Penyiangan dilakukan apabila

media ditumbuhi oleh gulma, terutama untuk media arang sekam tanah.

Pengamatan

Beberapa parameter yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah :

a.Persentase Stek Hidup

Pesentase stek hidup dihitung dengan membandingkan antara jumlah stek

yang masih hidup sampai akhir penelitian dengan jumlah stek yang ditanam pada

awal penelitian. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai akhir penelitian.

Persentase stek hidup dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Stek Hidup = Σ stek hidup normal pada akhir penelitian x100%

(33)

b. Persentase Stek Berkalus

Persentase Stek Berkalus dihitung dengan membandingkan antara stek

berkalus sampai akhir penelitian dengan jumlah stek yang ditanam pada awal

penelitian. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.

Persentase stek berkalus dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Stek berkalus = Σ stek berkalus pada akhir penelitian x100%

Σ stek yang ditanam pada awal penelitian

c. Persentase Stek Berakar

Persentase Stek Berakar dihitung dengan membandingkan antara stek

berakar sampai akhir penelitian dengan jumlah stek yang ditanam pada awal

penelitian. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.

Persentase stek berakar dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Stek berakar = Σ stek berakar pada akhir penelitian x100%

Σ stek yang ditanam pada awal penelitian

Untuk data tentang kualitas akar (jumlah dan panjang akar primer), tidak

dilakukan uji sidik ragam karena persen berakar stek yang kecil, dan ada beberapa

perlakuan yang tidak mempunyai akar, dengan kata lain persen berakarnya 0 %.

d. Data Penunjang Penelitian

Data penunjang penelitian berupa suhu dan kelembaban udara dalam

sungkup. Suhu dan kelembaban udara dalam sungkup diukur setiap hari dari awal

sampai dengan akhir penelitian setiap pukul 07.00, pukul 13.00 dan pukul 17.00

(34)

Hasil

Dalam penelitian ini, kegiatan pengambilan dan analisis data dilakukan pada berberapa parameter pertumbuhan stek. Adapun parameter pertumbuhan stek yang diukur adalah persentase stek hidup, persentase stek berkalus dan persetase stek berakar. Dalam penelitian ini hanya tiga parameter ini yang dipakai karena, persentase stek berakar yang kecil. Selain itu, dari jumlah stek yang masih hidup sampai minggu ke 12, ternyata ada stek yang berakar, ada yang hanya berkalus dan juga ada stek yang tidak berakar dan tidak berkalus.

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program aplikasi komputer SAS Release version 6.12 diperoleh rekapitulasi sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapituasi sidik ragam pengaruh jenis media dan konsentrasi ZPT IBA pada tiga parameter yang diukur

Parameter

Sumber Keragaman Jenis Media

(A)

Konsentrasi ZPT IBA (B)

Interaksi (A*B) % Hidup Stek 0,3338tn 0,0001* 0,3005tn % Berkalus stek” 0,1612tn 0,0001* 0,7999tn % Berakar stek” 0,5479tn 0,0789tn 0,9121tn

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata (p < 0,05), ” = setelah dilakukan transformasi data

(35)

Persentase Hidup Stek Pucuk Agathis

Dari 480 stek yang ditanam pada awal penelitian, stek yang mampu bertahan hidup sampai akhir penelitian (12 Minggu Setelah Tanam) sebanyak 273 stek (56,88% ). Sedangkan jumlah kematian stek sebanyak 207 stek dengan laju kematian sebesar 17,25 stek per minggu, atau 3,59 % per minggu. Adapun persentase stek hidup Agathis sampai 12 Minggu Setelah Tanam disajikan pada Gambar 3. Sedangkan untuk Jumlah stek Agathis yang hidup dan yang mengalami kematian setiap minggunya sampai pada akhir penelitian dapat dilihat pada tabel Lampiran 1.

Gambar 3. Kemampuan hidup stek pucuk Agathis sampai 12 Minggu Setelah Tanam

Stek hidup dicirikan dengan masih segarnya stek pada akhir pengamatan dengan menghitung jumlah stek yang tetap berwarna hijau pada bagian batang dan daun (tanpa mengalami perubahan warna menjadi kuning tua, coklat ataupun hitam). Kematian pada stek Agathis diawali dari membusuknya pangkal stek (pada luka bekas pemotongan sebelum stek ditanam), kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman.

Sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis dapat dilihat pada Tabel 2.

(36)

jenis media dan konsentrasi ZPT IBA berpengaruh tidak nyata terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > 0,05.

Tabel 2. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi ZPT IBA terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis

Sumber

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata (p < 0,05)

Untuk mengetahui perlakuan terbaik dari perlakuan konsentrasi ZPT IBA bagi persentase hidup stek pucuk Agathis, dilakukan Uji Duncan. Hasil Uji Duncan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Duncan pengaruh konsentrasi ZPT IBA terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %

Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT IBA 500 ppm memberikan rata-rata persentase hidup stek tertinggi yaitu 76,67 %, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 0 ppm (kontrol) yang 70,83 %. Konsentrasi ZPT IBA 0 ppm dan 500 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 1000 ppm dan 1500 ppm. Rata-rata persentase stek hidup terendah terdapat pada konsentrasi 1500 ppm yaitu sebesar 30,00 %. Untuk konsentrasi ZPT IBA 1000 ppm, mempunyai rata-rata persentase stek hidup 50,00 %, berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm.

(37)

86.67

Gambar 4. Persentase hidup rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan

Persentase Berkalus Stek Pucuk Agathis

Dari seluruh stek yang hidup sampai akhir penelitian, terdapat stek yang berakar, stek yang hanya berkalus dan stek yang tidak berakar dan tidak berkalus. Hal ini dapat dilihat pada tabel Lampiran 3, dimana dari 207 stek Agathis yang hidup, terdapat 147 stek yang berkalus atau 30,63 % dari seluruh stek yang ditanam. Sedangkan jumlah stek yang berakar dari keseluruhan stek yang ditanam adalah sebanyak 27 stek, atau 5,63 %, dan untuk stek yang hidup tetapi tidak mempunyai kalus atau akar yaitu sebanyak 99 stek atau 20,63 % dari jumlah keseluruhan stek.

Persentase stek berkalus untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Persentase berkalus rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan

Sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA terhadap persentase berkalus stek pucuk Agathis dapat dilihat pada Tabel 4.

Keterangan:

(38)

Tabel 4. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi ZPT IBA terhadap persentase berkalus stek pucuk Agathis

Sumber

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata (p < 0,05)

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ZPT IBA berpengaruh nyata terhadap persentase berkalus stek pucuk Agathis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Pr < 0,05. Sedangkan untuk faktor jenis media dan interaksi antara faktor jenis media dan konsentrasi ZPT IBA berpengaruh tidak nyata terhadap persentase berkalus stek Agathis. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > 0,05. Hasil sidik ragam tersebut diperoleh dengan melakukan transformasi data menggunakan rumus (%berkalus)0,5. Data sebelum dan sesudah transformasi persentase stek berkalus disajikan pada tabel Lampiran 4.

Untuk mengetahui perlakuan terbaik dari perlakuan konsentrasi ZPT IBA bagi persentase berkalus stek Agathis, dilakukan Uji Duncan. Hasil Uji Duncan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Duncan pengaruh konsentrasi ZPT IBA terhadap persentase berkalus stek pucuk Agathis

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %

(39)

ppm, mempunyai rata-rata persentase stek berkalus 27,50 %, berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm.

Persentase Berakar Stek Pucuk Agathis

Dari seluruh stek yang hidup sampai 12 MST terdapat 27 stek yang berakar atau sekitar 5,63 % stek yang berakar. Untuk keterangan stek berakar lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Persentase stek berakar rata-rata pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase berakar rata-rata stek pucuk Agathis pada masing-masing perlakuan

Sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA terhadap persentase berakar stek pucuk Agathis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi ZPT IBA terhadap Persentase Berakar Stek Pucuk Agathis

Sumber

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata (p < 0,05)

Sidik ragam pengaruh perlakuan Jenis Media dan Konsentrasi ZPT IBA Terhadap Persentase Berakar Stek Pucuk Agathis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa

Keterangan:

(40)

baik faktor jenis dan konsentrasi ZPT IBA maupun interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase berakar stek pucuk Agathis. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > 0,05 pada semua faktor perlakuan maupun interaksinya. Hasil sidik ragam tersebut diperoleh dengan melakukan transformasi data menggunakan rumus (%berakar)-2. Data sebelum dan sesudah transformasi persentase stek berakar disajikan pada tabel Lampiran 4.

(41)

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa faktor tunggal konsentrasi ZPT IBA memberikan pengaruh yang nyata pada parameter persentase hidup dan persentase berkalus stek. Sedangkan untuk faktor tunggal jenis media serta interaksi faktor jenis media dan faktor konsentrasi ZPT IBA memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap ketiga parameter yang diukur.

Pada parameter persen hidup dan persen berkalus stek, berdasarkan hasil Uji Duncan diketahui bahwa pada konsentrasi ZPT IBA 500 ppm dan 0 ppm (kontrol) memberikan hasil berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ZPT IBA dengan konsentrasi yang tinggi justru menghambat terbentuknya kalus sebagai calon akar pada stek pucuk Agathis bahkan dapat mempercepat busuknya stek.

Untuk faktor jenis media terhadap parameter persen hidup dan persen berkalus stek, menunjukkan bahwa jenis media memberikan pengaruh yang tidak nyata. Artinya semua jenis media mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan stek dalam membentuk biomassanya atau dengan kata lain semua jenis media mampu menciptakan kondisi ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan stek.

Dari hasil penelitian secara umum, dapat diketahui bahwa dari semua stek yang masih hidup sampai akhir penelitian, terdapat 27 stek atau 5,63 % yang memiliki akar. Sebanyak 147 stek atau 30,63 % dari keseluruhan stek hanya memiliki kalus. Sedangkan sebanyak 99 stek atau 20,63 % dari seluruh stek yang ditanam tidak memiliki kalus maupun akar tetapi masih memiliki daun dan bagian lain tanaman yang masih hijau segar.

(42)

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Stek Pucuk Agathis

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan vegetatif secara stek, ditentukan oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor-faktor yang termasuk faktor dalam yaitu berupa faktor jenis tanaman, jenis bahan stek, umur bahan stek dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor luar yaitu berupa faktor lingkungan dan faktor pelaksanaan.

Faktor Internal

Dalam penelitian ini faktor internal (dari dalam tanaman itu sendiri) yang diduga mempengaruhi keberhasilan stek pucuk Agathis adalah umur pohon induk dan umur bahan stek, kandungan nutrisi dan ketersediaan air dalam bahan stek. Stek dari tanaman yang berumur lebih muda akan lebih mudah berakar dibanding dengan tanaman yang tua. Menurut Hartmann dan Kester (1983) tanaman yang masih muda memiliki lebih sedikit inhibitor perakaran, dimana produksi inhibitor perakaran ini akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan umur tanaman.

Bahan stek dalam penelitian ini diambil dari trubusan (coppice) pohon induk tanpa teknik rejuvenasi. Jadi selain umur pohon induk yang tua, umur dari semua tunas yang diambil juga tidak diketahui. Hal ini diduga menghambat proses pembentukan akar pada stek Agathis.

Dengan menggunakan teknik rejuvenasi, maka selain umur tunas dapat diketahui, bahan yang didapat akan mempunyai sifat yang relatif mudah berakar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat pelukaan pada pohon induk sehingga merangsang tumbuhnya tunas adventif yang bersifat juvenil.

(43)

Pada saat bahan stek dipisahkan dari pohon induk, keseimbangan air di dalam bahan stek tersebut menjadi terganggu. Bahan stek merupakan organ yang masih hidup sehingga kegiatan transpirasi akan terus terjadi dari permukaan bahan tanaman dan mengakibatkan kehilangan air dalam jumlah yang besar. Kehilangan air tersebut tidak diimbangi dengan penyerapan air yang cukup karena belum terbentuknya sistem perakaran sehingga proses-proses fisiologi tidak berlangsung secara optimal. Pada kegiatan transpirasi yang berlebihan ini cadangan karbohidrat yang terdapat di dalam bahan stek akan semakin cepat digunakan dan apabila tidak didukung oleh faktor lingkungan yang ideal bagi bahan stek, maka kemungkinan besar stek akan mengalami kematian.

Hal ini juga berpengaruh terhadap keberhasilan stek untuk hidup dan berakar pada penelitian ini. Diduga selang waktu antara pengambilan bahan stek (karena bahan diambil dari Hutan Pendidikan Gunung Walat) dan penanaman yang cukup lama (sekitar 12 sampai 36 jam) mengakibatkan ketersediaan air dan kandungan cadangan makanan di dalam bahan stek berkurang (walaupun telah dilakukan pengepakan). Total stek yang mengalami kematian pada penelitian ini adalah 43,13 % dari seluruh stek yang ditanam dengan laju kematian sebesar 3,59 % per minggu.

Faktor Eksternal

Stek merupakan makhluk hidup yang membutuhkan tempat hidup yang optimal agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan stek adalah suhu. Suhu yang terlalu tinggi dan terlalu rendah akan menyebabkan kematian terhadap stek, karena stek merupakan calon individu yang rawan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem. Menurut Hartmann dan Kester (1983) kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran pada stek adalah 21-270 C (70-800 F).

(44)

Perkembangan suhu harian dari penelitian stek pucuk Agathis ini disajikan

Gambar 7. Pengukuran Suhu Harian Penelitian Stek Pucuk Agathis

Dari Gambar 7 tersebut, dapat dilihat suhu dalam sungkup rumah stek tidak konstan, mengikuti suhu lingkungan di luar rumah stek. Anomali cuaca yang terjadi pada saat penelitian ini juga berpengaruh kepada hasil penelitian. Pada awal penelitian, merupakan puncak musim kemarau dimana suhu udara cukup tinggi yaitu hampir mendekati 350 C. Hal ini terjadi sampai pada minggu ke delapan penelitian. Memasuki minggu ke sembilan merupakan awal musim hujan dimana suhu udara mulai turun, sedangkan memasuki minggu ke 12 penelitian, cuaca berubah lagi dimana terjadi peningkatan suhu yang cukup drastis. Perubahan cuaca dan temperatur udara dari minggu ke minggu selama penelitian ini diduga menyebabkan banyak stek yang mengalami kematian.

Selain suhu, faktor lingkungan yang menjadi faktor penentu keberhasilan stek adalah faktor kelembaban. Kelembaban yang tinggi akan menghambat laju evapotranspirasi bahan stek, mencegah stek dari kekeringan dan kematian sebelum stek membentuk akar. Dalam penelitian ini, kelembaban lingkungan stek dapat dipertahankan diatas 90 %. Kondisi ini merupakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan stek.

(45)

90.00

Gambar 8. Pengukuran kelembaban harian penelitian stek pucuk Agathis

Perkembanagn kelembaban harian penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8, dimana kelembaban selalu berada diatas 90 %. Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban selama 12 minggu penelitian stek pucuk Agathis disajikan pada tabel Lampiran 11.

Upaya untuk mempertahankan suhu dan kelembaban yang optimal bagi pertumbuhan stek dalam penelitian ini adalah dengan penyiraman dan penyemprotan sungkup pada rumah stek baik di dalam maupun di luar sungkup. Selain itu pada saat suhu udara ekstrim, dilakukan pembukaan jendela sungkup pada rumah stek.

Suhu dan kelembaban media juga perlu diperhatikan, karena media tumbuh berperan penting menyediakan ruang dan kondisi mikro bagi pembentukan akar. Temperatur media perakaran sebaiknya berkisar sekitar 240 C, karena pada temperatur ini pembagian sel pada daerah perakaran akan distimulir (Rochiman dan Harjadi, 1973). Untuk mempertahankan media tetap lembab dan suhu tidak terlalu tinggi, dilakukan penyemprotan setiap hari. Penyemprotan tidak dilakukan apabila kondisi media terlalu lembab. Apabila kondisi media terlalu lembab, kemungkinan akan menyebabkan busuknya stek.

(46)

dibutuhkan stek untuk proses fotosintesis tidak setinggi pada stek yang telah memiliki jaringan dan organ yang lengkap. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan laju transpirasi yang tinggi pada stek dan akhirnya menyebabkan kematian stek yang belum mampu membentuk akar. Apalagi untuk tanaman Agathis yang bersifat semi toleran, dimana pada saat masih kecil membutuhkan naungan. Pengaturan intensitas cahaya ini dilakukan dengan pengaturan intensitas naungan.

Pada penelitian ini, selain rumah stek yang berada di tempat yang teduh, juga menggunakan paranet 50 % untuk mengurangi intensitas cahaya. Tetapi dengan pengaturan intensitas naungan seperti ini, ternyata masih kurang untuk mengatasi laju kematian pada stek, dengan kata lain dibutuhkan naungan yang lebih berat untuk pertumbuhan yang ideal bagi stek pucuk Agathis.

Faktor eksternal selain faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan stek pucuk Agathis adalah faktor pelaksanaan. Pelaksanaan penyetekan, mulai dari pemotongan bahan stek, penanaman sampai pemeliharaan akan mempengaruhi keberhasilan stek. Selain itu dalam penyetekan dibutuhkan peralatan yang bersih dan steril sehingga memperkecil kemungkinan stek terserang oleh hama dan penyakit.

Persentase Hidup Stek Pucuk Agathis

Sampai akhir penelitian, dari 480 stek yang ditanam pada awal penelitian, stek yang mampu bertahan hidup sampai akhir penelitian (12 Minggu Setelah Tanam) sebanyak 273 stek (56,88% ). Kematian mulai terjadi pada minggu ketiga, yaitu sebanyak 12 stek. Hal ini terus berlanjut sampai akhir penelitian dengan jumlah kematian stek sebanyak 207 stek dengan laju kematian sebesar 17,25 stek per minggu, atau 3,59 % per minggu. Pembusukan merupakan penyebab utama kematian pada stek, dimana proses ini diawali membusuknya pangkal stek (pada luka bekas pemotongan sebelum stek ditanam), kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman.

(47)

konsentrasi ZPT IBA ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis dan berdasarkan Uji Duncan, konsentrasi ZPT IBA 500 ppm memberikan rata-rata persentase hidup stek tertinggi yaitu 76,67 %, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 0 ppm (kontrol) yang 70,83 %. Sedangkan konsentrasi ZPT IBA 1000 ppm memberikan rata-rata persentase hidup stek 50 %, berbeda nyata dengan konsentrasi ZPT IBA 1500 ppm.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa penggunaan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh IBA yang terlalu tinggi justru merusak dasar stek, sehingga dapat mempercepat kematian pada stek. Penggunaan zat pengatur tumbuh ini efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak dasar stek, dimana pembelahan sel dan kalus akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi dibawah optimum tidak efektif (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh IBA untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran pada stek pucuk Agathis memiliki selang konsentrasi yang optimum yaitu sekitar 0 ppm-1000 ppm, apabila diberikan pada konsentrasi yang lebih tinggi, akan mengakibatkan terhambatnya pembentukan akar dan pertumbuhan tanaman dan bahkan menyebabkan stek menjadi busuk serta mempercepat kematian pada stek.

Persentase Berkalus Stek Pucuk Agathis

Dari 273 stek Agathis yang hidup, terdapat 147 stek yang hanya berkalus atau sebanyak 30,63 % dari seluruh stek yang ditanam. Walaupun tidak berbeda nyata, persentase berkalus tertinggi sama dengan persentase tertinggi pada parameter persentase hidup stek yaitu diperoleh pada kombinasi perlakuan A1B1 yaitu sebesar 53,33 %. Sedangkan untuk persen berkalus terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan A2B4 yaitu 3,33 %.

(48)

Konsentrasi ZPT IBA 1000 ppm dan 1500 ppm mempunyai rata-rata persentase stek berkalus 27,50 %, dan 9,17 %.

Seperti yang telah dikemukakan pada parameter persen hidup, bahwa penggunaan Zat Pengatur Tumbuh IBA untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran pada stek pucuk Agathis dari hasil penelitian ini memiliki selang konsentrasi yang optimum yaitu sekitar 0 ppm-1000 ppm, apabila diberikan pada konsentrasi yang lebih tinggi, akan mengakibatkan terhambatnya pembentukan akar dan pertumbuhan stek, bahkan menyebabkan stek menjadi busuk serta mempercepat kematian pada stek.

Gambar 9. Stek hidup yang tidak berkalus dan tidak berakar

Kalus (akar adventif) dalam stek pucuk Agathis ini merupakan sel-sel yang aktif membelah membentuk jaringan menutupi luka bekas pemotongan sebelum stek ditanam. Kalus adalah calon akar walaupun adanya kalus bukan merupakan pertanda terbentuknya akar. Tetapi pada penelitian ini, dari seluruh stek yang berakar, sebelum terbentuknya akar, dimulai dengan pembentukan kalus terlebih dahulu. Jadi stek yang masih hidup sampai akhir penelitian tetapi tidak memiliki kalus, akan terhambat penyerapan unsur haranya sehingga akhirnya akan menyebabkan kematian pada stek tersebut.

(49)

diduga sebagai tanda awal busuknya stek yang akhirnya menyebabkan kematian pada stek.

Gambar 10. Stek berkalus

Salah satu faktor yang diduga menyebabkan tidak terbentuknya kalus yang menutupi luka bekas pemotongan dan sebagai calon akar adalah masih kurang sterilnya alat yang digunakan dalam pemotongan bahan stek.

Persentase Berakar Stek Pucuk Agathis

Dari total jumlah stek yang masih hidup sampai 12 MST, terdapat stek yang berakar, stek yang hanya berkalus dan stek yang tidak berakar dan tidak berkalus. Dari 273 stek Agathis yang hidup, terdapat 147 stek (30,63 %) yang berkalus dari seluruh stek yang ditanam. Sedangkan jumlah stek yang berakar dari keseluruhan stek yang ditanam adalah sebanyak 27 stek (5,63 %), dan untuk stek yang hidup tetapi tidak mempunyai kalus atau akar yaitu sebanyak 99 stek (20,63 %) dari jumlah keseluruhan stek yang ditanam.

Gambar

Gambar 1. Desain rumah stek
Gambar 2. Pemberian ZPT IBA dengan cara perendaman
Gambar 3. Kemampuan hidup stek pucuk Agathis sampai 12 Minggu Setelah Tanam
Tabel 2. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan jenis media dan konsentrasi ZPT IBA    terhadap persentase hidup stek pucuk Agathis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian Rapid Root efektif sebagai zat pengatur tumbuh tambahan untuk membantu pembentukan akar stek yang dibuktikan dengan panjang akar, jumlah akar dan berat

Setek pucuk adalah sebuah metode yang penting dalam pembiakan hutan tanaman, karena setek pucuk adalah usaha perbanyakan tumbuhan secara vegetatif yang sederhana, dan

Hasil uji Duncan untuk perlakuan bahan stek dapat dilihat pada Tabel 3, dimana terlihat bahwa bahan stek yang berasal dari pucuk memiliki persentase hidup yang

Adapun manfaat yang di dapatkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui informasi tentang respon pertumbuhan stek pucuk pelawan ( Tristaniopsis merguensis Griff.) pada

Kombinasi media pasir dan pemberian zat pengatur tumbuh IBA 800 mg/l dapat digunakan sebagai perlakuan untuk perbanyakan nyawai melalui stek pucuk dengan tingkat

“ Seleksi Varietas Tanaman Krisan (Chrysantemum sp) Hasil Perbanyakan In-Vivo (Stek Pucuk Berakar) Berdasarkan Fenotipik pada Dataran Rendah di Bangka”.. Dibimbing oleh

Pertumbuhan stek pucuk yang dilihat dari persentase kematian stek pucuk, pertambahan tinggi vertikal tanaman, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan

Perbanyakan secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman lada dengan menggunakan stek batang atau sulur panjat, perbanyakan ini merupakan metode yang direkomendasikan karena