SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
JIVENTO SITINDAON. D14202064. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis
Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate (STPP). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembuatan sosis frankfurters dari daging kerbau dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap produk sosis. Sosis frankfurters dari daging kerbau
yang dicincang, dibumbui termasuk pemberian khitosan atau sodium
tripolyphosphate (STPP), diberi selongsong berbentuk silinder panjang yang kemudian dimasak (direbus dan diasap). Pembuatan sosis frankfurters ini mengalami pemasakan yaitu perebusan dan pengasapan. Penambahan bahan tambahan makanan dan proses pengasapan dapat bertindak sebagai pemberi rasa dan sebagai antioksidan.
Khitosan adalah bahan alami yang terbuat dari pengolahan limbah udang yang telah mengalami proses demineralisasi dan deproteinasi. Fungsi khitosan menyerupai fungsi sodium tripolyphosphate (STPP) yang dapat mengikat air, mempertahankan flavor dan fungsi lainnya sehingga khitosan kemungkinan dapat menggantikan sodium tripolyphosphate. Larutan khitosan berikatan dengan protein sehingga ikatan khitosan-protein dapat mengikat air dan lemak.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap dengan taraf berbeda yaitu STPP 0,3% dan khitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% dari berat daging kerbau penelitian. Sodium tripolyphosphate digunakan sebagai kontrol. Kelompok adalah periode pembuatan sosis frankfurters yang berbeda dengan tiga kelompok. Peubah yang diamati adalah sifat fisik meliputi rendemen, nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi dan kekerasan. Sifat organoleptik yang diamati yaitu warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan dan penampakan umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis frankfurters daging kerbau yang dibuat dengan penambahan khitosan dan sodium tripolyphosphate (STPP) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya mengikat air dan penampakan umum tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, nilai pH, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, warna, aroma, tekstur dan rasa. Nilai penampakan umum sosis frankfurters dengan penambahan khitosan 0,3% tidak berbeda dengan penambahan STPP 0,3%. Khitosan 0,3% dapat menggantikan STPP 0,3% sebagai emulsifier dalam pembuatan sosis frankfurters daging kerbau.
ABSTRACT
The Physical and Sensory Characteristics of Frankfurters Sausage from Buffalo Meat (Bubalus bubalis) Added with Chitosan
as Sodium Tripolyphosphate (STPP) Substitusion
Sitindaon, J., I. I. Arief, P. Suptijah
Buffalo meat is the raw material for frankfurters sausage processing. Sodium tripolyphosphate is used as emulsifier, but it has many disadvantages for human health. Meanwhile, chitosan as a natural material can increase water binding capacity in emulsion product. So, it can be hoped to supplement sodium tripolyphosphate as emulsifier in frankfurters sausage processing. Completely block randomized design was used in this research, with level consentration of chitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% and 0,3% sodium tripolyphosphate as treatments. The physical variables which observed in this research were pH value, cooking loss, water holding-capacity, emulsion stability and capacity, hardness and also sensory evaluation of sausage (hardness, color, flavor, texture, taste and general appearance). The result showed that water holding capacity and general appearance of buffalo frankfurters sausage with sodium tripolyphosphate 0,3% were not different with chitosan 0,3% treatments, but different than chitosan 0,1% and 0,5%. All of the treatments were not different on pH value, cooking loss, emulsion stability and capacity also the hardness, color, flavor, texture, and taste by hedonic analysis. Chitosan 0,3% could substitution 0,3% sodium tripolyphosphate on buffalo frankfurters sausage.
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
JIVENTO SITINDAON
D14202064
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
Oleh:
JIVENTO SITINDAON
D14202064
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Februari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 132 243 330 NIP. 131 176 638
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1983 di Sibualbual, Kabupaten
Samosir, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara dari
pasangan Almarhum Bapak M. Sitindaon dan Ibu Resi Samosir.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 173706 Gonting,
pendidikan lanjutan menengah pertama pada tahun 1999 di SLTP Bakti Mulia Onan
Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan pendidikan umum pada tahun
2002 di SMU Negeri 2 Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penulis diterima menjadi
mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) tahun 2002 dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu
Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor (HIMAPROTER-IPB) periode 2003-2004
sebagai pengurus kesekretariatan Animal Breeding Club (ABC), pernah mengikuti
masa pendidikan keanggotaan Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam, Institut
Pertanian Bogor (LAWALATA-IPB) tahun 2003, aktif di Ikatan Mahasiswa Siantar
Sekitarnya (IKANMASS-IPB) sebagai formatur tahun 2004-2005, dan anggota
Himpunan Mahasiswa Batak (HIMABA-IPB). Penulis juga pernah menjadi panitia
dalam beberapa kegiatan di kampus IPB. Penulis pernah mendapat beasiswa
International Crisis Center (ICC) tahun 2003-2004. Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis)
dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti SodiumTripolyphosphate (STPP)”
dibawah bimbingan Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
Penelitian penulis berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging
Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium
Tripolyphosphate (STPP)”.
Skripsi ini berisikan tentang pemanfaatan khitosan sebagai pengganti sodium
tripolyphosphate (STPP) yang tergolong sebagai bahan tambahan makanan pada
produk sosis frankfurters. Daging kerbau mengandung nutrisi sehingga daging
kerbau dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan untuk memanfaatkan daging
kerbau yang sudah tua. Skripsi ini menjelaskan cara-cara pembuatan sosis
frankfurters mulai dari persiapan daging, penambahan khitosan dan sodium
tripolyphosphate, pembuatan adonan sampai pengasapan. Sosis frankfurters yang
terbuat dari daging kerbau diamati sifat fisik dan daya terima panelis (konsumen).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
skripsi ini memberi manfaat kepada penulis sendiri dan dapat dijadikan sumber
bacaan yang bermanfaat bagi pihak yang berhubungan langsung dalam pembuatan
makanan.
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu sosis Daging .………... 5
2. Syarat Khitosan Komersial .………... 12
3. Aplikasi Khitosan dan Turunannya dalam Komoditi Pangan . ... 13
4. Nilai Rata-rata Hasil Uji Sifat Fisik Sosis Frankfurters . ……... 25
5. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters . ………...…. 30
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
JIVENTO SITINDAON. D14202064. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis
Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate (STPP). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembuatan sosis frankfurters dari daging kerbau dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap produk sosis. Sosis frankfurters dari daging kerbau
yang dicincang, dibumbui termasuk pemberian khitosan atau sodium
tripolyphosphate (STPP), diberi selongsong berbentuk silinder panjang yang kemudian dimasak (direbus dan diasap). Pembuatan sosis frankfurters ini mengalami pemasakan yaitu perebusan dan pengasapan. Penambahan bahan tambahan makanan dan proses pengasapan dapat bertindak sebagai pemberi rasa dan sebagai antioksidan.
Khitosan adalah bahan alami yang terbuat dari pengolahan limbah udang yang telah mengalami proses demineralisasi dan deproteinasi. Fungsi khitosan menyerupai fungsi sodium tripolyphosphate (STPP) yang dapat mengikat air, mempertahankan flavor dan fungsi lainnya sehingga khitosan kemungkinan dapat menggantikan sodium tripolyphosphate. Larutan khitosan berikatan dengan protein sehingga ikatan khitosan-protein dapat mengikat air dan lemak.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap dengan taraf berbeda yaitu STPP 0,3% dan khitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% dari berat daging kerbau penelitian. Sodium tripolyphosphate digunakan sebagai kontrol. Kelompok adalah periode pembuatan sosis frankfurters yang berbeda dengan tiga kelompok. Peubah yang diamati adalah sifat fisik meliputi rendemen, nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi dan kekerasan. Sifat organoleptik yang diamati yaitu warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan dan penampakan umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis frankfurters daging kerbau yang dibuat dengan penambahan khitosan dan sodium tripolyphosphate (STPP) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya mengikat air dan penampakan umum tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, nilai pH, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, warna, aroma, tekstur dan rasa. Nilai penampakan umum sosis frankfurters dengan penambahan khitosan 0,3% tidak berbeda dengan penambahan STPP 0,3%. Khitosan 0,3% dapat menggantikan STPP 0,3% sebagai emulsifier dalam pembuatan sosis frankfurters daging kerbau.
ABSTRACT
The Physical and Sensory Characteristics of Frankfurters Sausage from Buffalo Meat (Bubalus bubalis) Added with Chitosan
as Sodium Tripolyphosphate (STPP) Substitusion
Sitindaon, J., I. I. Arief, P. Suptijah
Buffalo meat is the raw material for frankfurters sausage processing. Sodium tripolyphosphate is used as emulsifier, but it has many disadvantages for human health. Meanwhile, chitosan as a natural material can increase water binding capacity in emulsion product. So, it can be hoped to supplement sodium tripolyphosphate as emulsifier in frankfurters sausage processing. Completely block randomized design was used in this research, with level consentration of chitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% and 0,3% sodium tripolyphosphate as treatments. The physical variables which observed in this research were pH value, cooking loss, water holding-capacity, emulsion stability and capacity, hardness and also sensory evaluation of sausage (hardness, color, flavor, texture, taste and general appearance). The result showed that water holding capacity and general appearance of buffalo frankfurters sausage with sodium tripolyphosphate 0,3% were not different with chitosan 0,3% treatments, but different than chitosan 0,1% and 0,5%. All of the treatments were not different on pH value, cooking loss, emulsion stability and capacity also the hardness, color, flavor, texture, and taste by hedonic analysis. Chitosan 0,3% could substitution 0,3% sodium tripolyphosphate on buffalo frankfurters sausage.
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
JIVENTO SITINDAON
D14202064
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU (Bubalus
bubalis) DENGAN PENAMBAHAN
KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM
TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)
Oleh:
JIVENTO SITINDAON
D14202064
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Februari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 132 243 330 NIP. 131 176 638
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1983 di Sibualbual, Kabupaten
Samosir, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara dari
pasangan Almarhum Bapak M. Sitindaon dan Ibu Resi Samosir.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 173706 Gonting,
pendidikan lanjutan menengah pertama pada tahun 1999 di SLTP Bakti Mulia Onan
Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan pendidikan umum pada tahun
2002 di SMU Negeri 2 Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penulis diterima menjadi
mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) tahun 2002 dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu
Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor (HIMAPROTER-IPB) periode 2003-2004
sebagai pengurus kesekretariatan Animal Breeding Club (ABC), pernah mengikuti
masa pendidikan keanggotaan Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam, Institut
Pertanian Bogor (LAWALATA-IPB) tahun 2003, aktif di Ikatan Mahasiswa Siantar
Sekitarnya (IKANMASS-IPB) sebagai formatur tahun 2004-2005, dan anggota
Himpunan Mahasiswa Batak (HIMABA-IPB). Penulis juga pernah menjadi panitia
dalam beberapa kegiatan di kampus IPB. Penulis pernah mendapat beasiswa
International Crisis Center (ICC) tahun 2003-2004. Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis)
dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti SodiumTripolyphosphate (STPP)”
dibawah bimbingan Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
Penelitian penulis berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging
Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium
Tripolyphosphate (STPP)”.
Skripsi ini berisikan tentang pemanfaatan khitosan sebagai pengganti sodium
tripolyphosphate (STPP) yang tergolong sebagai bahan tambahan makanan pada
produk sosis frankfurters. Daging kerbau mengandung nutrisi sehingga daging
kerbau dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan untuk memanfaatkan daging
kerbau yang sudah tua. Skripsi ini menjelaskan cara-cara pembuatan sosis
frankfurters mulai dari persiapan daging, penambahan khitosan dan sodium
tripolyphosphate, pembuatan adonan sampai pengasapan. Sosis frankfurters yang
terbuat dari daging kerbau diamati sifat fisik dan daya terima panelis (konsumen).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
skripsi ini memberi manfaat kepada penulis sendiri dan dapat dijadikan sumber
bacaan yang bermanfaat bagi pihak yang berhubungan langsung dalam pembuatan
makanan.
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu sosis Daging .………... 5
2. Syarat Khitosan Komersial .………... 12
3. Aplikasi Khitosan dan Turunannya dalam Komoditi Pangan . ... 13
4. Nilai Rata-rata Hasil Uji Sifat Fisik Sosis Frankfurters . ……... 25
5. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters . ………...…. 30
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Molekul Sodium Tripolyphosphate … ………... 10
2. Struktur Molekul Khitin dan Khitosan .………... 12
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Larutan Khitosan dalam Pembuatan Sosis Frankfurters . ………. 40
2. Gambar Bubuk Sodium Tripolyphosphate .……… 40
3. Gambar Adonan Sosis Frankfurters Daging Kerbau .…………... 41
4. Gambar Sosis Frankfurters Daging Kerbau .………... 41
5. Formulasi Sosis Frankfurters .………... 42
6. Formulir Uji Hedonik Sosis Frankfurters . ……… 43
7. Sidik Ragam Sifat Fisik Sosis Frankfurters .………... 44
8. Uji Krukal-Wallis Sifat Organoleptik Sosis Frankfurters .…….... 46
9. Gambar Potongan Daging Sapi atau Kerbau .………... 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang dimanfaatkan sebagai
ternak kerja untuk membajak sawah, penghasil susu, daging dan lain-lain.
Masyarakat memperoleh daging kerbau adalah daging kerbau yang sudah tua karena
kerbau dipotong apabila ternak sudah tua atau tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Produksi daging kerbau tahun 2004 sebesar 40.237 ton dan tahun 2005 (angka
sementara) sebesar 40.751 ton sedangkan produksi daging sapi tahun 2004 sebesar
447.819 ton dan tahun 2005 sebesar 463.819 ton (Direktorat Jenderal Peternakan,
2005), yang menunjukkan bahwa pemanfaatan daging kerbau untuk dikonsumsi
merupakan peluang pengembangan daging kerbau. Pembuatan sosis frankfurters dari
daging kerbau merupakan salah satu cara untuk mengolah daging kerbau tua dan
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Sosis merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk emulsi padat dan
terbuat dari campuran daging cincang dan daging giling dengan bahan tambahan
makanan lainnya. Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang
berbentuk sosis. Proses pembuatan sosis frankfurters dapat ditambahkan bahan
tambahan makanan untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki penampakannya
seperti garam, sodium tripolyphosphate (STPP), khitosan dan berbagai bahan
tambahan lainnya. Sosis frankfurters mempunyai kandungan protein hewani, mineral
dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
Khitosan merupakan hasil proses deasetilasi khitin yang diperoleh dari
pengolahan limbah udang dan mempunyai sifat unik. Bahan ini mempunyai
keunggulan sebagai penstabil, pengikat, bahan pengental dan memperbaiki tekstur
produk pangan. Selain fungsi diatas, khitosan juga berguna sebagai penghambat
pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan sosis
frankfurters daging kerbau atau produk pangan lainnya. Khitosan termasuk bahan
organik yang dalam produk pangan mempunyai fungsi hampir sama dengan sodium
tripolyphosphate (STPP), sehingga khitosan mempunyai potensi besar untuk
menggantikannya.
Penambahan bumbu-bumbu terhadap sosis frankfurters dapat membantu
frankfurters dari daging kerbau, diharapkan masyarakat mau menerima karena
penampakan dan rasanya yang telah mengalami modifikasi. Produk sosis
frankfurters dengan penambahan bahan tambahan seperti khitosan merupakan salah
satu cara untuk membentuk tekstur yang baik dan memperpanjang umur simpan
produk pangan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan sifat organoleptik
sosis frankfurters daging kerbau yang dibuat dengan menggunakan khitosan yang
dibandingkan dengan sosis frankfurters yang menggunakan sodium tripolyphosphate
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Kerbau
Ternak kerbau umumnya digunakan sebagai ternak kerja dan disembelih
apabila sudah tua atau tidak dapat dimanfaatkan lagi, tetapi sebagian masyarakat
ternak kerbau dapat digunakan untuk keperluan adat, tabungan dan dagingnya juga
dapat dimakan. Daging kerbau mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama
dengan ternak ruminansia besar lainnya sehingga daging kerbau dapat dikonsumsi.
Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), daging adalah urat daging (otot) yang
melekat pada kerangka kecuali urat daging bibir, hidung dan telinga yang berasal
dari hewan setelah dipotong. Daging tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar
dan terikat bersama-sama oleh suatu jaringan ikat. Daging kerbau pada umumnya
lebih keras dan tingkat keempukannya (tenderness) jauh berbeda dengan sapi.
Bertambahnya umur hewan akan menyebabkan jaringan ikat dalam setiap
otot lebih kuat terutama karena kolagennya lebih bertautan dan warnanya akan lebih
gelap. Secara fisik, daging kerbau berwarna lebih gelap dibandingkan daging sapi
karena mioglobin daging kerbau lebih tinggi (Comission on International Relations
National Research Council, 1981). Pigmen daging terutama tersusun atas dua macam
protein yaitu hemoglobin dan mioglobin. Daging yang baik mempunyai kadar
mioglobin lebih besar dari kadar hemoglobin, yaitu 80-90 % dari total pigmen. Kadar
mioglobin bervariasi jumlahnya tergantung spesies, umur, jenis kelamin dan aktivitas
hewan yang bersangkutan. Warna daging muda lebih cerah daripada daging tua dan
daging hewan jantan lebih gelap daripada hewan betina, perbedaan ini disebabkan
kandungan mioglobin (Muchtadi dan Sugiono, 1992).
Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar
dibandingkan serat daging sapi, sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras.
Umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya karena
disembelih pada umur tua (Arintawati, 2005). Soeparno (1994) mengatakan kualitas
daging dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor sebelum pemotongan dan
setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan
bahan aditif (antibiotik, hormon dan mineral) serta keadaan stress. Faktor setelah
pemasakan, tingkat keasaman daging (pH), bahan tambahan (termasuk enzim
pengempuk daging), lemak intramuskuler (marbling), metode penyimpanan dan
pengawetan. Usaha peningkatan satu komponen dalam daging akan mengakibatkan
penurunan komponen lainnya. Kandungan terbesar dalam daging berdasarkan bahan
kering adalah protein sedangkan kandungan gizi terkecil adalah karbohidrat (kurang
dari 1 %).
Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, jenis daging karkas,
proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan (Muchtadi dan Sugiono,
1992). Menurut NRC (1981), komposisi kimia daging kerbau adalah protein 19 %,
lemak intramuskuler 2-3 %, kadar abu 1 %, bahan ekstrak tanpa nitrogen 3,20 %,
kadar air 76 % dan mioglobin 4,10 %. Soeparno (1994) menyatakan semakin besar
kandungan mioglobin daging, maka semakin tinggi daya mengikat airnya dan tekstur
semakin lekat. Daging tersusun dari banyak ikatan serabut otot dan di dalam serabut
itu terdapat sitoplasma menjadi sarkoplasma yang mengandung air sebanyak
75-80 %. Pemasakan menyebabkan perubahan daya mengikat air karena adanya
solubilitas protein daging. Temperatur yang tinggi meningkatkan denaturasi protein
dan menurunkan daya mengikat air.
Sosis Frankfurters
Definisi Sosis
Menurut Dewan Standar Nasional dalam SNI 01-3820-1995, sosis daging
adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung
daging tidak kurang dari 75 %) dengan tepung atau tanpa penambahan bumbu dan
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong
sosis. Frankfurters adalah emulsi kompleks yang terdiri atas droplet lemak (phase
diskontiniutas) dan protein myofibrilar (pelarut garam) merupakan phase kontiniutas
dan lapisan droplet lemak (Sams, 2001).
Klasifikasi tipe sosis dapat digolongkan dalam enam kelas, yaitu sosis segar,
sosis kering dan semi kering, sosis masak, sosis masak dan diasap, sosis tidak
dimasak dan diasap, dan sosis spesialitas daging masak. Sosis masak dan diasap
dibuat dari daging yang digarami yaitu dengan pemotongan kecil-kecil, dibumbui,
dimasukkan dalam selongsong dan dimasak penuh (tidak membutuhkan pemasakan
Bologna dan Cotto salami (Price dan Schweigert, 1986). Standar mutu sosis menurut
SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995)
Jenis Analisis Syarat Mutu (% b/b)
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain,
yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling
antagonistik. Tiga bagian utama dalam emulsi yaitu bagian terdispersi yang terdiri
dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media
pendispersi (continuous phase) yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga
adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi dalam
air (Winarno, 2002). Emulsi daging (sosis) adalah emulsi lemak dalam air (o/w)
dimana phase kontinious adalah sistem koloid komplek dari gelatin, protein, mineral
dan vitamin dan phase terdispersi adalah globula lemak. Kualitas emulsi dipengaruhi
oleh perbandingan daging terhadap es atau air dan lemak yang digunakan, kedua
adalah penggunaan polyphosphate untuk mengikat air dan ketiga yaitu waktu,
temperatur, dan kecepatan homogenisasi (Fellows, 1992).
Suatu emulsi dikatakan stabil apabila partikel-partikel yang terdispersi tidak
atau sedikit mempunyai kecenderungan untuk bersatu lagi sehingga terbentuk lapisan
yang terpisah (Wilson et al., 1981). Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu
bahan dalam sistem emulsi atau terdapat keseragaman molekul fase pendispersi dan
fase terdispersi dalam kondisi baik. Stabilitas emulsi yang maksimum diperoleh
Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi. Miosin
merupakan emulsifier protein utama dalam dispersi daging yang diekstraksi dari sel
serabut otot, sedangkan protein kolagen berperan sebagai emulsifier tambahan.
Selama emulsifikasi protein yang larut akan berdifusi dan terserap pada permukaan
partikel yang terdispersi dimana kelompok nonpolar (Hydrophobic) akan melekat
pada lemak dan kelompok polar akan tersebar ke dalam fase yang mengandung air
(Winarno, 1997).
Bahan-bahan Pembuatan Sosis Frankfurters
Bahan baku sosis umumnya terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan.
Bahan utama yaitu daging, es atau air es, garam dan lemak, sedangkan bahan
tambahan yaitu bahan pengisi dan bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap
dan bahan makanan lain yang diizinkan. Pembuatan sosis pada umumnya terdiri atas
beberapa tahap yaitu untuk mengurangi ukuran partikel daging dan lemak meliputi
penggilingan daging, penghalusan daging, pencacahan dan serpihan daging,
pencampuran dengan bumbu-bumbu, pengisian kedalam selongsong sosis,
penghubungan untuk memperoleh spesifik yang lebih jauh dan terakhir adalah
pengemasan (Xiong dan Mikel, 2001).
Daging
Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging
yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging skeletal, daging
leher, daging rusuk, daging dada serta daging-daging sisa atau tetelan. Hasil emulsi
yang baik dapat diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan daging prerigor
bersama-sama dengan es, garam dan bumbu lainnya. Daging prerigor adalah
superior terhadap daging postrigor (Soeparno, 1994).
Es atau Air Es
Air merupakan salah satu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis
untuk membantu mendistribusikan bahan bukan daging dan meningkatkan produk
akhir (Xiong dan Mikel, 2001). Menurut Soeparno (1994), jumlah air yang umumnya
ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30 % dari berat daging dan pada
bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata
keseluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot,
(3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap
rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan. Peningkatan suhu selama proses
pelumatan daging akibat panas yang ditimbulkan akan digunakan untuk mencairkan
es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Suhu daging lebih dari
15-20 oC dapat menyebabkan kerusakan emulsi. Peningkatan suhu pada umumnya
disebabkan oleh jenis alat yang digunakan.
Garam
Garam memiliki tiga fungsi penting, yaitu meningkatkan citarasa produk,
pengekstraksi protein dan pengawet (Romans et al., 1994). Penambahan garam
meningkatkan kelarutan protein myofibrilar, garam memberi flavor dan sebagai
pengawet. Protein myofibrilar memberi kontribusi nyata pada tekstur dari produk
daging yang terlarut dalam larutan garam (Schmidt, 1988).
Menurut Xiong dan Mikel (2001), umumnya sosis komersial mengandung
1,5-2,5 % garam yang ditambahkan. Garam yang digunakan dalam pembuatan sosis
adalah sodium klorida yang berfungsi melarutkan dan ekstraksi protein myofibrilar
untuk membentuk suatu ikatan selama pemasakan. Jumlah garam yang ditambahkan
bergantung dari industri pengolahan daging tertentu. Penggunaan untuk produk sosis
masak mengandung 2-3 % (Schmidt, 1988).
Garam beriodium dapat digunakan untuk menaikkan asupan iodin (Gamman
dan Sherington, 1992). Kestabilan emulsi juga dapat dipengaruhi oleh penambahan
garam karena semakin tinggi konsentrasi NaCl yang ditambahkan maka kemampuan
protein yang larut dalam air untuk membentuk emulsi akan semakin meningkat
(Soeparno, 1994).
Lemak
Lemak mempunyai peranan penting terhadap palatabilitas sosis (Price dan
Schweigert, 1986). Penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging olahan
dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Lemak
dengan kandungan asam lemak poli-tidak jenuh dianjurkan karena lemak dengan
kandungan asam lemak tidak jenuhnya dapat mengakibatkan terjadi oksidasi warna
yang ditimbulkan dari penggunaan asam lemak tidak jenuh adalah timbulnya bau
tengik (Xiong dan Mikel, 2001). Menurut Dewan Standardisasi Nasional dalam
SNI 01-3820-1995 kandungan lemak sosis maksimal 25 % b/b, sedangkan menurut
Xiong dan Mikel (2001), penambahan air yang diizinkan untuk substitusi lemak
dalam sosis masak mengandung lemak maksimum 30 % .
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan
asam-asam lemak, baik asam-asam lemak jenuh maupun asam-asam lemak tak jenuh dengan
persentase trigliserida sekitar 98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan bukan
minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Minyak jagung mempunyai nilai energi
yang tinggi yaitu sekitar 250 kkal/ons. Disamping itu, bahan ini mengandung
sitosterol yang dapat mencegah atherosclerosis atau pengendapan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan terjadinya kompleks antara sitosterol dan Ca++ dalam
darah (Ketaren, 1986). Minyak jagung mengandung asam lemak dengan satu ikatan
rangkap sehingga lebih mudah diemulsikan daripada lemak yang mengandung asam
lemak dengan dua ikatan rangkap (Soeparno, 1994).
Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi
Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi dibandingkan bahan pengisi,
sedangkan bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat. Bahan pengisi dan
pengikat yang umum digunakan adalah tepung jagung, tepung beras, tapioka, terigu,
tepung ubi jalar, tepung kentang, susu skim dan tepung kedelai (Soeparno, 1994).
Salah satu jenis bahan pengikat yang dapat membantu stabilitas emulsi produk
adalah susu skim. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan sosis karena susu skim bersifat adhesive dan dapat menambah nilai gizi
sosis frankfurters (Wilson et al., 1981).
Tapioka memiliki sifat amilopektin karena sebagian besar mengandung
amilopektin. Sifat-sifat amilopektin adalah (1) amilopektin dalam bentuk pasta
menunjukkan penampakan yang sangat jernih sehingga dapat meningkatkan mutu
penampilan produk akhir, (2) pasta dari amilopektin pada suhu normal tidak mudah
menggumpal dan kembali menjadi keras serta (3) memiliki daya perekat yang tinggi
sehingga pemakaian pati dapat dihemat penggunaannya (Tjokroadikosoemo, 1986).
Menurut Winarno (1997), Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil
Bumbu-bumbu
Dua pertimbangan penting standar mutu yang diatur adalah kebersihan dan
kualitas aroma (Xiong dan Mikel, 2001). Penambahan bumbu selain berguna sebagai
pembentuk citarasa juga sebagai komponen pengawet (antimikroba dan antioksidan).
Penambahan bumbu-bumbu dimaksudkan untuk menambah atau meningkatkan
flavor dan berfungsi sebagai antioksidan (Soeparno, 1994).
Selongsong Sosis
Pemberian selongsong sosis frankfurters bertujuan untuk membentuk dan
menjaga stabilitas sosis serta melindungi dari kerusakan kimia seperti oksidasi,
mikroba atau kerusakan fisik seperti kekeringan. Menurut Soeparno (1994),
selongsong sosis ada dua tipe yaitu selongsong alami dan selongsong buatan.
Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga perlu
dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Xiong dan Mikel, 2001).
Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu selulosa, kolagen dapat
dimakan, kolagen tidak layak dimakan dan plastik. Keunggulan selongsong buatan
adalah penyimpanan dan pengisiannya yang mudah, dapat disimpan pada suhu tinggi
atau suhu kamar tanpa mengalami kerusakan, tahan lama, diameter bervariasi,
bentuknya seragam dan kemungkinan kontaminasi yang rendah. Selongsong sosis
yang terbuat dari kolagen memiliki sifat mudah mengkerut, tembus air dan udara
serta tetap menempel pada bahan (Soeparno, 1994).
Sodium Tripolyphosphate (STPP)
Salah satu bahan yang sering ditambahkan pada bahan makanan adalah
sodium tripolyphosphate (STPP). Kegunaan alkali phosphat (sodium atau potassium
tripolyphosphate) adalah (1) meningkatkan daya mengikat air protein otot,
memelihara juiciness dan meningkatkan produk akhir, (2) membantu dalam ekstraksi
garam-protein terlarut yang mempunyai sifat sinergis dengan garam untuk mengikat
bahan dari potongan daging ketika dimasak, (3) memelihara warna dari produk yang
digarami, (4) meningkatkan flavor daging, (5) menghambat oksidasi yang tidak
diinginkan, (6) mengurangi pengeluaran cairan atau gas (pembersih) dalam produk
yang dikemas vakum (Sams, 2001).
Menurut SNI 01-0222-1995, penggunaan bahan tambahan makanan seperti
Sams (2001), mengatakan bahwa penggunaan alkali phosphat sekitar 0,5% dapat
menyebabkan rasa sabun dan licin dalam produk, menurunkan warna dalam diameter
produk yang kecil dengan rata-rata pemasakan yang cepat dan menghasilkan tekstur
alami dalam produk tanpa lemak. Formulasi yang dimasukkan kebanyakan 0,3-0,4 %
phosphat dalam produk.
Penambahan alkalin phosphat dalam kombinasi dengan garam untuk
membantu melarutkan protein myofibrilar, khususnya myosin. Mekanisme aksi
alkalin phosphat digunakan untuk mengikat antara myosin dan aktin dengan
myofibrilar. Alkalin phosphat mempengaruhi hidrasi protein dengan meningkatkan
nilai pH dan kekuatan ion. Perubahan nilai pH daging meningkat dalam muatan
negatif protein myofibrilar. Muatan negatif dalam myofilamen saling berinteraksi
satu dengan lainnya, diikuti permukaan air menjadi struktur gel (Cross dan Overby,
1988).
Menurut Kerry et al. (2002), nilai pH optimum untuk sodium
tripolyphosphate adalah 5,6. Bahan alkalin phosphat umumnya mempunyai nilai pH
antara 9 dan 10. Alkalin phosphat yang ditambahkan dalam produk sosis mempunyai
kemampuan untuk mengikat air dan lemak dari pemasakan akhir. Phosphat
kemungkinan meningkatkan kemampuan protein myosin yang merupakan hasil dari
resolusi aktomyosin dalam myosin dan aktin (Cross dan Overby, 1988). Struktur
molekul kimia sodiumtripolyphosphate dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Molekul Sodium Tripolyphosphate (Na5P3O10)
Sumber : http://www.chemicalland21.com/index.html.
Khitosan
Sumber Khitosan
Menurut Suptijah et al. (1992), bahan baku utama yang umum digunakan
untuk menghasilkan khitin adalah limbah udang. Limbah udang dikategorikan
a) Kepala udang yang biasanya hasil samping dari industri pembekuan udang
tanpa kepala.
b) Kulit udang yang biasanya merupakan hasil samping dari industri pembekuan
udang atau industri pengalengan udang.
c) Campuran keduanya yang biasanya berasal dari industri pengalengan udang.
Bahan khitosan adalah produk hasil proses deasetilasi khitin yang memiliki sifat unik
(Angka dan Suhartono, 2000). Perbedaan khitosan dengan khitin adalah derajat
deasetilasi, perbedaan berat molekul dan perbedaan viskositas (Shahidi et al., 1999).
Fisikokimia Khitosan
Menurut Angka dan Suhartono (2000), khitin yang diperoleh dari berbagai
sumber memiliki struktur yang sama, kecuali ikatannya dengan protein dan kalsium
karbonat yang merupakan komponen lain pada kulit udang. Jenis sumber asal khitin
(bahan baku) menentukan karakteristik khitosan dan turunannya yang dihasilkan.
Struktur fisik dan kimia khitin dan khitosan sangat bervariasi, antara lain tergantung
pada posisi rantai N-asetilglukosamin, derajat deasetilasi dan ikatan silang komponen
struktural dengan komponen lain seperti protein dan gukan (Svitil et al., 1997 dalam
Oktavia et al., 2005). Molekul khitin merupakan turunan selulosa berantai lurus
panjang tersusun oleh monomer 2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa, yang terangkai
oleh ikatan glikosidik pada posisi β 1-4 (Angka dan Suhartono, 2000).
Unit penyusun khitosan merupakan disakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-α
-D-glukosa yang saling berikatan beta. Khitin dan khitosan merupakan senyawa kimia
yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi
(karena mengandung gugus OH dan gugus NH2 untuk ligan yang bervariasi).
Khitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya.
Hal ini menyebabkan khitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan
polisakarida lainnya (Ornum, 1992). Ditambahkan lagi dalam Damodaran (1997),
khitosan mempunyai banyak muatan positif yang akan mempengaruhi sifat biologi
dan sifat fungsional dari ikatan protein-khitosan.
Molekul khitosan di dalam larutan asam encer pada kekuatan ion rendah
bersifat lebih kompak dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya. Hal ini
mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di dalam larutan berkekuatan
molekul khitosan terganggu sehingga konpirmasinya menjadi bentuk acak (random
coil) (Angka dan Suhartono, 2000). Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida,
asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan khitosan
membentuk ion netral (Sanford, 1989). Struktur molekul khitin dan khitosan dapat
dilihat pada Gambar 2.
Khitin Khitosan
Gambar 2. Struktur Molekul Khitin dan Khitosan
Sumber: www.bioline.co.th/en/product/chitin/chitosan.php
Pelarut yang umumnya digunakan untuk melarutkan khitosan adalah asam
asetat dengan konsentrasi 1-2 % (Knorr, 1982). Bahan ini larut dalam beberapa
larutan asam organik atau larut dalam asam hidroklorik dan asam sitrat pada
konsentrasi 0,15-1,1 % dan tidak larut pada konsentrasi 10 % tetapi tidak larut dalam
pelarut organik dan pada larutan yang mengandung konsentrasi ion hydrogen di atas
pH 6,5. Khitosan juga tidak larut dalam asam ortofosfat dengan konsentrasi 0,5 %.
Mutu khitosan ditentukan oleh beberapa faktor parameter yaitu bobot molekul, kadar
air, kadar abu, kelarutan warna dan derajat deasetilasi (Ornum, 1992). Syarat-syarat
khitosan komersial dibuat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Syarat-syarat Khitosan Komersial
Parameter Nilai
Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk
Kadar air ≤ 10 %
Kadar abu ≤ 2 %
Warna larutan jernih
Derajat deasetilasi (%) ≥ 70 %
Aplikasi Khitosan
Sifat fleksibilitas khitosan membantu daya gunanya di dalam berbagai
produk. Sifat reologis ini juga menjadikannya sensitif terhadap perubahan pH dan
kekuatan ion (Angka dan Suhartono, 2000). Aplikasi khitosan dalam bidang pangan
yaitu sebagai pengawet, stabilisator dalam pangan, memberi flavor dan rasa, anti
kolesterol, pengikat lemak, sebagai agen untuk memperbaiki tekstur dan bahan
tambahan pakan ternak. Penggunaan khitosan sebagai sumber nutrisi dalam tubuh
adalah sebagai suplement serat, penurun kolesterol, sumber serat, membantu
penderita lactose intolerance, menurunkan berat badan, anti bisul dan aplikasi dalam
bidang kesehatan adalah sebagai agen anti tumor, penghambat AIDS dan agen dalam
penggumpalan darah (Dalwoo, 2002).
Aplikasi dalam bidang pangan dapat dilihat dalam Tabel 3. Penggunaan
khitosan diterapkan diberbagai bidang seperti dalam makanan, bidang kesehatan dan
kosmetik. Khitosan dan oligomernya mempunyai fungsi sebagai anti bakteri dan
menghambat aktivitas tumor (Yamasaki et al., 1992).
Tabel 3. Aplikasi Khitosan dan Turunannya dalam Industri Pangan
Aplikasi Contoh
Antimikroba Sebagai bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian.
Industri edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.
Pengolahan limbah Flokulan dan pemecah agar makanan padat
Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernihan
Aplikasi lainnya Enzim immobilasi dan chromatography
Pengasapan
Pengasapan diaplikasikan pada produk sosis untuk menghasilkan warna,
flavor dan pengawet. Asam organik dalam asap membantu dalam mengkoagulasi
protein dan membantu penyediaan pembentukan permukaan produk (Price dan
Schweigert, 1986). Kualitas dan kuantitas unsur kimia asap tergantung pada jenis
bahan pengasap yang digunakan. Bahan pengasap yang baik untuk pengasapan bahan
makanan adalah bahan pengasap yang mengandung banyak zat yang mudah terbakar.
Menurut Xiong dan Mikel (2001), kayu lunak memberikan warna yang baik tetapi
resin yang dihasilkan dapat menurunkan flavor produk.
Asap banyak mempengaruhi warna karena adanya senyawa karbonil.
Senyawa karbonil bergabung dengan asam amino protein daging untuk membentuk
senyawa furfural menghasilkan warna coklat. Senyawa phenol dan karbonil memberi
flavor asap. Operasi pemasakan atau pengasapan pada produk sosis biasanya
dipanaskan pada temperatur 49oC (120oF) sampai 60oC (140oF). Kelebihan
kondensasi kelembaban yang berlebihan dalam permukaan produk harus dihindari
yang akan membuat emulsi tidak stabil. Tahap pemanasan kedua biasanya
dimasukkan dalam pengasapan pada temperatur 60oC (140oF) sampai 74oC (165oC).
Nilai itu penting untuk keseimbangan kelembaban dalam ruang pengasapan yang
dapat mengendap pada permukaan produk tanpa mengubah dari kelembaban berlebih
dan menjadi kelembaban minimum dan penguapan (Price dan Schweigert, 1986).
Kelembaban relatif ruang yang tinggi akan mempermudah endapan asap.
Kelembaban permukaan daging juga mempengaruhi penetrasi asap kedalam produk.
Permukaan yang cukup lembab akan mempermudah penetrasi asap, sebaliknya
permukaan daging yang terlalu kering akan mempersulit proses penetrasi asap
ke dalam produk daging (sosis frankfurters) yang diasap (Xiong dan Mikel 2001).
Sifat Fisik
Rendemen
Menurut Ockerman (1978), semakin banyak air yang ditahan oleh protein
semakin sedikit air yang keluar sehingga rendemen bertambah. Rendemen
dipengaruhi oleh hilangnya air selama pemasakan. Pemasakan yang relatif lama akan
menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak. Susut masak
bervariasi antara 1,5-54,5 % dengan kisaran 15-40 %. Daging dengan susut masak
yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging
dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan
akan lebih sedikit (Soeparno, 1998).
Nilai pH
Nilai pH adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan
memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Produk akhir
yang mengalami pemasakan dan penggaraman bergantung pada pH daging
(Kerry et al., 2002). Kemampuan ekstraksi protein myofibrilar dipengaruhi oleh
nilai pH otot, nilai pH ultimat yang dipelihara tinggi terhadap kemampuan ekstraksi
yang lebih besar (Lawrie, 1998).
Daya Mengikat Air
Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity adalah
kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada
pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan
dan tekanan. Absorpsi air atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air
secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (Soeparno, 1998).
Menurut Sams (2001), dua faktor yang mempengaruhi daya mengikat air dan
kemampuan mengikat dari jaringan otot adalah nilai pH akhir setelah rigormortis dan
kontraksi jaringan ikat (steric effect). Protein otot pada pH 5,1 mempunyai muatan
netral dan sedikit menahan air. Bumbu dan perlakuan terhadap daging dapat
meningkatkan pH daging dan meningkatkan daya mengikat air. Pengikatan air
diperbaiki oleh peningkatan muatan negatif dengan meningkatnya nilai pH diatas
nilai isoelektrik (Price dan Schweigert, 1986).
Stabilitas Emulsi
Emulsi daging adalah sistem dua phase yang terdiri dari partikel lemak dalam
acuan garam-protein terlarut dan air (phase cair) (Price dan Schweigert, 1986).
Stabilitas emulsi ditentukan oleh tipe dan jumlah agen emulsifier, ukuran globula
dalam phase terdispersi, tekanan permukaan dari globula, viskositas dari phase
kontinious dan perbedaan antara densitas dari phase kontinious dan terdispersi
diselubungi oleh protein, pemanasan emulsi akan mengkoagulasi protein sehingga
protein akan mengikat lemak dalam suspensi dan menstabilkan emulsi.
Kapasitas Emulsi
Kapasitas emulsi adalah kemampuan protein dan air mengikat
globula-globula atau partikel-partkel lemak di dalam suatu emulsi. Penurunan ukuran partikel
lemak akan meningkatkan total area permukaan partikel lemak sampai kira-kira lima
kali lipat, sehingga protein yang terlarut harus lebih banyak untuk menyelubungi
permukaan-permukaan partikel lemak yan lebih kecil. Jika kapasitas emulsi dari
protein yang terlarut terlampaui, area permukaan partikel lemak yang tidak
terselubung protein menjadi lebih besar dan stabilitas emulsi akan menurun atau
emulsi yang stabil tidak akan terbentuk (Soeparno, 1998).
Kekerasan
Komponen utama yang mempengaruhi kekerasan adalah kelompok jaringan
ikat, kelompok serat daging dan kelompok lemak yang berhubungan dengan otot
(Aberle et al., 2001). Kekerasan meningkat lebih keras ketika pH sosis mencapai 5,4
dan meningkat lebih lanjut berangsur-angsur sampai pH 4,9 (Rodel, 1985 dalam
Cross dan Overby, 1988). Kekerasan merupakan salah satu faktor penentu dari
tekstur suatu bahan pangan.
Sifat Organoleptik
Uji organoleptik merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
menentukan mutu sosis frankfurters yang dihasilkan. Penilaian warna, rasa, tekstur,
aroma, kekerasan dan penampakan umum sosis frankfurters memegang peranan
penting dalam menentukan daya terima sosis frankfurters. Uji hedonik atau uji
kesukaan merupakan salah satu jenis penerimaan (Rahayu, 1998). Menurut Fellows
(1992), perbedaan pilihan individu untuk produk tertentu dan kecil perbedaan antara
merek dari produk yang sama yang dapat berpengaruh banyak dalam penerimaan
konsumen. Atribut penting sebuah pangan bagi konsumen adalah karakteristik
sensorik pangan seperti tekstur, flavor, aroma, kekerasan dan warna.
Warna
Menurut Fellows (1992), perubahan warna dapat ditentukan oleh
pigmen brown oleh aktivitas proteolitik dan produksi pigmen oleh mikroorganisme.
Warna pada sosis dapat berasal dari bahan utamanya yaitu daging, bahan pengisi dan
bahan pengikat serta bahan-bahan yang ditambahkan (Soeparno, 1994). Menurut
Winarno (2002), penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor
alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima.
Aroma
Aroma produk daging dapat dipengaruhi oleh jenis, lama, dan temperatur
pemasakan, selain itu aroma produk olahan daging juga dapat dipengaruhi oleh
bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan produk olahan
daging terutama bumbunya (Winarno, 1997). Keseimbangan flavor dikaitkan dengan
interaksi rasa lainnya dan waktu yang dapat membedakan fungsi dari penciuman
(orthonasal pada reseptor olfaktori), lain pada isapan (retronasal) (Lawless dan
Heymann, 1999).
Tekstur
Tekstur pangan kebanyakan ditentukan oleh kandungan air dan lemak, tipe
dan jumlah struktur karbohidrat dan protein. Perubahan tekstur diakibatkan oleh
kehilangan air atau lemak, pembentukan atau kerusakan dari emulsi, hidrolisis dari
polimer karbohidrat, koagulasi atau hidrolisis protein. Tingkat dan temperatur
pengeringan mempengaruhi tekstur pangan (Fellows, 1992).
Rasa
Faktor yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa makanan dapat dikenali dan
dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu noda merah
jingga pada lidah (Winarno, 2002). Ditambahkan lagi oleh Fellows (1992), rasa
terdiri dari rasa asin, manis, pahit dan asam. Atribut ini banyak ditentukan oleh
formulasi yang digunakan dan kebanyakan tidak dipengaruhi oleh pengolahan.
Kekerasan
Perbedaan antara gaya tekan potong dengan sensorik kekerasan mungkin
diatributkan pada perbedaan alat dan evaluasi sensorik. Tingkat kekerasan
menunjukkan tekstur yang berhubungan dengan tekstur daging dan jumlah air dalam
secara lengkap diantara geraham gigi. Konsentrasi garam yang ditambahkan
melibatkan peningkatan kekerasan frankfurters (Matulis et al., 1995).
Penampakan Umum
Menurut Soekarto (1981), penampakan umum merupakan kesimpulan dari
beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain,
seperti warna, tekstur, aroma dan rasa. Banyak karakteristik permukaan dari produk
pangan tidak hanya mempengaruhi penerimaan penampakan produk tetapi juga
mempengaruhi penglihatan tekstur produk. Penampakan dan warna produk
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar,
Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor serta Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan mulai dari bulan Mei sampai bulan Juli 2006.
Materi
Penelitian ini menggunakan bahan baku daging kerbau bagian paha belakang
(topside) umur tiga, lima dan enam tahun yang diperoleh dari pasar Leuwiliang,
Kabupaten Bogor. Bahan pendukung lainnya adalah minyak jagung, tepung tapioka,
susu skim, es batu, garam, STPP dan khitosan serta bumbu-bumbu (lada putih,
bawang putih, bubuk jahe, ketumbar, pala dan gula pasir). Bahan pengasap yaitu
campuran serbuk kayu kamper, meranti dan lain-lain yang diperoleh dari
Laboratorium Industri Kayu, Fakultas Kehutanan IPB.
Alat-alat yang digunakan dalam membuat sosis frankfurters adalah pisau,
baskom, timbangan digital, grinder, food processor, stuffer, thermometer, sendok
dan kompor gas, selongsong dapat dimakan (casing) serta ruang asap. Alat untuk
analisis fisik adalah gelas ukur, corver press, planimeter, pH-meter, blender, dan
Instron UTM 5542 type Warner Bratzler meat shear. Alat yang digunakan untuk uji
organoleptik adalah kertas format uji hedonik, piring kertas, pulpen dan air minum.
Rancangan
Perlakuan
Khitosan 1 gram dilarutkan dalam 5 ml asam asetat 1,5% sampai berbentuk
gel kemudian dijadikan 100 ml dengan aquades. Perlakuan dilakukan menggunakan
STPP dan khitosan yang telah dilarutkan dalam asam asetat 1,5%
(khitooligosakarida) dengan empat taraf perlakuan yaitu STPP 0,3 % sebagai kontrol
dan 0,1 %, 0,3 %, 0,5 % khitosan dari berat daging kerbau pada pembuatan sosis
Model
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap.
Model matematika menurut Matjik danSumertajaya (2002), adalah:
Yij = µ + τi + βj + εij
εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu sifat fisik dan sifat
organoleptik produk sosis frankfurters. Sifat fisik yang diamati adalah rendemen,
nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi dan nilai kekerasan
sosis frankfurters. Sifat organoleptik yang diamati adalah warna, aroma, rasa, tekstur,
kekerasan dan penampakan umum sosis frankfurters.
Analisis Data
Data sifat fisik yang diperoleh dianalisis dengan analysis of variance
(ANOVA) dan apabila menunjukkan pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan
uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
Data non parametrik hasil uji hedonik dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis, apabila
hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking
(Multiple Comparison of Means Ranks) (Gibbons, 1985), dengan rumus:
Rj
Ri − ≤ Z [k (N+1)/ 6]0,5
Keterangan: k = jumlah level dalam perlakuan
N = jumlah total pengamatan dari semua level perlakuan
Ri = rataan rangking untuk level perlakuan ke-i
Rj = rataan rangking untuk level perlakuan ke-j
Z = nilai z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata
Jika Ri − Rj ≥ Z [k (N + 1)/6]0,5 , maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada
Prosedur
Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau Penelitian
Pembuatan sosis frankfurters dimulai dari penyiapan daging kerbau segar dan
dilakukan deboning (pemisahan daging dari sisa tulang) dan pemisahan dari lemak
(trimming). Daging kerbau dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam grinder
bersama bahan es sehingga memudahkan dalam penghancuran daging dan menjaga
suhu daging kerbau sehingga stabilitas emulsi tidak rusak kemudian ditimbang dan
dimasukkan ke freezer.
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan food processor dan dibagi
menjadi dua tahap, tahap pertama yaitu daging kerbau, 10 % minyak jagung, 20 % es
batu dan 2,5 % garam dan khitosan (0,1%; 0,3%; 0,5%) serta STPP 0,3 % sebagai
kontrol selama 2 menit. Tahap kedua adalah penambahan 10 % cacahan es batu, 5 %
tepung tapioka, 10 % susu skim, 2 % bawang putih, 0,5 % lada putih, 0,5 % bubuk
jahe, 0,5 % ketumbar, 0,5 % pala dan gula pasir 1,2 % yang digiling selama 4 menit.
Proses penggilingan dilakukan dua kali bertujuan agar adonan yang
dihasilkan lebih homogen. Adonan dimasukkan ke dalam stuffer untuk diisikan ke
dalam selongsong (casing) kemudian direbus selama 60 menit pada suhu 60-65 oC.
Proses pengasapan dilakukan selama 2 jam pada suhu 50oC. Tahapan proses
Gambar 3. Tahapan Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau Penelitian (modifikasi Bimateja, 2003)
Prosedur Analisis Fisik
Bahan baku daging kerbau ditimbang beratnya, hasil yang diperoleh setelah
menjadi sosis frankfurters ditimbang lagi (AOAC, 1995), kemudian rendemen
dapat dihitung dengan rumus:
Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum pengukuran dengan
sampai halus dan diambil sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu
dilarutkan dengan aquades sampai volume 50 ml kemudian dihomogenkan
dengan blender selama 1 menit, lalu dituangkan dalam beker glass. Nilai pH
diukur dengan menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH dapat dilihat
pada layar (AOAC, 1995).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode Hamm yaitu dengan
membebani atau mengepres 0,3 gram sampel sosis frankfurters dengan beban 35
kg pada suatu kertas saring diantara dua plat selama 5 menit. Daerah tertutup
sampel sosis frankfurters dan daerah basah disekitarnya ditandai dan diukur
dengan planimeter setelah 15 menit. Daerah basah adalah luas daerah penyerapan
air pada kertas saring dikurangi dengan daerah tertutup sampel sosis frankfurters.
Daya mengikat air ditunjukkan oleh persentase mg H2O yaitu semakin kecil
persentase mg H2O maka daya mengikat airnya semakin tinggi (Soeparno, 1994).
Persentase H2O sosis frankfurters yang terlepas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Sampel sosis frankfurters hasil pengasapan dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak
5 gram dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45oC selama satu jam,
kemudian dimasukkan dalam pendingin bersuhu dibawah 0oC selama satu jam.
Sampel dimasukkan lagi kedalam oven pada suhu 45oC selama satu jam dan
dibiarkan sampai beratnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap
kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan,
emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan
persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan (Acton dan Saffle, 1970
dalam Hambali et al., 2002). Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus
Keterangan:
Berat fase yang tersisa = berat emulsi pengovenan kedua + cawan – berat cawan
Berat total bahan emulsi = berat bahan emulsi + cawan – berat cawan
Sebanyak 2 gram sampel diencerkan dalam labu takar dengan aquades sampai
volumenya 200 ml, lalu diblender sambil ditambah dengan minyak jagung
sampai minyak tidak teremulsikan. Jumlah minyak yang ditambahkan dinyatakan
sebagai kapasitas emulsi (ml/g) (Buechat, 1977 dalam Hambali et al., 2002).
Alat yang digunakan adalah Instron UTM 5542 type Warner Bratzler meatshear.
Pengukuran kekerasan menggunakan shear dengan kecepatan 250 mm/menit
dengan skala penuh grafik 10 kg jarak kekuatan. Grafik dihasilkan setelah sampel
sosis frankfurters ditekan dengan shear sampai putus dan akan menghasilkan
grafik pada kertas grafik yang telah disiapkan yaitu sumbu vertikal menunjukkan
gaya (kg) dan sumbu horizontal menunjukkan jarak (cm) yang bersesuaian
dengan waktu pemotongan (detik). Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan
kilogram per cm2 (Kg/cm2) (Wirakartakusumah, 1998).
Prosedur Uji Organoleptik
Sifat organoleptik dari produk sosis frankfurters dianalisis dengan
menggunakan uji hedonik. Pengujian uji hedonik dilakukan untuk mengetahui
tingkat penerimaan kesukaan atau ketidaksukaan panelis. Sampel sosis frankfurters
diambil dari lemari es kemudian didiamkan dalam suhu ruang dan dipotong dengan
diameter 2,2 cm dan tebal 1 cm untuk diuji panelis. Kondisi penyajian sosis
frankfurters disesuaikan dengan penyajian produk sosis lainnya.
Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 80 orang
mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Sampel dinilai oleh panelis, kemudian dinilai
tingkat kesukaannya terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, kekerasan dan
penampakan umum sosis frankfurters dengan menggunakan tujuh skala numerik
yaitu (1) sangat suka, (2) suka, (3) agak suka, (4) netral (5) agak tidak suka (6) tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik
Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini adalah peubah yang meliputi
nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, dan
rendemen. Data hasil pengujian sifat fisik sosis frankfurters daging kerbau dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-rata Hasil Pengujian Sifat Fisik Sosis Frankfurters
Peubah Perlakuan
Keterangan : * superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05)
Rendemen
Rendemen produk pangan dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan.
Pemasakan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu perebusan
pada suhu 60-65 oC selama 60 menit dan pengasapan pada suhu 50oC selama 2 jam.
Proses pemasakan ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang dinginkan seperti
flavor asap dan warna tertentu. Rendemen yang dihasilkan dalam penelitian ini
tergolong tinggi yaitu 66,38% sampai 70,67% (Tabel 4), hal ini menunjukkan bahwa
nilai rendemen tersebut termasuk baik karena air dapat diikat oleh bahan tambahan
makanan seperti protein, sodium tripolyphosphate dan khitosan.
Penambahan konsentrasi khitosan dapat meningkatkan persentase rendemen
karena meningkatnya rendeman kemungkinan disebabkan oleh banyaknya jumlah
khitosan yang mempengaruhi sosis frankfurters. Nilai rendemen bertambah dengan
adanya pengikatan molekul air oleh protein sehingga air yang keluar sedikit.
Persentase susut masak berbeda dengan rendemen, susut masak yang rendah
(1,5-54,5 %) menunjukkan produk tersebut lebih baik dari susut masak yang besar.
Susut masak diatas 54,5 % menunjukkan produk tersebut tidak baik.
Rendemen dengan penambahan sodium tripolyphosphate tidak berbeda
dibandingkan dengan penggunaan khitosan sebagai bahan tambahan sosis
frankfurters. Khitosan mempunyai kemampuan mengikat air karena khitosan
mempunyai muatan positif yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat
fungsional dari ikatan protein-khitosan. Ikatan protein-kitosan mampu berinteraksi
sehingga dapat mengikat air dan rendemen bertambah. Nilai pH daging dan bahan
tambahan yang digunakan juga mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan.
Nilai pH
Secara umum nilai pH adonan lebih tinggi yaitu 5,18 sampai 5,36 dari pH
akhir (berkisar 5,10 sampai 5,30) dengan penambahan khitosan dan sodium
tripolyphosphate pada sosis frankfurters daging kerbau disebabkan adanya tahap
pengasapan yang memberi rasa asap (asam organik). Nilai pH menunjukkan suatu
produk bersifat asam, netral atau basa. Bahan sodium tripolyphosphate yang
digunakan dalam penelitian ini mempunyai pH 9,70 atau basa dan khitosan
mempunyai pH 5,20 (asam) yang dapat mempengaruhi pH sosis frankfurters. Nilai
pH sosis frankfurters yang diberi khitosan tidak berbeda dengan sosis frankfurters
yang ditambahkan sodium tripolyphosphate. Sodium tripolyphosphate dapat
mempengaruhi nilai pH karena sodium tripolyphosphate bersifat basa yang
mengakibatkan peningkatan nilai pH adonan. Bahan sodium tripolyphosphate dapat
menahan air dalam produk sehingga pH dalam adonan menjadi lebih rendah. Nilai
pH adonan yang berada diantara nilai pH isoelektrik mengakibatkan interaksi
khitosan dengan protein kurang kuat karena pH pada pH isoelektrik tidak bermuatan
dan kelarutan daging berkurang.
Khitosan dapat mempengaruhi nilai pH dengan mengikat air oleh gugus H+
(polar) sehingga daya mengikat air meningkat. Daya mengikat air yang meningkat
dapat membuat nilai pH rendah. Kualitas sosis frankfurters dapat dipengaruhi oleh