• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi molekuler dan uji ketahanan padi transgenik terhadap Rhizoc tonia solani khun dan pyricularia oryzae cav

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi molekuler dan uji ketahanan padi transgenik terhadap Rhizoc tonia solani khun dan pyricularia oryzae cav"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

STUD1 MOLEKULAR DAN UJI KETAHANAN

PAD1 TRANSGENIK TEREL4DAP

Rhizodonia solani

KUHN

DAN

Pyricularia oryzae

CAV

DJEMLU FILEMON PARERA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Molekular dan Uji

Ketahanan Padi Transgenik terhadap Wtizoctoniu solani Khun dan Pyriculuria

o p a e Cav, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi atau yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain,

telah disebutkan dalain teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka acuan di

bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

(3)

ABSTRAK

DJEhlLY FILEMON PARERA. Studi Molekular dan Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap Rhizoctonia soluni K W dan Pyricularia oryzue CAV. Di bimbing oleh Agus Purwito dan Inez Hortense Slamet-Loedin.

Padi transgenik yang diuji di sini adalah tanaman padi yang mengalami peningkatan akumulasi asam salisilat (AS). AS menyebabkan terekspresi gen-gen ketahanan tanaman, dan ketahanan yang diperoleh secara systemic (Systemic Acquire Resistance, SAR). AS di dalam tanaman berperan dalam pusat pertahanan melawan serangan patogen. Gen-gen yang bertanggungawab dalam biosintesis AS melalui dua tahapan proses yaitu entC yang diisolasi dari

Escherichia coli menyandikan isokorimat synthase (ICS) menghasilkan

isokorismat dan pnzsB yang diisolasi dari Pseudomonus,jluerescens menyandikan isochorismat pyruvat lyase (IPL) menghasilkan AS.

Hasil uji hipromisin menunjukkan bahwa galur E-10-1 dan B-11-1 cenderung mengikuti pola segregasi Mendel 3 : 1.

Uji ketahanan padi transgenik terhadap cendawan Rhizoctonia solani

(Ag-I) didapat 2 galur transgenik asal kultivar rojolele yang memiliki ketahanan terhadap serangan cendawan Rlzizoctonia solani (Ag-I) yaitu galur E-10-1 dau B-1 1-1. Sedangkan untuk Galurtransgenik asal IRATl12 adalah G6.

Uji ketahanan padi transgenik terhadap cendawan Pyricularia oryzae (ras

173) di dapat 6 galur yang memiliki persentase intensitas penyerangan cendawan

Pyriculuria oryzae (ras 173) dibawah 50 persen yaitu GI, G3, G5, G6, E-10-1 danB-11-1.

(4)

STUDS MQLEKULAR DAN UJI KETAHANAN

PADS TRANSCENSK TERHADAP

Rhizoctonia solani

Kuknv

DAN

Pyricularia oryzae

CAV

DJEMLY FILEMON PARERA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk ineinperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Biotelcnologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Studi Molekular clan Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap Rhizoctonia solani Kuhn

dm

Pyricularia olyzae Cav.

Nama : Djemly Filemon Parera

NRP

: P28500001

Program Studi : Bioteknologi

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. ~ s h ' ~ u r v v i t o . MSG. Ketua

Diketahui,

Ketua Program Studi Bioteknologi

da Manuwoto, MSc

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Jesus Kristus atas segala limpahan kasih dan karuniaNya sehingga tesis ini bisa berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

Maret 2004 ialah Ekspresi gen ketahanan terhadap Rhizoctoniu soluni Kuhn dan

Pyriculuriu orytrre Cav, dengan judul STUDI MOLEKULAR DAN UJI KETAHANAN

PADI TRANSGENM TERHADAP R h k ~ o n i u s o Z c m i K ~ dan J3riculariu o y z e CAV.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr 11. Agus Purwito, MSc

dan Ibu Dr. Ir. Inez Hortense Slamet-Loedin, MSc selaku pembimbing serta

Prof Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc yang telah banyak memberikan saran,

disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Enung

Mulyaningsih, MSi, Sri, Angki, Dwi, Carla, Juli, Avi, Taufik, Budi beserta

seluruh Staf kelompok Padi Pusat Penelitian Biotek LIP1 Cibinong yang telah

membantu penulis dalam pengambilan data bioassay dirumah kaca dan di laboratorium. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Anggi

Nasution, Pak Ade Ahmad beserta Staf Rumah Kaca Kelti Rekayasa Protein clan

Imunologi, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Bogor yang telah membantu menyuplai isolat cendawan dan pengambilan data. Ucapan terima

kasih yang tulus penulis sampaikan kepada keluarga besar 24B, Bu Jerry, Usi

Nona, Piet, Anne, Bu Ampi, Usi Meity, Usi Vivi, Bung Gys, Om Oloph, tante

Daar, Edwin, Lady, dan Bu Febby untuk semangat dan dukungan doa. Ungkapan

terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Anthony Alexander Parera

dan Henderina Christina Locopessy selaku Ayah dan Bunda serta kedelapan

saudara kandungku yang selalu memberikan doa dan dana serta semangat.

Ucapan terima kasih yang sangat dalam kepada istriku Foni, dan kedua anak

tercinta Allda dan Daniel yang selalu memberikan dorongan, doa, semangat dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor Maret 2006

(7)

Penulis dilahirkan di Arnbon pada tanggal 26 Juni 1967 anak ke-enam dari pasangan Anthony Alexander Parera dan Henderina Christina Lokopessy. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Arnbon pada tahun 1993. Masuk pendidikan pascasarjana pada tahun 2000 pada Program Studi Bioteknologi, Program Pascasajana IPB Bogor.

Tahun 1995

-

1996 penulis bekerja sebagai Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan di Desa Wainibe, Kecamatan Buru Utara Timur, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Tahun 1997 sampai saat ini penulis bekerja sebagai Dosen Tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon.
(8)

DAFTAR IS1

Halaman

DAF~AR TABEL ... xi

DAF~AR GAMBAR

...

xii

... DAFTAR LAMPIRAN

...

X I I ~ Latar belakang

...

1

Hipotesis

...

3

. . Tujuan Penellban ... 4

Manfaat Hasil Penelitian

...

4

Tanarnan Transgenik

...

5

. . Asa~n Sallsllat ... 7

Penyakit Hawar Pelepah Daun

...

8

Penyakit Blas

...

9

Uji Ketahanan

...

9

. .

Anahsls Molekuler

...

10

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 10

(9)

Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap R/zizoctonia solani ...

...

Tingkat Kerclsakan Tanaman

...

Jumlah Anakkan Baru

...

Jumlah Malai Produktif

...

...

Persentase Tanaman Suwive

...

...

Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap Pyricularia oryzae

...

Intensitas Penyerangan

...

Analisis Molekular

Kesimpulan ... 34 Saran

...

34
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Proyeksi Produksi dan Ketersediaan Beras untuk Konsumsi,

...

2001 - 2004 1

2. Kisaran ukuran fragmen DNA dengan berbagai konsentrasi

gel agasose

...

11

3. Hasil uji hgromisin dan analisis khi-kuadrat

...

20

4. Analisis Sidik Ragam uji ketahanan padi trransgenik terhadap

(11)
(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hataman

Konstruksi Vektor

...

ANOVA uji ketahanan padi galur transgenik kultivar rojolele untuk parameter malai produktif, jumlah anakan baru, tingkat kerusakan tanaman dan persentase tanaman survive setelah diinokulasi dengan Rhizoctonia solani

...

ANOVA uji ketahanan padi galur transgenik kultivar IRATI12 untuk parameter malai produktif, persentase timaman survive, jumlah anakan baru, tingkat kerusakan tanaman setelah diinokulasi dengan Rlzizoctonia solani

...

ANOVA persentase intensitas penyerangan 3 hsi, 6 hsi, dan 9 hsi Pyriculuria oryzae untuk semua galur yang dicobakan

...

Uji beda Duncan parameter malai produktif galur transgenik C-27-1, B-2-1, B-10-1, D-2-2, F-1-1, B-8-1, B-27-1, B-11-1, E-24-1, E-10-1 dan rojolele nontransgenik setelah diinokulasi

...

dengan Rhizoctonia solani AG-I

Uji beda Duncan parameter tingkat kerusakan tanaman galur transgenik C-27-1, B-2-1, B-10-1, D-2-2, F-1-1, B-8-1, B-27-1, B-1 1-1, E-24-1, E-10-1 dan rojolele nontransgenik

...

setelah diinokulasi dengan Rhizoctonia solani AG- 1

Uji beda Duncan parameter jumlah anakan baru, galur transgenik C-27-1, B-2-1, B-10-1, D-2-2, F-1-1, B-8-1, B-27-1, B-11-1, E-24-1, E-10-1 dan rojolele nontransgenik setelah

...

diinokulasi dengan Rlzizoctonia solani AG-1

Uji beda Dullcan parameter persentase tananlan survive, galur transgenik C-27-1, B-2-1, B-10-1, D-2-2, F-1-1, B-8-1, B-27-1, B-11-1, E-241, E-10-1 dan Rojolele nontransgenik

...

setelah diinokulasi dengan Rhizoctonia solani AG-1

Uji beda Duncan parameter jumlah malai produktif, galur transgenik G1, G3, G5, G6

dan

IRAT112 nontransgenik

...

setelah diinokulasi dengan Rhizoctonia solani AG-1

(13)

Halaman

11. Uji beda Duncan parameter jurnlah anakan baru, galur transgenik G1, G3, G5, G6 dan IRAT112 nontransgenik

...

setelah diinokulasi dengan Nzisoctonia solani AG- 1 45

12. Uji beda Duncan parameter tingkat kerusakan, galur transgenik GI, G3, G5, G6 dan IRAT112 nontransgenik

setelah diinokulasi dengan Rhizoctonia solani AG-I

...

45 13. Uji beda Duncan parameter intensitas penyerangan

pyriadaria oryi-ae terhadap galur padi transgenik dan

nontransgenik, 3 hsi (hari setelah inokulasi)

...

46

14. Uji beda Duncan parameter intensitas penyerangan

pyriczrlaria oryzae terhadap galur padi transgenik clan

nontransgenik, 6 hsi (hari setelah inokulasi)

...

47

15. Uji beda Duncan parameter intensitas penyerangan

pyricularia orpae terhadap galur padi transgenik antifungal

(14)

Latar Belakang

Padi adalah tanaman pangan utama di Indonesia disamping jagung, sagu dan urnbi-umbian. Ketersediaan beras untuk di konsumsi diperkirakan hanya meningkat sekitar 1 persen per 4 tahun dari 30,3 juta ton tahun 2001, menjadi 31,2 juta ton tahun 2004 (Tabel 1). Sementara tidak sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk Indonesia per tahun yang meningkat rata-rata 2.61 persen per tahun (PPKP 2004).

Tabel 1. Proyeksi produksi dan ketersediaan beras untuk konsumsi, 2001 - 2004

Ketersediaan untuk Produksi

K$zzan

Kehilangan konsumsi Tahun

(Ton)

(Ton) (Ton) Padi (Ton) Setara Beras (Ton)

2004 51.614.460 1.290.361 2.322.651 48.001.448 31.200.941 Sumber : PPKP (2004)

Ketersediaan

akan

lahan yang produktif untuk pertanian setiap tahun menurun. Pemanfaatan lahan marginal m e ~ p a k a n alternatif untuk meningkatkan produksi padi di masa mendatang. Di Indonesia tersedia 60 persen lahan pertanian merupakan lahan kering. Kendala utama pada pertanian lahan kering selain cekaman kekeringan adalah penyakit bias (Pyricukuria oryzae)

Selain cekaman abiotik seperti kekeringan, banjir dan bencana dam, cekaman biotik seperti hama dan penyakit tanaman masih merupakan ancaman utama bagi petani (Baharsjah et a1 1998). Upaya untuk memacu peningkatan produktivitas usaha pangan mencakup : (i) penciptaan varietas unggul bary dan teknologi berproduksi yang lebih efisien; (ii) teknologi pasca panen untuk menekan kehilangan hasil; dan (iii) teknologi yang menunjang peningkatan intensitas tanam PPKP (2004).

(15)

yaitu merakit tanaman yang tahan terhadap serangan penyakit dengan memiliki stabilitas produksi yang optimal.

Ada beberapa penyakit utama pada tanaman padi diantaranya, penyakit hawar pelepah daun yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani Kuhn dan blas yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia olyzae Cav. Kedua penyakit ini telah lama dilaporkan sebagai penyakit penting baik pada padi gogo maupun padi sawah diseluruh dunia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (1997), intensitas kerusakan tertinggi akibat blas di pulau jawa dan luar jawa adalah 12,60 persen (Jawa Barat) dan 34,7 persen (Riau). Sedangkan untuk penyakit hawar pelepah daun masing-masing 15,77 persen (Jawa Barat) dan 50 persen (Sulawesi Utara). Kerugian akibat penyakit blas cukup besar dibandingkan dengan penyakit lainnya (Ou 1972). Sedangkan akibat penyakit hawar pelepah daun produksi padi dapat menurun hingga 20 persen bila penyakit berkembang sampai ke dam bendera (Ou 1985) dan 1-35 persen (Kardin et a1 1997). Jika intensitas kedua penyakit ini meningkat, stabilitas produksi yang tinggi akan terancam, dan dapat mengganggu ketahanan pangan.

Selama ini pengendalian terhadap R solani dan P. o w e dilakukan dengan fungisida. Cara ini kurang efektif jika strain suatu patogen cukup banyak, seperti pada penyakit blas. Selain itu penggunaan fungisida secara terns-menerus dapat menyebabkan cendawan patogen menjadi kebal sehingga perlu dilakukan cara lain untuk pengendalian. Salah satu cara tersebut ialah dengan meralut tanaman agar memiliki ketahanan terhadap cendawan.

Persilangan tanaman secara konvensional untuk mendapatkan tanaman tahan terhadap cendawan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan perubahan suatu ras patogen terlalu cepat dalam waktu singkat seperti blas (P. o r p e ) . Prioritas utama dalam pengendaliannya adalah menggunakan varietas tahan. Perakitan varietas tahan penyakit menjadi bagian dari upaya pengendalian penyakit tertentu yang menjadi latar belakang heiptakannya padi transgenik yang tahan terhadap R solani dan P. oryzae.

(16)

serangan patogen cendawan diantamnya adalah gen-gen yang bertanggung jawab

dalam menghasilkan asam salisilat (AS). Adanya respons yang hipersensitif

setelah tanaman diserang patogen-patogen, tanaman menunjukkan peningkatan

akumulasi AS, menyebabkan terekspresi gen-gen ketahanan tanaman, dan

ketahanan yang diperoleh secara systemik (Systemic Acquired Resistance, SAR).

AS di dalam tanaman berperan dalam pusat pertahanan melawan serangan

patogen (Verberne et al 2000).

Biosintesis AS pada bakteri melalui dua tahapan proses yaitu gen entC

yang diisolasi dari Eschersiclzia coli, menyandikan isochorismate synthase

(ICS) lnenghasilkan isochorismate dan gen pmsB yang diisolasi dari

P.seudomona.s flu~re~scens, menyandikan isochorismat pyruvat lyase (IPL) yang

bertanggunjawab menghasilkan AS. Sebelum ditransformasikan ke dalam genom

A.

tumefaciens, kedua gen tersebut terlebih dahulu disisipkan ke dalam suatu

vektor/plasmid rekombinan (Lampiran I.), kemudian di kokultivasi ke dalam

jaringan tanaman pa&. Teknik transformasi ini telah berhasil dikembangkan pada

tanaman padi oleh Slamet-Loedin (1996).

Penelitian ini akan diuji ketahanan padi transgenik terhadap cendawan

P. oryzae dan R. Solani dan analisis molekuler terhadap turunan 16 galur padi

generasi kedua (TI). Analisis molekuler yang digunakan adalah Polymerase Chain

Reaction (PCR).

Hipotesis

1. Transgen merupakan gen dominan yang terinteyasi pada satu lokus

2. Ekspresi gen entC da~z prnsB &lam menghasilkan asam salisilat berpengaruh dalam mekanisme ketahanan terhadap cendawan R. solani dan

P.

oryzae dibandingkan tanaman kontrol.

3. Integrasi gen entC dan pmsB yang telah diintroduksi pada tanaman padl

(17)

Tujuan Penelitian

1. Menguji ketahanan tanaman transgenik yang mengandung gen entC dan

prnsB terhadap penyakit hawar pelepah (R. solani) dan blas (P. oryzae).

2. Menguji stabilitas dan pewarisan gen entC dan pmsB pada turunan kedua (TI)

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

efekivitas ekspresi gen enrC danpmsB yang telah diintroduksi pada tanaman padi

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Transgenik

Istilah tanaman transgenik dalam pengertian luas dipakai untuk tanaman

yang memiliki gen asing yang terintegrasi ke dalam genom tanaman dan gen

tersebut berfungsi (Uchimiya et a1 1989). Berbagai metode saat ini telah

dikembangkan

dan

digunakan untuk menghasilkan tanaman transgenik baik

melalui transformasi langsung maupun tidak langsung (Herman 1996).

Transformasi secara langsung antara lain dengan elektroporasi, fusi dengan PEG

('liethylene glycol), mikro injeksi dan penembakan DNA. Transformasi gen secan tidak langsung ialah melalui vektor Agrobacterium tumefaciens.

Transfonnasi melalui A. turrzefacier~s paling sering digurlakan dibandingkan teknik transformasi gel1 yang dikembangkan saat ini. Mulanya

transformasi ini dilakukan pada tanaman dikotil melalui eksplan yang berupa

potongan daun atau bagian lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi

beregenerasi tinggi (Hinchee et a1 1988; Mullins et a l 1990). Perkembangannya

kemudian teknik ini digunakan pula untuk tanainan monokotil dengan

menggunakan modifikasi berupa penambahan senyawa asetosiringone pada media

kokultivasi. Keberhasilan yang pernah dilakukan dengan teknik ini antara lain

pada tanaman padi dan jagung (Herman 1996; Nasir 2002).

Bakteri A. tzmzefaciem merupakan patogen tanaman. Secara alami

mekanisrne yang kompleks dari Agrobacteriurn marnpu memindalkan suatu

sekuen gen ke dalam genom bnaman melalui suatu vektor plasmid yaitu Ti

(turnor inducing). Saat ini plasmid Ti yang digunakan merupakan hasil modifikasi

dengan sifat virulensi yang telah dilucuti. Pada plasmid Ti terdapat bagian-bagian

penting yang terkait dalam mekanisme transformasi gen. Bagian-bagian tersebut

adalah daerah T-DNA dan daerah virulence (vir) pada T-DNA. Gen target yang

akan ditransformasi disisipkan pada bagian T-DNA untuk selanjutnya

dipindahkan ke dalam genom tanaman. Gen vir berperan penting dalam

mekanisme pemindahan daerah T-DNA ke dalam genom tanaman. Selain plasmid

(19)

virulence

(chv).

Gen-gen ini berperan dalam pelekatan bakteri ke dalam sel

tanaman (Sheng and Citovsky 199G).

Asam Salisilat

Selama berabad-abad diketahui bahwa mengunyah kulit kayu dari pohon

willow (salix) dapat menyembuhkan sakit kepala dan demam, dan di abad 19

Asam Salisilat (AS) sudah teridentifikasi komponen aktif dari ekstrak kulit kayu

pohon willow. AS di dalam tanaman terlibat dalam berbagai proses fisiologis

seperti penutupan stomata, induksi pembungaan, heat produksi, dan berperan

dalam pusat pertahanan melawan serangan patogen.

Tanaman yang mengalami luka nekrotik, dengan penyebab serangan

patogen, akan mengaktiikan suatu jalur yang mendorong ke arah ketahanan yang

diperoleh secara systemic (Systemic Aqczrire Resistance, SAR). Karakteristik SAR

adalah memperpanjang ketahanan jaringan tanaman yang jauh dari lokasi awal

infeksi, keberadaannya bertahan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, dan

~nemproteksi tanaman melawan infeksi sekunder yang disebabkan oleh patogen-

patogen yang memiliki spektrum yang luas. AS eksogenous dapat menginduksi

SAR. AS tampaknya menjadi signal endogen yang memicu adanya SAR

(Verbene et ul2000).

Mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan patogen ditunjukkan

oleh adanya perubahan sifat fisik dan biokimia tanaman. Perubahan secara fisik

antara lain dinding sel tanaman menjadi lebih kuat oleh akumulasi hidrosiprolin,

glikoprotein, lignin, kalosa dan fenol. Secara biokimia ditandai oleh akumulasi

fitoaleksin dan inhibitor protease (Broglie et a1 1993) dan produksi protein

spesifik yang berhubungan dengan jenis patogen yang menginfeksi. Protein

spesifik tersebut antara lain pathogerresis related protein (PR-Protein) yang

berfungsi untuk menghambat proses infeksi patogen (Van Loon 1985).

Ditambahkan pula bahwa AS berperan di dalam pertahanan tanaman pada

tanaman tembakau yang ditransformasi dengan gen nahG dari Psettdornonus

putida. Produk gen nahG penyandi salicylate hydroxylase menyebabkan AS

dikonversi secara biologi menjadi catechol non-aktif. Sehingga AS tidak bisa lagi

(20)

menginduksi SAR. Secara genetis dan data biokimia yang diperoleh, bahwa kolnponen yang berada pada jalur signal AS bekerja secara upstream atau

downstream.

Biosintesis AS dalam tanaman adalah lewat jalur phenylpropanoid.

Setelah Biosintesis, sebagian besar AS terkonyugasi sebagai AS 2-6-f3-D- glucosida (ASG). Ditambahkan pula bahwa ASG berperan dalam mengaktifkan

SAR yang mungkin bertindak sebagai penyimpan non-aktif yang secara cepat

membelah untuk melepaskan AS aktif di lokasi infeksi (Verbeme et a1 2000).

Mikroorganisme, diantaranya Pseudomonas jluorescens dan Escherichia coli, yang memproduksi AS dan senyawa-senyawa terkait bekeja membangun

blok untuk iron-chelating siderophores. Sebagai contoh, Pseudomonasfluorescens

tertentu menghasilkan AS atas pertolongan

dari

jalur biosintesis yang singkat dari

chorismat, yang didahului oleh precursor dari senyawa aromatik. Substrat ini

dikonversi oleh isochorismat synthase (ICS), menjadi isochorismat kemudian

dibelah oleh isochorismat pyruvat lyase (IPL) untuk menghasilkan AS (Verbeme et a1 2000). Biosintesis AS pada bakteri ditunjukkan pada Gambar 1.

Shiliimic acid pahiway

Arognnic a a d

o-Gwmaric acid

Flawnnicls

OH

pCouinaric acid

[image:20.544.76.446.366.748.2]

Surnber : M b u x (2002).

(21)

Penyakit Hawar Pelepah Daun

Penyakit hawar pelepah daun yang disebabkan oleh R solani mempakan salah satu penyakit utama padi. Cendawan ini biasanya menyerang pada saat padi

memasuki fase akan bunting brimordia). Sehingga menghambat proses

pembentukan bulir padi.

Cendawan ini menyerang dan membentuk bercak pada pelepah daun dan

batang. Bercak berukuran besar, bertepi tidak teratur, berbentuk jorong dengan

tepi coklat kemerahan, sedangkan pusatnya benvama seperti jerami (kuning

kehijauan). Bercak ini seringkali terdapat dekat dengan lidah daun. Ukuran bercak

pada batang lebih kecil dibandingkan pada pelepah daun. Jika lingkungan lembab

pada bercak akan tumbuh benang-benang miselium cendawan putih atau coklat

muda (Semangun 1990).

Benang-benang miselium cendawan Rhizoctonia mempunyai lebar

berkisar 6-10pm, dengan percabangan membentuk sudut mncing. Pada titik

percabangan terdapat lekukan dan didekatnya terdapat sekat. Jamur kemudian

membentuk hifa bersel pendek-pendek, mempunyai banyak percabangan yang

lnembentuk sudut siku. Sebagian dari benang-benang ini membentuk benang yang

tebal dan pendek. Badan jamur membentuk sklerotium dengan bentuk tidak

teratur, benvama coklat atau coklat kehitaman.

Beberapa falctor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit ini

ialah jar& tanam yang rapat, penggunaan varietas (galur) unggul yang pendek dan mempunyai anakan banyak (:Amir dan Kardin 1991).

Cendawan R. .~oluni mempunyai sebaran inang luas selain pada padi dapat

pula bertahan pada gulma, sehingga sulit dikendalikan (Overseas Technical

Cooperation Agency 1973; Atkins et aE 1974; Kardin et a1 1997). Sumber

inokulum patogen ini adalah miselia dan sklerotia yang dapat bertahan pada

jerami dan rumput-rumputan. Banyak gulma yang dapat menjadi tumbuhan inang

(22)

Penyakit Blas

Penyakit blas yang disebabkan untuk cendawan P. oryzae merupakan salah satu penyakit tanaman padi yang sangat merugikan. Cendawan ini menyerang dan membentuk bercak pada daub batang, malai, bunga dan biji.

Bercak pada pelepah daun jarang ditemukan. Bentuk khas bercak blas adalah elips

yang kedua ujungnya kurang lebih runcing. Bercak yang telah berkembang pada

bagian tepi berwama coklat dan bagian tengah benvama putih keabu-abuan.

Dalam keadaan lembab bercak akan t e r n membesar terutama pada varietas peka.

(Amir clan Kardin 1991). Pada varietas padi peka, bercak tersebut dapat meluas

dan bersatu sehingga akhimya helai daun mengering dan mati. Pada padi yang

tahan, gejala serangan hanya berupa bintik kecil benvama coklat (Ou 1972).

Cendawan P. oryzue merupakan tipe patogen yang membunuh sel inang dengan cara menghasilkan toksin piricularin, a-picolinic acid, pyriculol dan tenuazonic

acid. Toksin yang dihasilkan mampu merusakdinding seltanaman sehingga

me~npermudah tejadinya penetrasi (Umelsu el a1 1972; Narayana

dan

Suryanarayana 1974).

Spora cendawan secara alami menyebar mulai tengah malam karena

adanya embun atau hujan (Hashioka 1963). Penyebaran spora akan bertambah

banyak sampai menjelang pagi hari dan berakhir pada saat terbit matahari.

Pelepasan spora di daerah tropis dapat terjadi pula pada siang hari setelah turun

huian. Pada periode embun ini sangat berpengaruh terhadap pelepasan spora dan

infeksi. Jika periode embun lebih lama, spora yang dilepaskan lebih banyak

sehingga infeksi yang tejadi semakin parah (IRRI 1975). Penyebaran spora dapat tejadi selain oleh embun atau hujan juga oleh angin, biji dan jerami sakit. Cendawan P. oryzue dapat bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit selama lebih dari satu tahun pada suhu kamar. Sedangkan dalam bentuk miselia

mampu bertahan sampai lebih dari tiga tahun (Amir dan Kardin 1991).

Uji Ketahanan

Untuk menguji ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit yang

(23)

Fase tanaman yang diinokulasi juga berbeda. Inokulasi R solani dilakukan pada

fase vegetatif (&I20 lwi) untuk cv. Rojolele (tanainan uinur dalam). Inokulasi

dilakukan dengan menyelipkan inokulum di antara anakan tanaman yang diikat

dengan karet gelang. Metode pengamatan berdasarkan tingkat kerusakan tanaman

(Anonim 1986). Sedangkan untuk P. oryzae inokulasi dilakukan pada fase

perkecambahan, keluar malai dan setelah berbunga penuh. Teknik inokulasi pada

fase kecambah dan keluar malai dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi

konidia dengan konsentrasi 2

x

lo5 konidiumlml. Uji ketahanan pada fase

berbunga dilakukan dengan metode tempel, yaitu menempelkan potongan medium

OMA yang berukuran 1 cm x 1

cm

ke bagian pangkal daun bendera dengan kertas aluminium. Pengamatan dilahukan terhadap jumlah bercak yang terjadi pada tiap

daun tanrunan dan meneritukan skala kerusakan.

Pengujian tanaman kandidat transgenik dilakukan dengan menguji

keberadaan gen seleksi. Nasir (2002) mengemukakan bahwa T-DNA yang

terintegrasi dapat diwariskan ke generasi berikut menurut pola Mendel . Biasanya

pada gen-gen penanda seleksi resisten antibiotik yang berada dalam transgen pada

tanaman kandidat transgenik. Pada tanaman padi transgenik digunakan metode

Speulman el a2 (1999), yaitu dengan menggunakan pembercakkan 25 mglml

Higromisin yang dicampur dengan 0.001 persen triton-X-100 dan gelatin serta

tween 20 pada daun padi. Pengamatan yang dilakukan adalah jika terjadi halo

nekrotik maka dikatakan sensitif higromisin bukan kandiddat transgenik jika

resisten higromisin tidak terjadi lulo nekrotik.

Analisis Molekuler

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Poly?zeruse Chain Rcacfion (PCR) merupakan suatu reaksi In vitro untuk

menggandakan jumlah molekul DNA target, dengan cara mensintesis molekul

DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan

enzim polymerase dan primer (Muladno 2002). Panjang target DNA berkisar

antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer.

Primer diawal daerah target disebut primer forward dan diakhir daerah target

(24)

Sejak ditemukannya teknik ini pada tahun 1980-an, PCR banyak digunakan

untuk berbagai keperluan. Keuntungan analisis dengan PCR antara lain cepat,

DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi

DNA sederhana (Listanto et ~11996).

Reaksi PCR dilakukan untuk seri denaturasi-penempelan primer-sintesis

(n siklus) yang berlangsung secara otomatis. Tahap pertama DNA didenaturasi,

umumnya pada suhu 9 5 ' ~ . Pada saat denaturasi, DNA yang semula utas ganda

tenuai menjadi utas tunggal. Tahap ke dua suhu diturunkan sampai 50°C sehingga

primer menempel (annealing) pada DNA cetakan (target). Tahap terakhir suhu

dinaikkan lagi sampai 7 2 ' ~ untuk mengaktifkan enzim Tug Polynerase dan

mensintesis utas DNA (Muladno 2002).

Elektroforesis Gel Agarose sebagai Analisis Fragmen

Molekul DNA termasuk senyawa bermuatan negatif. Dengan sifat ini, jika

molekul DNA ditempatkan pada medan listrik maka molekul tersebut akan

bermigrasi menuju kutub positif. Kecepatan migrasi molekul DNA tergantung

pada dua faktor yaitu bentuk clan muatan listrik. Ukuran molekul DNA merupakan suatu faktor yang digunakan dalam pemisahan dengan teknik elektroforesis pada

suatu gel. Salah satu gel yang &pat digunakan adalah gel agarose. Dalam teknik

ini, agarose digunakan untuk menlisahkan, n~engidentifikasi, dan memurnikan

fragmen-fragmen DNA. Kisaran ukuran fragmen DNA yang dapat dipisahkan

dengan berbagai konsentrasi gel agarose dapat dilihat pada Tabel 2. Ukuran dan

konsentrasi fiagmen DNA yang diisolasi dapat ditentukan secara langsung setelah

gel di staining dan destuining dengan etidium bromida (EtBr) dan diamati dengan

sinar ultraviolet (W). Konsentrasi DNA yang dapat diamati antara 1-10 ng.

Tabel 2. Kisaran ukuran fragmen DNA dengan berbagai konsentrasi gel agarose

Agaroseh) -- Kisaran ukuran DNA Kilo basa

0.3 5-60

2.0 0.1-2

(25)

Mobilitas fragmen DNA pada gel elektroforesis sangat dipengaruhi oleh

komposisi dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Jika konsentnsi ion-ion sangat

sedikit maka konduktivitas listrik sangat kecil dan migrasi ion DNA menjadi

larnban. Tetapi jika konsentrasi ion berlebihan maka dapat mengakibatkan gel

mencair dan DNA terdenaturasi. Selain buffer, teknik elektroforesis agarose juga

memerlukan loading btger. Loading buffer berguna untuk meningkatkan densitas

sampel (fragmen DNA) sehingga fragmen tersebut berada pada dasar sumur (well)

dan tidak menyebar. Fungsi lainnya adalah memberi warna pada fragmen DNA

sehingga mempermudah pengamatan proses elektroforesis. Buffer ini dapat juga

(26)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilalakukan pada Laboratorium Biologi molekuler Tanaman

Bidang Biologi Molekuler dan Fasilitas Uji Terbatas (FUT) rumah kaca padi transgenik, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIP1 Cibinong untuk analisis

molekuler. Sedangkan pengujian inokulasi tanaman dilakukan di rumah kaca

Kelti rekayasa dan Imunologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber daya

Genetika Bogor. Penelitian berlangsung bulan Maret 2004 sampai Agustus

2005.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan untuk isolasi DNA meliputi: dam tanaman padi, isolation

buffer meliputi: lysis buffer (Tris-HC1 pH 7.5 0.2 M, EDTA 0.05 M, NaCl 2 M, dan CTAB 2 persen); extraction buffer (sorbitol 0.35 M, Tris-HC1 pH 7.5 0.1 M,

dan EDTA 5 mM), dan sarkosyl 5 persen, N2 cair, chlorofo~m:isoamylalkohol (24:1), isopropanol, etanol 70 persen, buffer TE (Tris-HCL pH 8.0 10 mM dan

EDTA pH 8.0 1 mM).

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis PCR ialah : DNA tanaman,

buffer PCR, dNTPs, Taq polymerase, primer entC Voward :

5'-AGTCGTGTTGTCACGGTTGA-3'dan reverse: 3'-ATcGCTGTGGAGAAGAAGCG~')

dan pmsB (forward : 5'-ATGCTGCCWTAAAACCWCACAA-3' dan reverse 3'-

TGACTTGGCCTGCGCCGAGTACGT-5')

m20,

a g m s e gel dan buffer Tris Boric

Acid EDTA (TBE). Bahan untuk elektroforesis meliputi, gel agarose 1,2 persen,

buffer TBE 0,5 x (5 X TBE: Tris Base 54 g, Asam borat 27,5 g dan EDTA pH 8.0 0,5 M).

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman padi transgenik generasi

kedua (TI) sebanyak 10 galur padi transgenik cv. Rojolele dan 4 Galur IRAT

(27)

Metode Kerja

Uji Higromisin

Pengujian kandidat transgenik untuk diseleksi yaitu dengan cara

pemberian tanda bulatan dengan spidol marker F pada daun terakhir. Selanjutnya

dilakukan pembercakan yang mengandung higromisin 0.2 mglml ditambah triton

x-100 0.001 persen dan gelatin 0.5 persen dengan volume 4 ~ 1 . Jika terjadi

nekrotik maka diduga bukan calon kandidat transgenik. Jika tidak tejadi nekrotik

pada daun kemm&nan sebagai kandidat transgenik. Pengamatan dilakukan 4 - 6

hari Kemudian diuji pola segregasi Mendel 3 : 1 berdasarkan ekspresi gen

higromisindengan menggunakan analisis statistik non parametrik khi-kuadrat.

Minimal 11 tanaman menurut Hartana (1992).

Tanaman yang menjadi kandidat transgenik selanjutnya dianalisis secara

molekular dengan menggunakan teknik PCR untuk mengetahui pewarisan gen

entC danpmsB di dalam genom tanaman.

Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap Rliizoctonia. solani

Uji ketahanan pada padi kandidat transgenik generasi kedua (TI) 10 galur

padi kultivar rojolele dan 4 galur padi kultivar IRAT112 Serta Rojolele dan

RAT112 nontransgenik sebagai kontrol. Rancangan yang digunakan adalah

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 kali ulangan. Data kemudian dianalisis

menggunakan Analisis Ragam dengan taraf kepercayaan 95 persen. Selanjutnya

dilakukan uji beda Duncan setelah lnengetahui signifikansi dari Analisis Ragam.

Pemhuatan inokulum

Isolat diambil dari koleksi laboratorium mikologi Balai Penelitian

Bioteknologi dan Sumber daya Genetika Bogor dan diperbanyak melalui 2 tahap

yaitu tahappertama Inokulum dibiakkan pada media Potato Dextrose Agar

(PDA) selama 4 sampai 5 hari, pada suhu 25 - 28 OC. Tahap kedua inokulum asal

dari PDA diperbanyak lagi pada media campuran Wheatbran dan sekam padi

dengan perbandingan

1

: 2, dengan cara, Media campuran wheatbran dan sekam
(28)

dengan penutup di buat lubang 7 cm setelah itu botol ditutup dengan kapas. Media

dalam botol disterilkan dengan autoklave selama 40 menit pada suhu 125°C.

Biakan murni dipindahkan ke dalam media campuran wheatbran dan

sekam padi dalam ruang steril (clean bench) diinkubasi pada suhu 25-2S°C

selama 1 minggu, kemudian media dikeluarkan dari botol dan dikeringkan pada

suhu kamar sehari sebelum di inokulasi pada tanaman.

Inokulasi

Tanaman yang akan diinokulasi diikat dengan karet gelang, 2 hari sebelum

inokulasi. Inokulum yang telah disiapkan diselipkan sebanyak 5 gram diantara

anakan-anakan yang terikat. Letak inokulum sedekat mungkin dengan pangkal

batang. Uji ketahanan terhadap R soluni dilakukan pada saaat tanaman memasuki

fase vegetatif terakhir atau memasuki masa bunting ( t120 hari).

Pengamatan dilakukan pada 5, 10, dan 15 hari setelah inokulasi (hsi). Parameter yang dianlati adalah, jumlah malai produktif, jumlah anakan baru,

persentasi tanaman survive yang dihitung dengan m u s :

x

malai pengliasil benilr

Persentuse Tanaman Survive =

x

x 100%

aizakait

dan tingkat kerusakan tanaman yang ditentukan dengan m u s :

Tingkaf Kerusakan Tunurnan = 4N4

+

3 N ,

+

2 N ,

+

IN,

+

ON, x 100%

4N

Keterangan:

N4 = Jumlah anakan dengan skor 7

N3 = Jumlah anakan dengan skor 5

N2 = Jumlah anakan dengan skor 3

NI = Jumlah anakan dengan skor 1

No = Jumlah anakan dengan skor 0

N = Jumlah total (Nq + N3 + N2 + N1+

NO)

Skala kerusakan :

0 = tidakada infeksi

(29)

5

= kerusakan pada pelepah ke I

+

11

+

111

7 = semuapelepah rusak

Uji Ketahanan Padi Transgenik terhadap

Pyricularia

oryzae

Pengujian dilakukan terhadap 16 galur tanaman transgenik seperti yang

dilakukan pada uji ketahanan dengan R Solani ditambah 2 kultivar lokal sebagai

kontrol tahan dan rentan yaitu kultivar kencana bali (rentan) dan kultivar asahan

(tahan). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

dengan 3 kali ulangan yang terdiri dari 30 benih per ulangan. Data kemudian

dianalisis menggunakan Analisis Ragam dengan taraf kepercayaan 99 persen.

Selanjutnya dilakukan uji beda Duncan jika ada signifikansi

dari

Analisis Ragam.

Pembuatan Inokulum

Isolat P. oyzae ras 173 adalah ras supervirulen yang diperoleh dari

koleksi laboratorium mikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetika Bogor diperbanyak biakan murni pada media PDA dalam cawan petri

selama 5 hari. Selanjutnya dilakukan pemindahan kembali dari medium PDA ke

medium OMA dan diinkubasi selama 10 hari pada suhu kamar di dalam inkubator bercahaya.

Untuk mendapatkan suspensi konidia terlebih dahulu dilakukan

penggosokan miselia yang tumbuh pada permukaan medium OMA. Penggosokan miselia dengan menggunakan h a s bulu gambar No. 10 dan air steril yang telah

dibubuhi streptomicin 0.01 grfliter air. Setelah miselia udara bersih terbuang

selanjutnya biakan tersebut diletakan dalam inkubator selama 2 hari pada suhu

kamar dan disinari lampu

TL.

10 W. Kemudian dilakukan penggosokan koloni untuk mendapatkan suspensi konidia. Penggosokan menggunakan kuas gambar No. 10 dan air steril yang dicampur dengan tween 20 dengan konsentrasi 0.02

persen. Suspensi yang didapat disaring dengan kain kasa dan ditampung dalam

gelas erlenmeyer.

Inokulasi

Inokulasi dilakukan setelah tanaman padi berumur 18 hari dengan cara

(30)

volume semprot 200 ml per ulangan. Penyemprotan dilaksanakan diatas meja

putar dengan menggunakan gelas automizer yang dihubungkan dengan

kompresor. Tanaman yang telah diinokulasi dimasukkan dalam kamar lembab

selama 24 jam dan selanjutnya tanaman dipindahkan dalam kamar kaca. Dalam kamar kaca tersebut, pot-pot persemaian yang telah diinokulasi dengan isolat

P. o?yzae ditempatkan di atas meja kayu dan sekeliling dinding karnar kaca ditutup dengan kain blacu. Lantai diusahakan tetap lembab dengan membiarkan

air tergenang dan pada bagian atas pot digantungkan alat penyemprot air

(Sprinkle irrigation) yang menyemburkan air dalam bentuk kabut (smoke).

Penyemburan air berlangsung selama 24 jam setiap hari. Uji ketahanan dilakukan

pada fase bibit (18 'hari). Parameter yang diamati adalah menghitung jumlah bercak yang tejadi pada tiap daun tanaman serta penentuan skala kerusakan.

Skala kerusakan menggunakan standar evaluasi Internasional Rice Testing

Program

(IRTP

1988) dengan kriteria sebagai berikut:

Skoring :

0 = tidakadabercak

1 = bercak sebesar ujung jarum

2 = bercak lebih besar dari ujung jarum

3 = bercak nekrotik abu-abq bentuk bundar, agak lonjong, panjang 1-2 mm dan tepi coklat

4 =

bercak

khas blas, panjang 1-2 cm, luas daun terserang kurang dari 2 persen 5 = bercak khas blas, luas daun terserang kurang dari 10 persen

6 = bercak khas blas, luas daun terserang antara 11 - 25 persen 7 = bercak khas blas, luas daun terserang 26 - 50 persen

8 = bercak khas blas, luas daun terserang antara 5 1

-

75 persen 9 = semuadaun mati

Dari skoring selanjutnya dilakukan penentuan nilai intensitas serangan dengan

Keterangan :

I = Intensitas serangan

(31)

v = Nilai skala yang bersangkutan

N = Jumlah tanaman yang diamati

V = Nilai skoring pada skala tertinggi (Anonim, 1985)

Nilai skala :

0%

-

25% = Tanaman tahan (T) terhadap serangan

26%

-

100% = Tanaman rentan (R) terhadap serangan

Analisis Molekular

Isolasi DNA

DNA yang akan diampifikasi pada mesin PCR, diisolasi dari daun

menggunakan modifikasi metode CTAB. Daun sepanjang

+

5 cm dimasukan ke

dalam tube 1.5 ml. Masukan tube berisi dam ke dalam N2 cair kemudian gems

dengan bantuan vortex dan N2 cair. Tambahkan 750 pl isolation buffer S lalu

inkubasi pada suhu 65°C selama 1 jam sambil di invert. Tambahkan 750 p1

chloroform:isoamylalkohol(24:1) dan disentrifuge selama 5 menit pada kecepatan

13.000

rpm

pada suhu 4°C. Lapisan paling atas diambil, ditambah dengan 400 p1

isopropanol dingin, dan disentrifuge selama 6 menit pada kecepatan 13.000 rpm

pada suhu 4°C. Buang supernatan, cuci endapan dengan etanol 70 persen

kemudian disentrifuge pada kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4°C selama 3 menit.

Selanjutnya supernatan dibuang keinbali lalu disentrifuge lagi pada kecepatan

13.000 rpm pada suhu 4°C selama 2 menit, keringkan pada vakum kemudian

dilarutkan dalam 50 pl buffer TE. Sampel DNA hasil isolasi disimpan pada -20°C.

PCR (Polymerase Chain Reactions)

Teknik PCR dilakukan untuk memperbanyak dan mengkonfimasi

keberadaan gen entC

dan

pnzsB pada generasi kedua (TI). DNA untuk analisis

diisolasi

dari

dam tanaman padi dengan jumlah sampel tanaman untuk masing-

masing galur adalah 90 yang diambil secara acak. Volume yang digunakan untuk

Ix reaksi adalah 10 p1 dengan komposisi bahan sebagai berikut: l x buffer PCR

(32)

danpmsB reverse dan foiward2.5 nglpl, 1 pL DNA hasil isolasi dan dH20 bebas nuklease ditambah agar volume reaksi mencapai 10 p1. Kontrol negatif menggunakan DNA tanaman kontrol dan air sedangkan kontrol positif menggunakan plasmid yang mengandung enlC dan pmsB dan galur transgenik yang terdeteksi gen entC dan pmsB pada turunan pertama (TO). Kondisi PCR

yang digunakan untuk amplifikasi gen entC danpmsB ialah 40 siklus. Satu siklus terdiri dari denaturasi 95°C selama 1 menit, annealing 51°C selama 1 menit, sintesis 72OC selama 1 menit untuk gen entC, sedangkan untuk gen pmsB suhu

annealing 61°C, penyimpanan (4°C).

Elektroforesis

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pewarisan Mendel

Uji Pewarisan Mendel dilakukan berdasarkan ekspresi gen higromisin sehingga dapat mengindikasikan keberadaan transgen pada tanaman sebelumnya.

Tabel 3. Hasil uji higromisin dan analisis khi-kuadrat

jumlah yg di amati Jumlah yang

Galur Fenotipe Pengamatan Jumlah diharapkan Y=- P E I ' cxZ

xZ

mnl tanamma [El E Tabel

Positif Higromisin 10

62 46.5

6 1 p,-,.".:&-u:---:":.. C" ,< <

Positif Higromisin 5

85 63.8

G3

Negatif Higromisin 80 +, *

6 5 Positif Higromisin 18 56 42.0

Negatif Higrotnisin 38 14.0 41.14 13'71 54.86 3.84

6 6 Positif Higromisin 10 81 60.8

Negatif Higromisin 71 20.3 127.19 42.40 169.58 3.84 Positif Higromisin

C-27-1 11 78 58.5

Negatif Higromisin 67 19.5 115.71 38.57 154.27 3.84 Positif Higromisin

w-1-1 7 79 59.3

Negatif Higromisin 72 19.8 138.23 46'08 184.31 3.84 Positif Higromisin 3

45 33.8

Negatif Higromisin 42 11.3 28'02 84.05 112.07 3.84

D-2-2 Positif Higromisin 8 73 54.8

Negatif Higromisin 65 18.3 119.76 39.92 159.68 3.84 Positif Higromisin

B-8-1 10 74 55.5

Negatif Higromisin 64 18.5 11 1.91 37'30 149.21 3.84

:romum 10 1 1 3 Omo3 0.09 0.12 3.84

~ ~ g r o m l s m b I 1y.6 28.72 114.87 86.16 3.84

34'59 138.35 3.84 103.76

28.65 114.60 3.84 85.95

24 . -

misin 18.0 2.00 2.67 3.84

bah 3: 1 in nisbah 3:l

~g

>xZhkI

terima Hl (a=0.05,&= 1)

Positif Higromisiu 53

69 51.8

E-10-1 atif Hi

.

.

-,

.--

Positif Higromisin

.

.

18

<.

79 59.3

Negatif

.,.

,.

Positif Higromisin 9

68 51.0

E24-1 Negatif Higromisin 59 17.0

Positif Higromisin

B-27-1 10 62 46.5

Negatif Higomisin 52 15.5

Positif Higromisin

B-11-1 48 72 54.0

Negatif Higrol

Hipotesis : H, : Data yang diamati sesuai dengan Nsl HI : Data yang diamati tidak sesuai deng:

[image:33.541.80.475.124.744.2]
(34)

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat individu dari

populasi galur-galur transgenik yang positif tahan terhadap higromisin dengan

nisbah yang berbeda-beda. Nisbah yang diharapkan adalah sesuai dengan pola

segregasi Mendel yaitu 3 : 1. Locus-locus dari suatu pasangan alel akan

bersegregasi satu terhadap laimya ke dalam gamet-gamet, sehingga separuh

gamet membawa salah satu gen dan separuh gamet lainnya dari pasangan alel tersebut. Kondisi ini disebut sebagai peristiwa segregasi (Nasir 2002).

Terdapat 2 galur transgenik yang sesuai dengan hipotesis

&

yaitu

cenderung mengikuti pola segregasi Mendel 3 : 1. Galur E-10-1 dan B-11-1

memiliki nilai X' hitung lebih kecil dibanding nilai x2tabel. Sedangkan galur transgenik laimya tidak mengikuti pola segregasi yang diharapkan. Diduga bahwa

transgen tidak terintegrasi secara kromosomal tetapi ekstra kromosomal atau lebih

dan satu kopi transgen terintegrasi pada lokus yang sama sehingga bias jumlah

sampel perlu diproses. Pewarisan ekstm kromosomal merupakan pewarisan yang

dikontrol oleh gen yang ada di luar nukleus. Menurut Hartana (1992) beberapa kejadian atau bukti yang dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa suatu sifat

diwariskan secara ekstra kromosomal adalah nisbah segregasi tidak mendelian,

suatu sifat ditransmisikan lewat maternal, dan gen-gen tidak bisa dipetakan pada

kromosom/kelompok keterpautan tertentu.

Uji Ketahanan padi Transgenik terhadap Rhizoctonia solani

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanaman transgenik dan

tanaman kontrol non transgenik varietas yang sama, tetapi tingkat serangan sangat

berbeda. Terlihat gejala serangan hawar pelepah daun yang berupa bercak pada

pelepah daun dan batang (Gambar 2). Secara umum gejala serangan ini berupa bercak berukuran besar, berbentuk elips, dengan tepi tidak teratur yang berwarna

coklat kemerahan, sedangkan pusatnya benvarna seperti jerami (kuning

kehijauan) (Semangun 1990). Bercak pertama timbul dari pelepah daun bagian

bawah dan selanjutnya berkembang ke pelepahmelai daun bagian atas, sesuai

dengan pendapat (Ou 1976) penyakit ini dapat menyebar secara vertikal yaitu dari

(35)

cendawan menjalar ke bagian atas tanaman dan menulari pelepah atau helaian daun dengan cara bersentuhan satu sama lain (Amir dan Kardin 1991). Pada varietas rentan bercak &pat berkembang sampai dam bendera dan pada serangan yang berat seluruh daun akan menjadi hawar (Amir dan Kardin 1991).

Gambar 2. Bercak hawar dan arah penularannya pada varietas yang rentan.

Dari Seluruh Parameter yang diamati pada pengujian ketahanan tanaman padi transgenik terhadap cendawan Rhizoctonia solani, terbukti bahwa kerusakan pada padi transgenik lebih kecil secara nyata nlelalui Analisis Ragam dengan tingkat signifikansi sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 persen (Tabel 4). Sehingga dapat diuji lanjut ke tingkat uji beda Duncan, untuk mengetahui galur padi transgenik yang memiliki ketahanan untuk di seleksi.

Tabel 4. Analisis ragam uji ketahanan padi transgenik terhadap R solani untuk nilai F-hitung keseluruhan parameter yang diukur

Parameter Galur

Tingkat Kerusakan Malai Jumlah Persentase

Tanaman Produktif Anakan Baru Tanaman Survive Galur Transgenik 55.561 " 66.400 * 50.265 64.762 * Kultivar IRATl12

Galur Transgenik 24.580

-

13.876 " 45.241 21.709

** Kultivar Rojolele

[image:35.541.45.476.25.714.2]
(36)

Tingkat Kerusakan Tanaman

Perbedaan tingkat kerusakan tanaman antar galur transgenik dan

nontransgenik terlihat jelas pada Gambar 3, rata-rata galur tanaman transgenik

memiliki persentase tingkat kerusakan yang lebih kecil dibandingkan dengan

kontrol non transgenik (IRAT112). Tingkat kerusakan yang paling kecil pada

galur trangenik G6.

Galur yang diduga membawa transgen entC dan pmsB diperkirakan

mengakumulasikan asam salisilat. Secara statistik, uji beda Duncan menunjukkan

perbedaaan

untuk

a

= 0.05 yaitu galur transgenik (G6) berbeda nyata dibandingkan galur lainnya.

Pada Gambar 4 galur transgenik kultivar rojolele menunjukkan galur

E-10-1 dan B-1 1-1 memiliki persentase tingkat kerusakan dibawah 30 persen dan

berbeda nyata dengan galur yang lainnya pada uji beda Duncan untuk

a

= 0.05.

Kedua galur ini juga menunjukkan perbedaan nyata yaitu E-10-1 lebih kecil

persentase tingkat kemsakan dibandingkan dengan galur B-1 1-1.

Adanya respons hipersensitif yang disebabkan oleh serangan patogen

mengakibatkan AS terakumulasi secara berlebihan, sehingga meningkatkan

system pertahanan terhadap serangan beraneka patogen (Verberne et a1 2000).

Pengamatan visual menunjukkan bahwa pembesaran luka hawar pada pelepah

terhambat pada galur transgenik sehingga kerusakan pada pelepah daun padi tidak

menjadi lebih parah. Hal ini menunjukkan bahwa asam salisilat berada disekitar

(37)

G l 6 3 G5 GB IRAT 112

GALUR

Gambar 3. Tingkat kerusakan tanaman untuk galur transgenik GI, G3, G5, G6 dan IRATI 12 nontransgenik setelah diinokulasi dengan

R

solani. Nofasi 1111r1rfyintg berbeda di setiap zrju~rg histogram n ~ e n z i i ~ r i k ~ z perbedm1 n p f a pada

Uji Beda Dtmcmt trnitik a = 0.05

GhLUR

Gambar 4. Tingkat kerusakan tanaman untuk galur transgenik C-27-1, F-1-1, B- 10-1, D-2-2, B-8-1, E-10-1, B-2-1, E-24-1, B-27-1, B-111 dan rojolele nontransgenik setelah diinokulasi dengan

R

solani.

Nofasi hrir~rf ymrg berbe& di setiap zrjung histogram merninjukkan perbedam1 ~ y a l a pada

[image:37.541.79.463.49.748.2] [image:37.541.97.450.54.267.2]
(38)

Jumlah Anakau Baru

Tanaman padi memiliki ketahanan sendiri dalam mempertahankan

keberadaan siMus hidupnya jika diserang penyakit yaitu dengan turnbuhnya

anakan baru setelah diserang cendawan (Silveman et a1 1995) R. solani penyebab

penyakit hawar. Hal ini terlihat 3 minggu setelah diinokulasi dengan cendawan

[image:38.541.76.473.43.769.2]

R solani.

Gambar 5 menunjukkan perbedaan jumlah anakan yang nyata terlihat pada

galur transgenik bila dibandingkan dengan kontrol nontransgenik (IRAT112).

Berdasarkan uji beda Duncan untuk a = 0.05, G6 memiliki perbedaan yang nyata

dengan jumlah anakan terbanyak dibandingkan dengan galur-galur lainnya.

Perbedaan jumlah anakan barn yang tumbuh setelah diinokulasi dengan

R solani juga terlihat pada galur transgenik yang berasal dari kultivar rojolele. Gambar 6 menunjukkan bahwa galur transgenik E-10-1 dan B-11-1 memiliki jumlah anakan barn mencapai 7 sampai 8 anakan. Sedangkan jumlah anakan barn

untuk galur-galur lainnya berkisar antara 1 sampai 5 anakan. Uji beda Duncan

untuk

a

= 0.05 menunjukkan bahwa galur E-10-1 dan B-11-1 berbeda nyata dari

galur-galur lainnya, sedangkan antaa galur E-10-1 dan B-11-1 tidak mengalami

perbedaan nyata.

GALUR

Gambar 5. Jumlah anakan baru untuk galur transgenik GI, G3, G5, G6 dan IRATI 12 nontransgenik setelah diinokulasi dengan R. solani.

(39)

Gambar 6. Jumlah anakan barn untuk galur transgenik C-27-1, F-1-1, B-10-1, D-2-2, B-8-1, E-10-1, B-2-1, E-24-1, B-27-1, B-11-1 dan rojolele nontransgenik setelah diinokulasi dengan R solani

Notasi huruf p g krbeda di setiap ujuttg histogram rnerturrjukhm perbcdaati nyata pa&

Uji Beda D~rticarr r~titlrk a = 0.05

Jumlah Malai Produktif

Jumlah malai produktif untuk galur transgenik G6 memiliki jumlah malai

produktif mencapai 6 malai sedangkan galur-galur lainnya berkisar antara 1-2

malai, ditunjukkan pada Gambar 7. Uji beda Duncan untuk

a

= 0.05 menunjukkan

bahwa galur G6 berbeda nyata dengan galur lainnya. Sedangkan antar galur GI,

[image:39.541.77.482.55.780.2]

G3, G5 dan IRAT112 tidak berbeda.

Gambar 8 menunjukkan bahwa galur transgenik yang berasal dari kultivar

rojolele E-10-1 mencapai jumlah malai produktif 9 malai sedangkan galur-galur lainnya berkisar 2 s m p a i 6 malai. Uji beda Duncan untuk a = 0.05 menunjukkan

bahwa galur transgenik E-10-1 berbeda nyata dibandingkan dengan galur-galur lainnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa galur transgenik mampu menekan luka

hawar pada pelepah sehingga dapat menyuplai energi yang banyak untuk

[image:39.541.87.485.65.385.2]
(40)

*a

-

2

$

3

k

G I G3 G5 G6 IRAT 112

GALUR

Gambar 7. Jumlah malai produktif untuk galur transgenik GI, G3, G5, G6 dan IRATl12 nontransgenik setelah diinokulasi dengan R. solani.

Notasi IttirNf )wig bcrbeda di setiap tgt~ilg histogram meilunjukkan perbedaait iqatin pa&

U j i Beda Du~~cwi uiituk a = 0.05

Gambar 8. Jumlah malai produktif untuk galur transgenik C-27-1, F-1-1, B-10-1, D-2-2, B-8-1, E-10-1, B-2-1, E-24-1, B-27-1, B-11-1 dan rojolele nontransgenik setelah diinokulasi dengan R solani.

Notasi hurt$ ya?g berbeda di setiinp ujting histogram meiit~njukkan perbedawl nyata padn

[image:40.541.80.463.55.748.2] [image:40.541.90.457.70.320.2]
(41)

Persentase Tanaman Survive

Tanaman dikatakan survive jika dapat mempertahankan siklus hidupnya

sampai pada generasi berikutnya (Silverman et al 1995; Eyendi et al 1992;

Mercado-Blanco et al 1989). Pada tanaman padi indikator yang dilihat adalah

malai penghasil benih dan jumlah anakan setelah mengalami serangan patogen.

(IRTP 1988).

Gambar 9 menunjukkan persentase tanaman survive galur transgenik

kultivar IRAT112. Terlihat bahwa galur transgenik G6 menunjukkan persentase

tanaman survive 88 persen. Sedangkan galur-galur lainnya berkisar 6 persen

sampai dengan 37 persen. Uji beda Duncan untuk a = 0.05 menunjukkan galur

G6 berbeda nyata dengan galur-galur lainnya.

Garnbar 10 menunjukkan persentase tanaman survive untuk galur

transgenik kultivar rojolele. Terlihat bahwa persentase tanaman survive terbaik

ada pada galur transgenik E-10-1, B-1 1-1 dan E-24-1 mencapai 96 persen, 79

persen dan 65 persen Uji beda Duncan pada taraf kepercayaan 95 persen

menunjukkan bahwa galur E-10-1 berbeda nyata dengan galur-galur lainnya.

Sedangkan Galur B-1 1-1 dan E-24-1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

G A L U R

Gambar 9. Persentase tanaman survive untuk galur transgenik GI, G3, G5, G6 dan lRAT112 nonhansgenik setelah diinokulasi dengan R solani.

Notasi h m f p i g berbeda di seticp, zrjzizg histogrmn merwnjukkrm perbedam1 ?ryala pada

(42)
[image:42.547.89.483.58.267.2]

GALUR

Gambar 10. Persentase tanaman survive untuk galur eansgenik C-27-1, F-1-1, B-10-1, D-2-2, B-8-1, E-10-1, B-2-1, E-24-1, B-27-1, B-11-1 dan rojolele nontransgenik setelah diinokulasi dengan R solani.

Nolusi h i ~ r ~ ~ y m g berbeda di seiiap z~rr?zg histograni menu~~ukkmt perbedurn? zryata pada

Uji Beda Du?icrn? uiz~trk a = 0.05

Uji Ketahanan Padi Transgenik Terhadap Pyricularia oryzae

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat gejala serangan blas pada dam

yang berupa bercak berbentuk elips dengan kedua ujung yang kurang lebih runcing,

wama coklat pada bag'an tepi dan bagian tengah berwama putih keabuan. Pada kultivar yang rentan bercak-bercak dapat berkembang dan menyatu dengan yang

laimya sehingga akhimya helai daun mengering dan mati. Hal ini sesuai dengan

pendapat Amir dm Kardin (1991) bahwa bercak pada dam terus membesar pada

kultivar yang peka khususnya bila dalam keadaan lembab. Sedangkan pada padi

yang tahan tidak ada bercak atau walaupun ada hanya berupa bintik berwama coklat sebesar ujung jarum dan tidak berkembang. Gambar 11 menunjukkan perbedaan

daun dari galur transgenik yang tahan dan rentan

Cendawan

P.

oryzae ras 173 memiliki sifat virulensi tinggi tetapi

kemampuan bertahan

di

lapang yang rendah (Utami et a1 2000). Terlihat pada

hari kesepuluh setelah inokulasi, tanaman nontransgenik seperti cv IRATI 12 dan

rojolele, walaupun di atas 50 persen intensitas penyerangan (Gambar 12) tetapi

(43)
[image:43.547.132.354.48.170.2]

Bercak blas

Gambar 11. Perbandingan galur rentan

(B)

dan galur tahan (A).

Intensitas Penyerangan

Berdasarkan hasil Analisis Ragam untuk 3, 6 dan 9 hsi (hari setelah

inokulasi) menunjukkan signifikansi sangat nyata (Lampiran 4). Sehingga dapat diuji lanjut sampai pada tingkat uji beda Duncan untuk

a

= 0.05.

Gambar 12 menunjukkan intensitas penyerangan cendawan P. oryzae meningkat untuk semua galur dengan persentase yang berbeda-beda sejak 3 hsi, 6

hsi sampai 9 hsi. Dari seluruh galur yang dicobakan kultivar lokal asahan

memiliki persentase intensitas penyerangan terkecil di bandingkan dengan galur-

galur lainnya. Namun dilihat dari perbandingan antara galur kontrol nontransgenik

dan galur transgenik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Galur transgenik

lebih kecil persentase intensitas penyerangan dibanding galur nontransgenik

kontrol (rojolele dm IRAT112). Ada beberapa galur yang memiliki intensitas

penyerangan dibawah 50 persen yaitu kultivar asahan, galur transgenik GI, G3,

G5, G6, E-10-1 dan B-1 1-1. Sedangkan galur lainnya berkisar antara 50 sampai 100 persen.

Galur transgenik yang berasal

dari

kultivar rojolele memiliki persentase

intensitas penyerangan lebih tinggi dibanding galur transgenik yang berasal dari

kultivar IRAT1 12. Hal ini disebabkan karena umur padi Mtivar IRAT112 lebih

genjah dibanding kdtivar rojolele. Sehingga faktor kematangan fisiologi jaringan

lebih baik pada galur transgenik IRAT112. Seperti yang dilaporkan oleh

Silverman et a1 (1995) bahwa padi pada fase bibit memiliki kandungan asam

(44)
[image:44.783.61.733.81.385.2]

GI

G3

Gb @ IRAT 112 C.27-1 F-1-I E10-1 0-2-2 B-84 E10-1 E2-I M 4 - 1 E27-1 E l l - 1 '~ojoieie~sahen ~encana Bali OALUR

Gambar

12.

Intensitas penyerangan Pyricularia oryzae 3, 6 dan 9 hari setelah inokulasi (hsi) terhadap galur padi transgenik dan kontrol non transgenik
(45)

Uji beda Duncan untuk

a

= 0.05 menunjukkan bahwa pada pengamatan

9 hsi kultivar asahan berbeda nyata terhadap galur-galur lainnya. Sedangkan untuk

kontrol nontransgenik kultivar IRATI 12 dan rojolele tidak berbeda nyata. Galur

transgenik asal kultivar rojolele E-10-1 berbeda nyata dengan galur (2-27-1, F-1-1,

B-10-1, D-2-2, B-8-1, B-2-1, E-24-1, B-27-1, B-1 1-1, Rojolele nontransgenik,

IRAT112, asahan dan kencana bali tetapi tidak berbeda nyata dengan galur transgenik G3, G5 dan G6.

Varietas lokal seperti asahan dan kencana bali yang digunakan sebagai

pembanding menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan galur

transgenik. Varietas asahan sangat tahan sedangkan varietas kencana bali sangat

rentan terhadap P. oryzae ras 173. Ini menunjukkan bahwa ekspresi gen tunggal

yang muncul pada varietas asahan sehingga hanya tahan terhadap satu ras

cendawan saja (Frinckh, 1994).

Analisis Molekular

Berdasarkan uji ketahanan terhadap cendawan Pyricdaria oiyzae

dan

uji

hisomisin pada galur transgenik diambil masing-masing 7 individu secara acak

dari galur E-10-1

dan

B-11-1 untuk dianalisis amplifikasi gen entC dan pmsB.

Kedua gen ini diamplifikasi dengan teknik PCR secara terpisah. Oleh karena

memiliki suhu pelekatan primer (annealing) yang berbeda. Diduga karena sumber

gen yang berbeda Gen entC berasal dari

E.

coli sedangkan genpmsB berasal dari

Pseudornonas flourescens yang menghendaki kondisi optimasi berbeda

Wnggraini 2003).

Gambar 13 menunjukkan amplifikasi gen entC positif terlihat pada

individu E-10-1.30, E-10-1.43; B-11-1.5; B-11-1.23, B-11-1.75; B-11-1.49 serta

Kontrol pSA dan kontrol positif t m a n pertama (TO).

Gambar 14 menunjukkan adanya gen pmsB yang teramplifikasi pa&

individu E-10-1.30; E-10-1.34; E-10-1.27; B-11-1.5; B-11-1.23; B-11-1.75;

(46)
[image:46.547.68.490.36.782.2] [image:46.547.89.493.44.257.2]

Gambar 13. Hasil amplifikasi PCR gen en& pada individu galur transgenik

E-10-1 dan B-11-1.

Gambar 14. Hasil amplifikasi PCR gen pmsB pada individu galur transgenik

E-10-1 danB-11-1.

Pada Gambar 13 dan 14 ada pita yang muncul pada galur m s g e n i k individu Bll-1.75 dan E-10-1.27 yang pada awal pengujian higromisin menujukkan negatif higromisin, hal ini diduga karena p e m b u h a n tanaman tidak

seragam pada saat pembibitan sehingga kemunglnnan individu dari galur trangenik ini pertumbuhan awalnya terlambat.

(47)

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan yang di kemukakan, dapat

simpulkan sebagai berikut :

1. Hasil uji higromisin menunjukkan bahwa pola segregasi gen galur E-10-1

dan B-11-1 cenderung mengikuti pola segregasi Mendel 3 :1 untuk gen

dominan yang terintegrasi pada satu lokus.

2. Hasil ujj ketahanan pa& transgenik terhadap cendawan Rhimctonia solani

(Ag-1) didapati 2 galur transgenik asal kultivar rojolele yang memiliki

ketahanan terhadap serangan cendawan Rhizoctonia solani (Ag-1) yaitu

galur 510-1 dan EL1 1-1. Sedangkan untuk Galur transgenik asal JRATl12 adalah

G6

3. Hasil uji ketahanan padi transgenik terhadap cendawan Pyriculnria o r y e

(ras 173) didapati 6 galur yang memiliki ketahanan dengan persentase

intensitas penyerangan cendawan Pyricularia oryzue (ras 173) di bawah

50 persen yaituG1, G3, G5, G6, E-10-1 dan B-11-1.

4. Hasil analisis PCR menunjukkan adanya amplifikasi gen entC dan pmsB

pada individu galur E-10-1 dan B-1 1-1 turunan kedua (TI).

Saran

Adapun saran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah :

1. Sebaiknya penelitian Ianjutan untuk generasi T2 dilakukan uji hibridisasi

Southern untuk mengetahui pola integrasi transgen di dalam organisme

transgenik

2. Perlu dilakukan penyljian ketahanan untuk generasi T2 dan generasi

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.. 1986. Pengujian Lapangan Efikasi Fungisida ROVRAL 50 WP

Terhadap Penyakit hawar Pelepah Daun (Rhizoctoniu soluni) Pada Tanaman Padi Sawah. Departemen Pertanian. Hal 1-7.

Amir M, Kardin M. 1991. Pengendalian Penyakit Jamur. dulum Buku 3. Padi.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal 826.

Atkins R, John G. 1974. Rice diseases of the America. A Review of literature. ARS, U S D q Washington D. C. Agricultural Handbook No. 448. p. 47- 49. dulurr~ Kardin

,

M. K., H. Punvanti, A. Nasution dan Sutoyo. 1997. Penyakit Hawar Pelepah Daun Padi (Rhizoctoniu soluni): Permasalahan dan Prospek Pengendaliannya di Indonesia. Bul. Agro. Bio l(2): 9-14.

Baharsjah S, Kasryno F, Darmawani D E 1988. Kedudukan Padi dalam

Perekonomian Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 12.

Biro Pusat Statistik 1997. Luas dan Intensitas Serangan Organisme Pengganggu

Tanaman dan Bencana Alam Padi, Palawija dan Sayuran. Jakarta.

Broglie K, Borgle R, Benhamau N, Chet I. 1993. The role of cell wall degrading enzymes in fungal diseases resistence. P. 139-156. dulum Priyatno, T. P., M. S. Sudjono, Chaerani, Y. Suryadi, H. Punvanti dan H. A. Y. Nunung. 1999. Laporan Hasil Penelitian Teknik Produksi Mikroba Anti Jamw Karat Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor.

Chong J, Pierre1 M-A, Tanassova RA, Werck-Reichhart D, Fritig B, Saindrenan P. 2001. Free and conjugated benzoic acid in tobacco plants and cell cultures. Induced accumulation upon elicitation of defense responses and role as salicylic acid precursors. Plant Physiol. Vol. 125 :

3 18-328.

Eyendi AJ, Yalpani N, Silverman P, Raskin I. 1992. Localization, conjugation, and function of Salicylic acid in tobacco during thr hypersensitive reaction to tobacco mosaic virus. Proc. Natl. Acad. Sci. USA Vol. 89, pp. 2480-2484.

Frinekh MR 1994. Draft to gene deployment for the management of rice disease and pest. Workshop on "Population Genetic and Rice Disease Management". CRIFC, Bogor, Indonesia Heinrichs. E.A. 1994

(49)

Hartana A. 1992. Genetika Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Hal 1 13.

Hashioka Y. 1965. Effects of Environmental Factors on Developments of Causal

Fungus, Infection, Disease Developments and Epidemiology in Rice Blast Disease 265 p.

Herman M. 1996. Rekayasa Genetik untuk Perbaikan Tanaman. Bul. Agro. Bio

l(1): 24-34.

Hinchee MAW, Ward CDV, Newell CA, Mc Done11 RE, Sato SJ, Gasser CS,

Fischoff DA, Re DB, Fraley RT, Horsch

RB.

1988. Poduction of

transgenic soybean plants using Agrobacterium mediated DNA transfer. BioiTech. 6: 915-922.

[IRRI]

International Rice Research Institute. 1975. Research High Lights for 1974. Los Banos, philipines.

[IRTP] International Rice Testing Program. 1988. Standard Evaluation System for Los Banos, Philippines.

Jeanguyot M. 1994. Rice blast and its control. Memories et Travanx DeU IRAT, NO. 3 : 11-42

Gambar

Gambar 1. Jalur Biosintesis asam salisilat pada bakteri.
Tabel 3. Hasil uji higromisin dan analisis khi-kuadrat
Gambar 2. Bercak hawar dan arah penularannya pada varietas yang rentan.
Gambar 3. Tingkat kerusakan tanaman untuk galur transgenik GI, G3, G5, G6
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Tumbuhan pepaya ini menghendaki daerah beriklim tropis dan subtropis, sehingga tanaman ini bisa tumbuh di hampir seluruh wilayah Indonesia, budidaya pepaya

Asas kajian ini berdasarkan konsep nafsu Al-Ghazali bahawa manusia mempunyai tiga tahap nafsu iaitu nafsu mutmainnah, nafsu lawammah dan nafsu ammarah yang digunakan

melalui social media mengenai The Trans Luxury Hotel Bandung.. Untuk variabel keputusan menginap, dari keempat dimensi

HUBUNGANPENGETAHUAN SII'AP DlN'IINDA(ANKONIAK SERUMAH DENGAN KEJADIAN KUSTA DI KABU?ATEN... Itljddor rsn di kblF€D

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membangun sistem untuk memprediksi tinggi muka air pada suatu pos pengamatan yaitu pintu air

Pemerintah Kabupaten Demak khususnya dinas Pariwisata melakukan pendampingan kepada kelompok sadar wisata di desa Bedono ini diperlukan untuk mengawal jalannya proses,

[r]

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini berkembang pesat. Seiring dengan itu secara tidak langsung mengubah pola pikir dan cara pandang manusia, termasuk dalam cara