• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh politik domestik malaysia terhadap hubungan bilaterial Indonesia-Malaysia periode 2004-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh politik domestik malaysia terhadap hubungan bilaterial Indonesia-Malaysia periode 2004-2009"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ilmu Sosial

oleh

UMI KULSUM

NIM. 106083003677

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PERIODE 2004-2009

Skripsi

diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

Umi Kulsum

NIM: 106083003677

Menyetujui,

Pembimbing Penasehat Akademik

Drs, Armein Daulay, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA

NIP.130 892 961 NIP. 020 001 548

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 21 Maret 2011. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Program Strata 1 (S1) Jurusan Hubungan Intenasional.

Jakarta, 21 Maret 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si. NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002

Pembimbing

Drs. Armein Daulay M.Si. NIP. 130892961

Penguji I Penguji II

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 Maret 2011

(5)

iii

dan pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan, bahwa persoalan politik Malaysia relatif tidak terlalu mempengaruhi hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. Seperti yang kita ketahui hubungan antara Indonesia-Malaysia telah diwarnai dengan berbagai isu yang hingga saat ini masih belum ada penyelesaiannya, adanya permasalahan dalam politik domestik Malaysia tidak begitu banyak pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. karena sejak awal Malaysia merupakan negara multikultural yang rentan terhadap konflik antar etnis, sehingga permasalahan domestik yang akan selalu dihadapi Malaysia adalah masalah etnis yang sangat rentan dengan konflik.

Sedangkan dilihat dari dinamika hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia dari awal kemerdekaan Malaysia hingga tahun 2009, masalah seperti perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, dan perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai melanggar HAM memang sudah ada dan hingga saat ini masih belum bisa terselesaikan dengan baik. Kedua negara masih melakukan upaya-upaya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Penulis mendapatkan bahwa hal yang melatar belakangi terjadinya hubungan istimewa antara Indonesia dengan Malaysia selain mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang sama, tetapi karena telah membuat kedua negara menjadi simbiosis mutualistik (adanya saling ketergantungan) sehingga permasalahan politik domestik dimasing-masing negara tidak akan banyak berpengaruh terhadap hubungan bilateral kedua negara.

(6)

iv

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

ridho-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan

kepada Nabi Muhammmad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

Alhamdulillah, dengan ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Politik

Domestik Malaysia terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009” dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, arahan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu,

penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Armein Daulay, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang

telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran dan perhatiannya di

tengah-tengah berbagai kesibukan.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Agus Nilmada Azmi, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Kiky Rizky, M.Si., dan Mutiara Pertiwi, MA., sebagai Dosen Penguji Skripsi

yang turut membantu mengarahkan dan memberi saran dan ilmunya.

(7)

v

7. Musni Umar sebagai Sekertaris Eminent Persolan Group Indonesia-Malaysia

(EPG), yang telah meluangkan waktu nya dan membantu dalam penyediaan

data-data yang berkaitan dengan skripsi penulis.

8. Ayah dan ibu tercinta, yang telah mendidik penulis dengan kasih sayang,

memberikan pengorbanan baik materiil dan non materiil yang tidak terhitung

nilainya, serta tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a restu pada

penulis.

9. Adik-adikku, Yazid Albustomi dan Hizbu Agillah yang telah memberikan

motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Puji Nia Rahmatika, Dwi Wahyuni dan Iyul Yanti, yang selalu memberikan

motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi kenangan yang tidak

terlupakan bagi penulis. Terima kasih karena selalu ada saat suka dan duka sejak

awal kuliah hingga sekarang, semangat terus dan sukses buat kita semua.

11.Terima kasih kepada Natiqoh, Shinta Oktalia, Anne, Benardy, Rifqi, Siti Alfiah,

yang telah sama-sama berjuang di detik-detik terakhir penyelesaian skripsi sampai

pada proses sidang.

12. Seluruh teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi jurusan Hubungan internasional

angkatan 2006 terutama kelas B, yang telah memberikan dukungan dan motivasi

(8)

vi

14.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari, skripsi ini hanyalah bagian kecil dari khazanah ilmu

pengetahuan yang sangat luas. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan sumbangsih pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat

umumnya.

Penghargan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan semoga segala bantuan yang

tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai ibadah,

Amin.

Jakarta, 13 Maret 2011

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan penelitian ... 7

D.Kerangka Pemikiran ... 7

D.1. Teori Consociational ... 7

D.2. Konseptual Demokrasi “Ala” Malaysia ... 11

D.3. Politik Internasional (International Politics) ... 18

E. Metoda Penelitian ... 20

F. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA A.Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia ... 23

B.Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia ... 23

(10)

viii

BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP

HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE

2004-2009.

A.Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan

Bilateral Indonesia-Malaysia ... 52

B.Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia………..54

C.Upaya Menyelesaikan Permasalahan Hubungan Bilateral

Kedua Negara ... 57

BAB V PENUTUP

Kesimpulan.………..64

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(11)

ix

BA : Barisan Alternatif

BERJASA : Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia

BN : Barisan Nasional

DAP :Democratic Action Party

DUN : Dewan Undang Negeri

EPG : Eminent Person Group

EXCO : Executive Councillor

MCA : Malaysian Chinese Association

MIC : Malaysian Indian Congress

NEP : New Ekonomi Policy

NOC : National Operations Council

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PAP : Partai Aksi Rakyat

PAS : Partai Islam se-Malaysia

PANAS : Partai Negara Serawak

PBRS : Partai Bersatu Rakyat Sabah

PBDS : Partai Bangsa Dayak Sarawak

PPP : People’s Progressive Party of Malaysia

(12)

x PBS : Partai Bersatu Sabah.

PKR : Partai Rakyat Malaysia

PMIP : Pan-Malayan Islamic Party

SAPP : Sabah Progressive Party

SUPP : Serawak United People’s Party

SNAP : Sabah National Party

STAR : State Reform Party Saraak

TKI : Tenaga Kerja Indonesia

UPKO : Pasok Momogun Kadazandusun Organization

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini membahas mengenai masalah politik domestik Malaysia dan

pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Malaysia merupakan

nama baru bagi Persekutuan Tanah Melayu atau Malaya, yang memperoleh

kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957. Dalam perkembangan

selanjutnya pada tahun 1963 Inggris menggabungkan Singapura, Serawak dan Sabah

dalam naungan satu negara bersama Persekutuan Tanah Melayu dan diberi nama

Malaysia. Malaysia merupakan suatu negara federal yang terdiri dari 14 negara

bagian.1 Fokus skripsi ini adalah pengaruh dari politik domestik Malaysia terhadap

hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009.

Bila dilihat dari struktur penduduknya, Malaysia adalah negara dengan struktur

masyarakat plural. Penduduk Malaysia terdiri dari tiga kumpulan etnis yaitu, etnis

Bumiputera (Melayu) yang beragama Islam, China yang identik dengan Budha dan

India yang menganut agama Hindu.2 Etnis muslim Melayu pada umumnya dianggap

1

Di antara negara bagian tersebut adalah: Johor, Kedah, Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Sabah, Serawak, Selangor, Terengganu, dan Kuala lumpur, yang merupakan wilayah khusus negara Malaysia. Lihat Syahbuddin Mangandaralam, 1988., Mengenal Malaysia dari Dekat. Negara Tetangga Kita dalam ASEAN. (Bandung: Remadja Karya,). h. 36-37. Namun pendirian negara Malaysia tersebut mendapat pertentangan dari Indonesia dalam wujud konfrontasi “Ganyang Malaysia” (Crush Malaysia).

2

(14)

sebagai penduduk asli di negara Malaysia yang dikenal dengan sebutan kaum

Bumiputera. Mereka merupakan kelompok mayoritas dengan jumlah populasi 56%,

Bumiputera yang bukan muslim ialah 6,0%. Sedangkan kelompok China mencapai

27%, dan kelompok India berjumlah 8%. Di samping itu terdapat kelompok kecil

seperti orang Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh dan beberapa penduduk pribumi

yang banyak berdiam di Sabah dan Serawak yang berjumlah 3%.3

Dari uraian di atas, Malaysia yang dikenal sebagai negara multi etnis dan multi

religius sangat rentan terhadap konflik. Sistem politik ini menghadapi masalah yang

mengancam integrasi nasionalnya, yaitu potensi konflik antar etnik yang jumlahnya

hampir seimbang. Elit politik yang dominan di Malaysia berasal dari kelompok etnis

Melayu. Walaupun demikian, usaha untuk meredam konflik tersebut sementara dapat

diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak bagi pembentukan nation-building

secara luas pada masyarakat.

Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, Malaysia melakukan

nation-building dengan didukung oleh sistem politik akomodasi yang menganut teori

consociational. Artinya masyarakat yang plural hidup dalam atmosfir komunal.

Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-partai politik yang berbasis etnik, yang

memainkan peranan penting bagi stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.4

3

Abdul Rahman Embong. 2007. “Budaya dan Praktik Pluralisme di Malaysia Pasca

-Kolonial”, dalam Robert W, Hefner, Politik Multikulturalisme. (Yogyakarta: Impluse-Kanisius) h. 105.

4

(15)

Pada Tahun-tahun permulaan kemerdekaan, pemerintahan Malaysia diganggu

oleh beberapa konflik baik secara internal maupun eksternal diantaranya: konflik

dengan Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi (1962-1966)

menyangkut pembentukan Federasi Malaysia. konflik internal dengan keluarnya

Singapura pada 1965 karena politik diskriminasi, dan pertikaian antar-etnis di dalam

kerusuhan 13 Mei pada 1969. Efek dari kerusuhan 13 Mei 1969 yang menyebabkan

kematian ribuan orang menyadarkan bahwa jika ketimpangan tidak diatasi maka akan

terjadi sebuah kehancuran dalam suatu negara. Hal ini lah yang memicu munculnya

Kebijakan Ekonomi Baru (NEP)5 oleh Perdana Menteri Abdul Razak, dalam rangka

penaikan hasil bagi dalam bidang ekonomi antara bumi putra dengan kelompok etnis

lainnya. Malaysia sejak saat itu memelihara keseimbangan politik kesukuan, dengan

sistem pemerintahan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan

kebijakan ekonomi dan politik yang menyokong keikutsertaan dari semua etnis.

Sistem kepartaian Malaysia menggunakan sistem multi partai (multy party

system).6 Terdiri atas dua bagian yaitu: partai yang pro terhadap pemerintah, yang

tergabung dalam Barisan Nasional yang didominasi oleh United Malays National

Organization, kaum China dalam Malaysian Chinese Association, dan kaum India

bergabung kedalam Malaysian Indian Congress. Selain itu, ada juga partai yang

5

NEP merupakan sebuah kebijakan yang ambisius dan kontroversial untuk mengubah struktur ekonomi sosial masyarakat Malaysia. Dibentuk pada tahun 1971 di bawah pimpinan Perdana Menteri Tun Abdul Razak, NEP bertujuan menghilangkan ketimpangan ekonomi antara minoritas etnis China yang kaya dengan mayoritas etnik Melayu yang miskin. Lihat Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h.146.

6

(16)

berseberangan dengan pemerintah, yang tergabung dalam Barisan Alternatif sekarang

berubah nama menjadi Pakatan Rakyat yang didominasi oleh Partai Keadilan Rakyat

(PKR), Partai Islam se-Malaysia, dan Democratic Action Party.

Barisan Nasional merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja

menguasai tumpuk pemerintahan, namun telah memenangi kesemua pemilu yang

telah diadakan di Malaysia.7 Adanya keterlibatan pemerintahan Malaysia dalam

pembangunan ekonomi-politik Malaysia, telah memberi ruang politik kepada Barisan

Nasional yang telah mendominasi pemerintah Malaysia semenjak 1957. Hal ini yang

menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu bentuk orientasi budaya

politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya pemerintah yang mampu untuk

mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di Malaysia.

Namun pada pemilu ke-12 yang dilaksanakan Pada tanggal 8 Maret 2008 di

Malaysia, telah membuktikan merosotnya popularitas Barisan Nasional. Dalam

pemilu kali ini BN hanya memenangi 140 kursi, sedangkan BA berhasil memenangi

82 kursi parlemen dari 222 kursi parlemen.8 Hasil dari pemilu tahun 2008 ini

mengalami banyak perubahan dalam perolehan jumlah kursi diparlemen, pada pemilu

sebelumnya BN telah memenangi 198 kursi sedangkan BA hanya memperoleh 21

kursi dari 219 jumlah kursi diparlemen. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa

reformasi dalam sistem demokrasi di Malaysia sudah dinanti-nantikan, Hasil pemilu

7

Zaini Othman, dkk., 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi politik di Indonesia dan Politik baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu), h.169-170.

8

(17)

tersebut juga harus mendorong partai berkuasa untuk melakukan intropeksi terhadap

berbagai kebijakan mereka. Selain itu, Malaysia juga bisa belajar banyak dari

Indonesia yang sudah menjalankan kehidupan berdemokrasi.

Skripsi ini akan memfokuskan bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia

dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dinamika hubungan bilateral

Indonesia-Malaysia. Periode yang akan digunakan dalam analisis skripsi ini yaitu

periode 2004-2009, periode itu didasarknan pada pemikiran bahwa telah terjadi suatu

perubahan politik domestik Malaysia yang memungkin terjadinya suatu pandangan

baru dalam penyelesaian berbagai masalah dalam hubungan bilateral

Indonesia-Malaysia.

Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada masa pra kemerdekaan dianggap

sebagai hubungan yang istimewa karena kedua negara tersebut merupakan salah satu

tetangga di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan

kebudayaan yang sama. Penduduk dari kedua negara mempunyai ikatan kekeluargaan

yang erat khususnya antara Persekutuan Tanah Melayu dengan penduduk Sumatera,

karena wilayah-wilayah Malaysia dan Indonesia pernah berada di bawah naungan

kekuasaan kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit dan Malaka.9

Hingga saat ini hubungan Indonesia-Malaysia ini sering terusik oleh beberapa

masalah yang mengakibatkan hubungan bilateral kedua negara tidak baik. Misalnya

masalah perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, kemudian

9

(18)

sengketa pulau Sipadan-Ligitan (yang dimenangkan oleh Malaysia sebagai pemilik

sah kedua pulau tersebut dalam Mahkamah Internasional tahun 2002). Di samping

itu, muncul pula masalah Ambalat (Ambang Batas Laut). Sedangkan perbatasan di

darat ditemukan beberapa "patok" yang menandakan batas wilayah antara Indonesia

(Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) dengan Malaysia (Serawak dan Sabah)

yang telah bergeser letaknya, dan penampungan kayu-kayu dari hasil illegal logging.

Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan-hutan di Kalimantan dan Papua yang

sebagiannya dijadikan produksi rumah tangga dan diekspor oleh Malaysia ke luar

negeri. Selain itu, perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai

melanggar HAM. Selanjutnya masalah yang berkaitan dengan klaim hak kekayaan

intelektual, budaya dan kesenian khas Indonesia oleh negara tersebut. Misalnya

seperti batik, angklung, lagu “Rasa Sayange”, dan reog ponorogo.10

Dari uraian di atas, terdapat beberapa tema penting dalam hubungan

Indonesia-Malaysia yaitu: persaudaraan, kerjasama, konflik, keserantauan, yang mengakibatkan

pasang surutnya hubungan antara Indonesia-Malaysia.11 Maka dengan adanya

beberapa ganjalan-ganjalan tersebut rupanya memunculkan ide bersama untuk

membuat sebuah lembaga konsultasi di mana lembaga tersebut akan menjadi

jembatan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ada pun lembaga yang

beranggotakan para pakar dari kedua negara diberi nama Eminent Person Group

(EPG).

10

Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia Vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan Indonesia & Malaysia. (Jogyakarta: Garasi) h 101-102.

11

(19)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia terhadap hubungan

bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009, serta bagaimana

upaya yang dilakukan antara kedua negara dalam menanggapi berbagai

isu yang mewarnai hubungan bilateral tersebut?”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan

bilateral Indonesia- Malaysia periode 2004-2009.

2. Memperoleh Informasi mengenai upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh

kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang

mewarnai hubungan bilateral Indonesia-Malaysia periode 2004-2009.

D. Kerangka Pemikiran D.1 Teori Consociational.

Malaysia adalah negara yang pernah mencoba menerapkan mekanisme

consociational democracy” sebagai upaya untuk mengelola konflik-konflik

yang mereka hadapi. Tetapi penerapan consociational democracy di Malaysia

mengalami kegagalan dengan pecahnya kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969.

Membahas permasalahan Malaysia tersebut, digunakan konsep consociational

democracy yang dikemukakan seorang ilmuan Belanda, Arend Lijphart. Dalam

(20)

dikemukakan oleh Lijphart mendekati model politik plural yang berdasarkan

pada faktor perkauman seperti yang terdapat di Malaysia.12

Teori ini menekankan kerjasama dan kompromi antara partai-partai

politik yang mewakili berbagai kelompok yang membentuk pemerintahan.

Partai-partai politik tersebut mewakili kelompok atau etnik masing-masing.

Dampaknya ialah terdapat pergeseran kekuasaan yang secara relatif bersifat

sama atau adil dari segi pembagian kursi parlemen. Hal ini menjadikan

menteri-menteri yang duduk dalam jabatannya dipilih berdasarkan ketentuan etnis

masing-masing.13

Secara etimologis consociation berasal dari consociato, adalah istilah

yang pernah digunakan David Apter untuk menggambarkan situasi politik di

Nigeria. Sementara itu orang Belanda menggunakan istilah verzuiling untuk

menggambarkan situasi masyarakat yang terbagi dalam pilar-pilar yang

menyangga suatu kubah, seperti pilar yang menyangga bangunan kuno di

Yunani. Pada kubah atau bangunan sosial tersebut terjadi akomodasi dan

kompromi antara elit dari masing-masing pilar. Dalam masyarakat yang

12

Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Democracy: The Views of Arend Lijphart and Collected Criticisms. www.mmisi.Org. diakses pada12 Januari 2007. Dikutip dari Penelitian Armein Daulay dan Eva Mushoffa. 2010. Perubahan Politik Malaysia Pasca Pemilu 2008 Implikasinya dalam Praktek Kehidupan Bermultietnis. (Jurusan Hubungan Internasional, FISIP. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). h. 11.

13

(21)

sesungguhnya pilar-pilar tersebut mempunyai bentuk seperti pyramid.14

Lapisan atas dihuni oleh elit, kemudian lapisan bawah dihuni oleh massa

pengikutnya sebagaiman tergambar dalam diagram di bawah ini:

Diagram D.I.I.

Sumber: Nur Azizah, National Building, Satate Buiding, dan Pemabngunan Perekonomian di Asia Tenggara, diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

.

Dari diagram di atas, maka ciri khas dari consociational democracy

adalah: pertama, adanya pengelompokan masyarakat dalam masing-masing

kubu yang sangat kedap, tertutup rapat-rapat dan sulit ditembus dari luar.

Kedua, adanya komunikasi secara vertikal yang menghubungkan massa dengan

14

(22)

elitnya (pemimpinnya) dalam masing-masing kelompok (subculture), dan

Ketiga, Adanya perlembagaan perundingan antar elit atau dengan kata lain,

perundingan antar elit dijadikan proses negoisasi yang melembaga.

Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, yang mengatakan bahwa

upaya Malaysia membentuk nation-building didukung oleh sistem politik

akomodasi yang menganut teori consociational. Artinya masyarakat yang plural

hidup dalam atmosfir komunal. Mereka terefleksi dalam koalisi besar

partai-partai politik yang berbasis etnik, yang memainkan peranan penting bagi

stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.15

Selanjutnya, Lijphart melihat bahwa teori consociational lebih tepat

untuk masyarakat pluralis yang tersegmentasi dalam berbagai kelompok sosial

yang berbeda, karena teori ini menjamin bahwa setiap kelompok akan berbagi

kekuasaan dan mendorong para elit untuk memerintah bersama. Dengan

demikian, teori ini merupakan cara yang ampuh untuk melindungi kelompok

minoritas dan masyarakat budaya akomodasi pada elit perwakilan. Kesimpulan

yang dikemukakan oleh Lijphart bahwa demokrasi consociational tidak hanya

dapat diaplikasikan dalam masyarakat yang plural, tetapi juga untuk beberapa

negara, yang merupakan cara dibutuhkan untuk mencapai kestabilan demokrasi.

Karena prinsip yang mendasar bagi Lipjhart adalah “The realistic choice

is….between consociational democracy and no democracy at all” (pilihan yang

15

(23)

realistis adalah antara demokrasi consociational, atau tidak demokratis sama

sekali).16

D.2 Konseptual dari Demokrasi “Ala” Malaysia.

Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari para

filsuf Yunani. Akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai

sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat barat pada akhir

abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti

demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintah

menurut Samuel P. Huntington, demokrasi didefinisikan berdasarkan sumber

wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan prosedur

untuk membentuk pemerintah.17 Dari sisi yang lain, Huntington menjelaskan

bahwa demokrasi berkaitan dengan kemakmuran. Oleh karena itu, peralihan

menuju demokrasi akan berlaku di negara-negara yang mempunyai tahap

perkembangan ekonomi yang tinggi. Pendapat Huntington ini di aplikasikan

dalam konteks Malaysia yang merupakan sebuah negara yang masih dalam

proses pengukuhan demokrasi atau lebih tepat lagi masih di peringkat

pendemokrasian politik, di mana kemakmuran dan perpaduan antar kelompok

sangat penting selain aspek ekonomi.18

16

Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Demokracy. h. 10.

17

Samuel P. Huntington. 1997. Gelombang Demokratisasi Ketiga. (Jakarta: PT Midas Surya Grafindo) h. 4.

18

(24)

Sidney Hook misalnya berpendapat demokrasi adalah bentuk

pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara

langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang

diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Menurut pendapat Henry B. Mayo

demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan

bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang

diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang

didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana

terjaminnya kebebasan politik.19

Menurut Ahmad Atory Hussain, yang mengutip pendapat Diamond

bahwa demokrasi terbagi atas demokrasi electoral (electoral democracy)

sampai demokrasi liberal (liberal democracy), dan di antara dua varian ini ada

beberapa varian lainnya. Dengan merujuk pada konsep demokrasi electroral

dari Schumpeter, Diamond memandang demokrasi electoral sebagai konsep

demokrasi yang sangat minimal, karena varian ini mengukur demokrasi dari

hasil pemilihan umum (pemilu) dan mengabaikan aspek lainnya yang

memastikan bahwa seluruh unsur masyarakat terlibat, atau menyisakan ruang

bagi kemungkinan aktor-aktor yang tidak terseleksi dalam pemilu untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan.20 Sedangkan di sisi lain Demokrasi

19

Azyumardi Azra, 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. (Jakarta. ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 110.

20Larry Diamond, “Defining and Developing Democracy”, in The Democracy Source Book,

(25)

Liberal, telah melampaui ukuran-ukuran pemilu karena varian ini dengan tegas

menolak pembagian kekuasaan kepada militer atau elemen lain yang tidak

dapat dipertanggung jawabkan di hadapan pemilih. Varian ini juga mengukur

kewenangan eksekutif dengan akuntabilitas vertikal dan horizontal, serta

memberikan kebebasan yang penuh bagi ekspresi kepentingan-kepentingan dan

nilai-nilai yang berseberangan.21

Berangkat dari uraian di atas, ada baiknya kita melihat pelaksanaan

demokrasi di Malaysia, karena penerapannya agak “berbeda” dengan negara

-negara demokratis lainnya, sehingga Ahmad Atory Hussain menamakannya

sebagai demokrasi “ala” Malaysia. Konsep ini dirasakan berdasarkan

pengamatannya sendiri. Walaupun istilah tersebut tidak ada dalam kamus ilmu

politik, dalam hal ini Atory menambahkan bahwa tidak semua teori dan konsep

politik barat itu sesuai atau serasi dengan Malaysia. Atas dasar itu maka kita

merasa bahwa terdapat beberapa aspek demokrasi yang kalau di Barat dianggap

mempunyai unsur-unsur positif pada mereka, tetapi sebaliknya di Malaysia

mempunyai unsur negatif jika sampai diterapkan konsep demokrasi atau politik

barat tersebut.

Dalam pelembagaan Malaysia terdapat beberapa pasal yang menyebut

bahwa semua warga negara bebas berbicara, berbahasa, berkesatuan, bebas

mengamalkan agama, menulis, mengeluarkan pendapat, menggunakan bahasa

dan bebas menjalankan apa saja yang menjadi aktivitas dalam masyarakat. Hal

21

(26)

ini berhubungan dengan Hak Asasi Manusia, di mana secara definitif “hak”

merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku,

melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia

dalam menjaga harkat dan martabatnya.22

Selanjutnya, Hak Asasi Manusia sangat erat hubungannya dengan

kebebasan, dan pada dasarnya setiap manusia di negara manapun berhak

mendapatkan kebebasan dalam segala hal termasuk dalam berpolitik. Namun

dalam hal ini tidak semua negara sama dalam menerapkan suatu kebebasan

tersebut, seperti hal nya kebebasan yang dijalankan di Malaysia hampir mutlak

dijalankan di barat dan sering membandingkan dengan kebebasan yang

dijalankan di Malaysia, dan pihak oposisi di negara ini juga hampir senada

selalumenghantam kerajaan karena dianggap selalu membatasi kebebasan.

Meskipun demikian dengan kebebasan “ala” Malaysia ini, negara

Malaysia telah mencapai kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sangat

pesat. Jika Malaysia menerapkan kebebasan seperti yang dituntut oleh

demokrasi barat atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mungkin saja Malaysia

tidak akan mencapai pembangunan seperti sekarang ini.

Jika media diberikan kebebasan mutlak seperti yang terjadi di barat, maka

api perkauman akan merebak. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang bisa

mengerti atau memahami arti kebebasan dan demokrasi. Ada sebagian yang

22

(27)

mengartikan kebebasan sebagai pihak yang beroposisi terhadap pemerintah

(membangkang kerajaan). Jika tidak dipimpin secara jujur oleh para

pemimpin-pemimpin politik, maka pergolakan antar kaum atau etnis akan terjadi. Terlebih

lagi apalagi dalam kampanye pemilihan umum diijinkan seperti tahun 60-an

dulu, tentu akan kembali terjadi pergolakan antar etnis. 23

Jadi Atory memberikan contoh pada pembentukan ideologi komunis jika

diijinkan juga seperti yang dituntut dalam demokrasi barat, tentu akan terjadi

revolusi dan pergolakan antar masyarakat. Bagaimanpun jika trend

pembangunan yang mapan, pendidikan di kalangan masyarakat yang merata

serta budaya civic yang luas ditanamkan kepada rakyat yang tergolong dalam

beberapa kaum, pastinya kampanye secara besar-besaran dalam pemilihan

umum dapat dijalankan dengan beberapa peraturan dan etika. Akan tiba pada

satu tahap nantinya, masyarakat Malaysia tidak akan bertindak primitif dan

nuncivilized. Kemudian akan mencoba mengadakan kampanye secara terbuka

dan memberikan kebebasan kepada media namun secara bertahap.

Adanya perbedaan proses sosialisasi politik di tiap negara dapat

menimbulkan budaya politik yang berbeda di tiap negara. Kemudian dengan

adanya budaya politik yang berbeda di tiap negara dapat menyebabkan

perbedaan kinerja sistem politik tiap negara tersebut. Budaya politik juga dapat

23

(28)

membentuk identitas nasional karena budaya politik merupakan sikap, tingkah

laku, dan orientasi pemikiran politik dari masyarakat.24

Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Nidzammuddin Sulaiman, yang

dikutip dari Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad bahwa latar belakang

budaya politik di Malaysia memiliki pengaruh yang besar dari budaya politik

Melayu. Budaya dan pemikiran politik Melayu sedang mengalami transformasi.

Budaya politik Melayu bersifat feodal dengan ciri-ciri yang jelas seperti pada

masa kesultanan Melayu Malaka. Sifat atau struktur budaya politik ini

bercirikan agrarian, patron-client, pasif, non-political, setia, sensitif, dengan

derajat dan kedaulatan pemimpin (Raja). Budaya politik tersebut tidak

mengenal nilai demokrasi, persaingan dan kebebasan yang dituntut oleh

kebanyakan masyarakat sekarang.25

Akan tetapi dalam perkembangannya budaya politik tersebut dapat

berkembang, berubah ataupun tetap. Walaupun kemungkinan besar budaya

politik akan lebih cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Namun hal

ini tergantung pada sosialisasi politik karena sosialisasi politik merupakan

proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi

selanjutnya. Begitu juga dengan Malaysia, dengan kedatangan penjajah yang

24

Toto Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. (Jakarta: Universitas Terbuka) h. 2.9.

25

(29)

membawa pendidikan barat telah membawa sedikit perubahan walaupun tidak

menyeluruh.26

Demokrasi dan kebebasan mulai berkembang, baik di Filipina yang

dijajah oleh Amerika Serikat maupun Malaysia yang dijajah oleh British

(Inggris). Secara jelas kedatangan penjajah tersebut telah menggeserkan nilai

politik tradisional dengan nilai politik yang baru, diantaranya telah

mengenalkan institusi politik yang baru seperti pelembagaan, dewan

perwakilan, pemilihan umum, partai politik dan mahkamah.

Selepas perang dunia kedua zaman penjajahan secara berangsur-angsur

berakhir. Tanah-tanah jajahan mulai mencapai kemerdekaan, setelah mendapat

kemerdekaan kebanyakan negara baru memiliki semangat yang tinggi untuk

membangun negaranya baik dalam sudut sosial, ekonomi, maupun politik.

Kemudian kebanyakan negara membangun dan melaksanakan sistem

pemerintahan dengan demokrasi seperti yang dilaksanakan di barat tanpa

mengambil perbedaan atas latar belakang masyarakat, seperti taraf pendidikan

yang masih rendah, elemen feodal yang masih kuat, tingkat ekonomi yang

masih rendah serta sifat budaya politik yang parokial.

Dalam masyarakat seperti ini identifikasi individu masih terikat dengan

sentiment primordium. Ikatan kesetiaan masih terpusat pada sentiment

perkauman yang menonjolkan ciri-ciri etnik, agama, bahasa dan budaya.

Sehingga etnis bukan Melayu masih belum merasakan negara ini sebagai

26

(30)

negara mereka, seperti hal nya terjadi di Malaysia yang menyebabkan

terjadinya kerusuhan 13 Mei 1969 hingga meruntuhkan kerajaan dan

keseluruhan sistem pemerintahan. Dari uraian di atas, maka dibuatlah konsep

demokrasi yang cocok dengan latar belakang masyarakat Malaysia yaitu,

demokrasi “ala” Malaysia seperti yang sudah dijelaskan di atas. 27

D.3 Politik Internasional (International Politics).

Politik internasional menurut K.J Holsti adalah studi mengenai pola

tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon

negara lain.28 Selain mencakup unsur power, kepentingan, dan tindakan, politik

internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional

deterrence, dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi

politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan

reaksi dan respon bukan aksi.29

Politik internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam

hubungan internasional. politik internasional membahas keadaan atau soal-soal

politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan

27

Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. h. 35-37.

28

Lingkungan eksternal juga dijelaskan oleh Rosenau dalam konsep politik luar negeri yang mengatakan bahwa kebijakan luar negeri yaitu, upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selain itu, kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The Free Press. hal. 171-173.

29

(31)

berfokus pada diplomasi dan hubungan hubungan antar negara dan

kesatuan-kesatuan politik lainnya. Politik internasional seperti halnya politik domestik

terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan dukungan,

gangguan dan pengaturan. Negara membuat pembedaan antara kawan dan

lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon

atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses

interaksi antara dua negara atau lebih.30

Politik internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung

dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan

interplay, antar aktor dalam lingkungannya. Secara umum, objek yang menjadi

kajian politik internasional juga merupakan kajian politik luar negeri, dimana

keduanya menitik beratkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan

serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan

eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan

merupakan kajian politik luar negeri, dan akan menjadi kajian politik

internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola

tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain, seperti dapat

dilihat pada tabel berikut:

30

(32)

Tabel D.3.I. Politik Internasional

Negara A Negara B

Tujuan Tindakan

Tindakan Tujuan

Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respons.

Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan

limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi

sasaran pengaruh yang langsung maupun tidak langsung, harus menentukan

sikap melalui respons., manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk

mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lainnya agar menerima

keinginan politiknya.31 Kerangka pemikiran politik internasional ini akan

digunakan untuk menganalisis proses apa saja yang diambil oleh kedua negara

dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antara Indonesia-Malaysia. hal ini

penting untuk dikaji dan dibahas secara mendalam karena menyangkut

kepentingan kedua negara.

E. Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan studi kepustakaan.

Menurut Bogdan dan Taylor, motoda kualitatif ialah prosedur penelitian yang

31

Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. h. 41.

(33)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.32 Berkaitan dengan isu yang hendak penulis kemukakan, maka

penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh

melalui pernyataan-pernyataan resmi pemerintah Indonesia, dan beberapa dokumen

lainnya serta melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang

berkompeten di bidangnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan

studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini berupa pencarian data melalui

bacaan-bacaan yang berkaitan dengan tema yang diusung dalam penelitian. Sumber-sumber

data tersebut berupa hasil catatan lapangan, dokumen pribadi atau dokumen resmi,

buku hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.33

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kerangka Pemikiran

E. Metoda Penelitian

F. Sistematika Penulisan

32

Lexy J. Moleong. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja Rosdakarya) h. 3.

33

(34)

BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA

A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia

B. Kondisi Pemerintahan dan politik Malaysia

C. Etnisitas dalam Poliitik Malaysia

BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA

A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia

B. Permasalahan yang Dihadapi Antara Indonesia-Malaysia

BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP

HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE

2004-2009.

A. Pengaruh Pergolakan Politik Malaysia terhadap Indonesia

B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia

C. Upaya Penyelesaian Permasalahan Hubungan Bilateral Kedua

Negara

BAB V PENUTUP

Kesimpulan

(35)

23

Bab kedua ini membahas tentang politik domestik Malaysia. Pembahasan

terdiri dari tiga sub bab, yaitu dimulai membahas struktur penduduk dan masyarakat

Malaysia, kondisi pemerintahan dan politik Malaysia, perkembangan politik Malaysia

hingga terjadinya perubahan politik Malaysia pasca pemilu 2008.

A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia

Malaysia sebagai negara federal, telah dibagi menjadi beberapa negara bagian

(states) dan tiga „negara persekutuan’ (federal territories). Malaysia Barat yang

terletak di Semenanjung Malaysia terdiri dari negara-negara bagian Johor, Kedah,

Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang atau penang,

Selangor, Terengganu, dan dua wilayah persekutuan (Putrajaya dan Kuala Lumpur).

Sedangkan Malaysia Timur yang terletak di Pulau Borneo (Kalimantan), terdiri dari

tiga negara bagian satu wilayah persekutuan (Labuan), Sabah dan Serawak.1

B. Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia

Negara Malaysia adalah monarki konstitusional yang dikepalai Dipertuan

Agong (paramount ruler), yang secara adat disebut dengan Raja. Ia dipilih lima tahun

1

(36)

sekali di antara sembilan sultan dari negara-negara semenanjung Malaysia. Di

samping sebagai kepala negara (head of state), Raja juga berfungsi sebagai pemimpin

agama Islam Malaysia. Kekuasaan eksekutif dijalankan kabinet yang dipimpin oleh

Perdana Menteri, sebagai kepala pemerintahan (chief exsekutif).2 Konstitusi Malaysia

menyaratkan bahwa Perdana Menteri harus merupakan anggota Dewan Rakyat yang

memimpin mayoritas kekuasaan politik di parlemen. Menteri-menteri yang duduk

dalam Kabinet diangkat dari anggota Dewan Rakyat dan bertanggung jawab kepada

lembaga tersebut. Sistem administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga

struktur, yaitu: Pemerintah Pusat (federal) di Kuala Lumpur, Pemerintah Negara

Bagian di setiap negara bagian, dan Pemerintah setempat (local government).3

Parlemen Malaysia menganut sistem bikameral yang terdiri dari Dewan Negara

(States Assembly) dan Dewan Rakyat (House of Representatives). Anggota Dewan

Negara terdiri dari 58 anggota, 26 orang diantaranya dipilih oleh Dewan Undangan

Negeri dan 13 anggota dipilih oleh Majelis negara bagian, dan selebihnya dibentuk

oleh kepala negara atas usul dari Perdana Menteri. Para anggota Dewan Negara

menduduki jabatannya selama 6 tahun.4 Sedangkan untuk anggota Dewan Rakyat

berjumlah 219 orang yang dipilih 5 tahun sekali dalam pemilu distrik.

Pada setiap negara bagian terdapat pemerintahan negara bagian yang dipimpin

oleh Menteri Besar atau Ketua Menteri yang dibantu oleh Sekretaris Negara (Daerah)

2

Anissa, Ibid., h. 40.

3

Lihat A Effendy Choirie. 2008. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. (Jakarta: Pensil-324) h.39.

4

(37)

dan sejumlah Exco (Executive Councillor) yang jumlahnya sesuai dengan

masing-masing undang-undang negara bagian. Di setiap negara bagian terdapat badan

legislatif yang disebut Dewan Undang Negeri (DUN) yang dipilih dalam pemilu. 5

Badan Yudikatif dalam bentuk Pengadilan Tinggi Malaysia yang mengakui dan

menjamin berlakunya konstitusi masing-masing negara dan struktur

pemerintahannya. Badan peradilan mencontoh lembaga-lembaga hukum Inggris dan

India, dan merupakan sebuah badan yang independen, yang terdiri dari Hakim

Agung, Mahkamah Agung, dan badan-badan peradilan yang lebih rendah. Mahkamah

Agung berwewenang untuk menafsirkan konstitusi federal maupun negara bagian,

dan dapat bertindak sebagai penengah kalau sampai terjadi perselisihan antara Kuala

Lumpur dan Pemerintah Negara Bagian.6

Malaysia menganut sitem multi partai (multy party system). Artinya dari

masing-masing etnis membentuk suatu partai yang mewakili kelompoknya.

Partai-partai politik di Malaysia, antara lain:

1. United Malays National Organization (UMNO), didirikan pada tahun 1946

oleh Dato’ Onn Ja’far.

2. Malaysian Chinese AssocIation (MCA), didirikan pada tahun 1949 oleh Tan

Cheng Lock.

3. Malaysian Indian Congress (MIC), didirikan pada tahun 1946 oleh John

Thivy, bergabung dengan BN 1955.

5

Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h.41-42.

6Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.

(38)

4. Malaysian People’s Movement party (Partai gerakan Malaysia/Gerakan),

didirikan pada tahun 1968 oleh Lim Chong Eu dan Tan Chee Koo,

bergabung dengan BN 1973.

5. People’s Progressive Party of Malaysia (PPP), didirikan pada tahun 1953

oleh Seenivagasan bersaudara, bergabung dengan BN pada 1973.

6. Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak (PBB), didirikan pada tahun

1973 sebagai gabungan dari Partai Pesaka dan Partai Bumiputera.

7. Serawak United People’s Party (SUPP), didirikan oleh Ong Kee Hui dan

Stephen Yong pada tahun 1959, partai pertama di Serawak, bergabung

dengan BN pada tahun 1976.

8. Sabah National Party (Partai Kebangsaaan Sabah/SNAP), didirikan oleh

Stephen Kalong Ningkan. Bergabung dengan BN pada tahun 1963,

Kemudian pernah keluar dari BN pada 1966 dan bergabung kembali pada

1976.

9. Partai Bangsa Dayak Sarawak (PBDS), didirikan pada tahun 1983

merupakan pecahan dari partai SNAP Kemudian bergabung dengan BN

1984.

10. Sabah Progressive Party (SAPP), didirikan pada tahun 1994 merupakan

pecahan dari partai Bersatu Sabah (PBS).

11. Liberal Democration Party, didirikan oleh Hiew Ming Kong dan Chong Kah

(39)

12. Partai Bersatu Rakyat Sabah (PBRS), didirikan oleh Datuk Clarence

Bongkos, yang merupakan pecahan PBS Kemudian bergabung dengan BN

pada tahun 1994.

13. Pasok Momogun Kadazandusun Organization (UPKO), yang merupakan

pecahan dari PBS, bergabung dengan BN pada 1994.

14.Partai Islam se-Malaysia (PAS), didirikan tahun 1951. Pada awal

terbentuknya partai ini merupakan Biro Agama UMNO dan pernah bergabung

dengan BN pada tahun 1971 Kemudian keluar pada tahun 1977.

15.Democratic Action Party (DAP), partai ini merupakan pecahan dari PAP

(Partai Aksi Rakyat) yang menjadi partai berkuasa di Singapura. Dipimpin

oleh Lim Kit SIang, DAP semula bergabung dalam Barisan Alternatif namun

keluar dari koalisi pada September 2001. Dalam pemilu 2004 DAP bertanding

sebagai partai independen.

16.State Reform Party Saraak (STAR), partai ini merupakan pecahan dari SNAP

dan didirikan oleh Dr. Patau pada tahun 1995.

17.Partai Keadilan (KEADILAN), didirikan oleh pendukung mantan Deputi PM

Anwar Ibrahim dan dipimpin oleh Datin Seri Dr. Wan Azizah Ismail.

18.Malaysian People’s Party (Partai Rakyat Malaysia/PKR), merupakan

kelanjutan dari partai Rakyat yang dibentuk kembali pada tahun 1974.

19.Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia (BERJASA), didirikan oleh H.

Mohammad Nasir dan tokoh pecahan PAS bergabung dengan BN pada tahun

(40)

20.Partai Negara Serawak (NEGARA), didirikan pada 1974 oleh mantan anggota

Partai Negara Serawak (PANAS). 7

Partai besar yang paling berpengaruh di Malaysia adalah The United Malays

National Organization (UMNO) yang dibentuk pada 11 Mei 1946 oleh Dato Onn

Jafar. UMNO adalah partai mewakili etnis Melayu dan beragama Islam, dengan

tujuan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa/suku Melayu mengingat

sebelumnya etnis Melayu terpinggirkan dalam lapangan ekonomi dan politik.8

Selain itu adanya alasan bahwa pemerintah kolonial Inggris bersikeras untuk

memindahkan kekuasaannya hanya kepada pemerintahan yang multirasial,

dikarenakan pemerintahan Inggris tidak ingin memerdekakan Malaysia jika tidak

terjamin stabilitas dan kepentingannya di masa depan. Di samping itu pemerintah

Inggris percaya bahwa pemerintahan Melayu tidak akan dapat mengatasi

pemberontakan komunis di bawah pimpinan Chinpeng, yang didukung oleh China.

Inggris mendukung UMNO sebagai partai besar di Malaysia untuk bekerjasama

dengan kelompok non-Melayu.9

Semenjak terbentuknya rangkaian elit politik sampai pada pemilu 2008, UMNO

merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja menguasai tumpuk

7

Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h. 44-46.

8

Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. h. 46-47.

9

(41)

pemerintahan, namun telah memenangi semua pemilu yang telah berlangsung di

Malaysia. Hal ini bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel B.I

Hasil-Hasil Pemilu Dewan Rakyat Malaysia Pada Tahun 1959-2008

Tahun

Sumber: A Effendy Choirie, Islam-Nasionalisme UMNO-PKB Studi Komparasi dan Diplomasi, hal. 49

Dari tabel diatas bisa dilihat dari hasil pemilu dari tahun 1959 semenjak

kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, hampir 80% dari persentase kursi di

Parlemen didominasi oleh BN. Hal ini telah memberi ruang politik yang dominan

kepada BN untuk mengkonstruksi suatu bentuk ideologi populis terhadap masyarakat

Malaysia. Hal ini yang menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu

(42)

pemerintah yang mampu untuk mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di

Malaysia.10

Namun pada pemilu 2008, BN yang hanya memenangi 140 kursi dan hanya

menguasai sembilan negara bagian.11 Sedangkan BA memenangi 82 kursi parlemen

dan berhasil menguasai lima negara bagian, diantaranya Ialah Penang, Kelantan,

Perak, Selangor, Kedah. Pada pemilu kali ini, BA kehilangan 51 kursi dari 222 kursi

parlemen.12 Apabila dikaitkan dengan peraturan dalam konteks sistem demokrasi

berparlemen di Malaysia, kemenangan 140 kursi tersebut menang cukup untuk BN

memerintah di Malaysia. Namun tidak berarti semua keputusan dapat diambil dalam

parlemen karena adanya pendapat lain dari BA.

Ada beberapa Faktor yang menyebabkan menurunnya suara yang di peroleh

oleh BN diantaranya: merosotnya wibawa pemerintah karena mengerasnya

ketegangan etnis hingga menguatnya ISA,13 terjadi konflik internal dalam UMNO

yang menyebabkan semakin kompaknya BA, selain dari itu, maraknya isu korupsi,

Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah, Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur.

12

Zaini Othman. Dalam Buku Leo Agustino, Ibid.,h. 190.

13

(43)

naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok hingga upaya untuk mencegah kembalinya

tokoh oposisi Anwar Ibrahim ke panggung politik.14

Dari gambaran di atas, pelaksanaan pemilu 2008 di Malaysia BN telah

disandingkan secara ketat dengan BA. Walaupun presentase BN dalam setiap pemilu

selalu mendominasi BA, namun tidak mustahil bagi BA mengambil kekuasaan dari

tangan BN. Hal ini dikarenakan dari beberapa hasil pemilu jelas sekali presentase

jumlah suara yang didapatkan BA semakin mengejar BN.

C. Etnisitas dalam Politik Malaysia

Membahas etnisitas dalam politik Malaysia berkaitan erat dengan keberadaan

tiga etnis yang membawa partai masing-masing. Pada masa pra kemerdekaan, Islam

dan Nasionalisme diterima sebagai paket kehidupan semua kekuatan politik yang

mempunyai tujuan menjamin keutuhan Melayu.15 Selain itu, Malaysia juga

menggunakan hukum-hukum syariat Islam dalam proses kehidupan bernegara yang

menjadikan etnis Melayu sebagai kelompok mayoritas muslim merasa bangga, hal itu

terlihat dengan banyaknya etnis Melayu yang menduduki birokrasi dan pertanian,

sementara etnis non-Melayu dominan di bidang perdagangan, dan hanya berprofesi

sebagai kelas pekerja.16

14

http://www.indopos.com. A. Effendy Choirie. Meneropong Wajah Pemilu Malaysia. Senin, 10 Mar 2008.

15

Hussin Mutalib, 1996. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. (Jakarta: LP3ES) h. 38.

16

(44)

Adanya konsep Ketuanan Melayu yang menjadikan etnis Melayu sebagai

"tuan" atau "pengsuasa" Malaysia, seperti yang tertuang dalam artikel 153 Konstitusi

Malaysia.17 Konsep ketuanan Melayu ini dibentuk oleh politikus-politikus Malaysia,

terutama yang berasal dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang

memiliki pengaruh kuat di Malaysia.18

Adanya ketimpangan sosial antara etnis Melayu dengan etnis non-Melayu ini

telah menyebabkan etnis non-Melayu masih belum merasakan negara Malaysia

sebagai negara mereka dan masih merasa didiskriminasikan di negaranya sendiri. Lee

Kuan Yew seorang pemimpin pemerintahan Singapura dari Partai Aksi Rakyat

(PAP), secara publik mendeklarasikan penolakannya atas ketuanan Melayu, dan

sebaliknya menyerukan "Malaysian Malaysia" (Malaysia-nya orang Malaysia).

menurut pendapat Lee Kuan Yew, bangsa Melayu mulai bermigrasi ke Malaysia

dalam jumlah besar hanya sekitar 700 tahun yang lalu. Dari 39% kaum Melayu di

Malaysia, sepertiganya adalah imigran baru yang datang ke Malaya dari Indonesia.

Oleh karena itu sangat tidak logis bagi kelompok rasial tertentu untuk berpikir bahwa

merekalah yang paling dibenarkan disebut sebagai bangsa Malaysia dan mendapatkan

jaminan hak-hak khusus dari pemerintah Malaysia.19

17

Maksud dari artikel 153 tersebut adalah menghilangkan ketidakseimbangan antara etnik China dan Malaysia untuk menciptakan kesetaraan ekonomi. Tetapi, dimasa-masa awal pembangunan untuk mengisi kemerdekaan Malaysia, pendapatan ekonomi bumiputera tidak juga meningkat dan hanya mendapatkan 2,4 % dari seluruh ekonomi, sisanya dikuasai China dan pihak-pihak luar negeri. Inilah yang memicu kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969 tersebut. Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia. (Jogjakarta: Garasi). h. 146-147.

18

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolonial.di Malaysia. diakses. 19 Februari 2011.

19

(45)

Hubungan antar etnis Melayu dan non-Melayu yang tidak harmonis tersebut

mencapai puncaknya pada kerusuhan rasial 1964 di Singapura yang masih merupakan

wilayah Malaysia. Dalam hal ini Lee Kuan Yew pada tahun 1965 terus bersikap

melancarkan kampanyenya dengan membentuk Dewan Solidaritas Malaysia

(Malaysian Solidarity Council/MSC) yang terdiri dari partai-partai multirasial seperti

Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party, PAP), Partai Progresif Rakyat (People's

Progressive Party, PPP) dan Partai Demokrasi Bersatu (United Democratic Party,

UDP).20

Setelah adanya reaksi seperti yang dikemukakan di atas, akhirnya anggota

parlemen dari UMNO Mahathir Mohamad menyerang Lee Kuan Yew dalam

parlemen. Ia mengatakan bahwa orang China Singapura tidak pernah mengetahui

kekuasaan Melayu dan tidak dapat menerima gagasan bahwa orang-orang yang telah

mereka tundukkan (etnis Melayu) sekarang berada dalam posisi memerintah mereka.

Melihat kejadian tersebut, Tunku Abdul Rahman dari UMNO yakin bahwa

perseteruan ini jika dilanjutkan lebih jauh maka akan berakhir pada kekerasan,

sehingga ia meminta Singapura untuk memisahkan diri dari Malaysia. Pernyataan ini

ditanggapi secara positif oleh Lee Kuan Yew sehingga Singapura keluar dari

Malaysia, menjadi negara merdeka pada tahun 1965 dengan Lee Kuan Yew sebagai

perdana menteri.

Pemisahan Singapura dari Malaysia, ternyata tidak meredakan isu-isu etnik

yang ada di Malaysia. Justru dengan adanya pemisahan Singapura tersebut dipandang

20

(46)

oleh sebagian besar bangsa Malaysia sebagai isu etnik yang telah mendorong

fanatisme etnik sampai pada tingkat yang tidak dapat ditolerir lagi. Keadaan ini

terlihat pada saat Malaysia Barat melangsungkan pemilihan umum untuk anggota

parlemen pada tanggal 10 Mei 1969. Pemilihan umum ini adalah yang pertama yang

diikuti oleh partai-partai oposisi non-Melayu secara besar-besaran.21 Walaupun pada

pemilihan umum sebelumnya isu-isu etnik selalu muncul namun dapat dibungkam.

Strategi yang diterapkan UMNO pada pemilihan umum tahun 1969 adalah

mengarahkan kampanye kepada kalangan bangsa Melayu untuk menandingi

pengaruh dari Pan-Malayan Islamic Party (PMIP) yang sekarang bernama Partai

Islam se-Malaysia (PAS). Akibatnya UMNO kurang memperhatikan perlunya

mencari dukungan dari kalangan etnik non-Melayu, dan membiarkan tugasnya itu

dilakukan oleh rekannya dari Partai Aliansi MCA dan MIC namun usaha mereka

ternyata tidak begitu berhasil.22

Dalam pemilihan umum tahun 1969, partai oposisi ternyata lebih sukses dengan

menggeser pemerintahan UMNO di tiga negara bagian yaitu Kelantan, Terengganu,

Perak. Hal ini hampir menjatuhkan mayoritas dua pertiga kursi parlemen yang

dipegang oleh UMNO. Kemudian Partai Aliansi menyerang dan menuduh kaum

oposisi non-Melayu, terutama yang dari DAP, GRM, dan PPP, sebagai partai-partai

21

Pada saat itu terjadi konflik karena adanya isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi dan sentimen menjadi tema sepanjang kampanye pemilu 1969 yang mengakibatkan meningkatnya semangat masyarakat Melayu dan China di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang berkaitan dengan bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera) dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan.

22Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.

(47)

etnik yang anti Melayu. Tetapi serangan terbesar ditujukan pada DAP, Partai ini

berkampanye untuk menciptakan Malaysia yang multi rasial, menyerukan

penghapusan hak-hak khusus orang Melayu dan mendorong terciptanya masyarakat

yang terbuka dan menghargai orang berdasarkan kepandaian.23

Di Kuala Lumpur para pendukung partai oposisi meneriakkan kata-kata rasialis

yang menghina orang Melayu, hal ini telah menyebabkan meningkatnya suasana

ketakutan dan kebencian. Sehingga pada tanggal 13 Mei 1969 terjadi kerusuhan antar

kelompok etnik pecah keadaan ini berawal dari kelompok Melayu yang mengalami

provokasi yang ekstrim. Selama dua minggu etnik Melayu menyerang orang China

dan etnik India.24

Setelah kerusuhan yang terjadi di Malaysia pada bulan Mei 1969 terjadi

kemerosotan kepercayaan dikalangan penduduk non-Melayu terhadap pemerintah

terutama pada aparat keamanan, karena ketidak mampuan mereka untuk memelihara

ketertiban umum secara adil. 25

Pada akhirnya pemerintah mengambil suatu kebijakan dengan membekukan

parlemen selama periode yang tidak ditentukan. Pada saat yang sama pula menunda

23

Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas, Ibid., 236-237.

24

Dampaknya ialah menyebabkan banyak penduduk terbunuh dan luka-luka, dan beribu-ribu rumah dan bangunan lainnya dibakar. Dalam kerusuhan ini orang China dan India menjadi korban yang paling parah. Angka resmi menunjukkan 196 mati, 439 cedera, 39 hilang dan 9.143 ditahan, 211 kendaraan musnah. Tapi spekulasi mengatakan 700 orang mati terbunuh. Insiden 13 Mei ini memicu kemarahan di negara tetangga Singapura. Orang-orang Tionghoa Singapura yang merasa tidak senang atas apa yang terjadi terhadap orang-orang Tionghoa Malaysia di Malaysia, mulai melakukan kerusuhan terhadap orang-orang Melayu Singapura di Kampong Glam dan daerah Pecinan (Chinatown). Barikade-barikade jalan dipasang oleh militer untuk mencegah kekerasan lebih jauh.

Namun korban yang jatuh tidak setinggi yang di Malaysia. Dikutip dari

http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.

25

(48)

pemilihan umum di Serawak dan Sabah. Kemudian setelah itu, dibentuk Dewan

Operasi Nasional (National Operations Council atau NOC), yang terdiri dari Tun

Razak (yang waktu itu menjadi Wakil Perdana Menteri/ Timbalan Perdana Menteri)

sebagai ketua.26 Dibentuknya kebijakan NOC dengan tujuan membentuk serangkaian

”Komite Niat Baik” pada tingkat federal dan negara bagian, menyingkirkan

tokoh-tokoh UMNO yang mempelopori tindakan-tindakan radikal untuk memperkokoh

dominasi politik orang Melayu, dan meningkatkan posisi ekonomi bangsa Melayu.

Secara perlahan-lahan NOC membuat berbagai kebijakan baru, yakni mendirikan

Departemen Persatuan Nasional pada bulan Juli 1969 dengan sebuah mandat untuk

mewujudkan suatu ideologi negara yang baru, Kemudian dikenal sebagai ”Rukun

Negara”.

Rukun negara sebagai suatu ideologi baru diumumkan pada pertengahan tahun

1970 yang terdiri dari lima ”keyakinan” (Persatuan bangsa, demokrasi, Keadilan,

Liberal, dan Kemajuan) dan lima ”asas” Kepercayaan pada Tuhan, Kesetiaan kepada

penguasa tertinggi yaitu Yang Dipertuan Agong dan kepada Negara mendukung

konstitusi, berperilaku baik, dan moralitas. Selanjutnya dibentuk pula Dewan

Permusyawaratan Nasional pada bulan Januari 1970 yang terdiri dari para pemimpin

Aliansi, para ahli hukum, para ahli ekonomi, kelompok profesional lain, dan beberapa

wakil partai oposisi seperti: SNAP (Serawak National Party) dan GRM (Gerakan

26

(49)

Rakyat Malaysia) diperbolehkan turut serta dalam dewan tersebut, namun terhadap

DAP ditolak.27

Ada dua hasil utama yang dapat dipetik dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas:

pertama, rencana Pembangunan Malaysia Kedua dirumuskan dan dilaksanakan, serta

kedua, diciptakannya pra kondisi untuk mengaktifkan kembali parlemen dan kembali

kepada demokrasi konstitusional. Masa kekuasaan peralihan NOC, oleh banyak

pengamat dianggap menandai berakhirnya demokrasi di Malaysia jelas sangat

bermanfaat. NOC telah meredakan perselisihan etnis dan dari sudut pandangan

pemerintah.

Keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh NOC, diantaranya berisi larangan

untuk mempermasalahkan isu-isu sensitif yang mungkin membangkitkan emosi rasial

misalnya berkenaan dengan Bahasa Nasional (yakni Bahasa Melayu), kedudukan

khusus bangsa Melayu dan penduduk Bumiputra lainnya, hak-hak kewarganegaraan

warga China dan India, serta kedaulatan Raja-raja Melayu.28

Etnisitas dalam politik Malaysia memperkuat argumen tentang pentingnya

faktor domestik dalam pembentukan keamanan nasional. Dominasi politik Melayu

dalam politik Malaysia merefleksikan adanya interplay antara keamanan etnis

Melayu dankonsepsi keamanan nasional. Rasa aman dan tidak aman yang dirasakan

etnis Melayu terefleksi dalam kebijakan keamanan pemerintah. Bahkan rasa aman

dan tidak aman UMNO pun secara bertahap berhimpitan dengan rasa aman dan tidak

27 Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.

Perbandingan Sistem Politik. h. 238-239.

28

Gambar

Tabel B.I Hasil-Hasil Pemilu Dewan Rakyat Malaysia Pada Tahun 1959-2008
Tabel B.I Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk membuat model simulasi percepatan penjadwalan pengerjaan proyek pembangunan Hull Construction kapal LCU dengan

misalnya ke sisi kanan atau sisi atas atau sisi kiri dari desktop yang masih kosong sehingga akan membentuk taskbar baru yang berisi kumpulan shortcut .Yang perlu diingat

3. Proposal Seminar dengan ditandatangani Calon Dosen Pembimbing Seminar diajukan kepada Ketua Jurusan. Calon Dosen Pembimbing Seminar adalah Dosen Tetap, Dosen Tidak Tetap atau

Pembiayaan murabahah dan mudharabah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset pada BMT Masyarakat Madani Sumut periode 2013-2017 terbukti

Perlawanan dengan kekerasan dan nonkekerasan yang diperlihatkan oleh PKL Sampangan dan Basudewo dapat dipahami, karena mereka dalam memperjuangkan keinginan dan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, serta pembahasan yang telah diuraikan penulis maka dapat disimpulkan bahwa, (1) Ada hubungan negatif yang tidak signifikan

{ periksa apakah memang ratu dapat ditempatkan pada kolom x[k] } i←1 { mulai dari baris

Demek ki, Agâh efendi Ankara muhitinde de kendisine büyük on şöhret yapmıştır kı, bu suretle «Agâh efendi budur» demek, onun hafı­ zalarda yaşayan