Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Sosial
oleh
UMI KULSUM
NIM. 106083003677
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERIODE 2004-2009
Skripsi
diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial
oleh:
Umi Kulsum
NIM: 106083003677
Menyetujui,
Pembimbing Penasehat Akademik
Drs, Armein Daulay, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA
NIP.130 892 961 NIP. 020 001 548
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 21 Maret 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Program Strata 1 (S1) Jurusan Hubungan Intenasional.
Jakarta, 21 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan
Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si. NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002
Pembimbing
Drs. Armein Daulay M.Si. NIP. 130892961
Penguji I Penguji II
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Maret 2011
iii
dan pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan, bahwa persoalan politik Malaysia relatif tidak terlalu mempengaruhi hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. Seperti yang kita ketahui hubungan antara Indonesia-Malaysia telah diwarnai dengan berbagai isu yang hingga saat ini masih belum ada penyelesaiannya, adanya permasalahan dalam politik domestik Malaysia tidak begitu banyak pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. karena sejak awal Malaysia merupakan negara multikultural yang rentan terhadap konflik antar etnis, sehingga permasalahan domestik yang akan selalu dihadapi Malaysia adalah masalah etnis yang sangat rentan dengan konflik.
Sedangkan dilihat dari dinamika hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia dari awal kemerdekaan Malaysia hingga tahun 2009, masalah seperti perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, dan perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai melanggar HAM memang sudah ada dan hingga saat ini masih belum bisa terselesaikan dengan baik. Kedua negara masih melakukan upaya-upaya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Penulis mendapatkan bahwa hal yang melatar belakangi terjadinya hubungan istimewa antara Indonesia dengan Malaysia selain mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang sama, tetapi karena telah membuat kedua negara menjadi simbiosis mutualistik (adanya saling ketergantungan) sehingga permasalahan politik domestik dimasing-masing negara tidak akan banyak berpengaruh terhadap hubungan bilateral kedua negara.
iv
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
ridho-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammmad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillah, dengan ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Politik
Domestik Malaysia terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009” dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, arahan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Armein Daulay, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang
telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran dan perhatiannya di
tengah-tengah berbagai kesibukan.
2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Agus Nilmada Azmi, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kiky Rizky, M.Si., dan Mutiara Pertiwi, MA., sebagai Dosen Penguji Skripsi
yang turut membantu mengarahkan dan memberi saran dan ilmunya.
v
7. Musni Umar sebagai Sekertaris Eminent Persolan Group Indonesia-Malaysia
(EPG), yang telah meluangkan waktu nya dan membantu dalam penyediaan
data-data yang berkaitan dengan skripsi penulis.
8. Ayah dan ibu tercinta, yang telah mendidik penulis dengan kasih sayang,
memberikan pengorbanan baik materiil dan non materiil yang tidak terhitung
nilainya, serta tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a restu pada
penulis.
9. Adik-adikku, Yazid Albustomi dan Hizbu Agillah yang telah memberikan
motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Puji Nia Rahmatika, Dwi Wahyuni dan Iyul Yanti, yang selalu memberikan
motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi kenangan yang tidak
terlupakan bagi penulis. Terima kasih karena selalu ada saat suka dan duka sejak
awal kuliah hingga sekarang, semangat terus dan sukses buat kita semua.
11.Terima kasih kepada Natiqoh, Shinta Oktalia, Anne, Benardy, Rifqi, Siti Alfiah,
yang telah sama-sama berjuang di detik-detik terakhir penyelesaian skripsi sampai
pada proses sidang.
12. Seluruh teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi jurusan Hubungan internasional
angkatan 2006 terutama kelas B, yang telah memberikan dukungan dan motivasi
vi
14.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari, skripsi ini hanyalah bagian kecil dari khazanah ilmu
pengetahuan yang sangat luas. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangsih pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat
umumnya.
Penghargan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan semoga segala bantuan yang
tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai ibadah,
Amin.
Jakarta, 13 Maret 2011
vii
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan penelitian ... 7
D.Kerangka Pemikiran ... 7
D.1. Teori Consociational ... 7
D.2. Konseptual Demokrasi “Ala” Malaysia ... 11
D.3. Politik Internasional (International Politics) ... 18
E. Metoda Penelitian ... 20
F. Sistematika Penulisan ... 21
BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA A.Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia ... 23
B.Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia ... 23
viii
BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE
2004-2009.
A.Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan
Bilateral Indonesia-Malaysia ... 52
B.Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia………..54
C.Upaya Menyelesaikan Permasalahan Hubungan Bilateral
Kedua Negara ... 57
BAB V PENUTUP
Kesimpulan.………..64
DAFTAR PUSTAKA ... 68
ix
BA : Barisan Alternatif
BERJASA : Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia
BN : Barisan Nasional
DAP :Democratic Action Party
DUN : Dewan Undang Negeri
EPG : Eminent Person Group
EXCO : Executive Councillor
MCA : Malaysian Chinese Association
MIC : Malaysian Indian Congress
NEP : New Ekonomi Policy
NOC : National Operations Council
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PAP : Partai Aksi Rakyat
PAS : Partai Islam se-Malaysia
PANAS : Partai Negara Serawak
PBRS : Partai Bersatu Rakyat Sabah
PBDS : Partai Bangsa Dayak Sarawak
PPP : People’s Progressive Party of Malaysia
x PBS : Partai Bersatu Sabah.
PKR : Partai Rakyat Malaysia
PMIP : Pan-Malayan Islamic Party
SAPP : Sabah Progressive Party
SUPP : Serawak United People’s Party
SNAP : Sabah National Party
STAR : State Reform Party Saraak
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
UPKO : Pasok Momogun Kadazandusun Organization
1
A. Latar Belakang Masalah
Skripsi ini membahas mengenai masalah politik domestik Malaysia dan
pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Malaysia merupakan
nama baru bagi Persekutuan Tanah Melayu atau Malaya, yang memperoleh
kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957. Dalam perkembangan
selanjutnya pada tahun 1963 Inggris menggabungkan Singapura, Serawak dan Sabah
dalam naungan satu negara bersama Persekutuan Tanah Melayu dan diberi nama
Malaysia. Malaysia merupakan suatu negara federal yang terdiri dari 14 negara
bagian.1 Fokus skripsi ini adalah pengaruh dari politik domestik Malaysia terhadap
hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009.
Bila dilihat dari struktur penduduknya, Malaysia adalah negara dengan struktur
masyarakat plural. Penduduk Malaysia terdiri dari tiga kumpulan etnis yaitu, etnis
Bumiputera (Melayu) yang beragama Islam, China yang identik dengan Budha dan
India yang menganut agama Hindu.2 Etnis muslim Melayu pada umumnya dianggap
1
Di antara negara bagian tersebut adalah: Johor, Kedah, Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Sabah, Serawak, Selangor, Terengganu, dan Kuala lumpur, yang merupakan wilayah khusus negara Malaysia. Lihat Syahbuddin Mangandaralam, 1988., Mengenal Malaysia dari Dekat. Negara Tetangga Kita dalam ASEAN. (Bandung: Remadja Karya,). h. 36-37. Namun pendirian negara Malaysia tersebut mendapat pertentangan dari Indonesia dalam wujud konfrontasi “Ganyang Malaysia” (Crush Malaysia).
2
sebagai penduduk asli di negara Malaysia yang dikenal dengan sebutan kaum
Bumiputera. Mereka merupakan kelompok mayoritas dengan jumlah populasi 56%,
Bumiputera yang bukan muslim ialah 6,0%. Sedangkan kelompok China mencapai
27%, dan kelompok India berjumlah 8%. Di samping itu terdapat kelompok kecil
seperti orang Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh dan beberapa penduduk pribumi
yang banyak berdiam di Sabah dan Serawak yang berjumlah 3%.3
Dari uraian di atas, Malaysia yang dikenal sebagai negara multi etnis dan multi
religius sangat rentan terhadap konflik. Sistem politik ini menghadapi masalah yang
mengancam integrasi nasionalnya, yaitu potensi konflik antar etnik yang jumlahnya
hampir seimbang. Elit politik yang dominan di Malaysia berasal dari kelompok etnis
Melayu. Walaupun demikian, usaha untuk meredam konflik tersebut sementara dapat
diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak bagi pembentukan nation-building
secara luas pada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, Malaysia melakukan
nation-building dengan didukung oleh sistem politik akomodasi yang menganut teori
consociational. Artinya masyarakat yang plural hidup dalam atmosfir komunal.
Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-partai politik yang berbasis etnik, yang
memainkan peranan penting bagi stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.4
3
Abdul Rahman Embong. 2007. “Budaya dan Praktik Pluralisme di Malaysia Pasca
-Kolonial”, dalam Robert W, Hefner, Politik Multikulturalisme. (Yogyakarta: Impluse-Kanisius) h. 105.
4
Pada Tahun-tahun permulaan kemerdekaan, pemerintahan Malaysia diganggu
oleh beberapa konflik baik secara internal maupun eksternal diantaranya: konflik
dengan Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi (1962-1966)
menyangkut pembentukan Federasi Malaysia. konflik internal dengan keluarnya
Singapura pada 1965 karena politik diskriminasi, dan pertikaian antar-etnis di dalam
kerusuhan 13 Mei pada 1969. Efek dari kerusuhan 13 Mei 1969 yang menyebabkan
kematian ribuan orang menyadarkan bahwa jika ketimpangan tidak diatasi maka akan
terjadi sebuah kehancuran dalam suatu negara. Hal ini lah yang memicu munculnya
Kebijakan Ekonomi Baru (NEP)5 oleh Perdana Menteri Abdul Razak, dalam rangka
penaikan hasil bagi dalam bidang ekonomi antara bumi putra dengan kelompok etnis
lainnya. Malaysia sejak saat itu memelihara keseimbangan politik kesukuan, dengan
sistem pemerintahan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
kebijakan ekonomi dan politik yang menyokong keikutsertaan dari semua etnis.
Sistem kepartaian Malaysia menggunakan sistem multi partai (multy party
system).6 Terdiri atas dua bagian yaitu: partai yang pro terhadap pemerintah, yang
tergabung dalam Barisan Nasional yang didominasi oleh United Malays National
Organization, kaum China dalam Malaysian Chinese Association, dan kaum India
bergabung kedalam Malaysian Indian Congress. Selain itu, ada juga partai yang
5
NEP merupakan sebuah kebijakan yang ambisius dan kontroversial untuk mengubah struktur ekonomi sosial masyarakat Malaysia. Dibentuk pada tahun 1971 di bawah pimpinan Perdana Menteri Tun Abdul Razak, NEP bertujuan menghilangkan ketimpangan ekonomi antara minoritas etnis China yang kaya dengan mayoritas etnik Melayu yang miskin. Lihat Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h.146.
6
berseberangan dengan pemerintah, yang tergabung dalam Barisan Alternatif sekarang
berubah nama menjadi Pakatan Rakyat yang didominasi oleh Partai Keadilan Rakyat
(PKR), Partai Islam se-Malaysia, dan Democratic Action Party.
Barisan Nasional merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja
menguasai tumpuk pemerintahan, namun telah memenangi kesemua pemilu yang
telah diadakan di Malaysia.7 Adanya keterlibatan pemerintahan Malaysia dalam
pembangunan ekonomi-politik Malaysia, telah memberi ruang politik kepada Barisan
Nasional yang telah mendominasi pemerintah Malaysia semenjak 1957. Hal ini yang
menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu bentuk orientasi budaya
politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya pemerintah yang mampu untuk
mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di Malaysia.
Namun pada pemilu ke-12 yang dilaksanakan Pada tanggal 8 Maret 2008 di
Malaysia, telah membuktikan merosotnya popularitas Barisan Nasional. Dalam
pemilu kali ini BN hanya memenangi 140 kursi, sedangkan BA berhasil memenangi
82 kursi parlemen dari 222 kursi parlemen.8 Hasil dari pemilu tahun 2008 ini
mengalami banyak perubahan dalam perolehan jumlah kursi diparlemen, pada pemilu
sebelumnya BN telah memenangi 198 kursi sedangkan BA hanya memperoleh 21
kursi dari 219 jumlah kursi diparlemen. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa
reformasi dalam sistem demokrasi di Malaysia sudah dinanti-nantikan, Hasil pemilu
7
Zaini Othman, dkk., 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi politik di Indonesia dan Politik baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu), h.169-170.
8
tersebut juga harus mendorong partai berkuasa untuk melakukan intropeksi terhadap
berbagai kebijakan mereka. Selain itu, Malaysia juga bisa belajar banyak dari
Indonesia yang sudah menjalankan kehidupan berdemokrasi.
Skripsi ini akan memfokuskan bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dinamika hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia. Periode yang akan digunakan dalam analisis skripsi ini yaitu
periode 2004-2009, periode itu didasarknan pada pemikiran bahwa telah terjadi suatu
perubahan politik domestik Malaysia yang memungkin terjadinya suatu pandangan
baru dalam penyelesaian berbagai masalah dalam hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia.
Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada masa pra kemerdekaan dianggap
sebagai hubungan yang istimewa karena kedua negara tersebut merupakan salah satu
tetangga di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan
kebudayaan yang sama. Penduduk dari kedua negara mempunyai ikatan kekeluargaan
yang erat khususnya antara Persekutuan Tanah Melayu dengan penduduk Sumatera,
karena wilayah-wilayah Malaysia dan Indonesia pernah berada di bawah naungan
kekuasaan kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit dan Malaka.9
Hingga saat ini hubungan Indonesia-Malaysia ini sering terusik oleh beberapa
masalah yang mengakibatkan hubungan bilateral kedua negara tidak baik. Misalnya
masalah perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, kemudian
9
sengketa pulau Sipadan-Ligitan (yang dimenangkan oleh Malaysia sebagai pemilik
sah kedua pulau tersebut dalam Mahkamah Internasional tahun 2002). Di samping
itu, muncul pula masalah Ambalat (Ambang Batas Laut). Sedangkan perbatasan di
darat ditemukan beberapa "patok" yang menandakan batas wilayah antara Indonesia
(Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) dengan Malaysia (Serawak dan Sabah)
yang telah bergeser letaknya, dan penampungan kayu-kayu dari hasil illegal logging.
Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan-hutan di Kalimantan dan Papua yang
sebagiannya dijadikan produksi rumah tangga dan diekspor oleh Malaysia ke luar
negeri. Selain itu, perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai
melanggar HAM. Selanjutnya masalah yang berkaitan dengan klaim hak kekayaan
intelektual, budaya dan kesenian khas Indonesia oleh negara tersebut. Misalnya
seperti batik, angklung, lagu “Rasa Sayange”, dan reog ponorogo.10
Dari uraian di atas, terdapat beberapa tema penting dalam hubungan
Indonesia-Malaysia yaitu: persaudaraan, kerjasama, konflik, keserantauan, yang mengakibatkan
pasang surutnya hubungan antara Indonesia-Malaysia.11 Maka dengan adanya
beberapa ganjalan-ganjalan tersebut rupanya memunculkan ide bersama untuk
membuat sebuah lembaga konsultasi di mana lembaga tersebut akan menjadi
jembatan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ada pun lembaga yang
beranggotakan para pakar dari kedua negara diberi nama Eminent Person Group
(EPG).
10
Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia Vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan Indonesia & Malaysia. (Jogyakarta: Garasi) h 101-102.
11
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia terhadap hubungan
bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009, serta bagaimana
upaya yang dilakukan antara kedua negara dalam menanggapi berbagai
isu yang mewarnai hubungan bilateral tersebut?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan
bilateral Indonesia- Malaysia periode 2004-2009.
2. Memperoleh Informasi mengenai upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh
kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
mewarnai hubungan bilateral Indonesia-Malaysia periode 2004-2009.
D. Kerangka Pemikiran D.1 Teori Consociational.
Malaysia adalah negara yang pernah mencoba menerapkan mekanisme
“consociational democracy” sebagai upaya untuk mengelola konflik-konflik
yang mereka hadapi. Tetapi penerapan consociational democracy di Malaysia
mengalami kegagalan dengan pecahnya kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969.
Membahas permasalahan Malaysia tersebut, digunakan konsep consociational
democracy yang dikemukakan seorang ilmuan Belanda, Arend Lijphart. Dalam
dikemukakan oleh Lijphart mendekati model politik plural yang berdasarkan
pada faktor perkauman seperti yang terdapat di Malaysia.12
Teori ini menekankan kerjasama dan kompromi antara partai-partai
politik yang mewakili berbagai kelompok yang membentuk pemerintahan.
Partai-partai politik tersebut mewakili kelompok atau etnik masing-masing.
Dampaknya ialah terdapat pergeseran kekuasaan yang secara relatif bersifat
sama atau adil dari segi pembagian kursi parlemen. Hal ini menjadikan
menteri-menteri yang duduk dalam jabatannya dipilih berdasarkan ketentuan etnis
masing-masing.13
Secara etimologis consociation berasal dari consociato, adalah istilah
yang pernah digunakan David Apter untuk menggambarkan situasi politik di
Nigeria. Sementara itu orang Belanda menggunakan istilah verzuiling untuk
menggambarkan situasi masyarakat yang terbagi dalam pilar-pilar yang
menyangga suatu kubah, seperti pilar yang menyangga bangunan kuno di
Yunani. Pada kubah atau bangunan sosial tersebut terjadi akomodasi dan
kompromi antara elit dari masing-masing pilar. Dalam masyarakat yang
12
Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Democracy: The Views of Arend Lijphart and Collected Criticisms. www.mmisi.Org. diakses pada12 Januari 2007. Dikutip dari Penelitian Armein Daulay dan Eva Mushoffa. 2010. Perubahan Politik Malaysia Pasca Pemilu 2008 Implikasinya dalam Praktek Kehidupan Bermultietnis. (Jurusan Hubungan Internasional, FISIP. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). h. 11.
13
sesungguhnya pilar-pilar tersebut mempunyai bentuk seperti pyramid.14
Lapisan atas dihuni oleh elit, kemudian lapisan bawah dihuni oleh massa
pengikutnya sebagaiman tergambar dalam diagram di bawah ini:
Diagram D.I.I.
Sumber: Nur Azizah, National Building, Satate Buiding, dan Pemabngunan Perekonomian di Asia Tenggara, diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
.
Dari diagram di atas, maka ciri khas dari consociational democracy
adalah: pertama, adanya pengelompokan masyarakat dalam masing-masing
kubu yang sangat kedap, tertutup rapat-rapat dan sulit ditembus dari luar.
Kedua, adanya komunikasi secara vertikal yang menghubungkan massa dengan
14
elitnya (pemimpinnya) dalam masing-masing kelompok (subculture), dan
Ketiga, Adanya perlembagaan perundingan antar elit atau dengan kata lain,
perundingan antar elit dijadikan proses negoisasi yang melembaga.
Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, yang mengatakan bahwa
upaya Malaysia membentuk nation-building didukung oleh sistem politik
akomodasi yang menganut teori consociational. Artinya masyarakat yang plural
hidup dalam atmosfir komunal. Mereka terefleksi dalam koalisi besar
partai-partai politik yang berbasis etnik, yang memainkan peranan penting bagi
stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.15
Selanjutnya, Lijphart melihat bahwa teori consociational lebih tepat
untuk masyarakat pluralis yang tersegmentasi dalam berbagai kelompok sosial
yang berbeda, karena teori ini menjamin bahwa setiap kelompok akan berbagi
kekuasaan dan mendorong para elit untuk memerintah bersama. Dengan
demikian, teori ini merupakan cara yang ampuh untuk melindungi kelompok
minoritas dan masyarakat budaya akomodasi pada elit perwakilan. Kesimpulan
yang dikemukakan oleh Lijphart bahwa demokrasi consociational tidak hanya
dapat diaplikasikan dalam masyarakat yang plural, tetapi juga untuk beberapa
negara, yang merupakan cara dibutuhkan untuk mencapai kestabilan demokrasi.
Karena prinsip yang mendasar bagi Lipjhart adalah “The realistic choice
is….between consociational democracy and no democracy at all” (pilihan yang
15
realistis adalah antara demokrasi consociational, atau tidak demokratis sama
sekali).16
D.2 Konseptual dari Demokrasi “Ala” Malaysia.
Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari para
filsuf Yunani. Akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai
sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat barat pada akhir
abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti
demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintah
menurut Samuel P. Huntington, demokrasi didefinisikan berdasarkan sumber
wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan prosedur
untuk membentuk pemerintah.17 Dari sisi yang lain, Huntington menjelaskan
bahwa demokrasi berkaitan dengan kemakmuran. Oleh karena itu, peralihan
menuju demokrasi akan berlaku di negara-negara yang mempunyai tahap
perkembangan ekonomi yang tinggi. Pendapat Huntington ini di aplikasikan
dalam konteks Malaysia yang merupakan sebuah negara yang masih dalam
proses pengukuhan demokrasi atau lebih tepat lagi masih di peringkat
pendemokrasian politik, di mana kemakmuran dan perpaduan antar kelompok
sangat penting selain aspek ekonomi.18
16
Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Demokracy. h. 10.
17
Samuel P. Huntington. 1997. Gelombang Demokratisasi Ketiga. (Jakarta: PT Midas Surya Grafindo) h. 4.
18
Sidney Hook misalnya berpendapat demokrasi adalah bentuk
pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Menurut pendapat Henry B. Mayo
demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.19
Menurut Ahmad Atory Hussain, yang mengutip pendapat Diamond
bahwa demokrasi terbagi atas demokrasi electoral (electoral democracy)
sampai demokrasi liberal (liberal democracy), dan di antara dua varian ini ada
beberapa varian lainnya. Dengan merujuk pada konsep demokrasi electroral
dari Schumpeter, Diamond memandang demokrasi electoral sebagai konsep
demokrasi yang sangat minimal, karena varian ini mengukur demokrasi dari
hasil pemilihan umum (pemilu) dan mengabaikan aspek lainnya yang
memastikan bahwa seluruh unsur masyarakat terlibat, atau menyisakan ruang
bagi kemungkinan aktor-aktor yang tidak terseleksi dalam pemilu untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan.20 Sedangkan di sisi lain Demokrasi
19
Azyumardi Azra, 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. (Jakarta. ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 110.
20Larry Diamond, “Defining and Developing Democracy”, in The Democracy Source Book,
Liberal, telah melampaui ukuran-ukuran pemilu karena varian ini dengan tegas
menolak pembagian kekuasaan kepada militer atau elemen lain yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan di hadapan pemilih. Varian ini juga mengukur
kewenangan eksekutif dengan akuntabilitas vertikal dan horizontal, serta
memberikan kebebasan yang penuh bagi ekspresi kepentingan-kepentingan dan
nilai-nilai yang berseberangan.21
Berangkat dari uraian di atas, ada baiknya kita melihat pelaksanaan
demokrasi di Malaysia, karena penerapannya agak “berbeda” dengan negara
-negara demokratis lainnya, sehingga Ahmad Atory Hussain menamakannya
sebagai demokrasi “ala” Malaysia. Konsep ini dirasakan berdasarkan
pengamatannya sendiri. Walaupun istilah tersebut tidak ada dalam kamus ilmu
politik, dalam hal ini Atory menambahkan bahwa tidak semua teori dan konsep
politik barat itu sesuai atau serasi dengan Malaysia. Atas dasar itu maka kita
merasa bahwa terdapat beberapa aspek demokrasi yang kalau di Barat dianggap
mempunyai unsur-unsur positif pada mereka, tetapi sebaliknya di Malaysia
mempunyai unsur negatif jika sampai diterapkan konsep demokrasi atau politik
barat tersebut.
Dalam pelembagaan Malaysia terdapat beberapa pasal yang menyebut
bahwa semua warga negara bebas berbicara, berbahasa, berkesatuan, bebas
mengamalkan agama, menulis, mengeluarkan pendapat, menggunakan bahasa
dan bebas menjalankan apa saja yang menjadi aktivitas dalam masyarakat. Hal
21
ini berhubungan dengan Hak Asasi Manusia, di mana secara definitif “hak”
merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku,
melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya.22
Selanjutnya, Hak Asasi Manusia sangat erat hubungannya dengan
kebebasan, dan pada dasarnya setiap manusia di negara manapun berhak
mendapatkan kebebasan dalam segala hal termasuk dalam berpolitik. Namun
dalam hal ini tidak semua negara sama dalam menerapkan suatu kebebasan
tersebut, seperti hal nya kebebasan yang dijalankan di Malaysia hampir mutlak
dijalankan di barat dan sering membandingkan dengan kebebasan yang
dijalankan di Malaysia, dan pihak oposisi di negara ini juga hampir senada
selalumenghantam kerajaan karena dianggap selalu membatasi kebebasan.
Meskipun demikian dengan kebebasan “ala” Malaysia ini, negara
Malaysia telah mencapai kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sangat
pesat. Jika Malaysia menerapkan kebebasan seperti yang dituntut oleh
demokrasi barat atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mungkin saja Malaysia
tidak akan mencapai pembangunan seperti sekarang ini.
Jika media diberikan kebebasan mutlak seperti yang terjadi di barat, maka
api perkauman akan merebak. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang bisa
mengerti atau memahami arti kebebasan dan demokrasi. Ada sebagian yang
22
mengartikan kebebasan sebagai pihak yang beroposisi terhadap pemerintah
(membangkang kerajaan). Jika tidak dipimpin secara jujur oleh para
pemimpin-pemimpin politik, maka pergolakan antar kaum atau etnis akan terjadi. Terlebih
lagi apalagi dalam kampanye pemilihan umum diijinkan seperti tahun 60-an
dulu, tentu akan kembali terjadi pergolakan antar etnis. 23
Jadi Atory memberikan contoh pada pembentukan ideologi komunis jika
diijinkan juga seperti yang dituntut dalam demokrasi barat, tentu akan terjadi
revolusi dan pergolakan antar masyarakat. Bagaimanpun jika trend
pembangunan yang mapan, pendidikan di kalangan masyarakat yang merata
serta budaya civic yang luas ditanamkan kepada rakyat yang tergolong dalam
beberapa kaum, pastinya kampanye secara besar-besaran dalam pemilihan
umum dapat dijalankan dengan beberapa peraturan dan etika. Akan tiba pada
satu tahap nantinya, masyarakat Malaysia tidak akan bertindak primitif dan
nuncivilized. Kemudian akan mencoba mengadakan kampanye secara terbuka
dan memberikan kebebasan kepada media namun secara bertahap.
Adanya perbedaan proses sosialisasi politik di tiap negara dapat
menimbulkan budaya politik yang berbeda di tiap negara. Kemudian dengan
adanya budaya politik yang berbeda di tiap negara dapat menyebabkan
perbedaan kinerja sistem politik tiap negara tersebut. Budaya politik juga dapat
23
membentuk identitas nasional karena budaya politik merupakan sikap, tingkah
laku, dan orientasi pemikiran politik dari masyarakat.24
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Nidzammuddin Sulaiman, yang
dikutip dari Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad bahwa latar belakang
budaya politik di Malaysia memiliki pengaruh yang besar dari budaya politik
Melayu. Budaya dan pemikiran politik Melayu sedang mengalami transformasi.
Budaya politik Melayu bersifat feodal dengan ciri-ciri yang jelas seperti pada
masa kesultanan Melayu Malaka. Sifat atau struktur budaya politik ini
bercirikan agrarian, patron-client, pasif, non-political, setia, sensitif, dengan
derajat dan kedaulatan pemimpin (Raja). Budaya politik tersebut tidak
mengenal nilai demokrasi, persaingan dan kebebasan yang dituntut oleh
kebanyakan masyarakat sekarang.25
Akan tetapi dalam perkembangannya budaya politik tersebut dapat
berkembang, berubah ataupun tetap. Walaupun kemungkinan besar budaya
politik akan lebih cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Namun hal
ini tergantung pada sosialisasi politik karena sosialisasi politik merupakan
proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Begitu juga dengan Malaysia, dengan kedatangan penjajah yang
24
Toto Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. (Jakarta: Universitas Terbuka) h. 2.9.
25
membawa pendidikan barat telah membawa sedikit perubahan walaupun tidak
menyeluruh.26
Demokrasi dan kebebasan mulai berkembang, baik di Filipina yang
dijajah oleh Amerika Serikat maupun Malaysia yang dijajah oleh British
(Inggris). Secara jelas kedatangan penjajah tersebut telah menggeserkan nilai
politik tradisional dengan nilai politik yang baru, diantaranya telah
mengenalkan institusi politik yang baru seperti pelembagaan, dewan
perwakilan, pemilihan umum, partai politik dan mahkamah.
Selepas perang dunia kedua zaman penjajahan secara berangsur-angsur
berakhir. Tanah-tanah jajahan mulai mencapai kemerdekaan, setelah mendapat
kemerdekaan kebanyakan negara baru memiliki semangat yang tinggi untuk
membangun negaranya baik dalam sudut sosial, ekonomi, maupun politik.
Kemudian kebanyakan negara membangun dan melaksanakan sistem
pemerintahan dengan demokrasi seperti yang dilaksanakan di barat tanpa
mengambil perbedaan atas latar belakang masyarakat, seperti taraf pendidikan
yang masih rendah, elemen feodal yang masih kuat, tingkat ekonomi yang
masih rendah serta sifat budaya politik yang parokial.
Dalam masyarakat seperti ini identifikasi individu masih terikat dengan
sentiment primordium. Ikatan kesetiaan masih terpusat pada sentiment
perkauman yang menonjolkan ciri-ciri etnik, agama, bahasa dan budaya.
Sehingga etnis bukan Melayu masih belum merasakan negara ini sebagai
26
negara mereka, seperti hal nya terjadi di Malaysia yang menyebabkan
terjadinya kerusuhan 13 Mei 1969 hingga meruntuhkan kerajaan dan
keseluruhan sistem pemerintahan. Dari uraian di atas, maka dibuatlah konsep
demokrasi yang cocok dengan latar belakang masyarakat Malaysia yaitu,
demokrasi “ala” Malaysia seperti yang sudah dijelaskan di atas. 27
D.3 Politik Internasional (International Politics).
Politik internasional menurut K.J Holsti adalah studi mengenai pola
tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon
negara lain.28 Selain mencakup unsur power, kepentingan, dan tindakan, politik
internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional
deterrence, dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi
politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan
reaksi dan respon bukan aksi.29
Politik internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam
hubungan internasional. politik internasional membahas keadaan atau soal-soal
politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan
27
Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. h. 35-37.
28
Lingkungan eksternal juga dijelaskan oleh Rosenau dalam konsep politik luar negeri yang mengatakan bahwa kebijakan luar negeri yaitu, upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selain itu, kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The Free Press. hal. 171-173.
29
berfokus pada diplomasi dan hubungan hubungan antar negara dan
kesatuan-kesatuan politik lainnya. Politik internasional seperti halnya politik domestik
terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan dukungan,
gangguan dan pengaturan. Negara membuat pembedaan antara kawan dan
lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon
atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses
interaksi antara dua negara atau lebih.30
Politik internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung
dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan
interplay, antar aktor dalam lingkungannya. Secara umum, objek yang menjadi
kajian politik internasional juga merupakan kajian politik luar negeri, dimana
keduanya menitik beratkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan
serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan
eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan
merupakan kajian politik luar negeri, dan akan menjadi kajian politik
internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola
tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain, seperti dapat
dilihat pada tabel berikut:
30
Tabel D.3.I. Politik Internasional
Negara A Negara B
Tujuan Tindakan
Tindakan Tujuan
Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respons.
Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan
limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi
sasaran pengaruh yang langsung maupun tidak langsung, harus menentukan
sikap melalui respons., manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk
mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lainnya agar menerima
keinginan politiknya.31 Kerangka pemikiran politik internasional ini akan
digunakan untuk menganalisis proses apa saja yang diambil oleh kedua negara
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antara Indonesia-Malaysia. hal ini
penting untuk dikaji dan dibahas secara mendalam karena menyangkut
kepentingan kedua negara.
E. Metoda Penelitian
Metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan studi kepustakaan.
Menurut Bogdan dan Taylor, motoda kualitatif ialah prosedur penelitian yang
31
Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. h. 41.
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.32 Berkaitan dengan isu yang hendak penulis kemukakan, maka
penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh
melalui pernyataan-pernyataan resmi pemerintah Indonesia, dan beberapa dokumen
lainnya serta melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang
berkompeten di bidangnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan
studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini berupa pencarian data melalui
bacaan-bacaan yang berkaitan dengan tema yang diusung dalam penelitian. Sumber-sumber
data tersebut berupa hasil catatan lapangan, dokumen pribadi atau dokumen resmi,
buku hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.33
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kerangka Pemikiran
E. Metoda Penelitian
F. Sistematika Penulisan
32
Lexy J. Moleong. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja Rosdakarya) h. 3.
33
BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA
A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia
B. Kondisi Pemerintahan dan politik Malaysia
C. Etnisitas dalam Poliitik Malaysia
BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia
B. Permasalahan yang Dihadapi Antara Indonesia-Malaysia
BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE
2004-2009.
A. Pengaruh Pergolakan Politik Malaysia terhadap Indonesia
B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia
C. Upaya Penyelesaian Permasalahan Hubungan Bilateral Kedua
Negara
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
23
Bab kedua ini membahas tentang politik domestik Malaysia. Pembahasan
terdiri dari tiga sub bab, yaitu dimulai membahas struktur penduduk dan masyarakat
Malaysia, kondisi pemerintahan dan politik Malaysia, perkembangan politik Malaysia
hingga terjadinya perubahan politik Malaysia pasca pemilu 2008.
A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia
Malaysia sebagai negara federal, telah dibagi menjadi beberapa negara bagian
(states) dan tiga „negara persekutuan’ (federal territories). Malaysia Barat yang
terletak di Semenanjung Malaysia terdiri dari negara-negara bagian Johor, Kedah,
Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang atau penang,
Selangor, Terengganu, dan dua wilayah persekutuan (Putrajaya dan Kuala Lumpur).
Sedangkan Malaysia Timur yang terletak di Pulau Borneo (Kalimantan), terdiri dari
tiga negara bagian satu wilayah persekutuan (Labuan), Sabah dan Serawak.1
B. Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia
Negara Malaysia adalah monarki konstitusional yang dikepalai Dipertuan
Agong (paramount ruler), yang secara adat disebut dengan Raja. Ia dipilih lima tahun
1
sekali di antara sembilan sultan dari negara-negara semenanjung Malaysia. Di
samping sebagai kepala negara (head of state), Raja juga berfungsi sebagai pemimpin
agama Islam Malaysia. Kekuasaan eksekutif dijalankan kabinet yang dipimpin oleh
Perdana Menteri, sebagai kepala pemerintahan (chief exsekutif).2 Konstitusi Malaysia
menyaratkan bahwa Perdana Menteri harus merupakan anggota Dewan Rakyat yang
memimpin mayoritas kekuasaan politik di parlemen. Menteri-menteri yang duduk
dalam Kabinet diangkat dari anggota Dewan Rakyat dan bertanggung jawab kepada
lembaga tersebut. Sistem administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga
struktur, yaitu: Pemerintah Pusat (federal) di Kuala Lumpur, Pemerintah Negara
Bagian di setiap negara bagian, dan Pemerintah setempat (local government).3
Parlemen Malaysia menganut sistem bikameral yang terdiri dari Dewan Negara
(States Assembly) dan Dewan Rakyat (House of Representatives). Anggota Dewan
Negara terdiri dari 58 anggota, 26 orang diantaranya dipilih oleh Dewan Undangan
Negeri dan 13 anggota dipilih oleh Majelis negara bagian, dan selebihnya dibentuk
oleh kepala negara atas usul dari Perdana Menteri. Para anggota Dewan Negara
menduduki jabatannya selama 6 tahun.4 Sedangkan untuk anggota Dewan Rakyat
berjumlah 219 orang yang dipilih 5 tahun sekali dalam pemilu distrik.
Pada setiap negara bagian terdapat pemerintahan negara bagian yang dipimpin
oleh Menteri Besar atau Ketua Menteri yang dibantu oleh Sekretaris Negara (Daerah)
2
Anissa, Ibid., h. 40.
3
Lihat A Effendy Choirie. 2008. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. (Jakarta: Pensil-324) h.39.
4
dan sejumlah Exco (Executive Councillor) yang jumlahnya sesuai dengan
masing-masing undang-undang negara bagian. Di setiap negara bagian terdapat badan
legislatif yang disebut Dewan Undang Negeri (DUN) yang dipilih dalam pemilu. 5
Badan Yudikatif dalam bentuk Pengadilan Tinggi Malaysia yang mengakui dan
menjamin berlakunya konstitusi masing-masing negara dan struktur
pemerintahannya. Badan peradilan mencontoh lembaga-lembaga hukum Inggris dan
India, dan merupakan sebuah badan yang independen, yang terdiri dari Hakim
Agung, Mahkamah Agung, dan badan-badan peradilan yang lebih rendah. Mahkamah
Agung berwewenang untuk menafsirkan konstitusi federal maupun negara bagian,
dan dapat bertindak sebagai penengah kalau sampai terjadi perselisihan antara Kuala
Lumpur dan Pemerintah Negara Bagian.6
Malaysia menganut sitem multi partai (multy party system). Artinya dari
masing-masing etnis membentuk suatu partai yang mewakili kelompoknya.
Partai-partai politik di Malaysia, antara lain:
1. United Malays National Organization (UMNO), didirikan pada tahun 1946
oleh Dato’ Onn Ja’far.
2. Malaysian Chinese AssocIation (MCA), didirikan pada tahun 1949 oleh Tan
Cheng Lock.
3. Malaysian Indian Congress (MIC), didirikan pada tahun 1946 oleh John
Thivy, bergabung dengan BN 1955.
5
Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h.41-42.
6Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.
4. Malaysian People’s Movement party (Partai gerakan Malaysia/Gerakan),
didirikan pada tahun 1968 oleh Lim Chong Eu dan Tan Chee Koo,
bergabung dengan BN 1973.
5. People’s Progressive Party of Malaysia (PPP), didirikan pada tahun 1953
oleh Seenivagasan bersaudara, bergabung dengan BN pada 1973.
6. Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak (PBB), didirikan pada tahun
1973 sebagai gabungan dari Partai Pesaka dan Partai Bumiputera.
7. Serawak United People’s Party (SUPP), didirikan oleh Ong Kee Hui dan
Stephen Yong pada tahun 1959, partai pertama di Serawak, bergabung
dengan BN pada tahun 1976.
8. Sabah National Party (Partai Kebangsaaan Sabah/SNAP), didirikan oleh
Stephen Kalong Ningkan. Bergabung dengan BN pada tahun 1963,
Kemudian pernah keluar dari BN pada 1966 dan bergabung kembali pada
1976.
9. Partai Bangsa Dayak Sarawak (PBDS), didirikan pada tahun 1983
merupakan pecahan dari partai SNAP Kemudian bergabung dengan BN
1984.
10. Sabah Progressive Party (SAPP), didirikan pada tahun 1994 merupakan
pecahan dari partai Bersatu Sabah (PBS).
11. Liberal Democration Party, didirikan oleh Hiew Ming Kong dan Chong Kah
12. Partai Bersatu Rakyat Sabah (PBRS), didirikan oleh Datuk Clarence
Bongkos, yang merupakan pecahan PBS Kemudian bergabung dengan BN
pada tahun 1994.
13. Pasok Momogun Kadazandusun Organization (UPKO), yang merupakan
pecahan dari PBS, bergabung dengan BN pada 1994.
14.Partai Islam se-Malaysia (PAS), didirikan tahun 1951. Pada awal
terbentuknya partai ini merupakan Biro Agama UMNO dan pernah bergabung
dengan BN pada tahun 1971 Kemudian keluar pada tahun 1977.
15.Democratic Action Party (DAP), partai ini merupakan pecahan dari PAP
(Partai Aksi Rakyat) yang menjadi partai berkuasa di Singapura. Dipimpin
oleh Lim Kit SIang, DAP semula bergabung dalam Barisan Alternatif namun
keluar dari koalisi pada September 2001. Dalam pemilu 2004 DAP bertanding
sebagai partai independen.
16.State Reform Party Saraak (STAR), partai ini merupakan pecahan dari SNAP
dan didirikan oleh Dr. Patau pada tahun 1995.
17.Partai Keadilan (KEADILAN), didirikan oleh pendukung mantan Deputi PM
Anwar Ibrahim dan dipimpin oleh Datin Seri Dr. Wan Azizah Ismail.
18.Malaysian People’s Party (Partai Rakyat Malaysia/PKR), merupakan
kelanjutan dari partai Rakyat yang dibentuk kembali pada tahun 1974.
19.Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia (BERJASA), didirikan oleh H.
Mohammad Nasir dan tokoh pecahan PAS bergabung dengan BN pada tahun
20.Partai Negara Serawak (NEGARA), didirikan pada 1974 oleh mantan anggota
Partai Negara Serawak (PANAS). 7
Partai besar yang paling berpengaruh di Malaysia adalah The United Malays
National Organization (UMNO) yang dibentuk pada 11 Mei 1946 oleh Dato Onn
Jafar. UMNO adalah partai mewakili etnis Melayu dan beragama Islam, dengan
tujuan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa/suku Melayu mengingat
sebelumnya etnis Melayu terpinggirkan dalam lapangan ekonomi dan politik.8
Selain itu adanya alasan bahwa pemerintah kolonial Inggris bersikeras untuk
memindahkan kekuasaannya hanya kepada pemerintahan yang multirasial,
dikarenakan pemerintahan Inggris tidak ingin memerdekakan Malaysia jika tidak
terjamin stabilitas dan kepentingannya di masa depan. Di samping itu pemerintah
Inggris percaya bahwa pemerintahan Melayu tidak akan dapat mengatasi
pemberontakan komunis di bawah pimpinan Chinpeng, yang didukung oleh China.
Inggris mendukung UMNO sebagai partai besar di Malaysia untuk bekerjasama
dengan kelompok non-Melayu.9
Semenjak terbentuknya rangkaian elit politik sampai pada pemilu 2008, UMNO
merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja menguasai tumpuk
7
Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h. 44-46.
8
Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. h. 46-47.
9
pemerintahan, namun telah memenangi semua pemilu yang telah berlangsung di
Malaysia. Hal ini bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel B.I
Hasil-Hasil Pemilu Dewan Rakyat Malaysia Pada Tahun 1959-2008
Tahun
Sumber: A Effendy Choirie, Islam-Nasionalisme UMNO-PKB Studi Komparasi dan Diplomasi, hal. 49
Dari tabel diatas bisa dilihat dari hasil pemilu dari tahun 1959 semenjak
kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, hampir 80% dari persentase kursi di
Parlemen didominasi oleh BN. Hal ini telah memberi ruang politik yang dominan
kepada BN untuk mengkonstruksi suatu bentuk ideologi populis terhadap masyarakat
Malaysia. Hal ini yang menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu
pemerintah yang mampu untuk mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di
Malaysia.10
Namun pada pemilu 2008, BN yang hanya memenangi 140 kursi dan hanya
menguasai sembilan negara bagian.11 Sedangkan BA memenangi 82 kursi parlemen
dan berhasil menguasai lima negara bagian, diantaranya Ialah Penang, Kelantan,
Perak, Selangor, Kedah. Pada pemilu kali ini, BA kehilangan 51 kursi dari 222 kursi
parlemen.12 Apabila dikaitkan dengan peraturan dalam konteks sistem demokrasi
berparlemen di Malaysia, kemenangan 140 kursi tersebut menang cukup untuk BN
memerintah di Malaysia. Namun tidak berarti semua keputusan dapat diambil dalam
parlemen karena adanya pendapat lain dari BA.
Ada beberapa Faktor yang menyebabkan menurunnya suara yang di peroleh
oleh BN diantaranya: merosotnya wibawa pemerintah karena mengerasnya
ketegangan etnis hingga menguatnya ISA,13 terjadi konflik internal dalam UMNO
yang menyebabkan semakin kompaknya BA, selain dari itu, maraknya isu korupsi,
Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah, Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur.
12
Zaini Othman. Dalam Buku Leo Agustino, Ibid.,h. 190.
13
naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok hingga upaya untuk mencegah kembalinya
tokoh oposisi Anwar Ibrahim ke panggung politik.14
Dari gambaran di atas, pelaksanaan pemilu 2008 di Malaysia BN telah
disandingkan secara ketat dengan BA. Walaupun presentase BN dalam setiap pemilu
selalu mendominasi BA, namun tidak mustahil bagi BA mengambil kekuasaan dari
tangan BN. Hal ini dikarenakan dari beberapa hasil pemilu jelas sekali presentase
jumlah suara yang didapatkan BA semakin mengejar BN.
C. Etnisitas dalam Politik Malaysia
Membahas etnisitas dalam politik Malaysia berkaitan erat dengan keberadaan
tiga etnis yang membawa partai masing-masing. Pada masa pra kemerdekaan, Islam
dan Nasionalisme diterima sebagai paket kehidupan semua kekuatan politik yang
mempunyai tujuan menjamin keutuhan Melayu.15 Selain itu, Malaysia juga
menggunakan hukum-hukum syariat Islam dalam proses kehidupan bernegara yang
menjadikan etnis Melayu sebagai kelompok mayoritas muslim merasa bangga, hal itu
terlihat dengan banyaknya etnis Melayu yang menduduki birokrasi dan pertanian,
sementara etnis non-Melayu dominan di bidang perdagangan, dan hanya berprofesi
sebagai kelas pekerja.16
14
http://www.indopos.com. A. Effendy Choirie. Meneropong Wajah Pemilu Malaysia. Senin, 10 Mar 2008.
15
Hussin Mutalib, 1996. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. (Jakarta: LP3ES) h. 38.
16
Adanya konsep Ketuanan Melayu yang menjadikan etnis Melayu sebagai
"tuan" atau "pengsuasa" Malaysia, seperti yang tertuang dalam artikel 153 Konstitusi
Malaysia.17 Konsep ketuanan Melayu ini dibentuk oleh politikus-politikus Malaysia,
terutama yang berasal dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang
memiliki pengaruh kuat di Malaysia.18
Adanya ketimpangan sosial antara etnis Melayu dengan etnis non-Melayu ini
telah menyebabkan etnis non-Melayu masih belum merasakan negara Malaysia
sebagai negara mereka dan masih merasa didiskriminasikan di negaranya sendiri. Lee
Kuan Yew seorang pemimpin pemerintahan Singapura dari Partai Aksi Rakyat
(PAP), secara publik mendeklarasikan penolakannya atas ketuanan Melayu, dan
sebaliknya menyerukan "Malaysian Malaysia" (Malaysia-nya orang Malaysia).
menurut pendapat Lee Kuan Yew, bangsa Melayu mulai bermigrasi ke Malaysia
dalam jumlah besar hanya sekitar 700 tahun yang lalu. Dari 39% kaum Melayu di
Malaysia, sepertiganya adalah imigran baru yang datang ke Malaya dari Indonesia.
Oleh karena itu sangat tidak logis bagi kelompok rasial tertentu untuk berpikir bahwa
merekalah yang paling dibenarkan disebut sebagai bangsa Malaysia dan mendapatkan
jaminan hak-hak khusus dari pemerintah Malaysia.19
17
Maksud dari artikel 153 tersebut adalah menghilangkan ketidakseimbangan antara etnik China dan Malaysia untuk menciptakan kesetaraan ekonomi. Tetapi, dimasa-masa awal pembangunan untuk mengisi kemerdekaan Malaysia, pendapatan ekonomi bumiputera tidak juga meningkat dan hanya mendapatkan 2,4 % dari seluruh ekonomi, sisanya dikuasai China dan pihak-pihak luar negeri. Inilah yang memicu kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969 tersebut. Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia. (Jogjakarta: Garasi). h. 146-147.
18
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolonial.di Malaysia. diakses. 19 Februari 2011.
19
Hubungan antar etnis Melayu dan non-Melayu yang tidak harmonis tersebut
mencapai puncaknya pada kerusuhan rasial 1964 di Singapura yang masih merupakan
wilayah Malaysia. Dalam hal ini Lee Kuan Yew pada tahun 1965 terus bersikap
melancarkan kampanyenya dengan membentuk Dewan Solidaritas Malaysia
(Malaysian Solidarity Council/MSC) yang terdiri dari partai-partai multirasial seperti
Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party, PAP), Partai Progresif Rakyat (People's
Progressive Party, PPP) dan Partai Demokrasi Bersatu (United Democratic Party,
UDP).20
Setelah adanya reaksi seperti yang dikemukakan di atas, akhirnya anggota
parlemen dari UMNO Mahathir Mohamad menyerang Lee Kuan Yew dalam
parlemen. Ia mengatakan bahwa orang China Singapura tidak pernah mengetahui
kekuasaan Melayu dan tidak dapat menerima gagasan bahwa orang-orang yang telah
mereka tundukkan (etnis Melayu) sekarang berada dalam posisi memerintah mereka.
Melihat kejadian tersebut, Tunku Abdul Rahman dari UMNO yakin bahwa
perseteruan ini jika dilanjutkan lebih jauh maka akan berakhir pada kekerasan,
sehingga ia meminta Singapura untuk memisahkan diri dari Malaysia. Pernyataan ini
ditanggapi secara positif oleh Lee Kuan Yew sehingga Singapura keluar dari
Malaysia, menjadi negara merdeka pada tahun 1965 dengan Lee Kuan Yew sebagai
perdana menteri.
Pemisahan Singapura dari Malaysia, ternyata tidak meredakan isu-isu etnik
yang ada di Malaysia. Justru dengan adanya pemisahan Singapura tersebut dipandang
20
oleh sebagian besar bangsa Malaysia sebagai isu etnik yang telah mendorong
fanatisme etnik sampai pada tingkat yang tidak dapat ditolerir lagi. Keadaan ini
terlihat pada saat Malaysia Barat melangsungkan pemilihan umum untuk anggota
parlemen pada tanggal 10 Mei 1969. Pemilihan umum ini adalah yang pertama yang
diikuti oleh partai-partai oposisi non-Melayu secara besar-besaran.21 Walaupun pada
pemilihan umum sebelumnya isu-isu etnik selalu muncul namun dapat dibungkam.
Strategi yang diterapkan UMNO pada pemilihan umum tahun 1969 adalah
mengarahkan kampanye kepada kalangan bangsa Melayu untuk menandingi
pengaruh dari Pan-Malayan Islamic Party (PMIP) yang sekarang bernama Partai
Islam se-Malaysia (PAS). Akibatnya UMNO kurang memperhatikan perlunya
mencari dukungan dari kalangan etnik non-Melayu, dan membiarkan tugasnya itu
dilakukan oleh rekannya dari Partai Aliansi MCA dan MIC namun usaha mereka
ternyata tidak begitu berhasil.22
Dalam pemilihan umum tahun 1969, partai oposisi ternyata lebih sukses dengan
menggeser pemerintahan UMNO di tiga negara bagian yaitu Kelantan, Terengganu,
Perak. Hal ini hampir menjatuhkan mayoritas dua pertiga kursi parlemen yang
dipegang oleh UMNO. Kemudian Partai Aliansi menyerang dan menuduh kaum
oposisi non-Melayu, terutama yang dari DAP, GRM, dan PPP, sebagai partai-partai
21
Pada saat itu terjadi konflik karena adanya isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi dan sentimen menjadi tema sepanjang kampanye pemilu 1969 yang mengakibatkan meningkatnya semangat masyarakat Melayu dan China di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang berkaitan dengan bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera) dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan.
22Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.
etnik yang anti Melayu. Tetapi serangan terbesar ditujukan pada DAP, Partai ini
berkampanye untuk menciptakan Malaysia yang multi rasial, menyerukan
penghapusan hak-hak khusus orang Melayu dan mendorong terciptanya masyarakat
yang terbuka dan menghargai orang berdasarkan kepandaian.23
Di Kuala Lumpur para pendukung partai oposisi meneriakkan kata-kata rasialis
yang menghina orang Melayu, hal ini telah menyebabkan meningkatnya suasana
ketakutan dan kebencian. Sehingga pada tanggal 13 Mei 1969 terjadi kerusuhan antar
kelompok etnik pecah keadaan ini berawal dari kelompok Melayu yang mengalami
provokasi yang ekstrim. Selama dua minggu etnik Melayu menyerang orang China
dan etnik India.24
Setelah kerusuhan yang terjadi di Malaysia pada bulan Mei 1969 terjadi
kemerosotan kepercayaan dikalangan penduduk non-Melayu terhadap pemerintah
terutama pada aparat keamanan, karena ketidak mampuan mereka untuk memelihara
ketertiban umum secara adil. 25
Pada akhirnya pemerintah mengambil suatu kebijakan dengan membekukan
parlemen selama periode yang tidak ditentukan. Pada saat yang sama pula menunda
23
Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas, Ibid., 236-237.
24
Dampaknya ialah menyebabkan banyak penduduk terbunuh dan luka-luka, dan beribu-ribu rumah dan bangunan lainnya dibakar. Dalam kerusuhan ini orang China dan India menjadi korban yang paling parah. Angka resmi menunjukkan 196 mati, 439 cedera, 39 hilang dan 9.143 ditahan, 211 kendaraan musnah. Tapi spekulasi mengatakan 700 orang mati terbunuh. Insiden 13 Mei ini memicu kemarahan di negara tetangga Singapura. Orang-orang Tionghoa Singapura yang merasa tidak senang atas apa yang terjadi terhadap orang-orang Tionghoa Malaysia di Malaysia, mulai melakukan kerusuhan terhadap orang-orang Melayu Singapura di Kampong Glam dan daerah Pecinan (Chinatown). Barikade-barikade jalan dipasang oleh militer untuk mencegah kekerasan lebih jauh.
Namun korban yang jatuh tidak setinggi yang di Malaysia. Dikutip dari
http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.
25
pemilihan umum di Serawak dan Sabah. Kemudian setelah itu, dibentuk Dewan
Operasi Nasional (National Operations Council atau NOC), yang terdiri dari Tun
Razak (yang waktu itu menjadi Wakil Perdana Menteri/ Timbalan Perdana Menteri)
sebagai ketua.26 Dibentuknya kebijakan NOC dengan tujuan membentuk serangkaian
”Komite Niat Baik” pada tingkat federal dan negara bagian, menyingkirkan
tokoh-tokoh UMNO yang mempelopori tindakan-tindakan radikal untuk memperkokoh
dominasi politik orang Melayu, dan meningkatkan posisi ekonomi bangsa Melayu.
Secara perlahan-lahan NOC membuat berbagai kebijakan baru, yakni mendirikan
Departemen Persatuan Nasional pada bulan Juli 1969 dengan sebuah mandat untuk
mewujudkan suatu ideologi negara yang baru, Kemudian dikenal sebagai ”Rukun
Negara”.
Rukun negara sebagai suatu ideologi baru diumumkan pada pertengahan tahun
1970 yang terdiri dari lima ”keyakinan” (Persatuan bangsa, demokrasi, Keadilan,
Liberal, dan Kemajuan) dan lima ”asas” Kepercayaan pada Tuhan, Kesetiaan kepada
penguasa tertinggi yaitu Yang Dipertuan Agong dan kepada Negara mendukung
konstitusi, berperilaku baik, dan moralitas. Selanjutnya dibentuk pula Dewan
Permusyawaratan Nasional pada bulan Januari 1970 yang terdiri dari para pemimpin
Aliansi, para ahli hukum, para ahli ekonomi, kelompok profesional lain, dan beberapa
wakil partai oposisi seperti: SNAP (Serawak National Party) dan GRM (Gerakan
26
Rakyat Malaysia) diperbolehkan turut serta dalam dewan tersebut, namun terhadap
DAP ditolak.27
Ada dua hasil utama yang dapat dipetik dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas:
pertama, rencana Pembangunan Malaysia Kedua dirumuskan dan dilaksanakan, serta
kedua, diciptakannya pra kondisi untuk mengaktifkan kembali parlemen dan kembali
kepada demokrasi konstitusional. Masa kekuasaan peralihan NOC, oleh banyak
pengamat dianggap menandai berakhirnya demokrasi di Malaysia jelas sangat
bermanfaat. NOC telah meredakan perselisihan etnis dan dari sudut pandangan
pemerintah.
Keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh NOC, diantaranya berisi larangan
untuk mempermasalahkan isu-isu sensitif yang mungkin membangkitkan emosi rasial
misalnya berkenaan dengan Bahasa Nasional (yakni Bahasa Melayu), kedudukan
khusus bangsa Melayu dan penduduk Bumiputra lainnya, hak-hak kewarganegaraan
warga China dan India, serta kedaulatan Raja-raja Melayu.28
Etnisitas dalam politik Malaysia memperkuat argumen tentang pentingnya
faktor domestik dalam pembentukan keamanan nasional. Dominasi politik Melayu
dalam politik Malaysia merefleksikan adanya interplay antara keamanan etnis
Melayu dankonsepsi keamanan nasional. Rasa aman dan tidak aman yang dirasakan
etnis Melayu terefleksi dalam kebijakan keamanan pemerintah. Bahkan rasa aman
dan tidak aman UMNO pun secara bertahap berhimpitan dengan rasa aman dan tidak
27 Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.
Perbandingan Sistem Politik. h. 238-239.
28