• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi makna tokoh politik melalui kartun opini : analisis semiotika karikatur Megawati dalam Buku dari presiden ke presiden

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi makna tokoh politik melalui kartun opini : analisis semiotika karikatur Megawati dalam Buku dari presiden ke presiden"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PRESIDEN KE PRESIDEN)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Yikki Arstania NIM: 106051101945

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PRESIDEN KE PRESIDEN)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh

Yikki Arstania NIM: 106051101945

Di Bawah Bimbingan

Rulli Nasrullah, M.SI NIP: 197503182008011008

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Februari 2011

(4)

i

Yikki Arstania

KONSTRUKSI MAKNA TOKOH POLITIK MELALUI KARTU OPINI (ANALISIS SEMIOTIKA KARIKATUR MEGAWATI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN)

Sepanjang tahun 1998-2009 beragam peristiwa sosial, politik, ekonomi,

dan bencana yang mewarnai tanah air. Benny Rachmadi dari duo “Benny-Mice” merekam peristiwa-peristiwa yang penting dalam bentuk kartun opini yang mengkritik empat era kekuasaan Presiden Republik Indonesia yang terakhir berkuasa, dari Habibie hingga SBY. Kemudian kartun-kartun itu dikumpulkan dan

disusun sebagai sebuah buku yang diberi judul “Dari Presiden ke Presiden”. Kartun Opini sebagai salah satu media yang banyak mempublikasikan cerita-cerita berdasarkan isu yang berkembang di masyarakat.

Bagaimana repesentasi makna karikatur yang terdapat dalam buku dari presiden ke presiden? Bagaimana Benny menampilkan kritik terhadap citra dan sosok Megawati dalam sebuah karikatur?

“Dari Presiden Ke Presiden” adalah kumpulan kartun opini yang dikemas

menjadi sebuah buku. Penggambaran karakter tokoh yang diasosiasikan mirip dengan tokoh aslinya ini, membuat kritik atau pesan yang disampaikan pada tiap kartun dapat dimengerti dan dipahami oleh pembacanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Objek penelitian yaitu Karikatur Megawati pada buku Dari Presiden Ke Presiden. Teori semiotika yang digunakan adalah Charles Sanders Pierce, yaitu merepresentasikan, melihat sign dan menginterpretasikan.

Kartun-kartun Opini dari buku kumpulan kartun yang berjudul “Dari

Presiden Ke Presiden” ini menjadi kontrol sosial dan kritik atas pemerintahan yang berkuasa. Tokoh-tokoh yang ditampilkan jauh dari kesan wibawa dan kesahajaaan, berbeda dengan ketika digambarkan pada dunia nyata. Namun karena opini yang disampaikan dalam wujud kartun, mereka digambarkan dengan bertingkah lucu, jenaka bahkan terkesan konyol.

(5)

ii

bagi Allah Swt Tuhan semesta alam, atas limpah karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat dan barakah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa ummatnya dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran. Penulis bersyukur setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya penulis pun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini untuk mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I). dalam penyusunan karya ilmiah ini tentu penulis menemui beberapa hambatan maupun rintangan, namun Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya ini dengan baik.

Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan semua pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Berserta Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III yang telah memberikan fasilitas kepada peneliti selama mengikuti pendidikan program studi Konsentrasi Jurnalistik di kampus ini.

(6)

iii empat tahun terakhir.

4. Dosen-dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu dan dedikasi yang diberikan kepada penulis.

5. Secara khusus kepada Orang tua tercinta, Bapak dan Ibu (Sukarno dan Suyatmi) yang telah memberikan doa, kelembutan kasih sayang, materi dan motivasi kepada penulis. Hanya doa penulis kepada Allah semoga ridho-Nya selalu menyertai Bapak dan Ibu tercinta

6. Kedua adik-adikku Hans Dwi Putra dan Adnin Aufi terimakasih

7. Untuk Angga Rizal Nurhuda, terima kasih telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini. Dalam bentuk support , doa dan dukungan yang telah di berikan. Karena kamulah aku mengejar kelulusan dengan lancar. Kamu selalu ada disaat aku butuh.

8. Sahabat-sahabat Novita, Mimi fahmiya dan Dyambi Yuni yang selalu memberikan semangatnya dan menemani, mengisi warna-warni kehidupan selama perkuliahan ini.

9. Untuk Agnes, Jendral, Dita, Nia terimakasih atas bantuan yang kalian berikan, tidak akan kulupakan disaat-saat sibuk-sibuknya kita saling membantu teman kita untuk mengejar wisuda April. Terima kasih...

(7)

iv

11.Teman-teman KKN 2009 Tajurhalang Bogor, kebersamaan satu bulan yang penuh dengan suka dan duka. Semua itu menjadi pengalaman yang paling indah dalam kebersamaan dan kekeluargaan.

Dan kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah membalas budi baik yang telah kalian berikan. Penulis mohon maaf bila tedapat kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini, harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya. Amin.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb.

Ciputat, 10 Februari 2011

(8)

iv

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

D. Metodologi Penelitian... 7

E. Tinjauan Pustaka... 11

F. Sistematika Penulisan... 12

BAB II KERANGKA TEORITIS... 14

A. Semiotik... 14

1. Pengertian Semiotika... 14

2. Semiotika Visual... 24

B. Pengertian Kartun... 32

C. Komunikasi Politik... 38

1. Pengertian Komunikasi... 38

2. Definisi Politik... 40

D. Kartun Dalam Komunikasi Politik... 47

1. Representasi... 47

2. Kartun sebagai ‘watch Dog’... 50

(9)

v

1. Karir Politik... 61

2. Perjalanan Karir... 64

3. Perjalanan Pendidikan... 64

B. Profil Benny Rachmadi... 65

C. Profil Buku Dari Presiden Ke Presiden... 66

BAB IV ANALISIS PENELITIAN.... 69

A. Analisis Karikatur Megawati pada Buku Dari Presiden Ke Presiden Karya Benny Rachmadi dalam Pendekatan Semiotika Charles Sanders Pierce... 69

B. Penemuan Penelitian... 165

C. Sisi Positif dan Negatif Pada Gambar Karikatur Megawati… 165

BAB V PENUTUP... 167

DAFTAR PUSTAKA... 169

(10)

vi

Tabel 2...75

Tabel 3...80

Tabel 4...85

Tabel 5...88

Tabel 6...92

Tabel 7...97

Tabel 8...101

Tabel 9...105

Tabel 10...110

Tabel 11...115

Tabel 12...120

Tabel 13...124

Tabel 14...129

Tabel 15...134

Tabel 16...139

Tabel 17...143

Tabel 18...147

Tabel 19...150

Tabel 20...154

Tabel 21...160

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Megawati merupakan Presiden perempuan pertama di Indonesia. Mega merupakan putri dari Presiden pertama yaitu Sukarno. Selain itu Mega merupakan Ketua dari sebuah partai yaitu PDI-P. Dalam perjalanannnya Mega memutuskan mencalonkan diri menjadi seorang Presiden Republik Indonesia. Namun banyak yang menentang keputusan Mega tersebut. Tidak lain yang menentang dengan keputusan Mega ingin menjadi seorang Presiden yaitu partai-partai Islam.

Di dalam Islam tidak di izinkan seorang perempuan menjadi seorang pemimpin seperti hadis berikut:

Abu Bakrah berkata,

ا

غ ب

س

ه ا

ص

ها

هي ع

س

أ

ْهأ

س اف

ْدق

ا

ْ ْي ع

تْب

ْسك

اق

«

ْ

ح ْفي

ْ ق

اْ

ه ْ أ

أ ْ ا

»

“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa

Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau

shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ” Suatu kaum itu tidak akan bahagia

apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)

Dimana kepemimpinan wanita?

(12)

dan memelihara harta suami yang ada di rumah. Tujuan dari ini semua adalah agar kebutuhan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sedangkan perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki. Allah Ta’ala berfirman,1

ْ ق يف ت يبا ْج تج ت ي هاجْا أْا ْ قأ ا ّ ا يتآ اكّ ا ْعطأ ه اه س ا إ دي يه ابهْ ي ْعسْج ا ْهأتْي ْاْ ك طي ا ي ْطت

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu

sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)

Seorang perempuan bisa menjadi seorang pemimpin saat suami pergi bekerja, ketika itulah seorang perempuan bisa menjadi seorang pemimpin dirumah dan anaknya. Karna itulah banyak partai-partai islam tidak setuju dengan keputusan Mega.

Melalui kartun para pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, pesan-pesan-pesan-pesan kartun sering lebih mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau

1

(13)

kejadian-kejadian tertentu. Kartun biasanya hanya mengungkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana, tanpa detail, dengan menggunakan simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti secara cepat.

Kartun mempunyai sisi menarik yang memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan media komunikasi yang lain. Ketertarikan seseorang terhadap kartun menurut penelitian Priyanto Sunarto yang berjudul Metafora Visual Kartun Editorial pada Surat Kabar Jakarta 1950-1957 disebabkan dalam mengungkapkan komentar, kartun menampilkan masalah tidak secara harfiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna yang tersirat di balik peristiwa. Metafora merupakan pengalihan sebuah simbol (topik) ke sistem simbol lain (kendaraan). Penggabungan dua makna kata/situasi menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi perluasan makna menjadi makna baru.

Kartun bisa lahir dan selalu muncul dari peristiwa-peristiwa politik yang paling menentukan nasib suatu bangsa. Namun, justru ia melukiskannya dengan sangat ringan seraya bergurau dan memperoloknya. Ketertarikan seseorang terhadap kartun dibandingkan dengan media yang lain juga dikarenakan simbol-simbol tertentu dalam kartun yang menyebabkan kelucuan, selain itu isi kartun di media massa menceritakan kehidupan sehari-hari.2

Media pers di Indonesia menampilkan komik kartun dan karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang berkembang secara tersamar dan tersembuyi. Pembaca diajak untuk berpikir, merenungkan dan memahami pesan

2

(14)

yang tersurat dan tersirat dalam gambar tersebut. Tafsiran pembaca juga tidak selalu sesuai dengan sikap dan pandangan kartunisnya. Namun baik kartun dan karikatur, keduanya sama-sama disampaikan melalui makna dan tanda-tanda sebagai ungkapan kritikan tersebut.

Memberi kritikan kedalam bentuk kartun adalah bagian lain dari penyampaian pendapat melalui sebuah pesan dengan penambahan unsur gambar, sehingga pembaca dapat menginterpretasikan suatu masalah. Bagi sebagian pembaca, merupakan suatu hal yang sulit dilakukan untuk memahami makna tersirat yang bisa membuat pembaca sejenak berpikir, merenung, mempertimbangkan maksud yang dituju, karena bila salah mengartikannya dapat merubah persepsi, opini dan merubah pola tingkah laku pembaca.

Setiap minggu dan harian Kontan menghadirkan lembaran khusus komik. Dalam lembaran khusus itu, ada banyak kartun dengan tokoh yang berbeda. Penulis tertarik pada tokoh kartun pada kumpulan kartun di mingguan dan harian kontan

karya Benny Rachmadi. Terpilihnya ”Dari Presiden Ke Presiden” sebagai objek

penelitian dikarenakan ”Dari Presiden Ke Presiden” merupakan kumpilan kartun dari mingguan dan harian kontan yang dijadikan komik dalam bentuk buku. Selain

itu, kartun ”Dari Presiden Ke Presiden” yang berjudul Tingkah-Polah Elite Politik

merupakan buku pertama dan sudah hadir buku kedua yang berjudul Ekonomi Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, penulis tertarik meneliti dengan judul Konstruksi Makana Tokoh Kartun Melalui Kartun Opini

(Analisis Semiotika Karikatur Megawati Dalam Buku Dari Presiden Ke

(15)

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kajian dua puluh dua dari tujuh puluh tiga karikatur Megawati karya Benny Rachmadi. Penelitian ini tidak menggunakan survei karena tidak meneliti efeknya terhadap penikmat kartun tersebut. Makna simbolik dalam karya Bennya Rachmadi yang terdapat pada penelitian ini adalah hasil dari analisa peneliti. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana realitas simbolik dalam karya Benny Rachmadi dilihat dari perspektif analisis semiotika.

2. Perumusan Masalah

Berkenaan dengan uraian masalah diatas di ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana representasi makna karikatur yang terdapat dalam buku dari presiden ke presiden?

b. Apa saja sign atau tanda-tanda dalam karikatur Megawati dalam buku Dari Presiden Ke Presiden?

(16)

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui representasi karikatur Megawati yang terdapat dalam buku Dari Presiden Ke Presiden.

b. Untuk mengetahui sign atau tanda-tanda pada karikatur Megawati dalam buku Dari Presiden Ke Presiden.

c. Untuk mengetahui hasil analisis pada tanda-tanda dalam karikatur Megawati dalam Dari Presiden Ke Presiden.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian media, terutama kajian yang berhubungan dengan media dan komunikasi massa. Selain itu kajian ini diharapkan memberikan pandangan baru dalam kajian komunikasi khususnya pada kartun opini, terutama jika dilihat dari analisis semiotik.

(17)

D. Metodologi Penelitian

1. Subjek dan Obyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah karikatur yang diteliti, dan objek penelitian adalah karikatur tentang Megawati. Berikut adalah judul karikatur karya Benny Rachmadi yang akan diteliti.

1) Megawati yang pelit bicara

2) Kisruh internal PDI

3) Bulan madu dengan jabatan baru

4) Rakusnya partai pada jabatan di kabinet

5) Partai-partai menyodorkan calon menteri

6) Indonesia masih bergolak, investor kabur

7) Terganggu dengan lembaga swadaya masyarakat

8) Kursi Gubernur BI yang bikin ngiler

9) Dipaksa berbicara keras oleh kalangan Islam

10)Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia

11)Menimang Sutiyoso, banyak hati yang terluka

(18)

13)TKI yang terbengkalai

14)Mega mulai digoyang

15)Rebut simpati rakyat lewat iklan televisi

16)Megawati yang pelit bicara dipaksa ikut debat

17)SBY versus Megawati

18)Menggoyang Mega dari dalam partai

19)Mega membersihkan partai dari unsur luar

20)Kebagian yang kecil saja

21)Memoles Mega menjelang Sidang Umum

22)Bingung cari calon Wapres

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme. Kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.3 Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif memiliki relasi

3

(19)

dengan analisis data visual dan data verbal yang merefleksikan pengalaman sehari-hari.

Sebelum mengetahui hasil dari rumusan masalah pada point yang kedua harus diketahui dahulu jawaban point yang pertamanya dengan menggunakan pisau analisis yaitu analisis semiotika. Analisis semiotika memberi penekanan pada pencarian makna melalui relasi-relasi antar tanda yang ada dalam teks itu sendiri sendiri (bukan relasi teks dengan pengarangnya, pembacanya atau konteksnya). Artinya, tanda-tanda akan biarkan untuk mengungkapkan dirinya, mirip dengan yang dilakukan dalam fenomenologi. Jika tanda-tanda tersebut sudah terbuka dan semakin jelas pola-polanya maka peneliti akan bisa menentukan bagian mana pada teks tersebut yangakan didiskusikan lebih jauh.4

3. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis mencari sumber informasi sebagai pelengkap data melalui penelahan buku-buku, referensi serta bacaan lainnya yang mendukung akan penelitian ini. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan observasi, dan dokumentasi.

4

(20)

b. Observasi

Menurut Indriantoro dan supomo, observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek (orang), objek (benda-benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengam individu-individu. Data yang dikumpulkan pada umumnya tidak terdistorsi, lebih akurat atau rinci, serta bebas dari respon biasa.5 Karl Weick mendefinisikan observasi sebagai pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean serangkain perilaku.6 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan dengan melihat langsung serta mencermati setiap tanda-tanda pada objek penelitian yakni dua puluh dua karikatur Megawati pada buku Dari Presiden Ke Presiden.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah penelitian mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di perpustakan, internet atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. Penulis mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian empat kartun opini pada buku Dari Presiden Ke Presiden.

5

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 34.

6

(21)

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah dengan menggunakan semiotika model Charles Sander Peirce yaitu representasi, sign dan interpretasi. Representasi ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda.

E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti memperoleh data-data dari beberapa sumber tertulis yaitu berupa buku yang peneliti gunakan. Kepustakaan ini dilakukan dengan mengkaji, mempelajari dan mencoba mengimplementasikan sumber yang terkait dengan peneliti.

Selain dari buku-buku sebagian bahan referensi peneliti, dalam penulisan skripsi ini, peneliti juga merujuk pada penelitian sebelumnya yang berjudul

Analisis Semiotika Komik strip Benny & Mice Harian Kompas Edisi 1 Bulan Desember 2007. Penulis Nasruri mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam. Dalam penelitian tersebut, peneliti menggunakan komik strip sebagai objek penelitiannya.

(22)

Analisis Semiotika Komik strip Benny & Mice Harian Kompas Edisi 1 Bulan Desember 2007 penulis menggunakan komik strip sebagai objek penelitiannya.

Perbedaan signifikan dengan penelitian tersebut terkait analisis hasil penelitiannya. Jika hasil penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Nasruri hanya menganalisis ikon, indek dan simbol dari objek penelitiannya.

Kesamaan data penelitian dengan yang terdapat diatas yaitu terdapat pada metode dan analisisnya yaitu pendekatan kualitatif deskriptif dan analisis semiotika.

F. Sistematika Penulisan

Agar pembaca dapat memahami skripsi ini dengan jelas, maka penelitian menyusunnya dengan sistematika penulisan yang lebih objektif dalam permasalahan yang dibahas, adapun urutannya terdiri dari:

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Membahas tentang pengertian semiotika, pengertian komunikasi politik, dan pencitraan. Menbahas tentang sejarah dan pengertian kartun, kartun dalam

(23)

BAB III: GAMBARAN UMUM

Membahas profil Buku Dari Presiden Ke Presiden, profil Megawati dan profil Benny Rachmadi

BAB IV: ANALISIS PENELITIAN

Membahas hasil penelitian yang berisi tentang tanda-tanda yang terdapat dalam kartun opini Megawati dalam buku Dari Presiden Ke Presiden

BAB V: PENUTUP

(24)

14

A.

Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Semiotika berasal dari kata yunani yaitu semeion, yang berarti tanda.1 Semiologi atau semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika dan poetika. Akar namanya sendiri adalah “semeion”, nampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau akskelpiadik dengan perhatiannya pada simptomologi dan diagnostik inferensial. “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain.2 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.3 Pada dasarnya para ahli semiotik melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan sebagai hakikat esensial objek.4

Kehidupan intelektual dan sosial manusia didasarkan pada pembuatan, penggunaan dan pertukaran tanda. Ketika kita memberikan isyarat, berbicara, menulis, membaca, menonton acara televisi, mendengarkan musik, atau melihat lukisan, kita terlibat dalam perilaku yang didasarkan atas tanda.

Pakar bahasa Swiss bernama Ferdinand de Saussere dan filsuf Amerika Serikat Charles Peirce mengusulkan disiplin yang bersifat otonom. Yang disebut terdahulu menyebutkan semiologi; yang disebutkan kemudian

menyebutnya „semiotika’ (seperti yang juga yang dilakukan filsuf Inggris

1

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Penerbit Jalasutra, 2008), h.11.

2

Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, (Magelang: Yayasan Indonesiatera, 2001)

3

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003) h. 15.

4

(25)

abad ke-17 John Locke). Definisi semiotika yang cerdas tetapi juga penuh makna diusulkan oleh penulis dan pakar semiotika kontenporer Umberto Eco (1932) mendefinisikannya sebagai disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang bisa dipakai untuk berbohong, sebaliknya itu tidak bisa dipakai untuk berkata jujur; dan pada kenyataannya tidak bisa dipakai untuk apa pun juga.

Walaupun tampaknya bermain-main, ini adalah definisi yang cukup mendalam, karena menggarisbawahi fakta bahwa kita memiliki kemampuan untuk merepresentasikan dunia dengan cara apa pun yang kita inginkan melalui tanda-tanda, pun dengan cara-cara penuh dusta atau yang menyesatkan. Kemampuan untuk berpura-pura ini memungkinkan kita untuk memanggil rujukan yang tidak ada, atau untuk merujuk ke hal-hal apa pun tanpa dukungan empiris yang mengatakan bahwa yang kita lakukan itu adalah benar.5

Tujuan utama semiotika media adalah mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri, ini dilakukan dengan bertanya: (1) apa yang dimaksud atau direpresentasikan oleh sesuatu; (2) bagaimana makna digambarkan; dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil.6

Menurut Kriyanto, semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.7

5

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 33

6

Ibid., h.40

7

(26)

Para semiotikawan sering segan untuk menyatakan interpretasi spesifik tentang terhadap teks tertentu. Yang saya maksud dengan teks di sini adalah semua entitas yang dapat mengandung pesan atau makna dalam pengertian komunikasi prosaik atau puitik: lukisan , pertunjukan tari gambar komik, petikan musik, dan busana yang dipakai seorang pria di jalan semuanya merupakan teks dalam semiotika kultural.8

Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika modern. Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama semiotika modern : yang satu menggunakan konsep Peirce dan yang lain menggunakan konsep Saussure. Ketidaksamaan itu mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan yang mendasar : Peirce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah cikal-bakal linguistik umum. Pemahaman atas dua gagasan ini merupakan syarat mutlak bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tentang semiotika.

Tahapan kemajuan besar berikutnya dalam telaah tanda adalah yang diambil oleh Santo Agustinus (354-430M), filsuf dan pemikir agama yang mengklasifikasikan tanda sebagai yang bersifat natural, konvensional, dan

suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di Alam. Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya adalah tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi keadaan fisik dan emosional.

8

(27)

Di pihak lain, tanda konvensional adalah tanda yang dibuat manusia. Kata-kata, isyarat dan simbol merupakan contoh dari tanda-tanda konvensional. Di dalam teori semiotika modern, hal-hal ini diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan nonverbal- kata dan struktur linguistiknya (ekspresi, frase dan sebagainya) merupakan contoh tanda verbal; pengambaran dan isyarat merupakan contoh dari tanda nonverbal.9

Menurut Peirce kata „semiotika’, kata yang sudah digunakan sejak

abad kedelapan belas oleh ahli filsafat Jerman Lambert, merupakan sinonim kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran, menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subyek yaitu tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant).10

Menurut Piere, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretarikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Aritnya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda

9

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, h.34-35.

10

(28)

dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segi tiga semiotik.

Semiotika menurut Charles S. Pierce adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin formal tentang tanda-tanda.11 Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran manusia.12 Penalaran manusia senatiasa dilakukan lewat tanda. Artinya manusia hanya dapat bernalar lewat tanda.

Semiotika adalah pendekatan yang absah, yang di dalamnya sesuatu menyerupai sesuatu yang lain. Namun, objek material hendaknya berdiri sendiri dan dipahami dalam konteks yang menggunakan pengetahuan sebelumnya tentang objek yang berkaitan. Dengan demikian, objek bukan merupakan representasi dari sesuatu yang lain, tetapi merupakan bagian dari realitas yang kurang lebih objektif.13

Menurut Peirce dalam Hoed, tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan. Jika sesuatu, misalnya A adalah asap hitam yang mengepul di kejauhan, maka ia dapat mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman). Tanda semacam itu dapat disebut sebagai indeks; yakni antara A dan B ada keterkaitan (contiguity). Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon. Foto mewakili suatu kenyataan tertentu atas dasar kemiripan atau similarity (foto Angelina Jolie, mewakili orang yang bersangkutan, jadi

11

Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004), h.3.

12

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.12.

13

(29)

merupakan suatu pengalaman). Tanda juga bisa berupa lambang, jika hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan pada

perjanjian (convention), misalnya lampu merah yang mewakili “larangan

(gagasan)” berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat. Burung Dara

sudah diyakini sebagai tanda atau lambang perdamaian; burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan burung atau hewan yang lain, dan seterusnya.

Beberapa klasifikasi tanda telah diuraikan sejak zaman Aristoteles dan Santo Agustinus. Dari semua ini, yang paling komprehensif adalah taksonomi yang dikembangkan oleh Charles Peirce. Dari 66 jenis yang diidentifikasikannya, ada tiga ikon, indeks, dan simbol yang ternyata sangat berguna dalam telaah tentang pelbagai gejala budaya, seperti produk-produk media.

Ikon adalah tanda yang mirip dengan referennya dengan cara tertentu. Lukisan potret seseorang adalah ikon visual yang menunjukkan wajah orangn yang sebenarnya dari perspektif seorang seniman.

(30)

Simbol adalah tanda yang mewakili sesuatu yang mewakili sesuatu yang proses penentuan simbol itu tidak mengikuti aturin tertentu. Secara umum, seperti banyak gerak tangan tertentu, kata-kata adalah tanda simbolik. Akan tetapi, penanda apa pun objek, suara, gambar, warna, nada musik, dan sebagainya bisa memiliki makna simbolik. Yang perlu kita perhatikan adalah bahwa makna-makna simbolik dibentk melalui konvensi sosial, sehingga tidak bisa secara langsung digambarkan.

Beberapa konotasi warna yang dipakai untuk menyimbolkan sederetan referen yang berlaku di dalam praktik representasi Barat:

 Putih = kemurnian, ketidakberdosaan, kebajikan, kesucian,

kebaikan, kesopanan dan sebagainya;

 Hitam = jahat, ketidakmurnian, keadaan bersalah, kejahatan, dosa,

ketidaktulusan, keadaan tak bermoral, dan sebagainya;

 Merah = darah, hasrat, seksualitas, kesuburan, berbuah,

kemarahan, sensualitas dan sebagainya;

 Hijau = harapan, rasa tidak aman, kenaifan, keterusterangan,

kepercayaan, kehidupan, eksistensi dan sebagainya;

 Kuning = daya hidup, cahaya matahari, kebahagiaan, ketenangan,

kedamaian, dan sebagainya;

 Biru = harapan, langit, surga, ketenangan, mistisisme, misteri, dan

sebagainya;

 Cokelat = membumi, alami, suasana asli, keadaan konstan, dan

(31)

 Abu-abu = hambar, berkabut, kabur, misteri, dan sebagainya.14

John Fiske juga berpendapat bahwa terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yaitu:

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang bebeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencangkup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya berganung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.15

Menurut Pateda, semiotika ada sembilan macam yaitu:

a. Semiotika analitik yakni berfungsi untuk menganalisis sistem tanda. Pierce mengatakan bahwa semiotika berobjek tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek dan makna.

b. Semiotika deskriptif yakni berfungsi untuk memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami saat ini, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang, misalnya, langit yang

14

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, h. 47-49.

15

(32)

mendung menandakan bahwa hujan segera turun namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Semiotika faunal yakni berfungsi untuk memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan, misalnya, ayam betina berkokok itu menandakan bahwa ayam itu akan bertelur atau ada sesuatu yang terjadi.

d. Semiotika kultural yakni berfungsi untuk menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

e. Semiotika naratif yakni berfungsi untuk menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos atau cerita lisan.

f. Semiotika natural, semiotika jenis ini khusus berfungsi untuk menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Misalnya, air sungai yang keruh menandakan bahwa dihulu sungai telah turun hujan.

g. Semiotika normatif yakni berfungsi untuk menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Misalnya, rambu-rambu lalu lintas.

h. Semiotika sosial yakni berfungsi khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang baik kata maupun lambang yang berwujug kalimat.

i. Semiotika struktural yakni berfungsi khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.16

16

(33)

Yasraf Amir Piliang, menjelaskan tentang beberapa elemen penting dari semiotika yang meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Komponen tanda; apabila praktik sosial, politik, ekonomi, budaya dan seni sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda. Meskipun demikian, di dalam masyarakat informasi saat ini terjadi

perubahan mendasar bagaimana ’tanda’ dipandang dan digunakan. Ini

disebabkan karena arus pertukaran tanda tidak lagi berpusar di dalam suatu komunikasi tertutup, akan tetapi melibatkan persinggungan di antara berbagai komunitas, kebudayaan dan ideologi.

b. Aksi Tanda; analisis tanda berdasarkan sistem atau kombinasi yang lebib besar melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian yang terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik yaitu pembendaharaan tanda atau kata serta aksis sintagmatik, yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, bedasarkan atauran (rule) atau kode tertentu, sehingga dapat menggunakan kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna.

c. Tingkatan Tanda; Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan, yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga

bertingkat-tingkat. ’Denotasi’ yaitu tingkat pertandaan yang menjelaskan

(34)

d. Relasi antar Tanda; selain kombinasi tanda analisis semiotika juga berupaya untuk mengungkap interaksi di atara tanda-tanda. Meskipun bentuk interaksi antara tanda-tanda itu sangat terbuka luas akan tetapi

ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal yaitu ’metafora’, sebuah

model interaksi tanda yang di dalamnya sebuah tanda dari sebuah sistem digunakan untuk menjelaskan makna untuk sebuah sistem yang

lainnya. Misalnya penggunaan metafora ’kepala batu’ untuk orang

yang tidak mau diubah pikirannya. Metomini , interaksi tanda yang di dalamnya terdapat hubungan bagian depan keseluruhan. Misalnya

tanda ’mahkota’ untuk mewakili kerajaan, tanda ’botol’ untuk

pemabuk.17

2. Semiotika Visual

Tulisan berawal dari piktografi. System piktografi paling awal sebagian dipakai untuk merepresentasikan kisah-kisah karakter, dan symbol mitis. Piktografi adalah tanda-tanda visual yang mewakili sebuah konsep; dalam istilah semiotika itu adalah penanda visual yang merepresentasikan petanda secara langsung (secara ikonik). Piktograf paling awal yang sudah ditemukan dating dari Zaman Neolitik di Asia Barat. Mereka adalah bentuk-bentuk dasar pada benda-benda tanah liat yang mungkin dipakai untuk membuat cetakan pembuatan citra.

McLuhan berpendapat bahwa ketika seseorang berbicara, sadar atau tidak sadar pendengaran akan dipengaruhi oleh emosi suara manusia. Sebagai konsekuensinya, kita cenderung untuk membuat hubungan langsung antara

17

(35)

apa yang diutarakan pembicara (objek) dengan si pembicara (subjek). Di pihak lain, ketika kita membaca sebuah buku, kita tidak dipengaruhi oleh vokalisme. Ketika kita sedang membaca, yang kita pahami adalah halaman-halaman yang ditulis huruf-huruf, dengan pinggirannya, batas atas dan tertata rapi dalam baris dan kolomnya. Hal ini akan mendorong kita untuk memiliki pemahaman bahwa isi buku (objek) akan terpisah dari pengarangnya (subjek), serta ditambah lagi bahwa si pengarang tidak ada saat proses pembacaan dilakukan. McLuhan menyimpulkan bahwa inilah yang mendorong munculnya pola piker yang dinamakan objektivitas yang cenderung melihat subjek (pembuat representasi ) dan objek (isi representasi itu sendiri) sebagai entitas terpisah.18

Studi dan aplikasi saat ini atas semantika produk dalam desain industri merupakan turunan dari akar-akar filosofi yang sama seperti halnya semantika linguistik. Namun, ketimbang menggunakan bahasa atau kode lisan atau tulisan yang telah diketahui, desainer menggunakan bahasa visual, sebentuk komunikasi yang kurang dikembangkan yang kurang dikembangkan dan kurang dipahami.

Semantika produk mengandalkan alphabet tanda dan symbol, yaitu garis, warna, tekstur, rupa, dan bentuk. Dengan memanipulasi alphabet visual ini, desainer mengulangi proses yang serupa dengan yang ditemukan dalam bahasa tulisan atau lisan. Makna-makna yang diberikan terhadap pelbagai tanda atau symbol belum didefinisikan dengan baik, sehingga siapa pun bias mengatakan bahwa kamus semiotika produk belum ada.

18

(36)

Sebagian besar teori komunikasi pada empat komponen pokok: a) pesan, tanda, atau kode, b) keluran atau transmisi, c) masukan atau resepsi, dan d) tanggapan. Keempat komponentersebut beroperasi secara linier, yaitu sebuah tanda perlu diciptakan, kemudian dikirim, diterima dan akhirnya ditanggapi. Komunikasi tersebut dianggap berhasil ketika tanggapan cocok dengan tanda. Semakin cocok tanggapannya, maka semakin baik komunikasi tersebut.19

Media bisa dibagi-bagi menjadi tiga kategori dasar:

a. Medium alami, yaitu memancarkan gagasan dengan cara berbasis biologis (melalui suara, ekspresi wajah, gerakan tangan, dan sebagainya).

b. Medium buatan, bagaimana gagasan direpresentasikan dan dikirimkan menggunakan satu artefak tertentu (buku, lukisan, patung, surat dan sebagainya).

c. Medium mekanis, bagaimana gagasan dikirimkan menggunakan peralatan mekanis temuan manusia seperti telepon, radio, pesawat televisi, komputer dan sebagainya.

Media cetak memunkinkan orang-orang untuk megungkapkan pesan-pesan verbal pada batu, lukisan dinding, papirus, kertas, dan bahan-bahan atau permukaan yang bisa merekam pesan.

Pelbagai indeks, simbol, dan ikon yang mendasar bagi sistem semiotika sebagaimana dikemukakan Charles Peirce bukan merupakan yang baru bagi desain, demikian juga penyelidikan terhadap penggunaan hal-hal

19

(37)

tersebut bukan merupakan fenomena yang baru terjadi. Indeks, symbol, dan ikon tersebut merupakan kunci yang digunakan oleh para sejarawan seni ketika menguraikan makna dalam lukisan, pahatan, dan objek-objek “biasa”, seperti mebel, barang-barang tembikar, dan semua jenis perkakas. Umberto Eco mengemukakan hipotesis tentang semiotika bahwa budaya dapat dipahami sebagai komunikasi. Baru-baru ini sejarawan seni itulah yang telah mendekode makna dalam pelbagai artefak, sehingga memberi kita pemahaman lebih lengkap terhadap budaya masa lalu melalui pesan-pesan yang ditanamkan dalam pelbagai artifak tersebut.

Yang dimaksud dengan ikon tubuh disini adalah citra yang lengkap dan dapat dikenali bentuk manusia atau bagian-bagian yang membentuknya, seperti wajah, atau kedua tangan, ikon-ikon ini menghasilkan lebih banyak hal daripada sekadar kesenangan, ikon-ikon ini memanusiawikan lingkungan kita, menjadikannya kurang menakutkan, lebih familiar, dan lebih sesuai. Yang tidak tercakup ke dalam definisi ini adalah boneka, orang-orangan di sawah, dan manekin, yang kegunaan satu-satunya adalah menggantikan tubuh manusia.

Terdapat beberapa aspek bentuk manusia yang diperiksa ketika kita melakukan persepsi:

(38)

sebagai pemahaman umum bahwa anggota badan kita, organ-organ eksternal, dan banyak organ internal memiliki pasangan dan terletak pada sumbu vertical. Kita mengalami hal ini secara langsung melalui system keseimbangan rumit yang melibatkan otak, mata, dan telinga. Pola piker (mindset) kita yang berorientasi kepada kesimetrian lebih menyukai penutup, kelengkapan, dan keseimbangan fisik. Sebagai akibatnya, desai-desain tertentu hanya bias berhasil jika simetris, dan gagal jika asimetris secara radikal. 2. Vertikalitas. Cara berdiri kita yang tegak di atas dua kaki

memberikan kita pelbagai kelebihan dibandingkan makhluk-makhluk lain, dan gerakan kita untuk sebagai besar itu vertical. Tentu saja, bentuk manusia dapat dikenali dalam posisi tengkurap dan duduk, tetapi model mantal kita adalah model sosok yang berdiri dengan wajah menghadap ke depan (frontal). Bahkan pandangan dari samping, menurut Rudolf Arnheim, tidak menawarkan kejutan dasar apa pun, karena tidak ada perkara esensial apa pun yang tersembunyi, dan penampilan umum dari

pandangan ini mewujudkan “hukum tentang keseluruhan”.

(39)

4. Rangka dan sumbu. Orang dewasa memahami tubuh sebagai sesuatu yang didukung oleh sistem rangka, rangka tersebut pada gilirannya dilihat tidak hanya sebagai organ pertahanan yang terhadapnya jaringan lembut digantungkan, tetapi merupakan skema, begitu dikatakan, yang menggambarkan kepala dan sumbu batang tubuh, leher, dan anggota badan. Secara individual, bagian-bagian komponen rangka tersebut memiliki karakter yang tidak menyerupai bentuk-bentuk organic yang lain, karena sifatnya linier, asimetris, keras dan memiliki ketebalan berbeda sepanjang dimensi panjangnya.

5. Kulit. Struktur yang merentang diatas sebuah kerangka bias dilihat sebagai metafora bagi kulit, meskipun struktur tersebut mungkin hanya melaksanakan sebagai fungsi actual kulit manusia yang merupakan organ yang memperbarui diri sendiri. Karena itu, kain pelapis sofa mengandung kelembaban, dank ain paying melindungi dengan menangkal kelembaban, sementara pakaian nilon mengaspirasikan kelembaban.

6. Bentuk organik. Bentuk-bentuk minimal yang disebutkan di atas mensyaratkan adanya garis luar dan garis bentuk yang konsisten dengan hakikat daging kita. Kita memberi tanggapan secara cepat terhadap bentuk yang lunak sebagai sesuatu yang cocok dengan bentuk-bentuk lunak yang ada pada diri kita sendiri.

7. Kepala dan wajah. Sekali lagi, sumbu vertikal dan simetri bilateral

(40)

seksama alis, hidung, bibir, dagu, dan leher sangat penting bagi pengenalan individu tertentu, yaitu pola dasarnya. Aspek-aspek yang sama harus dibedakan untuk membentuk pandangan samping dari bentuk manusia yang esensiala atau minimal

Banyak benda yang dikenakan di kepala atau dipasangkan ke kepala, seperti head phone dan kacamata, juga simetris. Sebuah radio stereo pasti mencerminkan indera pendengaran kita yang sterefonik, dan kita, pada gilirannya, mengenali simetri kita sendiri dalam pencerminan tersebut.

8. Tangan. Meskipun jarang digunakan dalam desain, citra representative tangan tampak pada pengekspresian ayunan seperti dalam kursi goyang, “Joe Sofa”. Dalam bentuk yan lebih abstrak, kedua tangan manusia direfleksikan dalam pelbagai budaya alat dan perkakas yang menggantikan kedua tangan: tang, kunci inggris, sekop, tongkat penunjuk, catok, pemukul lalat dan seterusnya.

(41)

10. Unsur-unsur yang erotis. Penggunaan citra pelbagai organ reproduksi tubuh bukan tidak lazim pada pelbagai peradaban kuno, dan bahkan dapat ditemukan dalam pelbagai tempat publik.20

Dalam penggunaan sastra tradisional, simbol mengacu pada sebuah kata atau ide untuk objek tertentu, dengan atau tindakan di mana - meskipun pada dasarnya berbeda - menghibur semacam hubungan semantik. Dengan demikian, dalam budaya tertentu, bunga mawar dapat menjadi simbol cinta, seekor burung kebebasan, kayu kegilaan, atau air kehidupan. Sebuah simbol, oleh karena itu, didasarkan pada hubungan antara dua unit terpisah - kiasan satu tema, sedangkan semi-simbol adalah produk dari hubungan antara dua kategori.

Dalam semiotika Peirce, simbol dari istilah berarti suatu tanda (penanda) yang hubungannya dengan objek (ditampilkan) adalah benar-benar sewenang-wenang dan dengan konvensi. Sebuah contoh akan kata "topi" di mana tidak ada hubungan kausal atau kesamaan fisik antara simbol (kata mobil) dan objek. Dalam sistem klasifikasi, Peirce membedakan tanda-tanda yang digunakan sebagai simbol-simbol yang digunakan sebagai ikon atau indeks (index).21

20

Ibid., h. 26-39.

21

(42)

B. Sejarah dan Pengertian Kartun

Kartun (cartoon) berasal dari bahasa Italia cartone yang artinya ’kertas’.

Pada mulanya kartun adalah penamaan bagi sketsa pada kertas alot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding. Pada saat ini kartun adalah gambar yang bersifat dan bertujuan sebagai humor satir. Jadi, kartun tidak hanya merupakan pernyataan seni untuk kepentingan seni semata-mata, melainkan mempunyai maksud melucu, bahkan menyendiri dan mengkritik.22

Bukti arkeoleogis telah menemukan gambar kartun atau karikatur sudah ditemukan pada dinding-dinding dan jambangan bunga pada jaman Mesir kuno dan Yunani Kuno (Intisari, Januari 1992).

Masa Renaissance yakni pada abad ke-16, , Michaelangelo buo narotti memakai kartun dalam mengerjakan karyafresco tentang kisah penciptaan manusia yang sangat terkenal dan sampai sekarang dapat dilihat di Kapel Sistine. (Marianto dalam Indarto, 1999:13). Leonardo da Vinci dalam karyanya yang berjudul The Virgin and Child with St. Anne and St. John the Baptist, adalah sebuah kartun yang dibuat oleh Leonardo da Vinci dalam makna yang asli. Sebuah kartun dengan ukuran penuh yang digambar di atas kertas sebagai studi untuk proses lebih lanjut sebauh karya seni, seperti lukisan atau permadani. Koleksi kartun kelas dunia karya Peter Paul Rubens untuk sebuah permadani yang besar sebuah koleksi dari John and Mable Ringling dapat disaksikan dalam Museum of Art di Sarasota, Florida.

22

(43)

Bapak kartun modern adalah seniman yang berasal dari Perancis, Honore Daumier (1830-1870). Beliau mengkartunkan para pemimpin perancis untuk koran dan majalah Perancis, bahkan sempat dipenjara pada tahun 1832 karena mengkarikatur Raja Louis Philippe (Intisari, Januari 1992).

Tahun 1843 merupakan masa di mana kehadiran kartun mulai diperhitungkan keberadaannya, pada tahun tersebut diadakan sebuah pameran besar dan kompetisi kartun yang digagas oleh Pangeran Albert, suami Ratu Victoria dari Inggris.

Kartun yang berjudul Substance and Shadow karya John Leech merupakan sindiran yang disiapkan untuk pembangunan fresco di New Palace of Westminster (1843), dan kemudian dibuat pengertian modern dari kata

“kartun” dalam media cetak modern, ilustrasi kartun biasanya bertujuan

humor. Fresco sendiri adalah seni menggambar di kaca dengan warna-warna yang indah dan mengilustrasikan suatu legenda atau mitos pada masyarakat Eropa. Konsep ini mulai dipakai dari tahun 1843 ketika majalahPunch menerapkan istilah untuk gambar sindiran dalam salah satu halamannya, terutama sketsa yang dibuat oleh John Leech. Awal parodi sebuah kartun dilihat padafresco bersejarah di new palace of Westminster. Judul asli untuk gambar yang dibuat oleh tukang pensil (ilustrator) majalahPunch dan judul

baru “cartoon” dimaksudkan untuk sesuatu yang bersifat ironis, dengan

referensi pada sikap memperkaya diri dari para politisi barat.

(44)

sampai 1945 (pasca perang dunia II) merupakan masa popularitas komik-komik humor.23

Secara sederhana kartun dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kartun verbal dan kartun non verbal. Kartun verbal adalah kartun-kartun yang memanfaatkan unsur-unsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana di samping gambar-gambar jenaka di dalam membuat tersenyum dan tawa para pembacanya. Sementara itu, kartun non verbal adalah kartun yang semata-mata memanfaatkan gambar-gambar/visualisasi jenaka untuk menjalankan tugas itu.

Karikatur atau kartun tidaklah sketsa yang dijelek-jelekkan dan bukan pula sekedar coretan yang dilebih-lebihkan. Karikatur bukanlah pula hanya sketsa yang karikatural, tetapi teks yang ingin menyampaikan hal yang aktual.

Kartun adalah sebuah bentuk wacana atau berita pikiran tentang "sesuatu". Dengan simbol-simbol yang bercorak sinekdote - memperlihatkan sebagian untuk mengatakan keseluruhan - dan tentu saja, karikatural berita - pikiran yang disampaikan tak lain daripada sebuah ajakan berdialog yang intens dengan kekuasaan, masyarakat umum atau dengan siapa saja.

Simbol-simbol karikatural yang dengan kreatif menonjolkan unsur-unsur yang lucu dan di luar kebiasaan itu bukan saja memberikan kebebasan bagi sang kartunis untuk menyampaikan berita - pikirannya tetapi juga secara cerdik mengalihkan daya tusuk dari dialog yang intens tersebut. Dengan begini, maka yang getir dan pahit dapat disampaikan sebagai keanehan yang lucu saja.

23

(45)

Menurut sejarah, "Cartoon" lahir sejak abad pertengahan seiring dengan semangat humanisme yang meletakkan manusia sebagai objek dan subjek untuk mengenal berbagai hakekat kehidupan. Karikatur sendiri diketahui berasal dari bahasa Itali "caricare", yang berarti memuat atau menambah muatan secara berlebihan.24

Jumlah kartun pada buku Dari Presiden Ke Presiden yaitu tiga ratus tiga puluh tiga, buku ini menceritakan perjalanan empat Presiden yaitu Habibi, Megawati, Gusdur dan SBY dalam tingkah polah politik.

Adapun kartun-kartun yang terdapat di media-media cetak itu meliputi berbagai jenis seperti:

1. Kartun editorial (editorial cartoon) yang digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual sehingga sering disebut kartun politik.

2. Kartun murni (gag cartoon) yang dimaksud sekedar sebagai gambar lucu atau olok-olok tanpa bermaksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual.

3. Kartun komik (comic cartoon) yang merupakan susunan gambar, biasanya terdiri dari tiga sampai enam kotak. Isinya adalah komentar humoris tentang suatu peristiwa atau masalah actual. Hal ini tidak mengingkari adanya kartun-kartun komik yang isinya tidak berbeda dengan kartun murni.25

24

http://nadaahmad.multiply.com/journal/item/3

25

(46)

4. Karikatur, merupakan perkembangan kartun politik, yaitu gambar lucu yang menyimpang dan bersifat satir atau menyindir, baik terhadap orang atau tindakannya. Ciri khas karikatur adalah deformasi atau distorsi wajah dan bentuk fisik, dan biasanya manusia adalah yang dijadikan sasaran agresi. Toety Heraty Noerhadi dalam tulisannya berjudul Kartun dan Karikatur sebagai Wahana Kritik Sosial menyatakan bahwa karikatur merupakan gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-tokoh yang digambarkan adalah tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru lewat pemiuhan (distortion) untuk memberikan persepsi tertentu terhadap pembaca. Ia menambahkan bahwa perbedaan kartun dan karikatur terletak pada hal ini, yaitu tokoh yang digambarkan antara kartun dan karikatur berbeda. Apabila tokoh kartun bersifat fiktif, maka tokoh dalam karikatur bersifat tiruan dari tokoh nyata yang telah melalui tahap pemiuhan. Dengan demikian akan terwujud gambar yang lucu tetapi juga terkandung pesan yang penting, sehingga pesan yang hendak disampaikan dalam kartun kepada masyarakat mudah untuk diterima.

Ada beberapa istilah dalam dunia komik. Esvantdiari Sant dalam bukunya yang berjudul Cara Mudah Mengedit Komik dengan Hotoshop

(47)

1. Outline: garis utama yang membentuk suatu objek. Walaupun bukan standar yang baku, outline yang memiliki tebal tipis akan terlihat lebih dinamis dan hidup.

2. Panel: kotak tempat gambar diletakkan. Biasanya dalam suatu halaman terdapat beberapa panel sekaligus. Umumnya bentuk panel adalah persegi empat, namun sering kali ditemukan berbagai macam variasi panel.

3. Tone atau screentone: lembaan motif yang digunakan untuk mengisi bidang kosong pada komik. Terbuat dari lembaran film khusus yang salah satu sisinya dilapisi lem/perekat.

4. Toning: proses mengisi bidang kosong menggunakan tone.

5. Balon dialog: tempat meletakkan dialog. Umumnya berbentuk bulat atau lonjong. Untuk menyampaikan emosi tertentu, bentuknya dapat lebih variasi lagi.

6. Foreground: gambar yang dilihat mata lebih dahulu atau terletak di bagian depan. Biasanya memiliki outline yang lebih tebal dibandingkan latar belakang.

7. Latar belakang atau background: gambar yang terletak di belakang

foreground. Biasanya memiliki outline yang lebih tipis dibandingkan foreground.26

26

(48)

C. Komunikasi Politik

1. Pengertian komunikasi

Secara etimologi, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin

Communication, bersumber pada kata Communis. Communis adalah sama, dalam arti kata sama makna yaitu sama makna mengenai suatu hal. Secara terminologi komunikasi berarti proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Berdasar pengertian diatas jelas, komunikasi melibatkan sejumlah orang, seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Secara paragdimatis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Dalam definisi tersebut komunikasi mempunyai tujuan yakni memberitahu perilaku atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behacior).27

Beberapa definisi tentang komunikasi antara lain:

a. Komunikasi adalah pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan.

b. Komunikasi adalah pengkoordinasian makna antara seseorang dan khalayak.

c. Komunikasi adalah saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap. d. Komunikasi adalah penyesuaian pikiran, penciptaan perangkat

simbol bersama di dalam pikiran para peserta.

27

(49)

e. Komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu ornag atau kelompok kepada orang atau kelompok lain, terutama dengan menggunakan simbol.

f. Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan dengan lisan, tulisan, atau simbol dari seorang komunikator kepada komunikate melalui suatu media untuk mencapai tujuan tertentu.

g. Komunikasi adalah proses iteraksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol.28

Komunikasi adalah pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan, pengoordinasian makna antara seseorang dan khalayak, saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap, saling berbagi unsur-unsur perilaku, atau modus kehidupan, melalui perangkat-perangkat aturan, penyesuaian pikiran, penciptaan perangkat simbol bersama di dalam pikiran para peserta.

Dengan mengamati tanda dan isyarat, mereka menciptakan makna berbagai objek. Melalui interprestasi, mereka merumuskan citra subjektif dengan mengingat apa makna objek-objek itu bagi mereka di masa lalu, membayangkan makna di masa depan jika mereka telah bertindak terhadap objek-objek itu, dan menetapkan apa makna objek-objek itu sekarang. Melalui simbol, diucapkan atau tidak, ditulis atau tidak, dengan berbuat demikian, menciptakan makna-makna yang baru. Komunikasi adalah proses interaksi

28

(50)

sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol.29

2. Definisi Politik

Beberapa definisi tentang politik antara lain:

a. Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana (who gets what, when, and how).

b. Politik adalah proses pembagian nilai-nilai dan wewenang c. Politik adalah bagaimana memperoleh kekuasaan, bagaimana

memperagakannya, dan bagaimana mempertahankannya. d. Politik adalah pengaruh

e. Politik adalah tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau memperluas tindakan lainnya.

f. Politik adalah kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka dalam kondisi konflik.30

Dalam bahasa Indonesia kata politik mempunyai beberapa pengertian yaitu:

1. Ilmu atau pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan. 2. segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)

mengenai pemerintah negara atau terhadap negara lain.

Politik akan tegak jika terjadi perselisihan atau kapan perselisihan itu

mungkin akan terjadi, sehingga politik lebih dekat kepada ”seni mengolah

perselisihan” dari pada yang lain. Mengelola atau mengadaptasi di sini bisa

29

Jalaludidin Rakhmat, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, (Bandung: Remadja Karya, 1989), h.6-7.

30

(51)

berarti pengelolaan terhadap perselisiahan yang tengah terjadi, bisa juga berupa tindakan membuat perselisihan baru.31

Komunikasi politik bukan hanya sekedar prose penyampaian suatu pesan mengenai politik oleh seseorang kepada orang lain. Bukan pula merupakan pengertian komunikasi plus ditambah pengertian politik. Menurut Lord Winldesham, komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikasi berperilaku tertentu.

Suatu pesan politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhi, maka disitu harus terdapat keputusan politik yang dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan.32 Politik dan komunikasi adalah sama-sama suatu proses dan sama-sama suatu pembicaraan. Pembicaraan di sini bukanlah dalam arti sempit seperti kata yang diucapkan, melainkan pembicaraan dalam arti luas dan inklusif, yaitu berarti segala cara orang bertukar simbol, kata yang diucapkan atau dituliskan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, atau pakaian.

Menurut Mark Roelofs, kegiatan berpolitik adalah berarti berbicara. Bahwa ada 4 jenis pembicaraan yang mengandung makna politik, yaitu:

1. pembicaraan tentang kekuasaan 2. pembicaraan tentang pengaruh 3. pembicaraan tentang konflik.

31

Muhammad Abid Al-Jabiri, Agama, Negara dan Penerapan Syariah, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), h. 113.

32

(52)

Dengan memandang esensi komunikasi sebagai interaksi sosial, dan esensi politik sebagai konflik sosial, dan Nimmo merumuskan komuikasi politik sebagai kegiatan yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial yang mengatur perilaku manusia dalam kondisi konflik. Dan Nimmo merumuskan ruang lingkup komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan-pesan politik, media komunikasi politik khalayak komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik.33

Secara filosofis kajian komunikasi politik adalah kajian tentang hakikat kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup dalam lingkup

berbangasa dan bernegara. Hakikat kehidupan sebagai motif atau sebagai “Das

Wollen” (keinginan) yang mendorong manusia untuk berkiprahyang

mengarah kepada terpenuhinya “Das Wollen” tersebut.

Munculnya empat macam sistem komunikasi dalam kajian ilmu komunikasi sebagai tanda bahwa pengaturan hak-hak berkomunikasi sangat bergantung kepada sistem politik atau sistem kekuasaan (power sistem) tempat komunikasi politik itu diaktualisasikan. Keempat macam sistem komunikasi yang dimaksud yaitu sistem otoriter, sistem liberal sistem komunis dan sistem tanggung jawab sosial. Di luar keempat sistem ini masih ada sistem-sistem lain yang belum diangkat sebagai kajian keilmuan.

Sebagaimana unsur-unsur komunikasi pada umumnya maka komunikasi politik pun terdiri dari beberapa unsur, yaitu: Komunikator Politik, Komunikan, Isi Komuniksai (pesan-pesan) Media Komunikasi,

33

(53)

Tujuan Komunikasi, Sumber dan Efek. Dalam kajian komunikasi politik sikap perilaku penguasa (elit berkuasa, elit partai) merupakan pokok bahasan atau objek kajian utama, sikap perilaku penguasa merupakan warna dominan dan tolak ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa prose komunikasi itu berlangsung. Sikap perilaku penguasa memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi pesan-pesan komunikasi baik yang berada dalam struktur formal maupun yang berkembang dalam masyarakat.

Definisi komunikasi politik yang lain adalah yang dikemukakan oleh Richard Fagen, yang mengatakan bahwa komunikasi politik adalah kegiatan komunikasi yang terdapat dalam suatu sistem politik yang mempunyai dampak secara aktual dan potensial.

Nimmo (1989) membagi komunikator politik ke dalam 3 kategori sebagai berikut:

1. Politisi/politikus 2. Profesional 3. Aktivis

(54)

informasi tentang politik kepada warga negara biasa. Ada 2 jenis aktivis menurut Nimmo, yaitu jurubicara dan pemuka pendapat. Selain kategori-kategori yang dikemukakan Nimmo tentang komunikator politik tersebut di atas, kita dapat menyebutkan komunikator-komunikator politik yang lain seperti:

 partai politik

 media massa

 birokrasi/aparat pemerintah

Komunikasi politik- transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik dan proses sosialisasi, partisipasi dan pengrekrutan tergantung pada komunikasi. Komunikasi dari pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap adalah funda-mental bagi ketiga hal tadi, karena semuanya menentukan bentuk aktivitas politik individu yang bersangkutan.

Jadi, dalam suatu sistem komunikasi politik, sumber yang tipikal mungkin adalah seorang calon untuk pemilihan bagi suatu jabatan politik; pesannya merupakan serangkaian usul politik; salurannya berupa siaran televisi; pendengarannya adalah anggota kelompok pemilih yang kebetulan memperhatikan siaran; dan umpan-baliknya persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap usul-usulnya.

(55)

depan rapat umum, atau ketika seorang presiden muncul di depan khalayak para reporter dalam konferensi pers.

Sebagai informasi yang disampaikan oleh media massa akan melintas garis-garis batas geografis dan kelas sosial. Dalam banyak hal media massa diakui sebagai saluran komunkasi politik yang berkemampuan untuk menyampaikan lebih dari sekedar informasi politik. Artinya media massa dapat dibuktikan mempunyai efek politik dalam suatu kelangsungan sistem politik suatu masyarakat.

Menurut Gurevitch dan Blumler, kekuatan media sebagai saluran komunikasi politik bersumber pada tiga hal.

1. Struktural, akar struktural kekuatan media bersumber pada kemampuannya yang unik untuk menyediakan khalayak bagi para politis yang ukuran dan komposisinya tidak akan diperoleh para politisi tersebut melalui alat yang lain.

2. Psikologi, akar psikologi kekuatan media bersumber pada hubungan kepercayaan/credibility dan keyakinan yang berhasil diperoleh media massa dari anggota khalayaknya masing-masing. Ikatan saling percaya itu tumbuh berdasarkan pada pemenuhan harapan khalayak selama ini.

3. Normatif, kombinasi antara akar struktural dan akar psikologis tadi memungkinkan media menempatkan dirinya di tengah-tengah, yaitu antara politis dan khalayak, dan sekaligus mencampuri proses politik yang berlangsung.34

34Ibid.

Gambar

gambar lucu atau olok-olok tanpa bermaksud mengulas suatu
Gambar 1
Gambar dua orang yang sedang berada di atas perahu
Gambar 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MEKANIKA TEKNIK DAN ELEMEN MESIN DI SMK.. NEGERI

Jln. Batang Bungkal Kel. Dusun Baru Kota Sungai Penuh.. Tanah Mendapo No. Sandaran Galeh Ke. Terminal Baru No. Koto Padang Kec. Tanah Kampung

PENGARUH KONFORMITAS DAN TIPE GAYA HIDUP TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA KONSUMEN STARBUCKS COFFEE DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan butir 1 ( satu) diatas, bersama ini diinformasikan rencana paket-paket pengadaan Satuan Kerja Bandar Udara Buli yang akan dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku

Fokus pada penelitian ini adalah aktivitas komunikasi upacara adat Labuh Saji di pantai Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, dimana dalam pelaksanaanya menjadi suatu aktivitas

posyandu lansia di Unit Pelayanan Primer Puskesmas Medan johor.. Untuk mengetahui Spiritualitas Lansia yang mempengaruhi

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Humaniora Bidang Linguistik (M.Hum.) pada Sekolah Pascasarjana. Universitas

Studi tentang Penggunaan Media Audio Digital Dalam Pembelajaran Gamelan Bali Di Jurusan Pendidikan Seni Musik UPI.. Evaluasi Pendidikan