• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Manajemen dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Manajemen dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2014"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

ARIF KURNIAWAN NIM : 107101001772

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii

Skripsi, 14 Juli 2014

Arif Kurniawan, NIM : 107101001772

Gambaran Manajemen dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2014

(xvi+ 129 halaman, 22 tabel, 3 bagan, 9 gambar)

ABSTRAK

Kebakaran yang terjadi di Jakarta mulai Januari sampai dengan 27 Desember 2012 mencapai angka 1.008 kejadian, Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Jakarta merupakan instansi pendidikan dimana di dalamnya mempunyai resiko terjadinya kebakaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manejemen dan sistem proteksi kebakaran di gedung FKIK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan desain studi kasus, yaitu membandingkan dengan Permen PU No.26/PRT/M/2008, Permen PU No.10/PRT/M/2009, dan SNI (Standar Nasional Indonesia), serta standart international yaitu NFPA (1995). Penelitian ini menggunakan data primer dengan instrumen observasi lapangan dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan, manajemen proteksi kebakaran yang belum semua terpenuhi adalah prosedur tanggap darurat, organisasi proteksi kebakaran, dan sumber daya manusia. Rata-rata proteksi aktif di gedung FKIK cukup baik artinya terpasang tapi ada beberapa sarana proteksi aktif yang belum terpasang dan ada yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan (74,4%). Dan rata-rata sarana penyelamat jiwa di gedung FKIK adalah cukup artinya terpasang tapi ada beberapa sarana penyelamat jiwa yang belum terpasang dan ada yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan (76,25%).

Untuk itu diperlukan pengadaan dan perbaikan bagi manajemen dan sistem proteksi kebakaran yang belum memenuhi persyaratan, serta dilakukannya pemeliharaan terhadap sistem yang telah tersedia.

(4)

Paper, 14 Juli 2014

Arif Kurniawan, NIM : 107101001772

Preview of Management and Fire Protection Systems at The Faculty of Medicine and Health Sciences UIN Jakarta 2014

(xvi + 129 pages, 22 tables, 3 charts, 9 pictures)

ABSTRACT

Fires in Jakarta from January to December 27, 2012 reached 1,008 occurrences. Faculty of Medicine and Health Sciences State IslamicUniversity Jakarta is an education institute which has a risk of fire.

This study aims to describe management and fire protection systems in Faculty of Medicine and Health Sciences building. The research used descriptive quantitative method with case study design, which compares with regulation of minister PU No.26/PRT/M/2008, regulation of minister PU No.10/PRT/M/2009, and SNI (Indonesian National Standard), and international standards NFPA (1995). This study uses primary data with field observations and documentation instruments.

The results of the study is the management of fire protection which not fulfilled are emergency procedures, fire protection organizations, and human resources. Active protection in the building overall is good but there are some active protection that has not been installed and are not in accordance with the laws and regulations (74.4%). And the average of saving tool in the building had been good but there are some life-saving tool that has not been installed and are not in accordance with the laws and reglations (76,25%).

It required the procurement and improvementof management and fire protection system which has not fulfilled the regulations, and maintain the available systems.

(5)
(6)
(7)

Nama : Arif Kurniawan Tempat/Tanggal Lahir : Sukosari, 04 Juli 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kramat IV No.24 Kwitang Jakarta Pusat No. Telepon : 085664617244 / 081314712299

Email : kurniawanarif_47@yahoo.com

Facebook : kurniawan arif

PENDIDIKAN FORMAL 1. SDN 2 Sukosari Way Kanan, Lampung Lulus Tahun 2001 2. MTs Darul A’mal Kota Metro Lampung, Lulus Tahun 2004 3. MA Darul A’mal Kota Metro Lampung, Lulus Tahun 2007 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014

PENDIDIKAN NON FORMAL Madrasah Diniyah Salafiyah, Darul A’mal Kota Metro

PENGALAMAN ORGANISASI 1. 2007-2008 : Staf Kementerian Kemahasiswaan BEMJ KESMAS 2. 2008-2009 : Menteri Kemahasiswaan BEMJ KESMAS

3. 2008-2009 : Sekretaris Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia FKIK 4. 2009-2010 : Ketua Umum Community of Santry Scholar (CSS MoRA) I UIN JKT 5. 2009-2010 : Pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia 6. 2010-2011 : Ketua Umum Community of Santry Scholar (CSS MoRA) II UIN JKT 7. 2011-2013 : Ketua Umum Community of Santry Scholar (CSS MoRA) Nasional. 8. 2011-2013 : Sekretaris Lembaga Anti Narkoba PP IPNU

9. 2013-2015 : Direktur Student Crisis Centre PP IPNU

Jakarta, Juli 2014

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Magang ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan

kepada Rosul tercinta, Nabi Muhammad saw yang telah membawa kebenaran yaitu

Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan Skripsi ini, penulis selalu mendapat motivasi, bantuan dan

dukungan selama melaksanakan penyusunan Skripsi ini. Penulis sangat berterima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini,

diantaranya :

1. Kedua orang tua penulis. Abah Alm. Kasiyono semoga selalu dalam Rahmat

Allah S.W.T dan ibu Tukilah. Terima kasih untuk semua hal yang sudah

diberikan, yang juga senantiasa mendoakan setiap langkah yang penulis kerjakan

demi kesuksesan penulis.

2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

kasih penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, inspirasi, dan masukkan

serta kebaikan dalam bimbingannya kepada penulis selama penyusunan skripsi

ini.

5. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II,

terima kasih penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, masukan, bimbingan,

inspirasi, serta kebaikan dalam bimbingannya kepada penulis selama penyusunan

skripsi.

6. dr Ainun Naimmah Kurniawan, terima kasih atas segala motivasi, kesabaran, dan

meluangkan waktu untuk mendapingi penulis, serta selalu mendoakan agar

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Teman-Teman Kelas K3, Gizi, Kesmas A serta OPUS. Semoga kita dapat

menjadi bagian terdepan dalam mengembangkan profesi Kesehatan Masyarakat

berbasis islami dan bermanfaat bagi orang banyak, amin.

8. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yag telah berperan aktif membantu

Penulis dalam menyelesaikan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan

dalam laporan ini.

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya dari

Penulis selaku manusia yang dhaif, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat

Penulis harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan

datang.

Jakarta, Juli 2014

(10)

ix

1.1 Latar Belakang …... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian……… 6

1.4.1 Tujuan Umum... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ……… 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Bagi mahasiswa... 6

1.5.2 Bagi FKIK…….………... 7

1.6. Ruang Lingkup ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran………... 8

2.1.1 Definisi Kebakaran …..………. 8

2.1.2 Teori Segitiga Api……….……… 9

2.1.3 Klasifikasi Kebakaran……… 10

2.1.4 Sebab-Sebab Terjadinya Kebakaran……….. 12

2.1.5 Bahaya-Bahaya Kebakaran……… 14

2.1.6 Penanggulangan Kebakaran………... 16

2.2 Manajemen Proteksi Kebakaran Gedung……….. 18

2.2.1 Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran……… 19

2.2.2 Organisasi Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung……… 19

2.2.3 Sumber Daya Manusia dalam Manajemen Penanggulangan Kebakaran…… 22

2.3 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif……….. 22

2.3.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)……… 23

2.3.2 Hidran………... 24

2.3.3 Alarm Kebakaran………. 27

2.3.4 Sprinkler Otomatis………. 29

2.3.5 Sistem Deteksi………. 32

2.4 Sarana Penyelamat Jiwa………. 33

2.4.1 Pintu Darurat……… 34

2.4.2 Tangga Darurat……… 34

2.4.3 Tanda Petunjuk Arah……… 36

2.4.4 Tempat Berhimpun………... 36

2.5 Kerangka Teori……… 37

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep……… 38

3.2 Definisi Operasional……… 41

(11)

x

4.3.1 Sumber Data……… 49

4.3.2 Instrumen Penelitian ……… 49

4.4 Pengolahan Data ……… 50

4.5 Analisa Data……… 51

4.6 Populasi dan Sampel……… 52

BAB V HASIL 5.1 Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran di Gedung FKIK ……….. 53

5.2 Organisasi Proteksi Kebakaran di Gedung FKIK………. 59

5.3 Sumber Daya Manusia………..……….. 62

5.4Rata-Rata Kesesuaian Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Gedung FKIK ……….. 64

5.5Sarana Proteksi Aktif Kebakaran di Gedung FKIK ……….. 65

5.5.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)……….………... 65

5.5.2 Hidran……….……….. 70

5.5.3 AlarmKebakaran……….. 74

5.5.4 Sprinkler……….………. 76

5.5.5 Detektor Kebakaran ……… 80

5.6 Rata-Rata Kesesuaian Sarana Proteksi Aktif di Gedung FKIK ……… 83

5.7 Sarana Penyelamat Jiwa di Gedung FKIK……… 84

5.7.1 Pintu Darurat di Gedung FKIK……….. 84

5.7.2 Tangga Darurat di Gedung FKIK……….. 87

5.7.3 Petunjuk Arah Jalan Keluar di Gedung FKIK……… 90

5.7.4 Tempat Berhimpun di Gedung FKIK……… 92

5.8 Rata-Rata Kesesuaian Sarana Penyelamat Jiwa di Gedung FKIK……… 94

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ………. 95

6.2 Prosedur Tanggap Darurat kebakaran di gedung FKIK……… 95

6.3 Organisasi Proteksi Kebakaran Di Gedung FKIK ………... 101

6.4 Sumber Daya Manusia di Gedung FKIK……….. 112

6.5 Sistem Proteksi Aktif Kebakaran di Gedung FKIK……….. 113

6.5.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)……….. 113

6.5.2 Hidran………. 114

6.5.3 AlarmKebakaran………. 116

6.5.4 Sprinkler……….. 117

6.5.5 Detektor Kebakaran……… 119

6.6 Sarana Penyelamat Jiwa di Gedung FKIK……… 121

6.6.1 Pintu Darurat di Gedung FKIK………. 121

6.6.2 Tangga Darurat di Gedung FKIK………. 123

(12)

xi

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan……… 128

7.2 Saran………..………… 129

(13)

xii

Nomor Tabel Halaman

2.1 Jenis APAR dan Kelas Kebakaran……….. 24 2.2 Penyedian Hidran Berdasarkan Luas Lantai dan

Klasifikasi Bangunan...

27

2.3 Persyaratan Perancangan Alarm Kebakaran Menurut Jenis, Jumlah lantai, dan Luas Lantai………...

28

2.4 Kapasitas Minimum Reservoir………... 30 2.5 Syarat Tekanan Air dan Kapasitas Aliran Pompa pada

Komponen Pemipaan………...

31

2.6 Pemilihan Jenis Detektor sesuai dengan Fungsi Ruangannya………...

33

4.1 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran yang Dilakukan

Oleh Saptaria et al………...

50

5.1 Kesesuaian Prosedur Tanggap Darurat di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dengan Permen

PU No.20/PRT/M/2009………...

54

5.2 Kesesuaian Organisasi Proteksi Kebakaran di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dengan Permen

PU No.20/PRT/M/2009………...

(14)

xiii

5.4 Rata-rata kesesuaian Manajemen Penanggulangan

Kebakaran Di Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta………...

64

5.5 Kesesuaian APAR di FKIK dengan Permen PU No.

26/PRT/M/2009...

66

5.6 Kesesuaian Hidran di FKIK dengan SNI

03-3985-2000………

72

5.7 Kesesuaian Alarm Kebakaran di FKIK dengan SNI

03-3985-2000………..

75

5.8 Kesesuaian Sprinkler di FKIK dengan SNI

03-3989-2000...

77

5.9 Kesesuaian Detektor Kebakaran di FKIK dengan SNI

03-3985-2000...

81

5.10 Rata-Rata Kesesuaian Sarana Proteksi Aktif di Gedung

FKIK...

83

5.11 Kesesuain Pintu Darurat di FKIK dengan Permen PU

No.26/PRT/M/2008...

(15)

xiv

5.13 Kesesuaian Tanda Petunjuk Arah Evakuasi Di FKIK

Dengan Permen PU No.26/PRT/M/2008...

91

5.14 Kesesuai Tempat Berhimpun Di FKIK Dengan NFPA

101...

93

5.15 Rata-Rata Kesesuaian Sarana Penyelamat Jiwa Di

Gedung FKIK...

(16)

xv

(17)

xvi

5.1 Alat Pemadam Api Ringan di gedung FKIK………... 66

5.2 Hidran Gedung………... 71

5.3 Hidran Halaman... 72

5.4 Sprinkler Otomatis... 77

5.5 Detektor Asap... 81

5.6 Pintu Darurat... 84

5.7 Tangga Darurat... 87

5.8 Tanda Petunjuk Arah Jalan Keluar... 90

5.9 Tempat Berhimpun... 93

(18)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebakaran adalah suatu proses oksidasi yang cepat, reaksi eksotermis

dimana bagian dari energy yang dilepaskan menyokong proses tersebut (mehaffey,

1997). Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03-3985-2000,

kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai

temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan

panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida atau produk dan efek

lainnya. Kebakaran dapat terjadi dimana saja baik dihutan, perkotaan, pemukiman

maupun digedung perkantoran. Masalah kebakaran masih banyak terjadi di sekitar

kita. Hal ini menunjukkan betapa perlunya kewaspadaan pencegahan terhadap kebakaran perlu lebih ditingkatkan (Suma‟mur, 1994).

Pada awal abad ke-21, jumlah populasi dunia adalah sebesar 630 juta jiwa,

dimana sebanyak 7-8 juta jiwa dilaporkan pernah mengalami kejadian kebakaran

dan 5-8 juta jiwa kecelakaan akibat kebakaran. Sementara itu populasi manusia di

Eropa pada awal abad ke-21 adalah sebanyak 700.000.000 jiwa dimana sekitar 2

juta jiwa mengalami kematian akibat kebakaran dan sekitar 2-5 juta jiwa

mengalami kecelakaan akibat kebakaran (Brushlinsky et al.2006).

Karter (2009) melaporkan jumlah kejadian kebakaran di Amerika Serikat

(19)

tahun 2010 peristiwa kebakaran mencapai 242.000 kasus (Departement for

communities and local government: London, 2010). Di New Zealand, pada tahun 2009 sampai dengan 2010 terjadi 69.579 kejadian kebakaran dengan jumlah

kebakaran diperkotaan sebanyak 53.940 dan dipedesaan sebanyak 15.639 (New

Zealand Fire Service, 2010).

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum

faktor-faktor yang menyebabkan kebakaran yaitu faktor-faktor manusia dan faktor-faktor teknis

(Ramli,2010). Untuk kasus kebakaran di Indonesia sekitar 62,8% disebabkan oleh

listrik atau adanya hubungan pendek arus listrik. Penataan ruang dan minimnya

prasarana penanggulangan bencana kebakaran juga berkontribusi terhadap

timbulnya kebakaran, khususnya kebakaran kawasan industri dan permukiman

(Nugroho,2010).

Kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran antara lain kerugian jiwa,

kerugian materi, menurunnya produktivitas, gangguan bisnis, dan kerugian sosial

(Ramli, 2010). Pada tahun 2010, dari 1.331.500 kejadian kebakaran di Amerika

Serikat yang telah disebutkan diatas, jumlah kerugian yang ditimbulkan antara lain

kematian 3.120 jiwa, 17.720 injury, dan kerugian langsung karena rusaknya properti sebesar 11.593.000.000 dolar (Karter, 2011).

Kebakaran yang terjadi di Jakarta mulai Januari sampai dengan 27 Desember

2012 mencapai angka 1.008 kejadian. Kebakaran ini terjadi di lima wilayah, yaitu

Jakarta Timur, Barat, Selatan, Utara, dan Pusat. Penyebab kebakaran paling besar

diakibatkan oleh korsleting listrik sebanyak 663 kali. Sedangkan kompor menjadi

(20)

sebanyak 46 kali, lampu 1 kali, dan dengan penyebab lain-lain seperti anak main

petasan, sampah, atau obat nyamuk. Dari 1.008 kebakaran tersebut, diperkirakan

total kerugian mencapai Rp 290.304.480.000. Total tersebut hanya perkiraan

kebakaran sampai tanggal 27 Desember 2012 (Rohmah,2012).

Melihat kasus diatas menunjukkan bahwa potensi kebakaran dapat timbul

baik dari dalam gedung seperti korsleting listrik, kompor ataupun merokok,

sedangkan yang dari luar gedung adalah kebakaran dapat bermula dari semak

meluas dengan cepat hingga sampai ke gedung. Data diatas menunjukkan bahwa

kerugian yang diakibatkan dari bahaya kebakaran tidak sedikit, baik korban jiwa

atau korban secara finansial. Disinilah pentingnya ilmu Kesehatan dan Keselamatan

Kerja dalam bidang pencegahan dan penanggulan kebakaran, agar

kerugian-kerugian ini tidak terjadi.

Kerugian akibat kecelakaan di kategorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung adalah

kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak

terhadap perusahaan seperti biaya pengobatan dan kompensasi korban kebakaran,

dan kerusakan sarana produksi. Disamping kerugian langsung (direct cost), kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak langsung (indirect cost) antara lain

kerugian jam kerja, jika terjadi kecelakaan kebakaran kegiatan pasti akan terhenti

sementara untuk membantu korban yang cedera, kerugian jam kerja yang hilang

akibat kecelakaan kebakaran jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi

produktivitas. Selain itu ada juga kerugian produksi, kerugian sosial, dan kerugian

(21)

Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam

Negeri Jakarta merupakan instansi pendidikan dimana di dalamnya terdapat

ruang-ruang perkuliahan, ruang-ruang dosen, perpustakaan dan laboratorium yang semuanya ini

mempunyai resiko terjadinya kebakaran. Di dalam gedung ini banyak faktor-faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya bahaya kebakaran, diantaranya adalah

buku-buku di dalam perpustakaan, arsip-arsip dosen, bahan kimia di dalam laboratorium,

instalasi listrik di setiap ruang gedung, yang mana semua ini sangat memungkinkan

dapat terjadinya kebakaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabag Tata Usaha FKIK tahun 2013,

beliau menerangkan bahwa FKIK sudah memiliki sarana proteksi aktif dan sarana

penyelamat jiwa, akan tetapi belum pernah dilakukan pengecekan kembali akan

fungsi-fungsi dari keduanya. Selain itu FKIK belum memiliki organisasi tanggap

darurat dan prosedur tanggap darurat yang diberlakukan. Dengan resiko sebesar ini

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) tidak memiliki prosedur tanggap

darurat yang di pahami oleh semua civitas akademika FKIK, sehingga besar

kemungkinan apabila terjadi bahaya kebakaran, tidak ada prosedur penyelamatan

yang efektif dan efisien. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul penelitian

mengenai “Gambaran manajemen dan sistem proteksi Kebakaran di Gedung

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta”.

1.2Rumusan Masalah

Bencana kebakaran cenderung meningkat setiap tahun, banyaknya kasus

(22)

kebakaran adalah masalah serius bagi kehidupan manusia, khususnya bagi civitas

akademika Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri

Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabag Tata Usaha FKIK tahun 2013,

beliau menerangkan bahwa FKIK sudah memiliki sarana proteksi aktif dan sarana

penyelamat jiwa, akan tetapi belum pernah dilakukan pengecekan kembali akan

fungsi-fungsi dari keduanya. Selain itu FKIK belum memiliki organisasi tanggap

darurat dan prosedur tanggap darurat yang diberlakukan. Berdasarkan hal tersebut

penulis tertarik untuk mengangkat masalah yaitu : Gambaran manajemen dan sistem

proteksi kebakaran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Jakarta.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana prosedur tanggap darurat kebakaran yang terdapat di gedung FKIK

UIN Jakarta ?

2. Bagaimana organisasi proteksi kebakaran di gedung FKIK UIN Jakarta?

3. Bagaimana Sumber Daya Manusia dalam manajemen penanggulangan

kebakaran?

4. Bagaimana sarana proteksi aktif kebakaran di gedung FKIK UIN Jakarta,

meliputi Alarm, Hidran, Detector, Sprinkler, dan APAR?

5. Bagaimana sarana penyelamatan jiwa saat terjadi kebakaran digedung FKIK

UIN Jakarta, meliputi pintu darurat, tangga darurat, tempat berhimpun, dan

(23)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui manajemen dan sistem proteksi kebakaran aktif di gedung

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prosedur tanggap darurat kebakaran di gedung FKIK UIN

Jakarta

2. Mengetahui organisasi proteksi kebakaran di gedung FKIK UIN Jakarta.

3. Mengetahui Sumber daya manusia dalam manajemen penanggulangan

kebakarn di gedung FKIK

4. Mengetahui kelengkapan sarana proteksi aktif seperti: Alarm, Hidran,

Detektor, Sprinkler, APAR di gedung FKIK UIN Jakarta.

5. Mengetahui kelengkapan sarana penyelamat jiwa seperti: pintu darurat,

tangga darurat, tempat berhimpun, petunjuk arah jalan keluar di gedung

FKIK UIN Jakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat bagi Mahasiswa

1. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan penulis mengenai

keilmuwan K3 khususnya masalah pencegahan penanggulangan

kebakaran digedung.

2. Membandingkan dan menerapkan ilmu yang didapat pada saat dibangku

(24)

1.5.2 Manfaat bagi civitas akademika FKIK UIN Jakarta

1. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan pada

managemen FKIK-UIN Jakarta terkait mengenai sitem pencegahan dan

penanggulangan kebakaran yang baik dan sesuai dengan standar yang

berlaku

2. Mengevaluasi kembali mengenai sistem pencegahan dan penanggulangan

kebakaran di gedung FKIK UIN Jakarta

1.6 Ruang Lingkup

Melihat manajemen dan sarana proteksi kebakaran di gedung FKIK yang

kurang memadai dan belum pernah diadakan penelitian sebelumnya mengenai

manajemen, sarana proteksi aktif, dan sarana penyelamat jiwa. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pemenuhan pada manajemen

penanggulangan bahaya kebakaran meliputi prosedur tanggap darurat, organisasi

proteksi kebakaran, dan sumber daya manusia. Dan juga pemenuhan terhadap

sarana proteksi aktif yang meliputi : Alarm kebakaran, Detector, Sprinkler,

APAR, dan Hidran serta sarana penyelamat jiwa yang meliputi : jalan keluar,

pintu darurat, tangga darurat, dan tempat berhimpun. Penelitian ini dilakukan

dengan melakukan observasi secara langsung terhadap sarana proteksi

berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008, Permen PU No.20 PRT/M/2009,

dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran

2.1.1 Definisi Kebakaran

Menurut Soehatman Ramli pada tahun 2010, kebakaran adalah api yang

tidak terkendali artinya diluar kemampuan dan keinginan manusia.

Menurut Standar Nasional Indonesia, kebakaran adalah sebuah fenomena

yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara

kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api,

cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan

efek lainya.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung

dan lingkungan, bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh

adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal

terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.

Menurut Zaini (1998), kebakaran yaitu reaksi kimia yang berlangsung

cepat serta memancarkan panas dan sinar. Kebakaran menurut Perda DKI

Jakarta (1992) adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang

(26)

Sedangkan menurut Basri (1998), yang dimaksud dengan kebakaran

adalah suatu hal yang sangat tidak diinginkan. Kebakaran dapat merupakan

penderitaan dan malapetaka, khususnya terhadap mereka yang mengalami

kebakaran.

2.1.2 Teori Segitiga Api

Menurut Polis Asuransi Kebakaran Indonesia (PSKI), terjadinya

kebakaran memerlukan tiga unsur :

1. Adanya bahan yang mudah terbakar

2. Adanya cukup oksigen sebagai oksidator

3. Adanya suhu yang cukup tinggi dari bahan yang mudah terbakar

(panas)

Konsep model segitiga api tersebut dapat dikembangkan dengan

menambahkan satu unsur baru yaitu reaksi kimia. Dan selanjutnya model

segitiga ini dikenal dengan konsep bidang empat api (tetrahedron).

Didalam peristiwa terjadinya api/kebakaran terdapat tiga elemen

yang memegang peranan penting yaitu adanya bahan bakar, zat

(27)

suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu

bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan. Bahan bakar

dapat berupa bahan padat, cair, dan uap/gas. Pada bahan bakar yang

menyala, sebenarnya bukan unsur itu sendiri yang terbakar, melainkan

gas/uap yang dikeluarkan (Depnaker,1987).

Apabila bahan bakar, zat pengoksidasi, dan sumber nyala berada

secara bersama-sam pada kondisi tertentu, maka kebakaran dapat terjadi,

hal ini berarti kebakaran tidak akan terjadi jika:

a. Tidak ada bahan bakar atau bahan bakar tersebut tidak dalam jumlah

yang cukup.

b. Tidak ada zat pengoksidasi/oksigen atau zat pengoksidasi tidak dalam

jumlah yang cukup.

c. Sumber nyala tidak cukup kuat untuk menyebabkan kebakaran.

2.1.3 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran

berdasarkan jenis bahan bakarnya. Dengan adanya klasifikasi tersebut akan

lebih mudah, lebih cepat dan lebih tepat pemilihan media pemadaman yang

dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Di Indonesia menganut

klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

(28)

1. Kelas A

Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar

dengan sendirinya, kebakaran kelas ini adalah akibat panas yang datang dari

luar, molekul-molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah

yang terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya

mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang akan

terbakar.

Sifat utama dari kebakaran benda padat ini adalah bahan bakarnya

tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam

bentuk bara. Media pemadam yang cocok adalah dengan dry chemical

sedangkan media pemadaman yang efektif adalah air.

2. Kelas B

Seperti bahan cairan dan gas tidak dapat terbakar dengan sendirinya.

Diatas cairan pada umumnya terdapat gas, dan gas ini yang dapat terbakar.

Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api sanggup mencetuskan api yang

akan menimbulkan kebakaran.

Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat

lain. Contohnya : solar, minyak tanah, dan bensin. Media pemadaman untuk

bahan jenis cair adalah sejenis busa (foam), sedangkan jenis gas adalah bahan jenis tepung kimia kering (dry chemical), gas halon, dan gas CO2. 3. Kelas C

Kebakaran pada kawat listrik yang bertegangan, yang sebenarnya kelas

(29)

aliran listrik, kalau aliran diputuskan maka akan berubah apakah kebakaran

kelas A atau B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media

pemadam yaitu yang tidak menghantarkan listrik untuk melindungi orang

yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.

Media pemadamnya adalah bahan jenis kering (dry chemical), gas halon gas CO2, dry powder.

4. Kelas D

Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium,

latium, dan potassium. Proses dari kebakaran kelas ini harus melaui tahapan

yaitu pemanasan awal yang tinggi dan menimbulkan temperatur yang sangat

tinggi pula. Pada kebakaran logam ini perlu dengan alat/media khusus untuk

memadamkannya atau dengan jenis dry chemical multi purpose.

2.1.4 Sebab-sebab Terjadinya Kebakaran

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

a) Faktor manusia

Sebagian kebakaran disebabkan oleh faktor manusia yang kurang

perduli terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran.

b) Faktor teknis

Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis, khususnya

(30)

Ada tiga faktor penyebab terjadinya kebakaran yaitu faktor manusia,

faktor teknis, dan faktor alam (Depnaker, 1987 )

1. Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran, antara lain :

a. Faktor pekerja.

1) Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan

kebakaran.

2) Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang

telah ditentukan.

3) Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar

tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran.

4) Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin.

5) Adanya unsur kesengajaan.

b. Faktor pengelola

1) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.

2) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja

3) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik terutama

dalam kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya

4) Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan

5) Sistem penanggulangan bahaya kebakaran baik sistem tekanan

(31)

2. Faktor teknis

a. Melalui proses fisik/mekanis seperti timbulnya panas akibat kenaikan

suhu atau timbulnya bunga api terbuka.

b. Melalui proses kimia yaitu terjadinya suatu pengangkutan,

penyimpanan, penanganan bahan/barang kimia berbahaya tanpa

memperhatikan petunjuk yang telah ada.

c. Melalui tenaga listrik karena hubungan arus pendek sehingga

menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau

membakar komponen lain.

2.1.5 Bahaya-bahaya Kebakaran

Peristiwa kebakaran menurut Depnaker (1987) adalah suatu kejadian

yang sangat merugikan yang dapat berupa korban manusia, kerugian harta

benda, dampak ekonomi ataupun dampak sosial. Kebakaran yang terjadi

sering mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan, hal ini disebabkan pada

peristiwa kebakaran yang dihasilkan asap, panas, nyala, dan gas-gas beracun

yang menyebar kesegala arah dan tempat.

Sedangkan menurut Suma‟mur (1981) peristiwa kebakaran adalah suatu

reaksi yang hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam. Reaksi

kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas. Pada beberapa zat,

reaksi-reaksi tersebut mungkin terjadi pada suhu udara biasa. Namun pada umumnya

reaksi tersebut berlangsung sangat lambat dan panas yang ditimbulkannya

(32)

Adapun bahaya-bahaya kebakaran diantaranya sebagai berikut :

a) Asap

Asap adalah suatu partikel-partikel zat karbon ukurannya dari 0,5

mikron, sebagai hasil dari suatu pembakaran tak sempurna dari

bahan-bahan yang mengandung unsur karbon.

Asap dapat mencapai temperatur antara 1000°F-1200°F, oleh efek

pemanasan menyebabkan asap naik dan membentuk seperti gumpalan

awan kemudian berpencar keseluruh ruangan. Bahaya asap bagi manusia

adalah mungkin menyebabkan iritasi terhadap mata, selaput lendir pada

hidung, dan tenggorokan.

b) Panas

Panas adalah suatu bentuk energi yang pada temperatur 300°F

dikatakan sebagai temperatur tertinggi dimana manusia dapat bertahan

hanya dalam waktu yang singkat. Akibat terpapar panas yang tinggi

menyebabkan manusia menderita kehabisan tenaga, kehilangan cairan

tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan, dan mematikan kerja

jantung.

c) Nyala

Nyala dapat timbul pada proses pembakaran sempurna dan

(33)

d) Gas-gas beracun

Pada peristiwa kebakaran banyak gas-gas yang dihasilkan yang

berasal dari bahan-bahan terbakar (khususnya bahan-bahan kimia).

Beberapa macam gas yang sering dihasilkan dalam proses terjadinya

kebakaran adalah gas CO, SO2, H2S, NH3, HCN, C3H4O, gas dari

pembakaran plastik, dan gas yang dihasilkan dari bahan seperti kayu,

tekstil dan kertas. Selain itu masih ada bahan kimia lain yang

menghasilkan gas-gas beracun. Oleh karena itu pada peristiwa kebakaran

tidak jarang korban yang timbul akibat terkurung gas-gas beracun

tersebut.

2.1.6 Penanggulangan Kebakaran

Penanggulangan kebakaran adalah suatu upaya untuk mencegah

timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengenalan setiap wujud energi,

pengadaan sarana proteksi kebakaran, dan sarana penyelamatan serta

pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran

(Kepmenaker RI No.Kep.186/MEN/1999).

Sedangkan menurut Suma‟mur (1981), penanggulangan kebakaran

merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan,

pengamatan, dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan

keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan.

Lima prinsip pokok penanggulangan kebakaran dan pengurangan korban

(34)

1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau keadaan panik

2. Pembuatan bangunan yang tahan api

3. Pengawasan yang teratur dan berkala

4. Penemuan kebakaran pada tingkat awal pemadamannya

5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat dan

tindakan pemadamannya

Menurut Depnaker tahun (1987), pada modul-modul prinsip penanggulangan

kebakaran, secara umum dasar dari pemadaman bertujuan agar nyala atau

kobaran api dapat dipadamkan dengan segera, sehingga dampak yang merugikan

dan korban jatuh dapat dihindarkan. Oleh karena itu usaha pemadaman api harus

memerlukan teknik yang tepat serta didukung oleh sistem tanggap darurat yang

baik agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Teori pemadaman api terdiri dari beberapa cara, yaitu :

a. Pemadaman dengan cara pendinginan (cooling)

Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah

dengan cara pendinginan atau menurunkan temperatur bahan bakar sampai

tidak dapat menimbulkan gas untuk pembakaran. Air adalah salah satu

media pemadaman yang baik untuk menyerap panas. Oleh karena itu media

air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebaran dari cairan mudah terbakar

(35)

b. Pemadaman dengan cara pengurangan oksigen (smothering)

Dapat membatasi atau mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api

akan dapat padam. Salah satu contoh adalah memindahkan minyak yang

terbakar di penggorengan dengan menutupi kuali.

c. Pemadaman dengan cara pengambilan atau pemindahan bahan bakar

(starvation)

Pemindahan bahan bakar yang efektif, akan tetapi tidak terlalu

berhasil dalam prakteknya karena sulit.

d. Pemadaman dengan cara pemutusan rantai reaksi kimia (builing combustion chain reaction)

Merupakan cara terakhir untuk memadamkan api yaitu dengan

mencegah terjadinya rantai reaksi kimia di dalam proses pembakaran.

Contohnya adalah APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

2.2 Manajemen Proteksi Kebakaran Gedung

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009

tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran diperkotaan, manajemen

proteksi kebakaran gedung adalah bagian dari manajemen bangunan untuk

mengupayakan kesiapan pemilik dan pengguna bangunan gedung dalam

pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan.

Setiap pemilik / pengguna bangunan gedung wajib melaksanakan kegiatan

(36)

dan pemulihan akibat kebakaran. Selain itu setiap pemilik/pengguna gedung juga

harus memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam

izin mendirikan bangunan gedung termasuk pengelolaan risiko kebakaran melalui

kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala sistem proteksi

kebakaran serta penyiapan personil terlatih dalam pengendalian kebakaran

(Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2009)

2.2.1 Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran

Prosedur tanggap darurat kebakaran mencakup kegiatan pembentukan tim

perencanaan, penyusunan analisis risiko bangunan gedung terhadap bahaya

kebakaran, pembuatan dan pelaksanaan rencana pengaman keakaran (fire safety plan), dan rencana tindak darurat kebakaran (fire emergency plan) (Kementerian PU, 2009).

Komponen pokok rencana pengamanan kebakran mencakup rencana

pemeliharaan sistem proteksi kebakaran, rencana ketatgrahaan yang baik

(good housekeeping plan) dan rencana tindakan darurat kebakaran (fire

emergency plan) (Kementerian PU, 2009).

2.2.2 Organisasi Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009

unsur pokok organisasi penanggulangan kebakaran bangunan gedung terdiri

(37)

penyelamat/paramedic, ahli teknik, pemegang peran kebakaran lantai, dan

keamanan.

a. Kewajiban pemilik/pengguna gedung

Pemilik/pengelola gedung bangunan wajib melaksanakan

manajemenpenanggulangan kebakaran dengan membentuk organisasi

penanggulangan kebakaran yang modelnya dapat berupa Tim

Penanggulangan Kebakaran (TPK) yang akan mengimplementasikan

rencana pengamanan kebakaran (fire safety plan) dan rencana tindakan

darurat kebakaran (fire emergency plan) (Kementerian PU, 2009).

Besar kecilnya struktur organisasi penanggulangan kebakaran

tergantung pada klasifikasi risiko bangunan gedung terhadap bahaya

kebakaran, tapak, dan fasilitas yang tersedia pada bangunan. Bila terdapat

unit bangunan lebih dari satu, maka setiap unit bangunan gedung

mempunyai Tim Penanggulangan Kebakaran (TPK) masing-masing dan

dipimpin oleh koordinator Tim penanggulangan kebakaran unit bangunan

gedung (Kementerian PU, 2009)

Berikut ini adalah model struktur organisasi penanggulangan

kebakaran bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

(38)

Bagan 2.1 bagian penanggung jawab Tim Penanggulangan Kebakaran (TPK) Sumber :Kementerian PU, 2009

b. Struktur Organisasi Tim Penanggulangan Kebakaran

Struktu Tim Penanggulangan Kebakaran (TPK) antara lain terdiri dari :

1) Penanggung jawab Tm Penanggulangan Kebakaran (TPK)

2) Kepala bagian teknik pemeliharaan, membawahi :

a) Operator ruang monitor dan komunikasi

b) Operator lif

c) Operator listrik dan genset

d) Operator AC dan ventilasi

e) Operator pompa

3) Kepala bagian keamanan, membawahi :

a) Tim Pemadam Api (TPA)

b) Tim Penyelamat Kebakaran (TPK)

c) Tim Pengamanan

PEMILIK/PENGELOLA/ PEMIMPIN SATLASKAR

PENANGGUNG JAWAB TPK (PJ-TPK)

KOOR TPK UNIT BANGUNAN

KOOR TPK UNIT BANGUNAN

(39)

2.2.3 Sumber Daya Manusia Dalam Manajemen Penanggulangan Kebakaran Menurut Permen PU No. 20/PRT/M/2009, untuk mencapai hasil kerja

yang efektif dan efisien harus didukung oleh tenaga-tenaga yang mempunyai

dasar pengetahuan, pengalamaan dan keahlian dibidang proteksi kebakaran,

meliputi :

a. Keahlian di bidang pengamanan kebakaran (fire safety)

b. Keahlian dalam bidang penyelamatan darurat (P3K dan medical darurat)

c. Keahlian di bidang manajemen

Kualifikasi masing-masing jabatan dalam manajemenpenanggulangan

kebakaran harus mempertimbangkan kompetensi keahlian diatas, fungsi

bangunan gedung, klasifikasi risiko bangunan gedung terhadap kebakaran,

situasi dan kondisi infrastruktur sekeliling bangunan gedung. Sumber daya

manusia yang berada dalam manajemen secara berkala harus dilatih dan

ditingkatkan kemampuannya (Kementerian PU, 2009).

2.3 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008, sistem

proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap

terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual atau otomatis. Sarana

proteksi kebakaran aktif terdiri dari Alarm, Hidran, Detektor, Sprinkler, dan

(40)

2.3.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Menurut Soehatman Ramli (2010), Alat Pemadam Api Ringan

(APAR) adalah alat pemadam yang bisa diangkut, diangkat, dan

dioperasikan oleh satu orang.

Menurut Perda NO. 3 tahun 1992 adalah suatu alat untuk

memadamkan kebakaran. Persyaratan teknis Alat Pemadam Api Ringan

(APAR) meliputi :

a. Setiap alat pemadam api ringan dipasang pada posisi yang mudah

dilihat, dicapai, diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda

pemasangan.

b. Setiap alat pemadam api ringan harus siap pakai.

c. Tabung tidak boleh berkarat

d. Dilengkapi cara-cara penggunaan yang memuat urutan singkat dan jelas

tentang cara penggunaan alat.

e. Belum lewat masa berlakunya

f. Warna tabung mudah terlihat

g. Pemasangan alat pemadam api ringan ditentukan sebagai berikut :

1) Dipasang pada dinding dengan penguatan dan dalam lemari kaca

serta dapat digunakan dengan mudah pada saat diperlukan

2) Dipasang pada ketinggiaan 120 cm dari permukaan lantai, kecuali

CO2 dan bubuk kimia kering 15 cm dari alas APAR ke permukaan

(41)

Menurut Zaini (1998), faktor yang menjadi dasar dalam memilih APAR

sebagai berikut:

1. Memilih APAR sesuai dengan kelas kebakaran yang akan dipadamkan

2. Harus memperhatikan keparahan yang mungkin terjadi

3. APAR disesuaikan dengan pekerjaannya.

4. Memperhatikan kondisi daerah yang dilindungi.

[image:41.612.134.548.63.477.2]

Santoso (2004) membagi jenis APAR dan kelas kebakarannya menjadi empat yaitu :

Tabel 2.1

Jenis APAR dan Kelas Kebakaran

Kelas Bahan yang terbakar APAR

A Kayu, kertas, teks, plastic, busa, Styrofoam, file

Tepung kimia serba guna, air, CO2

B Bahan bakar minyak oil, aspal, cat, alcohol, elpiji

Tepung kimia biasa, CO2

C Pembangkit listrik Tepung kimia biasa

D Logam,magnesium,titanium, alumunium

Tepung kimia khusus logam

Sumber: Santoso,2004

2.3.2 Hidran

Hidran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan

media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan selang

kebakaran (Depnaker,1987). Hidran biasanya dilengkapi dengan selang (fire hose) yang disambungkan dengan kepala selang (nozzle) yang tersimpan

didalam suatu kotak baja dengan cat warna merah. Untuk menghubungkan

(42)

yang dimiliki oleh dinas pemadam kebakaran setempat sehingga bisa

disambung ketempat-tempat yang jauh.

Menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 bab 5 bagian 3 tentang sistem

pemadam kebakaran manual, setiap bangunan harus memiliki 2 jenis hidran

yaitu hidran gedung dan hidran halaman.

Berdasarkan SNI-1745-1989 Bab 2 bagian 10 mengenai perletakan

hidran, kotak hidran harus mudah dilihat, mudah dicapai, tidak terhalang

oleh benda lain. Kotak hidran dicat warna merah dan di tengah-tengah kotak Hidran diberi tulisan “HIDRAN” dengan warna putih, tinggi tulisan

minimum 10 cm.

Berdasarkan jenis penempatannya, hidran terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Hidran gedung

Hidran gedung adalah hidran yang terletak di dalam gedung dan

sistem serta peralatannya disediakan serta dipasang dalam bangunan

gedung tersebut.

2. Hidran halaman

Hidran halaman adalah hidran yang terletak diluar bangunan,

sedangkan instalasi dan peralatannya disediakan serta dipasang di

lingkungan tersebut.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hidran yaitu :

a. Persyaratan teknis

1) Sumber persediaan air harus diperhitungkan minimum untuk

(43)

2) Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai

aliran listrik tersendiri dari sumber daya listrik darurat.

3) Selang kebakaran dengan diameter maksimum 1,5 inci harus

terbuat dari bahan yang tahan panas, panjang maksimum selang

harus 30 meter.

4) Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling

dari unit pemadam kebakaran.

b. Pemasangan hidran kebakaran

1) Pipa pemancar harus sudah terpasang pada selang kebakaran

2) Hidran gedung yang menggunakan pipa tegak 6 inci (15 cm) harus

dilengkapi dengan kopling pengeluaran yang berdiameter 2,5 inci

(6,25 cm), minimal debit air 380 liter/menit, kotak hidran gedung

harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau dan tidak terhalang oleh

benda lain.

3) Hidran halaman, harus disambung dengan pipa induk dengan

ukuran diameternya minimum 6 inci (15cm), debit air hidran 250

galon/menit atau 1,125 liter/menit untuk setiap kopling, hidran

halaman yang memiliki dua kopling pengeluaran harus

menggunakan katup pembuka yang diameter minimum 4 inci

(10cm), dan yang mempunyai tiga kopling pengeluaran harus

menggunakan pembuka berdiameter 6 inci (15 cm), kotak hidran

halaman harus mudah dibuka, mudah dilihat, mudah dijangkau,

(44)
[image:44.612.132.551.52.450.2]

Tabel 2.2

Penyediaan Hidran Berdasarkan Luas Lantai dan Klasifikasi Bangunan

Klasifikasi bangunan Jumlah lantai Jumlah dan luas lantai

A 1 lantai 1 buah per 1000 m2

B 2 lantai 1 buah per 1000 m2

C 4 lantai 1 buah per 1000 m2

D 8 lantai 1 buah per 800 m2

E >8 lantai 1 buah per 200 m2

Sumber: Kepmen PU NO.10 tahun 2000

2.3.3 Alarm kebakaran

Alarm kebakaran menurut Permenaker No 02/Men/1983 adalah

komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu

kebakaran yang dapat berupa:

a) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi

khusus (audible alarm)

b) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap

oleh pandangan mata secara jelas (visible alarm)

Komponen alarm kebakaran gedung yang dirangkai dengan instalasi

kabel yaitu :

a. Titik panggil manual (manual call box)

Adalah alat yang bekerja secara manual untuk mengaktifan isyarat

adanya kebakaran yang dapat berupa :

1) Titik panggil manual secara manual (full down)

(45)

b. Panel indikator kebakaran

Berfungsi untuk mengendalikan bekerjanya sistem yang terletak

diruang operator.

c. Alat deteksi kebakaran (fire detektor)

Adalah alat yang fungsinya mendeteksi secara dini adanya suatu

kebakaran awal.

Berdasarkan Perda DKI Jakarta No. 3 tahun 1992, ketentuan untuk alarm

kebakaran adalah sebagai berikut:

a) Alat pemadam dan alat perlengkapan lainnya harus ditempatkan pada

tempat yang mudah dicapai dan ditandai dengan jelas, sehingga mudah

dilihat dan digunakan oleh setiap orang pada saat diperlukan (pasal 24

ayat 2).

b) Instalasi alarm kebakaran harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai

[image:45.612.132.551.39.460.2]

(pasal 29 ayat 2).

Tabel 2.3

Persyaratan Perancangan Alarm Kebakaran Menurut Jenis, Jumlah Lantai, dan Luas Lantai

Klasifikasi Bangunan

Jenis Bangunan Jumlah Lantai Jumlah Luas Minimum Tiap Lantai

Tipe Alarm

A Hotel 1

2-4 >4 185 l.a.b l.a.b Manual Otomatis Otomatis Pertokoan & pasar 1 2-4 >4 185 l.a.b l.a.b Manual Otomatis Otomatis Perkantoran 1

2-4 >4 185 l.a.b l.a.b Manual Otomatis Otomatis Rumah sakit &

(46)

>4 l.a.b Otomatis Bangunan industri 1

2-4 >4 l.a.b l.a.b l.a.b Manual Otomatis Otomatis Tempat hiburan museum 1 2-4 >4 l.a.b l.a.b l.a.b Manual Otomatis Otomatis

B Perumahan bertingkat 1 2-4 >4 i.d 375 l.a.b i.d manual otomatis

Asrama 1

2-4 >4 i.d l.a.b l.a.b I,d Manual Otomatis

Sekolah 1

2-4 >4 i.d 375 l.a.b i.d manual otomatis Tempat ibadah 1

2-4 >4 i.d 375 l.a.b I,d Manual Otomatis

Sumber Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992

Keterangan : i.d = tidak dipersyaratkan l.a.b =tidak ada batas luas.

2.3.4 Sprinkler Otomatis

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran, sprinkler adalah alat

pemancar air untuk pemadam kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk

deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (Kementerian Pekerjaan Umum,2008).

Menurut SNI 03-3989 tahun 2000 sprinkler otomatis adalah alat pemancar untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tundung berbentuk

deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar

(47)

yang bekerja secara otomatis jika temperatur ruangan mencapai suhu

tertentu.

Instalasi sistem sprinkler terdiri atas beberapa komponen yaitu :

a) Komponen persediaan air/ reservoir, untuk sistem sprinkler cadangan air dalam reservoir harus mampu menyediakan air untuk pompa beroperasi dengan kapasitas penuh selama 1 jam. Untuk menentukan ukuran

kapasitas minimum penampang air (dalam m3) tergantung jenis dan

golongan bahaya kebakaran dari suatu bangunan. Kapasitas minimum

[image:47.612.134.548.123.500.2]

reservoir dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4

Kapasitas minimum reservoir

Jenis kebakaran Kapasitas minimum reservoir

Bahaya kebakaran ringan 9 m3

Bahaya kebakaran sedang kel I

12m3

Bahaya kebakaran sedang kel II

22m3

Bahaya kebakaran sedang kel III

33m3

Bahaya kebakaran berat 69-290 m3

Sumber : SNI 03-3989 tahun 2000

b) Komponen pemompaan, pada dasarnya komponen pemompaan pada

sprinkler sama dengan pemompaan sistem hidran yang terdiri dari pompa listrik, pompa diesel, dan pompa jockey.

c) Komponen pemipaan, pemipaan mulai dari gate valve untuk pipa catu dalam ruang pompa sampai dengan pemipaan pada pipa-pipa cabang

(48)

pemipaan yang harus diperhatikan adalah tekanan air pada pipa dan

[image:48.612.135.551.94.414.2]

kapasitas aliran pompa seperti dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5

Syarat tekanan air dan kapasitas aliran pompa pada komponen pemipaan

Jenis kebakaran Tekanan air Kapasitas aliran

Bahaya kebakaran ringan

10 bar 300 liter/menit

Bahaya kebakaran sedang kel I

12 bar 375 liter/menit

Bahaya kebakaran sedang kel II

14 bar 725 liter/menit

Bahaya kebakaran sedang kel III

16 bar 1100 liter/menit

Bahaya kebakaran berat 22 bar 2300-9650 liter/menit

Persyaratan untuk sprinkler otomatis menurut SNI 03-3989 tahun 2000

sebagai berikut :

a. Jarak maksimal antar sprinkler untuk bangunan bahaya kebakaran sedang 4-5 meter.

b. Terdapat sambungan kembar dinas kebakaran dengan ukuran 2,5 inci

c. Bentuk kopling sambungan sama dengan dinas pemadam kebakaran

d. Sumber daya sprinkler minimal berasal dari dua sumber

e. Kapasitas tanki/reservoir untuk bangunan bahaya sedang 12 m3

f. Kapasitas aliran pompa 375 liter/menit

g. Tekanan air pada kepala sprinkler 10 bar

(49)

2.3.5 Sistem deteksi

Menurut SNI 03-6574 tahun 2000 yang dimaksud dengan sistem deteksi

adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran

awal yang terdiri dari :

a. Detector asap yaitu : detector yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Detector asap (smoke) dapat

mendeteksi kebakaran jauh lebih cepat dari detector panas. Persyaratan untuk detector asap yaitu :

1) Dipasang pada jarak lebih dari 15 meter antara AC dengan

detector sedangkan antara exhaush dengan detector dipasang

pada jarak kurang dari 15 meter

2) Untuk ruangan dengan luas 92 m2 dengan ketinggian

langit-langit 3 meter harus dipasang 1 buah alat detector.

3) Jarak detector pada ruangan efek kurang dari 12 m dengan suhu ruangan kurang dari dari 38°C

b. Detector panas yaitu : detector yang bekerja berdasarkan pengaruh panas

(temperatur) tertentu pengindraan panas. Persyaratan untuk detector panas yaitu :

1) Dipasang pada jarak lebih dari 15 meter antara AC dengan

detector sedangkan antara exhaush dengan detector dipasang

pada jarak kurang dari 15 m

2) Untuk ruangan dengan luas 46 m2 dengan ketinggian

(50)

3) Jarak detector pada ruangan sirkulasi kurang dari 10 m.

Tabel 2.6

Pemilihan Jenis Detector Sesuai Dengan Fungsi Ruangannya Jenis

detector

Fungsi ruangan

Asap Ruang peralatan kontrol bangunan,ruangan resepsionis, ruang tamu, ruang mesin, ruang lift, ruang pompa, ruang AC, tangga, koridor, lobi, aula, perpustakaan dan gudang

Gas Ruang transformator/diesel, ruang yang berisi bahan yang mudah menimbulkan gas yang mudah terbakar

Nyala api Gudang material yang mudah terbakar, ruang kontrol instalasi peralatan vital

Sumber : SNI 03-6574 tahun 2000

2.4 Sarana Penyelamat Jiwa

Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No.26/PRT/M/2008, setiap

bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan keluar yang dapat

digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup

untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan

oleh keadaan darurat. Tujuan dibentuknya sarana penyelamatan jiwa adalah untuk

mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada

saat keadaan darurat terjadi.

Elemen-elemen yang harus terdapat dalam sarana penyelamatan jiwa adalah :

tangga kebakaran, pintu darurat, dan tanda petunjuk arah (kementerian Pekerjaan

(51)

2.4.1 Pintu darurat

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008, setiap

pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu ayun,

pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi

manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh.

Menurut SNI 03-1746 tahun 2000, penempatan pintu darurat harus

diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat menjangkau

pintu keluar (exit) tidak melebihi jarak yang telah ditetapkan. Jumlah pintu

darurat minimal 2 buah pada setiap lantai yang mempunyai penghuni

kurang dari 60, dan dilengkapi dengan tanda atau sinyal yang bertuliskan

keluar menghadap ke koridor, mudah dicapai dan dapat mengeluarkan

seluruh penghuni dalam waktu 2,5 menit.

Pintu darurat harus dilengkapi dengan tanda keluar / exit dengan warna

tulisan hijau di atas putih tembus cahaya dan di bagian belakang tanda

tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu menyala

(Depnaker,1987).

2.4.2 Tangga darurat

Tangga darurat adalah tangga yang direncanakan khusus untuk

penyelamatan bila terjadi kebakaran, tangga terlindung baru yang melayani

tiga lantai/lebih ataupun tangga terlindung yang sudah ada melayani lima

lantai atau lebih. Tangga kebakaran ini harus disediakan dengan tanda

(52)

Penandaan tersebut harus menunjukkan tingkat lantai, akhir teratas dan

terbawah dari ruang tangga terlindung (kementerian Pekerjaan Umum,2008).

Tangga yaitu alat tersendiri / bagian dari suatu bangunan untuk turun

atau naik dari satu daratan kedaratan lain (Sumam‟mur, 1996). Sedangkan

menurut SNI 03-1735 tahun 2000 tangga darurat adalah tangga yang

direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran pada

koridor tiap jalan keluar menuju tangga darurat dilengkapi dengan pintu

darurat yang tahan api (lebih kurang 2 jam) dan panic bar sebagai

pegangannya sehingga mudah dibuka dari sebelah tangga (luar) untuk

mencegah masuknya asap kedalam tangga darurat.

Menurut SNI 1728 tahun 1989, tiap tangga darurat dilengkapi dengan

kipas penekan/pendorong udara yang dipasang diatap (top) udara pendorong

akan keluar melalui grill di setiap lantai yang terdapat di dinding tangga

darurat dekat pintu darurat. Rambu-rambu keluar (exit sign) di tiap lantai dilengkapi tenaga batrai darurat yang sewaktu-waktu diperlukan bila terjadi

pemadaman. Bordes antar tangga minimal 8 dan maksimal 18 hal ini karena

bila tangga kurang dari 8 akan menyebabkan kemiringan tangga menjadi

curam dan bila lebih dari 18 tangga akan menjadi landai sehingga

melelahkan saat naik maupun turun.

Berdasarkan SNI 03-1746 tahun 1989, tangga kebakaran tidak dibatasi

dengan dinding, tidak untuk menyimpan barang, terawat dengan baik dan

(53)

berhubungan langsung dengan pintu kebakaran, tidak boleh berbentuk

tangga spiral.

2.4.3 Tanda petunjuk arah

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008, selain

dari pintu exit utama di bagian luar bangunan gedung yang jelas dan nyata harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat

dari setiap arah akses exit.

2.4.4 Tempat Berhimpun

Menurut SNI 03-6571 tahun 2001 tempat berhimpun adalah daerah

pada bangunan yang dipisahkan dari ruang lain dari penghalang asap

kebakaran dimana lingkungan yang dapat dipertahankan dijaga untuk jangka

waktu selama daerah tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat

kebakaran.

Sedangkan menurut SNI 03-1746 tahun 2000 yang dimaksud dengan

daerah tempat berlindung adalah suatu tempat berlindung yang

pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan yang berlaku.

Menurut Perda No 3 tahun 1992 tempat berkumpul harus dapat

menampung jumlah penghuni lantai tersebut dengan ketentuan luas minimal

(54)

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan telaah kepustakaan dari berbagai sumber, kerangka teori dapat

dilihat pada Bagan 2.2 dibawah ini :

Sumber : Permen PU No.20/PRT/M/2009, Permen PU No.26/PRT/M/2008, SNI 03-3985-2000. Dan NFPA 101 (1995)

MANAJEMEN DAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN

Manajemen proteksi kebakaran 1. Prosedur

tanggap darurat 2. Organisasi

proteksi kebakaran 3. Sumber daya

manusia

Sistem proteksi kebakaran aktif 1. Alarm

2. Hidran 3. Detektor 4. Sprinkler 5. APAR

Sarana penyelamat jiwa

1. Pintu darurat 2. Tangga darurat 3. Petunjuk arah 4. Tempat

(55)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009

tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran diperkotaan, Setiap pemilik

/pengguna bangunan gedung wajib melaksanakan kegiatan pengelolaan resiko

kebakaran meliputi kegiatan bersiap diri, memitigasi, merespon dan pemulihan

akibat kebakaran. Selain itu setiap pemilik/pengguna gedung juga harus

memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin

mendirikan bangunan gedung termasuk pengelolaan risiko kebakaran melalui

kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala sistem proteksi

kebakaran serta penyiapan personil terlatih dalam pengendalian kebakaran.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008, sistem

proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap

terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual atau otomatis. Sarana

proteksi kebakaran aktif terdiri dari Alarm, Hidran, Detektor, Sprinkler, dan

APAR. Selain itu setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan

keluar yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki

waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat

(56)

Berdasarkan peraturan diatas, maka penelitian ini menentukan bahwa

variabel prosedur tanggap darurat, organisasi proteksi kebakaran, sumber daya

manusia, sarana proteksi aktif, dan sarana penyelamat jiwa masuk di dalam

manajemen dan sistem proteksi kebakaran. Selanjutnya variabel diatas yang berada

di gedung FKIK dibandingkan dengan peraturan yang berlaku dan dengan

melakukan penilaian berdasarkan tabel tingkat penilaian audit kebakaran yang

dilakukan oleh Saptaria et al (2005), setelah dilakukan penilaian maka selanjutnya diambil kesimpulan dari peneilitian ini yaitu tingkat ketersediaan dan keefektifan

manajemen proteksi kebakaran, sarana proteksi aktif dan sarana penyelamat jiwa

(57)

Bagan 3.1 kerangka konsep Prosedur tanggap darurat

kebakaran

Organisasi proteksi kebakaran

Sumber daya manusia

Sarana proteksi aktif

Sarana penyelamat jiwa

(58)

N o

Istilah Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Prosedur tanggap darurat Segala kegiatan yang mencakup kegiatan pembentukan tim perencanaan, penyusunan analisis risiko bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran, pembuatan dan pelaksanaan rencana pengaman keakaran (fire safety plan)

Observasi dan dokumentasi

Checklist Presentase

1) Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

Sumber : puslitbang pemukiman tahun 2005

(59)

bagian-bagian dan memeiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang dibentuk dalam upaya menanggulangi kebakaran

elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

Sumber : puslitbang pemukiman tahun 2005

3 Sumber daya manusia Orang yang bertugas dalam manajemen penanggulanga n kebakaran mempunyai dasar pengetahuan, pengalaman,da n keahlian dalam bidang proteksi kebakaran Observasi dan dokumentasi

Checklist Presentase

1) Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

(60)

diangkat, dan dioperasikan oleh satu orang

elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

Sumber : puslitbang pemukiman tahun 2005

5 Hidran Suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan selang kebakaran

Observasi dan dokumentasi

Checklist Presentase

1) Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

Sumber : puslitbang pemukiman tahun 2005

(61)

kepada penghuni gedung atau petugas yang ditunjuk tentang adanya kejadian kebakaran disuatu bagian gedung

elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian <60%

Sumber : puslitbang pemukiman tahun 2005

7 Sprinkler otomatis Alat pemancar air untuk pemadam kebakaran yang mempunyai tudung yang berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata Observasi dan dokumentasi

Checklist, Presentase

1) Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara >80%-100%

2) Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antra 60%-80%

3) Kurang : apabila seluruh

Gambar

Tabel 2.1
 Tabel 2.2 Penyediaan Hidran Berdasarkan Luas Lantai dan Klasifikasi
Tabel 2.3
Tabel 2.4 Kapasitas minimum reservoir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat itu, Yang Arya Upasena, putera Vanganta, telah meninggalkan kehidupan duniawi, dan ia berpikir: Suatu keuntungan bagi saya menjadi murid Sang Bhagavâ, yang

Berdasarkan studi literatur dan beberapa pengolahan data kapal pembanding yang telah dilakukan, pada perancangan treatment system untuk kapal angkut ikan hidup ini

Evaluasi Proposal dititikberatkan pada kemampuan PTS dalam melakukan evaluasi diri di tingkat perguruan tinggi dan merancang rencana program pengembangan untuk 1 tahun. Proposal

21 Berdasarkan hasil penilaian diatas, terlihat bahwa kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia untuk rasio likuiditas cenderung baik, meskipun jika dilihat secara

Walaupun dari pemeriksaan mikros- kopis sudah tidak ditemukan elemen jamur, namun secara klinis masih ditemukan adanya bercak yang gatal di daerah bokong dan paha, sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis serangga hama utama yang menyerang tanaman kedelai berdasarkan 10 jenis varietas kedelai yang diuji dengan membandingkan

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, Bidang Pengadaan dan Pengurusan Hak-hak atas Tanah mempunyai fungsi:.. pelaksanaan pengurusan hak dan

Adanya kesenjangan dikarenakan (1) Pelayanan yang diharapkan pasien masih jauh lebih tinggi dibandingkan harapan pasien yang dipersepsikan manajemen RS Usada; (2)