• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Savi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Savi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa"

Copied!
238
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN

SAVI

TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen Di SMP Negeri 138 Jakarta)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

Farhan Perdana Ramadeni

NIM. 108017000070

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Intelektual) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa” disusun oleh Farhan Perdana Ramadeni, NIM. 108017000070, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Januari 2014

Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Pengaruh Pendekatan SAVI(Somatik, Auditori, Visual,

dan Intelektual) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa disusun oleh FARHAN PERDANA RAMADENI Nomor Induk Mahasiswa 108017000070, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 15 November 2013 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP. 19700528 199603 2 002 ... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)

Otong Suhyanto, M.Si

NIP. 19681104 199903 1 001 ... ... Penguji I

Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP. 19700528 199603 2 002 ... ... Penguji II

Otong Suhyanto, M.Si

NIP. 19681104 199903 1 001 ... ... Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

Nama : FARHAN PERDANA RAMADENI NIM : 108017000070

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2008

Alamat : Jalan Raya Bekasi Km. 26 Rt 002/05 No. 40 Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur. 13960.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Pendekatan SAVI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom

NIP : 19690924 199903 2 003 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd NIP :196700528 199603 2 002 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Februari 2014 Yang Menyatakan,

(5)

i

Pengaruh Pendekatan SAVI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014

Kata Kunci: Pendekatan SAVI, Pemecahan Masalah Matematika

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan SAVI

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 138 Jakarta tahun ajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized

control-group post test only. Subyek penelitian ini adalah 72 siswa yang terdiri

dari 36 siswa untuk kelompok eksperimen dan 36 siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar matematika berbentuk soal uraian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t. berdasarkan perhitungan uji-t tersebut menunjukan thitung = 1.80 dan ttabel = 1,67

pada taraf signifikansi 5% yang berarti thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan SAVI lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajar dengan pembelajaran secara konvensional”. Dengan demikian pendekatan SAVI berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

(6)

ii

Solving Ability. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2014

Key Words: SAVI Approach, Mathematical Problem Solving

The purpose of study was to determine the influence of SAVI Approach toward the ability of mathematical student problem solving. The research was carried out in SMPN 138 Jakarta academic year 2013/2014. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized control group post-test only design as the experimental design. The subject of this study were 72 students consisting of 36 students for the experimental class and 36 students for the class of control obtained by cluster random sampling technique to VIII grade students. The instrument of this research is the mathematic test result on essay. The data analysis this research used the t-test and t-test based on the calculation shows t-count = 2.23 and t-table = 1.67 α = 5%, it shows that tcount > ttable (2.23 > 1.67), then H0 is rejected

and H1 accepted. So it can be concluded that “The average of the student

mathematical problem solving abilities whom thougt by SAVI approach is higher than the average of the student mathematical problem solving abilities whom thaught

by the conventional learning”. The conclusion is the approach of SAVI toward the

students mathematical problem solving abilities.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifai, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, waktu, arahan, kesabaran dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, waktu, arahan, kesabaran dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

(8)

iv

7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

8. Kepala SMP Negeri 138 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh dewan guru SMP Negeri 138 Jakarta, khususnya ibu Dra. Eling Tilarsih selaku selaku guru bidang studi matematika kelas VIII yang telah banyak membantu peneliti pada saat melakukan penelitian.

10.Siswa dan Siswi SMP Negeri 138 Jakarta, khususnya kelas VIII.3 dan VIII.8 yang telah kooperatif dalam penelitian ini.

11.Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, ayahanda Edi Mulyani dan ibunda Masruroh, S.Pdi yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. 12.Keluarga besar H. Rohmat yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk

tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

13.Sahabatku M. Rizki Hamzar, Frizan Donovan, Firman Khoirul Hakim, dan seluruh keluarga besar Wisma Safira terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, perhatian, canda tawa dan kebersamaan kepada penulis.

14.Teman-teman di bangku kuliah Fery Andriansyah, Euis Sarini, Rosita Mahmudah, Syahidah Belanisa, serta seluruh teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2008. Terima kasih atas bantuan, dukungan, canda tawa dan kebersamaan kalian selama ini.

(9)

v

16.Adik kelas angkatan 2009, 2010, 2011, dan 2012 yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah

SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2014

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 9

C.Pembatasan Masalah ... 10

D.Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II Deskripsi Teoritik, Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian A.Deskripsi Teoritik ... 12

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 12

a. Masalah Matematika ... 12

b. Pemecahan Masalah Matematika ... 16

c. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematik ... 18

d. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 20

2. Pembelajaran Matematika ... 22

3. Pendekatan SAVI(Somatic, Auditori, Visual, dan Intelektual) ... 23

a. Karakteristik Pendekatan SAVI ... 26

b. Langkah-langkah Pembelajaran SAVI ... 32

c. Contoh Aplikasi Pendekatan SAVI dalam Pembelajaran Matematika ... 33

4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional ... 37

B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 38

(11)

vii

D.Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

B.Desain Penelitian ... 42

C.Variabel Penelitian ... 43

D.Populasi dan Sampel ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Intrumen Penelitian ... 45

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 47

3. Uji Taraf Kesukaran ... 48

4. Uji Daya Pembeda... 48

G.Teknik Analisis Data ... 49

1. Uji Prasyarat Analisis ... 50

a. Uji Normalitas Data ... 50

b. Uji Homogenitas ... 51

2. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 51

H.Hipotesis Statistik ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 53

1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 53

2. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 54

B.Pengujian Prasyarat Analisis ... 57

1. Uji Normalitas ... 58

2. Uji Homogenitas ... 59

C.Pengujian Hipotesis ... 60

D.Pembahasan ... 60

(12)

viii

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Pembelajaran SAVI ... 30

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 42

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 45

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 54

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 55

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 56

Tabel 4.4 Hasil Tes Akhir dari Kelompok Sampel ... 57

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 58

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 59

Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis ... 60

Tabel 4.8 Rata-rata Tahapan Memahami Masalah Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 64

Tabel 4.9 Rata-rata Tahapan Menyusun Rencana Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 68

Tabel 4.10 Rata-rata Tahapan Melakukan Perhitungan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 69

Tabel 4.11 Rata-rata Tahapan Memeriksa Kembali Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 70

(14)

x

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hasil Postes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 56 Gambar 4.2 Kurva Uji Perbedaan Data pada Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 61 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 3 pada Kelompok

Eksperimen.. ... 62 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen yang Kurang

Tepat dalam Membuat Model Matematika pada Soal Postes Nomor 3 ... 63 Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 3 pada Kelompok

Kontrol ... 63 Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Tidak Dapat

Membuat Model Matematika pada Soal Postes Nomor 3 ... 64 Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa dalam Menyusun Rencana Soal Postes

Nomor 4 pada Kelompok Eksperimen ... 65 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 4 pada Kelompok

Eksperimen Kurang Teliti dalam Proses Aljabar ... 66 Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol dalam Menyusun

Rencana Soal Postes Nomor 4 ... 66 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Kesulitan

Menyusun Rencana pada Soal Postes Nomor 4 ... 67 Gambar 4.11 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen yang Kurang

Teliti dalam Melakukan Perhitungan ... 68 Gambar 4.12 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Kurang Teliti

(15)

xi

(16)

xii

Lampiran 2 RPP Kelompok Kontrol ... 118

Lampiran 3 LKS Kelompok Eksperimen ... 146

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah ... 173

Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen ... 175

Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 177

Lampiran 7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 178

Lampiran 8 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 179

Lampiran 9 Hasil Uji Daya Beda Instrumen ... 180

Lampiran 10 Penghitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Beda Instrumen ... 181

Lampiran 11 Rekapitulasi Penghitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Pembeda ... 183

Lampiran 12 Soal Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 184

Lampiran 13 Jawaban Soal Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 186

Lampiran 14 Hasil Postes Kelompok Eksperimen ... 190

Lampiran 15 Hasil Postes Kelompok Kontrol ... 192

Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 194

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 198

Lampiran 18 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 202

Lampiran 19 Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 203

Lampiran 20 Perhitungan Uji Homogenitas ... 204

Lampiran 21 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 205

Lampiran 22 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 206

Lampiran 23 Tabel Luas di Bawah Kurva Normal ... 207

Lampiran 24 Tabel Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 208

Lampiran 25 Tabel Nilai Kritis Distribusi F... 210

(17)

xiii

(18)

1

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan suatu bangsa. Hal ini dikarenakan pendidikan memegang peranan besar dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi kulitas pendidikan di suatu negara, maka akan semakin maju pula peradaban warga negaranya. Oleh karena itu, melihat betapa pentingnya pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul, maka pendidikan perlu mendapat prioritas, perhatian, dan penanganan yang serius serta intensif oleh segenap insan bangsa Indonesia.

Berbagai upaya pembenahan sektor pendidikan di setiap lini telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional adalah pembaruan pada prinsip penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dalam Permendiknas 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa prinsip pendidikan saat ini adalah pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.1 Prinsip ini berdampak terhadap paradigma pendidikan yang lebih luas, yaitu pendidikan yang didalamnya terdapat proses pembelajaran yang lebih bermakna, dimana peserta didik diberdayakan sepenuhnya guna pengembangan potensi peserta didik secara maksimal dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian keberhasilan proses pembelajaran akan berbanding lurus dengan keberhasilan pendidikan, tidak terkecuali pembelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu bagian penting dari pendidikan. Kedudukan matematika menjadi penting karena peranannya yang tidak bisa lepas dalam kehidupan. Matematika menjadi ilmu dasar yang melatari perkembangan

1

(19)

ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mengembangkan daya pikir seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Oleh karena itu matematika merupakan bidang studi dipelajari oleh semua siswa dalam setiap jenjang pendidikan dan mendapatkan presentase jam pelajaran yang lebih banyak dari pada bidang studi yang lainnya.

Adapun tujuan pembelajaran matematika di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), diantaranya agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mendukung hal di atas, pembelajaran matematika memiliki tujuan yang mengarah pada visi matematika yang dibuat dalam dua arah pengembangan, yaitu:3 (1) mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep-konsep yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan ilmu pengetahuan lainnya, dan (2) mengarahkan kemasa depan yang lebih luas yaitu matematika memberikan kemampuan pemecahan masalah, sistimatik, kritis, cermat, bersifat

2

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK MATEMATIKA, 2010), h. 8

3

(20)

objektif dan terbuka. Kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.

Menurut tujuan pembelajaran matematika, pemecahan masalah menjadi kecakapan yang diharapkan dicapai siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal rutin dan soal non rutin.4

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyebutkan

bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu dari lima kemampuan berfikir matematis yang harus dimiliki siswa dan hendaknya siswa dapat melakukannya. Kemampuan berpikir matematis tersebut diataranya adalah problem solving,

reasoning, communication, connection dan representation.5 Selanjutnya Holmes,

dalam Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, menyatakan bahwa latar belakang atau alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta dalam abad dua puluh satu ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif, mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global.6

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah harus mendapatkan perhatian penuh dari para guru, karena pembelajaran

4

Amelia Elvina, Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika pada Siswa SMUN 53 di JakartaTimur, 2008. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, dari (http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/ graduate/psychology/2008/Artikel_10404005.pdf), 2 April 2013

5

The National Council Of Teachers Of Mathematics. Principles and Standars for School Mathematics, (Reston: NCTM, 2000), h. 4

6

(21)

matematika dengan pemecahan masalah ada didalamnya tidak hanya membuat siswa terampil berhitung, akan tetapi melatih siswa agar mampu berpikir kreatif, kritis, logis, dan rasional. Sehingga kemampuan berpikir yang didapat ketika memecahkan maalah akan mampu diterapkan ketika menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun kemampuan pemecahan masalah matematika dinilai sangat penting, namun pada kenyataannya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini terlihat dari hasil studi Third

International Mathematics and Science Study (TIMSS) dimana soal-soal

matematika dalam studi ini mengukur tingkatan kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta, prosedur, konsep hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi.7 Pada tahun 2007 skor rata-rata kemampuan matematika siswa kelas 8 negara kita ini menurun bila dibandingkan dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia pada tahun 2003 yaitu menjadi 405, masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Rangking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 menjadi rangking 36 dari 49 negara.8 Bahkan hasil TIMSS 2011 dari keikutsertaan 42 negara Indonesia berada pada rangking 38 dengan skor yang juga menurun menjadi 386. Hasil ini menunjukkan rangking Indonesia turun 1 peringkat dari tahun 2007.

Populasi dalam studi TIMMS di Indonesia adalah seluruh siswa SMP kelas VIII, sedangkan sampelnya secara keseluruhan, sebanyak 150 SMP/MTs negeri dan swasta dengan kategori baik, sedang, dan baik. Sebanyak 5.848, 5762, dan 5648 siswa berpartisipasi di setiap tahun putaran studi.9 Salah satu contoh soal yang matematika yang diujikan dalam TIMSS adalah sebagai berikut:10

Joe mengetahui bahwa harga sebuah pena 1 zed lebih mahal dari harga sebuah pensil. Temannya membeli 2 buah pena dan 3 buah pensil seharga 17 zed. Berapa zed yang dibutuhkan Joe untuk membeli 1 pena and 2 pensil?

7

Sri Wardhani dan Rumiati. Instrument Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS, (Yogyakarta: PPPPTK MATEMATIKA, 2011), h. 22

8

Ibid, h. 1

9

Tim TIMSS Indonesia, Survei Internasional TIMSS, 2011, Online. Sumber: http://litbang.kemdikbud.go.id/ index.php/survei-internasional-pisa, 21 Maret 2013, 20:45 WIB

10

(22)

Pada soal tersebut siswa diminta untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan persaman linier dua variabel. Secara internasional hanya 18% siswa yang menjawab benar, dan bagi siswa Indonesia soal ini sangat sulit karena hanya 8% yang menjawab benar. Penyebab hal tersebut kemungkinan siswa Indonesia masih kesulitan dalam memahami masalah, kurang mampu dalam membuat model matematika yang berkaitan dengan persamaan dua variabel.

Selain itu berdasarkan laporan studi Programme for International Student

Assessment (PISA) pada tahun 2003, dimana salah satu kompetensi yang diujikan

adalah kemampuan pemecahan masalah, kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia masih rendah. Indonesia berada di posisi 39 dari 40 negara. Siswa Indonesia masih berada di bawah Korea, Jepang dan Singapura.11 Pada tahun 2009, laporan studi PISA menyebutkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih berada jauh di bawah rata-rata internasional. Nilai rata-rata internasional adalah 496, sedangkan Indonesia hanya mendapatkan skor 371. Skor ini mengkategorikan siswa Indonesia pada level 1 dimana siswa dapat menjawab pertanyaan rutin yang sudah sering dihadapi namun masih belum cukup untuk memecahkan masalah.12

Populasi dalam studi PISA adalah seluruh siswa yang berusia 15 tahun di Indonesia. Secara keseluruhan sampelnya sebanyak 350 SMP/MTs/SMA/MA/ SMK berkategori baik, sedang dan kurang. Sekitar 8000-10000 siswa berpartisipasi pada setiap putaran studi.13 Soal-soal matematika dalam studi ini lebih banyak mengukur kemampuan menalar, pemecahan masalah, dan berargumentasi.14 Contoh soal matematika yang diujikan dalam PISA adalah sebagai berikut:15

Sebuah kedai pizza menyajikan dua pilihan pizza dengan ketebalan yang sama namun berbeda dalam ukuran. Pizza yang kecil memiliki diameter

11

PISA, First Result From PISA 2003. Online. Sumber: http://www.oecd.org/dataoecd/1/63/34002454.pdf, 30 Maret 2012, h. 33

12

Howard L. Fleischman dkk, Highlights From PISA 2009. Online. Sumber: http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf, 30 Maret 2012, h. 18-19

13

Tim PISA Indonesia, Survei Internasional PISA, 2011, Online. Sumber: http://litbang.kemdikbud.go.id/ index.php/survei-internasional-pisa, 21 Maret 2013, 20:45 WIB

14

Sri Wardhani dan Rumiati. Op. Cit, h. 18

15

(23)

30 cm dan harganya 30 zed dan pizza yang besar memiliki diameter 40 cm dengan harga 40 zed. Pizza manakah yang lebih murah? Berikan alasannya. Persoalan di atas berakar dari permasalahan sehari-hari dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menerapkan pemahaman tentang luas dan nilai uang melalui suatu masalah. Soal tersebut dapat dikategorikan sulit karena hasil secara internasional menunjukkan bahwa hanya 11% siswa peserta PISA yang mampu menjawab dengan benar. Pada soal tersebut sebenarnya konteks masalah terlihat sederhana, namun jika siswa tidak terbiasa memecahkan masalah dengan proses tahapan yang benar maka siswa akan cenderung mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut.

Hasil studi PISA dan TIMSS telah memberikan gambaran bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal yang berkarakter pemecahan masalah masih terbilang rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah terutama dalam pembelajaran matematika. Menurut Ariasti, faktor yang paling utama adalah rendahnya minat siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan bersungguh-sungguh. Faktor lain yang berpengaruh adalah cara mengajar guru yang tidak tepat. Beberapa guru hanya mengajar dengan satu metode yang kebetulan tidak cocok dan sulit dimengerti siswa. Sehingga saat siswa diberikan suatu persoalan, siswa tidak dapat memecahkan masalah tersebut. Pembelajaran matematika pada saat ini belum berpusat pada siswa (student centered), masih dominannya pembelajaran konvensional yang dilaksanakan oleh guru dengan ceramah yang dilanjutkan dengan latihan soal.16

Berdasarkan pengamatan peneliti, proses pembelajaran matematika di SMP Negeri 138 Jakarta masih berorientasi pada buku teks, berpusat pada guru dan bersifat satu arah. Guru masih terfokus pada kebiasaan mengajar dengan metode ceramah dalam menyajikan materi. Pengertian atau definisi, teorema, penurunan rumus, contoh soal dan penyelesainnya semua dilakukan sendiri oleh guru dan diberikan kepada siswa. Langkah-langkah guru diikuti seksama oleh

16

Rika Ariasti, Pengaruh Implementasi Model pembelajaran Tadir Terhadap Kemampuan

(24)

siswa, mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru, kemudian mencatat dengan tertib. Hal ini menyebabkan siswa tidak memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan strategis yang lainnya. Sehingga tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika apabila soal diberikan yang berbeda daripada yang telah dicontohkan guru.

Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari. Dengan demikian akan berdampak positif terhadap perkembangan kemampuan siswa dalam bermatematika, salah satunya adalah kemampuan memecahkan masalah.

Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”. Prinsip siswa belajar aktif merujuk pada pengertian belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.17Dalam pembelajaran tersebut terdapat suatu proses yang tidak hanya mentransfer informasi dari guru kepada siswa, tetapi harus mengedepankan aktivitas siswa yang prosesnya melibatkan berbagai tindakan dan kegiatan agar hasil belajar menjadi lebih baik. Guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran disamping harus menguasai bahan atau materi ajar, tentu perlu juga mengetahui bagaimana cara materi itu disampaikan dan bagaimana pula karakteristik peserta didik yang menerima materi pelajaran. Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan berbagai pendekatan, strategi dan metode pembelajaran matematika serta dapat mengkombinasikan beberapa metode mengajar. Karena mengajar matematika pada hakikatnya adalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai, cara berpikir dalam menerapkan matematika untuk memecahkan suatu permasalahan.

17

(25)

Berkaitan dengan memecahkan masalah, Costa dalam Sumarmo berpendapat bahwa upaya dalam merespon dan mencari solusi untuk memecahkan suatu permasalahan diperlukan kemampuan khusus yang dinamakan kebiasaan berpikir. Terdapat enam belas kebiasaan berpikir siswa ketika merespon masalah dengan cerdas, diantaranya adalah dengan memanfaatkan indera dalam mengumpulkan dan mengolah data, mencipta, berkhayal serta berinovasi.18 Salah satu pembelajaran yang memenuhi ciri-ciri tersebut adalah pembelajaran dengan pendekatan yang dikembangkan oleh Meier yaitu pendekatan SAVI (Somatis,

Auditori, Visual, dan Intelektual).

Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran aktif yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual, memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh atau pikiran terlibat dalam proses belajar dengan tujuan bahwa proses belajar akan berpengaruh besar terhadap pembelajaran.19 Pendekatan SAVI diterapkan dengan menggabungkan gaya belajar siswa, yaitu gaya belajar Somatis dimana siswa belajar dengan bergerak dan berbuat, gaya belajar Auditori dimana siswa belajar dengan berbicara dan mendengar, gaya belajar Visual dimana siswa belajar dengan mengamati dan menggambarkan, dan gaya belajar Intelektual dimana siswa belajar dengan bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

Setiap siswa satu sama lain memiliki perbedaan begitu juga dengan gaya belajarnya. Perbedaan gaya belajar siswa ini menjadi permasalahan nyata yang dihadapi guru. Gaya belajar siswa sering kali terabaikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi hanya sebatas ceramah satu arah, dalam hal ini sudah tentu setiap gaya belajar siswa tidak terfasilitasi dengan baik. Pembelajaran dengan pendekatan SAVI hadir sebagai solusi dalam mengatasi permasalah tersebut.

Pendekatan SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera,

18

Ibid, h. 12-13

19

(26)

dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Dalam penerapan pendekatan SAVI ini, siswa tidak hanya mendengar dan melihat penjelasan guru, tetapi adanya hal baru dimana ada media visual untuk dilihat, mendengarkan penjelasan selain guru, dan siswa berusaha untuk menerangkan, mempraktekkan pelajaran, bertanya sesama teman dan guru, serta saling berdiskusi. Jadi pembelajaran dengan pendekatan SAVI tidak lagi hanya menguntungkan salah satu kelompok siswa saja (karena proses pembelajaran sesuai dengan gaya belajarnya), melainkan semua siswa dengan berbagai gaya belajarnya mampu untuk menerima materi pembelajaran sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing. Sehingga siswa merasa tidak bosan, menjadikan mereka aktif, lebih terfokus dan antusias dalam memahami materi pembelajaran serta mampu memaksimalkan segala kemampuan yang dimilikinya.

Pendekatan pembelajaran SAVI diharapkan dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini didasari dengan pemikiran bahwa dengan gaya belajar visual, siswa dapat mengidentifikasi informasi untuk memahami masalah yang dihadapi, dengan gaya belajar auditori dan intelektual siswa dapat berdiskusi untuk menemukan ide-ide dan mengembangkan suatu rencana pemecahan masalah, sedangkan dengan gaya belajar somatik siswa dapat mempraktekkan rencana pemecahan dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Sehingga dengan mengoptimalkan keempat unsur

SAVI dalam suatu peristiwa pembelajaran matematik dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mencoba melakukan suatu penelitian yang berjudul Pengaruh Pendekatan SAVI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(27)

2. Proses pembelajaran masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dengan metode ceramah satu arah. 3. Peran siswa dalam proses pembelajaran cenderung pasif.

4. Gaya belajar siswa sering kali terabaikan dalam proses pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka peneliti memberikan batasan sebagai berikut :

1. Pembelajaran matematika yang akan diterapkan adalah dengan pendekatan

SAVI.

2. Penelitian ini akan di fokuskan dan diukur pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan pendapat Polya yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, menjalankan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali terhadap solusi.

3. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII di SMPN 138 Jakarta.

4. Materi yang disampaikan adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

D. Rumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAVI?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional?

(28)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAVI.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

3. Membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAVI dengan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada guru bahwa pendekatan SAVI merupakan salah satu alternatif pembelajaran untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi siswa, dapat membantu siswa mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan pendekatan pembelajaran SAVI.

(29)

12

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

Deskripsi teoritik merupakan suatu penjabaran konseptual yang akan dilakukan dalam suatu penelitian. Deskripsi teoritik pada bab ini menyajikan uraian mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika dan pendekatan

SAVI.

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Sesuai dengan standar isi mata pelajaran matematika yang ditetapkan Depdiknas tahun 2006, kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan tujuan umum dari pembelajaran matematika. Berikut penjelasan teori mengenai kemampuan pemecahan masalah.

a. Masalah Matematika

Kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah yang dihadapinya. Masalah yang beraneka ragam tersebut, tentu saja memerlukan cara penyelesaian yang berbeda-beda. Suatu masalah dipandang sebagai masalah dan bersifat relatif artinya suatu persoalan yang dianggap masalah oleh seseorang, belum tentu merupakan masalah bagi orang lain. Lester dalam Ketut menyatakan bahwa masalah sebagai situasi dimana perorangan ataupun grup diminta untuk menyelesaikan sebuah tugas yang belum tersedia algoritma yang sesuai sebagai metode penyelesaian.1 Sedangkan menurut Ruseffendi masalah bagi seseorang adalah suatu persoalan yang tidak dikenalnya dan orang tersebut berkeinginan dan berkemampuan untuk menyelesaikannya, terlepas apakah ia dapat

1

(30)

mengerjakannya dengan benar atau tidak.2 Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengatasi masalah diperlukan kemampuan berpikir kompleks yang tidak dapat dengan segera menemukan solusi dari masalah tersebut.

Menurut sebagian besar ahli Pendidikan Matematika, masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun suatu pertanyaan tidak otomatis menjadi suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, maka untuk menyelesaikan masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari proses pemecahan soal rutin biasa.3 Sejalan dengan hal tersebut, Suherman menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut.4 Jadi, persoalan atau pertanyaan akan jadi masalah bagi seseorang apabila persoalan tersebut menantang yang penyelesaiaanya membutuhkan cara-cara yang tidak standar.

Berdasarkan definisi-definisi tentang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu pertanyaan yang menantang seseorang dan tantangan tersebut diterima atau berusaha diselesaikan dengan prosedur yang tidak rutin atau yang belum pernah diketahui, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Masalah dalam matematika adalah persoalan atau soal yang perlu dicari pemecahannya. Suatu masalah matematika adalah masalah yang dikaitkan dengan materi belajar atau materi penugasan matematika, bukan masalah yang dikaitkan

2

Ani Minarni, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. ISBN: 978-979-16353-8-7. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 2012.

3

Fajar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2009), h. 4

4

(31)

dengan kendala belajar atau hambatan hasil belajar matematika.5 Polya menjelaskan bahwa masalah matematika mempunyai dua kategori, yaitu masalah untuk menemukan teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki dan masalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar/salah atau tidak kedua-duanya.6 Masalah yang terkait dengan menemukan sesuatu lebih tepat digunakan pada matematika yang sifatnya dasar, sedangkan matematika yang terkait dengan membuktikan lebih tepat digunakan pada matematika lanjut.

Meiring menyatakan bahwa suatu masalah dapat dikategorikan masalah matematika harus memiliki beberapa syarat yaitu (1) situasi harus memuat pernyataan awal dan tujuan, (2) situasi harus memuat ide-ide matematika, (3) menarik seseorang untuk mencari penyelesaiannya, dan (4) harus memuat penghalang atau rintangan antara yang diketahui dan yang diinginkan.7

Berdasarkan teori tentang masalah matematika, maka dapat disimpulkan bahwa suatu masalah disebut masalah matematika bilamana masalah tersebut memuat ide-ide matematika dan bersifat menantang, dimana penyelesaiannya membutuhkan proses penerapan aturan-aturan matematika.

Masalah dalam pembelajaran matematika dapat disajikan dalam bentuk soal rutin dan soal tidak rutin.8 Soal rutin biasanya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dari pemecah masalah karena hanya mencakup penerapan konsep matematika yang mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam soal tidak rutin, diperlukan pemikiran dan kreativitas yang lebih mendalam dari pemecah masalah. Oleh karena itu, dalam memecahkan soal tidak rutin kadang diperlukan strategi-strategi seperti menggambar, menebak atau mencoba-coba dan melakukan cek, serta harus direncanakan oleh siswa dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut.

5

Sri Wardani, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010), h. 15

6

Laily A Mahromah, Identifikasi Tingkat Metakognisi Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Perbedaan Skor Matematika, Jurnal MATHEdunesa Vol 2 No.1, 2013.

7

Abdussakir. Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik. 2011. Online. Sumber: http://blog.uin-malang.ac.id/abdussakir/2011/03/06/pembelajaran-matematika-melalui-pemecahan-masalah-realistik/ 2 April 2013, 17.30 WIB

8

(32)

Terkait masalah, Charles R dalam Sri Wardani menyatakan bahwa ada sedikitnya lima tipe masalah di luar bahan latihan (drill exercise) yang sering digunakan dalam penugasan matematika berbentuk pemecahan masalah. Lima tipe masalah tersebut pada intinya sebagai berikut:9

1. Masalah Penerjemahan Sederhana (Simple Translation Problem)

Penggunaan masalah dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pengalaman kepada siswa menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam pengalaman matematis.

2. Masalah Penerjemahan Kompleks (Complex Translation Problem)

Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemahan yang sederhana, namun di dalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi hitung yang terlibat.

3. Masalah Proses (Process Problem)

Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengungkapkan proses yang terjadi dalam pikirannya. Siswa dilatih untuk mengembangkan strategi umum dalam memahami, merencanakan, dan memecahkan masalah, serta mengevaluasi hasilnya.

4. Masalah Penerapan (Applied Problem)

Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

5. Masalah Puzzle (Puzzle Problem)

Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk member kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika yang bersifat rekreasi (recreational mathematics). Mereka menemukan suatu penyelesaian yang terkadang fleksibel namun di luar perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang). Perlu diperhatikan di sini bahwa

9

(33)

masalah puzzle tidak mesti berujud teka-teki, namun dapat pula dalam bentuk aljabar yang penyelesaiannya diluar perkiraan.

b. Pemecahan Masalah Matematik

Beraneka ragamnya masalah yang dihadapi, terkadang seseorang mengalami kesulitan dalam memecahkannya. Masalah merupakan suatu pertanyaan yang menantang dimana dalam menyelesaikannya diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari proses pemecahan masalah yang rutin atau biasa. Menurut Polya pemecahan masalah adalah suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah dapat segera dicapai.10 Sejalan dengan pendapat Polya, pemecahan masalah menurut Santyasa dalam Utomo adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tidak seperti biasanya.11 Jadi aktivitas pemecahan masalah diawali dari suatu keadaan yang tidak biasa dan berakhir apabila telah diperoleh solusi yang sesuai dengan kondisi masalah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Elvina yang mendefinisikan bahwa memecahkan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai dan berhubungan erat dengan proses pemikiran, pembelajaran, memori, transfer, persepsi serta motivasi.12 Oleh karena itu, pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut, bagaimana pemahamannya terhadap inti masalah, prosedur yang digunakan untuk

10

Bambang P Darminto, Peningkatan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah Bagi Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Model Trefingger, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2010

11

Dwi P Utomo, Pembelajaran Lingkaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Versi Polya pada Kelas VIII di SMP PGRI 01 DAU, ISSN 0854-1981. Jurnal Widya Warta No. 1, Unika Widya Mandala Madiun. 2012.

12

(34)

menyelesaikan masalah, maupun aturan atau rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Selanjutnya Hudojo menyatakan bahwa penyelesaian masalah dapat diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk penggunaan matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiaannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal.13 Dengan demikian dalam memecahkan masalah siswa harus berfikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah itu ia mempelajari sesuatu yang baru.

Pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa, seiring dengan tuntutan pembelajaran matematika yang berfokus terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Memecahkan masalah berbeda dengan menyelesaikan soal latihan. Menyelesaikan soal latihan merupakan aktivitas rutin dengan keterampilan menggunakan fakta, konsep, dan prinsip untuk mendapatkan jawabannya. Sedangkan dalam memecahkan masalah kadangkala kita harus berhenti merenung mengingat langkah-langkah berhasil yang pernah dibuat, atau mendapatkan langkah yang baru sama sekali menuju ke pemecahan masalah.

Sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004, pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Adapun indikator yang menunjukkan pemecahan masalah antara lain adalah:14

1. Menunjukkan pemahaman masalah.

2. Mengorganisasi data dan memlih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

13

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 127

14

(35)

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. 4. Memilih pendekatan dan metode pendekatan secara tepat. 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Masalah pada mata pelajaran matematika dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran mendalam. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan keterampilan yang ditunjukkan melalui kemampuan untuk memperoleh solusi dari masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa pemecahan masalah matematika adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan masalah matematika dengan melibatkan segala keterampilan dan pengetahuan yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya.

c. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematik

Sebagaimana yang telah diuraikan, suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika dalam penyelesainnya pertanyaan tersebut ditemukan beberapa kendala, sehingga tidak dapat menentukan cara penyelesaiannya secara langsung. Menurut Polya pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Secara rinci empat langkah penyelesaian pemecahan masalah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:15

1) Memahami masalah

Pada langkah pertama ini biasanya siswa harus menyatakan kembali masalah dalam bahasanya sendiri. Setiap masalah yang tertulis, bahkan yang paling mudah sekalipun harus dibaca berulang kali dan informasi yang terdapat dalam masalah dipelajari dengan seksama. Untuk mempermudah pemecah

15

(36)

masalah memahami masalah dan memperoleh gambaran umum penyelesaiannya dapat dibuat catatan-catatan penting dimana catatan-catatan tersebut bisa berupa gambar, diagram, tabel, grafik atau yang lainnya. Dengan mengetahui apa yang diketahui dan ditanyakan maka proses pemecahan masalah akan mempunyai arah yang jelas.

2) Membuat rencana pemecahan masalah

Untuk dapat menyelesaikan masalah, pemecah masalah harus dapat menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan. Pemilihan teorema-teorema atau konsep-konsep yang telah dipelajari, dikombinasikan sehingga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi itu. Rencana solusi dibangun dengan mempertimbangkan struktur masalah dan pertanyaan yang harus dijawab Jadi diperlukan aturan-aturan agar selama proses pemecahan masalah berlangsung, dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.

3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah

Untuk mencari solusi yang tepat, rencana yang sudah dibuat pada langkah 2 harus dilaksanakan dengan hati-hati. Untuk memulai estimasi solusi yang dibuat sangat perlu. Diagram, tabel atau urutan dibangun secara seksama sehingga si pemecah masalah tidak bingung. Didalam menyelesaikan masalah, setiap langkah dicek, apakah langkah tersebut sudah benar atau belum. Hasil yang diperoleh harus diuji apakah hasil tersebut benar-benar hasil yang dicari.

4) Melihat (mengecek) kembali

Tahap melihat kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh mungkin merupakan bagian terpenting dari proses pemecahan masalah. Setelah hasil penyelesaian diperoleh, perlu dilihat dan dicek kembali untuk memastikan semua alternatif tidak diabaikan misalnya dengan cara:

a. Memeriksa penyelesaian/jawaban (mengetes/menguji coba jawaban). b. Memeriksa apakah jawaban yang diperoleh masuk akal.

(37)

Berikut ini merupakan diagram langkah pemecahan masalah sebagaimana yang disampaikan Polya:16

Gambar 2. 1

Diagram Langkah Pemecahan Masalah Menurut Polya

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting untuk dimiliki oleh siswa guna merespon berbagai persoalan hidup yang dihadapi. Menurut Wena, pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi.17 Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang siswa harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah.

16

Gelar Dwirahayu dan Munasprianto Ramli, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 52

17

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 52. 1. Memahami Masalah

2. Membuat Rencana

3. Melaksanakan Rencana

4. Meninjau Kembali

1a. Menulis soal dengan kata-kata sendiri

1b. Menulis soal dalam bentuk yang lebih operasional 1c. Menulis soal dalam bentuk

rumus

1d. Menulis soal dalam bentuk gambar

(38)

Yamin dalam Rosalia menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan dan memilih pemecahan masalah yang efektif.18 Selanjutnya menurut Suhenda kemampuan dalam pemecahan masalah adalah kapabilitas untuk memecahkan masalah (hal-hal yang tidak rutin) dengan cara yang benar dan rasional.19

Kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang memiliki berbagai macam persoalan atau masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir kompleks dalam penyelesaiannya. Masalah dalam matematika merupakan soal-soal yang belum diketahui prosedur pemecahannya sehingga tidak secara otomatis mengetahui solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan kosep-konsep dan aturan-aturan dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda. Dengan demikian kemampuan memecahkan masalah siswa dapat terus berkembang apabila terbiasa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik adalah suatu keterampilan dengan pelibatan segala aspek pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya untuk menyelesaikan masalah matematika. Siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah akan mampu membuat keputusan dalam menentukan cara atau prosedur menyelesaikan masalah yang dihadapi, menjalankan cara atau prosedur yang telah ditentukan, dan memeriksa kembali kebenaran dari jawaban yang diperoleh. Proses siswa seperti ini memaksa siswa untuk menggunakan

18

Rosalia HR, Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan Metode Penemuan Terbimbing Siswa Kelas IXF SMPN 2 Imogiri Bantul Yogyakarta, ISBN: 978-979-16353-9-4. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2013

19

(39)

beragam pengetahuan yang dimiliki sebelumnya serta mengundang pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang saling berhubungan.

2. Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari di lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Ada banyak alasan mengapa siswa perlu belajar matematika. Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan sarana berpikir logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.20

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan disekolah. Matematika sekolah terdiri atas bagian matematika yang dipilih dengan menyesuaikan kompetensi yang dimiliki siswa. Matematika sekolah berperan dalam menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan yang berorientasi pada perkembangan IPTEK, pembentukan pribadi dan melatih siswa berfikir logis serta kritis. Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.21

Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut: prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”. Prinsip siswa belajar aktif, merujuk pada pengertian belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.22 Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran para pendidik disamping menguasai bahan

20

Mulyono Abdurahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulian Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 253

21

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:UPI, 2003), h. 33

22

(40)

atau materi ajar, tentu perlu juga mengetahui bagaimana cara materi itu disampaikan dan bagaimana pula karakteristik peserta didik yang menerima materi pelajaran. Tugas guru adalah merancang sedemikian rupa skema pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subjek yang aktif, memilih informasi (masalah) baru, dan memotivasi siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri. Dengan kata lain, guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan manager belajar bagi siswanya.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik (KTSP) secara rinci memuat topik, kemampuan dasar matematika, dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki siswa setiap jenjang sekolah. Secara garis besar kemampuan dasar matematika yang termuat dalam KTSP adalah pemahaman matematika, pemecahan masalah maetmatik, penalaran matematik, koneksi matematik, dan komunikasi matematik. Adapun sikap yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah sikap kritis, cermat, objektif, dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar matematika. Sikap dan kebiasaan berpikir diatas pada hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematika, yaitu keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.23

Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan belajar terencana yang melibatkan guru dan siswa secara kontinu dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang mengantarkan siswa pada kemampuan berpikir matematik berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis.

3. Pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, dan Intelektual)

Sebagaimana yang telah disampaikan, pembelajaran matematika pada dasarnya menganut: prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”.Berdasarkan hal tersebut,guru dituntu untuk mengadakan pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa agar mereka dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari melalui

23

(41)

aktivitas, antara lain melalui kegiatan pemecahan masalah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah saat ini, namun aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan sikap atau tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran, yakni mencakup aktivitas fisik maupun mental.

Belajar berdasarkan aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses pembelajaran. Pada hakikatnya dalam pembelajaran, siswa memiliki berbagai modalitas yang harus dioptimalkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Beberapa modalitas tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh DePorter yaitu Visual, Auditorial dan Kinestetik/Somatik.24

Ketiga modalitas tersebut adalah faktor yang mempengaruhi gaya belajar masing-masing siswa. Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditori belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan. Selain ketiga gaya belajar tersebut, Meier menambahkan satu lagi modalitas dalam belajar anak, yaitu gaya belajar intelektual. Gaya belajar intelektual bercirikan sebagai pemikir. siswa menggunakan kecerdasannya untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut.

Pembelajaran tidak akan otomatis meningkat apabila siswa hanya disuruh untuk berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik, dengan aktivitas berpikir dan penggunaan semua indera baik pendengaran maupun penglihatan berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran. Model belajar demikian menurut Meier disebut pendekatan SAVI (Somatis, Auditori,

Visual, Intelektual). Pendekatan SAVI adalah cara belajar yang disertai gerak fisik,

berbicara, mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir, menggambarkan, menghubungkan, dan membuat kesimpulan dengan baik.25 Pendekatan SAVI dapat didefinisikan juga sebagai

24

Bobbi De Porter, et. al, Quantum Teaching (Terjemahan), (Bandung: Kaifa, 2004), h. 112

25

(42)

pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan semua indera yang dimiliki siswa, dengan cara menggabungkan gerakan fisik dengan intelektual dan penggunaan semua alat indera dalam satu peristiwa pembelajaran

Pendekatan SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda.26 Istilah SAVI merupakan kependekan dari Somatis, Auditori, Visual, Intelektual. Somatis dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditori adalah learning by talking and hearing

(belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by

observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambar). Intelektual

maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).27 Menerapkan semua aspek yang ada dalam pendekatan SAVI dapat membuat siswa belajar menyeluruh, siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran serta menemukan dan mengolah informasi yang mereka miliki.

Pendekatan SAVI merupakan inti dari Accelerated learning (AL) atau pembelajaran yang dipercepat. AL menjadikan belajar terasa manusiawi karena menempatkan siswa sebagai pusat sasaran. Pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL. Menurut Meier, beberapa prinsip pembelajaran SAVI adalah sebagai berikut:28 a. Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya

melibatkan otak tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.

26

Harry D Putra, Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan Savi Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa Smp, ISBN 978-602-19541-0-2. Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, 2011

27

Rusman, Model-model Pembelajaran, 2011, (Jakarta: Rajawali Pers), h. 373

28

(43)

b. Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar.

c. Kerjasama membantu proses pembelajaran. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Siswa biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan teman-teman daripada yang mereka pelajari dengan cara lain manapun.

d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu linear melainkan menyerap hal banyak sekaligus.

e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.

Belajar paling baik adalah belajar dengan konteks.

f. Emosi positif sangat membantu pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas seseorang.

g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.

a. Karakteristik Pendekatan SAVI

Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu:29

1) Somatic

”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Menurut Meier belajar somatis berarti belajar dengan indra. peraba, kinestetik, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.30 Namun, dalam pembelajaran di sekolah pada umumnya terdapat pemisahan antara tubuh

dan pikiran, sehingga yang berlaku adalah ”duduk manis, jangan bergerak, dan tutup mulut”, karena beberapa guru di sekolah masih menggunakan paradigma

lama yaitu belajar hanya melibatkan otak saja. Kini pemisahan tubuh dan pikiran dalam belajar mengalami tantangan serius, karena penelitian neurologi

menemukan bahwa ”Pikiran tersebar di seluruh tubuh” atau pada intinya, tubuh

29

Ibid, h. 92

30

Gambar

  gambar
Tabel 2.1. Karakteristik Pembelajaran SAVI
Gambar-gambar yang berhubungan dengan balok
Tabel 3. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada flowchart sistem pengamanan mobil tidak aktif (OFF) akan dijelaskan ketika pemilik mobil kembali masuk mobil dan memutus tegangan pada alat sistem pengamanan

Dari hasil penelitian, sanitasi menggunakan EAW selama 5 menit dan 10 menit memberikan kualitas sensori yang lebih baik sampai pada hari kelima masa penyimpanan

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan terhadap bursting test elbow dalam metode virtual dengan Metode Elemen Hingga menggunakan software ANSYS Workbench dan

Data sekunder yang akan diambil adalah kondisi pengolahan air limbah domestik di daerah tersebut melalui literatur atau penelitian terdahulu.Data primer yang akan

Beberapa klien yang telah melakukan perawatan mendapati perubahan diabetic foot yang mereka alami menjadi lebih baik dan sejalan dengan perbaikan kondisi luka yang

1) Agio saham, yaitu selisih lebih antara setoran modal yang diterima oleh bank dengan nilai nominal saham yang diterbitkan. 2) Modal sumbangan, adalah modal yang diperoleh bank

[r]

Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru tentang kreativiti di dalam pengajaran dan pembelajaran (PdP), mengenal pasti tahap kefahaman mereka terhadap