• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum islam terhadap putusan hakim pn subang nomor: 234/pid.b/pn. subang tentang kelalaian yang menyebabkan kematian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum islam terhadap putusan hakim pn subang nomor: 234/pid.b/pn. subang tentang kelalaian yang menyebabkan kematian"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

"

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PN SUBANG NOMOR : 234/PID.B/PN. SUBANG TENT ANG KELALAIAN YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

SADATH M. NUR

NIM. 103043228007

---1

PERPUSTAK/lJ\N L.IT AM/\ UIN LjLセQ\ Q|ーᄋイᄋa@

I " " " \ I

KONSENTRASI perbandingaBGnLNLhセuセkセumMMMᄋᄋᄋᄋᄋMᄋMMMMMMMᄋMMᄋG@

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATULLAH

(2)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh

SADATH M. NUR NIM: 103043228007

Di bawah Bimbingan:

Pembimbing I,

セIL・|@

セ@ .. _.

Pembimbing II,

Prof. Dr. H. M. Abduh Malik NIP: 150094391

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Skripsi yang berjudul "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PN SUBANG NOMOR : 234/PID.B/PN. SUBANG TENTANG KELALAIAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Juni 2008 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Strata 1 (Sl) pada Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukurn Program Studi Perbandingan Hukum.

SH MA MM

P ANITIA UJIAN MUNAQOSY AH

Ketua :Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag NIP: 150275509

Sekertaris: H. Muhammad Taufigi, M.Ag

NIP: 150290159

Pembimbing I: Prof. Dr. H. M. Abduh Ma . NIP: 150094391

Pembimbing II: Dr. Y ayan Sopyan, M.Ag NIP: 150277991

Penguji I: Dra. Hi. Afidah Wahyuni, M.Ag NIP: 150281943

(4)
(5)

MOTO:

"(I) Bukankah Kami le/ah melapangkan untukmu dadamu. (2) Dan Kami le/ah

menghilangkan dari padamu bebanmu, (3) Yang memberatkan punggungmu, (4)

Dan Kami tinggikan bagimu sebulan (nama)mu, Karena Sesungguhnya sesudah

kesulitan ilu ada kemudahan, (5) Sesungguhnya sesudah kesulitan ilu ada

kemudahan. (6) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), (7)

Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (8) Dan Hanya kepada

(6)

semesta, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya. Sehingga dengan izin dan iradat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam yang selalu tercurah keharibaan Nabi besar Muhammad SAW dan segenap para sahabat-sahabatnya.

Penulis sangat menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, oleh karenanya dari relung hati yang paling dalam, penulis ucapkan terima kasih yang tiada hingga kepada yang terhomat:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji MA. dan Sekertaris Program Studi Bapak H. Muhammad Taufiqi M.Ag. serta para dosen dan karyawan di Fakultas Syariah Dan Hukum.

(7)

Hukum serta karyawan dan pegawai yang telah membantu dalam pencarian sumber bacaan buku dan referensi.

5. Kepada Bapak Uli Purnama, SH selaku Kabid Humas Pengadilan Negeri Subang dan Bapak Hendi Rohendi, SH selaku Panitra Muda Hukum Pengadilan Negeri Subang, yang telah memberikan data dan wawancaranya yang berhubungan dengan masalah skripsi penulis seperti, Lampiran Putusan dan Penetapan PN Subang, serta Lampiran Tuntutan dari Kejaksaan Negeri Subang.

6. Kepada para Dosen penulis haturkan banyak terima kasih, khususnya dari civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum yang telah berkontribusi positif bagi khazanah dialetika pemikiran penulis selama proses pendidikan berlangsung demi memahami kondisi kontemporer dengan penuh kearifan. Terutama kepada Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Sutarmadi, Bapak Dr. H. Ahmad Juwaini Sukri LCS, MA, Dr. JM. Muslimin, Bapak Burhanudin SH, MH dan Bapak Alfitra SH, MH, serta para dosen yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dan tidak mengurangi rasa hormat penulis.

7. Kepada Ayahanda tercinta Bapak M. Alwi Nur SMI, M.Sc dan Ibunda Haryati yang selalu setia menanti ananda dalam meraih gelar keserjanaan. Berkat jasa dan doa beliaulah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan Ayah dan !bu. Amin.

(8)

dengan baik. Semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan mereka.

9. Kepada KH Solihan Rohiman, KH Ors. Ahmad Mubarak MA dan Ust. Ors. Saefudin Hamid, yang telah memberikan Ilmu dan pengetahuannya kepada penulis. Dan kepada rekan-rekan Alumni Ponpes Al Mukhlisin, bayu, dekur, dede, amin, irwan, erica, nantih, ida dan sahabat-sahabat lainnya, serta soni dan dedi di Subang. Yang banyak memberikan dorongan moril dan nasihatnya bagi penulis. Tanks for all.

10. Rekan-rekan seperjuangan dan sepenanggungan anak-anak Perbandingan Hukum angkatan 2003, alwanih, rozaq, tomy, maman, miftah, sahril, yustam, iqbal, yakob, qodir, salman, fatur, ucup dan sahabat Iainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, serta dadan, soiihin, Bang amril dan Mpo anah, thanks abiz atas apa yang teiah kamu berikan kepadaku dan jangan pemah lupakan KKS Subang yang begitu manis dan indah kawan-kawanku.

(9)

memohonkan ridha di sisi-Nya. Harapan terakhir, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembangunan ke Ilmuan, ke Islaman dan ke Indonesian. akhirnya, hanya kepada-Nya segala urusan dan akan kembali pula kepada-Nya. Tiada daya dan upaya hanya milik-Nya, lalu kita memohon hidayah dan ampunan-Nya.

Jakarta, 29 Jumadil Ula 1429 H 4 Juni 2008

(10)

Bab I: Pendabuluan

A. Latar Belakang... I B. Pembatasan Masalab... 8 C. Tujuan dan Fungsi Penelitian... ... 9 D. Metode Penelitian... JO E. Studi Review... 13 F. Sistematika Penulisan... ... ... .... 15 Bab II: Konsep Kelalaian Dalam PersefekrifHukum Islam dan Hukum Positif

A. Kelalaian Dalam Hukum Islam

I. Pengertian ... : . . . . .. . . .. .. ... 16 2. Ruang Lingkup... ... ... ... ... ... ... . .. ... . .... ... 18 B. Kelalaian Dalam Hukum Positif

I. Pengertian... ... 25 2. Ruang Lingkup... ... 28 C. Kelalaian Yang Menyebabkan Kematian

(11)

234/Pid.B/2001/PN.SUBANG Tentang Kelalaian Yang Menyebabkan Matinya Orang Meliputi :

A. Kronologi Perkara... ... 49

B. Pertanggungjawaban Hukum... .... 50

C. Pertimbangan Hukum... ... 56

D. Analisis Putusan... ... 57

Bab IV : Penutup A. Kesimpulan... ... .. ... 79

B. Saran-Saran... 81

Daftar Pustaka... ... ... ... 83

(12)

Pada tahun-tahun terakhir ini semakin banyak kejahatan terhadap jiwa manusia atau pembunuhan dalam masyarakat. Hukum pidana positif (KUHP) tampaknya tidak mampu mencegah perbuatan pidana disengaja dan tidak disengaja terutama yang menyebabkan kematian di dalam masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh sanksi hukuman yang terlalu ringan. 1

Bahwa pada kenyataanya masih banyak pelanggaran yang sering terjadi dari berbagai jenis motif tindak pidana yang dilakukan oleh orang-perorangan maupun berkelompok. Seperti tawuran antar pelajar, pembunuhan disengaja maupun tidak disengaja, perampokan, pemerkosaan, pencurian, hingga maraknya kecelakaan lalu lintas yang sering memakan korban baik Iuka ringan, Iuka berat maupun sampai meninggal dunia, akibat dari orang-orang yang kurang bertanggung jawab dan tidak melihat ke depan akan akibat ini, ditambah lagi maraknya malpraktek yang sering terjadi akhir-akhir ini akibat kelalaian para dokter dan sangat mengganggu ketertiban masyarakat bahkan sangat meresahkan masyarakat. Maka kejahatan semacam ini membuat masyarakat panik dan was-was, apabila sesuatu ha! yang akan menimpanya.

1 Abduh Malik dkk, Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan Tantangan),

(13)

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. ltu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda yang satu dengan yang Jain.2

Tampaknya kesadaran masyarakat akan menjunjung tinggi norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku, semakin diabaikan (tidak peduli). Pelanggaran demi pelanggaran membuat orang semakin beringas dan tidak adanya rasa takut yang mendalam, serta tidak adanya efek jera bagi para tersangka maupun terdakwa. Sehingga kurangnya kesadaran, untuk menghargai hak asasi seseorang, serta semakin minimnya rasa cinta dan kasih sayang di antara individu dengan individu Jainnya. 3

Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi dengan tujuan agar mengisi dan memakmurkan hidup dan kehidupan ini sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah SWT. Oleh karena itu tujuan tersebut berhasil dengan baik, maka sebagai kasih sayang Allah SWT terhadap manusia, Allah SWT menurunkan tata aturan dan hukum-hukum-Nya yang disampaikan dalam bentuk wahyu kepada Nabi Muhammad SA W.4

2

Topo Santoso, dan Eva Achzani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: Raja Grafindo Gema

Persada, 2005), h. I

3 Leden Marpaung,

Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (disampaikan dalam kata pengantar), (Jakarta: Sinar Grafindo, 2005), Cet. III, h. vii

4

Ahmad Munif Suramaputra, Filsafat Hukum !.•lam AL-GHAZAL! (Maslahah

Mursa/ah & dengan Pembaharuan hukum Islam), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet.

(14)

Suatu sistem hukum pada hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari berbagai cita-cita dan cara-cara manusia berusaha untuk mengatasi masalah yang nyata maupun potensial yang timbul dari pergaulan hidup sehari-sehari yang manyangkut kedamaian. Semakin kompleks susunan suatu masyarakat, semakin luas dan mendalam aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia. Bahkan hampir semua aspek kehidupan bersama diatur oleh hukum.5

Maraknya kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi di mana-mana, akibat dari kelalaian seseorang yang tidak memperhatikan dampak akibat dari kecelakaan tersebut. Sebagaimana yang diutarakan oleh Hadiman: bahwa korban yang mati akibat kecelakaan lalu-lintas jauh lebih beda bila dibandingakan dengan korban yang mati akibat sebab-sebab yang lain seprti kecelakaan-kerja, sakit, pembunuhan dan lain-lain. Beliau menambahkan, bahwa 80 % hingga 90 % dari 100 kecelakaan lalu lintas adalah ulah dari pengemudi. 6

Kelalaian atau kesalahan merupakan tindak pidana yang lebih ringan dari kesalahan yang disengaj a. Karena dari unsur ini kelalaian merupakan perbuatan pelaku yang kurang melihat kedepan akan akibat ini. Walaupun unsur semacam ini berbeda dengan unsur-unsur yang benar-benar dikehendaki oleh pelaku. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa perbuatan semacam ini tidak lepas

' Soerjoeno Soekanto, Pokok-Pokok Sosio/ogi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006), Cet. V, h. 263.

6 Hadiman, Jadilah Pengemudi Yang Baik, (Jakarta: lnduk Koprasi Kepolisian Repubik

(15)

dari hukuman dan pertanggungjawaban pidana. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP. Yang isinya sebagai berikut:

Pasal 359

" Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun."

Pasal360

l) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat Iuka-Iuka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lamasatu tahun.

2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain Iuka-Iuka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. 7

Uraian di atas tidak terlepas dari pantauan dan perhatian aparat penegak hukum dan aparatur negara, demi menciptakan rasa aman terhadap masyarakat serta mengadili perkara dengan seadil-adilnya. Tanpa melihat stratafikasi seseorang, dalam ha! ini statusnya sama di hadapan hukum. Para aparat penegak hukum harus benar-benar cermat dalam memutuskan perkara dan memikirkan dengan cermat dari penjatuhan hukuman. Sehingga dirasakan oleh masyarakat, bahwa hukuman tersebut harus benar-benar setimpal dengan kesalahan pelaku.

7

(16)

Penyelesaian perkara dengan cepat dan tepat, mengadili sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya. Maka dalam ha! ini sangat membantu dalam penegakan ketertiban dan ketentraman masyarakat. Demi terciptanya keadilan yang merata dan adanya kepastian hukum.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Theo Huijbers dalam bukunya filsafat hukum, beliau mengatakan: bahwa hukum sangat erat hubungannya dengan keadilan. Bahkan ada orang yang berpandangan bahwa hukum harus digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum.8

Pada hakikatnya fungsi dan tujuan hukum adalah terletak dari kesadaran masyarakat yang patuh terhadap hukum, serta sadarnya para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, demi mewujudkan keadilan, ketertiban, keteraturan serta keamanan yang merata, tanpa melihat struktur kemasyarakatan dan sama derajatnya di hadapan hukum. Maka dengan ini akan timbul suatu kecintaan sesama umat manusia dan saling menghargai hak asasi seseorang.

Di bawah ini ada sebuah kasus tindak pidana kelalaian yang merenggut nyawa seseorang dan mengakibatkan satu orang luka-luka, yang kebetulan TK.Pnya (Tempat Kejadian Perkara) didaerah Kah. Subang di Jalan Raya Kp. Ranca Teja Ds. Tambak Mekar Kee. Jalan Cagak dan termasuk wilayah hukum PN Subang.

8

(17)
(18)

Akibat ditabraknya korban Andri Bin Hendra oleh terdakwa tersebut, korban Andri Bin Hendra meninggal dunia di Rumah Sakit PT Perkebunan Nusantara VIII Subang dan saksi korban Jaenal Asikin mengalami Iuka ringan.9

Dari uraian di atas bahwa suatu tindak pidana, terjadi akibat kurangnya kesadaran seseorang terhadap hukum, yang tidak mengindahkan (tidak mentaati) peraturan yang berlaku dan sifat egoisme yang mau menang sendiri dan sering dilanggarnya hak asasi manusia. Kasus kriminal yang sering terjadi akhir-akhir ini, menambah rentetan tindak pidana yang banyak memakan korban dan dalam ha! ini para aparat penegak hukum harus benar-benar selektif dalam mengambil keputusan.

Dengan permasalahan yang disinggung dan deskripsi-deskripsi yang diuraikan di atas, maka penulis sangat terdorong untuk sedikit melakukan penelitian dan pembahasan dengan judul:

"Analisis Hukum Islam Terhadap Putusa11 PN Suba11g Nomor: 234/Pid.BIPN

SUBANG. Te11ta11g Kelalaia11 Ya11g Me11yebabka11 Kematia11"

9

Kronologi Perkara Pidana Yang dilampirkan Oleh Kejaksaan Negeri Subang, dalam

(19)

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

I. Pebatasan Masalab

Agar permasalaban ini lebih terarah dan terfokus berdasarkan latar belakang dari uraian di atas, dalam ha! ini penulis akan mencoba membatasi penelitian ini hanya mengenai masalab yang menyangkut: Pembunuhan tidak sengaja, kasus pidana Obay Sobari bin Umsih di Subang, Analisis Putusan Hakim PN Subang Nomor: 234/Pid.B/2001/PN SUBANG.

2. Perumusan Masalab

Untuk lebih memudahkan dalam skripsi ini penulis mencoba mempertimbangkan masalab yang telab diuraikan baik dari latar belakang masalab maupun dalam pembatasan masalab. Maka dengan ini penulis mencoba merumuskan masalab ini, sebagai berikut:

I. Apa pertimbangan Hakim dalam menentukan hukum.

2. Dilihat dari perspektif Hukum Islam apakab Putusan Hakim PN Subang telab memberikan rasa keadilan bagi pihak korban.

3. Apakah tanggapan keluarga korban terhadap Putusan Hakim PN Subang. 4. Apakah kompensasi yang diberikan dapat meringankan hukuman bagi

(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang: 1. Untok memberikan pemahaman tentang pertimbangan Hakim dalam

menentukan hokum.

2. Memberikan solusi alternatif tentang sanksi diat bagi tindak pidana karena kelalaian yang menyebabkan kematian yang telah diputuskan oleh hakim, sehingga memberikan rasa keadilan bagi pihak korban.

3. Menanggapi prihal keluarga korban terhadap Putusan Hakim yang adil.

4. Memberikan tanggapan atas kompensasi yang diberikan oleh terdakwa kepada pihak korban yang dapat meringankan beban keluarga korban dan dapat meringankan hukuman bagi terdakwa.

Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan bermanfaat bagi pihak yang mempunyai kepentingan dengan penelitian hukum ini sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

[image:20.522.47.449.136.501.2]
(21)

2. Manfaat Akademis

Sebagai kesempatan kepada peneliti untuk menerapkan teori maupun prinsip-prinsip Hukum Positif dan Hukum Islam yang telah dipelajari dalam perkuliahan kedalam praktek yang sebenarnya. Dan berdampak positif bagi perkembangan keilmuan maupun para peneliti selanjutnya.

D. Mctodelogi Penclitian

I. Jenis Data

Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan melakukan pendekatan deskriptif yaitu yang bertujuan untuk membuat gambaran yang sistematis dan akurat tentang fakta-fakta, sifat dan hubungan fenoma yang ada dalam objek yang diteliti. Sedangkan kualitatif adalah sebuah pemaparan dan penjelasan terhadap masalah yang diangkat sehingga pada akhirnya akan membangun kesimpulan-kesimpulan dari permasalahan yang ada dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata atau bahasa, pada konteks yang lebih khusus.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan salah satu bagian yang terpenting dalarn penelitian ini. Maka pencarian data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:

a. Data Primer

(22)

yang berhubungan dengan masalah ini yang diteliti dan fakta-fakta ril di lapangan. Seperti Putusan Hakim PN Subang Nomor: 234/Pid.B/2001/PN SUBANG dan Tuntutan dari Kejaksaan Negeri Subang, dalam Tuntutan Pidana Reg Perk. Nomor: PDM-212/SUBANG/1012001 dan data-data lainnya. Selain itu data primer ini penulis peroleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti, Uli Pumama, Hakim Pengadilan Negeri Subang, Obay Sobari Bin Umsih, mantan terpidana kasus tindak pidana kelalaian yang menyebabkan matinya orang, Hendra Haryadi Bin Safan, sebagai wali korban (ayah korban).

b. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Jenis data skunder dapat berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam ars1p (data dokurnenter) baik telah dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Bahan data skunder ini penulis peroleh dari Al-Qur'an, As-Sunah, Buku-buku ilmu Hukum, dokumen-dokumen, makalah dan data-data lain yang relevansi dan berkaitan dengan judul skripsi ini.

3. Tehnik Pengurnpul Data

(23)

b. Interview Jangsung dengan menggunakan metode wawancara bebas dan terstruktur, cara ini penulis tempuh dengan wawancara dengan: Uli Purnama SH., Hakim Pengadilan Negeri Subang, Obay Sobari Bin Umsih, mantan terpidana kasus tindak pidana kelalaian yang menyebabkan matinya orang, Hendra Haryadi Bin Safan, sebagai wali korban (ayah korban). 4. Analisis data:

Setelah memperoleh data エ・イウ・「セエ@ di atas, maka penulis akan mengolah data dengan metode deskriptif-deskriptif dan kompratif. Y akni menyajikan dan menggambarkan data secara alamiah tanpa melakukan suatu manipulasi. Dalam penyajian data tersebut akan dikomparasikan baik, menurut hukum Islam maupun hukum Positif. Penulis akan menganalisis kasus yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul A11alisis H11k11m Islam Terhadap P11t11sa11 Hakim PN S11ba11g Nomor: 234/Pid.B/2001/PN.SUBANG Te11ta11g

Kelalaia11 ya11g Me11yebabka11 Kematia11.

5. Teknik penulisan:

Dalam penulisan proposal ini, penulis sepenuhnya menggunakan buku pedoman skripsi yang di terbitkan Tahun 2007 oleh Fakulatas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga penulisan ini tidak melenceng dari aturan teknik penulisan yang ada.10

10 Tim Penulis dari Fakultas Syariah Dan Hukum, Buku Panduan Skripsi, (Jakarta: Fak.

(24)

Dokumen yang penyusum peroleh, maka penyusun racik dan memaparkan secara deskriptif, kooporatif, dan analisis konstruktif. Tiga pendekatan semacam ini lazim dipakai dalam penelitian kualitatif ini. Maka penyusun kombinasikan untuk menghasilkan sebuah konstruksi yang sinergis dan ilmiah.

E. Studi Review

Pada penulisan skripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan studi review yaitu dengan melihat skripsi-skripsi, yang pemah dibahas oleh penulis sebelumnya dan sama-sama membahas masalah skripsi yang berkaitan dengan judul penulis. Guna dijadikan acuan dan rujukan bagi penulis dalam penelitian ini. Maka dengan ini penulis telah menemukan empat dari hasil penelitian yang ditulis oleh Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun hanya satu yang bisa di inventarisir dan sebagian lagi tidak bisa di inventalisir, yaitu oleh Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul: Kedudukan Tindak Pidana Kealpaan (Culpoose Delict) Dalam Mene11t11ka11 Berat Ri11ga1111ya Sebualz H11k11111a11

Me1111rut KUHP Dan Hukum Islam, yang ditulis oleh Mahasiswa Hetty Chintia

Dewi, pada tahun 2004, SJJS:

(25)

sanksi pidananya dalam menentukan berat ringannya sebuah hukuman dan lebih cenderung kepada penjatuhan hukuman.

Dalam penulisan skripsi yang penulis kerjakan, penulis mengambil judul :

Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim PN Subang Nomor:

234/Pid.B/2001/PN.SUBANG Tentang Kelalaian yang Menyebabkan

Kematian.

Maka dengan permasalahan yang disinggung di atas dapat dsimpulkan bahwa kelalaian adalah kesalahan secara umum. Meskipun pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya kesengajaan, tetapi terhadap sebagian dari perbuatan yang didasari oleh kesengajaan itu orang juga sudah dipidana bila kesalahannya berbentuk kealpaan (kalalaian). Dengan kata lain tindak pidana semacam ini tidak lepas dari jeratan hukuman yang berlaku dan tidak terlepas dari pantauan aparat-aparat penegak hukum.

(26)

F. Sistematika Penulisan

Adapun gambaran dan urutan dalam sistematika penulisan, maka penulis dapat membagi penelitian ini kedalam empat bab dengan beberapa sub dan sebuah penutup dan uraian sebagai berikut:

Bab I:

Bab II:

Pendahuluan antara lain: Latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan fungsi penelitian, metodelogi penelitian, studi review dan sistematika penulisan.

Konsep Kelalaian Dalam Perspekrif Hukum Islam dan Hukum Positif meliputi: Kelalaian Dalam Hukum Islam, Kelalaian Dalam Hukum Positif, Kelalaian Yang Menyebabkan Kematian

Bab III: Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim PN Subang Nomor: 234/Pid.B/2001/PN.SUBANG Tentang Kelalaian Yang Menyebabkan Kematian Meliputi: Kronologi Perkara, Pertanggungjawaban Hukum, Pertimbangan Hukum, Analisis Putusan.

(27)

KONSEP KELALAIAN DALAM PERSEFEKRIF HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

A. Kelalaian Dalam Hukum Islam

I. Pengertian

Culpa dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah (\.bl-I) al' khata yang

berarti kekeliruan atau kesalahan, 1 sebagaimana yang tercantum dalam surat An-Nisa ayat 92 yang berbunyi:

Artinya:

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali karena tidak sengaja (tersalah). (Q.S An-Nisa/4: 92)

Al' khata menurut sebagian ahli tafsir diartikan sebagai suatu perbuatan yang tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya (tidak bermaksud untuk melakukan perbuatan terse but). 2 Kelalaian yang dimaksud merupakan perbuatan yang tidak ada niat dan maksud sedikitpun untuk berbuat lebih jauh lagi, karena perbuatan terse but timbul bukan karena faktor kesengaj aan, akan tetapi timbul atas dasar ketidaktahuan si pembuat.

1

Abdullah bin Nuh dan Umar Bakry, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber

Widya, 1979), Cet. JV, h. 98

2

Imam Jalaludin Abdurrahman As Suyuthi dan Imam Jalaludin Al Mahali, Tafs1i·

(28)

Al' khata menurut istilah adalah suatu perbuatan yang di maafkan. Dalam ha! kekeliruan niat dan pengetahuan si pelaku sedikitpun tidak di pertimbangkan (tidak adanya penduga atau kehati-hatian) dalam berbuat dan sedikitpun tidak berdosa.3

Menurut Abu Zahrah Al khata adalah terjadi suatu perbuatan atau perkataan yang tidak sesuai dengan apa yang di inginkan oleh pelakunya. 4

Al khata menurut pendapat Ahmad Hanafi ialah apabila terjadi bukan atas kehendak si pembuat. 5

Sedangkan al khata menurut Abdul Qadir Audah, 6sebagai berikut :

&-

.}J-'

i

_)-1 j,.,JI

LJ

V!

0

Lh

I

4-,,!

c.> .f-!. ')

<./'

0

セセi@

r51.f.-1

. ft'-'

\,J=:.

セ@

j,.,JI

Artinya:

"Jarimah tidak sengaja (culpa) adalah jarimah di mana pelaku tidak sengaja (bemiat) untuk melakukan perbuatan yang di/arang dan perbuatan tersebut te1jadi sebagai akibat dari kelalaiannya (kesalahannya). "

Dalam tulisan yang sama, pada jilid II beliau menambahkan bahwa al-khata' (kelalaian atau nalatings delik), sebagai berikut: 7

3

M. Abdul Mujieb dkk, Kamus lstilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Cet. Ill.

h. 155

4 M. Abu Zahrah,

Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), Ce!. VIII , h. 529

5 Ahruad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. VI, h. 141

6

Abu! Qadir' Audah, al Tas yri' al Jinaiy al Islamiy, (Beirut: Muassasah al Abdul Hafidz al Basat, 1968), Jilid I, h. 83

7

(29)

J

JI

.u...;

J

\b:.l ..£J J

LセQ@

0

jセ@

Juill

セQ@

.y

..L.,a.i t..

Y'

:

tkl-1

• <.:J;. Artinya:

"Al Khata adalah tindak pidana yang diperbuat oleh seseorang dengan tidak disadari maksud untuk berbuat, tetapi terjadi karena kesalahannya baik kesalahan dalam perbuatan, maupun kesalahan dalam persangkaan. "

Muslich, mengatakan bahwa kelalaian (al khata') adalah terjadinya suatu perbuatan di luar kehendak pelaku, tanpa maksud melawan hukum, perbuatannya tersebut terjadi kerena kelalaiannya atau kurang hati-hati. 8

Maka dapat disimpulkan bahwa jarimah Al khata adalah perbuatan tindak pidana di mana si pelaku tidak bermaksud untuk melakukan tindak pidana tersebut atau tidak sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya itu. Dengan kata lain Jarimah al khata adalah suatu perbuatan yang dilakukan tidak adanya unsur kesengajaan untuk mencederai orang maupun hingga tewas (tidak ada niat dan maksud sedikitpun dari pelaku).

2. Ruang lingkup

Pada pembahasan sebelumnya, tindak pidana atau jarimah yang terjadi karena kelalaian terjadi akibat ketidakhati-hatian dalam perbuatan dan tidak ada maksud untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

Dengan ini penulis akan mengklasifikasikan tindak pidana kelalaian dari sudut pandang yang berbeda, menurut ahli hukum islam diantaranya adalah:

8

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jaka11a: Sinar

[image:29.521.43.448.154.495.2]
(30)

Ahmad W ardi Muslich, membagi dua kriteria perbuatan yang terjadi karena kelalaian (culpa), ini ada dua macam,9 yaitu:

1. Pelaku sengaja melakukan perbuatan yang akhirnya menjadi jarimah, tetapi jarimah ini sama sekali tidak diniatkannya. Kekeliruan atau kelalaian

macam yang peratama ini ada dua macam, yaitu:

.

,,

a. keliru dalam perbuatan, セi@ L), l,b;,. )Contohnya seperti orang yang

menembak burung tetapi pelurunya menyimpang dan mengenai orang.

b. Keliru dalam dugaan,

e'

a'i11

;.J

ti,;:.)

Contohnya seperti seorang tentara

yang menembak seseorang yang disangkanya anggota pasukan musuh, tetapi ternyata diteliti anggota pasukannya sendiri.

Sejalan dengan pemikiran tersebut yang kemudian diartikan oleh Hanafi sebagai keliru obyektif dan keliru subyektif, yaitu:

A. al khata

fl

asy-syakhsiy keliru obyektif (kesalahan dalam sasaran) seseorang dengan perbuatannya yang dituju adalah orang lain tertentu (dengan maksud membunuh), akan tetapi orang lain yang terkena. Jadi letak kekeliruannya adalah pada perbuatannya. Contoh: A menembak B dengan maksud ingin membunuhnya, tetapi B mengelak dan akhirnya mengenai C yang berada di belakang B.

9

(31)

B. al khata fisy-syakhsiyah keliru subyektif (kesalahan dalam menilai orangnya) unsur ini dapat terjadi apabila seseorang membunuh orang lain yang disangkanya A, akan tetapi orang tersebut adalah B. disini letak kekeliruannya adalah sangkan pembuat. Contoh: A membunuh B, dan A yakin itulah orangnya, temyata setelah diamati bukan B yang mati, tetapi

c.

10

2. Pelaku tidak sengaja berbuat atau melakukan jarimah dan jarimah yang terjadi tidak diniatkannya sama sekali. Dalam ha! ini jarimah tersebut terjadi akibat kelalaiannya atau ketidakhati-hatiannya. Dalam istilah para

, .. ,. J

fuqaha istilah semacam ini disebut

"lk.;Lr;,..;;

;,,?.''.

Seperti seseorang yang

tidur di samping seorang bayi dalam barak pengusian dan ia menindih bayi itu sampai mati.

Muslich menambahkan, pentingnya pembagian ini dapat dilihat dari dua segi:11

I. Dalam jarimah sengaja jelas menunjukan adanya kesengajaan berbuat jarimah, sedangkan dalam jarimah tidak sengap (kelalaian), kecenderungan untuk berbuat salah tidak ada. Oleh karenanya, hukuman untuk jarimah sengaja lebih berat dari pada jarimah tidak sengaja (kelalaian).

10

Hanafi, Asas-Asas Hukwn Pidana, h. 142

11

(32)

2. Dalam jarimah sengaja hukuman tidak bisa dijatuhkan apabila unsur sengaja tidak terbukti. Sedangkan pada jarimah tidak sengaja (kelalaian) hukuman dijatuhkan karena kalalaian pelaku atau ketidakhati-hatiannya semata-mata

Mengenai hukum kedua macam keliru tersebut, maka para fuqaha berbeda pendapat. Segolongan para fuqaha mengadakan pemisahan apakah pendapatnya yang dikerjakannya itu dilarang atau tidak. Kalau dilarang maka baik keliru pada perbuatan atau keliru pada sangkaan tidak mempengaruhi adanya pertanggungjawaban sebagai perbuatan sengaja. Akan tetapi kalau perbuatan tersebut tidak dilarang maka perbuatan tersebut mempengaruhi sifatnya pertanggungjawaban dan dianggap sebagai perbuatan tidak sengaja, karena perbuatan tersebut tidak dilarang, seperti kalau hendak menembak binatang buruan, akan tetapi mengenai orang.

Para fuqaha yang lain mengatakan bahwa pembuat dalam keadaan keliru dengan kedua macamnya dianggap sebagai pembuat tidak sengaja, sebab perbuatan yang dikerjakannya mula-mula tidak dilarang dan tidak menghendaki akibat-akibat yang terjadi dan kalau sekiranya mengetahui sebelumnya bahwa akibat-akibat tersebut akan terjadi tentu ia akan melakukan perbuatannya.

(33)

pada perbuatan, sangkaan pembuat, sedangkan perbuatannya yang dikerjakannya adalah haram, maka ia dianggap sebagai sengaja.12

Al khata' atau culpa dalam segi penilaian (pemeriksaan). Kesalahan seperti ini biasanya terdapat dalam praktek dokter. Kesalahan seorang dokter tidak dimintai pertanggungjawaban selama dokter tersebut sudah menggunakan semua kemampuannya dengan ilmu yang sudah dipelajarinya.13

Dalam hal ini termasuk beberapa kekeliruan dokter, antara lain adalah: 1. kekeliruan dalam pemeriksaan. Contoh: Seorang dokter setelah memeriksa

penyakit dan memberi resep atau obat, kemudian temyata dia salah dalam pemeriksaan, sehingga obat tersebut tidak sesuai dengan penyakitnya. Bila pemeriksaan itu sudah dilakukan secara maksimal dan kemudian si pasien meninggal, maka dia bebas dari tuntutan, karena pekerjaannya pada dasarnya diizinkan, dan tidak ada dasar pelanggaran (kesengajaan).

2. Bila kekeliruan pemeriksaan itu mengakibatkan dipotongnya bagian anggota badan, seperti bila ia mengatakan bahwa anggota badan si pasien telah terserang (tertular) penyakit yang harus diamputasi agar tidak menular anggota badan yang lain, tetapi sebenarnya diamputasi itu tidak pcrlu, karena masih bisa diobati. Dalam hal ini dokter tidak dikenai tuntutan, selama dia sudah berusaha secara maksimal dalam pemeriksaan.

12 Hanafi, Asas Hukznn Pidana Isla1n, h. 143

13

(34)

3. Bila dokter menetapkan bahwa satu-satunya pengobatan adalah mengamputasi anggota badan tertentu, kemudian sebenarnya bisa diobati tanpa amputasi. Ini seperti dua bentuk sebelumnya, dengan syarat dia sudah berusah semaksimal mungkin.

4. Bila dokter keliru dalam menetapkan obat, setelah mengetahui jenis penyakitnya, kemudian temyata obat yang ditetapkannya itu tidak tepat. Dalam semua bentuk tersebut, kekeliruan dokter sudah dimaafkan.

5. Bila dokter keliru dalam melakukan pembedahan, seperti dalam melakukan bedah atau khitan kemudian mengakibatkan si pasien meninggal. Kekeliruan semacam ini termasuk kekeliruan dalam perkiraan, yang menurut kesekapatan fuqaha tidak bisa dituntut. Tapi jangan lupa, bahwa semua itu berlaku bagi dokter yang propesional (ahli) dan dia sudah berusaha semaksimal mungkin menurut kemampuannya itu.14

Dari uraian di atas, penyusun dapat menyimpulkan, bahwa kekeliruan yang dilakukan oleh pembuat atau pelaku, semata-mata tidak ada niat atau keinginan yang mengakibatkan seseorang meninggal. Terutama kekeliruan yang sering terjadi pada pemeriksaan atau praktek dokter, dengan kata lain dokter dituntut untuk lebih propesional dan berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

(35)

Para ahli hukum Islam membuat dua kaidah umum dasar perimbangan terhadap delik culpa, kedua kaidah tersebut adalah:

1. Seseorang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh syara ', atau atas keyakinan bahwa perbuatan itu tidak dilarang oleh syara', tetapi dari perbuatan-perbuatan yang mubah (halal) tersebut kemudian timbul akibat-akibat yang dilarang oleh syara'. Dalam ha! ini berlaku asas culpa, yang terdiri dari :

a. Tidak adanya penelitian yang mendalam b. Tidak adanya kehati-hatian

Jika pelaku masih mungkin menghindari perbuatan itu, maka si pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya. Tetapi apabila dalam perbuatan tersebut tidak perlu mengadakan penghatian dan kehati-hatian, maka pelaku tersebut bebas dari pertanggung jawaban pidana, misalnya seseorang menggali sebuah sumur dan sumur itu sudah dipagar untuk mencegah orang lain jatuh ke dalarnnya, kemudian orang lain melompat kedalam sumur dengan tujuan bunuh diri, maka pelaku (pembuat) sumur itu bebas dari pertanggungjawaban pidana.

(36)

sehingga C meninggal, malca A tetap dimintai pertanggungjawaban walaupun tidak melakukan perhatian yang mendalam terhadap akibat dari perbuatannya itu.15

B. Kelalaian Dalam Hukum Positif

I. Pengertian

Salah satu unsur subyektif didalam suatu delik kejahatan adalah unsur kesalahan atau shuld dalam hukum pidana dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Do/us atau Opzed atau kesengajaan b. Culpa atau tidak disengaja 16

Kedua hal tersebut dibedakan "kesengajaan" adalah yang dikehendaki (adanya unsur kesengajaan), sedangkan "kealpaan" adalah yang tidak dikehendaki (tidak adanya unsur kesengajaan). Namun dari kedua unsur tersebut sangat berbeda dari segi sanksi hukumannya. Pada umumnya para hukum pidana sangat sependapat bahwa kealpaan adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan. ltulah sebabnya, sanksi atau ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma pidana yang dilakukan oleh kealpaan lebih ringan

15

Abdul 'Qadir Audah, al Tas yri' al Jinaiy, h. I 05

16

Tongat, Hukum Pidana Materil, (Malang: Univ Muhammadiyah Malang, 2006), Cet.

(37)

dibandingkan dengan kesengajaan, yang sanksi atau hukumannya pun Iebih berat.17

Arti culpa yang dalam bahasa Latin dikenal dengan Istilah culpeus ditinjau dari segi etimologis (bahasa) kealpaan atau kelalaian yang menimbulkan kesalahan. Sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan Istilah Na!aten yang merujuk kepada istilah lalai, alpa, lengah, tidak mengindahkan, ingkar atau kurang hati-hati, 18 atau yang lebih populer dikenal dengan istilah Nalatings Delict menurut pengertian yang lebih luas adalah perbuatan yang disebabkan oleh kealpaan atau kelalaian.19

Kata salah mengandung arti luas, misalnya berarti tidak sebagaimana mestinya, tidak betul, tidak benar, keliru; atau juga tidak kena, tidak tepat, luput, gaga!; atau sesuatu yang tidak seharusnya, tidak patut, melanggar hukum, merugikan orang lain, dan sebagainya. Salah dalam arti hukum pidana adalah perbuatan melanggar hukum, jadi kesalahan artinya segala sesuatu yang melanggar hukum pidana.20

17 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

Cet. II, h. 25

18

B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006) Cet. I,

h. 151

19

Sudarmono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. IV, h. 291

20

Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1992),

(38)

Menurut hukum pidana kesalahan itu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Kesalahan dalam arti luas meliputi tiga elemen yaitu tentang pertanggunganjawab (Belanda: toerekeningsvatbaarheid) dari pelaku, kesalahan dalam arti sempit yaitu karena kehilapan (kealpaan, culpa) atau karena kesengajaan kepada sipelaku (Belanda: toerekenbaarheid).

Kesalahan dalam arti sempit yang terjadi karena kehilapan (delik culpa)

yaitu delik yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelakunya, sedangkan yang terjadi karena kesengajaan disebut (delik do/us), yaitu delik yang akibatnya tidak dikehendaki pelakunya. Ketidaksengajaan pelaku karena kehilapan, kelalaian dan kurang hati-hati itu merupakan kesalahan dalam arti sempit apabila perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada pelaku. Jadi apabila pelakunya orang yang tidak waras otaknya atau anak kecil, perbuatannya merupakan kesalahan tetapi dapat dikenakan hukuman.21

Meskipun Undang-undang hukum pidana atau yang lebih dikenal dengan istilah KUHP tidak memberikan rumusan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan Nalatings Delict (culpa), tetapi beberapa pakar hukum telah mengemukakan dan mengartikan pendapat mereka tentang Nalatings Delict

tersebut dari segi terminologis, diantaranya:

1. Wirjono Projodikoro, mengatakan bahwa culpa ialah: "kesalahan pada umunya", tetapi di dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti

21

(39)

PERPUSTAKAl\N

エ[セamセャ@

U!N SY/\HID Ji\i<l\F<TA

I

· - - - · - - - !

teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak berat seperti kesengajan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang disengaja terjadi. 22

2. J.E Jonkers, berpendapat bahwa dalam ha! tertentu kesalahan (culpa) merupakan kebalikan dari kesengajaan. Dalam kesengajaan kehendak ditujukan pada akibatnya, sedang dalam kesalahan, si pembuat justru tidak menghendaki akibat yang timbul dari perbuatannya itu.23

2. Ruang Lingkup

Sebelum beranjak Iebih jauh pada pembahasan berikutnya, marilah kita telaah terlebih dahulu persamaan dan perbedaan yang mendasar antara delik kesengajaan dan delik kealpaan. Sebuah hukuman dapat dikenakan pada suatu delik kealpaan, karena pada dasarnya delik kealpaan sudah termasuk unsur-unsur yang semestinya sudah dapat dihukum dan sudah ada pada setiap delik kejahatan, seperti halnya pada delik kesengajaan.

Moeljatno, menerangkan bahwa:" Kesengajaan mengandung kesalahan yang berlainan jenis dengan kealpaan, tetapi dasarnya sama, yaitu:

a. Adan ya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana; b. Adanya kemampuan untuk bertanggungjawab; dan

22

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2003), ed.3, Cet. I, h. 72

23

J. E . Jonkers, Buku Pedoman Hindia Be/anda, (Jakarta: Bina Aksara, 1987),

(40)

c. Tidak ada alasan pemaaf. 24

Akan tetapi, bentuknya berbeda. Dalam kesengajaan, sikap batin orang yang melakukannya adalah menentang larangan. Sedangkan dalam kealpaan, orang yang melakukannya kurang mengindahkan larangan, sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan yang obyektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.

Perbedaan antara kealpaan (culpa) dengan kesengajan (opzed) dalam hubungannya dengan suatu tindakan yang dapat dipidana atau dihukum adalah: a. Suatu akibat pada kealpaan, tidak dikehendaki pelaku walaupun dapat

diperkirakan, sedangkan pada kesengajaan justru akibat itu adalah perwujudan dari kehendak dan kesalahannya;

b. Percobaan untuk melakukan suatu kejahatan karena kealpaan pada umumnya tidak dapat dibayangkan karena niat untuk melakukannya tidak ada dan tidak mungkin ada pemidanaan (tertabrak mati) diluar kehendak pelaku;

c. Dalam bentuk kejahatan, perbuatan sengaja dengan sendirinya dan ada pula bentuk dari kealpaan yang tidak dengan sendirinya (tidak ada niat sedikit pun); dan

d. Ancaman yang dilakukan terhadap delik kesengajaan lebih berat dibandingkan dengan delik yang dilakukan karena kealpaan.25

24

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. VII, h 199

25

Alfitra, Makalah yang disampaikan pada Mata Kuliah Hukum Pidana, (Jakarta: UIN

(41)

Hamzah, menambahkan bahwa shuld (kesalahan), Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja dan kesalahan dalam arti sempit (culpa), sakibat yang ditimbulkan.26

Namun P.A.F. Lamintang, menerangkan bahwa culpa dapat meliputi:

a. Tindakan-tindakan baik itu merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu atau tindakan untuk tidak melakukan sesuatu;

b. Suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang atau suatu constitutief gevolg; dan

c. Unsur selebihnya dari delik.27

Atau dapat dikatakan, bahwa si pelaku Nalatings delict (culpa) telah melakukan perbuatannya itu tanpa kehati-hatian dan tanpa berusaha mengambil tindakan-tindakan pencegahan yang dipandang perlu untuk itu serta kurangnya perhatian si pelaku terhadap akibat yang dapat timbul. Dan tindakan itu merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh Undang-undang .

Sebagaimana dikutip oleh Hamzah, kealpaan terdiri dari dua unsur, yaitu: a. Tidak mengadakan penduga-duga (kurang melihat kedepan).

b. Tidak mengadakan penghati-hati (kurang hati-hati).28

26

Andi Hamzah, Asas-asas Hukwn Pidana, (Jakarta: Reneka Cipta, 1994), ed.rev, Cet.

II, h. 130

27

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1997), Cet. III, h. 342

28

(42)

Untuk lebih jelasnya, penyusun akan membahas satu persatu syarat atau unsur yang terdapat dalam delik culpa tersebut.

a. Tidak mengadakan penduga-duga yang perlu menurut hukum Mengenai unsur ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:

I. Terdakawa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar.

Dalam ha! ini kekeliruan terletak pada salah pikir atau salah duga yang seharusnya disingkirkan.

Contoh: A mengendarai mobil dengan cepat melalui jalan yang ramai. Ia

menyadari abhwa kepandaiannya dalam mengendarai mobil sehingga tidak akan menabrak. Namun dugaannya salah (keliru), karena si A menabrak seseorang yang ada di jalan itu. Seharusnya dia dapat menghindari tabrakan itu, sekalipun dia pandai, karena justru ramainya jalan lalu lintas di jalan tadi lebih memungkinkan dirinya untuk menabrak. Di sini adanya kemungkinan itu di sadari, tetapi tidak berlaku baginya karena kepandaian yang ada padanya, bahwa inilah yang disebut kelalaian yang disadari (Bewuste Cu/pa).29

2. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin akan timbul kerena perbuatannya. Dalam ha! ini kealpaan atau kekeliruan terletak pada tidak adanya pikiran sana sekali bahwa akibat yang dilarang mungkin akan timbul karena perbuatannya.

(43)

tadi tinggal mempunyai akademik semata, ha! ini disebabkan pergeseran sistem peradilan dari psikologis menjadi sistem peradilan normatif.32

b. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Yang menjadi objek peninjauan dan penilaian dalam ha! ini bukanlah batin terdakwa, tetapi apa yang dilakukan atau tingkah laku yang dilakukan oleh terdakwa tersebut. Di mana si terdakwa tidak mengadakan penelitian, kebijaksanaan, kemahiran, dan kesadaran sebagai usaha pencegah dalam keadaan-keadaan tertentu. 33

Di dalam UU tidak ditentukan secara terperinci arti dari kelalaian, sedangkan arti dari kelalaian dapat diketahui dari pengetahuan ilmu hukum pidana. Sifat atau ciri-cirinya adalah:

I. Sengaja melakukan suatu tindakan yang temyata salah, dengan kata lain dia malakukan suatu tindakan ( aktif/pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan.

2. Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terj adi, tetapi merasa dapat mencegahnya. Atas tindakannya itu ia dicela, karena bersifat melawan hukum.

Dalam ha! kelalaian, pada diri pelaku terdapat :

a. Kurang Pemikiran (pengguanaan aka! yang diperlukan); b. Kurang Pengetahuan (ilmu yang diperlukan); dan

32 Ibid

(44)

c. Kurang Kebijaksanaan yang diperlukan. 34 Kelalaian terbagi menjadi dua bagian, yaitu:35

1. Kelalaian berat (culpa /ata), karena kurang kewapadaan 2. Kelalaian ringan (cupa /evis), hasil pikiran dan perbandingan C. Kelalaian Yang Menyebabkan Kematian

1. Dalarn Hukurn Islam

Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal dunia. Apabila diperhatikan dari sifat perbuatan seseorang atau beberapa orang dalarn melakukan pembunuhan, maka dapat diklasifikasi atau dikelompokan menjadi tiga bagian: disengaja (amd), tidak disengaja (khata),

dan semi disengaja, Ketiga klasifikasi pembunuhan dalarn Hukurn pidana Islam terse but, 36 adalah:

a. Pembunuhan Sengaja (Qatl' Amd), yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh. Sebagi contoh: Si A dengan sengaja menghilangkan nyawa Si B, dengan alat yang dipandang layak untuk membunuh.

34

Alfitra, Maka/ah yang disampaikan pada Mata Kuliah Hukum Pidana, (Jakarta: U IN

SyarifHidatullah Jakarta, 2005), Semeter Ganji!

35 Sudarmono,Kamus Hukum, h. 85

36

(45)

b. Pembunuhan Tidak Disengaja (Qatl al 'Khata), yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai contoh: Si A melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan menimpa Si B yang lewat dibawahnya dan kemudian Si B meninggal dunia.

c. Pembunuhan Menyerupai Sengaja (Qatl Sibhu al 'Amd), yaitu perbuatan yang disengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh: seorang guru memukulkan penggaris kepada salah satu muridnya, yang mengenai kepalanya, tiba-tiba sang murid yang dipukul oleh gurunya, meninggal dunia. Maka perbuatan sang guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan menyerupai sengaja atau semi sengaja (Sybhu al-amdi). 37

Imam Malik RA memilih bahwa pembunuhan itu adakalanya yang ketiga. Dia mengatakan: bahwa yang ada dalam kitabullah hanya pembunuhan disengaja dan tidak disengaja (tersalah). "Kebanyakan ahli fiqih memilh bahwa ada tiga klasifikasi dalam pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja (tersalah), pembunuhan semi sengaja".38

37 Ibid

38 Muhammad Ali Ash Shabuni, Tafsir Ahkam (Ta/sir Ayat-ayat Hukum), (Beirut: Darul

(46)

Dari ketentuan di atas jarimah al khata dapat kita telusuri dari berbagai unsur, yang menjadi tolak ukur dalam menentukan jarimah tersebut. Maka dengan ini unsur-unsur tersebut harus dipenuhi. Dan untuk lebih jelasnya, penyusun akan membahas satu persatu syarat atau unsur yang terdapat dalam menentukan jarimah al khata tersebut.

Menurut Djazuli terdapat tiga unsur jarimah pembunuhan tersalah (al khata), yaitu:39

1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian; 2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan;dan

3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian korban.

Menurut Hakim ada tiga unsur pula jarimah pembunuhan tidak disengaja (al khata), adalah:40

1. Perbuatan itu tidak disengaja atau tidak diniati; 2. Akibat yang ditimbulkan tidak dikehendaki; dan

3. Adanya keterkaitan kausalitas antara perbuatan dan kematian.

Dari ketentuan di atas, jarimah al khata atau Kelalaian (Nalatings Delik) yang menyebabkan kematian ada beberapa penafsiran, diantaranya :

39

A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), h. 134

40 Rahmad Hakim,

(47)

I. Pembunuhan tidak sengaja (al khata) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa orang yang melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang sedang lewat di bawahnya, yang kemudian orang itu meninggal dunia.41

2. Pembunuhan tidak sengaja (al khata), menurut Sayyid Sabiq adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam pembunuhan sengaja terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan dalam akibat yang ditimbulkannya, dalam pembunuhan tidak sengaja, perbuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadi pun tidak dikehendaki. Walaupun demikian, ada kesamaan antara keduanya, yaitu alat yang dipergunakan dan sama-sama mematikan.42

Dalam hukum Islam pembunuhan karena kelalaian tercantum dalam Firman Allah Surat An Nisa ayat 92, yang berbunyi:

41 Ali, Hukum Pidana , h. 24

(48)

Artinya:

"Dan tidak /ayak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (I'idak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena lersalah (hendak/ah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar dial yang diserahkan kepada keluarganya (si lerbunuh ilu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kajir) yang ada perjanjian (damai) anlara mereka dengan kamu, Maka (hendak/ah si pembunuh) membayar dial yang diserahkan kepada ke/uarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendak/ah ia (si pembunuh) berpuasa dua bu/an berlurut-turut unluk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui /agi Maha Bijaksana".(QS. An Nisa/4: 92)

Dalam kasus pembunuhan tersalah yang dalam ha! ini disebut juga dengan delik culpa, berdasarkan ayat tersebut di atas Allah telah mewajibkan dua perkara, yang di kategorikan sebagai hukuman pokok bagi jarimah al khata, yaitu:

a. Memerdekan hamba sahaya yang mukmin (kafarat).

b. Membayar denda (dial) yang diserahkan pada keluarga yang terbunuh. Dengan perincian sebagai berikut:

(49)

pembunuh, maka hukuman si pembunuh adalah memerdekan hamba sahaya yang beriman, sedangkan apabila seorang mukmin karena tersalah, membunuh seorang kafir yang berasal dari kaum yang memiliki perjanjian damai antara kaumnya dan kaum si pembunuh, maka hukuman bagi si pembunuh adalah membayar diat dari keluarga korban dan memerdekan hamba sahaya yang beriman.

Sedangkan puasa dua bulan berturut-turut termasuk ke dalam hukuman pengganti yang dilaksanakan apabila si pelaku tidak mampu melaksanakan kafarat. Kafarat dibebankan pada diri pribadi si pelaku, sedangkan banyaknya kafarat disesuaikan dengan jumlah korban. Semakin banyak korban yang meninggal akibat dari kelalaian pelaku, maka kafaratnya dihitung dari banyaknya korban yang meninggal itu. Namun menurut pendapat Syafi'i dan Hambali, kafarat itu jumlah hitungannya hanya satu, meskipun korbannya banyak.43

Mengenai hamba sahaya yang mukmin, terdapat perbedaan pendapat antara beberapa ulama, yaitu :

lbnu Abbas dan Hasan RA Berpendapat bahwa: "Tidak diperbolehkan memerdekan hamba sahaya melainkan dia sudah berpuasa dan shalat (Muslim dan Dewasa)." Sedangkan Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa boleh saja seorang budak anak kecil bila dari salah satu dari kedua orang tuanya muslim. Ibnu katsir berkata: "Jumhur Ulama menyatakan, asalkan dia seorang muslim, maka sah dimerdekan kafarat. Baik anak-anak maupun sudaah dewasa".44

43 Audah, al Tas yri ·al Jinaiy. Jilid II hal 175

(50)

Hukuman kedua bagi jarimah al khata adalah membayar denda (dial). Di at menurut bahasa artinya membayar tebusan dengan sej umlah harta benda karena perbuatan: Pembunuhan terhadap jiwa, dan Pencederaan badan. Sedangkan menurut syar'i ialah wajibnya membayar sebuah harta benda yang telah ditentukan oleh syari' at karena pembunuhan j iwa a tau karena pencederaan badan.45

Diat menurut istilah adalah sejumlah harta yang diberikan sebagai ganti kerugian bagi tindakannya membunuh atau melukai seseorang.

Adapun hal-hal yang mewajibkan diat, adalah:

a. Bila wali atau ahli waris yang terbunuh memaafkan orang si pembunuh dari pembalasan j i wa;

b. Pembunuhan yang tidak disengaja; dan

c. Pembunuhan yang tidak ada unrur membunuh.46

Diat yang akan dibahas oleh penyusun ialah diat pembunuhan terhadap jiwa (pembunuhan karena kelalaian). Para ahli fiqih telah bersepakat dan tidak ada perbedaan pendapat di antara meraka, bahwa diat itu wajib dipikul oleh keluarga si pembunuh, dimana memikulnya dengan bergotong royong. Mereka

" Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas (Pembalasan Yang Hak), (Jakarta: Khairul Bayan, 2003), h. 64

46

Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Cet. Ill, h.

(51)

membayamya secara berangsur-angsur dalam masa tiga tahun dengan

membayarkan atau memberikan sepertiga disetiap tahunnya.47

Golongan Syafi'iyah membagi diat kedalam dua jenis, yaitu diat

mukhafafah dan diat mughaladzah. Diat mukhafafah (diat ringan) dibebankan

padajarimah al khata' (qatl al khata').48

Mengenai jumlah diat yang harus dibayarkan dalam pembunuhan

tersalah (jarimah al khata ') diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh

Daruqutny dari Ibnu Mas'ud yang berbunyi sebagai berikut:

(J J f a <..r'U-.

f l..b.:L.

4<

.> :

J

Li

セ@

. U"'

セi@

,y-

セ@

1;i

I

.,?

J .> .Y---'

.:r.!

,y-セ@ IJ Jfa J (J

_,.,l ..

ZaNセ@ (J Jfa J オpセ@ NNNZN^セ@ (J Jfa J 4->-.b,. (J Jfa J .!.b:. HセQINNui@ ..,,,_

?f )

.<J

_,.,l

Artinya:

"Dari lbnu Mas'ud, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: "Diat pembunuhan tersalah itu dibagi kedalam Zima jenis, yailu: dua puluh ekor unta Khiqqah (Unta yang berumur empat tahun), dua puluh ekor unta Jaza 'ah (Unta yang berumur empat tahun masuk Zima tahun), dua puluh ekor unta Banat Makhad (Unta betina yang berumur satu tahun masuk dua tahun), dua puluh ekor unta Banat Labun (Unta betina yang berumur dua tahun masuk tiga tahun), dua puluh ekor unta Banu Labun (untajantan yang berumur dua tahun masuk tiga tahun)." (HR Daruqutny). 49

47

Ash Shabuni, Taftir Ahkam (I'aftir Ayat-ayat Hukum), Jilid l, h. 397

48

Ibnu Rusyd, Muhammad lbnu Ahmad al-Qurthuby, Bidayah al-Mujtahid, (Darul

Kutub, t.tmp., t.th), Jilid II, h. 307

49

Muhammad bin Isma'il as Shan'any, Subulus Salam, (Mesir: Maktabah Tijariyah

(52)

Maka perinciannya sebagai berikut:

I. 20 (dua puluh) ekor unta K.hiqqah (Unta yang berumur empat tahun)

2. 20 (dua puluh) ekor unta Jaza'ah (Unta yang berumur empat tahun masuk lima tahun)

3. 20 (dua puluh) ekor unta Banat Makhad (Unta betina yang berumur satu tahun masuk dua tahun)

4. 20 (dua puluh) ekor unta Banal Labun (Unta betina yang berumur dua tahun masuk tiga tahun)

5. 20 (dua puluh) ekor unta Banu Labun (Unta jantan yang berumur dua tahun masuk tiga tahun)

Namun, jika tidak mendapatkan unta-unta berdasarkan Hadits Rasulullah tersebut, maka boleh diganti dengan uang yang nilainya sama dengan harga unta tersebut, bahkan kalau orang itu hanya mempunyai emas atau harta lainnya, misalnya sapi 200 ekor, juga dibolehkan oleh syari'at. Tapi tidak boleh dihargai kurang dari nilai unta-unta tersebut.

Dalam ha! ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia berkata:

JrJ

¥

J>-

;;....i.JI

セ@

c:..JlS'

:Ju

oJ..:.:.

if

4.i

ゥヲセ@

..:.r.

jセ@

if

(53)

Aritinya:

Dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Diat-diat di masa

Rasulullah SAW Ada/ah delapan ralus dinar dan delapan ribu dirham, dan dial ahli kilab adalah separuh dari dial orang Islam. Kakek Amar berkata: maka demikianlah keadannya hingga Umar diangkat menjadi Khalifah, kemudian ia naik khutbah dan berkata: Sesungguhnya unta-unta telah mahal harganya, kemudian Umar menetapakan harga diat bagi orang yang memiliki perak 12. 000 dirham dan bagi orang yang memiliki emas 1000 dinar dan atas orang yang mempunyai sapi 200 ekor sapi dan atas pemilik kambing 1000 ekor kambing dan yang mempunyai perhiasan dengan 200 perhiasan dan diat ahli dzimmalt tanpa menaikan sesuatu pun. (HR. Abu Dawud). 50

Hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Atha bin Abi Ribah dan Jabir

yang berbunyi:

.

' '

,y

[Nセ@

,y

a.1)J

J

J Zセ@

t·<.J"'

.'.ill

Jy

J .JI : [. \;J セi@ J. [Nセ@

,y

J

' '

J LjNセQ@ Lr' ..:.J\.. J. セi@

J'

I

J.>-

L。Nセ@

J

t·<.J"'

.'.ill

J_,....J

J'):

JU ,_.r!b

..:.il.

JLl-1

J-f

J.>-J

,;;w.

セゥ@

;.L!J

I

J-f

J.>-

J

L[[セ@

..:.il.

_All

J-i

J.>-NHセ@ )b y.

i •

\)J)

.d..i..>-50

(54)

Artinya:

Dari Atha bin Abi Ribah dan Jabir mereka berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajibkan dial bagi orang yang memiliki unla dengan JOO ekor unta dan alas orang yang memiliki sapi 200 ekor sapi dan alas memiliki kambing 1000 ekor kambing dan yang mempunyai perhiasan dengan 200 perhiasan. " (HR Abu Dawud). 51

Hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Amr Bin Syu'aib dari bapaknya dari datuknya:

' ' f

01.S'

,y

01

:f·U""

..::»1

J.r-

J セ@

:Ju

•...\>..

y

"-::!'

y

セ@

.:r.

r>-

y

o I J J) .

o

L;,

セ@

i

セ@

L;, .J..4;:. 0

IS'

,y

J ,

o

).!

Ji...

_;,JI

J'>

i

セ@

_},JI c) .J..4;:.

( 1$

..L.

_;:ll

'Y

l

;;,.._.J...1

Artinya:

Dari Amar bin Syu'aib dari bapanya dari datuknya katanya. "Rasulullah SAW. Telah menetapkan, sesungguhnya siapa yang mau bayar diat dengan sapi karena ia pemilik sapi adalah 200 ekor sapi dan yang bayar diat dangan kembing 1000 ekor kambing." (HR. Imam Jima kecuali At-Turmudzi).52

Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka diat pembunuhan terhadap jiwa seorang muslim dengan tidak sengaja adalah Jebih ringan dibandingkan dengan diat pembunuhan agak sengaja. Ketentuanya sebagai berikut:

1. Wajib membayar diat dengan 100 ekor unta dengan yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya.

51 Muhammad bin Ali Muhammad Saukaniy, Nailul Authar Min Ahaadits Akhyar (Sarah

Muntaqa al-Akhbar), Juz VI, (ldaarah At-Thabaa'ah Al-Muniyriya: t.tmp, t.th), h. 88

(55)

2. Bagi yang mempunyai sapi dan tidak punya unta, maka boleh membayar diatnya dengan 200 ekor sapi.

3. Yang tidak memiliki unta dan sapi, tapi punya kambing atau domba, maka dapat dibayar dengan I 000 ekor kambing atau I 000 ekor domba.

4. Bagi yang tidak memiliki binatang-binatang ternak tersebut, maka boleh membayar dengan 1000 dinar emas atau 12.000 dirham perak atau jika dengan uang, makajumblahnya adalah 1000 dinar dikalikan 4,6 gram emas dikalikan Rp. 300.000,00 I gram. Jadi harga satu nyawa seorang muslim adalah sekitar Rp. 1.380.000.000,00

5. Bagi penduduk desa diberikan keringanan pembayaran diat dengan 50 persennya atau separuh orang kota. 53

Sedangkan untuk diat mughaladzah (diat berat) dibebankan pada pelaku pembunuhan Syibhul al 'Amd (Pembunuhan semi sengaja).54

Lt::'":}:, J ;u,.:. Lt::'":}:,

..Lo.JI ...,_.;,

J

r-5"

セ@

:

Ju

..i.... ls; ,Y

セ@

u.i

J.

l ,Y

()J)y.i o\JJ)·l+'l>-

jェセ@

:ll 9

rJ:,! \... a...;b:. 0:.-''-UiJ

4.>-i>.-Artinya:

Dari Ibnu Abi Najih dari Mujahidin dia berkata: Umar telah menetapakan pembunuhan semi sengaja yaitu 30 ekor unta khiqah, 30 ekor untajadza'ah dan

"Madjrie dan Fauzan, Qishas, h. 68

54

(56)

40 ekor unta khalifah (yang sedang bunting), maka ー・ョセ・」オ。ャゥ。ョ@ tersebut di antara unta yang baru tumbuh giginya. (HR. Abu Dawud)

;;,.;1.:.

:u:..k-

0

Y'-1)

;Jilil 1

J : ..:...;

t.:

.y. ..1.:j J 0 t.A.Y .y. 0

セ@

,y

セ@ セ@

J.

I

,y

0

J?

J 0 _,) NNZNN^セ@ 0

_ft

J セ@ 0

_ft

ikJ-1

J

J . 0 _,) NNZNN^セ@ 0

_ft

J セ@ 0

_,t

J

Hセ@

J)

y.i

•'JJ)

·'-'°\!:.

NNZNN^セ@

0

J?

J J§°°:J 0

_,.,J

.)'-!

Artinya:

Dari Abi Iyyadh dari Usman bin Afan dari Zayid bin Tsabit: Pada diat mughaladzah yaitu 40 ekor unta jadza'ah yang sedang bunting, 30 ekor unta khiqah, 30 ekor unta banat labun. Sedangkan untuk diat mukhafafah yaitu 30 ekor unta khiqah, 30 ekor unta banat labun, 20 ekor unta banu Iabun dan 20 ekor unta banat makhadh. (HR. Abu Dawud)56

3. Dalam Hukum Positif

Pada pembahasan sebelumnya kelalaian (culpa), diartikan secara umum oleh beberapa ahli hukum Pidana, salah satunya adalah pendapat Projodikoro, mengatakan bahwa culpa ialah: "kesalahan pada umumnya", tetapi di dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak berat seperti kesengajan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang disengaja terjadi. 57

Undang-undang tidak memberi definisi apakah kelalaian itu. Hanya memori penjelasan (Memorie van Toe/ichting) mengatakan, bahwa kelalaian

" Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz VI, h. 186

56

Ibid, h. I 87

57

(57)

(culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Bagaiarnanapun juga culpa itu dipandang lebih ringan dibanding dengan disengaja. Dalam Memori Jawaban Pemerintah (MvA) mengatakan bahwa siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah kemarnpuannya, sedangkan siapa karena salahnya (culpa) melakukan kejahatan berarti tidak melakukan kemarnpuannya yang ia harus mempergunakan. 58

Walaupun para ahli hukum Pidana tidak memberikan rumusan yangjelas tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, narnun mereka telah memberikan input-input atau masukan-masukan yang berkaitan dengan kelalaian secara umum.

Kelalaian yang menyebabkan kematian menurut hukum Positif disebutkan dalarn pasal 359 KUHP sebagai berikut :

Pasal 359

"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) yang menyebabkan orang lain mati, diancarn dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun"

Tindak pidana melanggar Pasal 359 KUHP biasa disebut "Cu/pose Doods/ag ". Dalarn Pasal tersebut digunakan istilah karena kealapaannya, dimana culpa tersebut mengandung dua syarat:

a. Dalarn melakukan perbuatan pelaku kurang hati-hati; dan

b. Akibat yang terjadi karena kurang hati-hati itu harus dibayangkan atau diduga terlebih dahulu.

(58)

Dalam hal ini yang perlu kita pertanyakan bilamana dapat dikatakan bahwa seseorang itu kurang hati-hati. Apa yang dimaksud kurang hati-hati itu ia tidak melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya akibat disamping itu orang dikatakan kurang hati-hati atau tidak, masih harus ditinjau dalam masalah lain atau hal-hal lain yang mempengaruhi perbuatan yang dilakukan. 59

(59)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN SUBANG NOMOR:

234/PID.B/2001/PN.SUBANG TENTANG KELALAIAN YANG

MENYEBABKAN KEMA TIAN

A. Kronologi Pcrkara

(60)

dan menabrak sepeda angin yang dikendarai oleh korban Andri Bin 1-Iendra

Gambar

gambaran tentang Pembunuhan tidak sengaja, kasus pidana Obay Sobari bin
Grafika, 2006), Cet. II, h. 77.
Grafika, 2006), Cet. II.
Gambar 9. Langkah Pengambilan Keputusan Perkara Pidana
+4

Referensi

Dokumen terkait