ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PINRANG NO. 02/PID. B/2016/PN. PIN. TENTANG KELALAIAN BERKENDARA YANG MENGAKIBATKAN
KEMATIAN DI TINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
OLEH SYAIHOL U NIM: C03212029
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Analisi Putusan Pengadilan Negeri Pinrang no. 02/pid. B/2016/pn. Pin. Tentang Kelalaian Berkendara Yang Mengakibatkan Kematian Di
Tinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Islam” Skripsi ini merupakan penelitian
untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana pertimbangan Hukum hakim terhadap Putusan Negeri Pinrang no. 02/pid. B/2016/pn. Pin ? 2) Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin ?
Dengan adanya permasalahan di atas, maka penyusun mengkaji dan meneliti untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian Normatif kepustakaan (library research), teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi atau penelaahan terhadap buku, Undang-undang, catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik deskriptif analisis verifikatif dengan pola pikir deduktif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas dalam hal ini data terkait dengan Surat Putusan Pengadilan Pinrang.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukuman dirasa terlalu rendah. Hal ini diambil berdasarkan unsur – unsur yang terdapat dalam kasus tersebut dan juga melihat fakta – fakta pesidangan. Selain korban meninggal dunia dalam kasus tersebut terdapat korban luka-luka berat dan kerusakan barang juga, Namun dalam surat dakwaan hanya tercantum Pasal 310 Ayat (4) sedang untuk luka-luka Ayat (2) dan (3) tidak dicantumkan. Dalam hukum Islam sanksi terhadap pengendara bermotor karena kealpaannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia termasuk dalam pembunuhan karena kesalahan dihukum dengan diyat dengan syarat telah mendapatkan pemaafan dari keluarga korban
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian ... 14
I. Tehnik Pengolahan Bahan Hukum ... 17
BAB II SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KELALAIAN BERKENDARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMA DAN UU
NO.22 TAHUN 200 DAFTAR PUSTAKA ... 21
A. Kecelakaan Lalu Lintas ... 21
B. Kelalaian atau Kealpaan menurut Hukum pidana Islam ... 32
C. Kelalaian menurut Undang-undang UU. No 22 Tahun 2009 ... 52
D. Ancaman pemidanaan menurut UU. No 22 Tahun 2009 ... 57
BABIII PENERAPAN PASAL 310 DALAM PUTUSAN NO. 02/PID.B/2016/PN. PIN. TENTANG TINDAK PIDANA KELALAIAN BERKENDARA YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, LUKA BERAT, LUKA RINGAN DAN KERUSAKAN BARANG A. Deskripsi Kasus ... 60
B. Keterangan Saksi ... 62
C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Kasus Kelalaian Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka Ringan Dan Kerusakan Barang ... 65
D. Hal-hal yang Meringankan dan Memberatkan ... 69
E. Amar Putusan ... 71
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PASAL 310 TERHADAP PUTUSAN NO. 02/PID.B/2016/PN. PIN. PERIHAL KELALAIAN BERKENDARA YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, LUKA BERAT, LUKA RINGAN, DAN KERUSAKAN BARANG ... 37
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengendara yang melakukan kelalaian ... 82
BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lalu lintas merupakan sarana komunikasi masyarakat yang memegang
peranan vital dalam memperlancar pembangunan dan roda perekonomian. Karena dengan adanya lalu lintas tersebut, memudahkan akses kita dalam melakukan kegiatan pemenuhan perekonomian. Tanpa adanya lalu lintas,
dapat kita bayangkan bagaimana susahnya untuk pergi ke tempat kerja, sekolah dan aktifitas lainya. Tidak ada satupun pekerjaan tanpa meliputu
penggunaan lalu lintas. Begitu besarnya manfaat lalu lintas dalam kehidupan sehari-hari. Jalan raya merupakan suatu sarana bagi manusia untuk mengadakan hubungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain,
dengan mempergunakan berbagai jenis kendaraan baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor. Di Indonesia jalan merupakan satu kesatuan sistem
jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanan dalam satu hubungan hirarki.1
Sebelum orang mengenal alat transportasi, perhubungan dari tempat ke tempat yang lain dilakukan dengan cara jalan kaki, sedangkan untuk
mengangkut barang atau hasil buruan dengan memanggulnya di bahu. Seiring
1
berkembangnya zaman, alat transportasi mulai di temukan. Dan perkembangan alat transportasi semakin hari semakin bertambah.
Penggunanyapun beragam, mulai dari pelajar, pegawai, karyawan, dan profesi lainya. Bagi mereka alat tranportasi sangatlah penting untuk mempermudah
dan mempercepat dalam beraktifitas sehari-hari. Ditambah dengan bermacam jenis, bentuk, model serta keunggulanya masing-masing. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan
jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Disamping itu transportasi juga
berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi, namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Dibalik manfaat lalu lintas dan transportasi tersebut, terdapat juga berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan jalan raya. Salah satu permasalahan dalam lalu lintas yaitu apa yang disebut kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor manusia, pemakai jalan, faktor kendaraan, faktor jalan, dan factor
lingkungan maupun alam. Diantara faktor-faktor tersebut faktor manusia yang paling menentukan. Kelemahan yang timbul dari faktor-faktor tersebut dapat
diatasi, apabila pengemudi berhati-hati, taat pada peraturan lalu lintas, dan selalu mengecek kondisi kendaraan.
Masalah yang dihadapi saat ini masih tingginya kecelakaan lalu lintas di
melayang sia-sia akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Data tersebut menunjukkan bahwa 25 orang tewas setiap hari atau satu orang meninggal
dunia di jalan raya setiap satu jam.2
Faktor kelalaian manusia dalam kecelakaan lalu lintas di jalan raya
memainkan peranan penting. Ketidak seimbangan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat dengan sulitnya penambahan ruas jalan akan mengalami peningkatan yang selanjutnya
membawa akibat meningkatnya volume lalu lintas di jalan raya. Meningkatnya volume lalu lintas di jalan raya yang tidak seimbang dengan daya tampung prasarana jalan menimbulkan pelanggaran, kemacetan dan
kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa.3
Dalam hukum pidana, kelalaian atau culpa terletak antara sengaja dan
kebetulan, culpa dipandang lebih ringan daripada sengaja, hukuman dari akibat perbuatan kelalaian atau culpa diadakan pengurangan hukuman pidana.
Maksud dari pembunuhan karena kealpaan atau kelaian itu sendiri adalah suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bukan karena kehendaknya untuk melakukan tindak pidana tersebut. Tetapi karena
ketidak hati-hatiannya sehingga mengakibatkan orang lain jadi korban. Jadi,
2
Kompas Cyber Media, Setiap Hari 25 Orang Mati di Jalan,
http://www.kompascommunity.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=19806§ion, 23 September 2016, 21.15 WIB.
3
pengendara tidak dikategorikan masuk kedalam unsur kesengajaan tetapi masuk dalam unsur kelalaian.4
Masalah-masalah kelalaian atau culpa dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dijelaskan pada ketentuan pasal 359 dan 360, yaitu:
1. Pasal 359. Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya
orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
2. Pasal 360. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.5
Dari uraian pada Pasal 359 dan 360 dapat disimpulkan bahwa apabilala kelalaian atau culpa pengemudi itu mengakibatkan orang lain atau korban
meninggal dunia ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359 KUHP.
Namun dengan seiring berjalanya waktu, pemerintah juga memiliki Undang-Undang yang disesuaikan dengan kebutuhan peraturan perundangan tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang mengatur tentang lalu lintas lebih
spesifik dalam Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009.
4
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 65
5
Sejak adanya UU tersebut kebanyakan pelaku kecelakaan yang diakibatkan kelalaian pengemudi tidak lagi dikenakan pasal 359 KUHP yang
berbunyi:
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.”
Melainkan dikenakan pasal 310 dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi:
1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan
kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban
luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah).
3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).6
Dalam Pasal 310 UU RI No 22 Tahun 2009 dari ayat 1 sampai ayat 4 dijelaskan sanksi-sanksi pidana bagi pengemudi yang mengemudikan
kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dari akibat yang ditimbulkan luka ringan sampai meninggal dunia.
Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggungjawab para penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan angkutan jalan. Karena dalam perkembangannya,
pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya. Memang santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas
jalan pada saat ini seperti sudah menjadi kewajiban, apalagi jika sipelaku adalah orang yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat atau dengan kata lain mempunyai uang yang lebih.
Kasus kecelakaan lalu lintas yang akan menjadi bahan skripsi penulis adalah kasus kecelakaan yang bertempat di Kamp. Padanglampe, Desa
Samaulue, Kecamtan Lanrisang, Kabupaten Pinrang yang terjadi pada hari Kamis tanggal 25 Juni 2015 sekitar pukul 21.00 Wita. Pada awalnya terdakwa berangkat dari sawah hendak pulang kerumah dengan mengendarai sepeda
6
motor Honda No. Pol. DD 6519 AG melintas dari arah selatan menuju ke Utara dengan kecepatan 40-50 km per jam. Namun kelengkapan sepeda motor
terdakwa tidak memiliki lampu depan dengan hanya menggunakan lampu gantung yang tidak berfungsi dengan baik, lalu terjadi tabrakan antara sepeda
motor yang di kendarai oleh terdakwa Nurdin dengan sepeda motor dari arah berlawanan yang dikendarai oleh korban Syamsir yang berboncengan dengan lel. Muh. Wahid yang mengakibatkan syamsir terlempar dan tidak sadarkan
diri dan terdakwa juga terjatuh di tengah jalan.
Sehingga kasus dengan No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tindak
pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam putusan hakim dijerat dengan pasal 310 ayat (4) UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan.
Dalam hukum pidana islam juga membahas tentang bagaimana tindak
pidana atau yang dilakukan dengan kelalaian atau secara tidak sengaja atau semi sengaja yang sering dikaitkan dengan tindak pidana atas jiwa yaitu pembunuhan.7
Dalam perspektif islam tindak pidana kelalaian atau disebut jarimah tidak sengaja, Abdul Qodir Audah mengemukakan jarimah tidak sengaja bisa
dianalogikan dengan pembunuhan karena kekeliruan semata, yaitu sebagai berikut:
7
لتقلا
ءا لا
ضح لا
وه
ام
ذصق
هيف
ينج
لا
و
ص شلا
هنكلو
ءا خا
يف
هلعف
وا
يف
هن
“pembunuhan karena kekeliruan semata-mata adalah suatu adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sengaja melakukan suatu pebuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang, melainkan terjadi kekeliruan, baik dalamperbuatannya maupun dalam dugaannya.”8
Sedangkan, ulama’ Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah membagi
pembunuhan menjadi 3 macam:
1. Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), yaitu suatu penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.
2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk
membunuhnya tetapi mengakibatkan kematian. 3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khat}a’).
Berdasarkan hal tersebut melatar belakangi penulis untuk
mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan
judul ‘’ ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PINRANG NO.
02/PID. B/2016/PN. PIN. TENTANG KELALAIAN BERKENDARA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DI TINJAU DARI HUKUM POSITIF
DAN HUKUM ISLAM”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
8
Dari paparan Latar Belakang diatas maka pokok yang akan dikaji dalam pembahasan ini adalah:
1. Tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia berdasarkan pasal 310 KUHP.
2. Faktor – faktor yang melatar belakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas.
3. Tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban
meninggal dunia ditinjau dari hukum pidana Islam.
4. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar pasal 310 KUHP tentang
kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia. 1. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar pasal 310 KUHP tentang
kelalaian dalam hukum pidana Islam.
2. Pertimbangna hakim dalam memutus perkara No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin.
Adapun batasan masalah dalam pembahasan ini:
5. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang
mengakibatkan korban meninggal dunia.
6. Pertimbangan hukum pidana Islam terhadap putusan No. Perkara:
02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1. Bagaimana pertimbangan Hukum hakim terhadap Putusan Negeri Pinrang no. 02/pid. B/2016/pn. Pin. ?
2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin.
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang
kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah
ada.9
Dalam menulis sebuah skripsi penulis melakukan kajian pustaka dengan
membaca buku, melihat isi buku yang membahas tentang aturan lalu lintas dan tindak pidana kelalaian serta menganalisa dengan tujuan agar tidak terdapat duplikasi dengan skripsi penulis. Buku-buku yang terkait tentang
permasalahan aturan lalu lintas dan tindak pidana kelalaian secara umum sangat banyak beredar di masyarakat. Lebih jelasnya penulis akan kemukakan
beberapa skripsi yang mempunyai bahasan dalam satu tema yang dapat peneliti jumpai, antara lain:
9
1. “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Kelalaian Pengemudi yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”, lukaBerat, luka Ringan Dan
Kerusakan Barang (Studi Putusan Nomor 589 / Pid .sus / 2015 /PN. MDN”. yang ditulis Romli Jurusan SJ (Siyasah Jinayah) IAIN Sunan
Ampel Surabaya, Tahun 2005. Karyanya memuat tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP dalam perkara kecelakaan lalu lintas di PN Medan, dari studi kasus yang diambil karena
kelalaiannya kurang berkonsentrasi dalam berkendara sehingga menyebabkan 2 orang meninggal dunia dan 4 orang mengalami luka
ringan dan dalam putusannya majlis hakim memutuskan 5 bulan 24 hari potong tahanan yang ternyata lebih ringan dari tuntutan JPU 9 bulan penjara potong tahanan (berdasarkan Pasal 359 KUHP).10
Skripsi yang akan saya tulis sama-sama tantang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia namun
skripsi di atas masih menggunakan pasal 359 KUHP sedangkan skripsi yang akan saya tulis sudah menggunakan UU No. 22 Tahun 2009.
2. “Hukuman Pengemudi Di Bawah Umur Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Perspekif Hukum Islam” yang di tulis Moch. Nizar Arif Yuwana. (Skripsi-UINSA Surabaya 2015) Fakultas Syariah dan Hukum
10 Romli, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP dalam Perkara
Jurusan Hukum Politik Islam. Skripsi tentang kelalaian berkendara yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Skripsi yang akan saya tulis sama-sama menggunakan UU No.22 Tahun 2009 tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan
orang lain meninggal dunia. Namun ada perbedaan dimana di dalam skripsi Moch. Nazir terdakwa masih dibawah umur dan mempunyai Undang-undang khusus sedangkan kasus yang akan saya tulis tidak
menggunakan UU Khusus. 11
3. “sanksi pidana bagi pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas
sehingga menyebabkan korban meninggal dunia menurut KUHP pasal 359 jo UU No. 22 Tahun 2009” yang di tulis M. Bustanul Arifin (Skripsi-Iain Sunan Ampel 2013). Jurusan Siyasah Jinayah.
Skripsi yang akan saya tulis membahas tentang penerapan UU No. 22 Tahun 2009 dan bagaimana hakim memutus menurut UU
tersebut.
Sedangkan skripsi M. Bustanul ini lebih kepada perbandingan antara dua UU No.22 Tahun 2009 dan KUHP pasal.
E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
11
1. Untuk mengetahui Sanksi hukum tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan alpa / kelalaian menurut Pasal 310 UU No. 22 Tahun
2009.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap Terhadap
Sanksi Hukum tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan alpa/kelalaian.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya
dua aspek yaitu.
1. Aspek teoritis, dapat dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya, bila ada kesamaan dengan masalah ini, dan
memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang tindak pidana yang berkaitan dengan kelalaian dalam berkendara yang menyebabkan orang
lain meninggal dunia.
2. Aspek Praktis, Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tinjauan terhadap tindak pidana kelalaian pengemudi
kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang No.22 tahun 2009 pasal 310 dan Hukum Pidana Islam.
G. Definisi Operasional
Agar mempermudah dan tidak menyimpang atau salah pengertian
1. Hukum pidana Islam adalah: Perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syara’ yang di ancam oleh Allah dengan hukuman Hudud dan Ta’zir.
dalam hal ini merupakan jinayah Qatl atau pidana pembunuhan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, baik secara sengaja maupun
tidak.
2. Kelalaian berkendara adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja dengan menggunakan sarana angkut dijalan yang terdiri atas
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, dan karena ketidak hati-hatiannya mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dalam kasus yang
terjadi di Pinrang, Karna kurang kehati-hatian yang mengakibatkan kecelakaan.
3. Penerapan UU lalu lintas adalah pemberlakuan sesuatu hal yang telah
mengikat yang berhubungan dengan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan,dalam penerapan UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan.
H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian untuk menentukan hukum dari sebuah peristiwa. hukum. Penelitian ini menitik
beratkan kepada Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. tentang kealpaan yang menyebabkan kematian.
Metode hokum penelitian Normatif metode atau cara yang dipergunakan
yang ada. dengan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dari dokumen, undang-undang, bahan-bahan pustaka
(library research), artikel-artikel dan sumber-sumber yang berkaitan dengan
Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:
Di dalam metode penelitian normatif, terdapat 3 macam bahan yang
dipergunakan oleh penulis yakni:.
1. Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data yang paling utama, terikat
dengan penelitian yang akan dilakukan, dan memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan
penelitian, sumber primer dari penulisan ini yaitu:
1)Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
2)Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. 3)Pandangan para ulama mengenai maqasyid ash-syariah
2. Sumber sekunder
Bahan hokum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengkat tetapi menjelaskan mengenai bahan hokum primer
dimaksud bahan sekunder disini oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang ada ddalam buku, jurnal hokum dan internet. sumber skunder dari
penulisan ini yaitu :
1) A.Djazuli, Fikih Jinayah(Upaya menanggulangi kejahatan dalam
Islam), ( Jakarta:PT Raja Grafindo, 1997).
2) Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
3) Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000).
4) Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Eresco. Cet. 4, 1986).
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari
berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Macam macam pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah:12
1. Pendekatan kasus (case approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus yang ditelaah berdasarkan dari 1) Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin.
12
2. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dari
doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-padangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, peneliti akan menemukan ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Konsep yang
dikaji dalam skripsi
ini yaitu konsep anak, anak pelaku tindak pidana, juvenile
delinquency, dan konsep pemidanaan.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pendekatan
undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan.
B. Teknik Pengolahan Bahan Hukum
Jenis pengumpulan ini adalah Library Research atau study kepustakaan. Merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisah dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat
juga diperoleh informasi tentang penelitian sejenis atau yang ada kaitanya dengan penelitian, ataupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
sehingga dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Data yang di dapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan dilakukan analisis, berikut tahapan-tahapannya:
a. Editing , yaitu mengadakan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang
diperoleh secara cermat baik dari data primer atau sekunder. TentangTinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di Pengadilan Negeri Pinrang No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin tantang tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
b. Organizing, yaitu menyusun data secara sestematis,mengenai Tinjauan
Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di Pengadilan Negeri Pinrang No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin tantang tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
c. Analizing, yaitu tahapan analisis terhadap data, mengenai Tinjauan Fikih
Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
I. Sistematika Pembahasan
Bab Pertama : Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan mengenai latar
belakang permasalahan yang diangkat, permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian dan manfaat penulisan, metode yang digunakan dalam
penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Bab Kedua : Didalamnya berisi materi mengenai Deskripsi tentang tinjauan pidana Islam, kejahatan dan tinjauan umum tentang tindak pidana
yang dilakukan dalam keadaan alpa / kelalaian serta teori-teori pemidanaan. Bab Ketiga : Memuat tentang penyelesaian atau penetapan hakim
terhadap tindak pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Bab ini menjelaskan tentang deskripsi ataupun data putusan No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin.
Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. beserta penerapan pasal 310 dalam putusan tersebut.
Bab Keempat : Memuat tentang analisis hukum pidana Islam dan analisis terhadap keberlakuan atau penerapan UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan Pasal 310 di No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN.
Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Perihal mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Bab ini mengemukakan analisis tentang dasar hakim Pengadilan Negeri Pinrang atau sistem pemidanaan hakim tentang putusan Nomor : 02/Pid.B/2016/PN. Pin serta nilai kesesuaian
Bab Kelima : Penutup. Bab ini mengemukakan kesimpulan dari semua jawaban atas semua permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sedangkan
saran dikemukakan untuk memberi masukan kepada pengadilan negeri Pinrang dan lembaga penegak hukum yang terkait dengan permasalan yang
BAB II
SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KELALAIAN BERKENDARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMA DAN UU NO.22 TAHUN 2009
A. Kecelakaan lalu lintas
1. Definisi kecalakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan atau pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan harta benda lainya.
Dikarenakan ada penyebabnya, hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan harus ditemukan dan dianalisis, agar dapat dilakukan tindak
korektif terhadap penyebab itu dan dengan upaya yang preventif lebih lanjut kecelakaan bisa dihindari dan dicegah. Menurut Hobbs (1995) mengungkapkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit
diprediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus kecelakaan sulit
diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan. Secera tekhnis kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai suatu keadian yang disebabkan oleh banyak factor
bersamaan pada satu titik waktu tertentu bertepatan terjadi. Hal ini berarti memang sulit meramalkan secara pasti dimana dan kapan suatu kecelakaan
akan terjadi.
Menurut Moeljatno orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan
apabila ketika dia melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui bahwa perbuatan tersebut
jelek, dan dapat menghindari perbuatan jelek itu. Apabila dia tetap melakukan perbuatan pidana maka perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan (delik
kesengajaan), dan celaannya berupa kenapa melakukan perbuatan yang dia mengerti bahwa perbuatan itu merugikan masyarakat.1
Kelalaian atau kealpaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana
disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini factor
terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.2
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan jalan, Pengertian Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan
1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. h. 158
2
dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan
74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.3
Jika undang-undang sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992
menyebutkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagain pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus
tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda
perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara.
Sedangkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat
bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh dijelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
3 “Implementasi UU No. 22 Tahun 2009”,
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa dan terwujudnya
penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui: kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan, kegiatan yang menggunakan sarana-prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan dan
kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu
lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.
Tujuan-tujuan diterapkanya undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun
2009. Tujuan tersebut termaktub dalam pasal 3 yang berisi “lalu lintas dan
angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa.
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.4 Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas
merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak terduga dan tidak diinginkan serta sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya. sedikitnya
melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban).
2. Factor-faktor terjadinya kecelakaan lalu lintas
Berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ternyata tidak bisa membuat angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya berkurang malah cenderung semakin meningkat. Selain itu, hukuman yang
tercantum dalam UU tersebut juga tidak bisa mengurangi kebiasaan masyarakat yang cenderung mengabaikan aturan-aturan yang dibuat untuk
menjaga keselamatan bersama di jalan raya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas banyak terjadi akhir-akhir ini, Diantaranya:
a. Factor manusia
Faktor manusia menjadi faktor yang paling dominana dalam
peristiwa Kecelakaan Lalu Lintas. Sebagian besar kejadian kecelakaan ini
4
diawali dengan melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran inim bisa terjadi karena tidak sengaja melanggar peraturan, ketidak tahuanm
atau ketidak sadaran akan arti aturan yang berlaku ataupun tidak memperhatikan ketentuan yang diberlakukan dalam berkendara.
Menurut Hamzah, kesalahan pengemudi terjadi karena ketidakhatihatian atau lalai dalam mengendarai kendaraannya. Dalam pandangan hukum pidana, kelalaian atau Culpa terletak antara sengaja
dan kebetulan. Culpa dinilai lebih ringan daripada sengaja. Hukuman dari akibat kelalaian diadakan pengurangan hukuman pidana.5
Tidak sedikit jumlah kecelakaan yang terjadi di Jalan raya diakibatkan karena ulah pengemudi, mulai dari mengendarai dalam keadaan kelelahan, mengantuk, tidak menggunakan helm atau sabuk
pengaman saat berkendara, bermain hand-phone saat berkendara, mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, dan lain sebagainya.
Hadiman mengatakan bahwa ada beberapa faktor dari pengemudi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas,diantaranya : 1) Daya konsentrasi kurang baik
2) Daya reaksi lamban
3) Sikap mental yang kurang baik
4) Kelelahan
5) Mabuk / minum minuman keras
5
6) Gangguan emosional 7) Kelainan fisik
8) Pelanggaran terhadap kecepatan/ peraturan lalu lintas
9) Daya perkiraan yang buruk dalam mengambil keputusan segera dan
Tepat
10) Kurang terampil
11) Kesalahan saat mendahului/didahului kendaraan lain.6
b. Factor keadaan jalan
Keadaan jalan juga mempengaruhi tingkat kecelakaan yang terjadi
di jalan raya, adanya jalan berlubang, keadaan jalan yang tidak rata dan sebagainya. Hal tersebut tidak terlepas dari bahan atau material yang digunakan ketika membangun jalan tersebut dan hal itu diperparah
dengan banyaknya truk ataupun mobil-mobil besar dengan muatan yang melebihi kapasitas.
c. Factor kendaraan
Kecelakaan Lalu Lintas tidak lepas dari faktor kendaraan. Faktor kendaraan yang mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan antara lain
rem tidak berfungsi sebagaimana mestinya ( rem blong ), pecah ban, kondisi mesin yang tidak baik, kondisi kendaraan yang sudah tidak layak
pakai, dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan
6
yang berimplikasi pada kecelakaan lalu lintas sangat erat hubungannya dengan teknologi yang digunakan dan perawatan yang dilakukan
terhadap kendaraan. d. Faktor linkungan
Pertimbangan cuaca yang tidak menguntungkan serta kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat ditentukan. Bagaimanapun pengemudi merupakan faktor
terbesar dalam kecelakaan lalu lintas.
3. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya merupakan produk hukum yang menjadi acuan dasar
dan utama yang mengatur segala bentuk aspek lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari
undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang mana Undang-undang ini dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. UU Nomor
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal
26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah klausul yang diaturnya, yakni yang sebelumnya berjumlah 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.7
Terdapat beberapa perbedaan antara UU Nomor 14 Tahun 1992 dengan UU Nomor 22 Tahun 2009. Undang-undang yang awal, yakni UU
Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang
berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat
penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini
memandang bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari
upaya untuk memajukan kesejahteraan umum. kemudia pada batang tubuh
7 “Implementasi UU No. 22 Tahun 2009.”
Undang-undang tersebut di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-undang ini tercantum dalam pasal 3 UULAJ, diantaranya adalah :
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa,
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, tertib, selamat, dan lancer yang ditempuh melalui kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau
barang di Jalan, kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan kegiatan yang
berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dan saat ini, penerapan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya, dinilai berjalan tertatih-tatih. Penyebab utama yang
disediakan untuk mendukung kelancaran implementasi UU ini adalah struktur organisasi yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan
norma peraturan dan budaya dalam masyarakat .
4. Pertanggung jawaban perdata
Tindak pidana yang dapat digabungkan dengan perkara gugatan ganti kerugian, Semua kejahatan-kejahatan yang mengakibatkan kerusakan barang,
atau/dan mengakibatkan luka-luka berat ataupun kematian, dapat dimintakan penggabungan perkara ganti kerugian dengan perkara pidana yang dilakukan
terdakwa. Seperti dalam masalah kecelakaan lalu lintas atau kerugian-kerugian kebendaan yang lainnya, misalnya tabrakan mobil, tabrakan kapal, bus dan lainnya yang menimbulkan kerugian sehingga korban kecelakaan
mengeluarkan biaya baik untuk pengobatan maupun untuk perbaikan-perbaikan barang-barang yang rusak.
Kecelakaan lalu lintas memang berada dalam lingkup masalah pidana. Namun, kecelakaan lalu lintas juga bisa dihubungkan dengan KUHPerdata jika akibat dari kasus kecelakaan tersebut merugikan pihak lain. Dan
pertanggung jawaban perdata dalam kasus kecelakaan lalu lintas dapat dituntut melalui pasal 1365 KUHPerdata. Pasal itu memuat 4 (empat) unsur
c. Kesalahan/kealpaan.
d. Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
B. Kelalaian atau Kealpaan menurut Hukum pidana Islam 1. Pengertian Jarimah
Menurut bahasa kata jarimah berasal dari kata “jarama" kemudian
bentuk masdarnya adalah “jaramatan" yang artinya perbuatan dosa, perbuatan
salah, atau kejahatan. Pengertian jarimah tersebut tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana, (peristiwa pidana, delik) dalam hokum pidana
positif. Perbedaannya hanyalah bahwa hukum positif
mengklasifikasikan antara kejahatan dan pelanggaran melihat berat dan ringannya hukuman, sedangkan syari'at Islam tidak membedakannya,
semuanya disebut jarimah atau jinayat mengingat sifat pidananya. Pelakunya
dinamakan dengan “jarim”, dan dan yang dikenai perbuatan itu adalah
“mujaram alaihi”.8
Para fuqaha’ sering kali memakai kata-kata 'jinayah" untuk jarimah.
Yang dimaksud dengan kata jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh
syara' baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta benda ataupun lain-lainnya. Akan tetapi, para fuqaha' memakai katakata “jinayah" hanya
untuk perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan. Ada pula
8
golongan fuqaha’ yang membatasi pemakaian kata-kata jarimah kepada
jarimah hudud dan qishas saja.
Dengan mengesampingkan perbedaan pemakaian kata-kata “jinayah” dikalangan fuqaha, dapatlah penulis katakan bahwa kata-kata “jinayah" dalam
istilah “fuqaha” sama dengan kata-kata "jarimah.9 Suatu perbuatan dianggap jarimah apabila dapat merugikan tata aturan masyarakat, atau kepercayaan-kepercayaannya, atau merugikan kehidupan masyarakat, baik berupa benda,
nama baik, atau perasaannya dengan pertimbangan- pertimbangan yang lain yang harus dihormati dan dipelihara.
Suatu hukuman dibuat agar tidak terjadi jarimah atau pelanggaran dalam kehidupan masyarakat, sebab dengan larangan-larangan saja tidak cukup. Meskipun hukuman itu dirasakan kejam bagi si pelaku, namun
hukuman itu sangat diperlukan karena dapat menciptakan ketenteraman dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat, karena dasar pelanggaran suatu
perbuatan itu adalah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu sendiri. 2. Macam-macam pembunuhan
Apabila diperhatikan dari sifat perbuatan seseorang dalam melakukan
pembunuhan, tindak pidana dalam syari’at Islam digolongkan menjadi 3 (tiga)
9
macam. Yaitu : a. Amd (disengaja), b. syibhu amd ( semi sengaja), dan c.
khata’ (tidak disengaja).10
a. Pembunuhan disengaja ( qatlu Amd )
Pembunuhan dengan sengaja dalam bahasa Arab adalah Qatlu al-„Amd. Secara etimologi bahasa Arab kata Qatlu al-„Amd tersusun dari dua
kata yaitu al-Qatlu dan al-„Amd. Al-Qatlu artinya perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa. Sedangkan kata al-„Amd memiliki pengertian
sengaja dan berniat. Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukallaf secara sengaja (dan berencana). membunuh jiwa yang
terlindungi darahnya dengan cara atau alat yang biasanya dapat membunuh.11
Unsur-unsur dari pembunuhan sengaja adalah:
1. Pelaku adalah mukallaf dan berakal;
2. Adanya niat dan rencana untuk membunuh;
3. Korban adalah orang yang dilindungi darahnya
4. Alat yang di gunakan pada umumnya dapat mematikan.
Hukuman untuk pembunuhan macam pertama ada 3 macam
hukuman. Yaitu hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan. Hukum pokok bagi pembunuhan sengaja adalah qisas.
10
Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia . ( Jakarta : Sinar grafika, 2006 ) Hal.125
11 Ibnu daqiq Al-‘ied,
Hukuman qisas ini tidak dibebankan melainkan hanya kepada pelaku pembunuhan disengaja dan hukuman ini diberlakukan jika dalam
pembunuhan tersebut ada unsur rencana dan tipu daya dan tidak ada maaf dari keluarga korban. Apabila keluarga korban memaafkan maka hukuman
penggantinya adalah diyat. Jika sanksi qisas dan diyat dimaafkan maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Adapun hukuman tambahan yang berhubungan dengan hal ini adalah pencabutan atas hak waris dan hak
wasiat harta dari orang yang dibunuh, terutama jika antara pembunuh dengan yang dibunuh mempunyai hubungan kekeluargaan.12
b. Pembunuhan semi sengaja ( qatlu shibhi amd )
Pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang mukallaf kepada orang yang dilindungi hukum, dan
dilakukan dengan sengaja tapi memakai alat yang biasanya tidak membahayakan atau mematikan seseorang. Seperti melempar dengan
krikil, memukul dengan tongkat kecil, menampar dengan tangan, dan lain
sebagainya. Menurut Imam Syafi’ seperti yang dikutip Sayyid Sabiq,
pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang sengaja dalam
pemukulannya dan keliru dalam pembunuhannya.13
Adapun unsur-unsur pembunuhan semi sengaja adalah sebagai
berikut:
12
Ibid.h.135
13
1) Perbuatan pelaku menyebabkan kematian
2) Terdapat maksud penganiayaan atau permusuhan
3) Alat yang digunakan biasanya tidak mematikan 4) Korban adalah orang yang terlindungi darahnya.
Untuk hukuman bagi pembunuhan semi sengaja ini tidak berlaku hukuman qisas karena pelaku tidak bermaksud untuk membunuh. Dan hukuman yang berlaku adalah diyat mugholladzoh dan kaffarat, dan
hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, sedangkan hukuman tambahannya adalah terhalangnya hak waris. Diyat merupakan hukuman
pengganti dari qisas dan hukuman pokok bagi pembunuhan semi sengaja dan pembunuhan tidak disengaja. 14
Menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan semi sengaja, memiliki
kemiripan dengan pembunuhan sengaja, yaitu dilihat dari segi kesengajaannya memukul. Adapun kemiripannya dengan pembunuhan
tidak sengaja adalah menggunakan suatu alat yang tidak dimaksudkan untuk membunuh, yaitu alat yang tidak lazim dipergunakan dalam kasus pembunuhan.15
c. Pembunuhan tidak disengaja ( qatlu khata’)
Pembunuhan tidak disengaja adalah kebalikan dari pembunuhan
disengaja ( qatlu Amd). Pembunuhan tidak sengaja merupakan tindakan
14
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam ( Bandung : Pustaka Setia ,2000) h. 133
15
pembunuhan oleh orang mukallaf terhadap orang yang dilindungi darahnya yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian bukan kesengajaan.
Unsur-unsur dari pembunuhan secara tidak sengaja diantaranya :
1. Perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi
mengakibatkan kematian seseorang.
2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan bukan Kesengajaan 3. Perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat
kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan kesalahan dan
kematian korban
4. korban darahnya terlindungi.16
Dasara hukum pembunuhan karena kesalahan terdapat dalam
Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 92 : 23
16
”Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (QS. Al-Nisa’ (4): 92).24
Hukuman bagi pelaku pembunuhan tidak disengaja adalah berupa diyat mukhoffafah yang dibebankan kepada keluarga pembunuh. Diyat ini
merupakan hukuman pengganti dari qisas. Selain diyat juga bias dengan membayar kaffarat yaitu dengan memerdekakan budak tanpa cacat yang dapat mengurangi kemampuan bekerjanya. Dan setelah dianalisis, kasus
Islam kasus kecelakaan tersebut pelakunya dikenakan kaffarat dan diyat
yang dibebankan kepada keluarga pembunuh.
3. Sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan karena kealpaan menurut hokum pidana Islam.
Pembunuhan tidak sengaja merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia serta menggunakan alat yang secara lazim tidak
mematikan. Pada dasarnya dalam pembunuhan macam ini, seseorang
melakukan pembunuhan yang diperbolehkan dalam syari’at, seperti memanah
binatang buruan atau satu target tertentu, namun ternyata secara tidak sengaja anak panahnya mengenai orang yang haram dibunuh hingga orang tersebut meninggal dunia. Dan hilangnya nyawa seseorang tersebut bukanlah tujuan
dari pelaku, akan tetapi karena kelalaiannya dalam bertindak mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dalam pembunuhan, terdapat beberapa jenis
sanksi, yaitu : hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan. Hukuman pokok pembunuhan adalah qisas. Apabila dimaafkan oleh keluarga korban, maka hukuman penggantinya diyat. Jika sanksi qisas dan diyat
dimaafkan, maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Menurut Imam
Syafi’I, ta’zir tadi ditambah kaffarat. Hukuman tamabahan yang berkaitan
dengan hal ini adalah pencabutan hak waris dan hak wasiat.17
17
Dari tiga macam pembunuhan yang telah dijelaskan diatas, masingmasing memiliki hukuman atau konsekuensi yang berbeda. Dan untuk
kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain mengalami luka-luka dan meninggal dunia yang penulis bahas saat ini, tergolong pembunuhan
secara tidak sengaja. Pembunuhan kategori ini terdapat beberapa macam ketentuan hukuman yaitu :
a. Tidak Ada qisas (hukuman berupa tindakan yang sama dengan
kejahatan pelaku).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat An nisaa’
Ayat 92
“Dan barangsiapa membunuh seorang mu’min dengan tidak
sengaja, (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika
mereka bersedekah (tidak mengambilnya).” (QS. An Nisa’: 92)26
b. Kewajiban membayar diyat
Kewajiban bagi pembunuhan tidak disengaja adalah diyat
mukhaffafah dan kaffarat. Adapun pengertian diyat adalah Harta yang
diwajibkan atas kejahatan terhadap jiwa atau yang semakna dengannya. Dengan definisi ini dapat diartikan bahwa diyat dikhususkan sebagai
diyat itu terjadi karena berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa atau nyawa seseorang. Sedangkan diyat untuk anggota badan disebut ‘Irsy.
Dasar disyari’atkannya diyat tercantum dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 92.
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain ), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa yang membunuh orang mukmin karena tersalah ( hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya ( si terbunuh itu), kecuali jika mereka ( keluarga terbunuh )
bersedekah…..”
Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan maka pembayarannya dapat menggunakan barang
lainnya, seperti emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta. Menurut kesepakatan para ulama,
diyat yang wajib adalah 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi, 2.000 ekor domba bagi pemilik domba, 1.000 dinar bagi pemilik emas, 12.000 dirham bagi pemilik perak dan 200 setel
pakaian untuk pemilik pakaian.18
Sedangkan diyat itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diyat
mughalladzah dan diyat mukhaffafah. Diyat mughalladzah itu adalah
18
diyat yang berlaku pada pembunuhan sengaja yang dibebankan kepada pelaku pembunuhan dan harus dibayar secara kontan. Dan komposisi
diyat mugallazah adalah 100 ekor unta yang 40 diantaranya sedang
mengandung. Jadi apabila dirinci dari 100 ekor unta tersebut adalah
sebagai berikut :
1) 30 ekor unta hiqqah (unta berumur 4 tahun) 2) 30 ekor unta jad’ah (unta berumur 5 tahun)
3) 40 ekor unta khalifah (unta yang sedang mengandung)
Adapun diyat mukhaffafah itu adalah diyat yang berlaku pada
pembunuhan semi sengaja dan pembunuhan tidak sengaja yang dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan dibayar dengan cara diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan jumlah diyat 100
ekor unta, perinciannya sebagai berikut :
1) 20 ekor unta bintu ma’khad (unta betina berumur 2 tahun)
2) 20 ekor unta ibnu ma’khad (unta jantan berumur 2 tahun) 3) 20 ekor bintu labin (unta betina berumur 3 tahun)
4) 20 ekor unta hiqqah dan,
5) 20 ekor unta jadz’ah. c. Kewajiban Membayar Kaffarah
Yaitu dengan membebaskan hamba sahaya mukmin, namun apabila tidak ada maka penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan
“Maka barangsiapa yang tidak memperolehnya, (hendaklah ia)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah.” (QS. An Nisa: 92)32
kaffarat ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal
menurut npendapat sebagian ulama, jadi misalnya dalam kasus kecelakaan yang meninggal sebanyak dua orang , maka pelaku harus
membebaskan 2 (dua) budak mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut dua kali. Sementara sebagian ulama berpendapat cukup
satu kaffarat saja. Dari uraian diatas, bisa disimpulkan bahwa sanksi untuk kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain mengalami lukaluka dan meninggal dunia yang penulis bahas saat ini
adalah diyat mukhaffafah dan kaffarat. Maksud dan tujuan adanya pembayaran diyat dan kaffarat terhadap pelaku tindak pidana kealpaan
ini adalah :
1. Pelaku tindak pidana diwajibkan membayar diyat kepada ahli waris korban agar pelaku tindak pidana ini tidak dikenakan sanksi
2. Adanya kewajiban melaksanakan kaffarat, yaitu memerdekakan budak mukmin.
3. Bagi yang tidak mampu melaksanakan ketentuan di atas, maka hendaknya ia berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai penerimaan
taubat dari Allah swt. 4. Unsur-unsur Jarimah
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah
secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah yaitu
a. Unsur formil (rukun syar'i) yakni adanya nash yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya.
b. Unsur materiil (rukun maddi) yakni adanya tingkah laku yang
membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat.
c. Unsur moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang mukallaf (orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya).
Ketiga unsur tersebut di atas haruslah terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongkan kepada jarimah. Disamping unsur umum, pada tiap-tiap
berupa harta, pengambilannya secara diamdiam, dan barang tersebut dikeluarkan dari tempat simpanannya. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut
seperti barang tidak berada dalam tempat yang tidak pantas, nilainya kurang dari ¼ (seperempat) dinar, atau dilakukan secara terang-terangan. Meskipun
memenuhi unsur-unsur umum, bukanlah dikenakan pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam ketentuan nash Al-Qur'an. Pelakunya hanya terkena hukuman ta'zir yang ditetapkan oleh penguasa.
5. Macam-macam Jarimah
Dalam hukum pidana Islam (fiqih jinayah), tindak pidana (jarimah)
dapat dikategorikan kedalam tiga bagian, yaitu: a. Jarimah hudud
Kata hudud adalah bentuk jama' dari kata hadd. Secara etimologi, kata
hadd berarti batas pemisah antara dua hal agar tidak saling bercampur atau supaya salah satunya tidak masuk pada wilayah yang lainnya.19 Kata hadd
juga berarti pelanggaran, pencegahan, serta batas akhir dari sesuatu yang dituju. Menurut Ahmad Hanafi, jarimah hudud adalah jarimah yang diancamkan hukuman hadd yaitu hukuman yang telah ditentukan macam
dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan demikian, dapat di pahami bahwa ciri khas dari jarimah hudud yaitu:
19
1) Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas
maksimal dan batas minimal.
2) Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata, atau kalau ada
hak manusia, maka hak Allah yang lebih menonjol. Hukuman hudud tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi. Pengertian hak tuhan adalah bahwa hukuman tersebut tidak dapat
dihapuskan baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh negara.
Hukuman yang termasuk hak tuhan ialah setiap hukuman yang dikehendaki oleh kepentingan umum (masyarakat) seperti untuk memelihara ketenteraman dan keamanan masyarakat, dan manfaat
penjatuhan hukuman tersebut akan dirasakan oleh keseluruhan masyarakat. Disamping itu, hukuman hadd merupakan perangkat <