• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated dan learning mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated dan learning mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

HANNY ISHTIFA NIM: 106070002242

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

iii

MOTTO

Jika kita punya niat baik, Allah selalu

berikan jalan

Jangan mencari kesempurnaan yang belum kita

punya, tetapi sempurnakanlah yang telah

(5)

iv

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk Mama & Baba

yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan doa

(6)

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hanny Ishtifa NIM : 106070002242

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Self-Efficacy dan Kecemasan Akademis terhadap Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, November 2011

(7)

vi

ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B)November 2011

(C)Hanny Ishtifa

(D)VI + 92 halaman + lampiran

(E)Pengaruh Self-Efficacy dan Kecemasan Akademis terhadap Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta (F)Self-regulated learning adalah usaha untuk memonitor, meregulasi, dan

mengontrol aspekkognisi, motivasi, dan perilaku. Semua proses yang terjadi akan diarahkan dandidorong oleh tujuan serta disesuaikan dengan konteks lingkungan.

Self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor personal, lingkungan dan perilaku. Salah satu faktor personal yang mempengaruhi Self-regulated learning

adalah self-efficacy. Mahasiswa yang tidak memiliki self-efficacy yang tinggi, diartikan mereka sama saja berhadapan dengan kegagalan karena yang ada dalam pikiran mereka hanyalah tentang perasaan gagal. Perasaan gagal inilah yang akan menyebabkan munculnya kecemasan akademis pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Selain itu peneliti juga meneliti variabel demografis yaitu jenis kelamin dan angkatan (grades).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 200 responden mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan probability sampling, dengan menggunakan teknik stratified random sampling dimana pemilihan sampel dari populasi berdasarkan pada strata tiap-tiap angkatan. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala self-regulated learning yang peneliti adaptasi dari

(8)

vii

digunakan dalam peneltian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 17.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self- efficacy, kecemasan akademis, jenis kelamin, dan grades (angkatan) terhadap

self-regulated learning pada mahasiswa psikologi UIN Jakarta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari beberapa independent variabel dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh signifikan terhadap self-regulated learning adalah self-efficacy dan komponen kognitif pada variabel kecemasan akademis, kedua variabel tersebut juga memberikan sumbangan yang signifikan terhadap self- regulated learning.

Penulis menyarankan pada penelitian selanjutnya sebaiknya dispesifikkan ke dalam satu bidang studi, seperti mata kuliah statistik serta menambahkan beberapa variabel lain yang ikut mempengaruhi self-regulated learning, serta terlebih dahulu melakukan elasitasi dalam mengukur konstruk-konstruk psikologisnya.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ”Pengaruh Self Efficacy dan Kecemasan Akademis terhadap Self Regulated Learning pada Mahasiswa Psikologi UIN Jakarta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada saya agar dapat menuntut ilmu dan mengembangkan diri dengan baik. 2. Ibu Diana Mutiah, M.Si selaku pembimbing pertama saya. Terima Kasih atas

bimbingan, nasihat, arahan, masukan, waktu dan semangat yang diberikan Ibu agar saya dapat menulis skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Si,.Psi. selaku pembimbing dua skripsi saya.Terima kasih atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang diberikan kepada peneliti, serta motivasi yang tak henti diberikan agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Liany Luzvinda, M.Si, Pembimbing Akademik.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan pelajaran kepada penulis, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan.

6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu saya dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi. Teristimewa untuk mbak Rini dan Pak Ayung yang banyak memberi informasi dan bantuan dalam proses birokrasi di bagian akademik.

7. Orang tua saya H. Mahfudz A. Djunaidy dan Adibah Anwar atas cinta, kasih, perhatian, motivasi dan dukungan materiil serta tak hentinya memberikan do’a dalam setiap sujud dan ibadahnya agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian kakak saya Muammar Aditya, Rusmilawati, dan Fanny Itmamul Wafa yang selalu meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.

(10)

ix

duka. Adiyo, Pras, Isni, Rika, Siti, Aji, Suci, Nuran, Sheli yang selalu memberikan warna-warni ceria kegembiraan, kebahagian dan kobodohan bersama. Rudhi dan Om Adit yang selalu setia menemani penulis ketika galau karena skripsi dan percintaan. Teman-teman seperjuangan Sarah, Tj, Rendi, Awe, Wirdha, Iqbal, Dhimas, Reja, Obi, Fajar, Shinchan serta adek-adek kelas yang sudah menjadi teman baru penulis Imel, Risna, Shiro, Linda, Naya, Reni, Afifah, Reza, Chahyu, Zia Anya, Farah, Winda, Laras, Efy, Icha, Camel yang menemani penulis dalam mengerjakan skripsi. Teristimewa untuk dede Dika, koko Ryan, dan Sheila terima kasih banyak untuk selalu menyemangati penulis.

9. Teman-teman kelas B angkatan 2006 yang sangat kompak serta unik. Terimakasih kebersamaan kita selama kurang lebih empat tahun telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi penulis.

10.Seseorang yang jauh disana yang selalu memberikan support, do’a, dan kesabaran mendengar keluh kesah penulis dan dengan setia menunggu selama empat tahun.

11.Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian. Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dari Anda semua. Terima kasih banyak atas kesabaran dan waktu luang yang Anda berikan untuk mengisi angket penulis.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, November 2011

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... i

Lembar Pengesahan Penguji ... ii

Motto ………... iii

Persembahan ………... iv

Pernyataan Orisinalitas ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Bagan ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 9

1.2.1 Perumusan masalah ... 9

1.2.2 Pembatasan masalah ... 10

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 11

1.3.1 Tujuan penelitian ... 11

(12)

xi

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB 2 Kajian Pustaka ... 14

2.1 Self-Regulated Learning ... 14

2.1.1 Pengertian self-regulated learning ... 14

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning 15 2.1.3 Aspek-aspek self-regulated learning....……... 19

2.1.4 Karakteristik individu yang mempunyai self-regulated learning ....………... 22

2.1.5 Fase-fase self-regulated learning...……… 23

2.1.6 Strategi-strategi self-regulated learning ...……… 27

2.1.7 Pengukuran self-regulated learning ...………... 30

2.2 Self Efficacy ...……… 30

2.2.1 Pengertian self-efficacy ... 30

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy ...... 31

2.2.3 Aspek-aspek self-efficacy ... 34

2.2.4 Pengukuran self-efficacy ... 36

2.3 Kecemasan Akademis ... 37

2.3.1 Pengertian kecemasan ... 37

2.3.2 Pengertian kecemasan akademis ... 38

2.3.3 Karakteristik kecemasan akademis ... 39

2.3.4 Komponen kecemasan akademis ... 42

(13)

xii

2.5 Hipotesis Penelitian ………... 46

BAB 3 Metode penelitian ... 48

3.1 Populasi dan Sampel ... 48

3.1.1 Populasi ... 48

3.1.2 Sampel ... 49

3.1.3 Teknik pengambilan sampel ... 49

3.2 Variabel Penelitian ... 50

3.2.1 Identifikasi variabel ……… 50

3.2.2 Definisi variabel operasional ... 50

3.3 Pengumpulan Data ... 51

3.3.1 Teknik pengumpulan data ... 51

3.3.2 Instrumen penelitian ... 51

3.3.2.1 Skala self-regulated learning ... 52

3.3.2.2 Skala self-efficacy ... 57

3.3.2.3 Skala kecemasan akademis ... 58

3.3.2.4 Kuesioner jenis kelamin dan angkatan ... 60

3.4 Uji Instrumen ………... 61

3.4.1 Uji validitas ... ………... 61

3.4.2 Uji reliabilitas ...………... 61

3.5 Prosedur Penelitian ... 63

3.6 Teknik Analisis Data ... 64

BAB 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan ……….…………... 66

(14)

xiii

4.1.1 Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin .. 66

4.1.2 Gambaran umum responden berdasarkan angkatan ... 67

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 68

4.2.1 Kategorisasi skor self-efficacy ...………... 68

4.2.2 Kategorisasi skor kecemasan akademis …………... 69

4.2.3 Kategorisasi skor self-regulated learning ... 72

4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 74

4.3.1 Hasil uji hipotesis mayor ... 74

4.3.2 Hasil uji hipotesis minor ... 75

4.3.3 Pengujian proporsi varians masing-masing independent variable ... 78

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran ... 81

5.1 Kesimpulan ………... 81

5.2 Diskusi ………... 84

5.3 Saran ………... 87

5.3.1 Saran teoritis ... 87

5.3.2 Saran praktis ... 88

Daftar Pustaka ... 90

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data mahasiswa yang mengulang mata kuliah prasyarat

Tabel 3.1 Populasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2007, 2008, 2009, dan 2010

Tabel 3.2 Pilihan jawaban

Tabel 3.3 Blue print skala self-regulated learning (try out) Tabel 3.4 Blue print skala self-regulated learning (field test) Tabel 3.5 Blue print skala self-efficacy

Tabel 3.6 Blue print skala kecemasan akademis Tabel 3.7 Pedoman skoring kuesioner jenis kelamin Tabel 3.8 Pedoman skoring kuesioner angkatan Tabel 3.9 Kaidah reliabilitas Guilford

Tabel 3.10 Skor hasil uji reliabilitas skala

Tabel 4.1 Gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.2 Gambaran umum subjek berdasarkan angkatan Tabel 4.3 Skor perolehan self-efficacy

Tabel 4.4 Klasifikasi skor self-efficacy

Tabel 4.5 Skor perolehan kecemasan akademis

(16)

xv

Tabel 4.7 Klasifikasi skor komponen motorik dari variabel kecemasan akademis Tabel 4.8 Klasifikasi skor komponen kognitif dari variabel kecemasan akademis Tabel 4.9 Klasifikasi skor komponen somatik dari variabel kecemasan akademis Tabel 4.10 Skor perolehan self-regulated learning

Tabel 4.11 Klasifikasi skor self-regulated learning

Tabel 4.12 Model summary

Tabel 4.13 Koefisien regresi

Tabel 4.14 Proporsi varians masing-masing variabel independen

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Skala Penelitian

Lampiran B : Uji Reliabilitas dan Validitas

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah mencakup paparan fenomena yang terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian

self-regulated learning, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan tertinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas, berpotensi, dan memiliki keterampilan dalam bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu menyerap kuliah yang diterimanya melainkan mampu mengembangkan apa yang diterima dosen secara kreatif. Sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh semangat hidup yang tinggi, rasa optimis yang besar, dan motif sukses yang tinggi pula sehingga diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam menjalani kehidupan di perguruan tinggi dan mempunyai prestasi yang optimal.

(20)

Dosen pasti memberikan tugas dengan batas waktu tertentu untuk pengumpulan tugas. Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus menggunakan rentang waktu yang optimal dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas-tugas studinya. Namun pada kenyataannya, fenomena yang terjadi tidak semua mahasiswa menyadari bahwa diperlukan langkah-langkah sistematis agar proses belajar efisien dan dapat mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu penguasaan materi kuliah serta dalam mencapai prestasi yang tinggi. Sebagai contoh, banyak mahasiswa yang belajar hanya ketika ujian saja, itupun dengan cara sistem kebut semalaman, bahkan tak jarang mereka belajar hingga larut malam karena banyaknya materi yang harus dipelajari. Mungkin bagi beberapa mahasiswa hal ini tidak menjadi masalah, karena mungkin mereka tetap mendapat nilai yang cukup bagus, namun tentunya tidak optimal atau sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena mereka tidak memperoleh hasil yang seharusnya bisa mereka dapatkan, karena bagaimanapun juga hasil yang optimal hanya akan didapat melalui usaha yang maksimal.

(21)

Tabel 1.1

Data mahasiswa yang mengulang mata kuliah prasyarat

Angkatan Mata Kuliah Prasyarat

Statistik I Psikologi

(Sumber: tata usaha bagian Akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)

Dengan terhambatnya mahasiswa pada mata kuliah prasyarat, maka hal ini dapat menghambat waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk menyelesaikan perkuliahannya hingga menjadi sarjana. Dalam mata kuliah prasyarat, pemahaman yang baik terhadap tiap materi sangat dibutuhkan, karena antara materi yang satu dengan materi lain saling berkesinambungan. Apabila mahasiswa belum memahami materi yang diajarkan, maka ia akan menemui kesulitan pula dalam memahami materi selanjutnya.

(22)

bacaan dalam bahasa Inggris. Berupa artikel dari jurnal internasional atau sub topik dari buku yang berbahasa Inggris. Adapun jumlah artikel yang ditugaskan minimal satu artikel dalam satu semester (Umar, 2010).

Untuk mengatasi permasalahan yang dikemukakan diatas, tentu membutuhkan pengaturan diri yang baik pada mahasiswa atau dengan kata lain regulasi pada mahasiswa. Hasil belajar yang optimal dan prestasi dapat dicapai salah satunya melalui kemampuan mahasiswa untuk mengatur dirinya dalam kegiatannya. Mahasiswa perlu untuk mampu mengorganisir dirinya sehingga dengan kondisi yang seperti ini, mereka mampu menjalani dan bahkan bisa mencapai hasil yang optimal. Di dalam proses belajar, cara mahasiswa mengelola atau mengatur aktivitas belajarnya secara aktif, mandiri, dan bertanggung jawab (termasuk di dalamnya menyeleksi informasi, merencanakan langkah-langkah dalam usaha memahami informasi, meninjau kembali, dan mengawasi pemahaman yang terjadi) dipandang sebagai aspek penting yang ikut menentukan hasil belajar.

(23)

mengorganisasikan, mengarahkan diri sendiri, dan melakukan evaluasi diri pada berbagai tingkatan selama proses perolehan informasi. Perilaku yang ditunjukkan mahasiswa dalam proses belajar terutama penerapan strategi self-regulated learning dipengaruhi kondisi eksternal (lingkungan) dan internal (person atau individu).

Winne (dalam Santrock, 2009) menyatakan karakteristik dari pelajar yang mempunyai regulasi diri dalam pembelajaran diantaranya bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat, mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Pintrich dan De Groot (1990), dalam konteks yang berbeda, mendapati bahwa para siswa yang memiliki self-regulated learning menggunakan motivasi instrinsik dan self- efficacy yang besar.

Salah satu faktor yang mempengaruhi self-regulated learning menurut Zimmerman & Schunk (2001) dan Pintrich dan Schunk (2002) adalah self-efficacy

(dalam Santrock, 2009). Self-efficacy merupakan salah satu faktor internal penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademis seseorang. Menurut Bandura (1986),

(24)

Self-efficacy dalam self-regulated learning mengacu pada kemampuan mahasiswa untuk menggunakan berbagai strategi self-regulated learning seperti pemantauan diri, evaluasi diri, penetapan tujuan dan perencanaan, konsekuensi diri, dan restrukturisasi. Zimmerman et al. mengamati bahwa self-efficacy untuk

self-regulated learning berhubungan secara positif dengan self-efficacy

(Zimmerman et al, 1992;. Zimmerman & Martinez-Pons, 1988 dalam Joo, 2000). Dimana seseorang yang mempunyai self-efficacy tinggi maka self-regulated learning-nya juga tinggi. Begitupun sebaliknya, seseorang yang memiliki self-efficacy rendah, maka ia juga mempunyai self-regulated learning-nya juga rendah. Seseorang yang mempunyai self-efficacy tinggi mereka percaya dapat secara efektif menghadapi kejadian-kejadian dan situasi tertentu, karena mereka mengharapkan kesuksesan dalam menghadapi rintangan, mereka tekun pada tugas. Individu ini mempunyai kepercayaan diri yang sangat bagus pada kemampuan mereka. Self-efficacy yang tinggi mengurangi rasa takut, mempertinggi aspirasi, dan memperbaiki pemecahan masalah, dan mampu berfikir analitik (Schultz, 2005).

(25)

(Prasetyo & Febriana, 2008). Individu yang cemas menunjukkan gejala fisik seperti otot tegang, gemetar, berkeringat dan jantung berdetak cepat (Ottens, 1991).

Kecemasan, khususnya kecemasan akademis yang dialami mahasiswa termanifestasi dalam perilaku yang kurang tepat, seperti adanya prokrastinasi yang mengganggu proses belajar. Mahasiswa yang cemas menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam menerima dan mengolah informasi sehingga kehilangan proses pengaturannya, dimana melibatkan memori jangka pendek dan jangka sedang (Tobias, 1992 dalam Matthews dkk., 2000). Fakta tersebut sesuai dengan penelitian laboratorium dan terapan yang menunjukkan bahwa kecemasan mengurangi keaktifan dalam pengaturan kembali informasi dalam memori (Naveh-Benjamin dkk., 1997 dalam Matthews dkk., 2000).

Kecemasan digambarkan sebagai keprihatinan, ketakutan, dan tekanan yang disertai dengan gejala gemetar, berkeringat, sakit kepala, atau gangguan pencernaan (Conger, 1993). Apabila kondisi tersebut berlarut-larut, maka mahasiswa tidak mampu mencapai prestasi akademis yang telah ditargetkan. Kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat. Kecemasan yang ringan dapat merupakan motivasi.

(26)

self-regulated learning (Zimmerman, 1989). Kecemasan berpengaruh pada fungsi kognitif yang selanjutnyatermanifestasi dalam perilaku selama proses belajar Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA Negeri 3 Surakarta ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi sebesar rxy=-0,294 dengan tingkat signifikansi p=0,002 (p<0,01). Tanda negatif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning. Kondisi tersebut berarti semakin tinggi kecemasan akademis maka akan semakin rendah self-regulated learning, begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecemasan akademis maka akan semakin tinggi self-regulatedlearning yang dimiliki siswa. Nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,002 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,01. Nilai signifikansi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning.

(27)

learning berkaitan secara signifikan dengan tingkatan (grades) dalam sekolah (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990).

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi mahasiswa psikologi, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh antara self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Selain itu peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh

gender dan tingkatan semester (grades) terhadap self-regulated learning

mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta.

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah

1.2.1 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

“Apakah ada pengaruh yang signifikan self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?”.

Sedangkan perumusan masalah yang akan diteliti lebih rinci adalah:

(28)

b. Apakah ada pengaruh yang signifikan komponen psikologis dari variabel kecemasan akademis terhadap self-regulated learning

mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

c. Apakah ada pengaruh yang signifikan komponen kognitif dari variabel kecemasan akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

d. Apakah ada pengaruh yang signifikan komponen somatik dari variabel kecemasan akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

e. Apakah ada pengaruh yang signifikan komponen motorik dari variabel kecemasan akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

f. Apakah ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap self- regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

g. Apakah ada pengaruh yang signifikan tingkatan semester (grades) terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta?

1.2.2 Pembatasan Masalah

(29)

a. Self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi (Bandura, 1986).

b. Kecemasan akademis merupakan perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis (Valiante dan Pajares, 1999). Ada empat komponen kecemasan yaitu komponen mood (psikologis), komponen kognitif, komponen somatik, dan komponen motorik.

c. Self-regulated learning merupakan kemampuan belajar yang menggunakan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar (Zimmerman, 1989). Self-regulated learning meliputi strategi untuk mengontrol atau meregulasi kognisi, strategi untuk meregulasi motivasi, dan strategi untuk meregulasi perilaku.

d. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta angkatan 2007 sampai angkatan 2010.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

(30)

1.3.2 Manfaat penelitian

a. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap ilmu dan pengembangan pendidikan, khususnya mengenai pengaruh self-efficacy

dan kecemasan akademis terhadap self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Selain itu diharapkan juga dapat memperkaya hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Manfaat secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak universitas mengenai ada tidaknya pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated learning, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kecemasan akademis pada mahasiswanya.

1.4 Sistematika Penulisan Skripsi

(31)

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi uraian teoritik mengenai variabel-variabel yang diteliti lengkap dengan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi uraian mengenal pendekatan dan metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisi uraian mengenai hasil penelitian yang meliputi gambaran umum responden, deskripsi data penelitian, dan presentasi data.

BAB V: KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

(32)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. terdiri dari lima subbab yaitu teori self-regulated learning, teori self-efficacy, teori kecemasan akademis, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Self-Regulated Learning

2.1.1 Pengertian self-regulated learning

Pintrich (dalam Yukselturk, Erman, & Safure Bulut, 2009) mendefinisikan self-regulated learning (SRL) sebagai (a) berusaha keras untuk mengontrol perilaku, motivasi dan affect, dan kognisi mereka, (b) berusaha keras untuk mencapai tujuan tertentu, (c) individu harus mengendalikan tindakannya. Sedangkan Wolters (1998) mengatakan bahwa self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara, sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

(33)

yang lebih terorganisasi, belajar bagaimana untuk melakukan pengalian, mengajukan pertanyaan yang relevan) atau sasaran sosioemosional (mengendalikan kemarahan, bergaul dengan lebih baik dengan teman sebaya).

Pemaparan definisi diatas sejalan dengan definisi Zimmerman (1989) yang memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning pada individu dapat digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasional, maupun perilaku dalam proses belajar.

Dari apa yang sudah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan belajar yang menggunakan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dengan segigih mungkin melalui keyakinan dan caranya sendiri mengarahkan dirinya untuk mencapai goal yang telah ditetapkan.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning

Zimmerman & Schunk (2001) dan Pintrich & Schunk (2002) (dalam Santrock, 2009) menyebutkan bahwa perkembangan self-regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya modeling dan self-efficacy. Modeling

(34)

sumber-sumber sosial. Sedangkan menurut Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 1989) memaparkan dari perspektif sosial-kognitif, bahwa keberadaan self-regulated learning ditentukan oleh tiga wilayah yakni wilayah

person, wilayah perilaku, dan wilayah lingkungan. 1. Faktor individu (personal influences).

Personal siswa merupakan salah satu faktor penting dalam self-regulated learning. Salah satu bagian dalam personal siswa ini adalah self-efficacy. Self-efficacy ini sangat berkaitan dengan bagian-bagian lainnya dalam personal siswa, yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan, dan afeksi. a. Self-efficacy

Para ahli teori sosial kognitif mengasumsikan bahwa self-efficacy

merupakan variabel kunci dalam self-regulated learning (Bandura dalam Zimmerman, 1989). Zimmerman (1989) mendefinisikan self-efficacy

sebagai persepsi kemampuan diri dalam mengelola dan melakukan tindakan-tindakan yang penting untuk mencapai tingkat performa keterampilan dalam suatu tugas.

b. Pengetahuan siswa

(35)

adalah pengetahuan umum siswa mengenai matematika akan memberikan kontribusi terhadap kemampuan mereka untuk membagi tugas mingguan ke dalam tugas yang dikerjakan setiap hari.

c. Tujuan (goal)

Menetapkan sebuah tujuan, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang dalam sebuah proses belajar merupakan hal yang sangat penting. Penetapan tujuan jangka panjang merupakan langkah awal dalam mengambil keputusan metakognitif. Hal ini sesuai dengan Zimmerman (1989) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan metakognitif ini tergantung pada tujuan jangka panjang dari siswa.

d. Proses metakognitif

Proses metakognitif adalah proses pengambilan keputusan yang mengatur penyeleksian dan penggunaan berbagai bentuk pengetahuan. Pengambilan keputusan metakognitif ini tergantung pada tujuan jangka panjang dari siswa (Zimmerman, 1989). Dalam proses metakognitif, seseorang yang melakukan pengaturan diri dalam belajar (self-regulated learning) itu merencanakan, menetapkan tujuan, mengelola, memonitor diri sendiri, dan melakukan evaluasi diri selama proses kemahiran itu berlangsung (Corno, 1986, 1989; Ghatala, 1986; Pressley, Borkowski, & Schneider, 1987 dalam Zimmerman, 1990)

e. Afeksi

(36)

bukti bahwa kecemasan menghambat proses metakognitif, terutama proses mengontrol tindakan.

2. Faktor perilaku (behavior). Tiga cara dalam merespon berhubungan dengan analisis self-regulated learning: observasi diri (self-observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction). Meskipun diasumsikan bahwa setiap komponen tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam proses pribadi yang tersembunyi (self), namun proses dari luar diri individu juga ikut berperan. Setiap komponen terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, self-observation, self-judgment, dan self-reaction dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi

self-regulated learning. Selanjutnya, Bandura mengatakan bahwa dinamika proses beroperasinya self-regulated learning antara lain terjadi dalam subproses yang berisi self-observation, self-judgment dan self-reaction. Ketiganya memiliki hubungan yang sifatnya timbal balik seiring dengan konteks persoalan yang dihadapi. Hubungan timbal balik tidak selalu bersifat simetris melainkan lentur dalam arti salah satunya pada konteks tertentu dapat menjadi lebih dominan dari aspek lainnya, demikian pula pada aspek tertentu menjadi kurang dominan.

(37)

proses penerimaan dan mengetahui cara mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi. Individu yang menerapkan self-regulation biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan sosial dari guru, dan mencari informasi.

Pemaparan di atas, menunjukkan bahwa selama proses self-regulated learning berlangsung, ada tiga faktor yang dapat berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah faktor person, perilaku, dan lingkungan.

Selain itu, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa self-regulated learning berkaitan dengan jenis kelamin (gender) dan tingkatan (grades). Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman&Martinez-Pons (1990) menunjukkan hasil analisis mengenai perbedaan jenis kelamin dalam penggunaan strategi self-regulated learning bahwa secara signifikan perempuan lebih mengingat dan memonitor diri, mengatur dan merencanakan tujuannya dibandingkan laki-laki. Selanjutnya, di dalam penelitian ini juga ditemukan hasil bahwa strategi self-regulated learning berkaitan secara signifikan dengan tingkatan (grades) dalam sekolah.

2.1.3 Aspek-aspek self-regulated learning

Menurut Zimmerman (1989), self-regulated learning terdiri atas pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi dan perilaku. Sesuai aspek di atas, selanjutnya Wolters dkk. (2003) menjelaskan secara rinci penerapan strategi dalam setiap aspek self-regulated learning

(38)

a. Strategi untuk mengontrol atau meregulasi kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan metakognitif yang mengharuskan individu terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), organisasi (organization), dan general metacognitive self-regulation dapat digunakan individu untuk mengontrol kognisi dan proses belajarnya.

1) Strategi pengulangan (rehearsal) termasuk usaha untuk mengingat materi dengan cara mengulang terus-menerus.

2) Strategi elaborasi (elaboration) merefleksikan “deep learning” dengan

menggunakan kalimatnya sendiri untuk merangkum materi.

3) Strategi organisasi (organization) termasuk “deep process” dalam

melalui penggunaan taktik mencatat, menggambar diagram atau bagian untuk mengorganisasi materi pelajaran.

4) Strategi meregulasi metakognitif (matacognition regulation) melibatkan perencanaan monitoring dan strategi meregulasi belajar, seperti menentukan tujuan dari kegiatan membaca atau membuat perubahan supaya tugas yang dikerjakan mengalami kemajuan.

(39)

ketekunan tugas akademisnya. Regulasi motivasi meliputi self-consequating, penyusunan lingkungan (environment structuring), mastery self-talk, performance or extrinsic self-talk, relative ability self-talk, situasional interestenhancement, dan personal interest .

1) Self-consequating adalah manentukan dan menyediakan konsekuensi intrinsik supaya konsisten dalam aktivitas belajar. Siswa menggunakan reward dan punishment secara verbal sebagai wujud konsekuensi.

2) Strategi penyusunan lingkungan (environment structuring) mengindikasikan siswa berusaha berkonsentrasi penuh untuk mengurangi gangguan di sekitar tempat belajar dan mengatur kesiapan fisik dan mental untuk menyelesaikan tugas akademis.

3) Mastery self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada tujuan seperti memuaskan keingintahuan, menjadi labih kompeten atau meningkatkan perasaan otonomi.

4) Performance or extrinsic self-talk adalah ketika siswa dihadapkan pada kondisi untuk menyudahi proses belajar, siswa akan berpikir untuk memperoleh prestasi yang lebih tinggi atau berusaha sebaik mungkin dikelas sebagai cara meyakinkan diri untuk terus melanjutkan kegiatan belajar.

(40)

dengan cara melakukan usaha yang lebih baik daripada orang lain supaya tetap berusaha keras.

6) Strategi peningkatan yang relevan (interest enhancement strategies)

menggambarkan aktivitas siswa ketika berusaha meningkatkan motivasi intrinsik dalam mengerjakan tugas melalui salah satu situasi atau minat pribadi.

7) Personal interest melibatkan usaha siswa meningkatkan keterhubungan atau keberartian tugas dengan kehidupan atau minat personal yang dimiliki.

c. Strategi untuk meregulasi perilaku merupakan usaha individu untuk mengontrol sendiri perilaku yang nampak. Regulasi perilaku meliputi regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/ study environment) adalah siswa mengatur waktu dan tempat dengan membuat jadwal belajar untuk mempermudah proses belajar, dan pencarian bantuan (help-seeking) adalah mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya, guru, dan orang dewasa.

2.1.4 Karakteristik individu yang mempunyai self-regulated learning

Menurut Winne (dalam Santrock, 2009), karakteristik dari pelajar yang menggunakan self regulated learning yaitu:

(41)

b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya

c. Secara periodik memonitori kemajuan ke arah tujuannya

d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat

e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan

Dari beberapa karakteristik mengenai siswa yang menggunakan self-regulated learning yang telah dikemukan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka harus memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang akan dicapai, mampu mengelola perasaan, dan memiliki berbagai macam strategi untuk belajar.

2.1.5 Fase-fase self-regulated learning

Berdasarkan perspektif sosial-kognitif yang dikemukakan Zimmerman (dalam Pajares dan Urdan, 2006), maka proses self-regulation digambarkan sebagai pemikiran, perasaan, dan tindakan yang muncul dari dalam diri seseorang, yang terencana dan selalu berubah perputarannya berdasarkan performa umpan balik yang berpengaruh pada pencapaian tujuan yang ditargetkan diri sendiri. Perputaran self-regulation mencakup tiga fase umum: fase perencanaan, pelaksanaan, dan proses evaluasi. Ketiga fase tersebut prosesnya sama dengan

(42)

seseorang dalam proses fase kontrol performa atau fase pelaksanaan, yang secara bergantian akan mempengaruhi fase reaksi diri. Perputaran self-regulation dikatakan sempurna apabila proses refleksi diri mampu mempengaruhi proses perencanaan selama seseorang berusaha memperoleh pengetahuan berikutnya.

a. Fase perencanaan (Forethought)

Terdapat dua kategori yang saling berkaitan erat dalam fase perencanaan: 1) Analisis tugas (Task Analysis). Analisis tugas meliputi penentuan tujuan

(43)

perubahan-perubahan baik dalam diri individu sendiri ataupun dari kondisi lingkungan.

2) Keyakinan motivasi diri (Self-motivation beliefs). Analisis tugas dan perencanaan strategi menjadi dasar bagi self-motivation beliefs yang meliputi self-eficacy, outcome expectation, minat intristik atau penilaian (valuing), dan orientasi tujuan. Self-eficacy merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk memiliki performa yang optimal untuk mencapai tujuannya, sementara outcomes expectation

merujuk pada harapan individu tentang pencapaian suatu hasil dari upaya yang telah dilakukannya. Sebagai contoh, self-eficacy yang mempengaruhi penetapan tujuan adalah sebagai berikut: semakin mampu individu meyakini kemampuannya sendiri, maka akan semakin tinggi tujuan yang mereka tetapkan dan semakin mantap individu akan bertahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.

b. Fase performa (Performance / Volitional control)

1) Kontrol diri (Self-control). Proses self-control seperti instruksi diri ( self-instruction), perbandingan (imagery), pemfokusan perhatian, dan strategi tugas, membantu individu berkonsentrasi pada tugas yang dihadapi dan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(44)

Penetapan tujuan yang dilakukan pada fase perencanaan mempermudah

self-observation, karena tujuannya terfokus pada proses yang spesifik dan terhadap kejadian di sekelilingnya.

c. Fase refleksi diri (Self-reflection)

1) Penilaian diri (Self-judgement). Self-judgement meliputi evaluasi diri (self-evaluation) terhadap performa yang ditampilkan individu dalam upaya mencapai tujuan dan menjelaskan penyebab yang signifikan terhadap hasil yang dicapainya. Self-evaluation mengarah pada upaya untuk membandingkan informasi yang diperolehnya melalui monitoring diri dengan standar atau tujuan yang telah ditetapkan pada fase perencanaan.

2) Reaksi diri (Self-reaction). Proses yang kedua yang terjadi pada fase ini adalah self-reaction yang terus menerus akan mempengaruhi fase perencanaan dan seringkali berdampak pada performa yang ditampilkan di masa mendatang terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Fase yang terjadi pada self-regulated learning sama prosesnya dengan perputaran

(45)

Bagan 2.1

Fase dan subproses self-regulation

(Sumber: Pajares dan Urdan, 2006)

2.1.6 Strategi-strategi self-regulated learning

Zimmerman dan Martinez-Pons akan memaparkan lebih jauh mengenai tipe-tipe strategi self-regulated learning (dalam Zimmerman, 1989). Strategi tersebut dikelompokkan menjadi 15 tipe:

(46)

b. Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif menyusun kembali materi instruksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas maupun tersembunyi.

c. Penetapan tujuan dan perencanaan (goal-setting and planning) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa menetapkan tujuan pendidikan atau subtujuan dan merencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan.

d. Pencarian informasi (seeking information) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan tugas.

e. Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and monitoring) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif mencatat kejadian atau hasil-hasil selama proses belajar.

f. Penyusunan lingkungan (environmental structuring) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif memilih atau menyusun kondisi lingkungan fisik untuk mempermudah belajar.

(47)

h. Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan secara overt maupun covert.

i. Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers) adalah pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya.

j. Pencarian bantuan sosial-guru (seeking social assistance-teachers) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan bantuan dari guru.

k. Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan bantuan dari orang dewasa.

l. Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali catatan. m.Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) adalah

pernyataan yang mengindikasikan siswa mempunyai inisiatif membaca kembali soal-soal ujian.

n. Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing records-textbooks) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya.

(48)

2.1.7 Pengukuran self-regulated learning

Pada jurnal assessing for self-regulated learning oleh Wolters, dkk (2003) menggunakan penggembangan pengukuran Motivated Strategies for Learning Questionnaire atau MSLQ. MSLQ ini merupakan jenis instrument self-report

yang memberikan pertanyaan kepada siswa tentang strategi kognitif dan metakognitifnya untuk pembelajaran. MSLQ menggunakan 7 point skala Likert yang memiliki rentangan 1 sampai 7, dimana 1 itu sangat tidak sesuai sedangkan 7 sangat tidak sesuai. Contoh item yang digunakan dalam skala ini adalah “Sebelum masuk kelas, saya membaca catatan saya dan berlatih

mengingatnya secara berulang kali” atau “Saya mengubah lingkungan sekitar

saya agar bisa lebih berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas”.

2.2 Self-Efficacy

2.2.1 Pengertian self-efficacy

Menurut Albert Bandura (1986) mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Self-efficacy tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki.

(49)

mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan mengatasi hambatan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia hadapi, sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkannya.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy

Bandura (1986) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy seseorang, yakni:

a. Pencapaian kinerja (performance attainment)

Hasil yang diharapkan secara nyata merupakan sumber penting tentang informasi self-efficacy karena didasari oleh pengalaman otentik yang telah dikuasai (Bandura, Adam, dan Beyer; Biran dan Wilson; Felzt, Landers, dan Reader, dalam Bandura, 1986). Keberhasilan yang diperoleh akan membawa seorang pada tingkat self-efficacy yang lebih tinggi, sedang kegagalan akan merendahkan self-efficacy, terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya usaha atau juga karena hambatan dari faktor eksternal.

(50)

sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Besarnya nilai yang diberikan dari pengalaman baru tergantung pada sifat dan kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah

self-efficacy terbentuk karena keberhasilan yang berulang, kegagalan yang muncul terhadap kemampuannya.

b. Pengalaman orang lain (Vicarious experience)

Self-efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalaman orang lain. Individu yang melihat atau mengamati orang lain yang mencapai keberhasilan dapat menimbulkan persepsi self-efficacy-nya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang sama dengan orang yang dia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat melakukannya. Jika seseorang melihat bahwa orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia telah berusaha dengan keras, maka dapat menurunkan penilaiannya terhadap kemampuan dia sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan dilakukan (Brown dan Inonye dalam Bandura, 1986).

Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self-efficacy

khususnya sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian mengenai kemampuan yang dimiliki individu. Self-efficacy

(51)

terbatas, maka individu tersebut lebih bergantung pada indikator yang dicontohkan (Tataka dan Tataka dalam Bandura, 1986). Kedua adalah penilaian self-efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana kemampuan dievaluasi (Festinger; Suls dan Miller dalam Bandura, 1986). Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi sebagian besar kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga penilaian self-efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain (Bandura, 1986).

c. Persuasi verbal (Verbal persuasion)

Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika menghadapi suatu kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal ini dapat menghilangkan kepercayaan self-efficacy orang yang dipersuasi.

d. Keadaan dan reaksi psikologis (Physicological state).

(52)

merasa gejala-gejala somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekan sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau mengalami kegagalan dan hal ini dapat menurunkan kinerjanya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina tubuh, seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit yang dia alami merupakan tanda-tanda kelemahan fisik dan hal ini menurunkan keyakinan akan kemampuan fisiknya.

2.2.3 Aspek-aspek self-efficacy

Menurut Bandura (1997), keyakinan akan kemampuan diri individu dapat bervariasi pada masing-masing dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:

a. Level / magnitude

(53)

Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas. Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan individu dapat dilihat dari tingkat hamabatan atau kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas atau aktivitas tertentu.

b. Strength

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang mendukung. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi

level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk meyelesaikannya.

c. Generality

(54)

kemampuannya pada mata kuliah statistik tetapi ia tidak yakin akan kemampuannya pada mata kuliah bahasa inggris, atau seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin akan kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa dietnya tidak berhasil.

2.2.4 Pengukuran self-efficacy

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa self-efficacy

merupakan penilaian diri terhadap kemampuan yang dapat mempengaruhi aktivitas, usaha, dan ketekunan seseorang dalam mengatur dan melakukan perbuatan yang dikehendaki untuk mencapai tujuannya dan harapan yang realistik sehingga berusaha sekuatnya dalam mengatasi kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya.

Dalam penelitian ini, pengukuran self-efficacy menggunakan skala milik Ralf Schwarzer dari Universitas Freie, Berlin. Skala self-efficacy Ralf Schwarzer pertama kali dikembangkan pada tahun 1981 oleh Jerusalem dan Ralf Schwarzer, yang versi aslinya dibuat dalam bahasa Jerman. Awalnya skala

(55)

favourable dan unfavourable. Skala self-efficacy milik Ralf Schwarzer telah diadaptasikan dalam 14 budaya (Schwarzer dkk, 1996).

Alasan peneliti menggunakan skala milik Ralf Schwarzer, dkk (1996) karena landasan teori yang digunakan dalam penelitiannya menggunakan teori

sosial cognitive milik Albert Bandura. Selain itu, menurut Ralf Schwarzer,dkk (1996) koefisien reliabilitas skala self-efficacy milik Ralf Schwarzer antara 0,75 sampai 0,90 sehingga dapat dikatakan reliabel dan juga dapat dibuktikan melalui validitas diskriminan dan validitas konvergen. Dengan demikian, skala ini dapat dipergunakan pada masa dan jangka waktu yang berbeda serta dengan karakteristik responden yang berbeda. Selain itu, peneliti juga menambahkan item skala berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy.

2.3 Kecemasan Akademis

2.3.1 Pengertian kecemasan

(56)

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, bahwa terjadinya peringatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman dan sebagai respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, dan samar-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997). Atkinson (1983) menyatakan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang terkadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda.

Dari berbagai macam uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan individu mengalami perasaan tidak berdaya dalam tingkat yang berbeda-beda karena ketidakmampuan menyesuaikan diri di dalam situasi pada umumnya.

2.3.2 Pengertian kecemasan akademis

(57)

perilaku karena kemungkinan performa yang ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis diberikan.

Perasaan berbahaya, takut, atau tegang sebagai hasil tekanan di sekolah disebut juga sebagai kecemasan akademis. Kecemasan akademis paling sering dialami selama latihan yang bersifat rutinitas dan diharapkan siswa dalam kondisi sebaik mungkin saat performa ditunjukkan, serta saat sesuatu yang dipertaruhkan bernilai sangat tinggi, seperti tampil di depan orang lain. Cara seseorang merasakan kecemasan dapat terjadi secara bertahap dari pertama kali kecemasan tersebut muncul, contohnya kegugupan saat harus membaca di depan kelas dengan suara keras. Gangguan serius yang dialami seseorang menegaskan terjadinya kepanikan dan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal (O'Connor, 2007).

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademis adalah dorongan pikiran dan perasaan dalam diri individu yang berisikan ketakutan akan bahaya atau ancaman di masa yang akan datang tanpa sebab khusus, sehingga mengakibatkan terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku sebagai hasil tekanan dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis.

2.3.3 Karakteristik kecemasan akademis

(58)

a. Pola kecemasan-yang menimbulkan aktivitas mental (pattern of anxiety-engendering mental activity).

Siswa memperlihatkan pikiran, persepsi dan dugaan yang mengarah pada kesulitan akademis yang dihadapi. Ada tiga aktivitas mental yang terlibat. Pertama dan terpenting adalah kekhawatiran. Siswa menjebak diri sendiri ke dalam kegelisahan dengan menganggap semua yang dilakukannya adalah salah. Kedua, dialog diri (self-dialog) yang maladaptif. Siswa berbicara dengan dirinya sepanjang hari, yang merupakan wujud dari dialog sadar. Pengingat diri (self-reminder), instruksi diri (self-directives),

menyelamati diri (self-congratulations), dan kesukaan akan sesuatu merupakan bentuk-bentuk dari dialog sadar. Tetapi berbicara dalam hati pada siswa yang cemas secara akademik seringkali ditandai dengan kritik-diri (self-criticism) yang keras, penyalahan-diri (self-blame), dan kepanikan berbicara pada diri sendiri (self-talk) yang mengakibatkan munculnya perasaan cemas dan memperbesar peluang untuk merendahkan kepercayaan diri serta mengacaukan siswa dalam memecahkan masalah. Ketiga, pengertian yang kurang maju dan keyakinan siswa mengenai diri dan dunia mereka. Siswa memiliki keyakinan yang salah tentang pentingnya masalah yang ada. Cara untuk menegaskan harga diri (self

-worth), mengetahui cara yang terbaik untuk memotivasi dan mengatasi kecemasan, serta memisahkan pemikiran-pemikiran salah yang menjamin adanya kecemasan akademis.

(59)

Tugas akademis seperti membaca buku, ujian, dan mengerjakan tugas rumah membutuhkan konsentrasi penuh. Siswa yang cemas secara akademis membiarkan perhatian mereka menurun. Perhatian dapat dialihkan melalui pengganggu eksternal (perilaku siswa lain, jam, suara-suara bising), atau melalui pengganggu internal (kekhawatiran, melamun, reaksi fisik).

c. Distress secara fisik (physiological distress).

Perubahan pada tubuh diasosiasikan dengan kecemasan-otot tegang, berkeringat, jantung berdetak cepat, dan tangan gemetar. Aspek fisik dan emosi dari kecemasan menjadi kacau jika diinterpretasikan sebagai bahaya atau jika menjadi fokus penting dari perhatian selama tugas akademis berlangsung.

d. Perilaku yang kurang tepat (inappropriate behaviors).

Berulangkali, siswa yang cemas secara akademis memilih berperilaku dengan cara menjadikan kesulitan menjadi satu. Perilaku siswa mengarah pada situasi akademis yang tidak tepat. Penghindaran (prokrastinasi) sangat umum dijumpai, karena dengan menunjukkan tugas yang belum sempurna dan performa siswa fungsinya yang bercabang (misalnya, berbicara dengan teman ketika sedang belajar). Siswa yang cemas juga berusaha keras menjawab pertanyaan ujian atau terlalu cermat mengerjakan untuk menghindari kesalahan dalam ujian.

(60)

aktivitas mental, perhatian yang menunjukkan arah yang salah, distres secara fisik, dan perilaku yang kurang tepat.

2.3.4. Komponen kecemasan akademis

Holmes (1991) membagi kecemasan dalam empat komponen, yaitu mood (psikologis), kognitif, somatik, dan motorik. Adapun penjelasan dari keempat komponen kecemasan tersebut adalah:

a. Komponen Mood (psikologis)

Holmes mengatakan bahwa gejala mood (psikologis) yang terjadi berupa khawatir, ketegangan, panik, dan ketakutan. Mood (psikologis) seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was, khawatir, gelisah, takut, tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu tidak dapat merasa tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkannya untuk terkena depresi.

b. Komponen kognitif

Secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi, sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung, dan menjadi sulit untuk mengingat kembali.

c. Komponen somatik

(61)

tekanan darah meningkat, pusing, otot yang tegang. Kedua, kalau kecemasan dirasakan secara berlarut-larut, maka hal tersebut secara berkesinambungan akan meningkatkan tekanan darah, sakit kepala, ketegangan otot, dan sering merasa mual.

d. Komponen motorik

Secara motorik (gerak tubuh) kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh pada seseorang, seperti tangan yang selalu gemetar, suara yang terbata-bata, dan sikap yang terburu-buru.

Peneliti menggunakan komponen kecemasan akademis dalam pembuatan skala kecemasan karena menggambarkan kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan.

2.4 Kerangka Berfikir

Dalam bahasan teoritis dinyatakan oleh Zimmerman (1986) bahwa pengaturan diri dalam belajar merupakan tingkat dimana individu secara metakognitif, motivasi, dan perilaku berpartisipasi dalam proses belajar mereka sendiri. Jadi dalam pengaturan diri dalam belajar ini, individu sendirilah yang memprakarsai dan langsung berusaha sendiri dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilannya. Sementara Bandura (1986) mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Ia menggunakan istilah

(62)

mengorganisasikan dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu.

Dengan demikian mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi, akan selalu mencoba melakukan berbagai tindakan dan siap menghadapi kesulitan-kesulitan. Hal ini diasumsikan bagi mahasiswa yang dalam setiap perkuliahannya dibebankan tugas-tugas yang memerlukan banyak energi dan seringkali menyita perhatian yang cukup serius, dan seringkali mengalami berbagai kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya, maka efficacy mahasiswa sangat menentukan seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa ia bertahan dalam menghadapi rintangan dan pengalaman yang menyakitkan dalam tugas-tugas perkuliahan.

Jika mahasiswa tidak memiliki self-efficacy yang tinggi, diartikan mereka sama saja berhadapan dengan kegagalan karena yang ada dalam pikiran mereka hanyalah tentang perasaan gagal. Perasaan gagal inilah yang akan menyebabkan kecemasan, maka mahasiswa tidak mampu menyerap ilmu yang telah disampaikan oleh dosen, akibatnya prestasi mahasiswa akan menurun. Kecemasan yang terjadi selama kegiatan akademis dikenal dengan kecemasan akademis. Kecemasan akademis adalah perasaan berbahaya, takut, atau tegang sebagai

akibat adanya tekanan di sekolah (O’Connor, 2007).

(63)

rendah. Hanya saja penyebab dan tingkatannya berbeda-beda antara mahasiswa satu dengan mahasiswa lain.

Kecemasan akademis pada taraf yang tinggi menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi fisik seperti tegang, berkeringat, jantung berdetak cepat dan gemetar. Selanjutnya kecemasan termanifestasi dalam perilaku yang kurang tepat. Kecemasan akademis memiliki pengaruh terhadap self-regulated learning, terutama pada aspek-aspek dan proses yang terjadi dalam setiap fase self-regulatedlearning.

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Berpikir

Self Regulated Learning Kecemasan Akademis

Self Efficacy

Somatik

Motorik

Jenis Kelamin

Grades Psikologis

(64)

2.5 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis alternatif yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu:

Hipotesis Mayor

Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari variabel self-efficacy, kecemasan

akademis, jenis kelamin, dan grades (angkatan) terhadap self-regulated learning mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Hipotesis Minor:

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan self-efficacy terhadap self-regulated learning

mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan komponen psikologis dari variabel

kecemasan akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan komponen kognitif dari variabel kecemasan

akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan komponen somatik dari variabel kecemasan

akademis terhadap self-regulated learning mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan komponen motorik dari variabel kecemasan

(65)

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap self-regulated learning

mahasiswa psikologi UIN Jakarta.

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan tingkatan semester (grades) terhadap

Gambar

Gambaran Umum Responden ……...………………………............ 66
Tabel 4.7 Klasifikasi skor komponen motorik dari variabel kecemasan akademis
Tabel 1.1 Data mahasiswa yang mengulang mata kuliah prasyarat
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Self Regulated Learning dan Koping Kultural Terhadap Stress dalam Menghadapi Tugas Perkuliahan Pada

Berdasar beberapa temuan di atas, beberapa poin penting yang dapat disimpulkan bahwa strategi experiential learning berpengaruh terhadap self regulated learning

Penelitian ini bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self regulated learning dangan kecemasan akademis pada siswa kelas 3 SMA negeri 1

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara orientasi belajar dan perspektif masa depan dengan self-regulated learning pada mahasiswa.. Sampel yang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, peneliti meyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dan

Altun dan Erden, (2013) mengemukakan bahwa self regulated learning secara spesifik dipandang sebagai proses proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh

Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi self-regulated learning memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi akademik mahasiswa pascasarjana, namun

Hasil dan Pembahasan Korelasi antara Self Regulated Learning dengan Metakognitif Peserta Didik pada Mata Pelajaran Biologi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh