MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI
THE ACCURACY OF FINANCIAL DISTRESS PREDICTION USING MODEL OF ALTMAN, GROVER, AND ZMIJEWSKI ON MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK
EXCHANGE
Oleh
Rahadien Pamungkas 20120420466
FAKULTAS EKONOMI
THE ACCURACY OF FINANCIAL DISTRESS PREDICTION USING MODEL OF ALTMAN, GROVER, AND ZMIJEWSKI ON
MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
Rahadien Pamungkas 20120420466
FAKULTAS EKONOMI
xi
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ...iii
HALAMAN PERNYATAAN ...iv
HALAMAN MOTTO ...v
HALAMAN PERSEMBAHAN...vi
INTISARI ...vii
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR TABEL ...xiii
DAFTAR GAMBAR ...xiv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Penelitian ...1
B. Rumusan Masalah Penelitian ...5
C. Tujuan Penelitian ...5
D. Manfaat Penelitian ...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7
A. Landasan Teori ...7
B. Hipotesis ...12
C. Model Penelitian ...17
BAB III METODE PENELITIAN ...18
A. Obyek Penelitian ...18
B. Jenis Data ...18
C. Teknik Pengambilan Sampel ...18
D. Teknik Pengumpulan Data ...19
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...20
F. Uji Kualitas dan Instrumen Data ...24
xii
2. Menilai Model Fit dan Keseluruhan Model ...31
3. Menilai Kelayakan Data dan Model regresi ...31
4. Uji Koefisien Determinasi ...32
5. Uji Hipotesis (Uji Wald) ...33
C. Pembahasan ...36
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN LANJUTAN ...41
A. Simpulan ...41
B. Implikasi ...41
C. Keterbatasan dan Saran Penelitian Lanjutan ...42
DAFTAR PUSTAKA
xiii
4.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 29
4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 30
4.3 Perbandingan Nilai -2logLikelihood ... 31
4.4 Hasil Uji Kelayakan Data ... 31
4.5 Hasil Uji kelayakan Model ... 32
4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 32
4.7 Hasil Uji Hipotesis ... 33
4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Altman ... 33
4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Grover ... 33
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Zmijewski ... 34
4.11 Hasil Uji Tingkat Akurasi ... 35
viii ABSTRACT
This research aims to find predictors model of Financial Distresswhich are the most accurate in predicting the condition of Financial Distress at manufacturing companies. The populations/objects in this research are all of the manufacturing companies that listed on the Indonesia Stock Exchange (known as BEI) in 2014. In this research, the technique of sampling used is Purposive Sampling. The sample of this research totaled 110 manufacturing company. Total data in the research is 110 annual reports. Methods of analysis used were multiple linear regressions using SPSS program 15.00.
The results showed that the Model Model Altman, Grover, and Model Zmijewski can be used to predict the condition of Financial Distress. Between these three models, model Zmijewski is the most accurate model to predict the condition of Financial Distress at manufacturing companies.
Keywords: “Financial Distress”, Altman Model, Grover Model, and Zmijewsk Model.
vii
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014. Teknik pengambilan sampel menggunakan yaitu purposive sampling. Sampel penelitian ini berjumlah 110 perusahaan manufaktur. Total data dalam penelitian adalah 110 laporan tahunan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS 15.00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Altman, model Grover, Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress. Diantara ketiga model, model Zmijewski adalah model yang paling akurat dalam memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Secara umum perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh
profit yang akan digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan diharapkan mampu berkembang dan bertahan untuk jangka waktu
yang panjang sehingga dapat terhindar dari likuidasi. Namun pada
kenyataannya harapan perusahaan tidak selalu dapat berjalan seperti yang
diinginkan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam waktu tertentu
harus mengalami kebangkrutan. Indikator kebangkrutan perusahaan salah
satunya yaitu perusahaan dikeluarkan (delisting) dari BEI. Perusahaan yang
sudah delisted identik dengan bangkrut karena investor sudah tidak dapat
melakukan investasi pada perusahaan tersebut (Fatmawati, 2012).
Pada awal tahun 2015 Bursa Efek Indonesia mengumumkan
saham-saham delisting di BEI. Perusahaan yang sahamnya dikeluarkan dari BEI
yaitu Davomas Abadi Tbk. Perusahaan tersebut dicatat sebagai emiten di
Bursa Efek Indonesia pada tanggal 22 desember 1994 dan dikeluarkan
(delisting) BEI pada tanggal 21 januari 2015. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa perusahaan yang sudah lama beroperasipun beresiko mengalami
kebangkrutan. Melihat kondisi tersebut, analisis gejala-gejala kebangkrutan
seperti financial distress (kesulitan keuangan) sangat penting dilakukan.
yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi, yaitu tahap dimana
perusahaan mengalami penurunan kondisi keuangan.
Allah SWT berfirman dalam qur’an surat Al-Hasyr ayat 18
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat tersebut dapat diartikan bahwa manusia diperintahkan untuk selalu
melakukan introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih
baik (Haryanto, 2013). Analsis financial distress sangat penting dilakukan
oleh perusahaan. Analisis ini merupakan bentuk instropeksi perusahaan guna
memperbaiki perusahaan dimasa mendatang. Akan sangat penting jika
kondisi financial distress diketahui sejak dini, sehingga perusahaan dapat
melakukan berbagai alternatif kebijakan untuk memperbaiki kondisi
keuanganya sehingga perusahaan dapat terhindar dari kondisi kebangkrutan.
Selain perusahaan, analisis financial distress juga penting dilakukan
oleh investor. Investor membutuhkan informasi keuangan dalam memutuskan
apakah akan melakukan investasi atau tidak. Investor membutuhkan
informasi yang dapat menggambarkan kinerja keuangan perusahaan. Investor
hanya akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang kinerja
perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Analisis
financial distress akan membantu investor untuk mengetahui kondisi
keuangan suatu perusahaan sehingga investor dapat mengambil keputusan
dengan lebih baik.
Berbagai model analisis telah dikembangkan untuk memprediksi
financial distress sebagai tanda awal kebangkrutan suatu perusahaan. Model
analisis tersebut diantaranya adalah model Altman, model Grover, dan model
Zmijewski. Model-model tersebut menggunakan beberapa rasio keuangan
dalam memprediksi financial distress untuk mendapatkan score akhir.
Berdasarkan score yang dihasilkan, akan diidentifikasi apakah suatu
perusahaan diprediksi mengalami financial distress atau perusahaan tersebut
diprediksi sebagai perusahaan yang sehat. Penentuan kategori perusahaan
diprediksi mengalami financial distress atau sehat dapat dilihat berdasarkan
nilai cutoff. Setiap model memiliki standar nilai cutoff yang berbeda-beda.
Terdapat beberapa penelitian mengenai ketepatan prediksi financial distress
yang telah dilakukan sebelumnya, di antaranya yaitu Wulandari dkk. (2014),
Pambekti (2014), Hadi dan Anggraeni (2011), Rifqi (2009), Prihanthini dan
Sari (2013), Wulandari dkk (2014).
Penelitian Hadi dan Anggraeni (2011) membuktikan bahwa model
prediksi Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga prediktor yang
dianalisa yaitu Altman model, Zmijewski model dan Springate model.
Kemudian penelitian Prihanthini dan Sari (2013) membuktikan bahwa model
perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penelitian Pambekti (2013) menyimpulkan bahwa model Zmijewski adalah
model prediksi financial distress yang paling tepat digunakan untuk
memprediksi financial distress perusahaan di masa yang akan datang.
Hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan adanya inkonsistensi
hasil. Perbedaan tersebut disebabkan karena pada dasarnya setiap model
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Suatu model mungkin
tepat untuk jenis perusahaan tertentu namun bisa saja tidak tepat untuk jenis
perusahaan lainnya. Pada penelitian-penelitian terdahulu objek penelitian
hanya terbatas pada satu sub sektor perusahaan yang terdaftar di BEI.
Contohnya seperti pada penelitian Wulandari dkk (2014) dan penelitian
Prihantini dan Sari (2013), yang mana objek penelitian hanya terbatas pada
perusahaan food and beverage. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
bersifat general maka dibutuhkan penelitian yang lebih luas cakupannya,
yaitu dengan memperluas sampel penelitian. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “
Ketepatan Prediksi Financial Distress dengan Model Altman, Grover, dan Zmijewski pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
B. Rumusan Masalah Penelitian
Dari ketiga model (Altman, Grover dan Zmijewski), model prediksi
mana yang memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam memprediksi financial
distress?
C. Tujuan Penelitian
Untuk menguji model prediksi mana yang memiliki tingkat akurasi
tertinggi dalam memprediksi financial distress.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat di Bidang Teoritis
Penelitian ini akan memperkaya wawasan di bidang pendidikan
mengenai model-model prediksi financial distress yang dapat digunakan
sebagai alat analsis untuk memprediksi financial distress.
2. Manfaat di Bidang Praktik a. Bagi investor
Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada investor
mengenai model prediktor financial distress yang paling sesuai untuk
digunakan. Dengan model prediktor tersebut, investor dapat
memprediksi perusahaan apa saja akan mengalami financial distress
b. Bagi Perusahaan
Dengan diketahui model prediksi financial distress yang paling
akurat, perusahaan dapat menggunakanya untuk menganalisis apakah
perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami financial distress.
Perusahaan lebih baik mengetahui financial distress sejak dini sehingga
dapat melakukan tindakan-tindakan agar perusahaan dapat memperbaiki
kondisi keuangannya sehingga dapat kembali berjaya (corporate
turnaround) agar tidak berujung pada kebangkrutan.
c. Bagi Kreditur
Kreditur dapat menggunakan model prediktor financial distress
yang paling tepat untuk diterapkan sehingga dapat membantu dalam
mengambil keputusan kredit. Pengambilan keputusan kredit yang tepat
dapat menghindarkan kreditur dari berbagai kerugian yang mungkin
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Financial Distress.
Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan
perusahaan. Financial distress terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
atau likuidasi (Widarjo dan Setiawan, 2009). Menurut Adnan dan
Kurnasih (2000), financial distress merupakan keadaan perusahaan yang
mengalami kesulitan dalam menghasilkan laba atau perusahaan tersebut
mengalami defisit. Selain itu kondisi perusahaan yang mengalami
financial distress disampaikan oleh Anggarini dan Ardiyanto (2010), yang
menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress akan
menghadapi beberapa kondisi. Kondisi yang pertama yaitu perusahaan
mengalami kegagalan pembayaran kembali hutang yang sudah jatuh tempo
kepada kreditur. Kondisi yang kedua yaitu perusahaan tersebut berada
dalam kondisi yang tidak solvable (insolvable).
Untuk mengidentifikasi apakah suatu perusahaan berada dalam
kondisi financial distress juga dapat dilihat dari ketidakmampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibanya. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Wulandari dkk. (2014), yang menyatakan bahwa suatu
perusahaan diidentifikasi berada dalam kondisi financial distress jika
Purnajaya dan Merkusiwati berpendapat bahwa perusahaan dikatakan
mengalami kegagalan keuangan (financial distress) apabila perusahaan
mengalami kesulitan dana. Dalam hal ini dana dapat diartikan sebagai
dana dalam pengertian kas maupun dana dalam pengertian modal kerja.
Menurut Pambekti (2013) pemicu terjadinya financial distress
suatu perusahaan disebabkan karena terganggunya modal kerja yang akan
mengganggu operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan
menurun. Selain itu terjadinya financial distress banyak dipengaruhi oleh
faktor kebijakan internal yang pada akhirnya membawa perusahaan pada
kebangkrutan. Menurut penelitian Gamayuni (2011), penyebab
kebangkrutan dapat berasal dari faktor internal dan eksternal perusahaan.
Faktor internal antara lain kurangnya pengalaman manajemen dan
kurangnya pengetahuan dalam mempergunakan asset dan liabilities secara
efektif. Faktor eksternal yaitu inflasi, sistem pajak dan hukum, depresiasi
mata uang asing, dan alasan lainnya.
2. Model Altman.
Wulandari dkk (2014) menjelaskan bahwa dalam model Altman
dikembangkan menggunakan model step-wise Multivariate Discriminant
Analysis (MDA). MDA merupakan teknik statistika yang yang biasa
digunakan untuk membuat model yang mana variabel dependennya
merupakan variabel kualitatif. Output dari teknik MDA yaitu persamaan
linear yang bisa membedakan antara dua keadaan variabel dependen.
mengembangkan model kebangkrutan dengan menggunakan 22 rasio
keuangan yang diklasifikasikan kedalam lima kategori yaitu likuiditas,
profitabilitas, leverage, rasio uji pasar dan aktivitas.
Penelitian Adnan dan Arisudhana (2010) menjelaskan bahwa
model refisi Altman merupakan model yang memperbaiki model Altman
sebelumnya. Model Altman sebelumnya hanya dapat digunakan pada
perusahaan manufaktur, sedangkan model yang telah direvisi dapat
digunakan pada perusahaan manufaktur maupun jenis perusahaan lainya.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Fatmawati (2012) yang
menyatakan bahwa revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan
penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan tersebut
tidak hanya untuk perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga
dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan di sektor swasta. Model
refisi Altman (1993) juga telah digunakan dalam penelitian Hadi dan
Anggraeni (2011) yang juga digunakan dalam penelitian ini.
Berikut ini merupakan persamaan model Altman yang digunakan
untuk memprediksi financial distress:
Z’= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,988X5
Keterangan:
X1 :Working capital to total asset (WCTA)
X2 : Retained earning to total asset (RETA)
X3 : Earning before interest and taxes to total asset (EBITTA)
X5 : Sales / total asset (SATA)
Setelah diketahui hasil skor berdasarkan perhitungan, selanjutnya
Altman menggunakan nilai cutoff 2,675 dan 1,81 dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Perusahaan yang mempunyai skor Z>2,675 diklasifikasikan sebagai
perusahaan sehat.
b. Perusahaan yang mempunyai skor Z<1,81 diklasifikasikan sebagai
perusahaan potensial bangkrut.
c. Perusahaan yang mempunyai skor 1,81≤ Z ≤ 2,675 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.
3. Model Grover.
Dalam penelitian Prihanthini dan Sari (2013) dijelaskan bahwa
model grover merupakan model yang ciptakan oleh Jeffrey S. Grover
dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model
Altman Z-score. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model
Altman Z-score dengan menambah 13 rasio keuangan baru. Berdasarkan
penelitianya tersebut maka diperoleh sebuah persamaan sebagai :
Score = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057 Keterangan :
X1 : Working capital/ total asset (WCTA)
X3 : Earning before interest and taxes / total asset (EBITTA)
Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan
bangkrut apabila skor yang dihasilkan berdasarkan perhitungan persamaan
kurang dari atau sama dengan -0,02 (Z ≤ -0,02). Sedangkan nilai untuk perusahaan yang dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut atau sehat
adalah lebih dari atau sama dengan 0,01 (Z ≥ 0,01).
4. Model Zmijewski.
Dalam penelitian Fatmawati (2012) dijelaskan bahwa model
Zmijewski menggunakan analisis rasio yang digunakan untuk mengukur
kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Berikut ini merupakan
persamaan model Zmijewski:
Z = -4,3 –4,5XΌ+ 5,7X- 0,004XΎ Keterangan:
XΌ= Return On Asset (ROA)
X= Debt Ratio (TLTA)
XΎ= Current Ratio (CACL)
Cutoff yang berlaku pada model zmijewski adalah 0. Artinya, jika
perusahaan memiliki skor lebih besar dari atau sama dengan 0, maka
perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami financial distress dimasa
depan. Namun jika nilai skor perusahaan kurang dari 0 maka perusahaan
tersebut diprediksi tidak akan mengalami finnancial distress (Wulandari,
B. Hipotesis
1. Model Altman terhadap Financial Distress.
Model Altman menggunakan lima rasio keuangan dalam
memprediksi kondisi financial distress. Kelima rasio yang digunakan
model Altman yaitu Working Capital to Total Asset (WCTA), Retained
Earning to Total Assets (RETA), Earning before interest and taxes to total
asset (EBITTA), Market Value Equity to Book Value of Total Debt
(MVEBTB), dan sales to total asset (SATA). Semakin tinggi skor Altman
yang di hasilkan maka Kemungkinan perusahaan mengalami kondisi
Financial distress akan semakin kecil.
Rasio yang pertama yaitu Working Capital to Total Asset. Rasio
ini mengukur likuiditas suatu perusahaan. Semakin tinggi modal kerja
(Working Capital) maka kondisi keuangan perusahaan semakin baik.
Semakin baik kondisi keuangan perusahaan maka perusahaan akan
semakin terhindar dari financial distress. Menurut penelitian Takarini dan
Ekawati (2003), semakin tinggi Working Capital To Total Asset (WCTA)
memperlihatkan semakin besar pula modal kerja yang diperoleh
perusahaan. Semakin besar modal kerja, maka semakin lancar operasional
perusahaan yang berdampak pada peningkatan pendapatan yang disertai
dengan peningkatan laba.
Rasio kedua yang digunakan dalam model Altman yaitu Retained
Earning to Total Assets (RETA). Menurut Kartikawati (2012) rasio laba
rasio yang menggambarkan efisiensi usaha. Selain itu, rasio tersebut juga
memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.
Rasio yang ketiga yaitu rasio Earning before interest and taxes to
total asset (EBITTA). Menurut Kartika (2012) rasio EBIT terhadap total
aktiva (Earning before interest and taxes to total asset) merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur produktivitas aktiva perusahaan dalam
menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak.
Rasio yang kempat yaitu Market Value Equity to Book Value of
Total Debt (MVEBVD) atau Rasio modal sendiri terhadap total utang.
Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui
modal sendiri (Kartika, 2012).
Rasio yang terakhir yaitu Sales to Total Assets (SATA). Rasio
penjualan terhadap total aktiva merupakan rasio yang menggambarkan
kemapuan perusahaan untuk meningkatkan penjualan dari aktiva
perusahaan. Rasio ini juga memperlihatkan kemampuan manajemen dalam
menghadapi kondisi yang kompetitif (Kartika 2012).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa model Altman dapat digunakan untu memprediksi financial
distress.Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Penelitian Pambekti (2014) yang membuktikan
bahwa model Altman dapaat digunakan untuk memprediksi financial
Altman dapat digunakan untuk memprediksi kesulitan keuangan
perusahaan. Penelitian Hadi dan Anggraeni (2011) membuktikan bahwa
model prediksi Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga
prediktor yang dianalisa dalam penelitianya yaitu Altman model,
Zmijewski model dan Springate model. Berdasarkan uraian diatas peneliti
mengajukan hipotesis satu, yaitu :
H1: Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial
distress.
2. Model Grover terhadap Financial distress.
Model grover menggunakan tiga rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress. rasio pertama yaitu rasio working
capital to total assets (WCTA). Rasio ini akan memperlihatkan likuiditas
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka perusahaan akan terhindar dari
financial distress. Rasio selanjutnya yaitu EBIT to Total Assets (EBITTA).
Rasio ini akan memperlihatkan tingkat produktivitas aktiva dalam
menghasilkan laba sebelum pajak dan bunga. Semakin tinggi rasio ini
maka perusahaan akan semakin terhindar dari financial distress. rasio yang
terakhir yaitu ROA. Menurut Herdiningtyas (2006) ROA merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam
memperoleh laba yang dihasilkan dari rata-rata aset. Semakin besar ROA,
maka semakin kecil kemungkinan perusahaan dalam kondisi bermasalah.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diatrik kesimpulan
financial distress. Hal tersebut didukung penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Penelitian Pambekti (2014) membuktikan bahwa model
Grover dapat digunakan untuk memprediksi Financial Distress. Penelitian
Prihanthini dan Sari (2013) membuktikan bahwa model Grover merupakan
model prediksi yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food and
Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti mengajukan hipotesis dua, yaitu:
H2: Model Grover dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial
distress.
3. Model Zmijewski terhadap Financial Distress
Model Zmijewski menggunakan tiga rasio keuangan. Rasio yang
pertama yaitu ROA. Rasio ini akan menunjukkan tingkat kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari rata-rata asetnya. Semakin
tinggi ROA maka kondisi kesehatan perusahaan semakin baik. Rasio
selanjutnya yaitu Debt Ratio. Rasio ini akan mengukur tingkat persentase
aktiva yang di biayai oleh hutang. Rasio yang terakhir yaitu Current Ratio.
Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan. likuiditas
merupakan kempuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibanya, maka perusahaan tersebut dikatakan sebagai perusahaan
yang sehat.
Penelitian Pambekti (2014), Wulandari (2014), Prihantini dan sari
dapat digunakan untuk memprediksi Financial Distress. Hasil penelitian
Fatmawati (2012) memperlihatkan bahwa model Zmijewski merupakan
prediktor delisting terakurat. Penelitian Pambekti (2014) menyimpulkan
bahwa model Zmijewski adalah model prediksi financial distress yang
paling tepat digunakan untuk memprediksi financial distress perusahaan di
masa yang akan datang. Berdasarkan uraian diatas peneliti mengajukan
hipotesis tiga, yaitu :
H3: Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kondisi
financial distress.
4. Model Altman Memiliki Tingkat Akurasi Tertinggi dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress
Model Altman merupakan model kebangkrutan yang
dikembangkan menggunakan 22 rasio keuangan yang kemuadian
diklasifikasikan kedalam lima kategori yaitu likuiditas, profitabilitas,
leverage, rasio uji pasar dan aktivitas (Adnan dan Arisudhana, 2010).
Model Altman menggunakan rasio keuangan lebih banyak
dibandinngkan dengan kedua model lainnya (model Grover dan
Zmijewski). Model Altman menguji kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan lima aspek (likuiditas, profitabilitas, leverage, rasio uji pasar
dan aktivitas), sedangkan Model Zmijewski dan Grover hanya melihat dari
tiga aspek.
Penelitian Hadi dan Anggraeni (2011) membuktikan bahwa model
yang dianalisa yaitu Altman model, Zmijewski model dan Springate
model.Berdasarkan hal tersebut peneliti mengajukan hipotesis yang empat
yaitu :
H4: Model Altman Memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam memprediiksi
kondisi financial distress.
C. Model Penelitian
Gambar 2.1 Model Penelitian Model Altman (X1)
Model Grover (X2) Financial Distress (Y)
18 A. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang terdaftar di BEI
merupakan perusahaan yang go public. Setiap perusahaan yang go public
diwajibkan untuk mempublikasikan laporan keuangan tahunan sehingga data
tersebut memungkinkan diperoleh dalam penelitian ini.
B. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara. Data yang diperoleh peneliti berupa laporan
keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2014.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2014. Pemilihan sampel dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan teknik pusposive sampling. Teknik penyampelan ini
merupakan teknik pemilihan sampel yang ditentukan berdasarkan
berupa kriteria umum dan kriteria khusus. Kriteria umum merupakan kriteria
yang harus dipenuhi oleh seluruh sampel, yaitu :
a. Perusahaan harus memiliki data keuangan tahun 2014 (laporan laba
rugi, laporan posisi keuangan, dan arus kas) dengan lengkap.
b. Perusahaan menyajikan data keuangan lengkap yang berkaitan dengan
variabel penelitian.
Kriteria khusus digunakan untuk menentukan apakah perusahaan
mengalami financial distress atau tidak. Perusahaan dikatakan mengalami
financial distress apabila:
a. Perusahaan tersebut memiliki ekuitas negatif. Ekuitas negatif berarti
total utang perusahaan melebihi total asetnya (TL>TA). (Luciana,
2006); atau
b. Perusahaan tersebut memiliki net income negatif selama 2 tahun
berturut-turut. (Luciana, 2006).
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode arsip. Artinya
data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data yang dicatat oleh
pihak lain. Data tersebut berupa laporan keuangan perusahaan tahun 2014.
Dimana sumber data tersebut diperoleh dari Pusat Inforrmasi Pasar modal
(PIPM), Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan juga
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress.
variabel financial distress disajikan dalam bentuk variabel dummy, 1
untuk perusahaan yang mengalami financial distress dan 0 untuk
perusahaan yang tidak mengalami financial distress.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu model Altman,
model Grover, dan model Zmijewski yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Model Altman
Z = 0,717 WCTA + 0,847 RETA + 3,107 EBITTA + 0,420
MVEBVD + 0.998 SATA
b. Model Grover
Score = 1,650 WCTA + 3,404 EBITTA - 0,016 ROA + 0,057
c. Model Zmijewski
X = -4,3 - 4,5 ROA + 5,7 TLTA - 0,004 CACL
Berikut ini akan diuraikan cara pengukuran atau operasionalisasi
untuk seluruh variabel yang terdapat dalam keempat model penelitian di
atas.
1) Working capital/total asset (WCTA)
Variabel ini merupakan variabel untuk mengukur likuiditas
perusahaan. Variabel ini digunakan dalam 2 model, yaitu Altman,
yang digunakan dalam penelitian Cahyaningrum dan Haryanto
(2012).
WCTA = (Aset Lancar – Hutang Lancar)/Total Aset Semua data diperoleh dari laporan posisi keuangan perusahaan.
2) Retained Earnings/Total asset (RETA)
Variabel ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba ditahan dari total aset perusahaan (Ardiyanto
dan Prasetiono, 2011). Variabel ini hanya digunakan pada model
Altman saja. Variabel ini dihitung dengan cara sebagai berikut:
RETA = Laba ditahan/Total Aset
Rumus tersebut sesuai dengan rumus yang digunakan dalam
penelitian Ardiyanto dan Prasetiono (2011). Semua data
diperoleh dari lapoaran posisi keuangan perusahaan.
3) Earnings before interest and taxes/total asset (EBITTA) Variabel ini merupakan variabel yang mengukur
profitabilitas perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktifitas perusahaan
sebelum bunga dan pajak (Maryati dan Zulkarnain, 2014).
Variabel ini digunakan dalam 2 model yaitu Altman dan Grover.
Rumus EBITTA dalam penelitian ini sesuai dengan yang
digunakan dalam penelitian Maryati dan Zulkarnain (2014).
Pendapatan sebelum bunga dan pajak diperoleh dari laporan
laba rugi, sedangkan total aset diperoleh dari neraca perusahaan.
4) Market value of equity/book value of total debt (MVEBVD) Variabel ini merupakan variabel yang menunjukkan nilai
sebuah perusahaan di mata investor dalam pasar aktif (pasar
modal). Variabel ini digunakan dalam model Altman saja.
Rumus MVBEVD dalam penelitian ini sesuai dengan yang
digunakan dalam penelitian Rismawati (2008).
MVEBVD = (harga saham x jumlah saham beredar)/Total Hutang
Harga saham diperoleh dari laporan tahunan. Sedangkan jumlah
saham beredar serta total liabilities diperoleh dari laporan posisi
keuangan perusahaan.
5) Sales/Total asset (SATA)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menciptakan penjualan dengan
aset yang ada. Variabel ini digunakan dalam model Altman.
Cara menghitung SATA dalam penelitian Ardiyanto dan
Prasetiono (2011) adalah sebagai berikut:
SATA = Penjualan/Total Aset
Nilai penjualan diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan nilai
6) Total liabilities/total asset (TLTA)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur likuiditas
perusahaan secara total. Variabel ini digunakan dalam model
Zmijewski. Perhitungan TLTA dalam penelitian ini
menggunakan rumus yang digunakan dalam penelitian
Ardiyanto dan Prasetiono (2011) yaitu:
TLTA = Total Hutang/Total Aset
Semua data diperoleh dari laporan posisi keuangan perusahaan.
7) Return On Asset (ROA)
Variabel ini merupakan variabel yang mengukur
profitabilitas perusahaan. Variabel ini digunakan pada model
Grover dan Zmijewski. Rumus ROA dalam penelitian ini sesuai
dengan yang digunakan dalam penelitian Dewi (2013).
ROA = Laba setelah pajak / total aset
Laba bersih diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan total
aset diperoleh dari laporan posisi keuangan.
8) Current asset/current liabilities (CACL)
Variabel ini hanya digunakan di model Zmijewski.
Perhitungan TLTA dalam penelitian ini menggunakan rumus
yang digunakan dalam penelitian Ardiyanto dan Prasetiono
(2011) yaitu:
CACL = current asset/current liabilities
F. Uji Kualitas dan Instrumen Data 1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif merupakan suatu teknik analisis
yang menggambarkan data-data yang telah terkumpul secara
deskriptif sehingga tercipta sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Analisis statistika deskriptif ini memiliki tujuan untuk memberikan
gambaran (deskripsi) mengenai suatu data agar data yang tersaji
menjadi mudah dipahami dan informatif bagi pembaca. Statistik
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rata – rata
(mean), standart deviasi (standard deviation), dan
maksimum-minimum.
Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata – rata
populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi untuk menilai
dispersi rata – rata dari smpel. Maksimum-minimum digunakan untuk
melihat nilai minimum dan maksimum dari populasi. Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari smpel yang
berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel
penelitian.
2. Menilai Model Fit dan keseluruhan model (Overall Model Fit) Penilaian model fit dilakukan melalui pengujian
berdasarkan fungsi LikelihoodL. LikelihoodL dari model adalah
probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data
cara membandingkan antara nilai -2Log Likelihood awal dengan
nilai -2Log Likelihood akhir. Output pada SPSS memberikan dua
nilai -2Log Likelihood. Nilai -2Log Likelihood awal menunjukkan
model yang hanya memasukkan konstantanya saja. -2Log Likelihood
akhir menunjukkan model dengan konstanta ditambah variable
bebas. Apabila nilai -2LL awal atau pada saat blocknumber = 0 lebih
besar daripada nilai -2LL akhir atau pada saat blocknumber = 1,
maka dapat disimpulkan bahwa model regresi menjadi lebih baik
atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data
(Yuanita, 2010).
3. Menilai Kelayakan Data dan Model regresi
Kelayakan data diuji menggunakan Omnibus Test of
Model. Data dikatakan layak apabila hasil pengujian menunjukkan
nilai sig < alpha (0,05). Kelayakan model regresi dinilai
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodnes of Fit Test
(Noverio, 2011). Berikut merupakan hipotesis yang digunakan
untuk menilai kelayakan model regresi:
H0: Tidak ada perbedaan antara model dengan data.
Ha: Ada perbedaan antara model dengan data.
H0 diterima apabila nilai Hosmer and Lemeshow’s
Goodnes of Fit > 0,05, yang artinya data empiris cocok atau sesuai
perbedaan antara model dengan data sehingga model data
dikatakan fit (Ghozali, 2011).
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (Nagelkerke’s R square) digunakan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan model dalam
menjelaskan variasi variabel dependen. Hal ini sesuai dengaan
pernyataan Ghozali (2011) yang menyatakan bahwa nilai
Nagelkerke’s R2 menjelaskan besarnya variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel
independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai
dengan satu. Apabila nilai Nagelkerke’s R2 semakin kecil, maka
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen rendah. Apabila nilai Nagelkerke’s R2 mendekati
satu, maka variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik biner (Regresi Binary Logistic). Analisis ini dipilih agar
dapat melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen yang berbentuk variabel biner (Wiyono, 2011). Regresi
tidak terpenuhi. Hal tersebut dikarenakan variabel bebas merupakan
campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik)
(Ghozali, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan regresi
logistik tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel bebasnya.
Model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
= + � + � � + � + �
Dimana:
Zi : Financial distress (1 = finacial distress dan 0 = non
financial distress)
α : Konstanta
�1, … , �3 : Koefisien
Altman :Model Altman
Grover :Model Grover
Zmijewski : Model Zmijewski
e : Error
Berikut merupakan kriteria penerimaan hipotesis
a. Hipotesis 1 sampai 3
Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam pengujian hipotesis
adalah 95% atau taraf signifikasi 5% (α = 0,05). Jika nilai sig Wald test
pengaruh yang signifikan atau model dapat digunakan sebagai prediktor
financial distress.
b. Hipotesis 4
Hipotesis 4 di uji dengan cara membandingkan nilai Nagelkerke
R2. Model prediktor financial distress dengan Nagelkerke’s R2 tertinggi
menggambarkan bahwa model tersebut memiliki tingkat akurasi
tertinggi dibandingkan dengan model-model lainnya yang diteliti dalam
penelitian ini. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Ghozali (2011)
yang menyatakan bahwa nilai Nagelkerke’s R2 menjelaskan besarnya
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas
variabel independen.
Nilai Nagelkerke’s R2 setiap model didapat dengan cara melakukan
pengujian ulang masing-masing model prediktor financial distress.
pada proses ini terdapat tiga pengujian, yang meliputi:
1) Model Altman terhadap Financial distress
2) Model Grover terhadap Financial distress
3) Model Zmijewski terhadap Financial distress
Pengujian kali ini hanya berfokus pada nilai Nagelkerke’s R2 dan
29
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam
kelompok industri manufaktur di Bursa Efek Indonesi (BEI) tahun 2014.
Berdasarkan metode purposive sampling, diperoleh sampel perusahaan yang
[image:39.595.132.493.350.540.2]disajikan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel
Uraian Jumlah
Perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada tahun 2014 151 Perusahaan manufaktur yang tidak mengungkapkan laporan
tahunan atau annual report dan financial report selama tahun 2014
12
Data-data mengenai variabel penelitian tidak tersedia lengkap dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang diterbitkan pada tahun 2014
29
Total Sampel 110
Total Data 110
Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2014 berjumlah 151 perusahaan. Seluruh
perusahaan tersebut selanjutnya melalui tahap pemilihan sampel, sehingga
diperoleh 110 perusahaan yang sesuai dengan kriteria pemilihan sampel
penelitian. Kemudian jumlah sampel tersebut dikalikan dengan lamanya
penelitian ini yaitu sebanyak 110 data laporan tahunan perusahaan
manufaktur.
B. Hasil Penelitian
1. Analisis Statistik Deskriptif
[image:40.595.152.505.340.436.2]Hasil pengujian statistik deskriptif dijelaskan dalam tabel 4.2
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber : Output SPSS
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jumlah data yang digunakan
sebanyak 110. Variabel Financial distress memiliki rata-rata sebesar 0,14
dengan nilai standar deviasi sebesar 0,345. Nilai rata-rata tersebut hampir
mendekati 0,00 yang artinya mayoritas sampel penelitian merupakan
perusahaan non financial distress. Model Altman memiliki nilai rata-rata
sebesar 3,108648 dengan standar deviasi 3,6661916. Model Grover
memiliki nilai rata-rata sebesar 0,509181 dengan standar deviasi
1,1828695. Model Zmijewski memiliki nilai rata-rata sebesar -1,346023
dengan standar deviasi 3,5275980.
Descriptive Statistics
110 0 1 ,14 ,345
110 -6,7061 16,9153 3,108648 3,6661916
110 -5,1268 6,4167 ,509181 1,1828695
110 -21,5187 17,2824 -1,346023 3,5275980 110
Financial distress Model Altman Model Grov er Model Zmijewski Valid N (listwise)
2. Menilai Model Fit dan Keseluruhan Model Tabel 4.3
Perbandingan Nilai -2LogLikelihood -2 Log likelihood Nilai Awal (Block Number = 0) 87,628 Akhir (Block Number = 1) 39,052
Tabel 4.3 memperlihatkan nilai -2LogLikelihood awal sebesar
87,628 dan nilai -2LogLikelihood akhir sebesar 39,052, yang berarti
terjadi penurunan nilai sebesar 42,576. Penurunan nilai tersebut
membuktikan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.
3. Menilai Kelayakan Data dan Model Regresi
Tabel 4.4 menjelaskan hasil uji kelayakan data. Hasil pengujian pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai Sig (0,00) < alpha (0,05). Hal
[image:41.595.156.508.527.599.2]tersebut dapat diartikan bahwa data penelitian layak digunkan.
Tabel 4.4
Hasil Uji Kelayakan Data
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.5 merupakan hasil pengujian kelayakan model regresi. Omnib us Tests o f Model Coefficien ts
48,576 3 ,000
48,576 3 ,000
48,576 3 ,000
St ep Block Model St ep 1
Tabel 4.5
Hasil Kelayakan Model
Sumber: Output SPSS
Hasil pengujian pada Tabel 4.5 memperlihatkan nilai sig sebesar
0,993 > alpha (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
layak digunakan untuk melanjutkan pengujian dalam penelitian ini.
4. Uji Koefisien Determinasi
[image:42.595.197.427.420.481.2]Tabel 4.6 merupakan hasil pengukuran koefisien determinasi.
Tabel 4.6
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.6 memperlihatkan nilai Nagelkerke R Square sebesar
0,650, yang artinya variabel independen (model Altman, Model Grover
dan Model Zmijewski) mampu menjelaskan variabel dependen (financial
distress) sebesar 65% dan sisanya di jelaskan variabel lain yang tidak
diteliti.
Hosmer and Lemeshow Test
1,456 8 ,993
Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
39,052a ,357 ,650
St ep 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
5. Uji Hipotesis (Uji Wald)
Hasil pengujian hipotesis satu sampai hipotesis tiga dapat dilihat
dalam Tabel 4.7. Hasil pengujian hipotesis empat dapat dilihat dalam
[image:43.595.157.521.271.351.2]Tabel 4.8 sampai Tabel 4.10
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Altman
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.9
Uji koefisien Determinasi Model Grover
Sumber: Output SPSS
Variables in the Equation
-,448 ,221 4,105 1 ,043 ,639
-1,839 ,810 5,157 1 ,023 ,159
,534 ,162 10,843 1 ,001 1,706
-,999 ,503 3,949 1 ,047 ,368
Altman Grov er Zmijewski Constant Step 1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: Altman, Grov er, Zmijewski. a.
Model Summary
62,339a ,205 ,374
St ep 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminat ed at iteration number 7 because parameter est imat es changed by less than ,001. a.
Model Summary
57,018a ,243 ,442
St ep 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Tabel 4.10
Uji Koefisien Determinasi Model Zmijewski
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui persamaan regresi logistik
adalah sebagai berikut:
a. Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa nilai sig untuk model Altman
sebesar 0,043 < alpha 0,05, dengan nilai koefisien regresi sebesar
-0,488, sehingga hipotesis H1 diterima. Hal tersebut berarti
komponen-komponen dalam model Altman berpengaruh signifikan terhadap
financial distress, sehingga dapat disimpulkan model Altman dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
b. Model Grover dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa nilai sig untuk model Grover
sebesar 0,023 < alpha 0,05, dengan nilai koefisien regresi sebesar
-1,839 sehingga hipotesis H2 diterima. Hal tersebut berarti
komponen-Model Summary
55,580a ,253 ,460
St ep 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminat ed at iteration number 6 because parameter est imat es changed by less than ,001. a.
komponen dalam model Grover berpengaruh signifikan terhadap
financial distress, sehingga dapat disimpulkan model Grover dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
c. Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distres
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa nilai sig untuk model
Zmijewski sebesar 0,001 < alpha 0,05, dengan nilai koefisien regresi
sebesar 0,354 H3 diterima. Hal tersebut berarti komponen-komponen
dalam model Zmijewski berpengaruh signifikan terhadap financial
distress, sehingga dapat disimpulkan model Zmijewski dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
[image:45.595.217.460.474.597.2]d. Model Altman Memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam memprediiksi kondisi financial distress
Tabel 4.11
Hasil Uji Tingkat Akurasi
No Model prediktor Nagelkerke R2
1 Model Zmijewski 0,460
2 Model Grover 0,442
3 Model Altman 0,374
Tabel 4.11 menggambarkan urutan tingkat Akurasi di mulai
dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Model dengan
tingkat akurasi tertinggi yaitu Model Zmijewski (0,460) kemudian
model Grover (0,442) dan yang paling rendah adalah model Altman
model Altman bukan merupakan prediktor financial distress yang
memiliki tingkat akurasi tertinggi diantara tiga variabel independen
yang diteliti. Model yang paling akurat dalam memprediksi financial
distress pada perusahaan manufaktur adalah model Zmijewski.
[image:46.595.115.509.302.441.2]Secara keseluruhan, hasil pengujian hipotesis disajikan pada tabel 4.12
Tabel 4.12
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Kode Hipotesis Hasil
H1 Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
Diterima
H Model Grover dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
Diterima
H3 Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress.
Diterima
H Model Altman Memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam memprediiksi kondisi financial distress
Ditolak
C. Pembahasan
1. Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model Altman mampu
memprediksi kondisi financial distress. Hal ini menunjunjukkan bahwa
rasio-rasio keuangan yang digunakan pada model Altman mampu
menggambarkan kondisi financial distress suatu perusahaan. Model
Atman mampu memprediksi kondisi financial distress karena kelima rasio
Rasio keuangan yang digunakan adalah WCTA, RETA, EBITTA
MVEBVD, dan SATA. Kelima rasio keuangan tersebut menggambarkan
kondisi keuangan perusahaan, dimana kondisi keuangan sangat erat
kaitanya dengan kondisi financial distress.
Menurut Hapsari (2007) Working Capital to Total Asset
merupakan rasio yang mengukur likuiditas suatu perusahaan. likuiditas
tentu tentu berkaitan erat dengan kondisi financial distress. Semakin tinggi
modal kerja (Working Capital) maka kondisi keuangan perusahaan
semakin baik dan kemungkinan mengalami kondisi financial distress akan
semakin kecil. Retained Earning to Total Assets memperlihatkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan (Kartika, 2012).
rasio Earning before interest and taxes to total asset mengukur
produktivitas aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga
dan pajak. Market Value Equity to Book Value of Total Debt (Rasio modal
sendiri terhadap total utang). Rasio ini merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan
kepada setiap hutangnya melalui modal sendiri (Kartika, 2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Pambekti (2014) yang
membuktikan bahwa model Altman dapat digunakan untuk memprediksi
financial distress. selain itu penelitian penelitian Wulandari dkk. (2014)
juga membuktikan bahwa model Altman dapat digunakan untuk
2. Model Grover dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model Grover mampu
memprediksi kondisi financial distress. Hal ini menunjunjukkan bahwa
rasio-rasio keuangan yang digunakan pada model Grover mampu
menggambarkan kondisi financial distress suatu perusahaan. Model grover
menggunakan tiga rasio keuangan untuk memprediksi financial distress.
rasio pertama yaitu rasio working capital to total assets. Rasio ini
akan memperlihatkan likuiditas perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka
perusahaan akan terhindar dari financial distress. Rasio selanjutnya yaitu
EBIT to Total assets. Rasio ini akan memperlihatkan tingkat produktivitas
aktiva dalam menghasilkan laba sebelum pajak dan bunga. Semakin tinggi
rasio ini maka perusahaan akan semakin terhindar dari financial distress.
Rasio yang terakhir yaitu ROA. Menurut Herdiningtyas (2006) ROA
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
dalam memperoleh laba yang dihasilkan dari rata-rata aset. Semakin besar
ROA, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan dalam kondisi
bermasalah.
Hasil ini konsisten dengan dengan penelitian Pambekti (2014)
membuktikan bahwa model Grover dapat digunakan untuk memprediksi
Financial Distress. Penelitian Prihanthini dan Sari (2013) membuktikan
diterapkan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
3. Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model Zmijewski mampu memprediksi kondisi financial distress. Hal ini menunjunjukkan bahwa
rasio-rasio keuangan yang digunakan pada model Zmijewski mampu
menggambarkan kondisi financial distress suatu perusahaan. Model
Zmijewski menggunakan tiga rasio keuangan. Rasio yang pertama yaitu
ROA. ROA yaitu perbandingan antara laba setelah pajak denganjumlah
aktiva (Cahyaningrum dan Haryanto, 2012). Rasio ini akan menunjukkan
tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari rata-rata
asetnya. Semakin tinggi ROA maka kondisi kesehatan perusahaan semakin
baik, dan kemungkinan mengalami kondisi financial distress akan semakin
kecil.
Rasio kedua yaitu Debt Ratio. Rasio ini akan mengukur tingkat
persentase aktiva yang di biayai oleh hutang. Rasio yang terakhir yaitu
Current Ratio. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan.
likuiditas merupakan kempuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibanya, maka perusahaan tersebut dikatakan sebagai
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pambekti (2014),
Wulandari (2014), Prihantini dan sari (2013), dan Vatmawati (2012)
membuktikan bahwa model Zmijewski dapat digunakan untuk
memprediksi Financial Distress. Hasil penelitian Vatmawati (2012)
memperlihatkan bahwa model Zmijewski merupakan prediktor delisting
terakurat. Penelitian Pambekti (2014) menyimpulkan bahwa model
Zmijewski adalah model prediksi financial distress yang paling tepat
digunakan untuk memprediksi financial distress perusahaan di masa yang
akan datang.
4. Model Altman Memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam memprediiksi kondisi financial distress
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model yang memiliki tingkat
akurasi paling tinggi dalam memprediksi financial distress adalah Model
Zmijewski. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prediktor
financial distress yang paling sesuai untuk di terapkan pada perusahaan
manufaktur adalah model Zmijewski. Hasil pengujian ini sesuai dengan
hasil penelitian Fatmawati (2012) yang memperlihatkan bahwa model
Zmijewski merupakan prediktor delisting terakurat. Selain itu, penelitian
Pambekti (2014) juga menyimpulkan bahwa model Zmijewski adalah
model prediksi financial distress yang paling tepat digunakan untuk
41
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN
PENELITIAN LANJUTAN
A. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat ketepatan model
Altman, model Grover dan model Zmijewski dalam memprediksi kondisi
financial distress pada perusahaan manufaktur. Hasil perbandingan ketiga
model prediksi funancial distress menunjukkan bahwa tingkat akurasi
prediksi financial distress tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu
model Zmijewski, model Grover dan Model Altman.
Model Zmijewski memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam
memprediksi kondisi financial distress didasarkan pada hasil uji koefisien
detertminasi. Model Zmijewski memiliki nilai nagelkerke R square paling
tinggi diantara tiga model yang diuji. Jika dibandingkan dengan dua model
lainya, persamaan model Zmijewski memiliki karakteristik yang berbeda.
Model Zmijewski lebih menekankan pada ukuran utang, sedangkan dua
model lainya lebih menekankan pada ukuran profitabilitas.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder yang
Stakeholder membutuhkan informasi mengenai kondisi kesehatan
keuangan perusahaan agar dapat mengambil berbagai keputusan yang
tepat.
Salah satu stakeholder adalah investor. Untuk mengambil
keputusan mengenai investasinya di suatu perusahaan, investor
membutuhkan informasi kesehatan keuangan perusahaan tersebut.
Kesehatan keuangan perusahaan dapat diketahui dengan melihat
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Untuk
memprediksi kondisi financial distress diperlukan sebuah alat yang
tepat dan sesuai. Dengan menggunakan alat yang tepat, investor dapat
memperoleh hasil yang akurat mengenai kondisi kesehatan keuangan
perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai
investasi yang dilakukanya.
C. Keterbatasan dan Saran Penelitian Lanjutan
1. Model prediksi financial distress sudah banyak dikembangkan,
namun penelitian ini hanya membandingkan tiga model prediktor
fianancial distress saja. Penelitian selanjutnya sebaiknya
membandingkan lebih banyak model prediksi financial distress,
seperti Ohlson, Springate, Fulmer, Ca-Score dll, Sehingga hasil
penelitian benar-benar mampu menjawab prediktor financial
2. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini hanya
terbatas pada perusahaan manufaktur saja. Penelitian selanjutnya
sebaiknya memperluas sampel penelitian untuk mendapatkan hasil
Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemahannya. 2014. Solo: Kementerian Agama RI.
Adnan, H., dan Arisudhana, D., 2010, “Analisis Kebangkrutan Model Altman
Z-Score dan Springate pada Perusahaan Industri Property”,PhD Thesis, Universitas Budi Luhur.
Adnan, M., A., dan Kurniasih, E., 2000, "Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Dengan
Pendekatan Altman (The Analysis of Corporates’ Health to Predict
Their Bankruptcy Potentials Using The Altman Model)." Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI,)Vol. 7, No. 2.
Anggarini, T., V., dan Ardiyanto, M., D., 2010, “Pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress”, PhD Thesis, Universitas Dipponegoro.
Ardiyanto, F., D., dan Prasetiono, P., 2011, “Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bei”,Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis, Vol. 8, No. 1, hal. 1-14.
Cahyaningrum, N., H., dan Haryanto, A., M., 2012 “Analisis Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba (Studi Kasus: Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2005 sampai dengan 2010)”, PhD Thesis. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis.
Dewi, S., S., 2013. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate
Social Responsibilitydisclosure pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI”.Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, Vol. 2, No 3, hal 9-11
Fatmawati, M., 2012, “Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting”.Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 16, No.1, hal. 56-65.
Gamayuni, R., R.,. 2011, "Analisis Ketepatan Model Altman Sebagai Alat Untuk Memprediksi Kebangkrutan." Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 16, hal. 158-176.
Ghozali, I., 2011. Aplikasi Multivariate dengan Program IBM SPSS 19
Hadi, S., dan Anggraeni, A., 2011, “Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik
(Perbandingan Antara The Zmijewski Model, The Altman Model, dan
The Springate Model)”,Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, Vol, 12, No. 2, hal, 1-9.
Hapsari, E., A., 2007, “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba (Studi Kasus: Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001 sampai dengan
2005)”,PhD Thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Herdinigtyas, W., dan Almilia, L., S., 2006, “Analisis Rasio CAMEL
Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002”,Jurnal Akuntansi dan keuangan, Vol. 7, No.2, hal. 131-147.
Kartika, A., 2012, “Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan
Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan
Manufaktur di BEI”. Dinamika Akuntansi Keuangan dan
Perbankan, Vol. 1, No. 1, hal. 1-11.
Kartikawati, S., 2012, “Analisis Z-Score Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Pada Tujuh Perusahaan
Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”.
Luciana, 2006, “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public
Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Vol. 7, No.2, hal. 183-210.
Maryati, H., dan Zulkarnain, I., 2014, “Analis Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model Z-Score (Altman)(Studi Kasus Pt. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2012)”Doctoral dissertation, Universitas Bengkulu.
Noverio, R., dan Dewayanto, T., 2011, “Analisis Pengaruh Kualitas Auditor, Likuiditas, Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia”, Doctoral Dissertation, Universitas Diponegoro.
Pambekti, G., T., dkk. 2014, “Analisis Ketepatan Model Altman, Springate, Zmijewski, Dan Grover Untuk Prediksi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Yang Masuk Dalam Daftar Efek Syariah Tahun 2009-2012)”, Phd Thesis, Uin Sunan Kalijaga.
Prihanthini, N., M., dan Sari, M., M., 2013, “Prediksi Kebangkrutan Dengan
Perusahaan Food And Beverage Di Bursa Efek Indonesia”.E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 5(2), hal. 417-435.
Purnajaya, K., D., dan Merkusiwati, N., K., 2014, “Analisis Komparasi
Potensi Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Dan Zmijewski Pada Industri Kosmetik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”,E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 7, No. 1, hal. 48-63.
Rifqi, M., 2009, “Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress
Altman, Ohlson, Zmijewski, dan Springate dalam Penerapannya di
Indonesia”, Skripsi. Universitas Indonesia. [Online] Available http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp. Diakses pada 30 oktober 2015.
Rismawaty, 2008, “Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress
Altman, Springate, Ohlson, Dan Zmijewski (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”.
Phd Thesis, Universitas Hasanuddin Makkasar.
Takarini, N., dan Erni E., 2003, “Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Pasar
Modal Indonesia”, Ventura, Vol. 6, No. 3, hal. 253-270.
Widarjo, W.,danSetiawan, D., 2009, “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif”,Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, Vol. 11, No. 2, hal. 107-119.
Wiyono, G. 2011. Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS & Smart PLS. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wulandari, V., dkk, 2014, “Analisis Perbandingan Model Altman, Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam Memprediksi Financial Distress (studi empiris pada Perusahaan Food and Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2012)”Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, Vol.
1, No.2, hal. 1-18.
Yuanita, I., 2010, “Prediksi Finacial Distress Dalam Industri Textile Dam Garment (Bukti Empiris Di Bursa Efek Indonesia)”.Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol. 6, No. 2, hal. 101-120.
Saham Delisting di Bursa Efek Indonesia,
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN
No KODE NAMA PERUSAHAAN
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk.
2 ADES Akhasa Wira International Tbk. 3 AKKU Alam Karya Unggul Tbk. 4 AKRA AKR Corporindo Tbk.
5 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk. 6 ALTO Tri Bayan Tirta Tbk.
7 BAJA Saranacentral Bajatama Tbk. 8 BATA Sepatu Bata Tbk.
9 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk. 10 BISI BISI International Tbk.
11 BTON Betonjaya Manunggal Tbk. 12 CPIN Charoen Pokpand Indonesia Tbk. 13 CPRO Central Proteina Prima Tbk.
14 DSFI Dharma Samudera Fishing Industries Tbk. 15 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
16 ETWA Eterindo Wahan