Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina Vol. 11, No. 1 Februari 2021
Hal. 1780-1802
JURNAL GEMA EKONOMI
MODEL ANALISIS ALTMAN, SPRINGATE, GROVER, OHLSON &
ZMIJEWSKI SEBAGAI
EARLY WARNING SYSTEM
TERHADAP
PREDIKSI
FINANCIAL DISTRESS
ANALYSIS MODELS BY ALMATN, SPRINGATE, GROVER,
OHLSON & ZMIJEWSKI AS AN EARLY WARNING SYSTEM FOR
THE PREDICTION OF FINANCIAL DISTRESS
1Alvy Elvama, 2Andi Fitriadi, 3Jhon Nasyaroeka, 4Kurniawati Oktarina1Program Studi Akutansi, STIE Prasetiya Mandiri Lampung 2Program Studi Manajemen, STIE Gentiaras
3Program Studi Manajemen, STIE Prasetiya Mandiri Lampung 4STIM Mutiara Jaya Lampung
1[email protected], 2[email protected], 3[email protected], 4[email protected]
Jalan Z.A Pagar Alam Pelita I No24 Labuhan Ratu Kedaton - Bandar Lampung
ABSTRAK
Setiap perusahaan didirikan dengan harapan dapat menghasilkan keuntungan serta mampu bertahan berkembang dalam jangka panjang dan tidak mengalami likuidasi. Sedangkan kesulitan keuangan atau tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan dalam jangka waktu yang lama memiliki kecenderungan untuk mengalami kebangkrutan, dan ada banyak pihak yang akan dirugikan jika suatu perusahaan mengalami kebangkrutan, untuk itulah diperlukan model prediksi kebangkrutan yang dapat memberikan peringatan dini bagi perusahaan tersebut. Agar dapat memecahkan beberapa permasalahan yang ada, maka penelitian ini dibuat untuk mengetahui penerapan metode Altman, Springate, Grover, Ohlson, dan Zmijewski sebagai early warning system terhadap prediksi financial distress, mengetahui perbedaan kemampuan tingkat akurasi dari lima model prediksi financial distress, dan untuk mengetahui model prediksi financial distress yang terbaik dengan menunjukan nilai akurasi yang tertinggi sebagai early warning system pada lima perusahaan sektor ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2018. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model analisis Altman, Springate, Grover, Ohlson, dan Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi financial distress pada lima perusahaan ritel di Indonesia yang menjadi sampel pada penelitian ini. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa model Ohlson memiliki nilai akurasi tertinggi sehingga menjadikan model Ohlson sebagai model analisis terbaik sebagai early warning system dalam meprediksi financial distress dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Altman, Springate, Grover, Ohlson, Zmijewski, Financial, Ritel
ABSTRACT
sur-vive or thrive in the long term and does not under go liquidation. While finan-cial distress or decline stage of a company’s finanfinan-cial condition in the long term have a tendency to go bankrupt, and there are many people who will be harmed if a company went bankrupt, which is required for bankruptcy predic-tion models that can provide early warning for the company.To solve some of the problems, this research was designed to identify methods by Altman, Springate, Grover, Ohlson, and Zmijewski as an early warning system for the prediction of financial distress hence determine the differences of occurate power in the five prediction models of financial distress above, and to identify which is the best prediction model of financial distress that can show the high-est accurate value as an early warning system at five retail companies that registered in Indonesian stock exchange at 2009-2018 periods. The result of this study indicate that analysis models by Altman, Springate, Grover, Ohlson, dan Zmijewski can be used to predict financial distress in five ritel companies in Indonesia that sampled in this study. The result of this study also showing that the Ohlson model has the highest accuracy value that can be the best analysis model as early warning system for the prediction of financial distress. Keyword: Altman, Springate, Grover, Ohlson, Zmijewski, Financial, Retail
PENDAHULUAN
Fenomena bergesernya transaksi perdagangan atau gaya belanja masyarakat yang semula dalam bentuk konvensional hingga beralih ke digital platform dagang elektronik seperti Amazon, Aliaba, atau seperti yang kita kenal di Indonesia yaitu Lazada, Shopee, Tokopedia dan sebagainya kini kian marak dalam beberapa tahun terakhir. Pernyataan ini diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh lembaga riset asal
Inggris yakni Merchant Machine
pada tahun 2018 silam. Dalam temuannya ia merilis daftar sepuluh
negara dengan pertumbuhan
e-commerce tercepat di dunia.
Pertumbuhan dan peta persaingan
e-commerce ini kemudian diperjelas lagi oleh data yang dirilis Iprice, dimana pada quartal 1 di tahun 2019 Tokopedia
menjadi e-commerce dengan dengan
monthly active user (MAU) tertinggi di Indonesia. Selain itu, situs mereka juga dikunjungi sekitar 137 juta pengguna setiap bulannya yang kemudian disusul oleh Bukalapak, Shopee, Lazada dan Blibli sebagai kelompok 5 teratas (Jeremy, 2019).
Fakta-fakta yang telah dipaparkan tersebut tidak membantah adanya tren
pengguna e-commerce di Indonesia
yang tumbuh cukup besar dalam beberapa tahun terakhir ini. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar
Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina 1782
bahkan memberikan pernyataan prediksi bahwa tren tersebut membuat pertmbuhan penjualan ritel modern tidak akan tumbuh mencapai 10% pada tahun ini. Kondisi tersebut lanjutnya diperkuat oleh data pada Bank Indo-nesia, bahwa pada tahun 2018 lalu,
transaksi di platform perdagangan
elektronik Indonesia mencapai Rp77,766 triliun. Angka tersebut meroket 151% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp30,942 triliun. Adanya fenomena pergeseran gaya berbelanja di kalangan masyarakat inilah yang disinyalir sebagai salahsatu faktor yang
mempengaruhi penjualan fast moving
consumer goods (FMCG) pada ritel modern (Andri, 2019). Sejalan dengan prediksi statista di atas, keadaan yang terjadi saat ini pun turut menegaskan bagaimana generasi milenial atau Gen Z akan menjadi kunci yang terus mendorong perubahan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tradisi berbelanja yang dahulu mall atau supermarket merupakan pusat perbelanjaan sekaligus tempat hiburan dalam mengisi waktu luang, namun kini telah banyak dari masyarakat yang lebih memilih berbelanja melalui ponsel pintarnya
agar dapat meminimalisir waktu
mau-pun tenaga.
Pada Tahun 2018 lalu, generasi milenial dengan kelompok 15 - 34 tahun dengan berbasis data BPS diestimasikan sebanyak 84 juta orang telah terbiasa berbelanja secara online dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Tidak hanya itu, menurut Indonesian Millenial Report 2019, milenial sangat suka mencari perbandingan harga, fitur, program promo dan kualitas produk yang umumnya dapat ditemukan dengan mudah pada fitur platform digital yang
dimiliki oleh beberapa layanan
e-commerce (Rahayu, 2019).
Kemudahan akses serta fitur-fitur canggih yang terdapat pada sejumlah platform perdagangan online ini sejalan dengan pola pemikiran para konsumen yang juga semakin kritis. Indikasi tersebut berdasarkan hasil penelitian terkait perlindungan konsumen, Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) tahun 2018 meningkat menjadi 40,41 (level mampu) dari 33,70 (level paham) pada tahun 2017. Prilaku pola konsumen ini memberikan gambaran bahwasannya konsumen Indonesia sudah semakin
E-commerce memiliki karakter berbeda dengan ritel konvensional, dimana
karakteristik itu mendorong e
-com-merce lebih cepat dalam
mengembangkan bisnisnya dibandingkan ritel konvensional. Tak hanya itu, salah satu aspek yang menonjol pada bisnis e-commerce dan dapat dengan mudah kita rasakan adalah harga yang lebih murah. Hal ini bisa terjadi karena bisnis e-commerce tetap dapat berjalan sekalipun tidak memiliki toko fisik. Dengan kata lain, penjual dapat menghemat biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membangun ataupun menyewa toko. Sementara itu, ritel konvensional harus memiliki hitung-hitungan dan pertimbangan yang jauh lebih cermat dalam menentukan harga jual, inilah salah satu kelebihan yang dimiliki oleh e-commerce yang membuatnya lebih unggul dibandingkan para ritel konvensional. Sejauh ini, Asosiasi Perdagangan Ritel Indonesia (Aprindo) telah memberikan pernyataannya bahwasannya sudah terdapat 95% para pembisnis ritel yang telah melakukan transformasi dari yang semula hanya mengandalkan bisnis utama berupa toko fisik, kini mulai ikut
terjun ke dalam bentuk e-commerce
atau online. Aprindo juga mengklaim saat ini telah memiliki sekitar 600 anggita yang mempunyai 40.000 toko fisik di seluruh Indonesia dan masih terdapat sekitar 5% lagi yang belum mengubah bisnisnya dengan alasan sebagai pemain lokal dan masih cukup
yakin dengan bisnis offline yang
dijalani saat ini (Hafid, 2019).
Dalam memprediksi potensi timbulnya financial distress, terdapat beberapa model analisis yang dapat digunakan, dan model analisis ini terus berkembang seiring dengan kebutuhan akan keakuratan prediksi yang dihasilkan. Beberapa penelitian dunia yang telah dilakukan guna memprediksi financial distress suatu perusahaan menunjukan jika model prediksi yang paling popular yakni model Altman (1968). Namun pada kenyataannya, penelitian mengenai financial distress dengan menggunakan berbagai model prediksi kerap menunjukan tingkat keakuratan yang berbeda-beda.
Secara harfiah, secara model prediksi memang memiliki kelebihan maupun kekurangannya sendiri. Oleh sebab itu, perediksi tersebut dapat tidak sesuai atau kurang tepat digunakan untuk
hing-Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
1784
ga saat ini terdapat hasil keakuratan yang berbeda-beda dari para peneliti yang telah menggunakan model prediksi tersebut. Adanya perbedaan tersebut dapat dilihat melalui hasil penelitian dari para peneliti terdahulu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Randy dkk (2017), dimana hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status kesehatan pada pengujian model Grover, Springate, dan Zmijewski pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2015. Model Springate merupakan model prediksi terbaik dibandingkan dengan kedua model lainnya, hal ini karena springate mempunyai komponen lebih banyak dari kedua model lainnya serta
komponen EBIT To Current
Liabili-ties yang mengukur seberapa besar
kemampuan laba dalam membayar hutang perusahaan.
Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hartono (2019), model Altmen S-Core dan Grover mempunyai tingkat akurasi masing-masing yakni 100% dengan hasil penelitian bahwa seluruh perusahaan subsektor perdagangan besar dengan jumlah sampel 19 perusahaan pada tahun fiskal 2013-2017 diprediksi tidak
bangkrut. Namun, bertolak belakang dengan kedua model tersebut, Zmijewski score justru memiliki tingkat akurasi sebesar 0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode Zmijewski score adalah metode yang paling tidak sesuai untuk diterapkan pada perusahaan sub sektor perdagangan besar. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang tengah dihadapi oleh sektor ritel yang bahkan dialami oleh perusahaan di negara-negara maju lainnya, yang tidak menutup kemungkinan menyebabkan adanya potensi financial distress di beberapa perusahaan ritel khususnya di Indone-sia. Selain itu, hasil penelitian terkait model prediksi financial distress oleh para peneliti terdahulu yang menunjukan tingkat akurasi yang berbeda-beda membuat peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini dengan menggabungkan beberapa model prediksi financial distress yang lebih variatif serta beberapa metode dalam mengukur tingkat keakuratan model prediksi guna mengetahui satu metode terbaik dalam meprediksi fi-nancial distress khususnya pada
Indo-nesia.
Dalam penelitian ini memilih 5 (lima) perusahaan ritel besar yang tengah hangat dibicarakan oleh beberapa media di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, yakni lantaran beberapa kasus yang menimpanya terkait isu mengenai kondisi keuangan perusahaan tersebut sebagai sampel dalam penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Data penelitian ini diambil dari
www.idx.co.id yang merupakan website resmi Bursa Efek Indonesia.
Adiperkasa Tbk tahun 2009-2018 yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dengan mudah di dapatkan pada website tersebut. Penelitian ini menggunakan populasi dari perusahaan sektor ritel yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode penelitian selama 10 tahun yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2018 dengan menggunakan 5 sampel yang dipilih atas pertimbangan peneliti, yaitu terdiri dari PT. Hero Supermarket Tbk, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, PT Matahari Department Store Tbk, PT Matahari Putra Prima Tbk, dan PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Tabel 1. Daftar Sampel Penelitian Perusahaan
No. Kode Nama Perusahaan
1 HERO PT. Hero Supermaket
2 RALS PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk
3 LPPF PT. Matahari Departement Store Tbk
4 MPPA PT. Matahari Putra Prima Tbk
5 MAPI PT. Mitra Adi Perkasa Tbk
Sumber: www.idx.co.id, 2020
Peneliti mengambil data dari website tersebut karena data sekunder berupa laporan keungan milik PT. Hero
Supermarket Tbk, PT Ramayana
Lestari Sentosa Tbk, PT Matahari Department Store Tbk, PT Matahari Putra Prima Tbk, dan PT Mitra
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sekunder. Data penelitian ini berupa laporan keuangan yang telah diaudit pada perusahaan sektor ritel yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia BEI selama periode 2009-2018, yaitu PT. Hero
Supermar-Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
1786
ket Tbk, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, PT Matahari Department Store Tbk, PT Matahari Putra Prima Tbk, dan PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Analisa Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui penerapan dan nilai masing-masing rasio keuangan dari model-model prediksi kebangkrutan dalam memprediksi terjadinya finan-cial distress. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan rasio keuangan dari model-model prediksi kebangkrutan untuk setiap perusahaan.
2. Perhitungan Rasio Keuangan
Penelitian ini menggunakan model prediksi yang meliputi model Altman, Springate, Grover, Ohlson dan Zmijewski sebagai early warning sys-tem dalam memprediksi potensi finan-cial distress. Variabel yang diukur dengan rasio keuangan, yaitu sebagai berikut:
Working Capital/Total Asset Rasio ini digunakan dalam model Altman, Springate, Ohlson dan Grover. Perhitungan rasio ini dihitung dengan
rumus:
Aset Lancar − Kewajiban Lancar Total Aset
Rentained Earings/Total Asset Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan (mengukur profitabilitas perusahaan). Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Rasio ini digunakan dalam model Altman. Perhitungan rasio ini dengan cara:
Laba Ditahan
Earning Before Interest and Taxes/ Total Asset
Rasio ini digunakan dalam model Altman, Springate, dan Grover. Rumus perhitungannya:
!" #!$% $ & $ ' ( ) Total Aset
Market Valuee of Equity/Book Value of Total Debt
Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan
harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Rasio ini digunakan dalam model Altman. Perhitungan rasio ini dengan cara:
' $(! $
Net Profit Before Taxes/Current Li-abilities
Net Profit Before Taxes adalah rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum pembayaran pajak dari hutang jangka pendeknya. Rasio ini digunakan dalam model Springate. Rumus perhitungannya adalah:
!" ' ( )
*! $% $+ ,
Return On Assets (ROA)
ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini digunakan dalam model Zmijewski dan Grover. Rumus perhitungannya:
# , -ℎ
Leverage
Leverage menggambarkan
kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Debt ratio menunjukkan beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang atau beberapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Rasio ini digunakan dalam model Zmijewski dan Ohlson. Rumus perhitungannya:
/ 0 (- $
Likuiditas
Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditor jangka pendek. Rasio ini digunakan dalam model Zmijewski. Rumus perhitungannya:
$+ , / 0 (- $ $+ ,
Penerapan Model Prediksi Model Altman
Z-score = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
1788 Model Springate S-score= 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4 Model Grover G-Score = 1,650X1 + 3,404X2 + 0,016ROA + 0,057 Model Ohlson O = (-1,32) - 0,407X1 + 6,03X2 – 1,43X3 + 0,0757X4 – 2,37X5– 1,83X6 + 0,285X7 – 1,72X8 – 0,521X9 Model Zmijewski X = -4,3 - 4,5X1 + 5,7X2 - 0,004X3 Perhitungan Tingkat Akurasi dan
Type Error
Setelah mengetahui bagaimana penerapan kelima model analisis dalam memprediksi financial distress, maka sesuai dengan rumusan permasalahan kedua dalam penelitian ini, yaitu guna mengetahui manakah yang merupakan model analisis terbaik dari kelima model
yang digunakan sebagai early
warn-ing system dalam memprediksi finan-cial distress, langkah selanjutnya ialah menghitung tingkat akurasi dan type error dari hasil prediksi yang diperoleh dari tiap-tiap model analisis yang digunakan, yaitu Altman, Springate, Grover, Ohlson dan Zmijewski. Dalam proses ini, tahapan yang pertama ialah
dengan membuat tabel perbandingan hasil dari ke-lima model prediksi.
Dalam melakukan perbandingan antara hasil prediksi dengan keadaan perusahaan sesungguhnya, analisis disertai dengan perhitungan persentase keakuratan masing-masing model prediksi dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Ketepatan model prediksi yang tertinggi dapat dilihat dari tingkat akurasinya yang paling tinggi.
Tingkat akurasi menunjukkan berapa persentase model dalam memprediksi kondisi perusahaan dengan benar berdasarkan keseluruhan objek penelitian yang ada.
Selain tingkat akurasi, penelitian ini juga menganalisis persentase tipe kesalahannya (type error). Menurut Bellovary, et al (2007), type error II adalah kesalahan yang terjadi jika model memprediksi objek penelitian bangkrut padahal kenyataannya tidak bangkrut. Model prediksi yang memiliki tingkat akurasi dengan persentase tertinggi dan type error yang rendah akan dipilih sebagai model prediksi yang memiliki ketepatan tertinggi dalam memprediksi financial distress pada perusahaan.
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan “manakah yang merupakan model analisis terbaik sebagai early warning system dalam
memprediksi financial distress?”,
maka selanjutnya akan dibuat tabel rangkuman hasil perhitungan tingkat akurasi dan type error II dari ke-lima model prediksi. Nilai yang dicantumkan dalam tabel merupakan nilai persentase berdasarkan perhitungan tingkat akurasi dan type error II. Persentase nilai tingkat akurasi tertinggi dan persentase nilai type error II terendah adalah model analisis kebangkrutan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Variabel Data a. Working Capital to Total Assets Rasio ini bertujuan untuk menghitung perbandingan antara working capital dengan total assets, dimana working capital atau modal kerja yang dimaksud disini adalah modal kerja neto, yaitu sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasional perusahaan tanpa mengganggu
likuiditasnya. Working capital
tersebut dihitung dengan mengurangi aset atau aktiva lancar dengan utang lancar, dan sisa pengurangan tersebutlah yang dikatakan sebagai working capital. Oleh karna itu, jika working capital yang tersedia cukup dalam memenuhi standar maka perusahaan diharapkan leluasa dalam menjalankan operasional bisnisnya tanpa harus menggangu likuiditasnya. Rasio ini digunakan pada model Altman, Springate, Ohlson dan Grover.
Dari grafik dibawah ini diketahui bahwa PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) memiliki nilai tertinggi
dalam rasio WCTA (Working capital
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
0.3820, dan nilai terendah diperoleh PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) yakni -0.0449.
1790
Meskipun PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) memperoleh nilai
negatif dalam rasio ini, namun dari
grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 rata-rata WCTA yang dimiliki oleh kelima perusahaan sektor ritel tersebut masih tergolong positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimiliki perusahaan, dimana hal tersebut akan
memberikan dampak yang baik pula
bagi operasional perusahaan.
b. Retained Earnings to Total Assets
Rasio ini dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba ditahan daritotal aktiva perusahaan (mengukur profitabilitas perusahaan). Rasio ini digunakan pada model Altman.
Gambar dibawah ini menunjukkan
bahwa pada rasio RETA (Retained
Matahari Departmen Store Tbk (LPPF) menduduki nilai tertinggi, yakni sebesar 0,0183. Sedangkan PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) memperoleh nilai terendah yakni hanya mencapai 0,0043. Meski demikian, dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 rata-rata RETA yang dimiliki kelima perusahaan sektor ritel tersebut masih bernilai positif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima perusahaan terkait masih memiliki kemampuan yang baik dalam menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Selain itu, semakin tingginya RETA makadapat menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba ditahan dari aktivanya yang semakin besar pula.
Sehingga dapat menghindari
perusahaan dari resiko-resiko yang tidak diinginkan.
c. Earning Before Interest and Tax to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum
adanya pembayaran bunga dan pajak.
Rasio ini digunakan dalam model Altman, Springate, dan Grover.
Melalui grafik dibawah ini dapat kita lihat bahwa dalam rasio ini PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) memiliki rata-rata nilai tertinggi dibanding keempat perusahaan lainnya, yakni sebesar 0,4270. Berbanding terbalik dengan PT. Matahari Putra
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
1792
Putra Prima Tbk (MPPA) justru memperoleh nilai negatif pada rasio ini, yaitu sebesar -0,0101.
Namun, meskipun PT. Matahari Putra Prima Tbk memperoleh nilai negatif dalam rasio ini, dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 rata-rata EBITTA yang
dimiliki kelima perusahaan sektor ritel
tersebut masih bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang masih tergolong baik dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari total aktiva yang digunakan
perusahaan, sehingga kemungkinan perusahaan untuk mengalami kebangkrutan pun tergolong rendah.
d. Market Value of Equity/Book Value of Total Debt
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) memiliki nilai rata-rata tertinggi pada rasio ini, yakni sebesar 7,6105. Sedangkan PT. Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) memegang nilai terendah yakni hanya sebesar 0,3568. Selain itu,dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 nilai rata-rata yang dimiliki kelima perusahaan sektor ritel tersebut dalam rasio ini masih bernilai positif. Hal inimenunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri.
e. Sales/Total Asset
Berdasarkan Gambar 5 dibawah ini dapat dilihat bahwasannya dalam rasio ini PT. Hero Supermarket Tbk (HERO) meraih nilai rata-rata tertinggi selama periode 2009-2018, yaitu sebesar 1,9821. Sedangkan PT. Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) memiliki nilai terendah yaitu 1,3311. Selain itu, melalui grafik di atas maka dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 nilai rata-rata dari kelima perusahaan sektor ritel tersebut masih tergolong positif, dimana semakin tinggi nilai yang diperoleh dalam rasio ini maka dapat menunjukkan semakin besarnya tingkat penjualan perusahaan
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
dengan menggunakan seluruh aktivanya.
f. Net Profit Taxes/Current Liabilities
Rasio ini memperlihatkan perbandingan antara net profit before taxes dengan current liabilities, atau menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum pembayaran pajak dari hutang jangka pendeknya. Rasio ini digunakan dalam model Springate.
Berdasarkan Gambar 6 diatas menunjukan bahwa PT. Matahari Departmen Store Tbk (LPPF) memiliki nilai rata-rata tertinggi pada rasio ini, yaitu sebesar 0,6071. Sedangkan PT. Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) memperoleh nilai
terendah dalam rasio ini, yaitu sebesar 0,1505. Selain itu, dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 rata-rata yang dimiliki kelima perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini masih bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan yang tergolong baik dalam menutupi hutang lancar yang dimiliki perusahaandengan laba sebelum pajak.
g. Return On Assets (ROA)
Gambar 7 dibawah ini menunjukkan bahwa dalam rasio ini PT. Matahari Departement Store Tbk (LPPF) kembali memperoleh nilai rata-rata tertinggi selama periode 2009 - 2018, yaitu sebesar 0,2706. Sedangkan nilai
terendah sebesar 0,0127 dimiliki oleh PT. Hero Supermarket Tbk (HERO). Grafik diatas juga memperlihatkan bahwa selama periode 2009-2018 nilai rata-rata ROA yang dimiliki kelima perusahaan sector ritel tersebut tergolong bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang tergolong baik dalam memanfaatkan aktivanya
untuk memperoleh laba.
h. Debt Ratio
Dari Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa dalam rasio ini PT. Matahari Depart-ment Store (LPPF) meraih nilai rata-rata tertinggi selama periode 2009-2018, yaitu sebesar 1,0178. Sedangkan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) memperoleh nilai rata-rata terendah yaitu sebesar 0,2594.
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
Selain itu, melalui grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 nilai rata-rata debt ratio yang diperoleh kelima perusahaan sampel memiliki nilai positif, dimana semakin tinggi debt ratio menunjukan semakin besarnya risiko yang dihadapi perusahaan dalam melunasi hutang atau kewajibannya.
i. Current Ratio
Melalui Gambar 9 menunjukkan bahwa dalam rasio kali ini PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) menempati nilai rata-rata tertinggi selama periode 2009-2018 dibanding keempat perusahaan sampel lainnya, yaitu sebesar 2,8260. Sedangkan nilai terendah dimiliki oleh PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF), yaitu
sebesar 0,9496.
Selain itu, dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode 2009-2018 nilai rata-rata current ratio dari kelima sampel tersebut tergolong bernilai positif, dimana semakin tinggi current ratio yang diperoleh, maka menunjukkan semakin rendahnya risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.
j. Size
Besar kecilnya perusahaan dapat dicerminkan melalui skala atau ukuran perusahaan yang tampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan logaritma natural (Ln) dari total aktiva. Model yang menggunakan ukuran
perusahaan sebagai variabel diantaranya adalah model Ohlson.
Melalui tabel diatas dapat diketahui
bahwa pada rasio size (ukuran
perusahaan) PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) memperoleh nilai rata-rata tertinggi selama periode 2009-2018, yaitu sebesar 29,6193. Sedangkan nilai terendah sebesar 28,8931 dimiliki oleh PT. Matahari
dilakukan perhitungan dengan menggunakan data dari laporan keuangan perusahaan terkait selama sepuluh tahun berturut- turut, dimana hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Berikut ini hasil yang diperoleh melalui persamaan model Altman setelah
Tabel 1. Hasil Perhitungan Model Altmnan
Skor Tahun Kode Perusahaan
HERO RALS LPPF MPPA MAPI
2009 2.503 6.091 0.930 1.704 1.758 2010 2.705 6.974 2.192 2.198 1.948 2011 2.728 6.169 4.385 1.642 2.029 2012 4.316 7.540 4.505 2.675 1.984 2013 4.625 6.826 9.498 4.224 1.745 2014 3.821 5.288 12.378 6.284 1.833 2015 2.867 4.607 15.361 4.255 1.904 2016 3.614 6.410 12.703 3.667 1.950
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
2018 2.422 6.864 6.203 1.680 3.297
Rata-rata 3.243 6.287 7.721 2.974 2.053
Status Prediksi TB TB TB GA GA
Sumber: Data Diolah (2020)
Variabel dalam model ini, menunjukan semakin baik pula kondisi perusahaan tersebut. Maka setelah dilakukan perhitungan menggunakan model Altman berdasarkan nilai rata-rata selama sepuluh tahun terakhir, diperoleh tiga perusahaan sampel yang diperkirakan tidak berpotensi mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang, yaitu PT. Hero Su-permarket Tbk (HERO), PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT. Matahari Depart
ment Store Tbk (LPPF). Sedangkan dua lainnya berada dalam kondisi grey area (dalam kondisi kritis dan belum dapat dipastikan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan), yaitu PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT. Mitra Adi Perkasa (MAPI) Tbk. Jika dilihat berdasarkan nilai rata-rata, maka dari kelima sampel tidak ada perusahaan yang diprediksi bangkrut dalam model ini.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Model Springate
Skor Tahun Kode Perusahaan
HERO RALS LPPF MPPA MAPI
2009 1.139 1.821 0.116 0.802 1.086 2010 1.282 1.793 0.764 1.726 1.124 2011 1.287 1.748 2.574 0.478 1.128 2012 0.926 1.809 2.630 1.007 1.143 2013 1.343 1.656 3.283 1.303 0.936 2014 0.730 1.554 3.171 1.687 0.919 2015 0.735 1.521 3.335 1.260 1.001 2016 0.988 1.660 3.143 1.146 1.083 2017 0.597 1.627 2.758 0.504 1.160 2018 0.036 1.924 2.204 0.037 1.262 Rata-rata 0.899 1.711 2.375 0.037 1.084 Status Prediksi TB TB TB TB TB 1798
Untuk mengetahui model yang paling
tepat dalam memprediksi financial
distress, maka hal tersebut dapat dilihat melalui hasil perhitungan tingkat akurasi dan type error II, dengan begitu kita dapat mengetahui model manakah yang memiliki tingkat akurasi tertinggi dan type error II terendah. Oleh karna itu, berikut ini tabel rangkuman hasil perhitungan tingkat akurasi dan type error II berdasarkan kelima model analisis yang digunakan sebagai early warning system dalam memprediksi financial distress.
Tingkat akurasi yang tinggi pada model Ohlson dalam penelitian ini sejalan dengan penalitian yang dilakukan oleh Ohlson sendiri pada tahun 1980 dalam mendeteksi perusahaan bangkrut menggunakan model analisis logit. Ohlson dalam penelitiannya menggunakan sampel 105 perusahaan bangkrut serta 2058 perusahaan yang tidak bangrut pada periode 1970-1976. Ohlson juga menggunakan analisis logit kondisional untuk menghilangkan analisis MDA. Penelitian Ohlson ini menggambarkan model logit secara tepat dan sampel yang sesuai dengan populasi antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut dengan ketepatan
prediksi untuk seluruh variabel rasio
keuangan sebesar 96,3%.
Hasil penelitian ini didukung juga oleh penelitian Wulandari dkk (2014) berjudul Analisis Perbandingan Model Altman, Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam Memprediksi Financial distress (studi
empiris pada Perusahaan Food and
Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa model Ohlson merupakan model terbaik dengan nilai akurasi tertinggi yaitu 54,8% yang menunjukan bahwa terdapat 5 perusahaan dari total 12 perusaaan sampel yang diprediksi akan mengalami financial distress dimasa yang akan datang. Sedangkan untuk model Altman yaitu sebesar 47%, model Zmijewski 18,7%, Model Fulmer 15,9%, Model Springate 6,8%,
sedangkan CA-Score tidak dapat
digunakan untuk menghitung financial distress dalam penelitian ini, sebab
kemampuan model CA-Score dalam
memprediksi financial distress dalam penelitian ini dapat dikatakan sangat rendah.
Namun, hal yang perlu diperhatikan pada hasil prediksi dari keseluruhan
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
prediksi tersebut merupakan early
warning system atau sistem peringatan dini, dengan begitu meskipun beberapa hasil analisis di atas tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang terjadi saat ini, atau beberapa model prediksi menyatakan kelima perusahaan sampel berada dalam
kondisi grey area (kritis) bahkan
bangkrut sedangkan pada kenyataannya tidak, hal tersebut tetap dapat dijadikan rambu-rambu bagi perusahaan untuk mengantisipasi adanya potensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebangkrutan pada perusahaan. Hal ini sesuai dengan tujuan dan fungsi dilakukannya penelitian ini, yaitu menerapkan model analisis Altman, Springate, Grover,
Ohlson dan Zmijewski sebagai early
warning system dalam memprediksi financial distress dan selanjutnya mecari manakah model terbaik diantara kelima model analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
Oleh karna hasil prediksi model ini
merupakan early warning system
dalam memprediksi financial distress dan setiap model yang diciptakan tidak pernah sempurna. Maka dari itu, hasil prediksi ini tidak bisa dianggap sebagai
hasil yang absolut. Hasil prediksi hanya
sebatas indikator dan rambu-rambu supaya investor/kreditur lebih berhati-hati atas perusahaan-perusahaan tersebut dan menggali informasi tambahan mengenai perusahaan bersangkutan demi mecegah resiko-resiko yang tidak diinginkan.
KESIMPULAN
Dari hasil penerapan kelima model analisis yang digunakan sebagai early warning system dalam meprediksi fi-nancial distress pada kelima
perusahaan sampel selama periode
2009-2018, maka dalam penelitian ini berdasarkan nilai rata-rata selama 10 tahun periode penelitian pada kelima perusahaan sampel, model Altman menyatakan bahwa terdapat dua perusahaan yang dinyatakan berada dalam kondisi kritis, yakni PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), dan PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI). Sedangkan model Springate, Grover dan Ohlson serentak menyatakan bahwa kelima perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian ini berada dalam kondisi sehat atau tidak berpotensi mengalami kebangkrutan, selanjutnya Zmijewski menyatakan bahwa terdapat satu perusahaan yang berada dalam kondisi tidak sehat atau
berpotensi mengalami kebangkrutan,
yaitu PT Matahari Department Store
Tbk (LPPF).
Selain itu, rangkuman perhitungan oleh kelima model analisis kebangkrutan
yang digunakan sebagai early
warn-ing system dalam memprediksi finan-cial distress pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa model Ohlson merupakan model terbaik sebagai early warning system dalam memprediksi financial distress dalam penelitian ini, yaitu dengan tingkat akurasi sebesar 100% dan type error II 0% yang berarti bahwa model analisis tersebut mampu memberikan hasil prediski sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya dengan tingkat akurasi 100%. Kemudian disusul oleh Zmijewski yang memperoleh tingkat akurasi sebesar 92%, Grover sebesar 86%, Springate sebesar 80% dan Altman yang justru memperoleh tingkat akurasi terkecil dalam penelitian ini, yaitu sebesar 54%.
DAFTAR PUSTAKA Altman, E. 1. 1968. Financial Ratios,
Discriminant Analysis and Prediction of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance. Volume 23 (04): 589-609.
Chew, Jeremy. 2019. The Biggest
E-commerce Website and Apps in Southeast Asia. Diakses pada 24 November 2019 pukul 21.05 WIB. Tersedia Pada Link https://
iprice.my/trends/insights/the-biggest-e-commerce
- website-and-apps-in-southeast-asia/
Gamayuni, R. R. 2011. Analisis Ketepatan Model Altman Sebagai Alat Untuk Memprediksi
Kebangkrutan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 16 (2).
Gumilar Sambas Putra, Ivan & Rahma
Septiani. 2016. Analisis
Perbandingan Model Zmijewski dan Grover Pada Perusahaan Semen Di Bei 2008-2014. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan. Volume 4 (3): 1143-1154.
Hantono. 2019. Memprediksi
Financial distress Dengan Menggunakan Model Altman Score, Grover Score, Zmijewski Score (Studi Kasus Pada Sub Sektor Perusahaan Perdagangan Besar). E-Jurnal Akuntansi Universitas Prima Indonesia.Volume 9 (1): 6-9.
Kasmir. 2016. Analisis Laporan
Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Alvy Elfama, Andi Fitriadi Dharma Tilaar Jhon Nasyaroeka, Kurniawati Oktarina
Ohlson. (1980). Financial Ratios and Probabilistic Prediction of Bankcruptucy. Journal of Accounting Research. Volume 18(1): 109-131.
Prihanthini, Ni Made Evi Dwi & Maria M. Ratna Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan Model Grover, Altman Z-Score, Springate dan Zmijewski Pada Perusahaan Food And Beverage di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Volume 5 (2): 417-435.
Wulandari,Veronita. dkk. 2014. Analisis Perbandingan Model Altman, Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam Memprediksi Financial distress (studi empiris pada Perusahaan Food and Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). JOM FEKON Vol. 1 (2).
Zmijewski, Mark E. 1984. Methodologicall Issues Related to the Estimation of Finnancial Distress Prediction Models. Journal of Accounting Research. Volume 22: 59-82.
www.idx.co.id