KARYA TULIS ILMIAH
KARAKTERISTIK HIDROFOBISITAS PERMUKAAN PERANCAH DILIHAT DARI CONTACT ANGLE SERTA PENYUSUNAN ALAT UNTUK REGENERASI JARINGAN
TULANG
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : Meibi Murbi Arlianata
20120340026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMUKESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
PERANCAH DILIHAT DARI CONTACT ANGLE SERTA
PENYUSUNAN ALAT UNTUK REGENERASI JARINGAN
TULANG
Disusun oleh:
Meibi Murbi Arlianata 20120340026
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal :
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
drg. Erlina Sih Mahanani, M. Kes drg. Dyah Triswari
NIK.19701014200410173067 NIK. 19771208200910173107
Mengetahui,
Ketua PSPDG
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah iniNama : Meibi Murbi Arlianata
NIM : 20120340026
Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir proposal penelitian
ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ini hasil jiplakan,
maka saya besedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 13 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,
MOTTO
“Jalan Pulang Sudah Tertutup, Maju
Untuk Menang atau Mundur Sebagai
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan kepada :
Keluarga saya yang selalu memberikan dukungan baik secara
moril maupun materiil, khususnya kepada Ayah, Ibu dan Kakak
saya tercinta.
Ayah, Ibu dan Kakak yang senatiasa memberikan dorongan, doa
dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Tidak ada kata yang dapat saya ungkapkan selain kata
terimakasih.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Karakteristik Hidrofobisitas Permukaan Perancah dilihat dari Contact Angle dan Penyusunan Alat Untuk Regenerasi Jaringan Tulang”.
Adapun maksud dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
memenuhi sebagian syarat guna menyelesaikan Program Studi Strata 1 (S1)
Kedokteran Gigi pada Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Terselesaikannya Karya
Tulis Ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta
memberikan kesehatan dan jalan kepada umat-Nya dalam menyelesaikan
penulisan karya tulis ilmiah.
2. Bapak dr. H. Ardi Pramono, Sp. An, M. Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
vi
Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Ibu drg. Erlina Sih Mahanani, M. Kes., selaku Dosen Pembimbing yang
dengan sabar selalu memberikan petunjuk, bimbingan, dorongan serta
semangat dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
5. Ibu drg. Dyah Triswari, selaku Dosen Penguji yang telah membimbing
dan telah memberi masukan serta nasehat bagi penulis sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
6. Bapak drg. Dwi Aji Nugraha, MDSc., selaku Penanggung Jawab blok 17
yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada seluruh
mahasiswa untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah.
7. Bapak Andi selaku laboran laboratorium biokimia FKIK UMY yang telah
membantu penulis dalam proses penelitian.
8. Ibu Hj. Ngaripah, S.Pd . MM., selaku ibu penulis yang tak pernah berhenti
memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi bagi penulis.
9. Bapak H. Zuliyono, selaku ayah penulis yang tak pernah berhenti
memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi bagi penulis.
10.Meikananta Arliandi Wiguna ST. MT. W.Eng., selaku saudara laki-laki
penulis yang selalu memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan
penulisan Karya Tulis Ilmiah.
11.Habib Dharma Aulia, Juwita Tiara Normadina, Paramita Anindria dan
membantu dan memberikan semangat satu sama lain dalam
menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah.
12.Semua teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter Gigi UMY
angkatan 2012, semoga sukses selalu.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran maupun kritik yang bersifat membangun. Semoga penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca.
Yogyakarta, 2016
viii
DAFTAR ISI
COVER ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
A. Desain Penelitian ... 21
B. Subyek Penelitian ... 21
C. Tempat dan Waktu ... 21
D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 21
E. Instrumen Penelitian ... 23
F. Jalannya Penelitian ... 23
G. Alur Penelitian ... 28
H. Analisis Data ... 29
BAB IV ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Penelitian ... 30
B. Pembahasan ... 35
BAB V ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 45
A. Foto Pengambilan Gambar Penelitian ... 46
x
DAFTAR GAMBAR
A. gambar 1 - Rame Hart Goniometer) ... 26
B. gambar 2. - Ilustrasi Segitiga) ... 30
C. Foto Pengambilan Gambar Penelitian ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Contact Angle Perancah ... 31
Tabel 2. Hasil Case processing Summary ... 31
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas ... 32
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas ... 32
Tabel 5. Hasil Uji oneway ANOVA ... 33
Hydrophobicity Characterization of Scaffold Surface Based On
Contact Angle and Tools Costumization for Bone Tissue Regeneration
Erlina Sih Mahanani1, Meibi Murbi Arlianata2
1Dosen Program Studi Kedokteran Gigi, 2Mahasiswa Program StudiKedokteran Gigi
ABSTRACT
Background : Fractures or fractures can be caused by physical exertion and accident trauma . Accident ( Intra cranial injury ) already ranks as the second largest cause of death and injury . Tissue engineering or tissue engineering is a technique that can create complex network from simple networks.Three major component in thatfield is : Scaffold cell and growth factors . Characters that must be owned by a bone replacement material (bone graft ) is a character hydrophobicity .
Objective : To see how big the hydrophobicity formed on the surface of the scaffold were very small , measurements were taken using a Rame Hart goniometer . The simple principle of this tool can be replaced with a DSLR camera preparation and tripod.
Method : This study was an experimental laboratory. Samples are artificial coral scaffold various concentrations , which consists of 3 different concentration concentration of gelatin : CaCO3 4 : 6 , 7 : 3 , and gelatin 100 % , which would be distilled water droplets and will be in the photo. Analysis of data using oneway ANOVA and Kruskal Wallis .
Result :Levene 's Test ( Table 4 ) shows the significant value of 0.397 ( p > 0.05 ) , the variance of the data is same, so we proceed to Oneway ANOVA test . Oneway ANOVA test obtained probability value was 0.109 > 0.05 then H0 is accepted, meaning that there is no significant difference .
Conclusion : No difference Contact Angle drops of distilled water on coral scaffold and gelatin ratio of 4 : 6 , 7 : 3 and 100 % gelatin significantly . The contact angle value is on the scaffold with a concentration of 4 : 6 , then 100 % and the last one is 7 : 3 .
1
A. Latar Belakang
Tulang merupakan jenis jaringan ikat padat yang tersusun dari garam
organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan
kalsium karbonat. Garam anorganik bertanggung jawab untuk kekakuan dan
kekuatan tulang yang membuat tulang tersebut dapat menolak tekanan yang
disebabkan oleh kekuatan serta berat. Jaringan ikat organik tulang membuat
kekuatan tulang sebanding dengan besi dan baja. Tulang memiliki fungsi sebagai
kerangka penyangga tubuh pelindung organ tubuh dari benturan dan tempat
terkaitnya otot sehingga memungkinkan otot melakukan pergerakan antara
sambungan tulang yang satu dengan yang lain. Tulang tersusun dari 40%
komponen organik dan 60% komponen anorganik. Komponen organik
mengandung kolagen (80-90%) dan protein non kolagen (10-20%). Kolagen
dibentuk oleh osteoblas pada fase reparatif. Peran utama kolagen adalah
memberikan kekuatan tarik pada tulang (tensile strength) selain itu kolagen akan
membentuk susunan memanjang longitudinal berselang-seling (overlaping) dan
dicelahnya akan ada deposisi mineral hidroksiapatit/kalsium karbonat yang baru
(Ferdiansyah dkk, 2011).
Fraktur tulang atau patah tulang dapat diakibatkan oleh trauma tenaga fisik
2
parahnya fraktur yang terjadi termasuk fraktur lengkap atau fraktur tidak lengkap
(Michael A 2005). Kecelakaan (Intra cranial injury) telah menempati urutan kedua
terbanyak sebagai penyebab kematian dan cedera tulang. Kecelakaan lalu lintas di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai mengalami peningkatan yang cukup
besar. Data dari Polda DIY menunjukkan jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah
DIY tahun 2012 adalah sebagai berikut : kejadian kecelakaan lalu lintas di wilayah
Kabupaten Sleman tertinggi yaitu sebanyak 1.548 kejadian Bantul 1.420 kejadian
Yogyakarta 678 kejadian Gunung Kidul sebanyak 453 kejadian dan Kulon Progo
berjumlah 323 kejadian (Depkes RI, 2013). Berdasarkan data tersebut dapat
simpulkan bahwa salah satu penyebab cedera tulang terbesar di wilayah DIY adalah
kecelakaan.
Penanganan kondisi fraktur memerlukan pencangkokan tulang yang
menempati peringkat kedua terbanyak organ/jaringan di transplantasi dan cangkok
setelah darah di dunia ada lebih dari 22 juta kasus cangkok tulang setiap tahun di
Amerika ada lebih dari 500.000 kasus cangkok tulang yang sudah dilakukan.
Dengan jumlah sebanyak itu diperlukan biaya sekitar 300 juta Dollar US dalam
periode satu tahun (Greenwald citt Ferdiansyah dkk, 2011)(Lewandrowski dkk,
2000). Kondisi defek tulang yang menimbulkan instabilitas mekanis akibat
adanya daerah kosong (gap) dapat menghambat proses penyembuhan tulang. Pada
kondisi ini penggunaan bone graft pada defek tulang akan membantu proses
penyembuhan dan memperkuat stabilitas pada tulang. Secara ideal proses ini akan
baik dan mempunyai kemampuan osteokondusif osteoinduktif osteogenik dan
integritas struktur yang baik (Francis, 2007).
Sesuai tersirat pada salah satu Hadist yang memiliki arti : Dari jabir bin ‘ Abdullah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap penyakit pasti memiliki obat bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala”
(HR. Muslim).
Tissue engineering atau rekayasa jaringan merupakan salah satu teknik
yang dapat menciptakan jaringan yang kompleks dari jaringan yang sederhana.
Rekayasa jaringan memerlukan tiga komponen utama didalam nya yaitu : Scaffold
atau perancah sel dan faktor pertumbuhan. Sel-sel akan berkembangbiak
bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi jaringan khusus sesuai dengan arahan
ekstraseluler matriks untuk membentuk jaringan (Sachlos dan Czernuszka, 2003).
Bone graft yang biasanya digunakan adalah autograft dan allograft. Namun
autograft dan allograft tidak dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan bone graft
yang terus meningkat. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan
Bone graft sintetis (Alloplast) (Zawazi dkk, 2013). Bone graft harus memenuhi
beberapa syarat tertentu terutama syarat untuk Alloplast yaitu dapat diterima
tubuh atau biokompatibel dan menguntungkan bagi proses osteokonduksi
osteoinduksi dan osteogenesis tulang. Osteokonduktif dan osteoinduktif adalah
hal terpenting untuk biomaterial resorbable untuk mengarahkan dan mendorong
formasi pertumbuhan jaringan tubuh (Wahl dkk, 2006). Alloplast yang baik
adalah bone graft sintetis yang secara struktur dan komposisi mirip dengan tulang
alami host. Komposit kolagen-hidroksiapatit adalah salah satu contoh bahana
4
sudut pandang. Tulang terdiri dari kolagen dan hidroksiapatit sebagai komponen
utama dan beberapa persen dari komponen lainnya (Vaccaro, 2002).
Sifat biokompatibel dalam bone graft salah satunya adalah sifat
hidrofobisitas karakter hidrofobisitas ini didapatkan dari penambahan bahan
emulsi gelatin gelatin merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai
emulgator minyak dalam air hal ini di tunjukkan dengan adanya area hidrofobik
pada area yang di tambahkan (Karem citt Asnah dkk, 2011). Tegangan permukaan
adalah salah satu sifat mekanik dari zat cair tegangan permukaan ini terbentuk
karena ada gaya tarik menarik antara molekul. Molekul-molekul ini biasanya akan
saling tolak menolak ataupun akan saling tarik menarik karena terdapat positive
ion (+) dan juga negative ion (-) pada setiap molekul yang berbeda. Fenomena ini
dapat dijelaskan dengan melihat tetesan air ke permukaan benda jika benda
tersebut mempunyai karakter hidrofobisitas yang cukup besar maka air yang di
teteskan akan membentuk sudut kontak (Contact Angle) lebih dari 90o. Semakin
besar contact angle yang terbentuk maka semakin besar sifat hidrofobik yang
dimiliki oleh bahan tersebut (Lloyd, 1969). Pengamatan mengenai karakteristik
hidrofobisitas ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari bonegraft yang akan
digunakan untuk regenerasi jaringan tulang pengamatan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan alat Rame Hart Goniometer (Sarkar dkk, 2006). Rame Hart
Goniometer merupakan alat Fabricated yang tentunya sangat mahal oleh karena
itu akan di susun suatu alat sederhana berupa tripod dan kamera untuk menangkap
Koral adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
cangkok tulang (bonegraft) karena koral memiliki sifat material yang kompatibel
dengan sifat alami tulang. Koral tersusun oleh senyawa yang disebut koralin
hidroksiapatit (CHA) / kalsium karbonat (CHACC) telah terbukti dapat
meningkatkan hasil dari bonegraft sampai 16%. Koral memiliki sifat
biokompatibel yang sangat baik pemilihan bahan substitusi yang baik harus
diperhatikan karena bahan substitusi yang tidak memiliki sifat biokompatibilitas
yang baik dapat merugikan host seperti menyebabkan fraktur ulang atau bisa
menjadi sumber bakteri penyebab infeksi. Koral sintetis yang dibuat dengan bahan
CHACC dapat menjadi alternatif yang sangat baik dan menjanjikan untuk
menggantikan autograft. Namun penggunaan koral harus minimal karena koral di
laut sangat terbatas (Hou R dkk, 2006).
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas terdapat beberapa penelitian tentang karakteristik bone
graft dirumuskan masalah : Adakah perbedaan karakteristik hidrofobisitas dilihat
dari Contact Angle yang terbentuk dari tetesan aquades pada konsentrasi perancah
yang berbeda ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik hidrofobisitas bone graft untuk regenerasi
6
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui karakteristik hidrofobisitas bahan perancah tulang
dengan melihat berapa besar contact angle yang terbentuk di perancah
tulang untuk manusia.
D. Manfaat Penelian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian mengenai karakter
hidrofobisitas perancah untuk regenerasi jaringan tulang adalah :
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran gigi.
2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
b. Bagi Masyarakat
1. Sebagai perawatan alternatif yang dapat digunakan untuk membantu
mempercepat proses penyembuhan tulang.
2. Memberikan informasi baru kepada masyarakat tentang proses
penyembuhan tulang dengan menggunakan perawatan bone graft.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang karakteristik bone graft secara keseluruhan :
1. Regenerasi pada Massive Bone Defect dengan Bovine Hydroxyapatite sebagai
Pada penelitian ini peneliti (Ferdiansyah) melakukan penelitian terhadap
pertumbuhan tulang dengan menggunakan bahan bovine hydroxyapatite sebagai
scaffold Peneliti mendapatkan hasil alternatif baru bahan graft pengganti tulang
(bone material substitute). BHA sendiri dapat digunakan pada defect tulang yang
kecil karena pada defect tulang kecil umumnya potensi penyembuhan tulang
masih normal dan hanya membutuhkan scaffold untuk tempat tumbuhnya tulang
yang baru sehingga proses penyembuhan tulang dapat dipercepat. Pada massive
bone defect komposit BHA dengan mesenchymal stem cells dapat menjadi
alternatif massive allograft.
2. Evaluation of Physical Properties of Bone Scaffolds Prepared from
Polycaprolactone Microspheres (2011).
Penelitian yang dilakukan oleh N. Srimora J. Kaewsrichan dan L. Kaewsichan ini
membahas tentang karakteristik scaffolds secara fisik dari bahan pabrikan (bahan
komersial). Bahan ini ada beberapa jenis yaitu pabrikan freeze drying dan bahan
pabrikan yang bentuk dari compression method. Kedua jenis scaffold tersebut di
analysis untuk melihat karakteristiknya adapun karakteristik dari bahan tersebut
adalah : 1). SEM Analysis yang dilihat adalah bentuk dan morfologi dari
permukaan scaffold. 2).Contact Angle Analysis yang dilihat adalah sifat hdrofobik
dan hidrofilik dari permukaan scaffold. 3). Porosity analysis yang dilihat adalah
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Bone Tissue Engineering (BTE)
Bone Tissue Engineering merupakan suatu teknik yang terbentuk dari
dua prinsip keilmuan, antara "sciences" dan "engineering" yang mempelajari
tentang pengembangan bahan pengganti komponen biologis yang bertujuan
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi tubuh yang
rusak atau jaringan tulang yang hilang (Khaled, 2011). Terdapat 3 prinsip
utama yang menyusun BTE yaitu : Biomaterial Scaffold, Cells dan Growth
Factor. Ketiga hal ini akan memicu terbentuknya jaringan baru dengan cepat
(O’Brien, 2011).
Bone graft harus memenuhi beberapa syarat tertentu, terutama syarat
untuk bone graft sintetis yaitu dapat diterima tubuh atau biokompatibel dan
menguntungkan bagi proses osteokonduksi, osteoinduksi, dan osteogenesis
tulang. Osteokonduktif dan osteoinduktif adalah hal terpenting untuk
biomaterial resorbable untuk mengarahkan dan mendorong formasi
pertumbuhan jaringan tubuh (Wahl dkk, 2006).
Kondisi defek tulang yang menimbulkan instabilitas mekanis akibat
Pada kondisi ini, penggunaan bone graft pada defek tulang akan membantu
proses penyembuhan dan memperkuat stabilitas pada tulang. Secara ideal
proses ini akan berlangsung bila bone graft yang digunakan memiliki
biomaterial properties yang baik dan mempunyai kemampuan osteokondusif,
osteoinduktif, osteogenik dan integritas struktur yang baik. Penyembuhan
tulang dan osteointegasi pada bone graft memiliki sifat individual yang
subjektif berdasarkan jenis graft yang digunakan (Francis, 2007).
Banyak bahan yang digunakan sebagai bahan perancah seperti bahan
alami, sintetis, biodegradable dan bahan permanen. Sebagian besar
bahan-bahan ini telah digunakan sejak sebelum ditemukaannya teknik rekayasa
jaringan yang sudah digunakan dalam jahitan bioresorbable, kolagen dan
beberapa poliester adalah salah satu contoh dari bahan tersebut. Setelah
adanya pengembangan dari rekayasa jaringan, ditemukan biomaterial baru
yang memiliki sifat ideal dan mempunyai karakter non imunogenitas,
transparansi dan mempunyai serat skala nano (Khaled, 2011)
2. Perancah
Perancah yang baik adalah perancah yang secara struktur dan
komposisi mirip dengan tulang alami host. Ada perancah alami dan perancah
sintetis. Komposit kolagen-hidroksiapatit adalah salah satu perancah sintetis
yang memiliki karakteristik yang mirip dengan tulang dari beberapa sudut
pandang (Vaccaro, 2002). Biomaterial osteokonduktif menyediakan perancah
tiga dimensi sehingga jaringan tulang hidup yang baru akan dibentuk oleh
11
tidak dapat membentuk tulang atau mempengaruhi pembentukannya (Torres
dkk, 2011).
Perancah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Autograft, Allograft dan
Xenograft.
a. Autograft
Autograft adalah cangkok tulang yang dipanen dari dan ditanamkan
dalam individu yang sama. Autograft sering dianggap sebagai gold standart
dalam proses regenerasi tulang dilihat dari sifat osteokonduktif, osteoinduksi,
osteogenisiti, dan osteointegrasi. Namun autograft juga memiliki kekurangan
dan kelemahan dilihat dari keidealan cangkok tulang, karena memerlukan dua
area operasi untuk mengambil tulang donor (biasanya tulang iliaka) maka
akan meningkatkan waktu operasi dan pembatasan bentuk cangkok tulang
serta akan menambah biaya yang akan dikeluarkan oleh penderita (Arrington
citt Torres ,2011). Autograft memiliki 3 sifat ideal yaitu : 1). Osteogenesis
dimana autograft mengandung sel osteoblas yang mempunyai kemampuan
untuk mereproduksi matrik tulang. 2). Oseteoinduktif, autograf mengandung
sitokin seperti transforming growth factor- (TGF-) (Brinker dkk, 2008).
Platelet derived growth factor (PDGF), insulin like growth factor (IGF),
fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenetic protein (BMP) yang
berfungsi menarik, memberikan menstimulus osteoprogenitor sel untuk
berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas yang selanjutnya akan
autograf akan berfungsi sebagai scaffold tempat deposisi tulang yang baru.
Walaupun autograf merupakan graft yang paling ideal, tetapi autograf tidak
digunakan untuk kerusakan besar pada tulang (massive bone defect), karena
autograf diambil dari tubuh manusia itu sendiri, kemungkinan besar akan
mengakibatkan kecacatan karena pengambilan tulang yang terlalu besar
(Ferdiansyah dkk, 2011).
b. Allograft
Allograft didefinisikan sebagai jaringan yang di ambil dan dipanen
dari satu orang dan di cangkokkan ke individu yang lain namun masih satu
spesies. Allograft diambil dari tulang mayat (kadaver) ini dianggap menjadi
graft yang baik sebagai alternatif Autograft karena mempunyai karakteristik
yang sama. Allograft diambil dari tulang kortikal panjang karena memiliki
protein induktif tulang dan aktivitas antigen yang minimal dengan proses
tertentu sebelum di tanamkan di dalam tubuh penderita (penerima donor).
(Hung, 2012). Allograft ini relatif memerlukan waktu yang lebih singkat dari
Autograft karena tidak memerlukan area operasi yang baru (Torres dkk,
2011).
c. Xenograft
Xenograft merupakan teknik cangkok tulang yang diambilkan dari
suatu jaringan spesies yang berbeda. Xenograft yang biasa digunakan adalah
Xenograft yang diambilkan dari tulang sapi. Xenograft dari tulang sapi
13
bagus selama 20 tahun lebih. Xenograft dari tulang sapi memiliki komposisi
mirip dengan tulang manusia, yang terdiri dari hidroksiapatit murni dan
diolah secara kimia untuk menghilangkan semua komponen organik sehingga
aman untuk di tanamkan dalam tubuh host (Torres dkk, 2011).
d. Alloplast (Graft sintetis)
Alloplast merupakan salah satu alternatif bahan pengganti tulang
(cangkok). Bone graft yang biasanya digunakan adalah autograft dan allograft.
Namun, autograft dan allograft tidak dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
bone graft yang terus meningkat. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah
penggunaan Bone graft sintetis (Alloplast) (Zawawi, 2013).
3. Karakteristik Bone graft
Salah satu karakter yang harus dimiliki oleh bahan pengganti tulang
(bone graf) adalah karakter hidrofobisitas, karakteristik hidrofobisitas ini
mengacu pada teori tegangan permukaan air, hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut : Tegangan permukaan adalah salah satu sifat mekanik dari zat cair,
tegangan permukaan ini terbentuk karena ada gaya tarik menarik antara
molekul. molekul-molekul ini mempunyai sifat tarik menarik dan ada yang
mempunyai sifat saling menolak, karena molekul ini mempunyai positive ion
(+) dan juga negative ion (-) pada setiap molekul yang berbeda. Fenomena ini
dapat dijelaskan dengan melihat tetesan air ke permukaan suatu benda, jika
benda tersebut mempunyai karakter hidrofobisitas yang cukup besar, maka air
semakin besar contact angle yang terbentuk, maka semakin besar pula sifat
hidrofobik yang dimiliki oleh bahan yang di tetesi air tersebut. (Lloyd, 1969).
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bone graft yang baik
adalah yang memiliki sifat hidrofobisitas yang cukup besar, hal itu
dihubungkan dan dibandingkan secara lurus dengan biodegradable dari
jaringan, dimana semakin besar hidrofobisitas maka akan memperlambat dan
memiliki kontrol dalam proses biodegradable. Karakter hidrofobisitas ini bisa
didapatkan dari penambahan bahan emulsi gelatin, gelatin merupakan
senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai emulgator minyak dalam air,hal
ini di tunjukkan dengan adanya area hidrofobik pada area yang di tambahkan.
(Karem citt Asnah dkk, 2011). Jika sudut yang dibentuk oleh air yang
diteteskan ke permukaan perancah memiliki sudut kurang dari 90o maka
dikatakan cairan membasahi benda padat (hidrofilik), namun jika memiliki
sudut lebih dari 90o maka dikatakan cairan tidak membasahi benda padat
(hidrofobis) (Srimora, 2011). Untuk melihat seberapa besar contact angle
yang dibentuk pada permukaan perancah yang sangat kecil tersebut,
dilakukan pengukuran dengan menggunakan Rame Hart Goniometer (Sarkar
dkk, 2006). Prinsip sederhana alat ini dapat digantikan dengan penyusunan
kamera DSLR dan tripod (Suliyanto dkk, 2010).
4. Koral Laut
Koral merupakan bahan yang sering digunakan dalam cangkok tulang,
penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa karang (koral) memiliki sifat
15
dapat digunakan sebagai sistem pertumbuhan tulang. Koral memiliki
"interconnective" struktur yang berpori 3 dimensi, struktur ini menyediakan
ruang yang akan digunakan sel untuk bermigrasi dan berdiferensiasi kedalam
pori-pori tulang. Penggunaan koral telah banyak digunakan untuk
memperbaiki struktur dalam augmentasi sinus maksilaris, memperbaiki cacat
(luka) tulang periodontal, rekontruksi tulang rahang dan banyak hal lainnya.
Bone morphogenetic proteins (BMP) yang terdapat pada koral,
mengakibatkan proses yang cukup baik dalam memperbaiki cacat tulang (Hou
dkk, 2006).
Koral sangat berpotensi sebagai perancah dalam teknik rekayasa
jaringan.namun penggunaan koral harus secara bijak sesuai dengan yang
tertuang dalam UU No.45 tahun 2009 tentang perikanan pasal 1 ayat 8 yang
berbunyi : " Konservasi Sumber Daya Ikan adalah upaya perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis,
dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai
dan keanekaragaman sumber daya ikan."
5. Perancah Buatan
a. Gelatin
Gelatin dan kolagen merupakan komponen utama yang menyusun kulit,
tulang dan sering digunakan sebagai bahan perancah buatan. Gelatin
antigenisitas, praktis dan paling nyaman digunakan karena harga yang relatif
murah. dari hasil uji dalam sel in vitro secara adhesi dan proliferasi sel, gelatin
menunjukkan kesamaan terutama di proliferasi sel manusia dan gelatin
menjadi faktor pembatas dalam penyembuhan luka. Gelatin memiliki sifat fisik
dan biologis yang cocok digunakan sebagai perancah dilihat dari morfologi,
"crosslinking degree", rasio pembengkakan, tingkat degradasi, poliferasi sel
dan juga modulus tekan (Ratanavaraporn dkk, 2006).
b. Hidrogel gelatin
Beberapa tahun terakhir, penggunaan hidrogel biodegradable banyak
digunakan termasuk dalam aplikasi rekayasa jaringan dan untuk proses
penyerapan obat dalam tubuh. Sifat hidrogel yang menyerupai sifat alami
jaringan tubuh,dengan kadar air yang cukup tinggi memungkinkan nutrisi
untuk dicerna dengan mudah. Pada kasus ini penggunaan hidrogel sangat
cocok untuk implan dan juga injeksi untuk keperluan medis. Hidrogel
memberikan banyak keuntungan dibanding sistem polimer lain untuk aplikasi
medis.Dengan demikian sebagian besar penelitian difokuskan terhadap
hidrogel secara in vivo. Hidrogel ini juga sering digunakan untuk pemberian
obat, pemakaian perancah untuk pertumbuhan sel,dan sebagai pelapis luka.
Dalam teknik rekayasa jaringan dan perancah buatan, aplikasi hidrogel ini
17
B. Landasan Teori
Kerusakan dan kehilangan jaringan tulang merupakan salah satu
dampak yang dapat terjadi karena kecelakaan, trauma dan pasca perawatan
gigi. Tulang terdiri dari senyawa organik dan anorganik yang mempunyai
kempampuan untuk beregenerasi secara aktif dan alami selama hidup.
Kemampuan regenerasi ini dapat dilihat dari pemulihan kerusakan tulang
secara sendiri (alami) apabila tulang tidak diberikan perawatan atau dibiarkan
dalam jagka waktu yang lama, maka tulang tersebut akan kembali ke bentuk
semula. Namun dalam kasus kerusakan yang besar, dikhawatirkan tulang
tidak dapat kembalike bentuk semua karena daerah kerusakan akan terisi oleh
jaringan lain, misal jaringan otot bahkan tumor.
Rekayasa jaringan merupakan salah satu teknik yang di kembangkan
untuk perawatan kerusakan jaringan, baik itu jaringan lunak ataupun jaringan
keras pada struktur tubuh mahkluk hidup. Scaffold atau perancah adalah salah
satu upaya dalam rekayasa jaringan. Perancah merupakan kerangka
penyangga sementara yang berfungsi sebagai tempat tinggal sel yang
baru,sehingga sel dapat berkembang biak dan berdiferensiasi sehingga
terbentuk jaringan baru,untuk menutup kerusakan.Perancah harus memiliki
beberapa sifat, salah satunya adalah biokompatibel, agar perancah dapat
diterima oleh tubuh dan tidak dianggap sebagai benda asing dalam beberapa
waktu tertentu. Selain biokompatibel, perancah juga harus mempunyai sifat
hydrophobic dan biodegradable, hal ini menentukan berapa lama perancah
dimetabolisme oleh tubuh. Semakin besar sifat hidrofobiknya, maka semakin
lama juga proses biodegradabel yang akan terjadi.
Perancah koral buatan merupakan perancah yang berbahan dasar
CaCO3 dan gelatin. CaCO3 merupakan bahan penyusun tulang, sehingga
cocok jika digunakan untuk bahan pengganti partikel tulang, sedangkan
gelatin merupakan turunan dari kolagen yang menyusun jaringan tulang,
jaringan lunak dan kulit. Karena sifat gelatin yang sangat hidofilik, maka
gelatin akan sangat mudah untuk di resorbsi oleh tulang, oleh karena itu
digunakan metode crosslinking yang akan merubah gelatin menjadi hydrogel
untuk memperlambat proses degradasi. Kecepatan degradasi juga menentukan
proses penyembuhan tulang. Ketika bahan yang dimasukkan kedalam tubuh
tersebut di degradasi dengan cepat, sebelum proses berkembang dan
berdiferensiasi, maka upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
19
C. KERANGKA KONSEP
Kerusakan Tulang
Bone Tissue Engineering
Sel Perancah Faktor Pertumbuhan
Perancah Koral Buatan
Aplikasi pada daerah kerusakan tulang
Karakter Hidrofobisitas Perancah
Pelepasan Faktor Pertumbuhan
Sel berpoliferasi , migrasi , deferensiasi
D. Hipotesis
Terdapat perbedaan Contact Angle yang terbentuk oleh tetesan Aquades
pada perancah CaCO3 dan gelatin konsentrasi 4:6, 7:3 dan 100% perancah
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris
kuasi.
B. Subyek Penelitian
Bahan Uji : Perancah Koral buatan yang dikembangkan oleh tim peneliti rekayasa
jaringan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
C. Tempat dan Waktu
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta untuk menghitung berapa besar sudut kontak (Contact Angle)
perancah buatan pada larutan Aquades.
Waktu penelitian : Penelitian akan dilakukan selama bulan Mei sampai Juni 2015.
D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
1. Identifikasi Variable
a. Variabel pengaruh :
22
3). Sampel perancah perbandingan 7 untuk gelatin dan 3 untuk CaCO3.
c. Variabel terpengaruh
1). Karakteristik hidrofobisitas yang dilihat dari Contact Angle yang terbentuk.
d. Variabel terkendali
3). Jumlah dan ukuran pori-pori perancah
2. Definisi Operasional
a. Perancah koral buatan dalam penelitian ini adalah perancah yang berbentuk medan
tipis dan dibuat dengan teknik hidrogel dengan bahan utama gelatin dan CaCO3
yang dikembangkan oleh tim rekayasa jaringan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, yang terdiri dari perancah konsentrasi 4:6 , 7:3 bahan
koral buatal dan gelatin, serta 100% bahan perancah dari gelatin murni.
b. Karakteritik hidrofobisitas adalah gambaran Contact Angle atau besarnya sudut
yang terbentuk dari tetesan Aquadespada benda padat (perancah).
E. Instrumen Penelitian
1. Bahan Penelitian
23
23
b. Perancah buatan :
1). Sampel perancah gelatin
2). Sampel perancah perbandingan 4 untuk gelatin dan 6 untuk CaCO3.
3). Sampel perancah perbandingan 7 untuk gelatin dan 3 untuk CaCO3.
c. Aquades.
1. Menyiapkan bahan pembuatan alat serupa tripod sebagai tempat perancah buatan dan
tempat kamera DSLR.
2. Membuat alat serupa tripod sejumlah 2 unit.
3. Menyiapkan perancah koral buatan yang dibuat oleh tim rekayasa jaringan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
4. Sediakan 2 bahan perancah koral buatan untuk dilakukan penelitian.
5. Beri label A untuk perancah gelatin, label B untuk perancah konsentrasi 4:6 dan label
C untuk perancah konsentrasi 7:3.
6. Menyiapkan bahan untuk tetesan yaitu aquades.
7. Menyiapkan Tripod untuk penempatan camera dan penempatan perancah buatan.
8. Meneteskan bahan aquadesdengan menggunakan mikropipet ke perancah buatan label
24
10.Mengulangi kembali penetesan dan pengambilan gambar pada perancah buatan label
A hingga 3 kali.
11.Mengamati secara computerize menggunakan aplikasi tertentu untuk melihat seberapa
besar sudut yang di bentuk pada perancah buatan label A.
12.Menghitung rata-rata besarnya sudut yang dibentuk pada perancah buatan label A
dengan rumus cosinus.
13.Meneteskan bahan aquadesdengan menggunakan mikropipet ke perancah buatan label
B.
14.Mengambil gambar (Foto) aktifitas yang dilakukan dengan menggunakan alat yang
sudah di susun berupa tripod dan kamera DSLR.
15.Mengulangi kembali penetesan dan pengambilan gambar pada perancah buatan label
B hingga 3 kali.
16.Mengamati secara computerize menggunakan aplikasi tertentu untuk melihat seberapa
besar sudut yang di bentuk pada perancah buatan label B.
17.Menghitung rata-rata besarnya sudut yang dibentuk pada perancah koral buatan B
dengan rumus cosinus.
18.Meneteskan bahan aquadesdengan menggunakan mikropipet ke perancah buatan label
C.
19.Mengambil gambar (Foto) aktifitas yang dilakukan dengan menggunakan alat yang
25
25
20.Mengulangi kembali penetesan dan pengambilan gambar pada perancah buatan label
C hingga 3 kali.
21.Mengamati secara computerize menggunakan aplikasi tertentu untuk melihat seberapa
besar sudut yang di bentuk pada perancah buatan label C.
22.Menghitung rata-rata besarnya sudut yang dibentuk pada perancah koral buatan C
dengan rumus cosinus. Catat hasilnya dan mendapatkan hasil yang dihubungkan
dengan prinsip pengukuran sudut kontak, jika sudut (θ) kurang dari 90o,maka cairan
dikatakan membasahi zat padat (hidrofilik). Jika θ lebih besar dari 90o, maka cairan
dikatakan tidak membasahi zat padat (hidrofobik). Hal ini dapat ditentukan dengan
teorema Phytagoras dengan perhitungan sudut – sudut pada segitiga (sin, cos, dan
tangen) sebagai berikut :
Hal ini di tunjukkan dengan gambar sebagai berikut :
B Keterangan:
AB = Panjang garis antara titik A dan B AC = Panjang garis antara titik A dan C BC = Panjang garis antara titik B dan C
A C
26
(Gambar 1. - Rame Hart Goniometer)
*** (Sumber : Evaluation of Physical Properties of Bone Scaffolds Prepared from
Polycaprolactone Microspheres (2011).
23.Membandingkan hasil sudut yang terbentuk oleh tetesan aquades terhadap ke tiga label
27
27
G. Alur Penelitian
Ambil gambar dan hitung rata-rata sudut kontak yang di bentuk
dari masing-masing perancah Menyiapkan perancah buatan
28
hidrofobisitas permukaan perancah ini menggunakan uji normalitas data dengan
Shapiro-Wilk dan uji statistik menggunakan ONE-WAY ANOVA. Jumlah subject penelitian ada 3
perancah yang masing-masing secara triplicate, jadi total sampel yang saya gunakan ada
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai karakteristik hidrofobisitas permukaan perancah dan penyusunan
alat untuk regenerasi jaringan tulang menggunakan teori Pythagoras terhadap aquades.
Teorema Phytagoras yang membahas tentang sudut pada segitiga dengan menggunakan rumus
sin, cos, dan tan dapat menjadi acuan dalam penelitian ini, dimana digunakan rumus :
:
B Keterangan:
AB = Panjang garis antara titik A dan B AC = Panjang garis antara titik A dan C BC = Panjang garis antara titik B dan C
A C
(gambar 2. - Ilustrasi Segitiga)
Penelitian ini diawali dengan mengukur masing-masing Contact Angle dari
perancah, berikut ini dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 2. Hasil Case processing Summary
Perancah CaseValid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sig. (p) : Signifikansi (perbedaan yang bermakna)
Uji normalitas yang digunakan adalah Saphiro-Wilk karena jumlah sampel yang diuji
50. Berdasarkan Tabel 3. hasil uji normalitas didapatkan tingkat signifikansi atau nilai
probabilitas dari masing-masing perancah adalah perancah A 0,676, perancah B 0,348 dan
perancah C 0,373. Nilai probabilitas dari ketiga perancah tersebut menunjukkan p>0,05 maka
seluruh data tersebut adalah normal, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Contact Angle
Levene Statistic Df1 Df2 Sig.
32
Kotak Levene’s Test (Tabel 4.) menunjukkan nilai signifikansi 0,397 (p>0,05) maka
varians data adalah sama, sehingga dapat dilakukan uji Oneway ANOVA.
Tabel 5. Hasil Uji oneway ANOVA Contact Angle
Sum of Squares : Jumlah kuadrat
DF : Degree of Freedom (Derajat Kebebasan)
Mean Square : Rata-rata kuadrat
F : Nilai F perhitungan
Sig. (p) : Signifikansi (perbedaan yang bermakna)
Tabel 6. Hasil Uji Lanjut LSD
Dependent Variable : Contact Angle
Uji oneway ANOVA didapatkan nilai probabilitas 0,109 > 0,05 maka H0 diterima, dapat
diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan Contact Angle antara ketiga konsentrasi tersebut, hal
ini dapat dilihat di tabel 5. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk mengetahui signifikansi
perbedaan tersebut. Tabel 6, Hasil uji LSD menunjukkan bahwa perancah A beda signifikan
B. Pembahasan
Koral merupakan bahan yang dapat diperoleh di alam yang memiliki kandungan kalsium
karbonat yang tinggi sehingga dapat diterima oleh tubuh jika digunakan untuk bonegrafting
(Al-Salihi, 2009). Struktur koral sendiri sangat mirip dengan jaringan tulang, dikarenakan
terdapat porusitas yang memiliki interconnective pada struktur 3D, struktur ini menyediakan
ruang yang akan digunakan sel untuk bermigrasi dan berdiferensiasi kedalam pori-pori tulang
(Hou dkk., 2006). Gelatin merupakan protein yang berperan penting dalam proses regenerasi
jaringan. Gelatin dapat diperoleh dari proses hidrolisis kolagen (Liu dam Ma, 2014). Gelatin
dipilih karena tidak menunjukkan antigenisitas dan dapat di terima dengan baik oleh tubuh,
lebih praktis dan lebih murah dibandingkan dengan kolagen. Ikatan senyawa kimia dalam
gelatin sendiri memenuhi kriteria terbaik dalam proses regenerasi jaringan, dimana gelatin
memiliki Crosslingking degree, mophology, swelling ratio dan cell attachment yang baik
(Ratanavaraporn dkk, 2006).
Syarat-syarat bahan perancah antara lain; 1) biokompatibilitas, 2) struktur perancah, 3)
mechanical properties, 4) biodegradabilitas, 5) interface adherence, 6) porositas, 7) G- Nature,
8) processability, 9) loading capacity release kinetics, 10) stability, 11) binding affinity (Garg
dkk., 2012). Hal yang perlu diperhatikan juga adalah ukuran pori dan permukaan perancah,
apabila ukuran pori kecil maka akan terjadi oklusi pori dan mencegah penetrasi seluler,
produksi matriks ekstraseluler dan neovaskulerisasi pada perancah. Ukuran pori yang diterima
34
Contact Angle dapat ditentukan dan dilihat dari hidrofobisitas permukaan membran
terhadap penetesan air dalam teori pembasahan (Elioni citt. Satrio dkk., 2015). Pembasahan
membran dipengaruhi oleh sifat membran (ukuran pori), sifat pelarut (tegangan permukaan),
dan interaksi antara membran dan pelarut (Contact Angle) (Nishikawa dkk., 1995). Kreulen
dkk. (1993) dan Lu dkk. (2008) menunjukkan bahwa pembasahan pori membran secara
signifikan mempengaruhi koefisien perpindahan massa pada membran dan hambatan pada
bagian membran meningkat secara tajam. Dapat disimpulkan bahwa kekasaran permukaan dan
besarnya pori membran dapat mempengaruhi interaksi antara membran dan pelarut, pada
penelitian yang telah dilakukan ukuran pori dan kekasaran permukaan merupakan sifat fisik
yang dimiliki oleh perancah, yang nantinya akan di lakukan penetesan aquades yang akan
membentuk tagangan permukaan dan akan menghasilkan Contact Angle.
Sampel perancah yang digunakan pada penelitian ini merupakan bahan yang sedang
dikembangkan oleh tim peneliti rekayasa jaringan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Sampel yang digunakan adalah perancah campuran antara koral
buatan dan gelatin murni dengan perbandingan 4:6 (A), 7:3 (B) dan 100% gelatin (C) dalam
bentuk membran yang memiliki kekasaran permukaan tertentu. Menurut istilah teknik,
permukaan adalah suatu batas yang memisahkan benda padat dengan benda di sekitarnya.
Sedangkan kekasaran adalah suatu ketidak teraturan tekstur sebuah benda, secara umum
kekasaran ini terbentuk akibat dari proses produksi, kekasaran suatu permukaan benda sendiri
dapat rancang dan dapat dikendalikan pada saat proses pembuatan benda itu sendiri (Purbosari.,
2012).
Menurut teori Lloyd pada tahun 1969, tegangan permukaan adalah salah satu karakter
benda disekitarnya. Perbedaan nilai kohesi dan adhesi akan menyebabkan terjadinya perbedaan
Contact Angle, misalkan nilai kohesi lebih besar dari nilai adhesi nya, maka cairan tidak
membasahi benda (aquades dengan perancah) begitu pula sebaliknya (Sudarja, 2005) Contact
Angle adalah nilai penting yang digunakan sebagai parameter untuk memprediksi wettability
(keterbasahan) permukaan suatu benda, sifat keterbasahan dari permukaan merupakan
parameter penting untuk memprediksi kemampuan absorbsi dalam lingkungan biologis
(Katsikogianni dkk, 2004). Kekasaran permukaan atau Surface Roughtness merupakan suatu
karakteristik benda jika berkontak dengan benda cair, kekasaran permukaan memiliki peran
penting terhadap proses penyerapan suatu cairan dan proses terbentuknya suatu Contact Angle
dimana semakin kasar permukaan, akan tercipta pori – pori yang akan terisi oleh cairan dan
mengakibatkan berubahnya nilai Contact Angle. Satrio dkk (2015) menyatakan bahwa
peningkatan kekasaran pada permukaan fiber membran menyebabkan sudut kontak menjadi
meningkat. Tujuan melihat Contact Angle pada penelitian ini adalah untuk melihat
karakteristik dari sampel perancah ketika sudah digunakan sebagai trigger dalam tulang
manusia untuk proses regenerasi jaringan tulang, diasumsikan bahwa semakin besar Contact
Angle yang terbentuk, maka semakin besar pula sifat hidrofobisitas perancah tersebut terhadap
cairan (air). Merujuk pernyataan dari Katsikogianni diatas bahwa Contact Angle adalah nilai
penting yang digunakan sebagai parameter penting untuk memprediksi kemampuan absorbsi
dalam lingkungan biologis. Untuk melihat berapa besar Contact Angle yang terbentuk, dapat
dilihat dari teori fisika tentang gaya kohesi dan adhesi, gaya kohesi dan adhesi yang terbentuk
36
perancah, dimana akan terbentuk Contact Angle yang berbeda antara perancah A , perancah B,
dan perancah C meskipun diberikan perlakuan yang sama, hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan struktur dari perancah tersebut. Pembentukan Contact Angle ini dipengaruhi juga
dengan adanya suatu konfigurasi kekasaran permukaan yang dimiliki oleh masing-masing
perancah, kekasaran permukaan suatu membran tipis pada perancah merupakan hal yang tidak
dapat diatur karena sifatnya yang sangat tipis dan karena bahan koral buatan yang digunakan
sendiri sudah memiliki kekasaran tertentu. Konfigurasi kekasaran juga terbentuk dari ukuran
dan jumlah pori-pori suatu membran, selain sifat dari perancah itu sendiri, ada sifat yang
berpengaruh terhadap pembentukan Contact Angle, yaitu viskositas suatu cairan, dalam hal ini
adalah aquades. Semakin kental cairan (viskositas tinggi) maka Contact Angle yang terbentuk
juga akan semakin besar. Namun dalam hal ini aquades terpilih dalam penelitian karena
aquades merupakan air murni yang diasumsikan hanya memiliki molekul H2O yang mirip
dengan cairan tubuh manusia.
Viscosity atau viskositas merupakan ketahanan fluida terhadap perubahan bentuk
(deformasi) akibat tegangan geser ataupun terhadap deformasi sudut (Angular deformation),
viskositas terbentuk oleh karena adanya gaya kohesi dan pertukaran momentum dari molekul
dalam fluida.Ukuran kekentalan suatu zat cair / cairan yang dapat menentukan besar kecilnya
gesekan dalam teori fluida. Semakin besar gesekan yang tercipta dalam zat cair, maka dapat
dikatakan semakin lama zat cair tersebut akan mengalir (Sudarja, 2005). Semakin besar
viskositas pada air, maka air akan membentuk Contact Angle yang besar (Yuehua dkk, 2013).
Porositas merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh perancah, nilai porositas
pada perancah yang baik dan dapat diterima oleh tubuh adalah 50-90% (Karageorgiou dan
hancur, karena sangat mudah menyerap benda cair (Anwar dan Solechan, 2014). Pada
penelitian ini kombinasi bahan koral buatan yang lebih banyak memiliki ukuran porusitas yang
besar, dimana semakin besar porusitas, dan semakin kasar permukaan, maka akan terbentuk
Contact Angle yang lebih besar pula, hal ini dapat dilihat dari ukuran Contact Angle yang
terbentuk pada perancah A, sedangkan untuk perancah C menempati peringkat kedua, dan
perancah B menempati peringkat terakhir. Gelatin sendiri banyak digunakan dalam industri
farmasi untuk pembuatan selaput obat (coating), gelatin murni memiliki homogenitas bahan
yang sangat baik, hal ini didukung dengan fungsi gelatin yang digunakan sebagai bahan
pengikat, dan dengan itu gelatin memiliki sifat kohesi yang sangat tinggi. perancah C
menempati perigkat ke dua setelah A karena sifat diatas, sifat homogen dan kohesifitas yang
tinggi, dimana akan terbentuk pori yang seragam, baik dalam ukuran dan kekasaran
permukaannya, karena jumlah dan besarnya pori-pori ini berpengaruh terhadap penyerapan air,
dan berpengaruh terhadap terbentuknya Contact Angle. Sedangkan pada perancah B memiliki
ukuran pori yang lebih heterogen, karena dipengaruhi sedikit karakter dari koral yang memiliki
struktur crosslinking sehingga penyerapan terjadi cenderung lebih cepat, hal ini
mengakibatkan terbentuknya Contact Angle yang lebih kecil daripada perancah-perancah yang
lain, hal ini berbeda dengan sifat perancah A yang cenderung memiliki struktur crosslinking
yang lebih banyak.
Faktor-faktor yang harus mendapat perhatian terkait porositas serta karakteristik
hidrofobisitas pada perancah adalah pemilihan teknik fabrikasi perancah, proses pembuatan
38
dilakukan Srimora J. Kaewsrichan dan L. Kaewsichan pada tahun 2011 menggunakan bahan
pabrikan freeze drying dan bahan pabrikan yang bentuk dari compression method. Kedua jenis
scaffold tersebut di analysis untuk melihat karakteristiknya adapun karakteristik dari bahan
tersebut adalah : 1). SEM Analysis yang dilihat adalah bentu dan morfologi dari permukaan
scaffold. 2).Contact Angle Analysis yang dilihat adalah sifat hdrofobik dan hidrofilik dari
permukaan scaffold. 3). Porosity analysis yang dilihat adalah karakteristik sesuai prinsip
Archimedes tentang penyerapan.
41
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan adalah, karakteristik
hidrofobisitas permukaan perancah koral buatan kombinasi antara bahan koral buatan dan
gelatin 4:6, 100% dan 7:3 yang dilihat dari terbentuknya Contact Angle tidak berbeda
secara signifikan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti berharap agar
penelitian ini dapat dikembangkan, dan dijadikan acuan untuk penelitian lain, seperti
DAFTAR PUSTAKA
Al-Salihi. (2009). In Vitro Evaluation of Malaysian Coral Porites Bone Graft Subtitutes
(CORAGRAF) for Bone Tissue Engineering: A Preliminary Study. Braz J Oral Sci, 8.
Anonymous. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Indonesia.
Anwar, S. A., dan Solechan. (2014). Analisa Karakteristik dan Sifat Mekanik Scaffold
Rekonstruksi Mandibula dari Material Bhipasis Calsium Phospate dengan Penguat Cangkang Kerang Srimping dan Gelatin Menggunakan Metode Functionally Graded Material. Prosiding SNATIF, 1 , 137-144.
Asnah , Marzuki . Ermina Pakki . Fitrah Zulfikar. (2011). Ekstraksi dan Penggunaan Gelatin
dari Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Sebagai Emulgator dalam Formulasi sediaan Emulsi .
Brinker R & daniel P.O Connor. (2008). Mark D.Miller Review of Orthopaedics Fifth Edition. In Basic Science (pp. 19-21).
Dhiah Purbosari. (2012). KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40
HASIL PEMESINAN CNC MILLING ZK 7040 EFEK DARI KECEPATAN
PEMAKANAN (FEED RATE) DAN AWAL WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN .
Ferdiansyah, Djoko Rushadi, Fedik Abdul Rantam,Aulai'am. (2011). Regenerasi pada Masive
Bone Defect dengan Bovine Hydroxyapatit sebagai Scaffold Mesenchymal Stem Cells .
Francis, C. X. (2007). Canale & Beaty : Chambell's Operative Orthopaedics, 11th ed.
Hawkins, Ashley Marie. (2012). Biodegradable Hydrogels And Nanocomposite Polymers :
Synthesis and Characterization for Biomedical Applications .
Hou,R., Fulin Chen, Yaowu Yang et al. (2006). Comparative studdy between coral-mesenchymal
stem cells-rhBMP-2 composite and auto-bone-graft in rabbit critical-sized cranial defect model .
Hung, Ngoc Nguyen. (2012). Basic Knowledge of Bone Grafting. In D. A. Zorzi, Bone Grafting
(pp. 11 - 38).
Karageorgiou, V., dan Kaplan, D. (2005). Porosity of 3D Biomaterial Scaffolds and
Osteogenesis. Biomaterials, 26, 5474-5491 .
Katsikogianni, M. And Missirlis, Y. M. (2004). Concise Review of Mechanisms of Bacterial
reaction, J. Membrane Science, 78 (3) , 217-238.
Lewandrowski K, Gresser JD, Wise DL. (2000). Biomaterials. Bioresorbable bone graft
subtitutes of different osteoconductivities : a histologic evaluation of osteointegration of polypropylene glycol-co-fumaric acid-based ceent implants in rats.
Liu, X., & Ma, P. X. (2004). Polymeric Scaffold for Bone Tissue Engineering. Annals of Biomedical Engineering, 32, 477-486.
Lloyd, T. (1969). Surface Tension In Fluid Mechanics. Chicago: National Committee for Fluid
Mechanics Films Tufts Univesity.
Lu, J.G., Zheng, Y.F., Cheng, M.D. (2008). “Wetting mechanism in mass transfer process of
hydrophobic membrane gas absorption”, J. Membrane Science, 308 , 180-19.
Masashi Miwa, Akira Nakajima, Akira Fujishima, Kazuhito Hashimoto, and Toshiya Watanabe.
(1999). Effects of the Surface Roughness on Sliding Angles of Water Droplets on
Superhydrophobic Surfaces .
Michael A, C. (2006). Fraktur dan dislokasi. In L. M. Sylvia A. Price ., Patofisiologi (pp. 1365-1368 , 1371). EGC.
Nishikawa, H., Ishibashi, M., Ohta, H., Akutsu, N., Matsumoto, H., Kamata, T., & Kitamura, H.
(1995). “CO2 removal by hollow fiber gas-liquid contactors”, Energy Conversion
&Management, 36(6-9), 415-418.
O'Brien, F. (2011). In R. C. Departemen of Anatomy, Biomaterial Scaffold for Tissue
Engineering (pp. 88-95). Ireland.
P., L. X. (2004). Polymeric Scaffold for Bone Tissue Engineering. Annals of Biomedical
Engineering, 32, 477-486.
Rame Hart, C. (2012, August). www.ramehart.com. Retrieved from Rame-hart instrument.
Ratanavarapon J., Siriporn Damrongsakkul, Neeracha Sanchavanakit, Tanom Banaprasert, Sorada Kanokpanont. (2006). Comparison of Gelatin and Collagen Scaffolds for Fibroblast Cell Culture.
S Sarkar., A Chourasia., S Maji,. S Sadhukhan., S Kumar., B Adhikari. (2006). Synthesis and
characterization of gelatin based polyester urethane scaffold. Indian Academy of
Sachlos, E., & Czernuszka, T.T. (2003). Journal Musculoskeletal Research. Making Tissue Engineering Scaffold Work.Review : The Application of Tissue Freedom fabrication Technology to The pproduction of Tissue Engneering Scaffolds , 29 - 40.
Salgado, A. J., Coutinho, O. P., & Reis, R. L. (2004). Bone Tissue Engineering : State of the Art and Future Trends. Macromoleculer Bioscience, 4, 743-765.
Satrio Nugroho Sudarmanto, Nanda Dwi Junaidi, Yeni Rahmawati, dan Sumarno. (2015). Modifikasi Permukaan Membran Polipropilen Untuk Meningkatkan Hidrofobisitas .
Srimora N., Kaewsrichan J,. Kaewsichan L. (2011). TIChE International Conference. Evaluation
of Physical Properties of bone Scaffolds Prepared from Polycaprolactone Microspheres .
Sudarja. (2005). Mekanika Fluida dasar, Buku Kuliah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ,
8-72.
Suliyanto,. Vincent Suhartono,. Edy Mulyanto. (2010). Teknik Infomatika Udinus. Pembelajaran AutoCAD dengan modus interaktif .
Torres J., Faleh Tamimi, Mohammad Alkhraisat, Juan Carlos Prados-Frutos, Enrique Lopez-Cabarcos. (2011). Bone Substitutes .
Vaccaro Alexander R, M. (2002). The Role of the Osteoconductive Scaffold in Synthetic Bone
Graft .
Wahl, DA, JT Czernuszka. (2006). Collagen-Hydoxyapatite Composites for Hard Tissue Repair .
Yogyakarta, D. K. (2013). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yuehua Yuan and T. Randall Lee. (2013). Contact Angle and Wetting Properties , chapter 1.
A. Foto Pengambilan Gambar Penelitian
1. Perancah 7:3
2. Perancah 4:6
Perancah 7:3 Label A Perancah 7:3 Label B
Perancah 7:3 Label C
3. Perancah Gelatin 100%
Perancah 100% Gelatin Label A Perancah 100% Gelatin Label B
B. Foto Yang Sudah di Edit Untuk Perhitungan
1. Perancah 4:6
2. Perancah 7:3
Perancah 4:6 Label A Perancah 4:6 Label B
Perancah 4:6 Label C
Perancah 7:3 Label A Perancah 7:3 Label B
Hydrophobicity Characterization of Scaffold Surface and Tool
Costumization for Bone Tissue Regeneration
Erlina Sih Mahanani1, Meibi Murbi Arlianata2
1Dosen Program Studi Kedokteran Gigi, 2Mahasiswa Program StudiKedokteran Gigi
ABSTRACT
Background : Fractures or fractures can be caused by physical exertion and accident trauma . Accident ( Intra cranial injury ) already ranks as the second largest cause of death and injury . Tissue engineering or tissue engineering is a technique that can create complex network from simple networks.Three major component in thatfield is : Scaffold cell and growth factors . Characters that must be owned by a bone replacement material (bone graft ) is a character hydrophobicity .
Objective : To see how big the hydrophobicity formed on the surface of the scaffold were very small , measurements were taken using a Rame Hart goniometer . The simple principle of this tool can be replaced with a DSLR camera preparation and tripod.
Method : This study was an experimental laboratory. Samples are artificial coral scaffold various concentrations , which consists of 3 different concentration concentration of gelatin : CaCO3 4 : 6 , 7 : 3 , and gelatin 100 % , which would be distilled water droplets and will be in the photo. Analysis of data using oneway ANOVA and Kruskal Wallis .
Result :Levene 's Test ( Table 4 ) shows the significant value of 0.397 ( p > 0.05 ) , the variance of the data is same, so we proceed to Oneway ANOVA test . Oneway ANOVA test obtained probability value was 0.109 > 0.05 then H0 is accepted, meaning that there is no significant difference .
Conclusion : No difference Contact Angle drops of distilled water on coral scaffold and gelatin ratio of 4 : 6 , 7 : 3 and 100 % gelatin significantly . The contact angle value is on the scaffold with a concentration of 4 : 6 , then 100 % and the last one is 7 : 3 .
Erlina Sih Mahanani1, Meibi Murbi Arlianata2
1Dosen Program Studi Kedokteran Gigi, 2Mahasiswa Program StudiKedokteran Gigi
INTISARI
Latar belakang : Fraktur tulang atau patah tulang dapat diakibatkan oleh trauma tenaga fisik dan kecelakaan. Kecelakaan (Intra cranial injury) telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian dan cedera tulang. Tissue engineering atau rekayasa jaringan merupakan salah satu teknik yang dapat menciptakan jaringan yang kompleks dari jaringan yang sederhana.Tiga komponen utama didalam nya yaitu : Scaffold atau perancah sel dan faktor pertumbuhan. Karakter yang harus dimiliki oleh bahan pengganti tulang (bone graf)
adalah karakter hidrofobisitas.
Tujuan : Untuk melihat seberapa besar hidrofobisitasyang dibentuk pada permukaan perancah yang sangat kecil tersebut, dilakukan pengukuran dengan menggunakan Rame Hart Goniometer 13. Prinsip sederhana alat ini dapat digantikan dengan penyusunan kamera DSLR dan tripod14.
Metode penelitian : Desain penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Sampel adalah perancah koral buatan berbagai konsentrasi, yang terdiri dari 3 konsentrasi berbeda yaitu konsentrasi gelatin : CaCO3 4:6, 7:3, dan gelatin 100%, yang akan diberi tetesan aquades dan akan di foto. Analisis data menggunakan oneway ANOVA dan Kruskal Wallis.
Hasil : Levene’s Test (Tabel 4.) menunjukkan nilai signifikansi 0,397 (p>0,05) maka varians data adalah sama, sehingga dapat dilakukan uji Oneway ANOVA. Uji oneway ANOVA didapatkan nilai probabilitas 0,109 > 0,05 maka H0 diterima, berarti bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan Contact Angle dari tetesan aquades terhadap perancah koral dan gelatin perbandingan 4:6 , 7:3 dan 100% gelatin secara signifikan. Nilai contact angle terbesar ada pada perancah dengan konsentrasi 4:6, kemudian 100% dan yang terakhir adalah 7:3.