THE INFLUENCE OF WORK FAMILY CONFLICT AND JOB SATISFACTION ON TOWARDS THE EMPLOYEE PERFORMANCE (Study on Women Employees at Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
RURIN RIKANTIKA 20120410178
FAKULTAS EKONOMI
“Sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu akan datang kemudahan, maka apabila kamu telah selesai urusanmu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lainnya dan kepada
Tuhanmu hendaknya kamu limpahkan segala harapan. (Al-Insyirah : 6-8)
“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya jika engkau memiliki harta maka ilmu akan menjadi kecantikanmu, dan jika engkau
tak punya harta maka ilmu akan menjadi hartamu” (Al Hadist)
“Perilakumu yang menjelaskan pribadimu, bukan rupa atau penampilanmu”
(A.Mustofa Bisri)
“Kebahagiaan bukanlah apa yang anda miliki, siapa diri anda, dimana anda berada atau apa yang anda lakukan, tetapi ditentukan oleh apa yang anda pikirkan”
(Dale Carnegir)
“Hidup kita adalah milik kita sendiri. Yang menjalaninya adalah diri kita sendiri bukan orang lain. Jangan mengikuti kemauan orang lain. Kita hanya perlu memiliki kepercayaan
bahwa suatu saat nanti kegagalan yang dialami tersebut akan menjadikan sebuah kesukseksan besar pada diri kita”
(Penulis)
“Jangan masukan kedalam hati dan membalas jika seseorang mencela kita semaunya. Diamkanlah.
Suatu hari nanti, balaslah perkataan/celaan tersebut dengan menunjukkan keberhasilan yang kita peroleh”
(Penulis)
-- And the last –
“BELIEVE…… THE DREAM COME TRUE
DON’T BE AFRAID,,, THE FUTURE IN YOUR HANDS
BUT
DON’T FORGET PRAYER AND EFFORT”
---Kedua orang tuaku tersayang, My Hero and My Angel for me Ayah dan Ibu (Tujianto & Sri Wahyusti) terimakasih untuk cinta dan kasih sayangnya serta pengorbanannya yang tak bisa diukur selama hidupku ini, terima kasih atas semuanya semoga kelak bisa kubayar dengan yang
lebih baik. Amin. Tengkyu so much my parents, Luv U,
Untuk Adikku Herinda Hernawan yang selalu pakai leptop tak kenal waktu dan akhirnya mesti menunggu untuk melanjutkan revisi skripsi,
tapi terimakasih untuk semangat dan motivasinya.
Untuk Kakek & Nenek (Kedua Orang Tua Ayah), Nenek (Orang Tua Ibu) yang telah dipanggil sama yang diatas, semoga selalu ditempatkan disisi
yang paling baik dan indah. Amin,
Untuk kakek ku (Orang Tua Ibu), kakek satu-satunya paling aku sayang dan peduliin yang selalu mendoakan ku.
Trimakasih untuk keluarga besar Kakek & Nenek (Orang Tua Ayah dan Ibu) yang banyak menanyakan sudah lulus atau belum kuliahnya.
Terimakasih juga doanya.
Untuk dosen pembimbingku (Rr. Sri Handari Wahyuningsih.S.E.,M.Si) terimakasih Bunda atas bantuan, kesabaran, masukan-masukannya dan
motivasinya selama menyelesaikan skripsi yang penuh perjuangan ini.
Special thanks to my lovely friends “Arista Dewi & Dewi Winahyu
Ningsih” terimakasih atas semuanya (kecrewetannya, nasihat, saling
mendukung, hebohnya, ribetnya, dll ), semangattt. Semoga kita bisa ditemukan lagi dihari mana menjadi orang yang sukses dan cita-cita yang diinginkan tercapai. Terimakasih selama ini mau menjadi teman
lama marahannya. Hhha. Satu lagi, jangan tanyakan dimana jodoh ku.? Jodoh ku belum sampe-sampe. Masih stuck disana.
Untuk sahabat SMA ku, yang dulu SMP nya satu sekolah tapi beda kelas dan tidak terlalu akrab. Akhirnya waktu SMA ditemuin lagi “Elling
Ismawati” semoga langgeng terus sama si doi. Impian yang dulu
hubungannya mau sampai ke jenjang pernikahan semoga tercapai dan dipermudah. Satu lagi, semoga cepat dapat kerja. Amin..
Untuk sahabatku yang tinggalnya satu daerah dan kuliah di UST
(Sarjana Wiyata) “Nur Islamiyah” dan Sanata Dharma “Susinta” yang
sekarang juga mengejar gelar S1 nya semoga selalu diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi. Amin
Untuk Ibu Bidan (Atiek Prastiwi) kuliah di Stikes Aisyah yang wisudaannya duluan, terimakasih doanya. Akhirnya aku menyusul juga
untuk mencapai ke titik ini (wisuda).
Untuk seseorang yang ditakdirkan menjadi bagian dari hidupku nanti, seseorang yang sangat mencintaiku, menyayangiku, dan membimbingku,
sesseorang yang akan mengukir hatiku di hatinya.
Untuk semua sahabat-sahabatku di Umy.
Teman seperjuanganku The Big Family Manajemen E dan semua teman-teman angkatan 2012, tetap semangat untuk mengejar kesuksesan
dimana saja berada. Amin
Untuk teman-teman KKN tahun 2014/2015 kelompok 100, selalu berjuang untuk meraih kesuksesan yang kita inginkan. Amin
Untuk semua pejuang skripsi terutama Dosen Pembimbingnya Bunda (Bu Ndari), semangat untuk mendapatkan ACC dari Bunda. Semangat terus
Terimakasih untuk Bapak & Ibu Suyatman yang telah memperbolehkan saya kost disitu. Maaf sering buat Bapak & Ibu Suyatman kerepotan
dan sering minta tolong jika kostnya mengalami masalah.
Kepada seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ku ini.
Untuk kucing kesayanganku si Juminten yang selalu ku panggil Jummy, yang warna bulunya mirip macan, terimakasih atas kekacauan dan
gangguan dari Jummy selama menyelesaikan skripsi..hhaha. Yang awalnya mau ngerjain skripsi akhirnya tidak jadi gara-gara si Jummy
ngajakin main.
Dan semua yang tidak dapat dicantumkan. Semoga kita mendapati
kesuksesan yang akan senantiasa hadir ditengah-tengah kita… Amin…
Conflict dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai wanita yang sudah bekerja minimal 2 tahun dan sudah berkeluarga. Sampel yang bisa digunakan dalam penelitian ini yaitu 38 karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode analisis dalam penelitian ini adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 16.0.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, konflik pekerjaan-keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
satisfaction on towards the employee performance. This research subject is women employee that had been worked minimal 2 years and got married. The sampling involved can used is 38 women employees on Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analysis method in this research is Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows.
Based the analysis that have been made the result are the influence of work family conflict is positive and significantly on employee performance, influence of work family conflict is no significantly on job satisfaction, and influence of job satisfaction is positive and significantly on employee performance.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
INTISARI ... x
ABSTRAK ... xi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Landasan Teori ... 10
1. Konflik Pekerjaan-Keluarga... 10
a. Pengertian Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 10
b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 18
2. Kepuasan Kerja ... 19
a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 19
d. Metode Penilaian Kinerja ... 33
e. Jenis-jenis Kinerja ... 34
B. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 35
C. Model Penelitian ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
A. Subyek Penelitian ... 40
B. Jenis Data ... 40
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 41
D. Teknik Pengumpulan Data ... 41
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42
F. Uji Kualitas Instrumen ... 49
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 55
B. Uji Kualitas Instrumen ... 73
C. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81
D. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 84
E. Pembahasan (Interpretasi) ... 89
BAB V SIMPULAN, KETERBATASANDAN SARAN PENELITIAN ... 92
A. Simpulan ... 92
B. Keterbatasan Penelitian ... 93
C. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2.1. Model Penelitian ... 39
Gambar 4.1. Pengelompokan Usia Responden ... 70
Gambar 4.2. Pengelompokan Pendidikan Responden ... 72
Tabel 4.1. Struktur Organisasi Badan Pusat Statistik (BPS) ... 60
Tabel 4.2. Hasil Penyebaran Kuesioner ... 68
Tabel 4.3. Hasi Uji Validitas Work Family Conflict ... 74
Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja ... 75
Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 76
Tabel 4.6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 77
Tabel 4.7. Hasil output statiskik deskriptif variabel Work Family Conflict... 78
Tabel 4.8. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kepuasan Kerja ... 79
Tabel 4.9. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kinerja Karyawan ... 80
Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas ... 82
Tabel 4.11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 83
Tabel 4.12. Hasil Uji Heterokedasitas ... 83
Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Berganda ... 84
Tabel 4.14. Hasil Uji Parsial 1 ... 85
Tabel 4.15. Hasil Uji Regresi Berganda ... 85
Tabel 4.19. Hasil Uji T ... 88
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat
kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Suami istri yang bersama-sama
mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga mereka sudah lazim
terjadi pada era globalisasi seperti saat ini. Fenomena yang ditandai dengan
adanya perubahan kecenderungan demografi yang melanda seluruh dunia
yaitu terdapat peningkatan jumlah wanita yang bekerja. Seiring dengan
perkembangan jaman, dimana ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat,
menyebabkan kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak
menjadi kendala bagi wanita untuk melakukan pekerjaan. Maka tidak
mengherankan bila saat ini kita sering menjumpai wanita yang bekerja.
Bagi seorang wanita, peran dalam keluarga berhubungan dengan
tekanan yang timbul dalam menangani urusan rumah tangga dan menjaga
anak. Peran dalam pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang timbul dari
beban kerja yang berlebihan dan waktu yang dibutuhkan, misalnya pekerjaan
yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, pekerjaan dan
keluarga merupakan hal yang sangat penting dan saling terkait. Akan tetapi,
suatu konflik yang disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell,
(1985), dalam Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu
bentuk konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan
menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman dan
Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell, (1985)
dalam Anisah Amelia, (2010), menyatakan bahwa seseorang yang sudah
menikah lebih sering mengalami work family conflict dibandingkan yang
belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah memiliki
tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan yang belum menikah saat
menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan rumah tangganya.
Work family conflict timbul saat seseorang yang melakukan perannya dalam
suatu pekerjaan mengalami kesulitan melakukan perannya dalam keluarga,
maupun sebaliknya. Tinggi atau rendahnya tekanan work family conflict ini,
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepuasan kerja.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan pernyataan
diatas yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Anisah Amelia (2010)
dengan hasil mendukung adanya hubungan negatif antara work-to-family
conflict dan kinerja. Artinya, semakin tinggi family-to-work conflict maka
semakin rendah kinerja seseorang. Hasil serupa juga ditemukan oleh
Indriyani, (2009); Lee and Hui, (1999); Karatepe and Sokmen, (2006);
Nugroho, (2006) dalam Bernhard Tewal dan Florensia B. Tewal (2014)
bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan
Kepuasan dalam bekerja adalah hasil emosional yang menyenangkan
dari seseorang atas pencapaiannya dalam pekerjaannya atau mendapatkan
sesuatu yang bernilai dari pekerjaannya. Kepuasan dalam bekerja dapat juga
diartikan sebagai pertimbangan karyawan tentang bagaimana pekerjaannya
secara keseluruhan memberikan kepuasan terhadap kebutuhannya yang
bermacammacam. Menurut Spector, (1997) seperti yang dikutip dalam
Kinnoin, (2005), dalam Anisah Amelia (2010), mengartikan kepuasan dalam
bekerja sebagai suatu tingkatan dimana seseorang menyukai pekerjaannya.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat diperoleh simpulan
bahwa kepuasan dalam bekerja adalah rasa puas/senang yang dirasakan oleh
seseorang atas hasil kerja yang dicapainya. Akan tetapi, seseorang dapat
merasakan ketidakpuasan dalam dirinya karena timbulnya work family
conflict. Seseorang yang tidak dapat menyeimbangkan perannya dalam
keluarga dan pekerjaan akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan
berdampak pada kepuasannya dalam bekerja. Hasil penelitian yang
mendukung pernyataan diatas adalah penelitian yang telah dilakukan oleh
Anderson et al. dalam Panggabean, (2006); Bacharach dalam Agustina,
(2006); Boles dalam Agustina, (2006); Kossek & Ozeki dalam Agustina,
(2006); Thomas & Ganster dalam Agustina, (2006) dalam Giovanny Anggasta
Buhali & Meily Margaretha (2013) dengan hasil work family conflict memiliki
hubungan negatif dengan kepuasan kerja. Dan Kahn et al., (1964) dalam
family conflict dan kepuasan kerja menyimpulkan bahwa work family conflict
meningkat maka kepuasan kerja berkurang.
Selain work family conflict, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh
Kinerja. Mahsun (2006) dalam Zaldi Akmal, A.Rahman Lubis dan Mukhlis
Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam suatu perusahaan selama
periode tertentu. Suatu perusahaan yang memiliki karyawan yang kinerjanya
baik maka besar kemungkinan kinerja perusahaan tersebut akan baik, sehingga
terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan
kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh Kurniawan, (2011) dan Abdulloh, (2006) dalam Putu Yudha
Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) mengunggapkan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Selain itu,
Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013) bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.
Meskipun sudah banyak penelitian tentang pengaruh work family
conflict dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, namun ada beberapa
penelitian yang memperoleh hasil berbeda yaitu ada yang menemukan
pengaruh positif dan negatif dari hubungan variabel-variabel tersebut.
mengkaji ulang mengenai topik tersebut. Selain alasan tersebut, fenomena
yang terjadi yaitu adanya keterlibatan karyawan wanita yang bekerja di Badan
Pusat Statistik (BPS). Seorang wanita selain berperan sebagai ibu rumah
tangga, juga melakukan perannya dalam suatu pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Apabila tidak bisa menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan
dan keluarga maka akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan
berdampak pada kepuasaan dan kinerja dalam bekerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non
Kementerian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi
pemerintah dan masyarakat. Data dan informasi statistik yang dihasilkan BPS
digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun perencanaan, melakukan
evaluasi membuat keputusan, dan memformulasikan kebijakan.
BPS juga terdapat di setiap provinsi, kabupaten dan kota di seluruh
Indonesia. Dinamakan perwakilan BPS di daerah, karena BPS merupakan
instansi vertikal, yakni instansi pemerintah pusat yang berada di daerah,
sehingga bukan merupakan bagian dari instansi milik daerah. Tugas lain BPS
di daerah adalah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan statistik regional. Di samping memiliki kantor
pewakilan hingga daerah tingkat II (Kabupaten/Kota), aparat BPS ada di
setiap kecamatan, yaitu Penanggungjawab Kegiatan BPS Tingkat Kecamatan
atau saat ini disebut sebagai KSK (Koordinator Statistik Kecamatan).
Penelitian ini merupakan hasil gabungan dari beberapa penelitian yaitu
(2008); Sry Rosita, (2012); Anisah Amelia, (2010) dan Nyoman Triaryati,
(2003). Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anisah Amelia,
(2010) yang meneliti dengan judul “Pengaruh Work-To-Family Conflict dan
Family-To-Work Conflict terhadap Kepuasan dalam Bekerja, Keinginan
Pindah Tempat Kerja, dan Kinerja Karyawan pada dua Bank yaitu Bank BCA
dan Bank BRI” yang menemukan bahwa Work-to-family conflict berpengaruh
negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang, Family-to-work conflict
berpengaruh negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang,
Work-to-family conflict berpengaruh positif terhadap keinginan pindah tempat kerja
seseorang, Family-to-work conflict berpengaruh positif terhadap keinginan
pindah tempat kerja seseorang, Work-to-family conflict berpengaruh negatif
terhadap kinerja seseorang dan Family-to-work conflict berpengaruh negatif
terhadap kinerja seseorang.
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang judul “PENGARUH WORK FAMILY
CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA
KARYAWAN PADA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi pada Pegawai Wanita
pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa
B. Rumusan Masalah Penelitian
Karyawan merupakan sumber daya paling penting bagi perusahaan
yang akan menentukan kelangsungan perusahaan itu sendiri dalam jangka
panjang. Apabila seorang karyawan tidak dapat menyeimbangkan waktu baik
pekerjaan dan keluarga, maka karyawan tersebut akan mengalami konflik
pekerjaan keluarga. Selain itu, ketika keryawan tidak merasakan kepuasan
dalam kerja, hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang
dikontribusikan bagi perusahaan.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan suatu pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja
karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?
2. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?
3. Apakah Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk :
1. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kinerja karyawan
2. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kepuasan kerja
pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.
3. Menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan
Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat dibidang Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna terutama pada ilmu
manajemen sumber daya manusia dalam dalam kaitannya dengan konflik
pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada
Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.
2. Manfaat dibidang Praktek
Bagi perusahaan diharapkan agar dari hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan yang bermanfaat dan informasi tambahan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya karyawan wanita di Badan
Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta tentang konflik
pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja, serta dampaknya terhadap kinerja karyawan.
3. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan sebagai tolak ukur dalam penerapan teori yang di
dapat dalam perkuliahan dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan
bidang sumber daya manusia khususnya tentang pengaruh konflik
pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada
A. La ndasan Teori
1. Konfik Pekerjaan–Keluarga
a. Pengertian Konflik Pekerjaan–Keluarga
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertentangan
kepentingan atau perbedaan pandangan mengenai sesuatu hal antara
kelompok dan antar perorangan dalam suatu organisasi. Atau dengan
perkataan lain merupakan suatu pertentangan menang-balik antar
kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain
dalam organisasi. Sedangkan berkaitan dengan perubahan, konflik
merupakan rentetan atau dampaknya, namun terkadang konflik juga yang
menyebabkan perubahan.
Penyebab konflik bisa terjadi dari dalam perusahaan atau juga dari
luar perusahaan. Dari luar organisasi seringnya terjadi karena terjadi
maslah dalam keluarga, misalnya bagi pekerja wanita yang mempunyai
peran ganda dimana peran dalam keluarga dan peran di pekerjaan. Sebab
dari luar organisasi lain adalah karena adanya perubahan masyarakat atau
lingkungan. Penyebab dari dalam organisasi karena sistem komunikasi
kepentingan dalam organisasiorganisasi saling berbeda jenis dan
intensitasnya, hal ini antara lain tergantung pada sarana yang dipakai.
Masing-masing pihak cenderung ingin membela sistem nilai dan
pandangan yang sama-sama saling dianggap benar serta dengan memaksa
pihak lain untuk mengakui sistem nilai dan pandangannya itu baik secara
halus maupun secara keras.
Kemungkinan timbulnya konflik dalam banyak hal memang bisa
dilihat dari kemampuan membela dan memonitor sikap dan perilaku
personil organisasi didalam menjalankan tugas. Hal ini antara lain bisa
dilihat apabila personil memperlambat proses kerjanya, bekerja dengan
melakukan banyak kesalahan, berkembang isu-isu tertentu tidak baik
dalam aspek-aspek tertentu dari oganisasi, aksi pemogokan maupun
pertentangan terbuka antar personil dalam semua tingkatan organisasi.
Timbulnya konflik dalam organisasi memang lebih banyak merupakan
suatu gangguan terhadap keseimbangan situasi dalam organisasi yang akan
mengganggu proses pelaksanaan aktivitas organisasi ke arah tujuan akhir,
meskipun dalam batas-batas tertentu timbulnya konflik, dimungkinkan
diperolehnya dampak-dampak positif tertentu (Lukman Hakim, Eko
Sugiyanto, dan Zulfa Irawati, (2015). Konflik sebenarnya menjadi
fungsional dan dapat pula menjadi disfungsional. Konflik semata-mata
bisa memperbaiki dan memperburuk prestasi individu maupun organisasi
Menurut Antonius, dkk (2002) dalam Jane Y.Roboth, (2015)
konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat
menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini
dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar
pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir
pendidikan resolusi konflik (Bunyamin Maftuh, (2005) dalam Jane
Y.Roboth, (2015) yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial
antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada
oleh persamaan. Konflik semata-mata bisa memperbaiki dan
memperburuk prestasi individu maupun organisasi tergantung dari
pengelolaan konflik tersebut. Istilah konflik ini secara etimologis berasal
dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama, dan “fligere” yang berarti
benturan atau tabrakan.
Work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik
peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual
tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada
saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan
usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan
untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana
pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan
orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya oleh Frone, (2000)
Yang, Chen, Choi & Zou, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003)
mengungkapkan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan
yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti;
pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan
tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan
keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan
jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota
yang lain
Pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang saling terkait dan
sangat penting bagi setiap orang. Akan tetapi, menjalankan kedua peran
tersebut sangat sulit sehingga dapat menimbulkan suatu konflik yang
disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell, (1985), dalam
Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu bentuk
konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan
menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman
dan Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell,
(1985) dalam Anisah Amelia, (2010) menyatakan bahwa seseorang yang
sudah menikah lebih sering mengalami work familyconflict dibandingkan
yang belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah
memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan yang belum
menikah saat menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan
harapannya maka sebagai akibatnya peran dalam pekerjaan akan
mengganggu peran dalam keluarga dan sebaliknya.
Frone, Rusell & Cooper, (1992) dalam Giovanny dan Meily,
(2013) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran
yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan
pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara
utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga
dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga,
artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan
pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya
keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan
perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga
mengganggu pekerjaan.
Frone, Rusell & Cooper, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003)
dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan
Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) sebagai bentukkonflik peran
dimana tuntutan peran dari keluarga dan pekerjaan secara mutual tidak
dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat
seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha
tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk
memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan
tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang
Yavas et al., (2008) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015)
menggungkapkan bahwa work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu
konflik pekerjaan-keluarga serta konflik keluarga-pekerjaan. Konflik yang
terjadi pada peran di keluarga dan peran di pekerjaan menimbulkan
efek-efek negatif. Konflik keluarga pekerjaan (work family conflict) oleh para
ahli selalu dikaitkan dengan sumber stress yang mempengaruhi segi fisik
dan psikologis (Adams dkk.,(1996) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015).
Frone, Russel, & Barnes (Major dkk, (2002) dalam Jane Yolanda Roboth,
(2015) menyatakan bahwa konflik antara pekerjaan ke keluarga (work to
family conflict) mempunyai hubungan dengan depresi dan keluhan
somatic. Greenhaus dan Beutell dalam Anafarta, (2011) dikembangkan
lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan konflik
pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan
dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.
Sementara Natemeyer et al, (dalam Yavas et al., (2008)
dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan
konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik dimana tuntutan umum,
waktu serta ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung
jawab karyawan terhadap keluarga. Menurut Boles, James S., W. Gary
Howard & Heather H. Donofrio, (2001) dalam Jane Yolanda Roboth,
(2015) indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga adalah:
1) Tekanan kerja
3) Kurangnya kebersamaan keluarga
4) Sibuk dengan pekerjaan
5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga.
Menurut Frone, Russell dan Cooper, (1992) dalam Jane Yolanda
Roboth, (2015) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah:
1) Tekanan sebagai orang tua. Tekanan sebagai orang tua merupakan
beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang
ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak
tidak dapat membantu dan kenakalan anak.
2) Tekanan perkawinan. Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai
istri didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan
rumah tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu,
tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil
keputusan tidak secara bersama-sama.
3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri. Kurangnya keterlibatan sebagai
istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis
pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa
berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu
dibutuhkan suami.
4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua. Kurangnya keterlibatan
sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak
perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk
5) Campur tangan pekerjaan. Campur tangan pekerjaan menilai derajat
dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya.
Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan
yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.
Dapat disimpulkan work family conflict merupakan konflik yang
terjadi karena usaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan yang timbul
dari keluarga maupun dari pekerjaannya. Konflik yang terjadi pada
karyawan yang harusnya melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain
harus memperhatikan keluarganya, sehingga sulit membedakan antara
pekerjaan mengganggu keluarga atau keluarga yang mengganggu
pekerjaan. Work family conflict adalah suatu bentuk konflik peran dimana
menghabiskan waktu untuk tuntutan pekerjaan dan pekerjaan tersebut
menimbulkan tekanan yang mengganggu tanggung jawab dalam keluarga.
b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan–Keluarga
Menurut Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati,
(2003) ada tiga tipe jenis work family conflict, yaitu:
1) Time-based conflict (konflik berdasar waktu)
Yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk
memenuhi suatu tuntutan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
memenuhi tuntutan lainnya (keluarga atau pekerjaan). Menurut
Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati, (2003)
menghabiskan waktu seseorang, dalam hal ini waktu yang dicurahkan
pada kinerja salah satu domain seringkali mengurangi waktu dalam
domain lainnya. Konflik berdasar waktu ini sangat menghabiskan
energi dan membangkitkan ketegangan, akibatnya tenaga kerja yang
mempunyai peran pekerjaan yang mengganggu peran keluarga tidak
mendapatkan kepuasan.
2) Strain-based conflict (konflik berdasar tekanan)
Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja
peran yang lain. Seseorang yang sangat menekankan pada pekerjaan
dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan seperti tensi menjadi
tinggi, cepat marah, keletihan, depresi dan apatis. Keadaan seperti ini
akan menimbulkan kesulitan bagi seseorang untuk bersikap penuh
perhatian. Atau orang yang penyayang, pada saat orang tersebut
sedang muram atau ingin marah, sangatlah sulit diharapkan untuk bisa
bekerja sepenuh hati, jika orang tersebut masih dilingkupi oleh situasi
keluarga yang menekan.
3) Behavior-based conflict (konflik berdasar perilaku)
Konflik ini berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku
seseorang dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau
keluarga). Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai polisi
diharuskan untuk bersikap tegas, keras dan disiplin. Tapi para anggota
keluarga mengharapkan ia untuk bersifat lembut, hangat, tidak
seseorang tidak bisa mengubah sikap saat memasuki peran yang
berbeda, maka kemungkinan mereka akan mengalami konflik
berdasarkan perilaku.
2. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Dole dan Schroeder, (2001) dalam Koesmono, (2005)
dikembangkan lagi oleh Nana Suryana, Siti Haerani dan Muhammad Idrus
Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai
perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih
lanjut Koesmono, (2005) dalam Nana Suryana, Siti Haerani dan
Muhammad Idrus Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan
penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap
pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan,
kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja
dan sebagainya.
Menurut Dole and Schroeder, (2001) dalam Putu Yudha Asteria
Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) kepuasan kerja didefinisikan sebagai
reaksi dan perasaan seseorang terhadap tempat ia bekerja. Tingkat
kepuasan yang berbeda-beda pasti dimiliki oleh setiap individu. Kreitner
dan Kinicki, (2005) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni
Latrini, (2013) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan respons
Sedangkan As’ad, (2000) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made
Yenni Latrini, (2013) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
sikap umum yang berupa hasil dari beberapa sikap khusus terhadap
karakteristik individual, hubungan kelompok di luar pekerjaannya serta
faktor-faktor pekerjaan.
Dalam Sopiah, (2008) dalam Agus Dwi Nugroho dan Kunartinah,
(2012) disebutkan beberapa definisi kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Lock dalam Luthans, (1995) mengemukakan :
“Job satisfaction is a pleasurable or positive amotional state resulting from the appaisal of one’s job or job experience.” (Kepuasan kerja
merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan
atau pengalaman kerja).
2) Robbins, (1996) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan sikap
umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja
menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul
dengan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan.
3) Porter dalam Luthans, (1995) menambahkan,”Job satisfaction is
difference between how much of something there should be and how
much there is now.” (Kepuasan kerja adalah perbedaan seberapa
banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak
4) Mathis and Jackson, (2000) mengemukakan, “Job satisfaction is a
positive emotional state resulting one’s job experience.’ (Kepuasan
kerja merupakan merupakan pernyataan emosional yang positif yang
merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, Sopiah menyimpulkan
bahwa :
a) Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional
seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.
b) Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) dan
tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti
kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti
karyawan tidak puas.
c) Kepuasan kerja dirasakan oleh karyawan setelah karyawan
tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan
dia peroleh dari hasil kerjanya dengan pa yang sebenarnya dia
peroleh dari hasil kerjanya.
d) Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang
berhubungan (Luthans, (1995).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan dimuka, secara umum
dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan
seseorang terhadap perasaannya dengan mempertimbangkan dan menilai
dirinya perasaaan senang terhadap situasi kerja dan rekan sekerjannya.
Apa yang dirasakan oleh individu tersebut bisa positif atau negatif,
tergantung dari persepsi terhadap pekerjaan yang digelutinya tersebut.
Kreitner dan Kinicki, (2007) dalam Desta Miftachul Amin dan
Dewi Syarifah, (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efek
(respon emosional) dari berbagai aspek yang dimiliki oleh suatu pekerjaan.
Menurut Robbins dan Judge, (2011) dalam Desta Miftachul Amin dan
Dewi Syarifah, (2015) kepuasan kerja merupakan perasaan positif yang
ditunjukkan oleh karyawan terhadap pekerjaan yang dimilikinya, dimana
perasaan positif tersebut merupakan hasil evaluasi karyawan dari berbagai
aspek yang dimiliki oleh pekerjaan itu sendiri. Weiss dkk. (1967) dalam
Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) mengemukakan bahwa
terdapat tiga dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan
kerja yang terdiri dari kepuasan kerja general, kepuasan kerja intrinsik,
dan kepuasan kerja ekstrinsik.
Berdasarkan teori-teori diatas maka Weiss et al., (1967)
mengembangkan sebuah alat ukur untuk mengukur tingkat kepuasan kerja
karyawan, yaitu Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). MSQ
mengukur kepuasan kerja dengan melihat dari indikator penyesuaian
seseorang terhadap lingkungan kerjanya.
Ketiga dimensi tersebut diukur melalui 20 indikator atau kebutuhan
kepuasan kerja. Indikator-indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut
dalam Weiss et al., (1967) :
(1) Ability Utilization, adalah kesempatan menggunakan
kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.
(2) Achievement, adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
(3) Activity, adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan
dalam bekerja.
(4) Advancement, adalah kemajuan atau perkembangan yamg
dicapai selama bekerja.
(5) Authority, adalah wewenang yang dimiliki dalam
melakukan pekerjaan.
(6) Company policies and practices, adalah kebijakanyang
dilakukan secara adil bagi karyawan.
(7) Compensation, adalah segala macam bentuk kompensasi
yang diberikan kepada para karyawan.
(8) Co-workers, adalah hubungan antara rekan kerja.
(9) Creativity, adalah kesempatan untuk mencoba metode
sendiri dalam melakukan pekerjaan.
(10) Independence, adalah kemandirian yang dimiliki karyawan
dalam bekerja.
(11) Moral values, adalah nilai-nilai moral yang dimiliki
karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa
(12) Recognition, adalah pengakuan yang diterima atas
pekerjaan yang dilakukan.
(13) Responsibility, adalah tanggung jawab yang dimiliki.
(14) Security, adalah rasa aman yang dirasakan karyawan
terhadap lingkungan kerjanya.
(15) Social service, adalah perasaan sosial karyawan terhadap
lingkungan kerjanya.
(16) Social status, adalah derajat sosial dan harga diri yang
dirasakan akibat dari pekerjaan.
(17) Supervision-human relations, adalah dukungan
yangdiberikan oleh badan usaha terhadap karyawannya.
(18) Supervision-technical, adalah bimbingan dan bantuan teknis
yang diberikan atasan kepada karyawan.
(19) Variety, adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang
berbeda dari waktu ke waktu.
(20) Working conditions, adalah keadaan tempat kerja dimana
karyawan melakukan pekerjaannya.
Banyaknya pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja
menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal.
Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak
puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Artinya, kepuasan kerja
lebih detail mengenai hal-hal yang lebih spesifik atau poin per poin dalam
setiap pekerjaan yang dilakukannya.
Seseorang yang mengalami ketidakpuasan kerja tidak mempunyai
semangat dalam menjalankan pekerjaannya, lebih sering melamun, tidak
dapat mengendalikan emosi, cepat lelah dan absensi kehadiranya rendah.
Sedangkan individu yang memiliki kepuasan kerja akan memberikan
kontribusi terbaik bagi perusahaan dan memiliki absensi kehadiran yang
tinggi karena selalu bersemangat.
b. Aspek–aspek Kepuasan Kerja
Kendall dan Hullins, (1969) dalam Agus Dwi Nugroho dan
Kunartinah, (2012) mengemukakan pendapatnya sebagaimanadikutip oleh
Gibson, Ivanchevich dan Donelly, (1996) dalam Agus Dwi Nugroho dan
Kunartinah, (2012) bahwa faktor-faktor yang memiliki karakteristik
penting yang akan mempengaruhikepuasan kerja antara lain :
1) Pembayaran (gaji/upah).
Gaji merupakan alat ukur kuantitatif terhadap usaha atau prestasi
yang telah diberikan karyawan terhadap perusahaannya. Hal ini
lebih dipersepsikan terhadap nilai keadilan berdasarkan permintaan
kerja, tingkat ketrampilan individu, standar pembayaran gaji dan
2) Pekerjaan.
Karyawan memiliki kecenderungan mengerjakan pekerjaan yang
dapat memberikan peluang jenjang karier yang lebih tinggi.
3) Kesempatan Promosi.
Promosi diberikan sebagai penghargaan perusahaan/ institusi kepada
pegawainya dengan kriteria kinerja dan senioritas berdasarkan lama
waktu bekerja. Pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja
adalah apabila kinerja yang telah dihasilkan tidak mendapat
tanggapan serta tindak lanjut dari manajemen untuk diadakannya
promosi.
4) Penyelia.
Penyelia adalah salah satu pimpinan dalam perusahaan yang
menangani karyawan secara langsung. Menurut teori jalur tujuan,
atasan harus dapat meningkatkan jumlah dan jenis penghargaan yang
ada terhadap perusahaan. (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1996).
5) Rekan sekerja.
Pegawai sebagai manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk
individu, sehingga pegawai/karyawan akan berkembang dalam
3. Kinerja
a. Pengertian Kinerja Karyawan
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan
dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang
memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja
perusahaan tersebut akan baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat
erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan. Ukuran
kesuksesan yang dicapai oleh karyawan tidak bisa di generalisasikan
dengan karyawan yang lain karena harus disesuaikan dengan ukuran yang
berlaku dan jenis pekerjaan yang dilakukannya (Steel Johnson, et al ,
(2000) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015).
Menurut Bernadin dan Rusell, (1998) dalam Jane Yolanda Roboth,
(2015) kinerja kerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dihasilkan
pada sebuah fungsi kerja atau kegiatan tertentu dalam suatu jangka waktu
tetentu. Kinerja kerja seorang individu merupakan gabungan dari
kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang di
hasilkan oleh karena itu kinerja kerja bukan menyangkut karakteristik
pribadi yang ditujukan oleh seseorang melainkan hasil kerja yang telah
dan akan dilakukan oleh seseorang.
Selanjutnya menurut Simanjuntak, (2005) dalam Zaldi Aknmal, A.
Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja adalah tingkat
kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja perusahaan yang dipengaruhi
faktor intern dan ekstern. Menurut Furtwengler, (2002) dalam dalam Zaldi
Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja dilihat dari
hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam
proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang
baik dan memiliki nilai merupakan hal yang dilihat dari tercapainya
kinerja atau tidak.
Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan
Mukhlis Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program,
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi
yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Sedarmayanti, (2007) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan
Mukhlis Yunus, (2012) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah
melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan.
Berdasarkan Babin dan Boles, (1998) seperti yang dikutip dalam
Elerina Maria D. T. (2008) dalam Anisah Amelia, (2010), mengartikan
kinerja sebagai suatu tingkatan produktivitas karyawan secara individu
yang dibandingkan dengan sesame karyawan atas beberapa pekerjaan yang
berhubungan dengan perilaku (cara bekerja) dan hasil yang diterima.
dalam suatu perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas karyawan
tersebut. Tingkat prestasi seseorang tersebut dapat dilihat dari tingkat
kesuksesan yang dapat dicapai dalam melakukan pekerjaannya, dimana
ukuran kesuksesan yang dicapai oleh seseorang tidak dapat disamakan
dengan orang lain. Kesuksesan yang dicapai seseorang adalah berdasarkan
ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Kinerja
berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai oleh seseorang atau
sebagai suatu hasil dari perilaku kerja seseorang. Semakin tinggi tingkatan
tujuan (hasil yang diharapkan) yang akan dicapai maka semakin giat
kinerja karyawan tersebut. Kinerja yang tinggi dapat dilihat dari adanya
peningkatan efisiensi, efektivitas, atau kualitas yang lebih tinggi dari hasil
penyelesaian tugas yang telah dilakukan individu dalam organisasi. Hal ini
akan terjadi apabila individu tidak merasa terbebani oleh berbagai macam
faktor salah satunya work family conflict yang dapat menurunkan
semangat kerjanya. Seseorang yang melakukan perannya dalam keluarga
dan pekerjaan secara bersamaan, maka akan memiliki kinerja yang
terbatas dalam melakukan perannya di dalam keluarga apabila seseorang
tersebut harus memenuhi perannya dalam pekerjaan, maupun sebaliknya.
Williams dan Anderson, (1991) Anisah Amelia, (2010) menyatakan
kinerja adalah in-role performance. In-role performance adalah ukuran
kinerja yang terkait langsung dengan pekerjaan seseorang. Salah satu
contoh Inrole performance yaitu seberapa baik karyawan melakukan
Bernadin, (1993) dalam Sry Rosita, (2012), menjelaskan bahwa
kinerja sesorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari
pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria tersebut, antara lain :
1) Kualitas, yaitu tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan
mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal
dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang
diharapkan dari suatu aktivitas.
2) Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3) Ketepatan waktu, yaitu tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada
waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan
hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas lain.
4) Efektifitas, yaitu tingkat penggunaan sumber daya manusia,
organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan
atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya.
5) Kemandirian: yaitu tingkat di mana seseorang pegawai dapat
melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari
pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk
6) Komitmen: yaitu tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen
kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap
organisasi.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:
menurut Sutermeister, (1999) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan
Mukhlis Yunus, (2012) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan,
keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian
kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan
kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun, (2006) ada beberapa
elemen pokok yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran
organisasi.
4) Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi,
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Menurut Mangkunegara, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A.
Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) terdapat aspek-aspek
standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek
a) Aspek kuantitatif yaitu:
(1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan
(2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan
pekerjaan
(3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
(4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
b) Aspek kualitatif yaitu :
(1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
(2) Tingkat kemampuan dalam bekerja
(3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/
kegagalan menggunakan mesin/peralatan.
(4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan
konsumen/masyarakat).
c. Tujuan Penilaian Kinerja
Adapun sejumlah tujuan penilaian kinerja menurut Sulistiyani dan
Rosidah, (2003) dalam Evawati, antara lain :
1) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.
2) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.
3) Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang dapat
4) Mengadakan penelitian manajemen personalia.
d. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis
dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus
diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas
organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari
program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses,
hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program
organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Pengukuran kinerja
adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi:
1) Penetapan indikator kinerja
2) Penentuan hasil capaian indikator kinerja
Menurut Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis
dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa indikator kinerja terdiri dari:
a) Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas
b) Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang
kerja
c) Kehadiran/keterlambatan
Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi
1) Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang
direncanakan.
2) Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3) Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja.
e. Jenis-jenis Kinerja
Menurut Prawirosentono, (2008) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman
Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012), jenis kinerja terdiri atas tiga bagian,
antara lain:
1) Kinerja Strategik
Kinerja suatu perusahaan dievaluasi atas ketepatan organisasi
dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi organisasi
bersangkutan atas lingkungan hidupnya dimana dia beroperasi.
2) Kinerja Administratif
Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administratif
organisasi, termasuk di dalamnya tentang struktur administrasi yang
mengatur hubungan otoritas dan tanggung jawab dari orang-orang
yang menduduki jabatan atau bekerja pada unit-unit kerja yang
terdapat dalam organisasi.
3) Kinerja Operasional
Kinerja ini berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap
B. Kerangka Konseptual dan Penurunan Hipotesis
1. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap Kinerja
Karyawan
Konflik Pekerjaan-Keluarga merupakan hal yang sulit
dihindari, terutama bagi karyawan yang sudah berkeluarga dan bekerja
di luar rumah. Terjadinya konflik ini ketika adanya 2 pemenuhan
tuntutan yaitu tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan yang
sama-sama harus diselesaikan namun karyawan dihadapkan dengan
kemampuannya. Dengan masalah ini karyawan tidak dapat
berkonsentrasi pada tugas pekerjaannya dan memutuskan untuk
meninggalkan perusahaan. Indriyani, (2009) dalam Nurul Priyatnasari,
Indar, Balqis mengungkapkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga
berpengaruh negatif terhadap kinerja perawat wanita rumah sakit.
Endang Ruswanti dan Ostevi Adolfin Jacobus, (2013) yang
mengkaji tentang Konflik antara Pekerjaan dan Keluarga, Stress Kerja
terhadap Kinerja Perawat Wanita pada Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa konflik
antara pekerjaan dan keluarga mempunyai pengaruh negatif terhadap
kinerja perawat perempuan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Aminah Ahmad, (2008) dalam
Anisah Amelia, (2010) hasil penelitiannya ditemukan adanya
conflict dengan kinerja. Work-to-family conflict dan family-to-work
conflict dapat menimbulkan rendahnya kinerja seseorang. Berdasarkan
uraian tersebut, maka maka hipotesis pertama pada penelitian ini
adalah :
H1 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap
Kinerja karyawan.
2. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluaraga terhadap
Kepuasan kerja
Keinginan pindah tempat kerja yaitu keinginan seseorang untuk
meninggalkan pekerjaannya. Karyawan yang mengalami konflik
pekerjaan-keluarga akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja
karyawan sehingga dapat mengambil keputusan untuk berhenti
bekerja. Sebagai contoh yaitu karyawan yang mengalami tekanan,
depresi, mudah marah atau lelah (strain-based conflict) dalam
menyeimbangkan kedua peran tersebut sehingga secara tidak langsung
tidak puas dengan pekerjaannya dan dapat menimbulkan keinginan
untuk berhenti bekerja. Jadi, semakin tinggi work-family conflict maka
semakin semakin tinggi keinginan seseorang untuk berhenti dari
pekerjaannya.
Giovanny Anggasta Buhali & Meily Margaretha, (2013)
dengan penelitiannya yang berjudul pengaruh work-family conclict
mediasi. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat
pengaruh antara work-family conflict terhadap kepuasan kerja.
Menurut Soeharto, (2010) dalam Evy Siska Yuliana dan Reny
Yuniasanti, (2013) mengenai konflik pekerjaan keluarga dengan
kepuasan kerja: metaanalisis, didapati bahwa ada hubungan negatif
konflik pekerjaan keluarga dan konflik keluarga pekerjaan/WFC
dengan kepuasan kerja. Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa
dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kossek
dan Ozeki, (1998) dalam Lidya Agustina, (2008) bahwa semua
dimensi work family conflict mengurangi beberapa bentuk kepuasan
hidup termasuk kepuasan kerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka
maka hipotesis kedua pada penelitian ini adalah :
H2 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap
Kepuasan kerja.
3. Pengaruh antara Kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang
merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya
semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya
untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Untuk memperoleh
dibutuhkan suatu bentuk dukungan sosial baik itu berasal dari keluarga
(pasangan hidup), rekan kerja dan atasan.
Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013)
yang mengkaji tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan sektor publik, dengan in-role performance dan innovative
performance sebagai variabel mediasi. Penelitian tersebut memperoleh
hasil bahwa Kepuasan Kerja (X1) berpengaruh positif terhadap Kinerja
Karyawan (Y3). Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain juga memperoleh hasil
serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Abdel-Halim, (1980) dan Al-Ahmad, (2009) dalam Dian Kristanto,
Suharmono, dan Intan Ratnawati bahwa kinerja ditemukan
berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Berdasarkan uraian
tersebut, maka maka hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah :
H3 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja
C. Model Penelitian
Penelitian ini digambarkan dengan model sebagai berikut:
H1 (-)
H2 (-) H3 (+)
GAMBAR 2.1 Model Penelitian
Kinerja Karyawan (X2) Work Family
Conflict (X1)
a. Obyek/Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini, obyek penelitian adalah Badan Pusat Statistik
(BPS) Prov. D. I. Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Lingkar Selatan,
Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sedangkan subyek penelitiannya
adalah semua karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I.
Yogyakarta yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
b. Jenis Data
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh work family conflict terhadap kinerja
karyawan, work family conflict terhadap kepuasan kerja dan juga untuk
mengkaji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan
Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta, maka jenis penelitian yang
sesuai adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini banyak
menggunakan angka, dimulai dari pengumpulan data, menafsirkan data serta
menampilkan hasilnya. Selain itu, penelitian ini termasuk dalam studi
deskriptif (descriptive study) yaitu untuk memberikan gambaran dan
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer.
c. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Metode pegambilan sampel yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah non probability sampling dengan menggunakan
purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik menentukan sampel
dengan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria sampel yang
disyaratkan oleh peneliti adalah karyawan wanita dengan status kerja tetap
yang sudah bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta
dengan masa kerja minimal 2 tahun. Dasar pertimbangannya adalah
diperkirakan dalam jangka waktu kerja minimal 2 tahun karyawan sudah
memiliki pengalaman dan memahami sistem kerja diperusahaan tempatnya
bekerja, sehingga mampu mengidentifikasi dan menentukan jawaban yang
sesuai pada pertanyaan dalam kuesioner yang terkait dengan variabel
penelitian.
d. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mekanisme pengumpulan informasi penelitian yang dilakukan
secara langsung dengan cara melalui teknik survei yang dilakukan dilokasi
penelitian. Metode survei yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap
terhadap suatu masalah. Penelitian survei ini, data di lapangan di kumpulkan
dengan cara mengajukan pertanyaan yang disusun dalam kuesioner. Tipe
pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup dimana responden
diminta untuk membuat pilihan diantara serangkaian alternatif yang diberikan
oleh peneliti.
Skala yang akan digunakan dalam insrtumen penelitian adalah skala
likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Cara
penilaiannya adalah dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada
sejumlah responden dan responden diminta untuk memilih jawaban dari
beberapa pilihan jawaban yang disediakan.
e. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. WFC (Work Family Conflict) (X1)
Dalam penelitian ini, variabel independen adalah work family
conflict (WFC) dengan simbol (X1). Frone, (2000) dalam Nyoman
Triaryati, (2003) work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk
konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara
mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya
terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam
pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang
dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh
kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya.
Work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu konflik
pekerjaan-keluarga serta konflik pekerjaan-keluarga-pekerjaan (Yavas, U & Babakus, E. (2008)
dalam Jane Y. Roboth, (2015). Dalam penelitian ini menggunakan ukuran
dua dimensi yaitu konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict) serta
konflik keluarga-pekerjaan (Family work conflict). Indikator kedua bentuk
tersebut adalah :
a. Indikator konflik pekerjaan-keluarga
1) Tekanan kerja
2) Banyaknya tuntutan tugas
3) Kurangnya kebersamaan keluarga
4) Sibuk dengan pekerjaan
5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga.
b. Indikator konflik keluarga-pekerjaan
1) Tekanan sebagai orang tua.
Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang
tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban
pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan
kenakalan anak.
2) Tekanan perkawinan.
Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam