• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA PEGAWAI WANITA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA PEGAWAI WANITA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

THE INFLUENCE OF WORK FAMILY CONFLICT AND JOB SATISFACTION ON TOWARDS THE EMPLOYEE PERFORMANCE (Study on Women Employees at Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

RURIN RIKANTIKA 20120410178

FAKULTAS EKONOMI

(2)
(3)

“Sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu akan datang kemudahan, maka apabila kamu telah selesai urusanmu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lainnya dan kepada

Tuhanmu hendaknya kamu limpahkan segala harapan. (Al-Insyirah : 6-8)

“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya jika engkau memiliki harta maka ilmu akan menjadi kecantikanmu, dan jika engkau

tak punya harta maka ilmu akan menjadi hartamu” (Al Hadist)

“Perilakumu yang menjelaskan pribadimu, bukan rupa atau penampilanmu”

(A.Mustofa Bisri)

“Kebahagiaan bukanlah apa yang anda miliki, siapa diri anda, dimana anda berada atau apa yang anda lakukan, tetapi ditentukan oleh apa yang anda pikirkan”

(Dale Carnegir)

“Hidup kita adalah milik kita sendiri. Yang menjalaninya adalah diri kita sendiri bukan orang lain. Jangan mengikuti kemauan orang lain. Kita hanya perlu memiliki kepercayaan

(4)

bahwa suatu saat nanti kegagalan yang dialami tersebut akan menjadikan sebuah kesukseksan besar pada diri kita”

(Penulis)

“Jangan masukan kedalam hati dan membalas jika seseorang mencela kita semaunya. Diamkanlah.

Suatu hari nanti, balaslah perkataan/celaan tersebut dengan menunjukkan keberhasilan yang kita peroleh”

(Penulis)

-- And the last –

“BELIEVE…… THE DREAM COME TRUE

DON’T BE AFRAID,,, THE FUTURE IN YOUR HANDS

BUT

DON’T FORGET PRAYER AND EFFORT”

(5)

---Kedua orang tuaku tersayang, My Hero and My Angel for me Ayah dan Ibu (Tujianto & Sri Wahyusti) terimakasih untuk cinta dan kasih sayangnya serta pengorbanannya yang tak bisa diukur selama hidupku ini, terima kasih atas semuanya semoga kelak bisa kubayar dengan yang

lebih baik. Amin. Tengkyu so much my parents, Luv U,

Untuk Adikku Herinda Hernawan yang selalu pakai leptop tak kenal waktu dan akhirnya mesti menunggu untuk melanjutkan revisi skripsi,

tapi terimakasih untuk semangat dan motivasinya.

Untuk Kakek & Nenek (Kedua Orang Tua Ayah), Nenek (Orang Tua Ibu) yang telah dipanggil sama yang diatas, semoga selalu ditempatkan disisi

yang paling baik dan indah. Amin,

Untuk kakek ku (Orang Tua Ibu), kakek satu-satunya paling aku sayang dan peduliin yang selalu mendoakan ku.

Trimakasih untuk keluarga besar Kakek & Nenek (Orang Tua Ayah dan Ibu) yang banyak menanyakan sudah lulus atau belum kuliahnya.

Terimakasih juga doanya.

Untuk dosen pembimbingku (Rr. Sri Handari Wahyuningsih.S.E.,M.Si) terimakasih Bunda atas bantuan, kesabaran, masukan-masukannya dan

motivasinya selama menyelesaikan skripsi yang penuh perjuangan ini.

Special thanks to my lovely friends “Arista Dewi & Dewi Winahyu

Ningsih” terimakasih atas semuanya (kecrewetannya, nasihat, saling

mendukung, hebohnya, ribetnya, dll ), semangattt. Semoga kita bisa ditemukan lagi dihari mana menjadi orang yang sukses dan cita-cita yang diinginkan tercapai. Terimakasih selama ini mau menjadi teman

(6)

lama marahannya. Hhha. Satu lagi, jangan tanyakan dimana jodoh ku.? Jodoh ku belum sampe-sampe. Masih stuck disana.

Untuk sahabat SMA ku, yang dulu SMP nya satu sekolah tapi beda kelas dan tidak terlalu akrab. Akhirnya waktu SMA ditemuin lagi “Elling

Ismawati” semoga langgeng terus sama si doi. Impian yang dulu

hubungannya mau sampai ke jenjang pernikahan semoga tercapai dan dipermudah. Satu lagi, semoga cepat dapat kerja. Amin..

Untuk sahabatku yang tinggalnya satu daerah dan kuliah di UST

(Sarjana Wiyata) “Nur Islamiyah” dan Sanata Dharma “Susinta” yang

sekarang juga mengejar gelar S1 nya semoga selalu diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi. Amin

Untuk Ibu Bidan (Atiek Prastiwi) kuliah di Stikes Aisyah yang wisudaannya duluan, terimakasih doanya. Akhirnya aku menyusul juga

untuk mencapai ke titik ini (wisuda).

Untuk seseorang yang ditakdirkan menjadi bagian dari hidupku nanti, seseorang yang sangat mencintaiku, menyayangiku, dan membimbingku,

sesseorang yang akan mengukir hatiku di hatinya.

Untuk semua sahabat-sahabatku di Umy.

Teman seperjuanganku The Big Family Manajemen E dan semua teman-teman angkatan 2012, tetap semangat untuk mengejar kesuksesan

dimana saja berada. Amin

Untuk teman-teman KKN tahun 2014/2015 kelompok 100, selalu berjuang untuk meraih kesuksesan yang kita inginkan. Amin

Untuk semua pejuang skripsi terutama Dosen Pembimbingnya Bunda (Bu Ndari), semangat untuk mendapatkan ACC dari Bunda. Semangat terus

(7)

Terimakasih untuk Bapak & Ibu Suyatman yang telah memperbolehkan saya kost disitu. Maaf sering buat Bapak & Ibu Suyatman kerepotan

dan sering minta tolong jika kostnya mengalami masalah.

Kepada seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ku ini.

Untuk kucing kesayanganku si Juminten yang selalu ku panggil Jummy, yang warna bulunya mirip macan, terimakasih atas kekacauan dan

gangguan dari Jummy selama menyelesaikan skripsi..hhaha. Yang awalnya mau ngerjain skripsi akhirnya tidak jadi gara-gara si Jummy

ngajakin main.

Dan semua yang tidak dapat dicantumkan. Semoga kita mendapati

kesuksesan yang akan senantiasa hadir ditengah-tengah kita… Amin…

(8)

Conflict dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai wanita yang sudah bekerja minimal 2 tahun dan sudah berkeluarga. Sampel yang bisa digunakan dalam penelitian ini yaitu 38 karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode analisis dalam penelitian ini adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 16.0.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, konflik pekerjaan-keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(9)

satisfaction on towards the employee performance. This research subject is women employee that had been worked minimal 2 years and got married. The sampling involved can used is 38 women employees on Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analysis method in this research is Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows.

Based the analysis that have been made the result are the influence of work family conflict is positive and significantly on employee performance, influence of work family conflict is no significantly on job satisfaction, and influence of job satisfaction is positive and significantly on employee performance.

(10)
(11)
(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

INTISARI ... x

ABSTRAK ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Konflik Pekerjaan-Keluarga... 10

a. Pengertian Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 10

b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 18

2. Kepuasan Kerja ... 19

a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 19

(13)

d. Metode Penilaian Kinerja ... 33

e. Jenis-jenis Kinerja ... 34

B. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 35

C. Model Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Subyek Penelitian ... 40

B. Jenis Data ... 40

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

F. Uji Kualitas Instrumen ... 49

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 55

B. Uji Kualitas Instrumen ... 73

C. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81

D. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 84

E. Pembahasan (Interpretasi) ... 89

BAB V SIMPULAN, KETERBATASANDAN SARAN PENELITIAN ... 92

A. Simpulan ... 92

B. Keterbatasan Penelitian ... 93

C. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(14)

Gambar 2.1. Model Penelitian ... 39

Gambar 4.1. Pengelompokan Usia Responden ... 70

Gambar 4.2. Pengelompokan Pendidikan Responden ... 72

(15)

Tabel 4.1. Struktur Organisasi Badan Pusat Statistik (BPS) ... 60

Tabel 4.2. Hasil Penyebaran Kuesioner ... 68

Tabel 4.3. Hasi Uji Validitas Work Family Conflict ... 74

Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja ... 75

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 76

Tabel 4.6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 77

Tabel 4.7. Hasil output statiskik deskriptif variabel Work Family Conflict... 78

Tabel 4.8. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kepuasan Kerja ... 79

Tabel 4.9. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kinerja Karyawan ... 80

Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas ... 82

Tabel 4.11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 83

Tabel 4.12. Hasil Uji Heterokedasitas ... 83

Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Berganda ... 84

Tabel 4.14. Hasil Uji Parsial 1 ... 85

Tabel 4.15. Hasil Uji Regresi Berganda ... 85

(16)

Tabel 4.19. Hasil Uji T ... 88

(17)

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat

kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Suami istri yang bersama-sama

mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga mereka sudah lazim

terjadi pada era globalisasi seperti saat ini. Fenomena yang ditandai dengan

adanya perubahan kecenderungan demografi yang melanda seluruh dunia

yaitu terdapat peningkatan jumlah wanita yang bekerja. Seiring dengan

perkembangan jaman, dimana ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat,

menyebabkan kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak

menjadi kendala bagi wanita untuk melakukan pekerjaan. Maka tidak

mengherankan bila saat ini kita sering menjumpai wanita yang bekerja.

Bagi seorang wanita, peran dalam keluarga berhubungan dengan

tekanan yang timbul dalam menangani urusan rumah tangga dan menjaga

anak. Peran dalam pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang timbul dari

beban kerja yang berlebihan dan waktu yang dibutuhkan, misalnya pekerjaan

yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, pekerjaan dan

keluarga merupakan hal yang sangat penting dan saling terkait. Akan tetapi,

(18)

suatu konflik yang disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell,

(1985), dalam Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu

bentuk konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan

menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman dan

Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell, (1985)

dalam Anisah Amelia, (2010), menyatakan bahwa seseorang yang sudah

menikah lebih sering mengalami work family conflict dibandingkan yang

belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah memiliki

tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan yang belum menikah saat

menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan rumah tangganya.

Work family conflict timbul saat seseorang yang melakukan perannya dalam

suatu pekerjaan mengalami kesulitan melakukan perannya dalam keluarga,

maupun sebaliknya. Tinggi atau rendahnya tekanan work family conflict ini,

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepuasan kerja.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan pernyataan

diatas yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Anisah Amelia (2010)

dengan hasil mendukung adanya hubungan negatif antara work-to-family

conflict dan kinerja. Artinya, semakin tinggi family-to-work conflict maka

semakin rendah kinerja seseorang. Hasil serupa juga ditemukan oleh

Indriyani, (2009); Lee and Hui, (1999); Karatepe and Sokmen, (2006);

Nugroho, (2006) dalam Bernhard Tewal dan Florensia B. Tewal (2014)

bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan

(19)

Kepuasan dalam bekerja adalah hasil emosional yang menyenangkan

dari seseorang atas pencapaiannya dalam pekerjaannya atau mendapatkan

sesuatu yang bernilai dari pekerjaannya. Kepuasan dalam bekerja dapat juga

diartikan sebagai pertimbangan karyawan tentang bagaimana pekerjaannya

secara keseluruhan memberikan kepuasan terhadap kebutuhannya yang

bermacammacam. Menurut Spector, (1997) seperti yang dikutip dalam

Kinnoin, (2005), dalam Anisah Amelia (2010), mengartikan kepuasan dalam

bekerja sebagai suatu tingkatan dimana seseorang menyukai pekerjaannya.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat diperoleh simpulan

bahwa kepuasan dalam bekerja adalah rasa puas/senang yang dirasakan oleh

seseorang atas hasil kerja yang dicapainya. Akan tetapi, seseorang dapat

merasakan ketidakpuasan dalam dirinya karena timbulnya work family

conflict. Seseorang yang tidak dapat menyeimbangkan perannya dalam

keluarga dan pekerjaan akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan

berdampak pada kepuasannya dalam bekerja. Hasil penelitian yang

mendukung pernyataan diatas adalah penelitian yang telah dilakukan oleh

Anderson et al. dalam Panggabean, (2006); Bacharach dalam Agustina,

(2006); Boles dalam Agustina, (2006); Kossek & Ozeki dalam Agustina,

(2006); Thomas & Ganster dalam Agustina, (2006) dalam Giovanny Anggasta

Buhali & Meily Margaretha (2013) dengan hasil work family conflict memiliki

hubungan negatif dengan kepuasan kerja. Dan Kahn et al., (1964) dalam

(20)

family conflict dan kepuasan kerja menyimpulkan bahwa work family conflict

meningkat maka kepuasan kerja berkurang.

Selain work family conflict, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh

Kinerja. Mahsun (2006) dalam Zaldi Akmal, A.Rahman Lubis dan Mukhlis

Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja

karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam suatu perusahaan selama

periode tertentu. Suatu perusahaan yang memiliki karyawan yang kinerjanya

baik maka besar kemungkinan kinerja perusahaan tersebut akan baik, sehingga

terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan

kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang telah

dilakukan oleh Kurniawan, (2011) dan Abdulloh, (2006) dalam Putu Yudha

Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) mengunggapkan bahwa

kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Selain itu,

Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013) bahwa kepuasan kerja

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

Meskipun sudah banyak penelitian tentang pengaruh work family

conflict dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, namun ada beberapa

penelitian yang memperoleh hasil berbeda yaitu ada yang menemukan

pengaruh positif dan negatif dari hubungan variabel-variabel tersebut.

(21)

mengkaji ulang mengenai topik tersebut. Selain alasan tersebut, fenomena

yang terjadi yaitu adanya keterlibatan karyawan wanita yang bekerja di Badan

Pusat Statistik (BPS). Seorang wanita selain berperan sebagai ibu rumah

tangga, juga melakukan perannya dalam suatu pekerjaan yang dibebankan

kepadanya. Apabila tidak bisa menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan

dan keluarga maka akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan

berdampak pada kepuasaan dan kinerja dalam bekerja.

Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non

Kementerian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi

pemerintah dan masyarakat. Data dan informasi statistik yang dihasilkan BPS

digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun perencanaan, melakukan

evaluasi membuat keputusan, dan memformulasikan kebijakan.

BPS juga terdapat di setiap provinsi, kabupaten dan kota di seluruh

Indonesia. Dinamakan perwakilan BPS di daerah, karena BPS merupakan

instansi vertikal, yakni instansi pemerintah pusat yang berada di daerah,

sehingga bukan merupakan bagian dari instansi milik daerah. Tugas lain BPS

di daerah adalah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam

rangka penyelenggaraan statistik regional. Di samping memiliki kantor

pewakilan hingga daerah tingkat II (Kabupaten/Kota), aparat BPS ada di

setiap kecamatan, yaitu Penanggungjawab Kegiatan BPS Tingkat Kecamatan

atau saat ini disebut sebagai KSK (Koordinator Statistik Kecamatan).

Penelitian ini merupakan hasil gabungan dari beberapa penelitian yaitu

(22)

(2008); Sry Rosita, (2012); Anisah Amelia, (2010) dan Nyoman Triaryati,

(2003). Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anisah Amelia,

(2010) yang meneliti dengan judul “Pengaruh Work-To-Family Conflict dan

Family-To-Work Conflict terhadap Kepuasan dalam Bekerja, Keinginan

Pindah Tempat Kerja, dan Kinerja Karyawan pada dua Bank yaitu Bank BCA

dan Bank BRI” yang menemukan bahwa Work-to-family conflict berpengaruh

negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang, Family-to-work conflict

berpengaruh negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang,

Work-to-family conflict berpengaruh positif terhadap keinginan pindah tempat kerja

seseorang, Family-to-work conflict berpengaruh positif terhadap keinginan

pindah tempat kerja seseorang, Work-to-family conflict berpengaruh negatif

terhadap kinerja seseorang dan Family-to-work conflict berpengaruh negatif

terhadap kinerja seseorang.

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang judul “PENGARUH WORK FAMILY

CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PADA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi pada Pegawai Wanita

pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa

(23)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Karyawan merupakan sumber daya paling penting bagi perusahaan

yang akan menentukan kelangsungan perusahaan itu sendiri dalam jangka

panjang. Apabila seorang karyawan tidak dapat menyeimbangkan waktu baik

pekerjaan dan keluarga, maka karyawan tersebut akan mengalami konflik

pekerjaan keluarga. Selain itu, ketika keryawan tidak merasakan kepuasan

dalam kerja, hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang

dikontribusikan bagi perusahaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan suatu pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

1. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja

karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?

2. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap

kepuasan kerja pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?

3. Apakah Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk :

1. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kinerja karyawan

(24)

2. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kepuasan kerja

pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

3. Menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan

Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat dibidang Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna terutama pada ilmu

manajemen sumber daya manusia dalam dalam kaitannya dengan konflik

pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada

Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

2. Manfaat dibidang Praktek

Bagi perusahaan diharapkan agar dari hasil penelitian ini dapat

memberikan masukan yang bermanfaat dan informasi tambahan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya karyawan wanita di Badan

Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta tentang konflik

pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja, serta dampaknya terhadap kinerja karyawan.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan sebagai tolak ukur dalam penerapan teori yang di

dapat dalam perkuliahan dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan

(25)

bidang sumber daya manusia khususnya tentang pengaruh konflik

pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada

(26)

A. La ndasan Teori

1. Konfik Pekerjaan–Keluarga

a. Pengertian Konflik Pekerjaan–Keluarga

Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertentangan

kepentingan atau perbedaan pandangan mengenai sesuatu hal antara

kelompok dan antar perorangan dalam suatu organisasi. Atau dengan

perkataan lain merupakan suatu pertentangan menang-balik antar

kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain

dalam organisasi. Sedangkan berkaitan dengan perubahan, konflik

merupakan rentetan atau dampaknya, namun terkadang konflik juga yang

menyebabkan perubahan.

Penyebab konflik bisa terjadi dari dalam perusahaan atau juga dari

luar perusahaan. Dari luar organisasi seringnya terjadi karena terjadi

maslah dalam keluarga, misalnya bagi pekerja wanita yang mempunyai

peran ganda dimana peran dalam keluarga dan peran di pekerjaan. Sebab

dari luar organisasi lain adalah karena adanya perubahan masyarakat atau

lingkungan. Penyebab dari dalam organisasi karena sistem komunikasi

(27)

kepentingan dalam organisasiorganisasi saling berbeda jenis dan

intensitasnya, hal ini antara lain tergantung pada sarana yang dipakai.

Masing-masing pihak cenderung ingin membela sistem nilai dan

pandangan yang sama-sama saling dianggap benar serta dengan memaksa

pihak lain untuk mengakui sistem nilai dan pandangannya itu baik secara

halus maupun secara keras.

Kemungkinan timbulnya konflik dalam banyak hal memang bisa

dilihat dari kemampuan membela dan memonitor sikap dan perilaku

personil organisasi didalam menjalankan tugas. Hal ini antara lain bisa

dilihat apabila personil memperlambat proses kerjanya, bekerja dengan

melakukan banyak kesalahan, berkembang isu-isu tertentu tidak baik

dalam aspek-aspek tertentu dari oganisasi, aksi pemogokan maupun

pertentangan terbuka antar personil dalam semua tingkatan organisasi.

Timbulnya konflik dalam organisasi memang lebih banyak merupakan

suatu gangguan terhadap keseimbangan situasi dalam organisasi yang akan

mengganggu proses pelaksanaan aktivitas organisasi ke arah tujuan akhir,

meskipun dalam batas-batas tertentu timbulnya konflik, dimungkinkan

diperolehnya dampak-dampak positif tertentu (Lukman Hakim, Eko

Sugiyanto, dan Zulfa Irawati, (2015). Konflik sebenarnya menjadi

fungsional dan dapat pula menjadi disfungsional. Konflik semata-mata

bisa memperbaiki dan memperburuk prestasi individu maupun organisasi

(28)

Menurut Antonius, dkk (2002) dalam Jane Y.Roboth, (2015)

konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat

menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini

dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar

pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir

pendidikan resolusi konflik (Bunyamin Maftuh, (2005) dalam Jane

Y.Roboth, (2015) yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial

antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada

oleh persamaan. Konflik semata-mata bisa memperbaiki dan

memperburuk prestasi individu maupun organisasi tergantung dari

pengelolaan konflik tersebut. Istilah konflik ini secara etimologis berasal

dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama, dan “fligere” yang berarti

benturan atau tabrakan.

Work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik

peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual

tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada

saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan

usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan

untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana

pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan

orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya oleh Frone, (2000)

(29)

Yang, Chen, Choi & Zou, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003)

mengungkapkan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan

yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti;

pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan

tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk

menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan

keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan

jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota

yang lain

Pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang saling terkait dan

sangat penting bagi setiap orang. Akan tetapi, menjalankan kedua peran

tersebut sangat sulit sehingga dapat menimbulkan suatu konflik yang

disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell, (1985), dalam

Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu bentuk

konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan

menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman

dan Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell,

(1985) dalam Anisah Amelia, (2010) menyatakan bahwa seseorang yang

sudah menikah lebih sering mengalami work familyconflict dibandingkan

yang belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah

memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan yang belum

menikah saat menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan

(30)

harapannya maka sebagai akibatnya peran dalam pekerjaan akan

mengganggu peran dalam keluarga dan sebaliknya.

Frone, Rusell & Cooper, (1992) dalam Giovanny dan Meily,

(2013) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran

yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan

pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara

utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga

dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga,

artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan

pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya

keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan

perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga

mengganggu pekerjaan.

Frone, Rusell & Cooper, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003)

dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan

Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) sebagai bentukkonflik peran

dimana tuntutan peran dari keluarga dan pekerjaan secara mutual tidak

dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat

seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha

tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk

memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan

tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang

(31)

Yavas et al., (2008) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015)

menggungkapkan bahwa work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu

konflik pekerjaan-keluarga serta konflik keluarga-pekerjaan. Konflik yang

terjadi pada peran di keluarga dan peran di pekerjaan menimbulkan

efek-efek negatif. Konflik keluarga pekerjaan (work family conflict) oleh para

ahli selalu dikaitkan dengan sumber stress yang mempengaruhi segi fisik

dan psikologis (Adams dkk.,(1996) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015).

Frone, Russel, & Barnes (Major dkk, (2002) dalam Jane Yolanda Roboth,

(2015) menyatakan bahwa konflik antara pekerjaan ke keluarga (work to

family conflict) mempunyai hubungan dengan depresi dan keluhan

somatic. Greenhaus dan Beutell dalam Anafarta, (2011) dikembangkan

lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan konflik

pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan

dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Sementara Natemeyer et al, (dalam Yavas et al., (2008)

dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan

konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik dimana tuntutan umum,

waktu serta ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung

jawab karyawan terhadap keluarga. Menurut Boles, James S., W. Gary

Howard & Heather H. Donofrio, (2001) dalam Jane Yolanda Roboth,

(2015) indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga adalah:

1) Tekanan kerja

(32)

3) Kurangnya kebersamaan keluarga

4) Sibuk dengan pekerjaan

5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga.

Menurut Frone, Russell dan Cooper, (1992) dalam Jane Yolanda

Roboth, (2015) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah:

1) Tekanan sebagai orang tua. Tekanan sebagai orang tua merupakan

beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang

ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak

tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan. Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai

istri didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan

rumah tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu,

tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil

keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri. Kurangnya keterlibatan sebagai

istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis

pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa

berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu

dibutuhkan suami.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua. Kurangnya keterlibatan

sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak

perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk

(33)

5) Campur tangan pekerjaan. Campur tangan pekerjaan menilai derajat

dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya.

Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan

yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Dapat disimpulkan work family conflict merupakan konflik yang

terjadi karena usaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan yang timbul

dari keluarga maupun dari pekerjaannya. Konflik yang terjadi pada

karyawan yang harusnya melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain

harus memperhatikan keluarganya, sehingga sulit membedakan antara

pekerjaan mengganggu keluarga atau keluarga yang mengganggu

pekerjaan. Work family conflict adalah suatu bentuk konflik peran dimana

menghabiskan waktu untuk tuntutan pekerjaan dan pekerjaan tersebut

menimbulkan tekanan yang mengganggu tanggung jawab dalam keluarga.

b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan–Keluarga

Menurut Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati,

(2003) ada tiga tipe jenis work family conflict, yaitu:

1) Time-based conflict (konflik berdasar waktu)

Yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk

memenuhi suatu tuntutan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk

memenuhi tuntutan lainnya (keluarga atau pekerjaan). Menurut

Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati, (2003)

(34)

menghabiskan waktu seseorang, dalam hal ini waktu yang dicurahkan

pada kinerja salah satu domain seringkali mengurangi waktu dalam

domain lainnya. Konflik berdasar waktu ini sangat menghabiskan

energi dan membangkitkan ketegangan, akibatnya tenaga kerja yang

mempunyai peran pekerjaan yang mengganggu peran keluarga tidak

mendapatkan kepuasan.

2) Strain-based conflict (konflik berdasar tekanan)

Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja

peran yang lain. Seseorang yang sangat menekankan pada pekerjaan

dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan seperti tensi menjadi

tinggi, cepat marah, keletihan, depresi dan apatis. Keadaan seperti ini

akan menimbulkan kesulitan bagi seseorang untuk bersikap penuh

perhatian. Atau orang yang penyayang, pada saat orang tersebut

sedang muram atau ingin marah, sangatlah sulit diharapkan untuk bisa

bekerja sepenuh hati, jika orang tersebut masih dilingkupi oleh situasi

keluarga yang menekan.

3) Behavior-based conflict (konflik berdasar perilaku)

Konflik ini berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku

seseorang dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau

keluarga). Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai polisi

diharuskan untuk bersikap tegas, keras dan disiplin. Tapi para anggota

keluarga mengharapkan ia untuk bersifat lembut, hangat, tidak

(35)

seseorang tidak bisa mengubah sikap saat memasuki peran yang

berbeda, maka kemungkinan mereka akan mengalami konflik

berdasarkan perilaku.

2. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Dole dan Schroeder, (2001) dalam Koesmono, (2005)

dikembangkan lagi oleh Nana Suryana, Siti Haerani dan Muhammad Idrus

Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai

perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih

lanjut Koesmono, (2005) dalam Nana Suryana, Siti Haerani dan

Muhammad Idrus Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan

penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap

pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan,

kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja

dan sebagainya.

Menurut Dole and Schroeder, (2001) dalam Putu Yudha Asteria

Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) kepuasan kerja didefinisikan sebagai

reaksi dan perasaan seseorang terhadap tempat ia bekerja. Tingkat

kepuasan yang berbeda-beda pasti dimiliki oleh setiap individu. Kreitner

dan Kinicki, (2005) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni

Latrini, (2013) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan respons

(36)

Sedangkan As’ad, (2000) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made

Yenni Latrini, (2013) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu

sikap umum yang berupa hasil dari beberapa sikap khusus terhadap

karakteristik individual, hubungan kelompok di luar pekerjaannya serta

faktor-faktor pekerjaan.

Dalam Sopiah, (2008) dalam Agus Dwi Nugroho dan Kunartinah,

(2012) disebutkan beberapa definisi kepuasan kerja sebagai berikut :

1) Lock dalam Luthans, (1995) mengemukakan :

Job satisfaction is a pleasurable or positive amotional state resulting from the appaisal of one’s job or job experience.” (Kepuasan kerja

merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau

menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan

atau pengalaman kerja).

2) Robbins, (1996) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan sikap

umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja

menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul

dengan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan.

3) Porter dalam Luthans, (1995) menambahkan,”Job satisfaction is

difference between how much of something there should be and how

much there is now.” (Kepuasan kerja adalah perbedaan seberapa

banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak

(37)

4) Mathis and Jackson, (2000) mengemukakan, “Job satisfaction is a

positive emotional state resulting one’s job experience.’ (Kepuasan

kerja merupakan merupakan pernyataan emosional yang positif yang

merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, Sopiah menyimpulkan

bahwa :

a) Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional

seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.

b) Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) dan

tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti

kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti

karyawan tidak puas.

c) Kepuasan kerja dirasakan oleh karyawan setelah karyawan

tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan

dia peroleh dari hasil kerjanya dengan pa yang sebenarnya dia

peroleh dari hasil kerjanya.

d) Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang

berhubungan (Luthans, (1995).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan dimuka, secara umum

dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan

seseorang terhadap perasaannya dengan mempertimbangkan dan menilai

(38)

dirinya perasaaan senang terhadap situasi kerja dan rekan sekerjannya.

Apa yang dirasakan oleh individu tersebut bisa positif atau negatif,

tergantung dari persepsi terhadap pekerjaan yang digelutinya tersebut.

Kreitner dan Kinicki, (2007) dalam Desta Miftachul Amin dan

Dewi Syarifah, (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efek

(respon emosional) dari berbagai aspek yang dimiliki oleh suatu pekerjaan.

Menurut Robbins dan Judge, (2011) dalam Desta Miftachul Amin dan

Dewi Syarifah, (2015) kepuasan kerja merupakan perasaan positif yang

ditunjukkan oleh karyawan terhadap pekerjaan yang dimilikinya, dimana

perasaan positif tersebut merupakan hasil evaluasi karyawan dari berbagai

aspek yang dimiliki oleh pekerjaan itu sendiri. Weiss dkk. (1967) dalam

Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) mengemukakan bahwa

terdapat tiga dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan

kerja yang terdiri dari kepuasan kerja general, kepuasan kerja intrinsik,

dan kepuasan kerja ekstrinsik.

Berdasarkan teori-teori diatas maka Weiss et al., (1967)

mengembangkan sebuah alat ukur untuk mengukur tingkat kepuasan kerja

karyawan, yaitu Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). MSQ

mengukur kepuasan kerja dengan melihat dari indikator penyesuaian

seseorang terhadap lingkungan kerjanya.

Ketiga dimensi tersebut diukur melalui 20 indikator atau kebutuhan

(39)

kepuasan kerja. Indikator-indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut

dalam Weiss et al., (1967) :

(1) Ability Utilization, adalah kesempatan menggunakan

kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.

(2) Achievement, adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.

(3) Activity, adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan

dalam bekerja.

(4) Advancement, adalah kemajuan atau perkembangan yamg

dicapai selama bekerja.

(5) Authority, adalah wewenang yang dimiliki dalam

melakukan pekerjaan.

(6) Company policies and practices, adalah kebijakanyang

dilakukan secara adil bagi karyawan.

(7) Compensation, adalah segala macam bentuk kompensasi

yang diberikan kepada para karyawan.

(8) Co-workers, adalah hubungan antara rekan kerja.

(9) Creativity, adalah kesempatan untuk mencoba metode

sendiri dalam melakukan pekerjaan.

(10) Independence, adalah kemandirian yang dimiliki karyawan

dalam bekerja.

(11) Moral values, adalah nilai-nilai moral yang dimiliki

karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa

(40)

(12) Recognition, adalah pengakuan yang diterima atas

pekerjaan yang dilakukan.

(13) Responsibility, adalah tanggung jawab yang dimiliki.

(14) Security, adalah rasa aman yang dirasakan karyawan

terhadap lingkungan kerjanya.

(15) Social service, adalah perasaan sosial karyawan terhadap

lingkungan kerjanya.

(16) Social status, adalah derajat sosial dan harga diri yang

dirasakan akibat dari pekerjaan.

(17) Supervision-human relations, adalah dukungan

yangdiberikan oleh badan usaha terhadap karyawannya.

(18) Supervision-technical, adalah bimbingan dan bantuan teknis

yang diberikan atasan kepada karyawan.

(19) Variety, adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang

berbeda dari waktu ke waktu.

(20) Working conditions, adalah keadaan tempat kerja dimana

karyawan melakukan pekerjaannya.

Banyaknya pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja

menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal.

Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak

puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Artinya, kepuasan kerja

(41)

lebih detail mengenai hal-hal yang lebih spesifik atau poin per poin dalam

setiap pekerjaan yang dilakukannya.

Seseorang yang mengalami ketidakpuasan kerja tidak mempunyai

semangat dalam menjalankan pekerjaannya, lebih sering melamun, tidak

dapat mengendalikan emosi, cepat lelah dan absensi kehadiranya rendah.

Sedangkan individu yang memiliki kepuasan kerja akan memberikan

kontribusi terbaik bagi perusahaan dan memiliki absensi kehadiran yang

tinggi karena selalu bersemangat.

b. Aspek–aspek Kepuasan Kerja

Kendall dan Hullins, (1969) dalam Agus Dwi Nugroho dan

Kunartinah, (2012) mengemukakan pendapatnya sebagaimanadikutip oleh

Gibson, Ivanchevich dan Donelly, (1996) dalam Agus Dwi Nugroho dan

Kunartinah, (2012) bahwa faktor-faktor yang memiliki karakteristik

penting yang akan mempengaruhikepuasan kerja antara lain :

1) Pembayaran (gaji/upah).

Gaji merupakan alat ukur kuantitatif terhadap usaha atau prestasi

yang telah diberikan karyawan terhadap perusahaannya. Hal ini

lebih dipersepsikan terhadap nilai keadilan berdasarkan permintaan

kerja, tingkat ketrampilan individu, standar pembayaran gaji dan

(42)

2) Pekerjaan.

Karyawan memiliki kecenderungan mengerjakan pekerjaan yang

dapat memberikan peluang jenjang karier yang lebih tinggi.

3) Kesempatan Promosi.

Promosi diberikan sebagai penghargaan perusahaan/ institusi kepada

pegawainya dengan kriteria kinerja dan senioritas berdasarkan lama

waktu bekerja. Pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja

adalah apabila kinerja yang telah dihasilkan tidak mendapat

tanggapan serta tindak lanjut dari manajemen untuk diadakannya

promosi.

4) Penyelia.

Penyelia adalah salah satu pimpinan dalam perusahaan yang

menangani karyawan secara langsung. Menurut teori jalur tujuan,

atasan harus dapat meningkatkan jumlah dan jenis penghargaan yang

ada terhadap perusahaan. (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1996).

5) Rekan sekerja.

Pegawai sebagai manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk

individu, sehingga pegawai/karyawan akan berkembang dalam

(43)

3. Kinerja

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan

dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang

memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja

perusahaan tersebut akan baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat

erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan. Ukuran

kesuksesan yang dicapai oleh karyawan tidak bisa di generalisasikan

dengan karyawan yang lain karena harus disesuaikan dengan ukuran yang

berlaku dan jenis pekerjaan yang dilakukannya (Steel Johnson, et al ,

(2000) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015).

Menurut Bernadin dan Rusell, (1998) dalam Jane Yolanda Roboth,

(2015) kinerja kerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dihasilkan

pada sebuah fungsi kerja atau kegiatan tertentu dalam suatu jangka waktu

tetentu. Kinerja kerja seorang individu merupakan gabungan dari

kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang di

hasilkan oleh karena itu kinerja kerja bukan menyangkut karakteristik

pribadi yang ditujukan oleh seseorang melainkan hasil kerja yang telah

dan akan dilakukan oleh seseorang.

Selanjutnya menurut Simanjuntak, (2005) dalam Zaldi Aknmal, A.

Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja adalah tingkat

(44)

kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja perusahaan yang dipengaruhi

faktor intern dan ekstern. Menurut Furtwengler, (2002) dalam dalam Zaldi

Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja dilihat dari

hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam

proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang

baik dan memiliki nilai merupakan hal yang dilihat dari tercapainya

kinerja atau tidak.

Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan

Mukhlis Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program,

kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi

yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Sedarmayanti, (2007) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan

Mukhlis Yunus, (2012) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang

digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah

melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan.

Berdasarkan Babin dan Boles, (1998) seperti yang dikutip dalam

Elerina Maria D. T. (2008) dalam Anisah Amelia, (2010), mengartikan

kinerja sebagai suatu tingkatan produktivitas karyawan secara individu

yang dibandingkan dengan sesame karyawan atas beberapa pekerjaan yang

berhubungan dengan perilaku (cara bekerja) dan hasil yang diterima.

(45)

dalam suatu perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas karyawan

tersebut. Tingkat prestasi seseorang tersebut dapat dilihat dari tingkat

kesuksesan yang dapat dicapai dalam melakukan pekerjaannya, dimana

ukuran kesuksesan yang dicapai oleh seseorang tidak dapat disamakan

dengan orang lain. Kesuksesan yang dicapai seseorang adalah berdasarkan

ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Kinerja

berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai oleh seseorang atau

sebagai suatu hasil dari perilaku kerja seseorang. Semakin tinggi tingkatan

tujuan (hasil yang diharapkan) yang akan dicapai maka semakin giat

kinerja karyawan tersebut. Kinerja yang tinggi dapat dilihat dari adanya

peningkatan efisiensi, efektivitas, atau kualitas yang lebih tinggi dari hasil

penyelesaian tugas yang telah dilakukan individu dalam organisasi. Hal ini

akan terjadi apabila individu tidak merasa terbebani oleh berbagai macam

faktor salah satunya work family conflict yang dapat menurunkan

semangat kerjanya. Seseorang yang melakukan perannya dalam keluarga

dan pekerjaan secara bersamaan, maka akan memiliki kinerja yang

terbatas dalam melakukan perannya di dalam keluarga apabila seseorang

tersebut harus memenuhi perannya dalam pekerjaan, maupun sebaliknya.

Williams dan Anderson, (1991) Anisah Amelia, (2010) menyatakan

kinerja adalah in-role performance. In-role performance adalah ukuran

kinerja yang terkait langsung dengan pekerjaan seseorang. Salah satu

contoh Inrole performance yaitu seberapa baik karyawan melakukan

(46)

Bernadin, (1993) dalam Sry Rosita, (2012), menjelaskan bahwa

kinerja sesorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari

pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria tersebut, antara lain :

1) Kualitas, yaitu tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan

mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal

dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang

diharapkan dari suatu aktivitas.

2) Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit,

jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

3) Ketepatan waktu, yaitu tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada

waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan

hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk

aktivitas lain.

4) Efektifitas, yaitu tingkat penggunaan sumber daya manusia,

organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan

atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan

sumber daya.

5) Kemandirian: yaitu tingkat di mana seseorang pegawai dapat

melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari

pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk

(47)

6) Komitmen: yaitu tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen

kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap

organisasi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:

menurut Sutermeister, (1999) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan

Mukhlis Yunus, (2012) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan,

keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian

kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan

kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun, (2006) ada beberapa

elemen pokok yang mempengaruhi kinerja, yaitu :

1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.

2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran

organisasi.

4) Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi,

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Menurut Mangkunegara, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A.

Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) terdapat aspek-aspek

standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek

(48)

a) Aspek kuantitatif yaitu:

(1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan

(2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan

pekerjaan

(3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan

(4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja

b) Aspek kualitatif yaitu :

(1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan

(2) Tingkat kemampuan dalam bekerja

(3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/

kegagalan menggunakan mesin/peralatan.

(4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan

konsumen/masyarakat).

c. Tujuan Penilaian Kinerja

Adapun sejumlah tujuan penilaian kinerja menurut Sulistiyani dan

Rosidah, (2003) dalam Evawati, antara lain :

1) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.

2) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.

3) Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang dapat

(49)

4) Mengadakan penelitian manajemen personalia.

d. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis

dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus

diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas

organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari

program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses,

hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program

organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Pengukuran kinerja

adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi:

1) Penetapan indikator kinerja

2) Penentuan hasil capaian indikator kinerja

Menurut Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis

dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa indikator kinerja terdiri dari:

a) Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas

b) Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang

kerja

c) Kehadiran/keterlambatan

Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi

(50)

1) Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang

direncanakan.

2) Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.

3) Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja.

e. Jenis-jenis Kinerja

Menurut Prawirosentono, (2008) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman

Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012), jenis kinerja terdiri atas tiga bagian,

antara lain:

1) Kinerja Strategik

Kinerja suatu perusahaan dievaluasi atas ketepatan organisasi

dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi organisasi

bersangkutan atas lingkungan hidupnya dimana dia beroperasi.

2) Kinerja Administratif

Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administratif

organisasi, termasuk di dalamnya tentang struktur administrasi yang

mengatur hubungan otoritas dan tanggung jawab dari orang-orang

yang menduduki jabatan atau bekerja pada unit-unit kerja yang

terdapat dalam organisasi.

3) Kinerja Operasional

Kinerja ini berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap

(51)

B. Kerangka Konseptual dan Penurunan Hipotesis

1. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap Kinerja

Karyawan

Konflik Pekerjaan-Keluarga merupakan hal yang sulit

dihindari, terutama bagi karyawan yang sudah berkeluarga dan bekerja

di luar rumah. Terjadinya konflik ini ketika adanya 2 pemenuhan

tuntutan yaitu tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan yang

sama-sama harus diselesaikan namun karyawan dihadapkan dengan

kemampuannya. Dengan masalah ini karyawan tidak dapat

berkonsentrasi pada tugas pekerjaannya dan memutuskan untuk

meninggalkan perusahaan. Indriyani, (2009) dalam Nurul Priyatnasari,

Indar, Balqis mengungkapkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga

berpengaruh negatif terhadap kinerja perawat wanita rumah sakit.

Endang Ruswanti dan Ostevi Adolfin Jacobus, (2013) yang

mengkaji tentang Konflik antara Pekerjaan dan Keluarga, Stress Kerja

terhadap Kinerja Perawat Wanita pada Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa konflik

antara pekerjaan dan keluarga mempunyai pengaruh negatif terhadap

kinerja perawat perempuan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh Aminah Ahmad, (2008) dalam

Anisah Amelia, (2010) hasil penelitiannya ditemukan adanya

(52)

conflict dengan kinerja. Work-to-family conflict dan family-to-work

conflict dapat menimbulkan rendahnya kinerja seseorang. Berdasarkan

uraian tersebut, maka maka hipotesis pertama pada penelitian ini

adalah :

H1 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap

Kinerja karyawan.

2. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluaraga terhadap

Kepuasan kerja

Keinginan pindah tempat kerja yaitu keinginan seseorang untuk

meninggalkan pekerjaannya. Karyawan yang mengalami konflik

pekerjaan-keluarga akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja

karyawan sehingga dapat mengambil keputusan untuk berhenti

bekerja. Sebagai contoh yaitu karyawan yang mengalami tekanan,

depresi, mudah marah atau lelah (strain-based conflict) dalam

menyeimbangkan kedua peran tersebut sehingga secara tidak langsung

tidak puas dengan pekerjaannya dan dapat menimbulkan keinginan

untuk berhenti bekerja. Jadi, semakin tinggi work-family conflict maka

semakin semakin tinggi keinginan seseorang untuk berhenti dari

pekerjaannya.

Giovanny Anggasta Buhali & Meily Margaretha, (2013)

dengan penelitiannya yang berjudul pengaruh work-family conclict

(53)

mediasi. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat

pengaruh antara work-family conflict terhadap kepuasan kerja.

Menurut Soeharto, (2010) dalam Evy Siska Yuliana dan Reny

Yuniasanti, (2013) mengenai konflik pekerjaan keluarga dengan

kepuasan kerja: metaanalisis, didapati bahwa ada hubungan negatif

konflik pekerjaan keluarga dan konflik keluarga pekerjaan/WFC

dengan kepuasan kerja. Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa

dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kossek

dan Ozeki, (1998) dalam Lidya Agustina, (2008) bahwa semua

dimensi work family conflict mengurangi beberapa bentuk kepuasan

hidup termasuk kepuasan kerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka

maka hipotesis kedua pada penelitian ini adalah :

H2 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap

Kepuasan kerja.

3. Pengaruh antara Kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat

penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang

merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya

semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya

untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Untuk memperoleh

(54)

dibutuhkan suatu bentuk dukungan sosial baik itu berasal dari keluarga

(pasangan hidup), rekan kerja dan atasan.

Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013)

yang mengkaji tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja

karyawan sektor publik, dengan in-role performance dan innovative

performance sebagai variabel mediasi. Penelitian tersebut memperoleh

hasil bahwa Kepuasan Kerja (X1) berpengaruh positif terhadap Kinerja

Karyawan (Y3). Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013)

mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain juga memperoleh hasil

serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh

Abdel-Halim, (1980) dan Al-Ahmad, (2009) dalam Dian Kristanto,

Suharmono, dan Intan Ratnawati bahwa kinerja ditemukan

berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Berdasarkan uraian

tersebut, maka maka hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah :

H3 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja

(55)

C. Model Penelitian

Penelitian ini digambarkan dengan model sebagai berikut:

H1 (-)

H2 (-) H3 (+)

GAMBAR 2.1 Model Penelitian

Kinerja Karyawan (X2) Work Family

Conflict (X1)

(56)

a. Obyek/Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, obyek penelitian adalah Badan Pusat Statistik

(BPS) Prov. D. I. Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Lingkar Selatan,

Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sedangkan subyek penelitiannya

adalah semua karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I.

Yogyakarta yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.

b. Jenis Data

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh work family conflict terhadap kinerja

karyawan, work family conflict terhadap kepuasan kerja dan juga untuk

mengkaji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan

Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta, maka jenis penelitian yang

sesuai adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini banyak

menggunakan angka, dimulai dari pengumpulan data, menafsirkan data serta

menampilkan hasilnya. Selain itu, penelitian ini termasuk dalam studi

deskriptif (descriptive study) yaitu untuk memberikan gambaran dan

(57)

kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Metode pegambilan sampel yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah non probability sampling dengan menggunakan

purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik menentukan sampel

dengan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria sampel yang

disyaratkan oleh peneliti adalah karyawan wanita dengan status kerja tetap

yang sudah bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta

dengan masa kerja minimal 2 tahun. Dasar pertimbangannya adalah

diperkirakan dalam jangka waktu kerja minimal 2 tahun karyawan sudah

memiliki pengalaman dan memahami sistem kerja diperusahaan tempatnya

bekerja, sehingga mampu mengidentifikasi dan menentukan jawaban yang

sesuai pada pertanyaan dalam kuesioner yang terkait dengan variabel

penelitian.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mekanisme pengumpulan informasi penelitian yang dilakukan

secara langsung dengan cara melalui teknik survei yang dilakukan dilokasi

penelitian. Metode survei yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap

(58)

terhadap suatu masalah. Penelitian survei ini, data di lapangan di kumpulkan

dengan cara mengajukan pertanyaan yang disusun dalam kuesioner. Tipe

pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup dimana responden

diminta untuk membuat pilihan diantara serangkaian alternatif yang diberikan

oleh peneliti.

Skala yang akan digunakan dalam insrtumen penelitian adalah skala

likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi

seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Cara

penilaiannya adalah dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada

sejumlah responden dan responden diminta untuk memilih jawaban dari

beberapa pilihan jawaban yang disediakan.

e. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. WFC (Work Family Conflict) (X1)

Dalam penelitian ini, variabel independen adalah work family

conflict (WFC) dengan simbol (X1). Frone, (2000) dalam Nyoman

Triaryati, (2003) work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk

konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara

mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya

terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam

pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang

(59)

dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh

kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya.

Work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu konflik

pekerjaan-keluarga serta konflik pekerjaan-keluarga-pekerjaan (Yavas, U & Babakus, E. (2008)

dalam Jane Y. Roboth, (2015). Dalam penelitian ini menggunakan ukuran

dua dimensi yaitu konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict) serta

konflik keluarga-pekerjaan (Family work conflict). Indikator kedua bentuk

tersebut adalah :

a. Indikator konflik pekerjaan-keluarga

1) Tekanan kerja

2) Banyaknya tuntutan tugas

3) Kurangnya kebersamaan keluarga

4) Sibuk dengan pekerjaan

5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga.

b. Indikator konflik keluarga-pekerjaan

1) Tekanan sebagai orang tua.

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang

tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban

pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan

kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan.

Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam

Gambar

GAMBAR 2.1 Model Penelitian
TABEL 4.2.
Tabel 4.12
Tabel 4.13
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah konflik pekerjaan dan konflik keluarga berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada dual career couple

Berdasarkan hasil analisis data, motivasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.. Pemberdayaan karyawan secara signifikan berpengaruh

family conflict berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian maka semakin baik tingkat pemeliharaan work family conflict maka kinerja karyawan semakin

Lain halnya pada karyawan yang berorientasi locus of control eksternal, apabila dihadapkan pada situasi konflik antara perannya di pekerjaan dan keluarga, maka ia

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa variabel K3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, disiplin kerja berpengaruh

organisasi, jika karyawan tidak puas dengan pekerjaan mereka, karyawan cenderung akan meninggalkan organisasi, sebaliknya jika karyawan percaya bahwa mereka diperlakukan

Hasil dari penelitian ini adalah: terdapat Pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan Badan Pusat Statistik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan pada Hotel Amed Café dan Bungalow yang berarti