• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM PENANGANAN IMIGRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM PENANGANAN IMIGRAN"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM

PENANGANAN IMIGRAN

The Reason of Turkey under Erdogan Government to Approve the European Union Collaboration in Hadling the Immigrants

Disusun Oleh :

Itsnaini Permata Hati

20130510104

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM PENANGANAN

IMIGRAN

The Reason of Turkey under Erdogan Government to Approve the European Union Collaboration in Hadling the Immigrants

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Itsnaini Permata Hati

20130510104

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum

pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain. Dalam skripsi ini

tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang

lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah

dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian

hari terdapat ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 23 Desember 2016

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat,

rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Alasan Turki di bawah Pemerintahan Erdogan Sepakat Bekerja Sama dengan Uni Eropa dalam Penanganan Imigran” dengan baik dan lancar.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar sarjana Strata-1 (S1) dari Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta, dan sekaligus sebagai penerapan dari teori-teori, dan model yang

telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah. Ucapan terima kasih

penulis dedikasikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam proses

studi dan penulisan skripsi ini. Tentunya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas

Muhammmadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Nur Azizah M.Si, selaku Kepala Prodi Ilmu Hubungan

Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang

dengan sabar selalu meluangkan waktunya untuk membimbing,

mengarahkan, serta memberi masukan kepada penulis.

5. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si. selaku Penguji I yang telah menguji dan

(5)

v

6. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos., M.Si selaku Penguji II yang telah

memberikan saran dan masukkan yang membuat skripsi ini menjadi lebih

baik.

7. Bapak Dr. Surwandono, M.Si. selaku salah satu tim Penguji Proposal

Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mendidik dan

memberikan ilmu yang bermanfaat.

9. Bapak Jumari, Pak Waluyo, dan Pak Ayub yang siap dan sabar melayani

pertanyaan mahasiswa.

Terima kasih kepada semua pihak yang sudah banyak membantu yang tidak

dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan

yang berlipat ganda. Amin.

Yogyakarta, 23 Desember 2016

(6)

vi MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” ( QS. Al-Insyirah 94 : 6)

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, serta penulis persembahkan kepada :

Kedua orang tua, Ibu Siti Mutmainah dan Bapak Joko Sugianto, terima kasih Buk, Pak, atas do’a dan dzikirnya yang tak pernah putus, pengorbanannya, motivator, konsultan fisik maupun psikis serta sponsor utamanya. Terima kasih

atas segala kesabaran Ayah dan Ibu dalam menghadapiku selama ini.

Kakakku Muh. Misbahul Munir Arip Pratama dan kakak iparku Anita Fitriyanti yang telah memberikan semangat dan kebahagiaan untukku.

Seluruh keluarga yang ada di Solo dan Boyolali, terima kasih atas semangatnya selama ini.

Dini Oktavia, Ramita Paraswati, Laila Rezvina B., Mawwadah Fauziah, Sulis, Nurani Anggi Sagita, Annisa Fauziyyah Islami, Elsa Fahmi Wijayanti,

Tata Septin Meisinta, Indah Fitria Dewi, Arina Nuri Alfi Rosyada, Wahyunanda, Firtya Maha Putri, Nanda Harahap, Aat Rif’ati, Wayan Triana yang selama ini telah menjadi saudariku selama di Yogyakarta. Terima

kasih karena kalian mau menemaniku bahkan di saat kondisi paling buruk

sekalipun. Terima kasih karena telah memberikan warna dalam kehidupanku di bangku perkuliahan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan kebaikan untuk kalian dan yang belum wisuda untuk segera dimudahkan dalam menyelesaikan

S1-nya. Semoga persahabatan kita tak berhenti sampai di sini. Amin.

Kresna Budhi Samboda, Hilmi Prabowo, Bryan Bimantoro, Ahmad Muarif, Adhi Sudrajat, Andi Muhammad Ibnu Aqil, yang selama ini telah menjadi

kakak maupun saudara yang bisa diandalkan dalam bidang apapun selama di Yogyakarta. Semoga kemudahan dalam menyelesaikan segala urusan selalu menyelimuti kalian. Semoga persahabatan kita tak berhenti sampai di sini. Amin.

Teman-teman dari HI kelas B Reguler, terima kasih kalian semua yang telah

(8)

viii

Muhammad 2014 yang telah memberikanku banyak pelajaran berharga dan

partner terbaikku dalam belajar hidup mandiri di Yogyakarta. Teman-teman dan

matesdelegasi Costa Rica2013 sekalian yang telah menjadi teman-teman

pertamaku. Teman, kakak, dan adik Divisi Redaksi pada khususnya dan LPPM Nuansa pada umumnya, terima kasih atas support, saran, dan kegilaanya selama

ini, aku terhibur dan bangga belajar bersama kalian. Teman, kakak,dan adik Divisi Pers Mahasiswa pada khususnya dan KOMAHI pada umumnya yang telah

memberikanku banyak pelajaran hidup dan pengalaman yang sangat berharga, aku bangga pernah bekerja sama dengan kalian. Adik-adik dan partnermates delegasi

Thailand 2014 yang telah mau menerimaku apa adanya. Teman-teman KKN Kelompok 44 2016 Dusun Karanganyar yang telah mengajariku banyak hal berharga, terima kasih untuk mau berproses bersama. Terima kasih kepada

teman-teman seperjuangan HI 2013 dan bimbingan Bu Siti Muslikhati, semoga kalian sukses selalu. Amin.

Terima kasih kepada Motor Beat Biru kecil yang sudah tak pernah lelah mengantarkanku dari pagi buta hingga tengah malam baik rapat, nugas, sekolah maupun main. Terima kasih kepada laptop Lenovo Hitam yang dengan senantiasa tidak pernah rewel walaupun sering kutinggal tidur, dan menjadi tempat bermain,

tempat menuntut ilmu dan teman pelipur lara yang setia.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Berpikir ... 7

D. Hipotesis ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Jangkauan Penelitian ... 12

G. Metode Penelitian... 13

1. Jenis Penelitian ... 13

2. Teknik Pengumpulan Data ... 13

3. Teknik Analisis Data ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II POLITIK LUAR NEGERI TURKI SEBELUM PEMERINTAHAN ERDOGAN ... 16

A. Politik Luar Negeri Sebelum Masa Erdogan (Sekularisme) ... 17

B. Hubungan Turki dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization) .... 25

C. Hubungan Turki Dalam Upayanya Menjadi Anggota Uni Eropa ... 27

BAB III POLITIK LUAR NEGERI ERDOGAN DAN KERJA SAMA PENANGANAN IMIGRAN TURKI & UNI EROPA ... 32

A. Sikap Erdogan Terhadap Timur Tengah ... 32

(10)

x

C. Penanganan Imigran di Negara Timur Tengah yang Lain ... 44

D. Kerja Sama Turki – Uni Eropa dalam Penanganan Imigran ... 52

BAB IV KEUNTUNGAN TURKI DALAM KERJA SAMA PENANGANAN IMIGRAN DENGAN UNI EROPA ... 70

A. Peluang Turki Dinegosiasikan Menjadi Calon Anggota Uni Eropa ... 80

B. Keuntungan Janji Ekonomi dengan Fasilitas Perjalanan Tanpa Visa (mendapatkan visa Schengen) ke Uni Eropa ... 87

C. Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah ... 99

BAB V KESIMPULAN ... 103

Daftar Pustaka ... 108

(11)
(12)

ABSTRACT

Collaboration between Turkey and European Union in handling immigrants became a

controversial cooperation for Turkey under Erdogan government. Erdogan based who are

leader that makes Turkey’s foreign policy Islam oriented. When Syria conflict exploded in 2011,

Syrian came out from their countries and became refugee in Middle East and European Union

Countries. Turkey welcomed Syrian refugees with Open Door Diplomacy. This study will explain

why Turkey under Erdogan Government approved the European Union collaboration in hadling

the immigrant using the model of rational actor in order to calculate the benefit from the

collaboration. The preliminary results of the research show that Turkey approved the

collaboration because Turkey wanted European Union actualize three points in that

cooperation. First, Turkey will take benefit from European Union to re-energise the accession

process for full membership Turkey in European Union. Second, Turkey will take a benefit from

the fulfilment of the visa liberalisation roadmap will be accelerated by European Union for

Turkish citizen. Third, Turkey will take a benefit from the point that The EU and its Member

States will work with Turkey in any joint endeavour to improve humanitarian conditions inside

Syria, in particular in certain areas near the Turkish border.

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Turki pada masa Mustafa Kemal Atatürk tahun 1923 ingin melepaskan

segala hal yang berhubungan dengan unsur Islam di Turki. Mustafa Kemal

Atatürk membuang semua unsur di Era Ottoman, kecuali beberapa unsur

kemegahan masa lalu, dan memperbaharuinya dengan Westernisasi dan

sekularisme. Pada dekade pertama setelah berdirinya republik, Kemalis

melakukan serangkaian reformasi yang memutuskan hubungan Turki dengan

masa lalu Islam dan untuk dunia Islam secara lebih luas. Kekhalifahan yang

dipimpin oleh pemimpin spiritual dunia Muslim Sunni dihapuskan. Abjad

Latin (dimodifikasi untuk mengakomodasi suara Turki) diperkenalkan

menggantikan tulisan Arab, dan usaha dibuat untuk membersihkan bahasa

Turki kata-kata dari bahasa Arab. Kemal juga mengganti agar jas daripada

pakaian tradisional. Semua lembaga keagamaan dan sumber daya dibawa di

bawah kendali negara (Rabasa, 2008).

Pada masa sebelum Erdogan, perjalinan mitra antara Negara Turki dan

Uni Eropa secara resmi terjadi pada tahun 1959. Pada saat itu, Turki

mengajukan diri menjadi anggota dalam Masyarakat Ekonomi Eropa

(European Economic Community/ EEC) (Chronology of Turkey – European

Union Relatios (1959-2015), 2015). Lalu Perjanjian Ankara yang

(14)

2

tanggal 1 Desember 1964. Perjanjian Ankara juga secara eksplisit ditentukan

bahwa kemitraan rezim yang dibentuk akan memfasilitasi masuknya Turki ke

Uni Eropa. Ada pula perjanjian Turki dengan The Custums Union, yang

merupakan tahap penting dari integrasi Turki dengan Uni Eropa, mulai

berlaku pada tanggal 1 Januari 1996 (Turkey-EU Relations). Selama ini,

hubungan antara Turki dan Uni Eropa selalu baik. Hanya mengenai masalah

keanggotaan Uni Eropa saja yang menjadi ganjalan hubungan antara Turki –

Uni Eropa. Pun keanggotaan Turki dalam NATO yang sampai sekarang masih

terbilang baik dan Turki juga berkontribusi banyak di NATO.

Pada saat Erdogan mulai menjabat di tahun 2003, Erdogan mulai

menerapkan zero problem neighbor yang pro ke Timur Tengah. Turki

mengalami berbagai perkembangan hubungan diplomatis dengan

negara-negara yang sebelumnya bersengketa dengan Turki yakni dengan negara-negara

Timur Tengah. Beberapa diantaranya antara lain adalah, normalisasi

hubungan diplomatis dengan Iraq yang sebelumnya mengalami pembekuan

akibat adanya KRG (Kurdistan Regional Government) di wilayah Iraq akibat

adanya keterkaitan langsung dengan gerakan gerilya suku Kurdi di wilayah

Turki. Hubungan diplomatis dengan Syria yang telah bersitegang semenjak

peristiwa aneksasi provinsi Hatay ke dalam wilayah Turki serta keterlibatan

pemerintah Syria dalam mendukung gerakan separatis suku Kurdi oleh partai

(15)

3

Namun serangkaian perkembangan positif tersebut di sisi lain tidak

diikuti dengan perkembangan yang terjadi dalam negosiasi keanggotaan Turki

ke dalam Uni Eropa. Negosiasi yang berjalan semenjak tahun 2004 tersebut

mengalami stagnasi, dari 35 poin Acquis Communaitaire, yang diajukan

hanya satu bab yang telah disetujui dan dianggap telah memadai yaitu dalam

bab kebijakan industri dan firma perusahaan. Sedangkan 31 bab yang lain

masih dinegosiasikan dengan 17 diantaranya telah dibekukan untuk waktu

yang belum ditentukan (Putra, 2013).

Pada saat perang Suriah pecah pada tahun 2011, Turki menjadi salah satu

negara yang menjadi tujuan para warga sipil Suriah untuk mengungsi dari

negaranya. Akibat letaknya yang berbatasan dengan Suriah, Turki merasakan

dampak langsung dari adanya Perang Saudara yang masih terjadi di Suriah.

Serangkaian bentrokan sengit yang terjadi antara pasukan pemerintahan

Presiden Bashar al-Assad dengan kubu pemberontak berlangsung dekat Kota

Aleppo bagian utara Suriah. Akibat pertempuran itu, ribuan pengungsi

melarikan diri ke perbatasan Suriah-Turki. Turki merupakan pintu pertama

bagi para pengungsi dari Suriah yang mencari aman dari perang di negara

mereka (Bentrokan sengit di Suriah, ribuan pengungsi berkumpul dekat Turki,

2016)

Untuk menghadapi pengungsi yang melarikan diri ke Turki, pada Maret

2011 Turki menerapkan kebijakan Open Door Policy dalam menangani

(16)

4

continue). Melalui kebijakan ini, Turki mengambil sikap untuk tidak menolak

atau mengusir para pengungsi asal Suriah karena lari dari peperangan. Tidak

hanya menampung, pemerintah Turki juga memberikan mereka kesempatan

untuk dapat membaur dan bekerja di negara tersebut (Armandhanu, 2015).

Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial Turki, Ahmet Erdem

mengatakan, Turki telah mengantisipasi segala dampak buruk yang mungkin

timbul, salah satunya tingginya angka pengangguran. Karena itulah Turki

memberikan kesempatan kerja bagi warga Suriah yang memasuki negara itu

dengan izin. Bagi kelompok pengungsi yang memasuki Turki dengan

dokumen lengkap seperti paspor dan mendaftarkan dirinya, diberikan izin

kerja di Turki dan memulai usaha sendiri. Namun bagi pengungsi yang masuk

secara ilegal akan ditampung di kamp pengungsi di dekat perbatasan,

diberikan nomor pengungsi, dan pelatihan agar bisa berbaur dengan

masyarakat sekitar. Turki telah meningkatkan kemampuan dalam mengatasi

pengangguran, salah satunya dengan memberikan insentif dan subsidi bagi

pengungsi yang ingin mencari kerja. Hal ini diharapkan dapat meredam

kecemburuan sosial dalam masyarakat Turki terhadap warga pengungsi yang

bekerja (Armandhanu, 2015) Ini merupakan alasan Kebanyakan pengungsi

melarikan diri ke arah Turki karena perlakuan Turki kepada para pengungsi

korban perang disebut lebih baik dibandingkan negara-negara sekitar yang

lain. Kebijakan Open Door Policy inilah yang tidak dimiliki negara lain di

(17)

5

Sejak Oktober 2013, jumlah pengungsi Suriah telah meningkat lebih dari

tiga kali lipat angka dan sekarang hampir dua juta pengungsi yang terdaftar.

Sejumlah besar orang Kurdi juga telah melarikan diri ke Turki sebagai akibat

dari serangan ISIS di kota Suriah utara Ayn al-Arab. Hanya 10 persen dari

pengungsi tinggal di kamp-kamp yang dikelola pemerintah, mayoritas hidup

tersebar di antara kota-kota di sepanjang perbatasan Suriah, meskipun

pengungsi dapat ditemukan di seluruh negeri (Armandhanu, 2015). Turki

telah membangun 26 kamp pengungsian sementara sebagai bagian dari

kebijakan Open Door Diplomacy untuk menerima pengungsi yang mereka

sebut sebagai “saudara kami dari Suriah”. Menurut data yang

diperoleh Anadolu Agency dari Badan Manajeman Bencana dan Kedaruratan

Turki (AFAD), Turki telah menghabiskan hampir 9 milyar dollar US kepada

pengungsi Suriah sementara organisasi bantuan internasional termasuk PBB

menghabiskan sekitar 455 Juta dollar US. Bantuan ini masih kurang

dibandingkan dengan yang sudah dikeluarkan pemerintah Turki untuk

pengungsi (Administrator, 2016).

Sekitar 135.000 warga Suriah telah terdaftar di Badan Pengungsi PBB

(UNHCR) di Mesir. Perkiraan oleh UNHCR dan organisasi kemanusiaan

lainnya menunjukkan bahwa populasi pengungsi Suriah di negara itu bisa

menjadi dua kali angka itu. Pengungsi tinggal di seluruh Lebanon di lebih dari

1.700 daerah. Banyak pengungsi yang tinggal di daerah yang miskin di

Libanon. Awalnya, para pengungsi Suriah yang tiba di Mesir disambut

(18)

6

solidaritas antara Suriah dan Mesir. organisasi bantuan Mesir baru

bermunculan untuk menawarkan bantuan kepada para pengungsi, dan secara

umum ada tingkat tinggi kepedulian terhadap kesejahteraan para pendatang

baru. Salah satu orang di Kairo mengatakan dengan revolusi mereka sendiri

masih segar dalam pikiran mereka.

Permasalahan mengenai membludaknya imigran juga dialami oleh negara

Timur Tengah yang lain. Namun, kehadiran mereka juga tidak begitu layak,

walaupun UNHCR ikut menanganinya. Begitu pula di Uni Eropa. Ini

disebabkan imigran yang berada di Turki banyak yang mengadu nasibnya ke

Uni Eropa yang diyakini memberikan kesempatan hidup lebih baik dibanding

Turki. (Nugraha, 2015). Namun sambutan di berbagai negara Eropa tidak

semuanya ramah, beberapa menolak. (AP/AFP/MYR, 2016 ) Ada

kekhawatiran di masyarakat Eropa bahwa kehadiran para pengungsi akan

menimbulkan permasalahan sosial di negara mereka. (Uni Eropa dan Turki

teken kesepakatan bendung imigran, 2015). Hingga akhirnya diadakan

Konferensi Brussel tanggal 7 Maret 2016 untuk menangani krisis pengungsi

dihadiri 28 negara termasuk Turki (Wesel, 2016). Menurut Komisaris Uni

Eropa untuk urusan imigrasi, Dimitris Avramopoulos, kerja sama dengan

Turki adalah tema kunci – sebuah kalimat yang bisa menjadi moto untuk

pertemuan kali ini. Namun, Turki tidak langsung mau menyepakati

kesepakatan dengan Uni Eropa. Salah satu alasannya karena kompensasi yang

(19)

7

(Kesepakatan Uni Eropa dan Turki soal migran resmi berlaku, 2016), padahal

Turki sudah menghabiskan 7.3 miliar poundsterling (Administrator, 2016).

Meskipun begitu, kesepakatan Turki dan Uni Eropa mengenai

penanganan imigran Suriah akhirnya mencapai tahap akhir pada 20 Maret

2016 (Dema, 2016). Perjanjian ini secara singkat berisi, yang pertama, semua

migran tak berdokumen resmi yang menyeberang dari Turki ke Yunani mulai

20 Maret akan dikirim kembali ke Turki. Setiap migran yang datang akan

ditinjau secara menyeluruh oleh aparat Yunani. Yang kedua, untuk setiap

migran asal Suriah yang dikembalikan ke Turki, migran Suriah yang telah

berada di Turki akan dikirim ke Uni Eropa. Prioritas akan diberikan bagi

mereka yang belum mencoba masuk Uni Eropa secara ilegal dan jumlahnya

dibatasi hingga 72.000 orang (Kesepakatan Uni Eropa dan Turki soal migran

resmi berlaku, 2016).

Turki pada masa Erdogan sangat kental dengan kebijakan yang lebih ke

arah Islam di negara-negara Timur Tengah, justru lebih berniat untuk bekerja

sama menangani imigran dengan Uni Eropa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, bisa ditarik rumusan

masalahnya sebagai berikut :

Mengapa Turki di Bawah Erdogan menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa, sedangkan di bawah Erdogan Turki PLN

(20)

8 C. Kerangka Berpikir

Teoretisasi hubungan internasional yang mempelajari politik luar

negeri, yaitu Graham T Allison, mengajukan tiga model untuk

mendeskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri. Ketiga

model tersebut adalah : Model Aktor Rasional, Model Proses Organisasi dan

Model Organisasi. Untuk menjawab pertanyaan alasan Turki menyepakati

penanganan imigran dengan Uni Eropa, maka saya akan menggunakan Model

Aktor Rasional

Di model ini, Graham T. Allison menjabarkan bahwa politik luar

negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional,

terutama pemerintahan yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk

mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan

sebagai proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku

yang bernalar dan terkoodinasi. (Mas'oed, 1994). Politik luar negeri bisa

diartikan sebagai tindakan rasional (aktor rasional) suatu negara dalam usaha

memenuhi kepentingan nasionalnya di lingkungan internasional, dapat juga

berarti hanya sebagai pernyataan gramatik yang diucapkan oleh para

pemimpin atau penguasa suatu negara terhadap masyarakat internasional,

Aktor Rasional (Proses Intelektual)

(21)

9

dapat pula sebagai agregasi seluruh kepentingan dalam negeri suatu negara

atau bangsa. (Warsito, 1998, p. 73)

Pemerintah sudah mempertimbangkan secara baik dan rasional pada

penelaahan kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa,

alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan

perhitungan untung-rugi atas masing-masing alternatif itu dalam suatu

kebijakan politik luar negeri yang dikeluarkan. Para pembuat keputusan dalam

melakukan pilihan alternatif-alternatifnya dengan menggunakan “optimalisasi

hasil”. Ini dimaksudkan bahwa para pembuat keputusan memiliki informasi

yang cukup banyak sehingga optimal dalam melakukan penelusuran dan

sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Allison mengungkapkan bahwa

model ini paling sering digunakan untuk menjelaskan politik luar negeri.

Model ini juga ingin menunjukkan bahwa jika kita ingin mencoba mengetahui

apa kira-kira kebijakan negara lain, kita harus menempatkan diri kita di posisi

mereka. (Mas'oed, 1994). Meyakini bahwa kebijakan pemerintah negara lain

dibuat karena memang ada suatu kejadian penting dan dipertimbangkan secara

rasional.

Dalam mengimplementasikan “optimalisasi hasil” tersebut,

pemerintah dalam menentukan kebijakan luar negeri menggunakan cara

dengan mempertimbangkan untung rugi dari masing-masing alternatif

kebijakan yang akan diambil. Pertimbangan ini bisa dilihat dalam table

(22)

10 Tabel 1.1 Tabel Untung Rugi

Opsi Keuntungan Kerugian

1. Alternatif A Ada Ada

2. Alternatif B Ada Ada

3. Alternatif C Ada Ada

Sumber : Graham T. Alison, “The Essence Of Decision”, dikutip dari diktat

perkuliahan Teori Hubungan Internasional, Nur Azizah, Fisipol-UMY, 2005.

Menurut model yang dijelaskan Graham T. Allison bahwa Turki pasti

sudah mempertimbangkan untung ruginya dalam kebijakan luar negerinya

memilih sepakat bekerja sama dengan Uni Eropa dalam penanganan imigran

dengan Uni Eropa. Hal ini bisa dijelaskan dalam tabel untung-rugi sebagai

(23)

11 Tabel 1.2

Aplikasi dari Tabel Untung Rugi Kerja sama Turki dengan Uni Eropa terhadap Penanganan Imigran

Opsi Keuntungan Kerugian

Kerja sama

 Mendapatkan

peluang lebih untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa

 Janji keuntungan

akses untuk

keuntungan ekonomi dengan fasilitas perjalanan tanpa visa

 Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah

 Semakin banyak

(24)

12

Dari tabel di atas kita bisa melihat kerja sama penanganan imigran

antara Turki dan Uni Eropa lebih banyak memberikan keuntungan bagi Turki

dibandingkan ketika Turki menolak kerja sama tersebut. Walaupun itu berarti

harus menambah panjang daftar imigran yang berada di Turki. Keteguhan

Turki untuk mendapatkan banyak peluang menjadi anggota Uni Eropa tetap

menjadi pertimbangan yang sangat besar bagi Turki (Turkey-EU Relations).

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah serta kerangka pemikiran di atas, maka

dapat dijelaskan bahwa kepentingan Turki di bawah pemerintahan Erdogan

menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa karena

mendapatkan keuntungan :

1. Mendapatkan peluang lebih untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni

Eropa

2. Akses untuk keuntungan ekonomi dengan fasilitas perjalanan tanpa visa

(mendapatkan visa Schengen) ke Uni Eropa

3. Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah

Opsi Keuntungan Kerugian

Menolak

Mengurangi jumlah imigran yang membludak di Turki

(25)

13 E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab Turki di Bawah

Erdogan menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa,

sedangkan di bawah Erdogan Turki PLN Turki berorientasi ke Islam.

F. Jangkauan Penelitian

Jangkauan penulisan dalam sebuah penelitian sangat diperlukan untuk

menghindari terjadinya penyimpangan pembahasan, dan juga untuk

membantu pembuktian terhadap hipotesa dan pokok permasalahan yang telah

ditentukan. Lebih jauh lagi, pembatasan dalam sebuah penelitian

dimaksudkan agar objek penelitian lebih jelas dan spesifik, sehingga

permasalahan dan kajian tidak keluar dari wacana yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi penelitian dari Tahun 2003

sejak Partai AKP menang dan Recep Tayyip Erdogan menjadi Perdana

Menteri hingga Maret 2016 saat perjanjian antara Turki dan Uni Eropa dalam

penanganan imigran resmi berlaku. Jadi, batas penelitian yang dilakukan

peneliti melihat politik Erdogan pada negara-negara Timur Tengah hingga

kerja sama antara Turki dan Uni Eropa dalam penanganan imigran resmi

(26)

14 G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif, yang bertujuan

menjelaskan kepentingan Turki bekerja sama dengan Uni Eropa dalam

penanganan imigran.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah

pustaka (library research), yaitu pengumpulan data dengan menelaah

sejumlah literatur baik berupa buku, jurnal, dokumen, artikel, dan makalah

yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan bersifat kualitatif, di mana

data yang penulis dapatkan bukan berbentuk angka, melainkan melalui

faktor-faktor yang relevan dengan topik penelitian.

H. Sistematika Penulisan

BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

kerangka teori, metode penelitian, tujuan penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II menjabarkan mengenai Politik Luar Negeri Turki sebelum

(27)

15

meliputi hubungan Turki dan NATO, lalu menjelaskan

mengenai upaya Turki masuk ke Uni Eropa sebelum

kepemumpinan Erdogan.

BAB III menjelaskan mengenai politik luar negeri pada masa Erdogan

dan kerja sama penanganan imigran Turki dan Uni Eropa. Di

sini penulis akan memaparkan mengenai sikap erdogan

terhadap Timur Tengah, penanganan imigran di Turki, negara

Timur Tengah yang lain dan Uni Eropa. Setelah itu, penulis

mengungkapkan kerja sama penanganan imigran di kawasan

Turki dan Uni Eropa.

BAB IV Menjelaskan mengenai keuntungan dari adanya kerjasama Uni

Eropa dan Turki dalam penanganan imigran. Keuntungan itu

meliputi mendapatkan peluang lebih untuk dipertimbangkan

menjadi anggota Uni Eropa. Lalu akses untuk keuntungan

ekonomi dengan fasilitas perjalanan tanpa visa (mendapatkan

visa Schengen) ke Uni Eropa, dan Bantuan Perbaikan Kondisi

Perbatasan Turki - Suriah

BAB V Menjelaskan mengenai Penutup atau Kesimpulan, berisi ringkasan singkat tentang penelitian yang disusun oleh penulis

dari seluruh hal-hal yang dikemukakan pada bab-bab

(28)

16 BAB II

POLITIK LUAR NEGERI TURKI SEBELUM PEMERINTAHAN

ERDOGAN

Hubungan Turki dan Uni Eropa adalah hubungan antara sebuah negara

dan sebuah lembaga yang berjalan secara baik. Mereka saling berbagi

prinsip-prinsip dan norma yang sama. Keduanya adalah partner yang sebenarnya

sama-sama saling mempengaruhi. Bagi Turki, hubungannya dengan cikal

bakal Uni Eropa merupakan sebuah ikatan sejarah yang sudah terhubung

sejak lama sekali. Turki mengakui bahwa mereka sama-sama saling

mempengaruhi dalam perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya

(Turkey-EU Relations). Sedangkan bagi Uni Eropa, keberadaan Negara Turki

dinilai sangat penting. Jika dikomparasikan, maka dalam lingkungannya

sebagai Negara tetangga, Turki setara dengan Rusia. Dalam kancah global,

Uni Eropa menempatkan Turki pada posisi setelah Amerika dan Cina (Tocci,

2014, p. 1).

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hubungan Turki

dengan Uni Eropa sebelum pemerintahan Erdogan. Dimulai dengan hubungan

Kerajaan Ottoman dengan negara anggota Uni Eropa yang memulai sebuah

persahabatan. Dilanjutkan dengan hubungan Turki saat menjadi Republik

Turki yang diisi dengan hubungan Turki dengan NATO dan upayanya

menjadi anggota Uni Eropa. Para pemimpin sebelum Erdogan setelah

(29)

17

A. Politik Luar Negeri Sebelum Masa Erdogan (Sekularisme)

Keputusan Kekaisaran Ottoman untuk memasuki Perang Dunia

Pertama pada tahun 1914 ternyata menjadi suatu kesalahan yang besar.

Kekaisaran yang dijalankan oleh kediktatoran dipimpin oleh “Tiga Pasha”

yang secara sepihak memasuki perang di pihak Jerman, melawan Inggris,

Prancis, dan Rusia. Kekaisaran Ottoman diserbu dari selatan dengan

Inggris, dari Timur oleh Rusia, dan oleh orang Yunani di Barat. Pada

tahun 1918 ketika perang berakhir, kekaisaran dibagi dan diduduki oleh

sekutu menang, hanya menyisakan dataran tinggi Anatolia pusat di bawah

kendali Turki asli (Alkhateeb, 2013).

Mustafa Kemal dilihat dari sejarah Islam membantu mendorong

agenda nasionalisnya. Menggunakan identitas Turki sebagai titik kumpul,

ia berhasil menyatukan mantan perwira Ottoman di bawah komandonya

dalam Perang Kemerdekaan Turki pada awal tahun 1920 dan mengusir

pasukan pendudukan orang-orang Yunani, Inggris, dan Perancis, yang

telah menjajah tanah Turki setelah Perang Dunia I. Dengan 1922, Kemal

berhasil sepenuhnya membebaskan Turki dari pendudukan asing dan

menggunakan kesempatan untuk mendirikan Republik modern Turki,

dipimpin oleh Majelis Nasional Grand (GNA) di Ankara. Pada kepala

pemerintah Turki yang baru adalah presiden, dipilih oleh GNA. Pilihan

alami adalah Mustafa Kemal, pahlawan Perang Kemerdekaan, yang diberi

julukan “Atatürk”, yang berarti “Bapak Turki”. Pada awalnya, pemerintah

Turki yang baru tampak mewarisi peran pemerintah Ottoman sebagai

(30)

18

bahwa Islam adalah agama resmi negara Turki dan bahwa semua hukum

harus diperiksa oleh panel ahli hukum Islam, untuk memastikan mereka

tidak bertentangan dengan syariat (Alkhateeb, 2013).

Sistem pemerintah yang baru ini ternyata tidak bisa digunakan, jadi

selama berjalan, Turki menjalankan dua kepemimpinan, di Ankara dan di

Istanbul, yang dipimpin oleh Sultan Ottoman. Ankara dan Istanbul

mengklaim kedaulatan atas Turki, dan memiliki tujuan terus terang

bertentangan. Atatürk memecahkan masalah ini pada tanggal 1 November

1922. Atatürk menghapuskan kesultanan Ottoman yang telah ada sejak

1299, dan secara resmi ditransfer kekuatannya ke GNA. Namun, ia tidak

segera menghapuskan kekhalifahan. Ia mengizinkan kekhalifahan

Ottoman untuk terus eksis, meskipun tanpa kekuasaan resmi, hanya

sebagai figur simbolik (Alkhateeb, 2013).

Kebangkitan politik Islam di Turki berakar pada reformasi yang

dilakukan pada periode Ottoman akhir dan dalam transformasi politik

dilakukan setelah berdirinya Republik Turki oleh Mustafa Kemal Atatürk

dalam upaya 1923. Atatürk mengubah Turki menjadi negara yang modern,

bergaya Western, negara sekuler pada dasarnya merupakan “revolusi dari

atas”. Dalam melaksanakan transformasi ini, elit membuat sedikit usaha

membujuk penduduk juga oposisi. Dogu Ergil mencatat, "Baik sekularisasi

maupun Turkification bangsa dinegosiasikan dengan orang-orang dengan

cara yang serius.

Mustafa Kemal Atatürk sepertinya ingin melepaskan segala hal

(31)

19

membuang semua unsur di Era Ottoman, kecuali beberapa unsur

kemegahan masa lalu, dan memperbaharuinya dengan Westernisasi dan

sekularisme. Pada dekade pertama setelah berdirinya republik, Kemalis

melakukan serangkaian reformasi yang memutuskan hubungan Turki

dengan masa lalu Islam dan untuk dunia Islam secara lebih luas.

Kekhalifahan yang dipimpin oleh pemimpin spiritual dunia Muslim Sunni

dihapuskan. Abjad Latin (dimodifikasi untuk mengakomodasi suara Turki)

diperkenalkan menggantikan tulisan Arab, dan usaha dibuat untuk

membersihkan bahasa Turki kata-kata dari bahasa Arab. Kemal juga

mengganti agar jas daripada pakaian tradisional. Semua lembaga

keagamaan dan sumber daya dibawa di bawah kendali negara (Rabasa,

2008). Di bawah komando Mustafa Kemal Attaturk, Turki mengadopsi

nilai-nilai ideologi Barat dalam sendi-sendi pemerintahannya melalui

progam reformasi politik yang berwacanakan westernisasi dan

modernisasi.

Namun, sebagian besar dari reformasi tersebut terbatas pada

pusat-pusat kota; pedesaan sebagian besar tetap tak tersentuh. Sampai tahun

1950-an, sebagian besar penduduk Turki tetap terisolasi dan tradisional,

sementara pusat-pusat perkotaan yang modern dan sekuler. Selain itu,

agama tidak sepenuhnya ditekan atau dihilangkan. Ia hanya dibuang dari

ruang publik dan diawasi oleh negara, melalui Direktorat Urusan Agama

(Diyanet). Akibatnya, lembaga keagamaan menjadi pelengkap negara,

dengan personil mereka bertindak sebagai PNS. Di pedesaan,

(32)

20

sebagian besar di luar kontrol negara meskipun larangan perintah agama

(tarikatlar) diperkenalkan pada tahun 1925. Efek lainnya adalah

dimulainya penggunaan Kalender Masehi seperti di negara-negara Barat

dibandingkan Kalender Hijriyah, dan penggunaan kata Tanri ketimbang

Allah. Kemudian Hagia Sophia yang diubah lagi menjadi museum,

pelarangan pengajaran agama Islam, dan pembatasan jumlah masjid

(Rabasa, 2008).

Republik Turki pada awal berdiri memiliki kebijakan luar negeri

Turki yang didasarkan pada prinsip Atatürk “damai di rumah, damai di

dunia”. Sebagai negara yang baru merdeka, tujuan utama Turki adalah

untuk diakui oleh Barat. Selama periode ini, upaya dilakukan untuk

mengakhiri masalah warisan dari Kekaisaran Ottoman dan yang tidak

dapat diselesaikan dengan Perjanjian Lausanne.

Ini termasuk sengketa perbatasan dengan Suriah atas Hatay,

masalah Provinsi Mosul dengan Inggris, kepastian sekolah-sekolah

misionaris dengan Perancis, dan isu Selat. Hatay bergabung wilayah Turki

pada tahun 1939 setelah perselisihan panjang dan negosiasi antara Turki

dan Perancis. Demikian pula, ada sengketa yang berlarut-larut lebih dari

Mosul antara Inggris dan Turki. Namun, tidak seperti Hatay, Mosul tetap

berada di luar wilayah Turki. Akhirnya, masalah dengan Selat disimpulkan

dengan Konvensi Montreux pada tahun 1936, yang memberikan kontrol

dan kedaulatan Selat ke Turki (Foreign Policy of the Turkish Republic,

(33)

21

Sikap Turki sebelum dan selama Perang Dunia Kedua memilih

untuk tetap netral. Meskipun tekanan yang cukup banyak, Turki mengikuti

kebijakan netralitas dan keseimbangan untuk tetap keluar dari perang.

Kondisi selama tahun bipolaritas dalam kondisi sistem dunia mendorong

Turki ke arah bergerak dengan Blok Barat. Aspirasi Uni Soviet untuk

mengubah sistem yang ditetapkan oleh Konvensi Montreux mengenai

rezim Selat Turki dan tuntutan Soviet bersamaan memaksa Turki untuk

bergabung dengan Blok Barat. Berada di garis depan pertempuran

melawan ancaman komunis, Turki menerima bantuan militer dan

keuangan dari Amerika Serikat di bawah Doktrin Truman dan kemudian

Marshall Plan.

Turki mengakui negara Israel tak lama setelah berdirinya pada

tahun 1949 dan menjadi negara Muslim pertama yang melakukannya.

Langkah politik ini tidak disambut baik oleh negara-negara Timur Tengah

dan hubungan Turki dengan Timur Tengah tetap dingin. Pentingnya posisi

geografis dan militer kunci menyebabkan Turki menjadi anggota NATO

pada tanggal 18 Februari 1952. Sebagai jaminan keanggotaan ini, Turki

mengirim pasukan untuk Perang Korea dengan Amerika Serikat. Pada

tahun-tahun antara tahun 1960 dan 1980, isu Siprus berada di pusat agenda

kebijakan luar negeri Turki dan Turki mengikuti jalan yang relatif otonom

dalam menangani masalah ini. pentingnya peningkatan militer Turki

memukul semua waktu tinggi dengan insiden U-2 pada tahun 1960 dan

(34)

22

risiko utama dari bentrok, tapi akhirnya datang ke kesepakatan atas timbal

balik menghapus semua rudal yang terletak di Turki dan Kuba

Pada tanggal 27 Mei, bersamaan dengan berkembang bermuatan

militer, ada kudeta militer di Turki. Sementara ekonomi Turki mulai

menjadi tergantung pada bantuan yang datang dari Barat Blok, politik

domestik negara itu juga menjadi militer. Namun, surat Presiden Johnson

pada tahun 1964 memperburuk hubungan dengan Amerika Serikat dan

wajib Turki untuk mencari cara diversifikasi hubungan internasional

dengan Uni Soviet dan negara-negara lain di dunia. Surat ini dirumuskan

memiliki tujuan mencegah intervensi Turki di Siprus, juga menyiratkan

bahwa Blok Barat tidak akan mendukung Turki melawan serangan Soviet

mungkin harus intervensi terjadi. Meskipun surat itu, Angkatan Bersenjata

Turki melaksanakan Operasi Siprus pada tahun 1974, makhluk ini diikuti

oleh embargo Amerika di Turki antara tahun 1975 dan 1978.

Hubungan dengan Yunani telah sangat tegang dari awal dan daftar

masalah adalah satu panjang, di samping masalah Siprus antara tahun

1975 dan 1980. Masalah-masalah lain konflik muncul antara Yunani dan

Turki atas hak-hak kedaulatan di Laut Aegea, mengenai misalnya lebar

wilayah perairan, wilayah udara nasional, penetapan batas landas

kontinen, kontrol penerbangan internasional, dan kedaulatan beberapa

pulau kecil tak berpenghuni. Proyek Uni Eropa Turki pertama dimulai

dengan permohonan keanggotaan asosiasi di Masyarakat Ekonomi Eropa

(MEE) pada tahun 1959, dan ini ternyata menjadi kontes dengan Yunani.

(35)

23

juga dikenal sebagai “Perjanjian Membuat Asosiasi antara Republik Turki

dan Masyarakat Ekonomi Eropa”. Namun, pada tahun 1981 Yunani

menjadi anggota penuh EEC dan Turki kehilangan kontes.

Proses menciptakan Turki Bea Cukai Uni disela oleh kudeta militer

pada 12 September 1980, dan Angkatan Bersenjata Turki diatur negara

selama tiga tahun ke depan. Pada tahun-tahun pasca-kudeta catatan buruk

ekonomi mulai berubah. Hal ini dikreditkan ke Turgut Özal, Wakil

Perdana Menteri yang bertanggung jawab atas urusan ekonomi. Ia

mendukung kebijakan IMF dan tujuan utamanya adalah integrasi Turki

dalam ekonomi global melalui privatisasi dan perusahaan bisnis besar.

Pada tahun 1989, Özal menjadi Presiden kedelapan Turki dan mengambil

alih kebijakan luar negeri sendiri, menempatkan parameter ekonomi di

jantung kebijakan luar negeri negara itu (Foreign Policy of the Turkish

Republic, 2011).

Dengan runtuhnya Uni Soviet dan di usia dunia unipolar,

geopolitik pentingnya Turki menurun. Negara-negara yang baru merdeka

di Asia Tengah dan Kaukasus dipandang sebagai subjek kepentingan yang

potensial di bawah Presidensi Özal. Sampai kematiannya pada tahun 1993,

ia berusaha untuk membuat Union Turki tapi percaya diri dan kata-kata

tentang peran Turki dalam tatanan dunia baru yang jauh dari yang

didasarkan pada realitas apapun dan menciptakan harapan ilusi. Dia juga

melakukan upaya-upaya untuk menormalkan hubungan internasional

dengan Uni Eropa. Namun demikian, ini terganggu oleh kudeta militer.

(36)

24

negara-negara seperti Rusia dengan menekankan pentingnya perdagangan

dan kepentingan ekonomi.

Pada tahun 1987, Turki mengajukan permohonan untuk

keanggotaan resmi untuk Masyarakat Eropa. Pada bulan Desember 1989,

Komisi Eropa menanggapi dengan menegaskan keanggotaan akhirnya

Ankara, tetapi juga menyatakan keprihatinan atas kinerja ekonomi dan

politik situasi miskin Turki, serta hubungan bermasalah dengan Yunani

dan konflik atas Siprus. Posisi ini dilanjutkan dengan Dewan Eropa

Luksemburg pada tahun 1997. pembicaraan Aksesi yang berlangsung

dengan Siprus dan beberapa Tengah dan negara-negara Eropa Timur,

tetapi Turki dikeluarkan dari proses, yang adalah kekecewaan besar bagi

Turki. Namun, Dewan Summit Eropa Helsinki pada tahun 1999

merupakan tonggak sejak Uni Eropa diakui Turki sebagai kandidat.

Masalah yang sedang berlangsung dengan Yunani di atas Laut

Aegea dan Siprus diserahkan ke Uni Eropa dan langsung terhubung ke

jadwal, dalam rangka pencalonan Turki untuk keanggotaan Uni Eropa, di

Helsinki Summit 1999. Hubungan dengan Amerika Serikat terus menjadi

dekat. Penggunaan pangkalan militer Turki oleh Amerika Serikat terus

selama pemboman Irak pada tahun 1991. AS dipandang sebagai sekutu

strategis dan Turki berafiliasi dengan kebijakan penahanan Iran dan Irak.

Takut penyebaran Islam radikal dari Iran dan proyek untuk memastikan

bahwa PKK tidak memiliki kemungkinan untuk mendirikan sebuah negara

Kurdi merdeka di wilayah Tenggara membuat Turki bekerja sama dengan

(37)

25

NATO, memainkan peran kunci dalam proses perdamaian di Somalia,

Bosnia, Kosovo dan Afghanistan sementara fungsi NATO berubah selama

periode ini setelah pembubaran Blok Komunis. Hubungan dengan

negara-negara Timur Tengah yang tenang karena pengakuan Turki Israel tetapi

dalam proses perdamaian Arab-Israel Turki mencoba untuk memainkan

peran perantara (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011). Namun,

hubungan dengan Timur Tengah masih sangat tidak begitu baik.

B. Hubungan Turki dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization)

NATO adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan pada

tahun 1949 yang bertujuan untuk keamanan bersama. NATO didirikan

sebagai bentuk dukungan Persetujuan Atlantik Utara yang ditandatangani

di Washington DC pada 4 April 1949. Sampai sekarang NATO

beranggotakan 28 negara (What is NATO?).

Turki resmi bergabung dengan keanggotaan NATO pada tahun

1952. Turki menjadi anggota NATO karena krisis selat-selat Turki

(Dardanelles dan Bosphorus) yang merupakan bagian dari konflik

teritorial masa Perang Dingin (Cold War) antara Uni Soviet dan Turki.

Turki yang pada saat akhir Perang Dunia II di posisi netral mendapatkan

tekanan dari pemerintah Uni Soviet untuk membebaskan pelayarannya

melalui kedua selat yang menghubungkan antara Laut Hitam dan Laut

Tengah (Mediterania). Padahal kedua selat penghubung Laut Hitam dan

Laut Mediterania ini sangat penting untuk akses perdagangan Turki

negara-negara lain. Pemerintah Turki hanya diam menanggapi tekanan

(38)

26

membalas sikap Turki dengan menempatkan kekuatan laut di dekat

perbatasannya. Pada puncak krisis Turki meminta bantuan Amerika

Serikat dengan menjadi anggota NATO. Bagi Amerika Serikat, insiden ini

menjadi faktor penting dalam pelaksanaan Doktrin Truman yang akan

memperluas hegemoni Amerika Serikat pada waktu itu. Amerika Serikat

akhirnya memuluskan langkah Turki menjadi anggota NATO.

Keputusan Turki meminta bantuan Amerika Serikat sangat tepat

ketika dihadapkan pada peluang akses luas untuk ekonomi Turki yang

hampir diambil Uni Soviet. Karena waktu itu Uni Soviet, Romania, dan

Bulgaria berada pada satu pihak Pakta Warsawa yang berlawanan arah

dengan NATO. Posisi kedua selat ini menjadi sangat strategis dalam

menempatkan militer NATO dan Pakta Warsawa dimana kendalinya akan

mempengaruhi strategi perang di wilayah tersebut. Keputusan Turki dalam

menjadi anggota NATO ini akhirnya terus mempengaruhi politik luar

negeri Turki hingga kini (Waspodo, 2015).

Turki termasuk negara yang berperan penting di NATO. Militer

Turki juga militer terbesar kedua di NATO setelah Amerika Serikat, dan

selama ini Turki telah terlibat dalam semua operasi NATO di Afghanistan,

Balkan, Suriah dan Libya. Sebuah Komando tingkat tinggi juga didirikan

di Istanbul. Turki juga mendukung The Partnership for Peace Training

Center yang dimulai pada tahun 1998. Dalam partnership ini, Turki

dengan Turkish General Staff berupaya untuk berkontribusi pada upaya

pelatihan dari negara-negara mitra NATO. Turki juga menyediakan

(39)

27

sekitar 2.000 tentara di Bandara Incirlik Turki dekat kota Adana. Incirlik

sendiri memainkan peran penting dalam perang di Teluk Persia dan misi

Afghanistan NATO. Sekitar 250 tentara Jerman dengan Tornado pesawat

pengintai dan pesawat pengisian bahan bakar juga sementara ditempatkan

di sana. Turki juga menjadi salah satu host dari lima markas NATO yang

bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan operasi besar pasukan darat

di kota pelabuhan barat Izmir. Secara keseluruhan, diperkirakan 20 lokasi

di Turki digunakan oleh pasukan NATO. Terakhir, NATO memasang

rudal sistem radar pertahanan Eropanya di Turki. (Riegert, NATO and

Turkey: Allies, not friends, 2016).

Turki juga mendukung kemitraan strategis NATO dengan Uni

Eropa, dan negara Balkan Barat seperti Kosovo ataupun Makedonia. Turki

menyatakan dengan adanya mitra NATO dengan negara Balkan Barat ini

akan menciptakan perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut. Turki

dalam bentuk dukungannya dengan NATO berpendapat bahwa keamanan

Eropa tidak dapat dipisahkan dari keamanan Mediterania, sehingga Dialog

Mediterania dengan NATO harus diperkuat. Turki setuju untuk

meningkatkan hubungan dengan negara-negara Teluk melalui Istanbul

Cooperation (Turkey’s Relations with NATO).

C. Hubungan Turki Dalam Upayanya Menjadi Anggota Uni Eropa

Upaya Turki menjadi anggota Uni Eropa sebenarnya jauh sebelum

adanya Uni Eropa seperti sekarang. Pada tanggal 31 Juli 1959, Turki

sudah mengajukan diri untuk menjadi anggota European Economic

(40)

28

antara EEC dan Turki, dan pada tahun 1965 dilakukan penambahan

protokol di perjanjian Ankara mempersiapkan Turki masuk Custum Union

bersama EEC (Chronology of Turkey – European Union Relatios

(1959-2015), 2015). Protokol tambahan ini berisi kesepakatan kawasan

perdagangan bebas antara Turki dan Uni Eropa itu diperluas ke sembilan

negara anggota baru Uni Eropa termasuk Siprus dan Yunani (Turki

Kandidat Anggota "Abadi" Uni Eropa?, 2010). Pada 14 Maret 1987, Turki

mengajukan diri menjadi anggota penuh di Uni Eropa (Chronology of

Turkey – European Union Relatios (1959-2015), 2015).

Prospek keanggotaan Uni Eropa pada Turki berpeluang besar di

tahun 1996, ketika Turki masuk di EU (European Union) Customs Union.

Ini menandai bahwa kedudukan Turki menjadi lebih tinggi daripada

integrasi ekonomi dan merupakan awal keanggotaan Uni Eropa secara

penuh. Meskipun begitu, aksesi untuk Turki menjadi anggota Uni Eropa

tidak segera dilaksanakan. Hingga pada tahun 1997, Dewan Eropa di

Luxemburg memberikan keputusan bahwa Turki untuk sementara belum

memenuhi standar masuk dalam calon kandidat keanggotaan Uni Eropa

(Tocci, 2014, p. 2). Pada tahun 1999 dalam Helsinki Summit, akhirnya

Turki disebut sebagai kandidat dalam kenggotaan Uni Eropa dan memulai

untuk melakukan negosiasi (Turkey-EU Relations). Namun, pembicaraan

mengenai aksesi untuk Turki dalam keanggotaan Uni Eropa masih jauh

dari kenyataan.

Turki diminta Dewan Uni Eropa untuk memenuhi Kriteria Politik

(41)

29

berisi 35 bab aturan yang harus dipenuhi negara apabila negara tersebut

menginginkan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Kriteria yang ditetapkan

Dewan Eropa pada Juni 1993 di Kopenhagen Denmark ini mengharuskan

negara memiliki lembaga untuk mempertahankan pemerintahan yang

demokratis dan hak asasi manusia, memiliki mekanisme ekonomi pasar,

dan mematuhi kewajiban dan tujuan dari Uni Eropa. Dalam hal ini, Turki

diminta untuk menyelesaikan masalah Siprus (Tocci, 2014, p. 2). Sebagai

gantinya, Komisi diberi mandat untuk memantau kemajuan kinerja

domestik Turki juga menyusun dokumen Aksesi Kemitraan bagi Turki

dalam kaitannya merekomendasikan Turki. Uni Eropa juga menaikkan

bantuan keuangan ke Turki, hal ini untuk memberikan dukungan yang

lebih eksplisit untuk reformasi Turki agar bisa menjadi anggota Uni Eropa

(Tocci, 2014, p. 2).

Setelah itu, pada tahun-tahun berikutnya, upaya Turki menjadi

anggota Uni Eropa diisi dengan negosiasi Turki untuk menyesuaikan

dengan Kriteria Kopenhagen. Percepatan reformasi Turki diawali pada

akhir tahun 2001, yang banyak disebut sebagai silent revolution . Disebut

silent revolution karena revolusi yang dimaksud lebih kepada penyesuaian

Undang-Undang dengan Kriteria Kopenhagen (Tocci, 2014, p. 2). Pada

tahun 2002 Turki mengeluarkan Harmonization Package. Harmonization

Package merupakan istilah acuan untuk RUU yang terdiri dari kumpulan

amandemen berbagai hukum yang disetujui atau ditolak dalam sesi voting

tunggal di parlemen. Bidang-bidang hukum yang disesuaikan sebagai

(42)

30

kesetaraan gender (Turkey M. o., 2007, p. 4). Pada tahun 2001, Turki

mengenalkan ketentuan baru yang sesuai dengan National Programme for

the Adoption of the Acquis (NPAA), yakni Undang-Undang tentang

perlawanan terhadap teroris, kebebasan berpikir dan berekspresi,

pencegahan terhadap penyiksaan, penguatan demokrasi dan otoritas sipil,

kebebasan dan keamanan individu, hak privasi, kebebasan bertempat

tinggal (the inviolability of the domicile), kebebasan komunikasi,

kebebasan tinggal dan bergerak (movement) , kebebasan berserikat dan

kesetaraan gender. Turki juga menghapuskan hukuman mati dalam

konstitusinya pada tahun 2004 (Turkey M. o., 2007). Turki sebenarnya

sudah mendapatkan lampu hijau untuk menjadi anggota Uni Eropa pada

bulan Desember 2002 karena Dewan Eropa Kopenhagen menyatakan akan

menentukan apakah dan kapan untuk membuka pembicaraan aksesi

dengan Turki pada bulan Desember 2004.

Turki berhasil membuka 12 bab dalam Chapter of the Aquis yang

harus dipenuhi sebagai calon anggota Uni Eropa. Bab tersebut antara lain :

bab 4 tentang Gerakan Modal (Free Movement of Capital); bab 6 tentang

Hukum Perusahaan (Company Law); bab 7 tentang Hukum Kekayaan

Intelektual (Intellectual Property Law); bab 10 tentang Masyarakat yang

Berwawasan dan Media (Information Society and Media); bab 12 tentang

Keamanan Pangan, Kedokteran Hewan dan Kebijakan Phytosanitary

(Food Safety, Veterinary and Phytosanitary Policy); bab 16 tentang

Perpajakan (Taxation); bab 18 tentang Statistik (Statistics); bab 20 tentang

(43)

31

21 tentang Jaringan Trans-Eropa (Trans-European Networks); bab 27

tentang Lingkungan (Environment); bab 28 tentang konsumen dan

Perlindungan Kesehatan (Consumer and Health Protection); bab 32

tentang Kontrol Keuangan (Financial and Budgetary Provisions),

sedangkan bab 25 tentang Ilmu Pengetahuan dan Penelitian (Science and

Research) yang juga diajukan belum disetujui untuk dibuka. Ini terjadi

(44)

32 BAB III

POLITIK LUAR NEGERI ERDOGAN DAN KERJA SAMA

PENANGANAN IMIGRAN TURKI & UNI EROPA

Pada bab III ini, penulis akan menjabarkan sedikit mengenai

kepemimpinan Erdogan dan sikapnya yang lebih banyak pro kepada Timur

Tengah. Kemudian, penulis mulai menjabarkan permasalahan imigran yang

ada di Timur Tengah yang dialami oleh beberapa negara di Timur Tengah

selain Turki. Ini termasuk penanganan imigran yang ada di Turki. Setelah itu,

penulis juga menuliskan sedikit pengungsi yang ada di Uni Eropa sekaligus

terciptanya kerja sama Uni Eropa dan Turki dalam penanganan imigran.

A.Sikap Erdogan Terhadap Timur Tengah

Setelah terpilihnya partai AKP (Justice and Developmet Party)

Partai Konsevatif Islam memenangi pemilu pada tahun 2003, keadaan

Turki berubah. Recep Tayyib Erdogan memulai perubahan dengan

menjadikan Turki menjadi lebih Islam. Pemimpin-pemimpin Turki

terdahulu yang banyak dari mereka adalah dari pihak militer telah

merubah Turki dari Kerajaan Ottoman yang merupakan Kerajaan Islam

menjadi negara yang sangat sekuler. Pelarangan memakai jilbab bagi

wanita muslimah di tempat-tempat umum, hingga pembatasan umur untuk

belajar Al-Qur’an adalah suatu peraturan yang ada sejak pemerintahan

Mustafa Kemal Atatürk. Saat Recep Tayyib Erdogan terpilih dan menjadi

Perdana Menteri di Turki, pelarangan ini dihapus. Akhirnya, sampai

(45)

33

menjalankan aktivitas biasa baik di tempat umum maupun saat bekerja.

Erdogan juga menggagas pembangunan banyak masjid di Turki,

pembatasan iklan dalam minuman keras, dan memberikan ruang

meningkatnya ekonomi syariah di Turki (Akşam, 2013).

Timur Tengah telah menempati tempat yang semakin signifikan

dalam kerangka kebijakan luar negeri Turki sejak berdirinya Republik.

Meskipun ada beberapa perubahan terhadap mengutamakan Timur Tengah

pada 1990-an, titik balik dalam hal hubungan Turki-Timur Tengah

sebenarnya ada di kebijakan luar negeri rezim AKP. Ketika krisis politik

di Timur Tengah, respon Turki dalam posisi penting untuk Timur Tengah

dapat dipahami lebih positif. Sementara kemajuan juga bisa dilihat dengan

hubungan dengan Iran, Irak dan Suriah. Sementara hubungan dengan

Israel justru memburuk.

Turki pada era Erdogan menerapkan politik zero policy with

neighbor untuk menerapkan kebijakan politiknya di negara-negara

sekitarnya. Terutama dalam hal ini adalah negara-negara Timur Tengah

yang dahulu pada masa sebelum Erdogan tidak tersentuh. Dalam website

resminya, Turki menjelaskan :

(46)

34

Dalam uraiannya, Turki menjelaskan bahwa kebijakan zero

problem with neighbor telah memperoleh arti tambahan dan penting

sebagai Timur Tengah dalam ambang transformasi sejarah. Turki

mengharapkan bahwa dinamika saat ini reformasi kemajuan dengan cara

yang akan memenuhi harapan rakyat sementara juga berkontribusi

terhadap perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

Dalam buku Ahmet Davutoglu yang menjabat sebagai Perdana

Menteri dari tahun 2014 yang berjudul Strategic Depth: Turkey’s

International Position (Stratejik Derinlik: Türkiye’nin Uluslararası

Konumu), ia mengkonfirmasi pergeseran poros politik luar negeri Turki

dengan menekankan sebagai “pembenahan” politik luar negeri Turki dari

yang sebelumnya berafiliasi dan mengisolasi diri dari segala bentuk

afiliasi politik dengan negara-negara tetangganya menjadi politik luar

negeri yang mengutamakan idealisme dengan latar belakang sisi budaya

dan historis Turki yang memiliki kesamaan dalam kawasan regional timur

tengah dan kaukasia.

Sebagai negara Muslim pertama yang diakui Israel, Israel telah

menjadi pemasok utama senjata ke Turki. Militer, strategis, dan diplomatik

kerja sama antara kedua negara maju di kawasan ini. Namun, hubungan

dengan Israel justru memasuki tahap yang sedang tidak begitu baik. Ini

dimulai dengan kunjungan ke Turki dari pemimpin Hamas pada tahun

2006, meningkat dengan sebutan "Satu Menit". Ini terjadi saat Erdogan

(47)

35

Ekonomi Dunia di Davos pada bulan Januari 2009 atas penyerangan

Palestina, dan dilanjutkan dengan kejadian penyerangan pada Mavi

Marmara dari Gaza Freedom Flotilla pada Mei 2010. (Foreign Policy of

the Turkish Republic, 2011).

Sejak Erdogan menjabat sebagai Perdana Menteri, ia sudah aktif

dalam membela kemerdekaan Palestina dan menyalahkan Israel. Erdogan

menyebut dukungan bagi Palestina merdeka bukanklah sebuah pilihan,

melainkan kewajiban. Pidato Erdogan di Mesir pada 2011 tiga hari setelah

massa merusak kantor kedutaan besar Israel di Kairo menyerukan untuk

segera mungkin mengibarkan bendera Palestina di Timur Tengah, sebagai

simbol perdamaian. Tak hanya itu, dalam pidatonya Erdogan juga

menyinggung lagi insiden berdarah terhadap bantuan kemanusiaan lewat

kapal Mavi Marmara yang terjadi tahun 2010 lalu. Penyerbuan yang

dilakukan tentara Israel saat itu atas Mavi Marmara menyebabkan

sembilan aktivis Turki tewas. Erdogan menyebut Israel tidak

bertanggungjawab dan melanggar hukum internasional dengan menyerang

konvoi, yang hanya membawa bahan pangan dan mainan anak-anak.

Erdogan juga menyatakan Israel harus membayar tindakan mereka

(Budiman, 2011 ). Erdogan menyerukan mengecam masyarakat

internasional yang diam dengan keadaan Palestina masih berlangsung

operasi militer dengan Israel (Turkish PM Erdoğan hits out at Egypt for

‘silence’ over Palestine, 2014).

Tindakan Erdogan yang mendukung Palestina dan mengecam

(48)

36

Israel, Jerman dan Amerika adalah tiga negara yang menentang rencana

Palestina meminta pengakuan merdeka dari PBB. Mereka menganggap

rencana itu justru akan merusak upaya perundingan damai. Namun, sikap

itu mendapat kritikan dari Turki. Perdana Menteri Erdogan menilai

Amerika sebagai sekutu dekat Israel telah menunjukkan prasangka usang

dalam soal Palestina. Charles Kupchan, seorang think tank anggota Dewan

Hubungan Luar Negeri di International Politics menilai, Erdogan dengan

partai konservatif AKP yang sedang berkuasa di Turki ingin mengambil

peran lebih besar di dunia Islam. Erdogan pada tahun 2011 melakukan tur

di kawasan Arab. Setelah Mesir, Perdana Menteri Turki itu juga

mengunjungi Tunisia dan Libya (Budiman, 2011 ).

Hubungan dengan Iran membaik dalam rangka keterlibatan ulang

dengan dunia Muslim di wilayah tersebut. Kolaborasi energi bergerak di

luar pembelian dan transportasi gas alam Iran melalui Turki untuk

pengembangan bidang hidrokarbon Iran oleh perusahaan Turki. Selain itu,

dalam sengketa nuklir Iran Turki, bersama dengan Brasil, memediasiantara

AS dan Iran. Mereka telah mendorong sesama anggota Dewan Keamanan

PBB untuk mencapai kesepakatan dengan Iran atas program nuklirnya,

dalam upaya terakhir untuk memblokir suara sanksi terhadap Teheran.

Hubungan Turki dengan Irak telah membaik ke sebuah periode

baru setelah invasi ke Irak. Selama waktu itu, integritas Irak dan mencegah

munculnya sebuah negara Kurdi merdeka di Irak utara yang prioritas

Turki. Dengan daya dorong Davutoglu dalam membuka kebijakan luar

(49)

37

federal di Irak dan Davutoglu bertemu Barzani. Baru-baru ini, konsulat

Turki di Erbil dibuka oleh Erdogan pada 31 Maret 2011. Hubungan

Suriah-Turki juga telah mengalami perubahan. Permasalahan air dan

dukungan Suriah untuk PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang utama

masalah berpotensi meledak antara kedua negara pada akhir 1990-an

(membawa mereka ke ambang perang atas penangkapan pada tahun 1998

dari pemimpin PKK Abdullah Ocalan) berubah ke arah yang positif.

Penolakan Parlemen Turki untuk bekerja sama militer dengan AS

dalam invasi ke Irak adalah titik balik dalam hubungan bilateral

Suriah-Turki sejak persepsi Suriah dari Suriah-Turki diubah. Suriah-Turki adalah mediator

antara Suriah dan Israel pada tahun 2008, selama pembicaraan Golan

Heights. Walaupun pda tahun 2011 Turki mengecam Bashar Al Assad

karena tidak mau mereformasi negaranya. Kerjasama politik dan ekonomi

tumbuh kuat dengan negara Islam di Timur Tengah juga membaik.

Bahkan, pada tahun 2009, turis persyaratan visa pada turis bahkan timbal

balik terangkat (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011).

B.Penanganan Imigran di Turki

Permasalahan awal dari adanya pengugsi adalah karena terjadinya

konflik internal yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Mulanya hal ini

dialami oleh Tunisia yang ingin merobohkan kekuasaan otoriter

pemerintah Ben Ali yang sudah menjabat selama 23 tahun. Mulanya,

hanya Tunisia yang berkonflik pada tahun 2010. Akhirnya, konflik ini

juga meluas terjadi di negara-negara Timur Tengah lainnya. (Sari A. K.,

(50)

38

pemerintah otoriter Bashar Al-Assad pecah. Isu yang berkembang konflik

ini terjadi antara Sunni Syiah. Namun, semakin lama permasalahan di

dalamnya menjadi semakin kompleks dan melibatkan banyak aktor.

Dampaknya, penduduk sipil menjadi korban perang yang belum

jelas kapan mereda. Banyak dari mereka yang memutuskan untuk keluar

dari negaranya. Penduduk sipil Suriah mau tak mau harus mengungsi ke

negara lain karena di Suriah tidak ada daerah yang disepakati sebagai safe

zone dan non-fly zone oleh pihak yang saling bertikai. Awalnya mereka

mengungsi ke negara-negara terdekat yang memang berbatasan langsung

dengan Suriah. Pilihan yang ada adalah Turki di sebelah utara, Libanon di

sebelah barat, Mesir lewat jalur laut dari sebelah barat, Israel dan Yordania

di sebelah selatan, kemudian Irak di sebelah Tenggara. Bagi para

pengungsi korban perang ini, migrasi ke arah tenggara kecuali di daerah

yang dikuasai etnik Kurdi jelas tidak memungkinkan karena daerah Irak

sama-sama sedang berkonflik. Dengan demikian, pilihan yang mungkin

akan diambil oleh para pengungsi ini keluar dari negara mereka adalah

hanya Turki, Libanon, Mesir, dan Yordania. Negara-negara lain di Timur

Tengah, tidak mudah ditempuh oleh mereka yang mengungsi dari

peperangan lewat jalan darat yang mungkin mereka lakukan. Jalur lain

yang biasa dipakai para pengungsi dari Suriah adalah biasanya lewat

bandara Damaskus untuk terbang ke Turki (Nugraha, 2015).

Kebanyakan pengungsi melarikan diri ke Turki karena perlakuan

Turki yang disebut lebih baik dari negara lainnya di sekitar Suriah. Turki

(51)

39

Policy yang dicetuskan oleh Erdogan. Kebijakan ini disebut tidak dimiliki

oleh negara lain di sekitar Suriah seperti Israel, Kuwait, dan Arab Saudi

Gambar

Tabel Untung Rugi
Tabel 1.2
Gambar 3.1
Gambar 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fokus Kajian : Sistem Pengolahan Limbah Agar Tidak Mencemari Lingkungan Penyusun : Silvana Rusdiana Halim.. NIM

Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) prinsip dasar yang berkaitan dengan prinsip Responsibilitas, yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

pada Tahap Konstruksi, dan di dalam penyambungan komponen ini tidak boleh.. pembesaran penampang kolom di atas permukaan pelat lantai dasar), dan tidak boleh menggunakan

Beberapa kasus di Sade dan Segenter menunjukkan kegiatan memasak bergeser kearah luar bangunan, dari yang dulunya perapian hanya diletakkan di dalam rumah sekarang

Indonesia merupakan Negara yang masyarakatnya saling menghormati antaragama. Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu merupakan kepercayaan yang ada di

Kompetensi Dasar Bahan Kls/ Semester Konten/Materi Level Kognitif Indikator 11 5.1 Menunjukkan ayat suci dari kitab Si Shu yang menjelaskan perbedaan sifat

Perusahaan ini berhasil mengembangkan usahanya di dalam dan luar negeri, namun sayangnya terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dari produk kosmetik lokal ke

Informasi tentang tipe khusus perlengkapan seperti transformator (daya, instrument, industri, rel listrik, distribusi), reaktor, bushing, perlengkapan hubung bagi dan kabel