Skripsi
Disusun Oleh : Rival Chandra Saputra
20120220065
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADI ORGANIK
( Studi Kasus di Kelompok Tani “Madya”, Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
THE LEVEL OF INFLUENCING FACTORS
ON ORGANIC RICE FARMING TECHNOLOGY APPLICATION
( Case study in Tani “Madya” Group Farming, Jayan, Kebonagung Village, Imogiri Subdistrict, Bantul Regency, DIY )
Rival Chandra Saputra
Dr. Ir. Indardi, M.Si. / Dr. Aris Slamet Widodo, SP., M.Sc Agribussiness Department Faculty of Agriculture
Muhammadiyah Universityof Yogyakarta
ABSTRACT
The aims of this research are to find information about group farming
“Madya”’s profile, the level of application technology in cultivate organic rice,
and factors which influence the level of application technology in organic rice cultivation at Group Farming “Madya”, Jayan, Kebonagung Village. Respondents in this research are decided by census method, which means all member of the group farming “Madya” who applying organic rice farming became respondent in this research. Location of this research is decided by purposive sampling method and analyzed using descriptive table.
The result of this research shows that organic rice farming application in Group Farming “Madya” is match with SNI, certified by Organic Certification Agency The level of application technology in organic rice farming at Group Farming “Madya” is in appropriate category with total score 82,04 which consist of indicators variety choosing, seeding, land preparation, plantation, caring, and harvesting. Factors that influence enough the level of application technology in organic rice farming are non-formal education, level of cosmopolitan, access to production tools, group values, and price in the market. Positive values is influencing level of application. The more good values to the member, it will influence the level of application technology in organic rice farming.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan
persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan
melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Di
Indonesia sendiri ketersediaan komoditas pangan (padi) sangat diperlukan
sepanjang tahun terutama sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia
pada umumnya. Akan tetapi dampak kerawanan pangan yang sering terjadi
dibanyak negara yang sedang berkembang pada tahun 1960-an, negara-negara
industri berusaha mengembangkan teknologi “revolusi hijau” untuk mencukupi
kebutuhan pangan. Sebagai konsekuensi dikembangkannya teknologi “revolusi
hijau” maka kearifan atau pengetahuan tradisional yang berkembang sesuai
dengan budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai dilupakan. Teknologi
modern yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bahan agrokimia,
seperti: pupuk kimia, pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya lebih diminati
petani dari pada melaksanakan pertanian yang akrab lingkungan (Sutanto, 2002).
Revolusi hijau dengan sistem pertanian berbasis high input energy seperti
pupuk kimia dan pestisida dapat merusak tanah yang akhirnya dapat
menurunkan produktifitas tanah, sehingga berkembang pertanian organik
(Mayrowani, 2012). Program pertanian organik memiliki aspek peningkatan
dan lingkungan yang merupakan isu dan menjadi sasaran utama. Selain dapat
menjaga kelestarian lingkungan, pertanian organik juga dapat meningkatkan
perekonomian petani karena harga jual produk organik yang lebih mahal di
pasaran yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani.
Pertanian organik sebenarnya bukan hal yang baru, termasuk dalam
budidaya tanaman padi. Kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah
puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non-organik.
Pengaplikasian pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan pada budidaya padi
non-organik berdampak pada beras yang mengandung residu pestisida. Residu ini
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bahkan budidaya non-organik dapat
mengancam kelestarian lingkungan (Ktnakampar, 2011).Kesadaran akan
pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan sudah mendorong masayarakat
pertanian untuk kembali ke sistem pertanian organik karena produk yang
diharapkan bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan,
biaya untuk pertanian organikpun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang
digunakan berasal dari alam sekitar petani, bila terpaksa membeli harganya pun
relatife murah (Ktnakampar, 2011).
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah meniadakan atau
membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya
kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata
dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik melalui proses alami
dekomposer merupakan keluaran setiap budidaya pertanian. Pupuk organik dan
saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonservasikan
ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran
lingkungan (Sutanto, 2002).
Pertanian Organik di Indonesia saat ini terus berkembang seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat dan ramah
lingkungan. Hal ini didukung permintaan pasar yang semakin bertambah, serta
nilai jual produk yang lebih tinggi.
Tabel 1. Produksi dan Kebutuhan Beras Organik di Indonesia (kuintal)
Tahun Produksi Produksi Kebutuhan Pasar
2005 550.300 550.300
2006 557.179 660.360
2007 563.865 792.432
2008 570.519 950.918
2009 577.080 1.141.102
Sumber : Pertanian Sehat Indonesia, 2012
Dari data kebutuhan beras organik dapat dilihat bahwa kebutuhan terhadap
beras organik dari tahun ke tahun terus bertambah begitu pula dengan produksi,
namun peningkatan produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan akan
beras organik. Pada tahun 2005 data produksi dan kebutuhan pasar beras organik
seimbang, namun pada tahun-tahun berikutnya permintaan terhadap beras organik
terus bertambah bahkan di tahun 2009 permintaan beras organik dua kali lipat
lebih tinggi dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan. Dari data tersebut
terlihat bahwa konsumsi beras organik semakin diminati oleh masyarakat.
Menurut penuturan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
BantulIr. Yuni sebanyak 200 ha dari 15.420 ha lahan pertanian yang ada di
harganya lebih tinggi dibanding dengan padi biasa. Target pemerintah produksi
pangan dari lahan pertanian yang ada Kabupaten Bantul di tahun 2012 sebesar
201.341 ton, terpenuhi 205.000 ton atau dapat terpenuhi 101 persen, dengan hasil
7,85 ton per ha (Pemkab Bantul, 2013).
Salah satu gabungan Kelompok Tani yang menghasilkan padi organik di
Kabupaten Bantul adalah di Desa Kebonagung yang mampu menanam padi secara
organik pada lahan seluas 15 hektare dari 84 hektare lahan pertanian. Penanam
padi secara organik di Desa Kebonagung sudah dikembangkan sejak 2008 mampu
menghasilkan produksi panen rata-rata sebanyak 7 ton padi per hektare, dan
selama setahun bisa tanam tiga kali yakni padi-padi-padi. Pada tahun 2010 Desa
Kebonagung mendapat penghargaan di bidang ketahanan pangan secara nasional.
Prestasi tersebut tidak lepas dari pertanian organik yang didukung dengan
kandang-kandang ternak milik warga setempat yang jumlahnya sekitar 50
kandang untuk mendapatkan pupuk kompos. (http://Antarayogya.com)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan observasi dilapangan Kelompok Tani“Madya” di Desa
Kebonagung yang memiliki anggota 125 petanihanya 46 anggota kelompok yang
menerapkanbudidaya padi secara organik. Konsep yang dipertanyakan dalam
penerapan budidaya padi organik didalam kelompok adalah faktor internal atau
eksternal apa saja yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian
organik oleh petani di Desa Kebonagung, mengingatKelompok
Tani“Madya”merupakan binaan BPTP Yogyakarta sejak tahun 1997 dan mampu
pada tahun 2008hingga sekarang menurut Penuturan dari Ketua Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Kebonagung. Oleh karena itu penelitian
ini berupaya untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi petani
dan sejauh mana tingkat penerapan budidaya teknologi pertanian padi organik di
Desa Kebonagung yang sudah dilakukan oleh petani, khususnya oleh
anggotaKelompok Tani“Madya”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, penelitian ini
memiliki tujuan yaitu:
1. Mengetahui profil Kelompok Tani“Madya” Dusun Jayan, Desa Kebonagung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.
2. Mengetahui tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok
Tani“Madya” Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul.
3. Mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi
pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya”, Dusun Jayan, Desa
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan
akademisi, petani dan pemerintah atau instansi terkait. Manfaat tersebut antara
lain:
1. Bagi Kalangan Akademisi
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman
mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi
organik.
2. Bagi Petani dan Pemerintah atau Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang
dapat membantu petani padi dalam mengelola usahataninya, serta
memberikan gambaran keuntungan petani jika mengusahakan padi organik.
Sedangkan bagi pemerintah atau instansi terkait penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan informasi sehingga dapat membantu di dalam perumusan
kebijakan dan perencanaan pembangunan mengenai sejauh mana petani
menerapkan teknologi pertanian padi organik dan faktor yang mempengaruhi
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Penerapan Inovasi pertanian
Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang,
seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),
inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap hal baru oleh
individu atau unit kelompok yang lain. Selain itu, penerapan inovasi
merupakan perubahan perilaku baik berupa pengetahuan (cognitive), sikap
(affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang sejak ia
menerima inovasi sampai memutuskan untuk menerapkan inovasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut dalam proses penerapan inovasi didahului
oleh adanya pengenalan inovasi kepada masyarakat, yang selanjutnya terjadi
proses mental untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
Proses penerapan suatau inovasi menurut Musyafak dan Ibrahim
(2005) melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran (awarness), perhatian
(interest), penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi (adopsi) dan
konfirmasi (confirmation). Pada tahap kesadaran, suatu pihak mulai sadar
bahwa telah muncul suatu jenis inovasi dan mempunyai pemahaman yang
terbatas berkaitan inovasi tersebut. Selanjutnya pihak tersebut mulai
terdorong untuk menggali informasi yang lebih banyak berkaitan inovasi dan
masuk pada tahap perhatian. Setelah adanya ketertarikan selanjutnya akan
tahap percobaan suatu pihak mencoba inovasi tersebut, setelah dilakukan
percobaan pihak tersebut memberikan pilihan menerima atau menolak inovasi
tersebut. Penerapan terjadi saat suatu pihak menerapkan inovasi. Tahap
konfirmasi merupakan penegasan untuk melanjutkan menerapkan inovasi atau
berhenti dari menerapkan inovasi karena harapan menerapkan inovasi tidak
tercapai.
Musyafak dan Ibrahim (2005) menyebutkan bahwa inovasi teknologi
dalam pertanian dapat berupa peralatan pertanian, teknik budidaya, input
produksi, pengolahan hasil produksi, dan lainnya. Tujuan dari teknologi
adalah mencapai output yang lebih tinggi dari sejumlah lahan, tenaga kerja,
dan sumberdaya tertentu. Teknologi mempunyai peranan yang penting untuk
mengekonomiskan suatu proses.
Salah satu teknologi dalam bidang pertanian adalah teknik budidaya
tanaman. Teknik budidaya tanaman terus dikembangkan oleh para ahli
untuk meningkatkan hasil produksi. Inovasi teknik budidaya juga semakin
dikembangkan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan. Sehingga
diharapkan teknik budidaya tanaman bisa menghasilkan hasil yang tinggi
tanpa merusak lingkungan.
2. Pertanian Organik
Pertanian organik menurut Sutanto (2002), merupakan suatu sistem
produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang
hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang
organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan
pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami
proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain,
unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik
sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian konvensional yang
unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera
diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
Menurut Widiarta (2011), pertanian organik merupakan suatu sistem
usahatani yang mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan holistik untuk
memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan, dengan memanfaatkan
bahan-bahan organik secara alami sebagai input dalam pertanian tanpa input luar
tinggi yang bersifat kimiawi, dan dikembangkan sesuai budaya lokal
setempat yang mampu menjaga keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi,
sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara
berkelanjutan. Widiarta menambahkan, filosofi pertanian organik adalah
siklus kehidupan menurut hukum alam, kembali ke alam, selaras dengan
alam, melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun akan
memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal kepada manusia. Jadi,
hubungan ini bersifat timbal balik.
3. Penerapan Pertanian Organik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) penerapan adalah
fokus penelitian ini, yaitu penerapan pertanian organik, beberapa prinsip
dalam budidaya pertanian organik dengan pola System Rice Intensification
(SRI) diantaranya Widiarta (2011) menjelaskan bahwa praktik pertanian organik
secara umum, tidak jauh berbeda dengan praktik pertanian konvensional. Namun,
ada beberapa variabel yang menjadi perhatian utama apakah sistem pertanian
tersebut dikategorigakan sebagai pertanian organik atau bukan, yaitu:
a. Lahan pertanian harus dikonversi dari lahan non organik menjadi organik tanpa tercemar bahan kimia sintetik selama ≥ 3 tahun.
b. Menggunakan pupuk organik.
c. Menggunakan bibit padi varietas lokal.
d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida
organik.
e. Lahan dan sumber air irigasi untuk pertanian organik harus dipisahkan
dari pertanian konvensional.
Lebih jauh lagi Widiarta dalam hasil penelitiannya mengungkapkan
beberapa variabel diatas merupakan variabel sensitif yang telah banyak
disyaratkan dalam pertanian organik dan telah dilaksanakan oleh petani organik
di Desa Ketapang.
Sementara itu, Putri (2011) mengemukakan bahwa terdapat beberapa
unsur teknologi pada penerapan inovasi pertanian organik, seperti:
a. Penggunaan pupuk organik dengan dosis rata-rata 7.000 kg/ha.
c. Media tanam yang menggunakan campuran tanah dan pupuk organik
dengan perbandingan 1:1.
d. Benih padi yang bukan hasil rekayasa dan tidak mengandung bahan
kimiawi sebanyak 10-15 kg/ha.
e. Umur benih muda (8-10 Hari Setelah Semai/HSS).
f. Jumlah tanam= 1 batang/tunas, jarak tanam yang dianjurkan (20 cm X 20 cm;
22.5 cm X 22.5 cm; atau 25 cm X 25 cm).
g. Sistem tanam legowo (2:1, 3:1, atau 4:1).
h. Penggunaan pestistida nabati.
i. Memisahkan hasil produk organik dan non organik.
Dari beberapa prinsip penting di atas, tingkat penerapan pertanian yang
dilakukan akan mengarah pada penerapan pertanian organik. Berbagai definisi
yang telah diuraikan, maka penerapan pertanian organik dalam penelitian ini
adalah cara bercocok tanam dilakukan dengan cara bertahap. Tahap pertama,
dalam proses pemupukkan dan pengendalian hama masih dicampur dengan
bahan-bahan kimia dalam jumlah yang sedikit. Pada tahap kedua, proses
pemupukkan dan pengendalian hama hanya menggunakan bahan-bahan yang
berasal dari bahan-bahan organik tanpa dicampur bahan-bahan kimia. Serta,
dalam pembibitan hanya menggunakan bibit padi varietas lokal.
4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Inovasi Pertanian
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi penerapan inovasi
adalah karakteristik inovasi itu sendiri. Inovasi harus memiliki karakteristik yang
Ibrahim (2005) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kriteria yang dapat
menentukan inovasi yang tepat guna, diantaranya yaitu:
a. Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebanyakan.
Inovasi akan dirasakan manfaatnya ketika inovasi tersebut dapat
memenuhi kebutuhan petani. Selain itu, inovasi juga harus dapat
memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh petani.
b. Inovasi harus memberikan keuntungan yang nyata bagi petani
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan inovasi ialah
peningkatan keuntungan perorangan. Jika teknologi baru akan memberikan
keuntungan yang relatif lebih besar dari nilai yang dihasilkan teknologi
lama, maka kecepatan adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.
c. Inovasi harus mempunyai kompatibilitas/keselarasan.
Inovasi yang diperkenalkan harus memiliki kesesuaian yang berkaitan dengan
teknologi yang telah ada sebelumnya, pola pertanian, nilai sosial, budaya dan
kepercayaan petani.
d. Inovasi harus mengatasi faktor-faktor pembatas.
Faktor pembatas seringkali menjadi kendala pada proses produksi, dengan
adanya inovasi diharapkan mengatasi faktor pembatas yang ada dalam sistem.
Inovasi yang secara nyata dapat mengatasi faktor pembatas akan
cenderung lebih mudah diterapkan.
e. Inovasi harus menggunakan sumber daya yang sudah ada.
Adopsi inovasi akan berlangsung lebih cepat jika sumberdaya yang
oleh petani. Selain itu jika sumberdaya dari luar dibutuhkan maka
sumberdaya tersebut harus murah, mudah diperolehdan memilki kualitas yang
baik.
f. Inovasi harus terjangkau secara finansial petani.
Jika inovasi membutuhkan sarana produksi dengan biaya yang tidak
terjangkau oleh finansial petani, maka inovasi tersebut akan sulit diterapkan.
Apalagi jika kebanyakan petani relatif miskin, maka inovasi yang
dirasakan murah akan lebih cepat diadopsi dibandingkan inovasi yang mahal.
g. Inovasi harus sederhana tidak rumit, dan mudah dicoba.
Kesederhanaan suatu inovasi sangat berpengaruh terhadap percepatan inovasi.
Semakin mudah teknologi baru untuk dapat dipraktekan, maka semakin
semakin cepat juga proses adopsi inovasi yang dilakukan petani. Oleh karena
itu, agar proses adopsi dapat berjalan dengan cepat, maka penyajian
suatu inovasi harus lebih sederhana
h. Inovasi harus mudah diamati.
Jika suatu inovasi mudah diamati maka banyak petani akan meniru atau
menerapkan inovasi tanpa harus bertanya kepada petani yang telah
menerapkan inovasi. Dengan demikian petani yang menerapkan inovasi
menjadi lebih banyak. Agar inovasi mudah diamati, maka pada tahap
awal dilakukan percontohan atau demonstrasi inovasi yang dilakukan
disuatu tempat yang mudah diamati, melakukan kunjungan lapangan dan
Sifat inovasi, sifat inovasi juga akan menentukan kecepatan adopsi
inovasi. Dikemukakan oleh Hanafi (1987), ada lima macam kriteria sifat inovasi
yang mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi, yaitu:
a. Keuntungan relatif, adalah tingkatan yang menunjukkan suatu ide baru
dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat
keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan
ekonomis.
b. Kompabilitas (keterhubungan inovasi dengan situasi klien), adalah sejauh mana
suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman
masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri
sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel.
c. Kompleksitas (kerumitan inovasi), adalah tingkat di mana suatu inovasi
dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan.
d. Triabilitas (dapat dicobanya suatu inovasi), adalah suatu tingkat di mana suatu
inovasi dapat dicoba dengan skala kecil.
e. Observabilitas (dapat diamatinya suatu inovasi), adalah tingkat di mana
hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain.
Selain karakteristik inovasi dalam Susanti (2008) yang mempengaruhi
adopsi inovasi terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi
yaitu dari faktor internal dan eksternal petani di lapangan.
a. Faktor internal
Umur, makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu
untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih
belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988).
Mardikanto (1993) menyampaikan bahwa semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya
semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.
Luas usahatani semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi, karena
memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik (Mardikanto, 1993). Petani yang
menguasai lahan sawah yang luas akan memeperoleh hasil produksi yang besar
dan begitu sebaliknya. Dalam hal ini, luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai
petani akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan usahatani. Luas lahan
yang diusahakan relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk mengusahakan
secara lebih efisien. Dengan keadaan tersebut, petani terpaksa melakukan kegiatan
diluar usahataninya untuk memperoleh tambahan pendapatan agar mencukupi
kebutuhan keluarganya (Mardikanto, 1993).
Tingkat pendapatan seperti halnya tingkat luas usahatani, petani dengan
tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi
inovasi (Mardikanto, 1993). Pendapatan usahatani yang tinggi seringkali ada
hubungannya dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Kemauan untuk melakukan
percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi pertanian yang cepat sesuai
dengan kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, maka umumnya hal ini yang
menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi (Soekartawi, 1988).
Pendidikan, petani yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat
berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi
dengan cepat (Soekartawi, 1988). Dalam Suhardiyono (1992) disampaikan bahwa
para ahli pendidikan mengenal tiga sumber pengetahuan, yaitu:
1) Pendidikan informal, adalah proses pendidikan yang panjang, diperoleh
dan dikumpulkan oleh seseorang, berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap
hidup dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi
sehari-hari dari kehidupannya di dalam masyarakat.
2) Pendidikan formal, adalah struktur dari suatu sistem pengajaran yang
kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah
sampai dengan perguruan tinggi.
3) Pendidikan nonformal, adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di
luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi
keperluan khusus. Salah satu contoh pendidikan nonformal ini adalah
penyuluhan pertanian.
b. Faktor eksternal
Lingkungan ekonomi merupakan kekuatan ekonomi yang berada di sekitar
seseorang. Mardikanto (1993) menyampaikan bahwa kegiatan pertanian tidak
dapat lepas dari kekuatan ekonomi yang berkembang di sekitar masyarakatnya.
Kekuatan ekonomi tersebut meliputi: 1) tersedianya dana atau kredit usahatani, 2)
tersedianya sarana produksi dan peralatan usahatani, 3) perkembangan teknologi
pengolahan hasil, 4) pemasaran hasil.
Lingkungan sosial, petani sebagai pelaksana usahatani (baik sebagai juru
keputusan untuk usahatani tidak selalu dapat dengan bebas dilakukan sendiri,
tetapi sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di sekelilingnya. Dengan
demikian, jika ia ingin melakukan perubahan-perubahan untuk usahataninya, dia
juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh
lingkungan sosialnya (Mardikanto, 1993). Menurut Soekartawi (1988),
lingkungan sosial yang mempengaruhi perubahan-perubahan itu adalah keluarga,
tetangga, kelompok sosial dan status sosial.
B. Penelitian Terdahulu
Pemerintah telah menerapkan berbagai teknologi pada budidaya padi di
Indonesia untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Salah satu
penerapan teknologi pada budidaya padi yang sudah dilakukan oleh
pemerintah yaitu teknik budidaya organik. Akan tetapi dalam pelaksanaan
penerapan teknologi pada budidaya padi, masih banyak petani yang belum
menerapkan teknologi yang diberikan oleh pemerintah karena berbagai faktor.
Penelitian mengenai penerapan teknologi pertanian organik oleh petani
padi telah dilakukan diberbagai daerah di Indonesia. Susanti (2008) melakukan
penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan mengkaji tingkat signifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan
pertanian padi organik. Susanti (2008) melakukan penelitian di Kabupaten
Sragen, menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan petani dalam penerapan padi organik adalah usia, tingkat pendidikan,
luas lahan, tingkat keuntungan, lingkungan ekonomi dan sosial. Faktor usia
mempengaruhi kemampuan fisik dan respon petani terhadap hal baru dalam
menjalankan usahataninya. Tingkat pendidikan petani juga diduga
mempengaruhi pola pikir petani dalam menghadapi teknologi yang baru
sehingga dapatdiduga mempengaruhi keputusan petani. Luas lahan yang
diusahakan petani akan mempengaruhi hasil produksi yang berakibat pada
tingkat keuntungan petani, semakin besar luas lahan garapan diduga akan
semakin besar hasil yang diperoleh dan berdampak pada meningkatnya
keuntungan petani. Semakin tinggi tingkat keuntungan petani diduga akan
mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan teknologi baru. Selain itu
terdapat juga faktor lingkungan ekonomi dan sosial yang diduga berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan petani dalam penerapan padi organik. Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan serta lingkungan sosial dan
ekonomi petani memiliki nilai yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa
tingkat pendidikan serta lingkungan sosial ekonomi petani berpengaruh nyata
terhadap pengambilan keputusan petani dalam menerapkan padi organik.
Dalam penelitian Deby (2014) yang bertujuan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap penerapan pertanian organik
di Kabupaten Magelang menyatakan bahwa petani di Kabupaten Magelang
memiliki sikap yang cenderung positif terhadap penerapan pertanian organik.
Faktor yang mempengaruhi sikap petani tersebut yaitu pendidikan, pengalaman,
kekosmopolitan¸kepemilikan modal, akses terhadap sarana produksi, dan
pertanian organik, pengetahuan dan pemahaman petani mengenai penerapan
pertanian organik.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011) mempunyai tujuan untuk
mengidentifikasi penerapan pertanian organik dan persepsi petani tentang
karakteristik pertanian organik serta pengaruhnya terhadap penerapan teknologi di
Kabupaten Bogor. Putri (2011) menyebutkan bahwa semakin positif persepsi
petani terhadap penerapan teknologi, maka budidaya yang dilakukan akan
mengarah pada penerapan pertanian organik. Kemudian semakin besar luas
lahan yang dikelola maka akan semakin positif persepsi terhadap pertanian
organik. Selain itu, semakin petani berani mengambil resiko dan terbuka dengan
informasi maka semakin positif persepsi petani terhadap karakteristik inovasi
teknologi pertanian organik.
C. Kerangka Pemikiran
Kelompok Tani“Madya” merupakan Kelompok Tani padi organik yang
berada di Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Kelompok
Tani“Madya” didukung oleh pemerintah dalam membudidayakan padi organik.
Kelompok Tani“Madya” berdiri sejak 1981 namun untuk penerapan padi organik
didalam kelompok dilaksanakan mulai tahun 2008 sampai saat penelitian ini
berlangsung. Profil Kelompok Tani meliputi sejarah berdirinya kelompok, jumlah
profil anggota kelompok terdiri dari usia, pendidikan, luas usaha tani, pekerjaan
sampingan, alasan pemilihan padi organik, pendapatan usaha tani padi organik.
Kelompok Tani“Madya” memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi
tingkat penerapan teknologi padi organik diantaranya yaitu pendidikan non
formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi, nilai-nilai Kelompok
Tani, harga pasar. Sedangkan tingkat penerapan teknologi padi organik sendiri
terdiri dari pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman,
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Di Kelompok
Tani“Madya”.
Profil Anggota Kelompok Tani “Madya” Yang
Menerapkan Budidaya Padi Organik
1. Umur 2. Pendidikan 3. Luas usaha tani 4. Perkerjaan sampingan 5. Pendapatan usaha tani
padi organik
Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik
1. Pemilihan varietas 2. Pembenihan 3. Penyiapan lahan 4. Penanaman 5. Perawatan
6. Panen
Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik
1. Pendidikan Non Formal
2. Kekosmopolitan 3. Akses terhadap sarana
produksi
4. Nilai-Nilai Kelompok Tani
5. Harga pasar Profil Kelompok Tani
“Madya”
1. Sejarah
2. Struktur Organisasi 3. Prestasi kelompok 4. Kegiatan yang
III. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Nazir (1983) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode ini digunakan untuk
membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki
peneliti mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi
pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya”.
A. Penentuan Lokasi
Penelitian akan dilaksanakan di Kelompok Tani“Madya” yang berlokasi di
Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Terletak
sekitar 17 kilometer arah selatan kota Yogyakarta atau sekitar 3 kilometer dari
ibukota kecamatan Imogiri. Lokasi penelitian dipilih secara sengajadengan alasan
Kelompok Tani“Madya” merupakan Kelompok Tani yang sudah
mengembangkan pertanian organik sejak 2008 dan mendapatkan prestasi bidang
ketahanan pangan secara nasional pada tahun 2010 yang tidak lepas dari pertanian
padi organik.
B. Metode Pengambilan Responden
Jumlah anggota Kelompok Tani“Madya” sebanyak 125anggota petaniyang
berlokasi di Dusun Jayan, Kebonagung, Imogiri, Bantuldan yang menerapkan
penentuan responden menggunakan metode sensus. Responden secara sensus
tersebut hanya mengambil46 responden petani dari anggota kelompok yang
menerapkan teknologi pertanian padi organik dari keseluruhan diKelompok
Tani“Madya”. Sisa anggota kelompok tidak dijadikan responden karena tidak
menerapkan teknologi pertanian padi organik.
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah
1. Asumsi
Keadaan tanah, iklim, dan topografi di daerah penelitian dianggap sama.
2. Pembatasan masalah
a. Responden diambil dari Anggota Kelompok Tani“Madya” Dusun Jayan yang
mengembangkan teknologi pertanian padi organik. Kelompok Tani tersebut
merupakan binaan BPTP Yogyakarta sejak tahun 1997 dan mampu
mengembangkan penerapan teknologi pertanian padi organik secara
tersertifikasi pada tahun 2010 hingga sekarang.
b. Data yang dijadikan penelitian merupakan data terakhir hasil penerapan
budidaya teknologi pertanian padi organik oleh petani.
D. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara,
dimana sebelumnya telah disiapkan berupa kuisioner yang didalamnya terdapat
Data sekunder merupakan data statistik yang diperoleh dari kantor
kelurahan desa yang berhubungan dengan profil Desa Kebonagung. Data
sekunder juga dapat diperoleh dari data Kelompok Tani“Madya” yang meliputi
data profil kleompok tani.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi
langsung responden anggota Kelompok Tani berdasarkan pada daftar
pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk kuesioner.
b. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data dengan melihat atau mengamati secara
langsung obyek yang diteliti untuk melengkapi hasil wawancara.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Profil Kelompok Tani adalah gambaran keseluruhan mengenai Kelompok
Tani“Madya” yang meliputi sejarah berdirinya, struktur organisasi, prestasi
kelompok dan kegiatan kelompok.
2. Profil anggota Kelompok Tani adalah gambaran secara umum mengenai
anggota Kelompok Tani yang membudidayakan padi secara organik yang
meliputi umur, pendidikan, luas usaha tani,pekerjaan sampingan,pendapatan
dari usaha tani padi organik.
3. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik adalah tingkat penerapan
pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan,
panen.
a. Pemilihan varietas merupakan pemilihan benih yang digunakan dalam
tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan
oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang
Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :
1) Varietas yang digunakan dalam budidaya padi organik merupakan
jenis varietas varietas lokal ( mentik, pandan wangi, sintanur, beras
merah).
2) Asal varietas yang digunakan dalam budidaya padi organik bukan
berasal dari hasil rekayasa dan tidak diperlakukan dengan bahan
kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh dan bahan lain
mengandung zat aditif. Asal varietas padi harus berasal dari budidaya
padi secara organik.
b. Pembenihan merupakan menyeleksi benih yang digunakan dalam tingkat
penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh
petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang
Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :
1) Seleksi benih bermutu bila kriterianya dari varietas yang tidak
terkontaminasi kimia, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas
2) Pemilihan benih organik dilakukan dengan merendam benih ke dalam
air dan memisahkan benih hampa dan isi serta membuang kotoran dan
bahan lain yang dianggap menggangu.
3) Persemaian benih dilakukan pada besek atau kotak atau kayu diberi
media tumbuh campuran tanah dan kompos untuk menghindari
pembenihan dari gangguan hama dan menghasilkan benih organik
yang berkualitas bagus.
4) Perkecambahan benih dilakukan selama 24 jam dari benih yang bagus
(tenggelam dalam rendaman air) sampai tumbuh calon tunas.
Perkecambahan dilakukan dengan merendam benih yang sudah
dikemas karung ke dalam air.
5) Umur persemaian benih 10 - 14 hari setelah semai (HSS). Setelah
berumur 10-14 hari benih siap untuk ditanam.
c. Penyiapan lahan adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk
ditanami dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika
Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari
indikator yang meliputi :
1) Lahan untuk budidaya padi organik di anggap hasil produksi padinya
adalah organik merupakan lahan yang sudah dipergunakan dan
pengolahan budidaya menggunakan teknologi budidaya organik
2) Pupuk dasar yang digunakan pada saat pengelolaan lahan yang kedua
merupakan pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha lahan sawah.
3) Pemupukan dasar dilakukan 1 – 2 hari sebelum penanaman padi
dilakukan pada saat pengolahan lahan.
4) Pembajakan akan menghasilkan lahan yang bagus jika dilakukan
dengan menggunakan sapi/ kerbau yang dapat mengjangkau
kedalaman tanah sangat dalam.
5) Pembajakan tanah pada saat pengolahan lahan dilakukan sempurna
dengan melakukan pembajakan sebanyak 2 kali.
6) Sumber irigasi yang dipergunakan dalam budidaya padi organik
merupakan sumber irigasi yang berasal langsung dari hulu,
pegunungan atau air sumur. Dimana mata air yang dipergunakan
dalam budidaya padi organik tidak terkontaminasi bahan kimia.
d. Penanaman adalah pemindahan bibit yang baik ke lahan penanaman dalam
tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan
oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang
Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :
1) Jarak tanam yang digunakan mempengaruhi produktivitas padi. Jarak
tanam yang diadopsi dalam budidaya padi organik menggunakan 25
cm x 25 cm. Jarak antar rumpun dalam baris 12,5 cm dan jarak antar
2) Sistem penanaman menggunakan tipe jajar legowo 2 : 1 yang sudah
banyak diterapkan dan menghasilkan jumlah produksi yang cukup
banyak hingga 2 kali lipat dari sistem tanam biasa.
3) Jumlah bibit yang ditanam ke dalam setiap rumpun adalah 2 – 3,
tergantung kondisi bibitnya kokoh dan sehat serta varietasnya
berumpun banyak maka setiap rumpun cukup ditanam sebanyak tiga
bibit saja. Jika keadaan bibitnya kurang kokoh dan varietasnya
merumpun sedikit maka setiap rumpun sebanyak empat bibit.
e. Perawatan merupakan pemeliharaan tanaman setelah ditanam melalui
penyulaman, pemupukan susulan dan pengendalian hama dan penyakit
dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika
Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari
indikator yang meliputi :
1) Penyulaman merupakan penggantian bibit yang tidak tumbuh sesegera
mungkin dengan bibit baru. Penyulaman dilakukan maksimal dua
minggu setelah tanam.
2) Penyulaman tanaman setelah berumur 10 hari dilakukan sebanyak 3 –
4 kali untuk memantau perkembangan keadaan tanaman.
3) Penyemprotan MOL ( Mikro organisme Lokal ) dilakukan sehabis
penyulaman tanaman sebagai tambahan nutrisi, paling tidak dalam
4) Pemupukan susulan pada budidaya padi organik dilakukan tiga kali
selama satu musim tanam.
a) Tahap pertama pemupukan umur tanaman 10 - 25 hari dengan jenis
pupuk organik. Baik pupuk granul atau kandang matang
dianjurkan sebanyak 1 ton/ha atau kompos fermentasi 0,5 ton/ha.
Cara pemberian cukup dengan disebarkan merata ke seluruh areal
persawahan di sela-sela tanaman padi
b) Tahap kedua pemupukan umur tanaman sebelum 60 hari dengan
frekuensi seminggu sekali. Jenis pupuk yang diberikan berupa
pupuk organik . pupuk orgnaik cair buatan sendiri yang kandungan
unsur N-nya tinggi juga dapat dipergunakan dengan dosis 1 liter
pupuk yang dilarutkan dalam 17 liter air dengan cara pemberian
disemprotkan. Jika masih diperlukan saat tanaman memasuki fase
generatif atau pembentukan buah, tanaman berumur 60 hari pupuk
organik cair buatan sendiri mengandung unsur P dan K tinggi
dengan dosis yang diberikan 2 – 3 sendok makan pupuk P organik
dicampur dalam 15 liter atau satu tangki kecil pupuk K organik.
5) Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu antara
teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia
(pestisida organik) yang meliputi :
a) Cara pengendalian hama Wereng : rotasi tanaman, melepas
predator alami hama, pemasangan perangkap. Walang sangit :
perangkap. Penggerek batang : pemotongan tunggul jerami,
penyemprotan larutan entomopatogen, pemasangan perangkap.
Ganjur : pembersihan rumput inang, melepas predator alami,
pemasangan perangkap. Tikus: penanaman padi secara serentak,
melepas predator alami, pemasangan perangkap, membongkar
sarang tikus dengan asap. Burung pemakan biji-bijian :
pemasangan orang-orangan sawah dilengkapi bunyi dan tali. Jenis
pestisida yang digunakan dalam penyemprotan untuk memberantas
hama dan penyakit harus jenis organik.
b) Cara pengendalian penyakit Bercak coklat dengan memperbaiki
kesuburan tanah. Blast dengan menghindari pupuk berkadar N
yang terlalu tinggi. Tungro dengan memberantas rumput liar. Jenis
fungisida yang digunakan dalam penyemprotan untuk
memberantas hama dan penyakit harus jenis organik.
c) Cara pengendalian gulma yang diterapkan dalam budidaya padi
organik dilakukan penyiangan dengan mencabut gulma disekitar
tanaman dan sela-sela tanaman.
6) Pengairan dan kualitas air yang digunakan untuk menggenangi lahan
dalam proses budidaya padi organik sangat menentukan hasil yang
didapatkan. Pengairan pada lahan padi organik dapat dilihat sesuai
apabila:
a) Kualitas air yang digunakan dalam budidaya padi organik harus
b) Penggenangan air di lahan untuk mempertahankan struktur tanah
setelah umur 55 hari dilakukan dengan menggenangi petakan
sawah dengan air secukupnya saja atau macak – macak.
f. Panen merupakan kegiatan pemetikan hasil budidaya padi di lahan dalam
tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan
oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang
Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :
1) Umur panen merupakan tanda untuk padi yang sudah siap untuk
dipanen. Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir
gabah yang menguning sudah mencapai 90 %, tangkainya sudah
menunduk dan butiran padi sudah keras berisi.
2) Memisahkan dari produk non organik merupakan salah satu kegiatan
dalam pemanenan padi organik untuk menghindari bercampurnya
dengan padi non organik.
3) Menangani hasil panen padi organik dengan menggunakan peralatan
panen yang tidak pernah dipakai untuk padi non organik merupakan
kegiatan dalam pemanenan padi organik untuk menghindari
terkontaminasinaya padi organik dengan padi non organik.
a) Kondisi wadah kemasan karung yang digunakan untuk padi
organik hanya dipakai untuk padi organik saja.
b) Kondisi alat terpal yang dipergunakan untuk menjemur padi harus
dalam keadaaan bersih dari kotoran, sisa padi dan dalam kondisi
c) Tempat yang digunakan untuk ruang penyimpanan padi organik
harus bersih, terhindar dari hama dan penyakit, tidak lembab,
dialasi pile kayu dan dipisahkan dari padi non organik.
Penerapan budidaya padi organik kemudian dikategorikan dalam tingkat
penerapan teknologi pertanian padi organik keseluruh tahap untuk mengukur
tingkat penerapan total dari seluruh tahap yang terdapat dalam indikator
penerapan.
[image:36.595.111.517.373.455.2]Kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Kategori Pengukuran Tingkat
Penerapan
Keterangan Presentase Tidak Sesuai (TS) 32 – 53,33 0 – 33,3 % Kurang Sesuai (KS) 53,34 – 74,66 33,4 – 66,6%
Sesuai (S) 74,67 – 96 66,7 – 100%
a. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Sesuai (S) jika anggota
Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik
menerapkan 66,7 – 100% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan,
penyiapan lahan, penanaman, perawatan, dan panen selama penerapan
teknologi pertanian padi organik.
b. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Kurang Sesuai (KS) jika
anggota Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik
menerapkan 33,4 – 66,6% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan,
penyiapan lahan, penanaman, perawatan, dan panen selama penerapan
c. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Tidak Sesuai (TS) jika
anggota Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik
menerapkan 0 – 33,3% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan,
penyiapan lahan, penanaman, perawatan dan panen selama penerapan
teknologi pertanian padi organik.
Setelah diketahui indikator dan sub indikator yang digunakan untuk
mengukur tingkat peneparan teknologi pertanian padi organik kemudian indikator
dikelompokkan dalam beberapa kategori tingkat penerapan. Untuk menghitung
skor rata-rata pada masing indikator, perlu dihitung kategori dari
masing-masing indikator, yaitu pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan,
penanaman, perawatan, pengendalian hama dan penyakit, panen untuk penerapan
teknologi pertanian padi organik. Berikut adalah penghitungan untuk mengukur
kategori tingkat penerapan pada masing-masing indikator.
a. Pemilihan varietas
Pemilihan varietas merupakan kegiatan pemilihan benih yang digunakan
dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan
oleh petani. Pada tahap pemilihan varietas terdapat 2 kegiatan yang dilakukan
oleh petani, kegiatan tersebut adalahpemilihan varietas yang digunakan dan asal
varietas yang digunakan. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi
pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap pemilihan varietas maka
�
= � ( � )
= 3x2 (1x2)
3 =
6 2
3 = 1,33
Tabel 3. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Pemilihan Varietas
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 2 – 3,33
Kurang Sesuai (KS) 3,34 – 4,66
Sesuai (S) 4,67 – 6
b. Pembenihan
Pembenihan merupakan kegiatan menyeleksi benih yang digunakan dalam
tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh
petani.Pada tahap pembenihan terdapat 5 kegiatan yang dilakukan oleh petani ,
kegiatan tersebut adalah seleksi benih, pemilihan benih organik, tempat
persemaian, waktu perkecambahan, umur penanaman benih. Untuk mengetahui
kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani
terhadap pembenihan maka digunakan penghitungan sebagai berikut: �
= � ( � )
= 3x5 (1x5)
3 =
15 5
Tabel 4. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Pembenihan
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 5 – 8,33 Kurang Sesuai (KS) 8,34 – 11,66
Sesuai (S) 11,67 – 15
c. Penyiapan lahan
Penyiapan lahan merupakan kegiatan pengolahan tanah sawah hingga siap
untuk ditanami dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dibudidayakan oleh petani. Pada tahap penyiapan lahan terdapat 6 kegiatan yang
dilakukan oleh petani , kegiatan tersebut adalah lama lahan yang digunakan,
pupuk dasar yang digunakan, waktu pemupukan dasar, peralatan untuk
pembajakan lahan, berapa kali pembajakan lahan, sumber irigasi yang digunakan.
Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik
yang dilakukan petani terhadap penyiapan lahan maka digunakan penghitungan
sebagai berikut: �
= � ( � )
= 3x6 (1x6)
3 =
18 6
3 = 4
Tabel 5. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Penyiapan Lahan
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 6 – 10 Kurang Sesuai (KS) 10,1 – 14
d. Penanaman
Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit yang baik ke lahan
penanaman dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dibudidayakan oleh petani. Pada tahap penanaman terdapat 3 kegiatan yang
dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut jarak tanam yang digunakan, sistem
tanam yang digunakan dan jumlah bibit yang ditanam setiap rumpunnya. Untuk
mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dilakukan petani terhadap kegiatan penanaman maka digunakan penghitungan
sebagai berikut: �
= � ( � )
= 3x3 (1x3)
3 =
9 3 3 = 2
Tabel 6. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Penanaman
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 3 – 5
Kurang Sesuai (KS) 5,1 – 7
Sesuai (S) 7,1 – 9
e. Perawatan
Perawatan merupakan kegiatan pemeliharaan tanaman setelah
ditanamdalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang
dibudidayakan oleh petani. Pada tahap perawatan terdapat 11 kegiatan yang
dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut mulai dari waktu penyulaman, intensitas
lahan, pupuk yang digunakan pada pemupukan susulan pertama dan kedua, cara
mengendalikan hama, penyakit, gulma, kualitas air, keadaan air di lahan umur 55
hari. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi
organik yang dilakukan petani terhadap kegiatan perawatan maka digunakan
penghitungan sebagai berikut: �
= � ( � )
= 3x11 (1x11)
3 =
33 11
3 = 7,33
Tabel 7. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Perawatan
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 11 – 18,33 Kurang Sesuai (KS) 18,34 – 25,66
Sesuai (S) 25,67 – 33
f. Panen
Panen merupakan kegiatan pemetikan hasil budidaya padi di lahan dalam
tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh
petani. Pada tahap panen terdapat 5 kegiatan yang dilakukan oleh petani, kegiatan
tersebut adalah waktu pemanenan, pemisahan dari padi non organik, kondisi
karung, kondisi alas pengeringan, ruang penyimpanan. Untuk mengetahui
kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani
�
= � ( � )
= 3x5 (1x5)
3 =
15 5
3 = 3,33
Tabel 8. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Panen
Kategori Kisaran Skor
Tidak Sesuai (TS) 5 – 8,33 Kurang Sesuai (KS) 8,34 – 11,66
Sesuai (S) 11,67 – 15
4. Penerapan teknologi pertanian organik dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor tersebut mulai pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses terhadap
sarana produksi, nilai-nilai kelompok, harga pasar. Faktor tersebut yang
diduga menjadi kendala petani untuk menerapkan budidaya teknologi
pertanian padi organik.
a. Pendidikan non formal yang diperoleh seseorang sangat
mempengaruhi cara berfikir dan perilaku dalam mengevaluasi suatu
keadaan. Pendidikan Non Formal dalam penelitian ini merupakan
frekuensi, atau banyaknya kursus/ pelatihan yang pernah diikuti oleh
responden, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta,
maupun lembaga swadaya masyarakat mengenai teknologi pertanian
padi organik. Oleh karena itu diduga semakin sering pendidikan non
formal yang diperoleh seseorang akan semakin positif sikap yang
dikelompokkan kedalam kategori (3) jika sering, kategori (2) jika
kadang-kadang, kategori (1) jika tidak pernah.
b. Kekosmopolitan adalah sifat keterbukaan petani yang selalu
berusaha mencari informasi baru mengenai budidaya padi organik
untuk meningkatkan motivasi mereka dalam hal menerapkan
teknologi pertanian padi organik. Petani yang aktif mencari
informasi memungkinkan petani memperbaharui dan menambah
pengetahuannya. Sifat keterbukaan petani dalam mencari sumber
informasi baru mengenai teknologi pertanian padi organik untuk
mendapatkan informasi dapat bersumber dari dalam sistem sosial
petani (ke sesama petani dari Kelompok Tani lain yang masih dalam
satu desa dan penyuluh) maupun dari luar sistem sosial petani (ke
sesama petani dari Kelompok Tani lain di luar desa dan lembaga
pertanian), serta media massa (koran, majalah, radio, televisi).
Sehingga, diduga semakin tinggi kekosmopolitan petani, semakin
positif sikapnya terhadap penerapan pertanian organik yang
kemudian dikelompokkan dalam kategori(3) jika aktif,kategori (2)
jika kurang aktif, kategori (1) jika tidak aktif.
c. Akses terhadap sarana produksi adalah kemudahan dalam
mendapatkan dan mengolah sarana produksi pertanian organik.
Sarana produksi tersebut merupakan bahan – bahan dasar yang
digunakan dalam membuat pupuk organik ( kotoran ternak, tumbuhan
penyakit,serta jarak yang ditempuh untuk mendapatkan dan
mnegolah sarana produski dari tempat tinggal responden ke tempat
sarana produksi tersedia dan jumlah yang didapatkan. Semakin
petani merasakan adanya kemudahan dalam mendapatkan dan
mengolah sarana produksi, diduga semakin positif sikapnya
terhadap penerapan pertanian organik yang kemudian
dikelompokkan kedalam kategori (3) jika mudah, kategori (2) jika
agak sulit, kategori (1) jika sulit.
d. Nilai-nilai kelompok dalam peneilitian ini merupakan keyakinan,
yang dimiliki oleh petani dalam menentukan pilihan penerapan
teknologi pertanian padi organik yang dipengaruhi oleh kelompok.
Diduga jika tingkat pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses
terhadap sarana produksi semakin tinggi maka nilai-nilai kelompok
petani semakin tinggi sikapnya yang kemudian dikelompokkan
kedalam kategori (3) jika yakin, kategori (2) kurang yakin, kategori
(1) jika tidak yakin.
e. Harga pasar merupakan harga yang diperoleh petani dari penjualan
hasil budidaya padi organik dengan hitungan angka yang stabil dan
menguntungkan petani. Diduga semakin baik harga pasar, semakin
tinggi sikap petani yang kemudian dikelompokkan kedalam kategori
(3) jika baik, kategori (2) jika kurang baik, kategori (1) jika tidak baik.
Penerapan teknologi pertanian organik yang dipengaruhi pendidikan non
harga pasar tersebut dikelompokan kedalamtabel indikator skor dengan
[image:45.595.108.512.210.576.2]penghitungan setiap itemnya sebagai berikut:
Tabel 9. Skor Indikator Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budidaya Padi Organik Dalam Penelitian
No Item Skor
1 2 3
1 Pendidikan non formal Tidak pernah memperoleh pendidikan non formal Kadang - kadang memperoleh pendidikan non formal Sering memperoleh pendidikan non formal
2 Kekosmopolitan Tidak aktif dalam mencari informasi Kurang aktif dalam mencari informasi Aktif dalam mencari informasi
3 Akses terhadap sarana produksi Sulit dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi Agak sulit dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi Mudah dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi
4 Nilai-nilai kelompok dalam budidaya padi organik Tidak yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok Kurang yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok
Yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok
5 Harga pasar Tidak baik dalam harga pasar penjualan padi organik Kurang baik dalam harga pasar penjualan padi organik
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data dikumpulkan dari seluruh
responden dan kemudian dilakukan tabulasi data. Berikut teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Untuk mengetahui profil kelompok dan profil anggota di Kelompok
Tani“Madya” yang menerapkan teknologi pertanian padi organik
menggunakan analisis deskriptif yaitu memaparkan keseluruhan yang terkait
dengan profil kelompok dan profil anggota kelompok.
2. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di
Kelompok Tani“Madya” di analisis menggunakan analisis deskriptif tabel.
Analisis deskriptif tabel dipilih karena mampu mendeskripsikan dan
menggambarkan tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di
Kelompok Tani“Madya”. Hasil jawaban kuesioner dari responden diukur dan
dikelompokkan dalam beberapa kategori sesuai variabel dengan rumus
penghitungan menggunakan interval sebagai berikut:
=
= 3 � 32 (1 � 32)
3 =
96 32
3 = 21,33
Tabel 10. Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Kategori Tingkat Penerapan Teknologi
Pertanian Padi Organik
Kisaran Skor
Tidak Sesuai 32 – 53,33
Kurang Sesuai 53,34 – 74,66
Sesuai Kisaran Skor
Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi
organik setiap indikatornya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11. Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Setiap Indikator
No Indikator Kisaran skor
Kategori Tidak
Sesuai
Kurang
Sesuai Sesuai 1 Pemilihan Varietas 2 - 6 2 - 3,33 3,34 - 4,66 4,67 – 6 2 Pembenihan 5 - 15 5 - 8,33 8,34 - 11,66 11,67 – 15 3 Penyiapan Lahan 6 – 18 6 - 10 10,1 - 14 14,1 – 18 4 Penanaman 3 - 9 3 – 5 5,1 - 7 7,1 – 9 5 Perawatan 11 – 33 11 - 18,33 18,34 - 25,66 25,67 – 33 6 Panen 5 – 15 5 - 8,33 8,34 - 11,66 11,67-15
Jumlah Total 32 – 96 32 - 53,33 53,34 - 74,66 74,67 – 96
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan
teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya” menggunakan
penyajian data dengan metode analis deskriptif tabel. Analisis deskriptif tabel
dipilih karena mampu memberi menggambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Kebonagung
1. Lokasi Desa Kebonagung
Desa Kebonagung merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak sekitar 8
kilometer dari Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Bantul atau sekitar 2
kilometer dari Ibukota Kecamatan Imogiri. Batas administrasi Desa Kebonagung
dengan desa-desa yang ada di sekitarnya adalah sebagai berikut.
i. Sebelah Utara : Desa Karang Talun
ii. Sebelah Selatan : Desa Sriharjo
iii. Sebelah Barat : Desa Canden
iv. Sebelah Timur : Desa Karang Tengah
Secara administrasi Desa Kebonagung memiliki luas wilayah 183,1105 Ha
dan terbagi dalam 5 perdukuhan dan 23 RT (Rukun Tetangga).
Perdukuhan-perdukuhan tersebut yaitu Pedukuhan Mandingan, Pedukuhan Kanten, Pedukuhan
Jayan, Pedukuhan Kalangan dan Pedukuhan Tlogo.
2. Kondisi fisik wilayah Desa Kebonagung
a. Secara Topografi
Wilayah Desa Kebonagung membujur arah utara-selatan, di wilayah timur
terdapat jalan provinsi, jalur wisata menuju pantai Parangtritis Bantul dan pantai
dan dilalui sungai Opak di sebelah barat desa. Topografi Desa Kebonagung
berupa dataran rendah dengan curah hujan 1.930 mm/tahun dan berada pada
ketinggian 120 m diatas permukaan laut yang berdampak pada kondisi tanah yang
cukup subur.
b. Secara hidrologi
Desa Kebonagung dilalui sungai Opak, sehingga untuk perairan lahan
pertanian berbasan dari Bendungan Tegal. Adapun bendungan Tegal selain untuk
mengairi lahan pertanian juga mempunyai keindahan alam sehingga berpotensi
untuk dikembangkan sebagai objek wisata dan berpotensi untuk budidaya
perikanan air tawar.
c. Secara Geologi
Wilayah Desa Kebonagung memiliki keadaan geologinya berupa dataran
Alucium yang terbentang mulai dari kerucut Gunung Api hingga dataran fluvial
gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan
sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik.
B. Keadaan Penduduk
Data kependudukan tahun 2009 yang didapatkan penulis dari Kantor Desa
Kebonagung menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Kebonagung sebanyak
Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Desa Kebonagung
No. Pedukuhan Jumlah Penduduk (orang) Kepala Keluarga (orang)
1. Madingan 562 206
2. Kanten 712 230
3. Kalangan 808 260
4. Jayan 903 281
5. Tlogo 725 234
Jumlah 3.710 1.211
Jumlah tersebut merupakan total keseluruhan yang meliputi lima
pedukuhan (Madingan, Kanten, Kalangan, Jayan, dan Tlogo.) Keadaan penduduk
Desa Kebonagung dalam penelitian ini dilihat menurut. Keadaan penduduk Desa
Kebonagung dalam penelitian ini dilihat menurut jenis kelamin, usia, pendidikan
dan mata pencaharian.
1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk perempuan lebih besar dari pada penduduk laki-laki
dengan selisih 130 jiwa. Jenis kelamin berpengaruh dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh masyarakat. Keadaan penduduk Desa Kebonagung menurut jenis
[image:50.595.109.511.126.245.2]kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 13. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Pedukuhan Laki-laki Perempuan Total
1. Madingan 281 294 562
2. Kanten 331 378 712
3. Kalangan 403 415 808
4. Jayan 416 467 903
5. Tlogo 359 366 725
Jumlah 1.790 1.920 3.710
Melihat struktur penduduk seperti pada dalam tabel 13,diketahui bahwa
pedukuhan Jayan memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan
dengan pedukuhan lain. Hal ini juga menunjukkan pedukuhan Jayan mempunyai
daerah yang lebih luas. Luas lahan yang terdapat dipedukuhan ini kemudian dapat
mendukung berkembangnya pengelolaan lahan pertanian.
2. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan penunjang kemajuan dan kesejahteraan masyarakat
suatu daerah. Semakin banyak jumlah penduduk yang berpendidikan, maka dapat
diiringi oleh semakin tingginya kreatifitas masyarakat didaerah tersebut. Desa
Kebonagung memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
Struktur pendidikan di desa tersebut meliputi penduduk yang belum sekolah, telah
memiliki ijazah PAUD/TK, SD, SMP, SMU/K, Akademisi/Perguruan tinggi pun
tidak sekolah. Keadaan penduduk Desa Kebonagung menurut pendidikan dapat
[image:51.595.111.517.526.721.2]dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 14. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
No. Tingkat
Pendidikan Mandingan Kanten Kalangan Jayan Tlogo
Jumlah Presentase (%)
1 Belum
Sekolah 41 62 59 62 48 272 7,3
2 Ijazah PAUD
dan TK 26 60 54 66 31 237 6,4
3 Ijazah SD 168 151 150 27