• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA KELOMPOK TANI SRI MAKMUR DALAM BUDIDAYA PADI ORGANIK DI DESA SUKOREJO KECAMATAN SAMBIREJO KEBUPATAN SRAGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA KELOMPOK TANI SRI MAKMUR DALAM BUDIDAYA PADI ORGANIK DI DESA SUKOREJO KECAMATAN SAMBIREJO KEBUPATAN SRAGEN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun Oleh: MURNI SHINTA DEWI

20120220073

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

i

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulilah telah selesainya karya tulis ini yang kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan Mamak. Terima kasih untuk semua pengorbanan, doa, nasehat dan bimbingan serta dukungan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kesehatan, umur yang panjang, perlindungan, dan kemudahan rizki kepada Bapak, Mamak sekeluaga. Aamiin ya Allah

2. Kedua saudaraku, Mbak Susi Wulandari dan adekku Sekar Hanum Putri Wijaya. Terimakasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

3. Mbok Kartini dan Mbah Kakung terimakasih yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.

4. Keluarga Kos Mustika Rizki Maulidya, Rizki Tri, dan Intari Endah. Terimakasih selama 4 tahun selalu bersama dan terimakasih atas perhatian dan kasih sayang yang sudah kalian berikan, semoga Allah melindungi dan memberi kesuksesan kepada kita semua. Aamiin ya Allah.

(3)

ii

6. Rizki Agung Wicaksono, Terimakasih sudah memberi semangat, dukungan dan bantuan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberi kemudahan dan kesuksesan . Aamiin ya Allah

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt atas segala limpahan Rahmat Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua, khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA

KELOMPOK TANI SRI MAKMUR DALAM BUDIDAYA PADI

ORGANIK DI DESA SUKOREJO KECAMATAN SAMBIREJO

KABUPATEN SRAGEN”.

Terimakasih kepada kedua orang tua saya Bapak Mulyadi dan Ibu Kustami yang senantiasa selalu mendukung, bantuan dan selalu mendoakan penulis. Dengan penuh rasa hormat yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.Ir Indardi, M. Si selaku pembimbing utama dan Bapak Dr. Ir. Widodo, MP selaku pembimbing pendamping yang telah berkenan membimbing serta mengarahkan penulis dengan sabar selama menyelesaikan usulan penelitian ini. Terimaksih Ir. Siti Yusi Rusimah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kelompok tani “Sri Makmur” dan petani yang berada di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen petani yang telah bersedia menjadi responden bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mohon saran mupun masukan apabila dalam skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian. Semoga Skripsi ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum. wr.wb

Yogyakarta, 08 Juni 2016

(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR BAGAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Kegunaan Penelitian ... 5

II. KERANGKA PENDEKTAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Teknik Pengambilan Sampel ... 37

B. Teknik Pengambilan Data ... 37

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 38

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 43

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 45

A. Keadaan Alam ... 45

B. Keadaan Penduduk ... 46

C. Keadaan Pertanian ... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Profil Kelompok Tani Sri Makmur ... 52

B. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik ... 60

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi dalam budidaya padi organik ... 78

VI. PENUTUP ... 85

(6)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik... 44

Tabel 2. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Setiap Indikator 44 Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Kenis Kelamin di Desa Sukorejo ... 47

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Umur Di Desa Sukorejo ... 48

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 48

Tabel 6. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 49

Tabel 7. Keadaan Pertanian di Desa Sukorejo ... 50

Tabel 8. Usia Produktif Anggota Kelompok Tani Sri Makmur ... 56

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok Tani Sri Makmur ... 57

Tabel 10.Pekerjaan Anggota Kelompok Tani Sri Makmur. ... 58

Tabel 11. Pendapatan Anggota Kelompok Tani Sri Makmur Selama 1 Tahun .... 59

Tabel 12. Luas Lahan Anggota Kelompok Tani Sri Makmur ... 60

Tabel 13. Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik ... 61

Tabel 14. Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik setiap indikator .. 62

Tabel 15. Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik. Pada tahapan pemilihan varietas ... 63

(7)

vi

Tabel 17. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. Pada Tahapan Penyiapan Lahan ... 65 Tabel 18. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. Pada Tahapan

Penanaman ... 67 Tabel 19. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. Pada Tahapan

Perawatan ... 68 Tabel 20. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. Pada Tahapan

Panen ... 71 Tabel 21. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. Pada Tahapan

Pasca Panen Item Tempat Pengeringan ... 73 Tabel 22. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Pada Taham

Pasca Panen Item Penyimpanan Padi Kering ... 75 Tabel 23. Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap pasca

panen terdapat item penggilingan ... 77 Tabel 24. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Dalam Kelompok

Pendidikan Non Formal ... 79 Tabel 25. Pengaruh Lama Usaha Tani Dalam Tingkat Penerapan Teknologi

Budidaya Padi Organik ... 81 Tabel 26. Pengaruh Tingkat Kosmopolitan Dalam Tingkat Penerapan Teknologi

(8)

vii

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Kerangka Pemikiran... 36 Bagan 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Sri Makmur ... 54

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(9)
(10)

TEKNOLOGI PADA KELOMPOK TANI SRI MAKMUR DALAM BUDIDAYA PADI ORGANIK DI DESA SUKOREJO, KECAMATAN

SAMBIREJO, KABUPATEN SRAGEN

Factors that influence the level of application technology in group farming of Sri Makmur in Cultivating Organic rice at Sukorejo Village, Sambirejo

District ,Sragen Regency. Murni Shinta Dewi

Ir. Indardi, M.Si. / Dr. Ir. Widodo, MP Agribusiness Department Faculty of Agriculture

University of Muhammadiyah Yogyakarta Abstract

The aims of this research are to find information about Sri Makmur member’s profile, the level of application technology in cultivate organic rice, and factors which influence the level of application technology in organic rice cultivation. Respondents in this research are decided by random sampling method. Data is analyzed by table description. The result of this research shows that level of application technology in organic rice cultivation is in high category because farmers have been applying the cultivation based on INOFICE standard. Informal education, time of farming, and level of cosmopolitan are not influence the level of application technology in organic rice cultivation.

(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah dan didukung oleh partisipasi masyarakat dengan menggunakan teknologi terpilih (Mardikanto 1996). Pada pengertian diatas dapat diartikan bahwa pembangunan merupakan upaya untuk menuju perubahan yang lebih baik yaitu dengan cara inovasi teknologi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.

(12)

pestisida kimia secara berlebiahan untuk mendongkrak produktifitas padi. (Banoewidjojo 1983)

Oleh karena itu permasalahan yang ditimbulkan dari sektor pertanian tersebut adalah rusaknya lahan pertanian karena teracuni zat kimia atau anorganik yang mengakibatkan menurunnya produktifitas lahan, sehingga produk pertanian juga ikut tercemari zat kimia yang berdampak pada kesehatan konsumen. Sejak akhir tahun delapan puluhan, mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Hasil tanaman tidak menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun telah digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan pengelolaan hara secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi. (Sutanto 2002)

(13)

Salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan hasil usahatani adalah melalui penerapan teknologi baru. Dengan adanya penerapan teknologi baru, diharapkan produksi dapat ditingkatkan jumlah dan mutunya, akan tetapi jumlah produksi naik yang berarti harga setiap kesatuan naik, maka pendapatan usahatani naik juga. Pengalaman dibutuhkan dalam hal ini karena tidak setiap penerapan teknologi baru akan berpengaruh terhadap penghasilan setiap usahatani, lazimnya penerpan teknologi baru membawa persyaratan lebih berat sehingga menyebabkan pembiayaan yang lebih tinggi. Misalnya dalam budidaya pertanian organik benih yang digunakan benih yang unggul sehingga padat meningkatkan produksi, pemupukan yang digunakan adalah pupuk organik yang tidak mengandung bahan kimia. (Banoewidjojo 1983)

Pertanian organik merupakan suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman (Sutanto 2002). Sragen merupakan Kabupaten yang sudah menerapkan teknologi budidaya padi organik sejak tahun 2001. Akan tetapi pada tahun pertama sampai tahun keempat lebih dikenal dengan padi semi organik karena padi yang ditanam masih mengandung bahan kimia, setelah tiga sampai empat tahun baru bisa dikatakan sebagai beras organik, karena tanah yang mengandunng bahan kimia sudah hilang.

(14)

untuk budidaya padi organik terdiri dari 5 kelompok yang total petanian sebanyak 725 orang. Kelompok tani yang bergabungn adalah kelompok tani Sri Rejeki dengan luas lahan 29 ha, Gemah Ripah dengan luas lahan 28 ha, Margo Rukun I dengan luas 27 ha, Margo Rukun II dengan luas lahan 16 ha dan Sri Makmur dengan luas lahan 32 ha. Sri Makmur merupakan kelompok tani yang memiliki luas lahan paling luas dibandingkan dengan kelompok tani yang lainnya. (Pemda Sragen 2014)

Kelompok tani Sri Makmur adalah kelompok tani yang berada di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Kelompok tani merupakan wujud dari kebersamaan warga desa untuk mewujudkan visi dan misi untuk meningkatkan pangupojiwo yang semuanya hampir berprofesi sebagai petani padi. Kelompok tani Sri Makmur berdiri sejak tahun 2000 dengan luas lahan 32 ha. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji bagimana tingkat penerapan teknologi pada kelompok tani Sri Makmur dalam budidaya padi organik, sehingga mereka bersedia menerapkan pertanian organik dalam usaha taninya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dikaji oleh peniliti adalah sebagai berikut:

(15)

2. Bagaimana tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada kelompok tani Sri Makmur di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengruhi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada kelompok tani Sri Makmur di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen?

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui profil kelompok tani Sri Makmur di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Srgen.

2. Mengetahui tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada kelompok tani Sri Makmur di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.

C. Kegunaan Penelitian

(16)

1. Bagi peneliti, hasil dari penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan untuk lebih mendalami pengetahuan budidaya padi organik.

2. Bagi pemerintah dan pihak lembaga yang terkait sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan budidaya padi organik.

3. Bagi kelompok tani dan masyarakat lainnya, diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengetahuan dalam proses penerapan budidaya padi organik.

(17)

7

II. KERANGKA PENDEKTAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan pertanian

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan kepadanya serta menjamin bahwa pembangunan menyeluruh itu akan benar-benar bersifat umum, dan mencakup penduduk yang hidup dari bertani yang jumlahnya besar. Pembangunan pertanian bukan semata-mata hasil kerja para petani saja, melainkan hasil kegiatan para petani beserta keluarganya, para pembuat undang-undang, insinyur yang membuat jalan raya, pedagang, pengusaha pabrik, guru, dokter hewan, redaktur dan tiap-tiap warganegara yang ikut memilih pejabat negara dan ikut mempengaruhi pembuatan undang-undang negaranya. (Mosher 1978)

Mosher (1978) mengemukakan bahwa terdapat lima macam fasilitas dan jasa yang harus tersedia bagi para petani jika pertanian hendak dimajukan. Masing-masing merupakan syarat pokok. Tanpa salah satu dari syarat pokok tidak akan ada pembangunan pertanian. Kelima syarat pokok itu adalah:

1. Pasaran untuk hasil usahatani 2. Teknologi yang selalu berubah

(18)

5. Pengangkutan

Selain syarat pokok, terdapat juga faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian. Faktor tersebut berguna tidak berpengaruh secara mutlak. Pembangunan pertanian dapat terjadi, meskipun salah satu atau lebih dari faktor-faktor itu tidak ada. Faktor-faktor pelancar itu ialah:

1. Pendidikan pembangunan 2. Kredit produksi

3. Kegiatan bersama oleh petani

4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian

2. Kelompok Tani

Mosher (1967) dalam Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa salah satu syarat pembangunan pertanian adalah adanya kerja sama kelompok tani, oleh kerena itu di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani yang diawali dengan kelompok-kelompok yang kegiatannya untuk mendenganrkan penyuluh dalam melakukan penyuluhan pertanian dan mengatasi hama penyakit yang terdapat dalam budidaya padi organik. Kemanfaatan dibentuknya kelompok tani yaitu meningkatnya produktivitas.

(19)

pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Karena itu kelompok berbeda dengan kerumunan

orang-orang yang meskipun secara fisik keliatannya bersatu, tetapi antar individu yang berada dalam kerumunan tersebut sebenarnya tidak ada hubungan atau interaksi apapun itu.

Menurut Tomosoa (1978) dalam Mardikanto (1993) salah satu ciri terpenting kelompok adalah dikatakan sebagai satu kesatuan sosial yang memiliki kepentingan bersama dan tujuan bersama. Tujuan tersebut dicapai melalui pola interaksi yang mantap dan masing-masing individu yang menjadi anggotanya memiliki perannya sendiri-sendiri. Karena itu kelompok dapat diartikan sebaggai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu memiliki ikatan yang nyata, memiliki interaksi dan interelasi antara anggota, memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas, memiliki kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama, dan memiliki keinginan dan tujuan yang sama.

(20)

Alasan dibentuknya kelompok tani menurut Wong (1979) dalam Mardikanto (1993) menunjukkan adanya asumsi tentang kecenderungan alami masyarakat petani untuk menunjukkan ke arah kegiatan kerja sama. Dalam hubungan ini perlunya dibentuk kelompok tani untuk menaikkan kemakmuran masyarakat dari kenaikan produktivitas dan kenaikan distribusi pendapatan yang lebih merata. Beberapa keuntungan terbentuknya kelompok tani adalah untuk memanfaatkan secara lebih baik semua sumber daya yang tersedia, dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan, dan adanya alasan idiologis yang mewajibkan para petani untuk terikat dalam kelompok tani tersebut.

3. Pertanian Organik

Istilah pertanian organik merupakan himpunan seluruh petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan dari bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat, mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah dengan cara menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan gerakan “kembali ke alam”. (Sutanto 2002).

(21)

dan limbah organik dalam jumlah yang cukup. Misalnya, limbah digunakan untuk makan ternak, jerami padi diminati pabrik kertas. (Sutanto 2002)

Sistem pertanian organik merupakan hukum pengembalian yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makan langsung kepada tanaman. (Von

Uexkull 1984) dalam (Bonoewidjojo 1983)

Strategi dalam pertanian organik memindahkan hara secepatnya dari sisi tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya telah mengaalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga dapat cepat diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. (Sutanto 2002)

(22)

hara, oksigen dan air yang diserap tanaman melalui perakaran, tanah yang kaya akan bahan organik lebih cepat panas dari pada tanah yang secara terus menerus dipupuk dengan pupuk kimia, tanaman. Tanah yang kaya akan bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terikat mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar, hara yang digunakan oleh mikroorganisme bermanfaat dapat mempercepat pelepasan hara dan pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik tanah, tetapi dengan menggunkan pupuk kimia pengolahan tanah menjadi lebih mudah. (Sutanto 2002)

4. Teknik Budidaya Padi Organik

(23)

a. Pemilihan Varietas

Tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan secara organik. Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemulihan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, tetapi pada umumnya padi hibrida hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Tanpa pupuk kimia maka padi tersebut tidak akan tumbuh subur dan berproduksi optimal.

Varietas padi yang cocok ditanaman secara organik hanyalah jenis atau varietas alami. Supaya berproduksi optimal, jenis padi tidak menentuk penggunaan pupuk kimia. Memang dampak pertanian modern yang hanya menggunakan varietas unggul atau hibrida adalah merosotnya keanekaragaman hayanti varietas alami. Padi varietas alami yang dapat dipilih untuk ditanaman secara organik antara lain adalah rojolele, mentik, pandan, dan lestari. Akan tetapi rojolele tergolong memilki umur yang lebih lama dibandingkan dengan yang lain. b. Pembenihan

Pembenihan merupakan salah satu tahapan dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu ditempat lain. Pembenihan budidaya padi secara organik pada dasarnya tidak berbeda dengan pembenihan pada budidaya padi biasa.

c. Penyiapan Lahan

(24)

bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa sehingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersedian air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid yang dapat larut. Keadaan ini akan berakibat makin banyak unsur hara yang diserap oleh akar tanaman. Langkah awal pengolahan tanah sawah adalah memperbaiki pematang sawah. Perbaikan pematang sawah dilakukan dengan cara ditinggikan dan lubang-lubang ditutup kembali. Adanya lubang memungkinkan air ditutup keluar dari lahan. Padahal, lahan penanaman ini harus tergenang air selama seminggu sebelum pengolahan tanah selanjutnya.

Setelah direndam selama seminggu, biasanya tanah sudah lunak dan pembajakan dapat segera dilakukan. Pembajakan sawah dapat menggunakan traktor atau cara tradisional dengan menggunakan tenaga hewan. Kedua cara tersebut dapat dipilih asalkan tujuan pembajakan dapat tercapai, yaitu pembalikan tanah. Selain untuk pembalikan tanah, pembajakan pun bermanfaat untuk memberantak gulma. Dengan membajak tanaman pengganggu dan biji-biji padi akan terbenam dan terurai. Dari dua cara tersebut menurut petani padi organik, cara pembajakan dengan menggunakan tenaga hewan atau cara tradisional akan lebih baik, hal tersebut dikarenakan mata bajak tradisional akan lebih dalam masuk kedalam tanah sehingga pengolahan menjadi lebih sempurna.

(25)

kembali agar bongkahan tanah menjadi semakin kecil. Pembajakan kedua ini pun tidak dapat diganti dengan pencangkulan. Prinsip pembajakan kedua ini adalah agar bongkahan tanah menjadi makin kecil. Pada pembajakan bongkahan kedua ini pemberian pupuk dasar dapat dilakukan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang mentah sebanyak 5 ton/ha sawah. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan dengan cara ditebarkan hingga merata keseluruh tanah.

Lahan yang sudah dibajak kedua kalinya dibiarkan tergenang kembali selama empat hari. Empat hari kemudian lahan digaru baik dengan cara tradisional maupun modern. Setelah empat hari digaru, tanah sudah menjadi lumpur halus dan pupuk kandang sudah menyatu sempurna dengan tanah, lalu penanaman bibit sudah dapat dilakukan.

d. Penanaman

Apabila lahan sudah siap ditanami dan bibit dipersemaian sudah memenuhi syarat maka penanaman dapat segera dilakukan. Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm dan bebas dari serangan hama penyakit. Umur bibit jarak tanam dilahan pun berpengaruh terhadap produktivitas. Penentuan jarak tanam jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah.

(26)

yang dimasukkan kedalam rumpun adalah 3-4 tergantung kondisi bibit dan sifat varietasnya. Apabila bibitnya kokoh dan sehat maka setiap rumpun ditanami 3 bibit saja akan tetapi apabila bibitnya kurang kokoh dan kurang sehat maka ditanami sebanyak 4 bibit

e. Perawatan

Terdapat perbedaan yang mencolok antara budidaya padi organik dengan non-organik (modern) terletak pada pemupukan dan pemberantasan hama penyakit. Bila pada budidaya non-organik digunakan pupuk dan pestisida kimia, pada budidaya organik digunakan pupuk dan pestisida alami. Untuk kegiatan lain seperti penyulaman, pengolahan tanah ringan, penyiangan, serta pemasukan dan pengeluaran air tidak berbeda dengan budidaya secara non-organik.

f. Penyulaman dan Penyiangan

Meskipun bibit berasal dari benih yang terseleksi dan ditanam dengan cara yang benar, tetapi tetap saja ada beberapa di antaranya kemungkinan tidak tumbuh. Oleh karena itu, bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati harus segera diganti dengan bibit baru (disulam). Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam.

(27)

diperlukan agar tanaman padi dapat tumbuh sempurna sehingga produktivitasnya menjadi tinggi.

g. Pengairan

Supaya produktivitas dan pertumbuhan tanaman menjadi baik, penggenangan bukan dilakukan secara sembarangan. Ketinggian air genangannya perlu disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman sebagai berikut:

1) Awal pertumbuhan

Setelah bibit padi ditanam, petakan sawah harus digenangi oleh air setinggi 2-5 cm dari permukaan tanah. Penggenangan air ini dilakukan selama 12-5 hari. Air harus dipertahankan pada ketinggian tersebut. Penggenangan air ini pun juga dapat menghambat pertumbuhan gulma karena gulma akan sulit tumbuh pada air dangkal.

2) Pertumbuhan anakan

Pada fase pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3-4 cm hingga tanaman terlihat bunting. Bila ketinggian air lebih dari 5 cm, pembentukan anak atau tunas akan terhambat. Sebaiknya, bila ketinggian airnya kurang dari 3 cm gulma akan mudah tumbuh.

3) Masa bunting

(28)

4) Pembuangan

Selama fase pembuangan, ketinggian air dipertahankan antara 5-10 cm. Kebutuhan air pada fase ini cukup banyak. Namun, bila tampak keluar bungan maka sawah perlu dikeringkan selama 4-7 hari. Setelah bunga muncul air segar dimasukkan kembali agar makanan dan air dapat diserap sebanyak-banyaknya oleh akar.

h. Pengendalian OPT

Pengendalian OPT dilakukan 2-3 minggu dan dengan menggunakan bahan organik dengan cara pestisida nabati disemprotkan ke dalam tanaman padi dengan menggunakan sprayer. Pestisida yang digunakan akan disesuaikan dengan hama penyakit yang menyerang tanaman padi.

i. Pemupukan

Pemupukan organik yang digunakan sebagai pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 5 ton/ha. Lain dengan penggunaan pupuk kimia yang dosisnya meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan untuk pemupukan dengan menggunakan bahan organik justru cenderung makin menurut. Pemupukan susulan dilakukan tiga kali selama musim tanam. Pemupukan tahap pertama dilakukan saat tanaman umur 25-60 hari dengan frekuensi seminggu sekali.

j. Panen

(29)

organik tidak berbeda dengan padi yang ditanan secara konvensional. (Andika, 2005)

1)Saat panen

Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyababkan kualitas butiran gabah menjadi rendah, yaitu banyak butiran hijau atau butiran berkapur. Bila hal ini yang terjadi nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butiran gabah yang sudah dimakan burung dan tikus. Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butiran gabah yang menguning sudah mencapai 80% dan tangkainya sudah menunduk.

2)Cara Panen

Secara tradisional padi ditanam dengan rapat - rapat. Hanya saja panen dengan alat ketam akan lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung dengan cepat, alat yang digunakan adalah sabit.

3)Perontokan

(30)

batang padi dipukul – pukulkan kekayu sehingga gabah berjatuhan. Selain dipukul – pukulkan, malai padi dapat diinjak – injak agar gabah rontok.

k. Pasca Panen

Kegiatan pasca panen merupakan perlakuan pada padi setelah dipanen, yaitu meliputi pengeringan dan penggilingan. (Andoko, 2005)

1) Pengeringan

Pengeringan dilakukan sebelum penggilingan, agar padi tahan lama dalam penyimpanan maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah pada umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan diatas lantai semen terbuka. Pada saat penjemuran, petani harus rajin mengeluarkan gabah pada saat panas dan memasukkan kembali ke gedung sementara pada saat mendung atau gerimis. Lama penjemuran tergantung kondisi iklim atau cuaca. Bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari.

2) Penggilingan

(31)

Sedangkan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggilingan gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada tahap kedua beras akan menjadi putih bersih. 3) Penyimpanan beras

Beras organik yang sudah digiling baik denga cara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknis penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual. Umunya beras disimpan digudang setelah dikemas menggunakan karung, pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.

Penyimpanan dalam gudang dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk menyerang beras yang kurang kering, akan tetapi hama bubuk tidak akan menyerang beras kering karena keras. Selain itu hama bubuk menyukai tempat yang lembab menyebabkan, agar menjadi kering, gedung perlu dilengkapi dengan ventilasi udara. Ventilasi ini juga bertujuan agar hama lain seperti tikus tidak akan betah tinggal didalamnya.

5. Difusi Teknologi a. Adopsi Inovasi

(32)

sikap ( affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar tau, akan tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dengan kehidupan dan usaha-usaha secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. (Mardikanto 1993)

Adopsi merupakan hasil dari kegiatan penyampaian pesan penyuluhan yang berupa inovasi, masa proses adopsi itu dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku. Pengartian adopsi sering rancu dengan adaptasi yang artinya penyesuaian, Didalam proses adopsi dapat juga berlangsung proses penyesuaian, tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Sedangkan adopsi, benar-benar merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru, yaitu menerima sesuatu yang baru yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain. (Mardikanto, 1993)

b. Tingkatan Adopsi

(33)

1) Awareness atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh

2) Interest atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

3) Evaluation atau penilaian terhadap baik buruknya manfaat inovasi yang telah diketahui informsinya secara lebih lengkap. Pada penileai ini masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknis saja, tetapi juga aspek ekonomi dan aspek-aspek sosial budaya.

4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk sekala yang lebih luas lagi.

5) Adaption atau menerima / menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan atau diamati sendiri.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi

Menurut Lionberger (1960) dalam Mardikanto (1993) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi antara lain adalah :

1) Luas usaha tani, semakin luas usaha tani biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi lebih baik.

(34)

3) Keberanian mengambil resiko, sebab pada tahap awal biasanya tidak terlalu berhasil seperti yang diharapkan. Karena itu, individu memiliki keberanian yang menghadapi resiko kebiasaan yang lebih inovatif.

4) Umur, semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cendurung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat

5) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi diluar lingkuangan sendiri. Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang diluar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibandingkan mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat.

6) Aktifitas mencari informasi dan ide-ide baru. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan orang-orang yang pasif apalagi yang selalu kaptif (tidak percaya) sesuatu yang baru.

7) Sumber informasi yang dimanfaatkan, golongan yang inovatif biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi seperti : lembaga pendidikan, lembaga penelitian, Dinas-dinas yang terkait, media masa, tokoh masyarakat (petani) setempat maupun dari luar.

(35)

6. Manfaat Dan Proses Sertifikasi Pertanian Organik

Djazuli (2014 mengemukakan bahwa dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk organik yang mempunyai nilai tambah yang cukup nyata, maka muncul pelaku usaha yang melakukan tindak tindakan yang tidak terpuji dengan melabel dan menjual produk konvensional mereka sebagai produk organik. Untuk menekan kerugian masyarakat konsumen produk organik, maka Pemerintah dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional bersama-sama dengan Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO) telah mensosialisasikan aturan sertifikasi dan mengharuskan bagi semua pelaku usaha pertanian organik untuk mensertifkasikan semua produk organiknya ke Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) nasional yang telah terakreditasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) ataupun LSO Internasional. Sampai saat ini di Indonesia ada delapanLSO yang terdaftar dan terakreditasi oleh KAN antaralain Sucofindo, MAL, INOFICE, Sumbar,Lesos, Biocert, Persada, dan SDS (Hidayat, 2014).Disamping sebagai penjamin bagi konsumen produk organik, ada beberapa manfaat lain dari program sertifikasi antara lain:

a. Memberi jaminan terhadap produk PO yang tersertifikasi dan memenuhi persyaratan sistem PO nasional (SNI 6729:2013) dan internasional (Codex & IFOAM) dengan kewajiban memasang logo Organik Indonesia yang pada setiap kemasan produk organik.

(36)

c. Menjamin praktek perdagangan yang etis dan adil baik bagi produsen maupun konsumen produk organik

d. Memberikan nilai tambah pada produk organik dan mendorong meraih akses pasar baik di dalam maupun di luar negeri.

e. Mendukung Program Go Organik Indonesia yang telah diluncurkan sejak tahun 2010 yang lalu mendukung Indonesia sebagai produsenpertanian organik utama dunia.

Secara umum, proses sertifikasi pertanian organik di Indonesia termasuk, mudah, namun demikian, kurangnya pemahaman dan beragamnya kesiapan para calon produsen atau pelaku usaha pertanian organik terhadap butir-butir aturan yang terdapat di dalam SNI Pertanian Organik yang menyebabkan terhambatnya proses sertifikasi tersebut. Materi SNI 6729:2013 dengan mudah dapat diunduh dari www.bsn.go.id, atau langsung bisa mendapatkan dari LSO pada saat pendaftaran.Di dalam SNI 6729:2013 Lampiran B dicantumkan tatacara dan aturan penggunaan bahan yang dilarang, diperbolehkan, dan yang diperbolehkan.

Tabel 1. Bahan yang dibolehkan, dibatasi, dan dilarang menurut SNI 6729:3012 (BSN, 2013)

Bahan yang diperbolehkan Bahan yang di perbolehkan tapi dibatasi

Bahan yang dilarang 1. Pupuk hijau

(37)

6. Kompos limbah sayuran 15. Batuan Kalium sulfat 16. Batuan Magnesium

(38)

27. Sodium nitrat alami 28. Mulsa plastik

Dalam proses sertifikasi, ada limatahapan kegiatan yangperlu dilaksanakan antara lain:

a. Pengajuan permohonan sertifikasi produk organik oleh pelaku usaha bisa melalui pendaftaran secara online ataupun langsung datang ke LSO sekaligus menyertakan lingkup sertifikasi yangdiinginkan oleh Pelaku Usaha.

b. Selanjutnya LSO akan memberikan formulir pendaftaran yang harus diisi dan mdikirimkan kembali oleh Pelaku Usaha ke LSO untuk dilakukan audit kecukupan oleh LSO.

c. Apa bila hasil audit menyatakan cukup dan layak, maka LSO akan memberikan penawaran biaya sertifikasi sekaligus memberikan jadwal dan nama petugas inspektor yang akan melakukan inspeksi.

d. Pelaksanaan inspeksi dilakukan sesuai dengan SNI 6729:2013 yang intinya ada dua kegiatan utama antara lain pelaksanaan audit dokumen dan inspeksi lapang. Tugas utama dari Inspektor adalah memotret dan merekam semua proses sistem organik yang dilakukan oleh Pelaku Usaha. Apabila ada hal-hal yang kurang sesuai dengan SNI 6729:2013 maka akan dicatat dalam lembaran ketidak sesuaian (LKS) dan diberikan ke Pelaku Usaha untuk diperbaiki. e. Hasil inspeksi di lapang dan tindakan perbaikan oleh Pelaku Usaha akan

(39)

Usaha. Apabila Komisi Sertifikasi meluluskan, maka LSO akan menerbitkan sertifikat kelulusan yang berlaku tigatahun dan sertifikat tersebut akan diserahkan oleh Pimpinan LSO kepada pelaku usaha sekaligus pemberian hak penggunaan logo Organik Indonesia. Sertifikat Organik berlaku selama tiga tahun dan minimal sekali setahun dilakukan surveilen.

Masalah utama sertifikasi yang sering dijumpai selama proses sertifikasi antara lain:

a. Keragaman pemahaman Pelaku Usaha akan SNI 6729 tentang Sistem Pertanian Organik sehingga untuk pengisian formulir harus dibantu oleh LSO. b. Dokumen sistem mutu atau company profileyang merupakan acuan pelaku

usaha untuk berbudidaya organik seringkali tidak konsisten dan berbeda dengan tindakan yang dilaksanakan di lapang. Pembuatan dokumen atau SOP harus sesuai dan sama dengan seluruh kegiatan yang dilaksanakan di lapang. Kurangnya catatan atau rekaman dari proses berbudidaya, menyebabkan Inspektor tidak bisa memantau kegiatannya secara benar dan lengkap.

c. Peta lokasi dan peta lahan yang dibuat tidak jelas dan tidak ada atau kurangnya keterangan atau legenda terutama lahan diluar lahan organik yang bersifat konvensional yang berbatasan dengan lahan organik.

(40)

diperlukan tanaman atau bangunan penghalang (barrier) yang berfungsi mencegah danmengurangi adanya pencemaran pestisida melalui udara.

e. Air pengairan yang menjadi sumber utama dari lahan organik yang berasal dari perairan umum atau limpahan dari lahan konvensional seringkali menjadi salah satu penyebab tercemarnya lahan organik. Dalam SNI Pertanian Organik diizinkan penggunaan air yang berasal dari perairan umum tetapi harus melalui kolam penyaringan alami terutama dengan menggunakan tanaman eceng gondok

f. Masa konversi atau sejarah lahan dari lokasi organik yang belum memenuhi persyaratan minimal. Untuk tanaman tahunan diperlukan masa konversi selama tigatahun, sedangkan untuk tanaman semusim diperlukan masa konversi yang lebih singkat yaitu duatahun. Pembuatan sejarah lahan diperlukan pengesahan dari institusi yang kompeten dan bertanggung jawab, bisa melalui Kepala Desa, Kecamatan ataupun Kepala Dinas Pertanian yang diketahui oleh Petugas Penyuluh Pertanian setempat. Manfaat dan Proses Sertifikasi Pertanian Organik

g. Bagi pelaku usaha yang memproduksi produk organik bersama dengan produk konvensional,

(41)

i. Untuk produkorganik yang belum mempunyai pasar khusus dan dijual ke pasar tradisional, pada umumnya tidakakan mendapatkan nilai tambah dan margin keuntungan dari produk organik yang dihasilkan, menyebabkan Pelaku Usaha tidak mampu menabung dan melakukan surveilen yang harus dilaksanakan setiap tahun sekali.

j. Bagi Pelaku Usaha yang mempunyai pasar khusus dan harganya cukup baik, berpotensi pula terjadinya penjualan produk dengan label organik yang berasal dari lahan non organik atau konvensional. Untuk itu diwajibkan bagi pelaku usaha untuk membuat rekaman produksi dan penjualan di tiap petani dan di tingkat kelompok tani (Poktan).

k. Ada beberapa Poktan atau Gapoktan yang menerapkan sistem pengawasan internal (ICS) namun belum melaksanakan persyaratan pokok ICS itu sendiri, sehingga berpotensi melanggar SNI Pertanian Organik dan bisa dicabutnya sertifikat keorganikannya. Untuk itu, bagi Poktan atau Gapoktan yang jumlah petani atau luas arealnya tidak besar, tidak perlu menerapkan ICS.

(42)

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penerapan Teknologi

Petani untuk menerapkan atau tidak menerapakan budidaya padi organik secara organik, sebagai sebuah inovasi saat ini, Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah, pendidikan, pendidikan non formal, pengalaman usaha tani, dan tingkat kosmopilitan, semakin tua umur petani semakin rendah partisipasinya. Petani dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi bisanya semakin menerima dan menerapkan teknologi, karena memiliki kemampunan yang lebih baik. Petani yang aktif dalam pendidikan non formal maka akan menambah pengalaman dan pengetahuan dalam usahatani budidaya padi organik. Selain itu tingkat kosmopolitan juga mempengaruhi dalam tingkat penerapan budidaya padi organik.

a. Umur

Menerut Lionberg (1960) yang dikutif dari Mardikanto (1993) Umur, semakin tua (Di atas 50 tahun), biasanya seakin lamban mengadopsi inovasi dan cendurung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. Petani muda biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka lebih cepat dalam melakukan adopsi inovasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa petani-petani yang lebih tua mempunyai masalah-masalah yang berbeda dari pada yang berusia tua dan lebih muda. (Soekartawi 1988)

b. Pendidikan Formal

(43)

itu metode belajarnya lebih formal dan terdapat evaluasi sistematik yang diselenggarakan oleh pemerintah. (Mardikanto 1982)

c. Pendidikan non formal

Pendidikan Nor formal merupakan pendidikan yang tidak diselenggarakan secara khusus disekolah, karena pendidikan yang bersangkutan tidak diadakan pertama-tama dengan maksud menyelenggarakan pendidikan dan tidak adanya waktu belajar yang tertentu. Metode yang digunakan dalam pendidikan non formal adalah pengajarannya tidak formal dan tidak adanya evaluasi yang sistematik, umumnya pendidikan non formal tidak diselenggarakan oleh pemerintah. (Mardikanto 1982)

d. Pengalaman usaha tani

Pengalaman tidak terlalu melewati proses belajar formal. Pengalaman juga dapat diperoleh melalui pendidikan non-formal, Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh petani dalam budidaya padi organik maka para petani akan lebih menguasahi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik. (Rahmad 1999)

e. Tingkat Kosmopolitan

(44)

6. Penelitian Terdahulu

Menurut Lisnawati (2008) dalam penelitiannya tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Pada penelitian Lisnawati menyatakan bahwa pada tahap pengenalan masuk dalam kategori tinggi, tahap persuasi masuk dalam kategori sedang, tahap keputusan masuk dalam kategori tinggi dan tahap konfirmasi masuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani yaitu : umur, pendidikan, luas usahatani, tingkat pendapatan, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan sifat inovasi. Hubungan antara umur, luas usahatani, tingkat pendapatan, dan sifat dengan keputusan petani adalah tidak signifikan. Hubungan antara pendidikan dan lingkungan sosial dengan keputusan petani adalah sangat signifikan. Hubungan antara lingkungan ekonomi dengan keputusan petani adalah signifikan.

(45)

B. Kerangka Pemikiran

Kelompok tani Sri Makmur berada di Dusun Pondok, Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Kelompok tani yang didukung oleh pemerintah dalam membudidayakan padi organik. Kelompok tani Sri Makmur merupakan kelompok tani yang berdiri sejak tahun 2000 sampai saat penelitiaan ini berlangsung. Profil kelompok tani Sri Makmur terdiri dari sejarah berdirinya kelompok, struktur organisasi dan profil anggota kelompok tani Sri Makmur. Pada profil anggota kelompok terdiri dari umur, pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, dan luas lahan.

(46)
(47)

III. METODE PENELITIAN

Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Nazir 2013)

A. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan daerah ditentukan secara sengaja atau purposive sampling pengambilan sampel daerah berdasarkan kesengajaan dan ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Daerah penelitian yang diambil adalah Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Jumlah kelompok tani Sri Makmur yang berada di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen sebanyak 69 orang. Secara rinci, teknik yang akan digunakan adalah dengan random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan mengambil 40 anggota kelompok tani Sri Makmur.

B. Teknik Pengambilan Data

(48)

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh wawancara secara langsung terhadap responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya dan dokumentasi kegiatan.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dengan cara mencatat data dari kelompok tani Sri Makmur, suatu intansi atau lembaga yang terkain dengan penelitian antara lain, meliputi keadaan wilayah penelitian, peta daerah, batas administrasi, keadaan penduduk dan data pendukung lainnya, dan potensi umum yang tercatat.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Asumsi

a. Keadaan tanah, iklim dan topografi di daerah penelitian dianggap sama b. Semua anggota kelompok tani “Sri Makmur” sudah menerapkan teknologi

budidaya padi organik 2. Pembatasan Masalah

a. Responden yang diambil adalah petani yang bergabung dalam kelompok tani “Sri Makmur”

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

(49)

1. Definisi Oprasional

a. Profil kelompok tani Sri Makmur adalah informasi tentang sejarah kelompk, struktur pengurus kelompok. Profil anggota kelompok tani Sri Makmur terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan luas lahan.

1) Umur merupakan seberapa lamanya hidup anggota kelompok mulai dari awal anggota kelompok yang lahir sampai penelitian ini berlangsung. 2) Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang

ditempuh oleh para anggota kelompok tani dengan kategori lulus SD, lulus SMP, lulus SMA/sederajat, lulus Diploma, lulus Sarjana.

3) Pekerjaan merupakan suatu aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh petani dalam mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 4) Pendapatan merupakan jumlah penerimaan yang diterima oleh petani dari

kegiatan usaha tani dalam satu tahun terakhir.

5) Luas lahan adalah luasan lahan yang dikuasai oleh petani yang digunakan dalam budidaya padi organik.

b. Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik adalah tingkat penerapan yang diukur melalui pelaksanaan tingkat teknologi budidaya padi organik yang meliputi pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan tanaman.

1)Pemilihan varietas merupakan tingkat penerapan dalam pemilihan benih yang akan dibudidayakan. Diukur dengan menggunkan skor dari indikator yang berupa:

(50)

b) Asal varietas yang digunakan petani

2)Pembenihan adalah tingkat penerapan petani dalam penyeleksi benih. Diukur dengan menggunkan skor dari indikator yang berupa:

a) Seleksi benih b) Penggunaan pupuk c) Umur pembenihan

3)Penyiapan lahan adalah tingkat penerapan petani dalam pengolahan tanah sawah sehingga tahan siap ditanami. Diukur dengan menggunkan skor dari indikator yang berupa:

a) Lama lahan yang digunakan dalam budidaya padi organik b) Pupuk yang digunakan

c) Sumber irigasi yang digunakan

4)Penanaman adalah tingkat penerapan petani dalam penanaman bibit yang sudah siap ditanam ke lahan. Diukur dengan menggunkan skor dari indikator yang berupa:

a) Jarak tanam

b) Jumlah bibit yang ditanam setiap rumpun

5)Perawatan adalah tingkat penerakan petani dalam pengairan, penyulaman, penggunaan pupuk, pengendalian hama dan penyakit. Diukur dengan menggunkan skor dari indikator yang berupa:

a) Penyulaman b) Pemupukan

(51)

b. Frekuensi penggunaan pupuk c. Dosis yang digunakan

c) Pengendalian hama

a. Cara pengendalian hama dan penyakit b. Pestisida yang digunakan

6) Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu dari kebanyakan petani, panen terdiri dari beberapa item diantaranya yaitu waktu panen, cara panen, cara perontokan,dan cara pengemasan. Diukur dengan menggunakan skor indikator yang berupa:

a) Waktu panen b) Cara panen c) Cara perontokan d) Cara pengemasan

7) Pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah kegiatan yang di lahan persawahan sudah selesai, pasca panen sendiri terdiri dari pengeringan, penyimpanan, dan proses penggilingan. Diukur dengan menggunakan skor indikator yang berupa:

a) Pengeringan

a. Ketebalan dalam pengeringan b. Lama pengeringan

c. Berapa kali proses pembalikan padi d. Kriteria kering

(52)

a. Tempat penyimpanan padi kering b. Pengemasan padi kering

c. Kriteria penyimpanan padi kering c) Proses penggilingan

a. Kriteria dalam pengeringan b. Sortasi

c. Pengemasan

2. Faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik meliputi, pendidikan non formal, pengalaman bertani organik dan tingkat kosmopolitan.

a. Pendididkan non formal merupakan pendidikan yang dilakukan oleh petani diluar pendidikan lembaga formal yang pernah ditempuh responden, dihitung dengan frekuensi dalam mengikuti kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan kursus dalam bidang pertanian.

b. Pengalaman bertani organik merupakan lamanya petani dalam melakukan budidaya padi organik sampai penelitian ini dilakukan.

c. Kosmopolitan adalah tingkat hubungan petani dengan dengan dunia luar di luar sistem sosial itu sendiri yang melalui frekuensi berpergian keluar desa dalam hubungan dengan kegiatan pertanian, khususnya budidaya padi organik.

2. Pengukuran Variabel

(53)

abstrak dengan suatu realita dan dapat merumuskan hipotesis tanpa memperoleh kesulitan. Pada penelitian ini variabel menggunakan skor 1-3. Skor tersebut mempunyai arti sebagai berikut: Skor 3 untuk menyatakan tinggi, skor 2 untuk menyatakan sedang, dan skor 1 untuk menyatakan rendah. Pengukuran variabel lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data sudah diumpulkan dari seluruh responden dan kemudian dilakukan tabulasi data. Berikut teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

1. Profil kelompok tani Sri Makmur dianalisis secara deskripsi yaitu memaparkar keseluruan yang terkait dengan sejarah kelompok, visi misi kelompok, strukur organisasi. Selain itu juga memaparkan profil anggota kelompok tani yang terdiri dari umur, pendidikan formal.

2. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di kelompok tani Sri Makmur menggunakan perhitungan interval dengan rumus seperti kerikut:

(54)

Tabel 2. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya

Padi Organik

Kisaran Skor Rendah

Sedang Tinggi

31,00– 51,67 51,67 – 72,34 72,34 – 93,00

Kisaran Skor 31.00 – 93,00

Sedangkan untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik setiap indikatornya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Setiap Indikator No Indikator

Kisaran Katgori

Skor Rendah Sedang Tinggi

1 Pemilihan varietas 2 – 6 2,00 – 3,33 3,34 – 4,66 4,67 – 6,00 2 Pembenihan 3 – 9 3,00 - 5,00 5,00 – 7,00 7,00 – 9,00 3 Penyiapan lahan 4 – 12 4,00 – 6,67 6,67 – 9,33 9,34 – 12,00 4 Penanaman 2 – 6 2,00 – 3,33 3,34 – 4,66 4,67 – 6,00 5 Perawatan 5 - 15 5,00 – 8,33 8,34 – 11,66 11,67 – 15,00 6 Panen 4 – 12 4,00 – 6,67 6,67 – 9,33 9,34 – 12,00 7 Pasca panen 11 – 33 11,00 – 18,33 18,34 – 25,66 25,67 – 33,00

Jumlah Total 31- 93 31,00 - 51.66 51.70 - 72.30 72.36 – 93.00

(55)

45

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan alam, keadaan pendududuk, keadaan sarana perekonomia dan keadaaan pertanian di Desa Sukerojo adalah sebagai berikut.

A. Keadaan Alam

1. Letak Geografis dan Batas-batas Administrasi

Desa Sukorejo berasi pada ketinggian 376 mdpl dari bentang wilayah berbukit. Toprografi Desa Sukorejo secara keseluruhan merupakan daerah berbukit dan dataran rendah. Tekstur tanah di Desa Sukorejo berupa lempungan dan sebagian besar tanahnya berwarna merah. Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan Bulan September dan musim penghujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Maret.

Secara administratur Desa Sukorejo merupakan bagian wilayah Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Desa Sukorejo memiliki orbitasi jarak dari pemerintah Kabupaten Sragen 23 km dan dari Ibu Kota Provinsi 250 km. Desa Sukorejo dibagi menjadi tiga dusun yaitu Dusun Sukorejo, Dusun Pondok dan Dusun Cengklik. Batas-batas wilayah Desa Sukorejo adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Desa Jambeyan Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah Desa Lempong

(56)

Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo

Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah Desa Sine Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi Jawa Timur

2. Luas Daerah dan Tata Guna Lahan

Luas daerah Desa Sukorejo  4,12 Ha. Tata guna lahan Desa Sukorejo adalah sebagai berikut:

Sawah :130,24 Ha Ladang : 103,94 Ha Pemukiman : 28,102 Ha Kas Desa : 15,32 Ha Hutan lindung : 17 Ha Perkebunan : 45 Ha

Lahan di daerah Desa Sukorejo sebagian besar dimanfaatkan untuk sektor pertanian, yaitu berupa sawah, ladang dan perkebunan. Lahan yang digunakan untuk pemukiman dan sektor lain jauh lebih kecil. Dengan demikian, Desa Sukorejo mempunyai potensi di sektor pertanian yang cukup besar.

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(57)

disebabkan oleh adanya kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. Jumlah penduduk tersebut dapat dikategorikan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah penduduk pada Desa Sukorejo tercatat sebanyak 2.047 jiwa yang terdiri dari 49,15 persen laki-laki dan 50.85 persen perempuan. Struktur jenis kelamin akanberpengaruh pada penyediaan tenaga kerja yang dapat membantu dalam proses pembangunan pertanian.

Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Kenis Kelamin di Desa Sukorejo

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Orang Presentase

1 Laki-laki 1.006 49,15

2 Perempuan 1.041 50.85

Jumlah 2.047 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Sukorejo Tahun 2014

Dari tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.041 sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.006. Perbandingan antara jumlah penduduk perempuan dan jumlah penduduk laki-laki cukup berimbang. Sehingga dapat diketahui bahwa di Desa Sukorejo tenaga kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki.

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur

(58)

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Umur Di Desa Sukorejo

No Umur (Tahun) Jumlah Penduduk

Orang Presentase

1 0 – 14 492 24,04

2 15 – 64 1.286 62.82

3 65 tahun ke atas 269 13,14

Jumlah 2.047 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Sukorejo Tahun 2014

Dilihat pada tabel 4, dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Sukorejo sebagian besar pada tingkat umur 15 – 64 tahun. Pada umur 15 – 64 tahun termasuk usia produktif yang merupakan salah satu modal pembangunan pertanian, yaitu terkait dengan ketersediaan tenaga kerja yang berpotensi.

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengeruhi pola fikir dan kemampuan dalam menganalisis suatu masalah. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi merupakan sumberdaya yang potensial, dan akan lebih mudah dalam menerima hal-hal yang baru. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Sukorejo dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 6. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

Orang Persentase

1 Belum Sekolah 176 8,89

2 Tidak Tamat Sekolah Dasar 191 9,65

Belum Tamat SD/Sederajat 193 9,74

3 Tamat SD / Sederajat 830 41,92

(59)

Dilihat pada tabel 5, dapat diketahui bahwa di Desa Sukorejo jumlah penduduk menurut pendidikan yaitu berjumlah 1789. Sebagian besar berada pada tingkat pendidikan sekolah Sekolah Dasar/ sederajat sebanyak 830 orang 41,92 persen. Sedangkan yang tamat perguruan tinggi merupakan jumlah terkecil yaitu sebanyak 17 orang 0,86 persen.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencahariaan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh sumberdaya yang tersedia dan keadaan perekonomian masyarakat seperti tingkat pendidikan, tingkat keterampilan. Kondisi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sukorejo dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Penduduk

Orang Persentase 1 Pertanian, perkebunan,

perikanan, peternakan

958 76,52

2 Industri pengolahan 51 4,07

3 Perdagangan 115 9,19

4 Jasa 50 3,99

5 Trasportasi komunikasi 29 2,32

7 Pertambangan 12 0,96

8 Kontruksi 37 2,95

Jumlah 1252 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Sukorejo Tahun 2014

(60)

C. Keadaan Pertanian

Masyarakat di Desa Sukorejo mayoritas bekerja dalam bidang pertanian dan pertaian merupakan satu-satunya bidang yang menghasilkan produk pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Tabel 8. Keadaan Pertanian di Desa Sukorejo

No Komoditi Luas Tanah

1 Padi sawah 123

2 Ubi Kayu 75

3 Jagung 25

4 Kacang panjang 6

5 Kacang tanah 6

6 Terong 2

7 Ubi jalar 5

8 Cabe 4

9 Bawang merah 1

10 Tomat 2

11 Sawi 5

12 Mentimun 4

Jumlah 258

Sumber: Data Monografi Desa Sukorejo Tahun 2014

Pada tabel 7, dapat diketahui bahwa lahan yang paling luas yaitu untuk penanaman padi sebesar 123 ha. Sebagian besar penduduk di Desa Sukorejo memanfaatkan lahan pertanian untuk ditanami padi sawah karena keadaan lahan persawahan lebih luas dibandingkan dengan perkebunan dan tegalan. Padi merupakan tanaman yang menjadi menjadi sumber karbohidrat untuk masyarakat di Desa Sukorejo dan lainnya. Pertanian di Desa Sukorejo menerapkan sistem pertanian alami dimana dalam pelaksanaan budidaya padi organik pupuk yang digunakan adalah kotoran hewan ternak.

(61)
(62)

52

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kelompok Tani Sri Makmur

Profil Kelompok Tani Sri Makmur mendeskripsikan tentang sejarah dan struktur organisasi kelompok. Data mengenai sejarah Kelompok Tani Sri Makmur. Data yang didapat dari hasil wasancara anggota kelompok tani.

1. Sejarah Kelompok

Kelompok Tani Sri Makmur berlokasi di Dusun Pondok, Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Kelompok tani Sri Makmur terbentuk pada tahun 2000 dan pada waktu itu diketuai oleh Pak Ali. Terbentuknya kelompok tani Sri Makmur dikarenakan letak geografis yang mendukung sehingga kelonpok tani Sri Makmur membudidayakan padi secara organik.

Padi organik disukai karena menggunakan pupuk organik dari kotoran hewan ternak, serta dengan pemupukan dari empon-empon yang dijadikan pupuk cair serta bahan-bahan lainnya seperti madu, susu, telur dll. Selain itu pertanian organik juga didukung oleh pengairan yang baik sepanjang tahun karena terdapat mata air yang tetap mengalir meskipun dimusim kemarau. Seperti yang ada di Desa Sukorejo Kec. Sambirejo, terdapat 32 mata air yang dimanfaatkan oleh petani organik untuk mengairi sawah mereka.

(63)

dilakukan pada pertemuan tersebut yaitu arisan dan, dapat perkumpulan anggota kelompok untuk membahas masalah-masalah yang dihadapai oleh petani dalam budidaya padi organik, selain itu kadang pada saat pertemuan juga dihadiri oleh pemerintah daerah dan PPL untuk melakukan penyuluhan.

Budidaya padi organik merupakan program dari pemerintah Kabupaten Sragen karena sadar akan pentingnya kesehatan Bapak Bupati Sragen yang menjabat pada waktu itu mengadakan program budidaya padi secara organik, sehingga dalam budidaya padi organik di kelompok tani Sri Makmur diawasi dan didukung oleh pemerintah Kabupaten Sragen. Awalnya program budidaya padi organik mengalami hambatan, petani mengalami penerunan produksi. Pada tahun 2006 produksi padi mulai mengalami peningkatan dan hasil dari budidaya padi organik sudah dapat menghidupi kelompok maupun anggota.

Kelompok tani Sri Makmur sudah memperoleh sertifikat INOFICE sehingga petani berhak memasang logo organik pada kemasan yang dipasarkan dan memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI). Setiap produk organik bersertifikat mencatat produk organik secara terperinci ( farm record). Beras organik asal Sragen tidak hanya dikonsumsi masyarakat lokal Sragen. Namun juga dijual keluar daerah yakni ke Jakarta, Bandung, Bali, Solo dan D.I. Yogyakarta.

2. Struktur Pengurus Kelompok

(64)

terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, pengawas dan beberapa seksi diantaranya yaitu, permodalan, perternakan, pertanian, dan pemasaran. Berikut merupakan struktur organisasi Kelompok Tani Sri Makmur.

Bagan 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Sri Makmur

Adapun tugas dari masing-masing dalam struktur organisasi Kelompok Tani Sri Makmur adalah sebagai berikut :

Sekertaris I Supri

Bendahara I Imam Supangat

SEKSI – SEKSI Si Permodalan : Sriyono Si Perterakan : Sukadi Si Pertanian : Sunarto Si Pemasaran : Sumanto Si Saprodi : Soleh Si Perhubungan : Suyanto

Anggota Pengawas Imam Suhadi

(65)

a. Ketua, bertugas untuk memimpin dan membimbing dalam semua kegiatan yang diadakan dalam Kelompok Tani Sri Makmur

b. Sekertaris, bertugas untuk mengelola kegiatan kesekretariatan, mengumpulkan dan mencatat seluruh data dan kegiatan, laporan dan dokumen-dokumen.

c. Bendahara, bertugas menangani seluruh kegiatan administrasi keuangan kelompok, menyimpan dan memelihara arsip keuangan kelompok.

d. Seksi Permodalan, yaitu bertugas untuk mencari modal apabila kelompok tani mengalami kesulitan dalam masalah keuangan

e. Seksi peternakan, bertugas pada ternak yang di pelihara oleh anggota kelompok tani Sri Makmur, karena kotoran yang diproduksi oleh ternak yang dipelihara akan menghasilkan kotoran dan kotoran tersebut dapat dijadikan sebagai pupuk.

f. Seksi Pertanian, bertugas untuk mengawasi budidaya padi organik, sehingga para petani tidak ada yang menggunakan pupuk selain pupuk kandang.

g. Seksi Pemasaran, bertugas untuk memperkenalkan mengenai padi organik yang dibudidayakan oleh kelompok tani Sri Makmur dan mencari pangsa pasar untuk penjualan padi organik dan beras organik

h. Seksi Saprodi, bertugas untuk menyediakansarana produksi berupa alat-alat, pupuk, dan pestisida untuk menunjang budidaya padi organik.

(66)

j. Anggota, bertugas untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota yaitu dengan aktif mengikuti setiap kegiatan-kegiatan kelompok dan mendukung setiap kegiatan yang diadakan oleh kelompok

B. Profil Anggota Kelompok Tani Sri Makmur 1. Umur Petani

Umur merupakan usia petani sebagai responden pada saat dilakukannya penelitiaan di kelompok tani Sri Makmur Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Usia Produktif Anggota Kelompok Tani Sri Makmur

No Keterangan Jumlah (orang) Presentase (%) 1

(67)

Makmur, pelatihan yang dilakukan adalah cara membuat pupuk kompos dan cara membuat pupuk cair.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam suatu kelompok tani dalam meningkatkan dan keterampilan pada kelompok tani tersebut. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dan daya serap terhadap teknologi dan informasi yang bersifat inovatif. Tingkat pendidikan pada Kelompok tani Sri Makmur dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok Tani Sri Makmur

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan anggota kelompok tani Sri Makmur rata-rata Sekolah Dasar. Petani yang menempuh pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 29 orang atau 72,5 persen. Petani yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah responden sebanyak 6 orang atau 15 persen. Pada tingkat pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas terdapat 5 responden atau 12,5 persen. dan tidak terdapat petani yang pendidikan terakhirnya di perguruan tinggi.

Hal ini berkaitan dengan responden yang berumur lebih dari 55 tahun. Pada saat petani masih usia sekolah, kondisi dunia pendidikan berbeda dengan saat ini karena pada kondisi dimana para petani harusnya mengikuti pendidikan

No Keterangan Jumlah (orang) Presentase (%)

Gambar

Tabel 1. Bahan yang dibolehkan, dibatasi, dan dilarang menurut SNI 6729:3012 (BSN, 2013)
Tabel 3. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Setiap Indikator
Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 8. Keadaan Pertanian di Desa Sukorejo
+7

Referensi

Dokumen terkait

116 sumberdaya manusia (masyarakat/petani) dan sumberdaya alam desa Alo (pisang), kecamatan Bone Raya, kabupaten Bone bolango, dengan sistematika sebagai berikut;

Menurut BRIPTU ROY RUA RAY. L, sebagai petugas POLMAS dalam komunitas masyarakat mahasiswa di Kec. Metro Barat, peran POLMAS secara ideal adalah menyeimbangkan

Kabupaten Sukoharjo adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Sukoharjo, sekitar 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Kabupaten ini

Data hasil post test peserta didik kelas X IIS-2 pada siklus III setelah menggunakan media animasi mengalami peningkatan hal ini dikarenakan mereka sudah

Klortalidon adalah merupakan suatu derivat tiazid yang bersifat seperti hidroklorotiazid. Memiliki ,asa kerja yang panjang dank arena itu sering digunakan untuk

Candrayanthi dan saputra (2013) juga menyatakan bahwa dengan adanya CSR perusahaan dapat semakin terbuka dalam mengungkapkan aktivitas yang dilakukan, tidak sebatas

Sitti Murniati Muhtar, Stategi komunikasi dalam pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR) oleh Humas PT semen tonasa terhadapkomunitas lokal di Kabupaten

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ Implementasi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita