• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji AktivitasAntimikroba DanAntioksidan DariEkstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji AktivitasAntimikroba DanAntioksidan DariEkstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

% ��������� = ������� − �������

������� � 100%

 Konsentrasi 20 ppm :

% ��������� = 0,955−0,849

0,955 � 100% = 11,099 %  Konsentrasi 40 ppm :

% ��������� = 0,955−0,772

0,955 � 100% = 19,162 %  Konsentrasi 60 ppm :

% ��������� = 0,955−0,745

0,955 � 100% = 21,989 %  Konsentrasi 80 ppm

% ��������� = 0,955−0,720

0,955 � 100% = 24,607 %

Perhitungan nilai IC50 Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

X Y XY X2

0 0 0 0

20 11,099 221,98 400

40 19,162 766,48 1600

60 21,989 1319,34 3600

80 24,607 1968,56 6400

∑X = 200 ∑Y = 76,857 ∑XY = 4276,36 ∑X2

= 12000

X = Konsentrasi (ppm)

(2)

� =�(∑��)− (∑�)(∑�)

Grafik % Peredaman terhadap Konsentrasi (ppm) y = 0,300x + 3,350

(3)

Lampiran 2 Perhitungan Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila

Bilangan Peroksida = ������ ��2�2�3����������� ��2�2�3� 1000

0,5 �

Normalitas Na2S2O3 yang dipakai = 0,0036N

1. Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila Penyimpanan 5 Hari (S1)

Bilangan Peroksida = 3,5�0,0036 �� 1000

0,5 �

= 12,6

0,5 � = 25,5 meq/kg

2. Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila + 20 ppm Ekstrak Etanol Daun Keji Beling Penyimpanan 5 Hari (S2)

Bilangan Peroksida = 3 �0,0036 �� 1000

0,5 �

= 10,8

0,5 � = 21,6 meq/kg

3. Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila + 40ppm Ekstrak Etanol Daun Keji Beling Penyimpanan 5 Hari (S3)

Bilangan Peroksida = 2,6 �0,0036 �� 1000

0,5 �

= 9,36

(4)

4. Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila + 60 ppm Ekstrak Etanol Daun Keji Beling Penyimpanan 5 Hari (S4)

Bilangan Peroksida = 2,2 �0,0036 �� 1000

0,5 �

= 7,92

0,5 � = 15,84 meq/kg

5. Bilangan Peroksida Dari Minyak Ikan Nila + 80 ppm Ekstrak Etanol Daun Keji Beling Penyimpanan 5 Hari (S5)

Bilangan Peroksida = 2 �0,0036 �� 1000

0,5 �

= 7,2

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, M.F.A., Teh, A.H,. Rahmat, A., Othman, F., Hashim, N., Fakurazi, S. 2006. Antiproliferative Properties And Antioxidant Activity Of Various Types Of Strobilanthes Crispus Tea. Academic Journal Inc. USA

Bendra, A. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Premna oblongata Miq. Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Teraktif. [Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia

Blois, MS. 1958. Antioxidant Determination by The Use of a Stable Free Radical. Nature.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wotton, M.,2007. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta

Currah, R. 1985. Taxonomy of the Onygenales Mycotaxon 24: 1–216

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 4. Puspa Swara. Jakarta

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta

Ekowati, N., Kasiamdari, R.S., Pusposendjojo, N., Soegihardjo, C.J. 2011. Daya Antimikroba Metabolit Bioaktif Jamur Shiitake (Lentinula edodes (Berk.) Pegler) yang Dikultur Pada Tiga Jenis Medium Fermentasi. Majalah Obat

Tradisional. 16(3) : 132-137

Fessenden, R.J.,Fessenden, J.S. 1994. Kimia Organik. Jilid 1. Erlangga. Jakarta

Green, R.J. 2004. Antioxidant Activity of Peanut Plant Tissues. [Thesis]. Raleigh : Faculty of North Carolina State University.

Gunawan, I. 2011. Efek Kejibeling (Sericocalyx Crispus L) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pria Dewasa. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Bandung

Hale, T.L., Keusch, G.T. 1996. Shigella: Structure, Classification, and Antigenic

Types. In Baron, Samuel.

University of Texas Medical Branch

(7)

Hargono, D. 2012. Beberapa hasil Penelitian yang Mendukung Manfaat Tumbuhan Jambu Biji(Psidium guajava).Skripsi FakultasFarmasi, Universitas pancasila. Jakarta

Isnawati, A.,Alegantina, S., Raini, M., Nikmah, B. 2004. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Strobilanthes crispus. Media Litbang Kesehatan. Volume XIV. Nomor 2.: 23

Jawetz., Melnick., Adelberg’s. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Kotiranta A, Lounatmaa K, Haapasalo M. 2000. Epidemiology and pathogenesis of Bacillus cereus infections. Microbes Infect 2 (2): 189–98

Kesuma, F. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda

citrifolia Linnaeus) Terhadap bakteri Pembusuk Daging Segar. Surakarta :

FMIPA UNS

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI-Press

Khamidinal., Hadipranoto, N., Mudasir. 2007. Pengaruh Antioksidan terhadap Kerusakan Asam Lemak Omega-3 Pada Proses Pengolahan Ikan Tongkol.

Kaunia. 3(2).

Mailandari, M. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia Roxb dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang Aktif. FMIPA UI

McClary and Otho. 1952. Factors Affecting the Morphology of Candida Albicans. Annals of the Missouri Botanical Garden. 39 (2): 137–164

Nursiyah. 2013. Studi Deskriptif Tanaman Obat Tradisional Yang Digunakan Orangtua Untuk Kesehatan Anak Usia Dini Di Gugus Melati Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo.Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Pelczar, M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar dasar mikrobiologi 2. UI-Press. Jakarta

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta

Rahayu, T dan T. Rahayu. 2009. Uji Antijamur Kombucha Coffee Terhadap

Candida albicans dan Tricophyton mentagrophytes. Jurnal Penelitian

Sains & Teknologi,Vol. 10 (1)

(8)

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Cetakan pertama. UGM-Press. Yogyakarta

Sirait, M. 2000. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Penerbit ITB. Bandung

Sulkani. 2013. Mendongkrak Potensi Keji Beling dengan Perbanyakan Vegetatif.

keji-beling-dengan-perbanyakan-vegetatif.html

Utami, P. 2013. The miracle of herbs. Agromedia pustaka. Jakarta

Winarsi, H . 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta

Windono, T. 2001. Uji Peredaman Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl(DPPH) Dari Ekstrak Kulit Buah Dan Biji Anggur (Vitis

vinifera L) .Probolinggo Biru Dan Bali. Artocarpus Media Pharmaceutica

Indonesian

(9)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

- Rotary Vacum Evaporator Buchi Rotavapor

- Penangas uap Memmert

- Autoklaf Yamato SN 20

- Inkubator FiberScientific

- Cawan Petri

- Pipet mikro Eppendorf

- Kertas cakram Oxoid

- Spektrofotometri UV-Visible Spectronic 3000

- Lemari pendingin Toshiba

- Oven

- Hot Plate PMC

- Pinset

- Jarum Ose

- Jarum suntik

- Jangka sorong

- Corong pisah pyrex

- Pipet volume pyrex

(10)

3.2 Bahan – Bahan

Bahan yang digunakan dalam penenlitian ini meliputi :

- Daun Keji Beling

- 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil (DPPH) p.a Aldrich

(11)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Keji Beling

Daun Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)segar yang telah dikumpulkan, dicuci

dengan air hingga bersih dari kotoran yang melekat dan ditiriskan. Daun

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian dihaluskan dengan blender

hingga menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah yang tertutup.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Pembuatan ekstrak etanol daun Keji Beling dilakukan dengan metode maserasi.

Sebanyak 230 g serbuk daun Keji Beling dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer,

ditambahkan pelrut etanol 96 % hingga serbuk daun terendam. Didiamkan selama

± 48 jam dan ditutup dengan rapat. Selanjutnya filtrat yang dioeroleh dipekatkan

dengan Rotary vacum Evaporator untuk memisahkan pelarutbnya hingga

diperoleh ekstrak etanol dari daun Keji Beling, kemudian dipanaskan diatas

penangas uap untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa.

3.3.3 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder

3.3.3.1Uji Saponin

Filtrat etanol dari daun keji beling dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu

ditambahkan akuades, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.Jika terbentuk

busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit menunjukan adanya senyawa saponin.

3.3.3.2Uji Terpenoid

Filtrat etanol dari daun keji beling diteteskanpada palt tipis, kemudian ditambah

dengan CeSO4 1 % dalam H2SO4 10 %. Jika terbentuk warna merah kecoklatan

menunjukkan adanya senyawa terpenoida.

(12)

Filtrat etanol dari daun keji beling dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan larutan pereaksi FeCl31 %.Jika terjadi warna biru atau kehitaman

menunjukkan adanya senyawa fenolik.

3.3.3.4Uji Alkaloida

Filtrat etanol dari daun keji beling dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi dan

selanjutnya ditambahkan dengan pereaksi alkaloida diantaranya :

1. Tabung I ditambahkan larutan pereaksi Wagner. Jika terbentuk endapan

menggumpal berwarna coklat, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

2. Tabung II ditambahkan larutan pereaksi Mayer. Jika terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan, menunjukkan adanya

senyawa alkaloida.

3. Tabung III ditambahkan larutan pereaksi Bouchardat. Jika terbentuk endapan

berwarna coklat kemerahan, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

4. Tabung IV ditambahkan larutan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk endapan

warna merah atau jingga, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

3.3.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba

3.3.4.1Pembuatan Media MHA (Muller Hinton Agar)

Ditimbang sebanyak 9,5 gram serbuk MHA, kemudian dimasukkan kedalam labu

Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan

hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15

menit.

(13)

Ditimbang sebanyak 9,75 gram media PDA, kemudian dimasukkan kedalam labu

Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan

hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15

menit.Kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi sebnyak 3 ml dan dibiarkan

memadat pada posisi miring membentuk sudut 300-450. Diambil jamur Candida

albicansdan Microsporum gypseum dari strain utama dengan jarum ose lalu

digoreskan pada media PDA miring yang telah memadat. Diinkubasi pada suhu

220 C selama 48 jam.

3.3.4.3Pembuatan Media NA (Nutrien Agar) Miring dan Stok Kultur Bakteri

Ditimbang sebanyak 7 gram media NA, kemudian dimasukkan kedalam labu

Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan

hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15

menit. Kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi sebnyak 3 ml dan dibiarkan

memadat pada posisi miring membentuk sudut 300-450. Diambil bakteri Bacillus

cereus danShigella dysentriaedari strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan

pada media NA miring yang telah memadat. Diinkubasi pada suhu 350 C selama

24 jam.

3.3.4.4Pembuatan Media NaCl 0,9 %

Ditimbang sebanyak 2,25 gram NaCl, kemudian dimasukkan kedalam labu

Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan

hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15

menit.

(14)

Dimasukkan 5 ml media NaCl 0,9 % steril kedalam tabung reaksi. Diambil koloni

bakteri Bacillus cereus dari stok kultur bakteri dengan jarum ose, lalu

disuspensikan kedalam media NaCl. Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 350 C.

Diukur kekruhan larutan pada panjang gelombang 560-600 nm hingga diperoleh

transmitan 25-28. Dilakukan cara yang sama terhadap bakteri Shigella dysentriae.

3.3.4.6Pembuatan Inokulum Jamur

Dimasukkan 5 ml media NaCl 0,9 % steril kedalam tabung reaksi. Diambil koloni

jamur Candida albicans dari stok kultur jamur dengan jarum ose, lalu

disuspensikan kedalam media NaCl. Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 220 C.

Diukur kekruhan larutan pada panjang gelombang 580-600 nm hingga diperoleh

transmitan 25-28. Dilakukan cara yang sama terhadap jamur Microsporum

gypseum.

3.3.4.7Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Keji Belling

Ekstrak daun keji beling diencerkan dengan pelarut DMSO. Dengan

masing-masing konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/ml.

3.3.4.8Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteri Bacillus cereus kedalam cawan petri.

Ditambahkan 15 ml media MHA dengan suhu 450-500 C. Dihomogenkan sampai

media dan bakteri tercampur merata. Dibiarkan sampai media memadat.

Diletakkan kertas cakram yang telah direndam dengan berbagai variasi

konsentrasi ekstrak daun keji beling kedalam cawan petri. Diinkubasi selama 24

jam pada suhu 350 C. Diukur diameter zona bening yang ada disekitar kertas

cakram dengan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri

Shigella dysentriae.

(15)

Dimasukkan 0,1 ml inokulum jamur Candida albicans kedalam cawan petri.

Ditambahkan 15 ml media PDA dengan suhu 450-500 C. Dihomogenkan sampai

media dan jamur tercampur merata. Dibiarkan sampai media memadat. Diletakkan

kertas cakram yang telah direndam dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak

daun keji beling kedalam cawan petri. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 220 C.

Diukur diameter zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan jangka

sorong. Dilakukan perlakuan yang sama untuk jamur Microsporum gypseum.

3.3.5 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling dengan Metode DPPH (2,2 Diphenyl-1-picrylhidrazyl)

3.3.5.1Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Ditimbang serbuk DPPH sebanyak 11,85 mg. kemudian dilarutkan dalam etanol

p.a pada labu takar 100 ml, dan dihomogenkan.

3.3.5.2Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Ekstrak etanol daun keji beling ditimbang sebanyak 0,025 g dan dilarutkan

dengan etanol p.a kedalam labu takar 25 ml sehingga diperoleh larutan induk

1000 ppm. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm, dan

dari larutan 100 ppm dibuat variasi konsentrasi larutan 20. 40, 60, dan 80 ppm.

3.3.5.3Uji Aktivitas Antioksidan

a. Larutan Blanko

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dimasukkan kedalam tabung reaksi.

Ditambahkan 2,5 ml etanol p.a, dihomogenkan dan dibiarkan pada ruang gelap

selama 30 menit. Diukur absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm.

(16)

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dimasukkan kedalam tabung reaksi.

Ditambahkan 2,5 ml ekstrak daun keji belling 20 ppm, dihomogenkan dan

dibiarkan pada ruang gelap selama 30 menit. Diukur absorbansi dengan

panjang gelombang 517 nm. Dilakukan cara yang sama untuk ekstrak daun keji

beling 40, 60 dan 80 ppm.

3.3.8 Aplikasi Antioksidan Pada Daging Ikan Nila 3.3.8.1Preparasi Daging Ikan Nila

Sebanyak 1 kg ikan nila segar dibersihkan dan dipisahkan dagingnya dari kulit

dan duri. Selanjutnya daging ikan nila yang telah terpisah dari duri dan kulitnya di

haluskan dengan menggunakan blender dan dibagi menjadi 5 bagian kedalam

aluminium foil. Masing – masing sebanyak 100 g disimpan selama 5 hari pada

suhu ± 5oC dengan penambahan ekstrak etanol daun keji beling dengan variasi

konsentrasi (20, 40, 60, dan 80 ppm), dan daging ikan nila tanpa tambahan ekstrak

etanol daun keji beling.

3.3.8.2Ekstraksi Minyak Daging Ikan Nila

Daging ikan nila yang telah disimpan selama 5 hari pada suhu ± 5oC, ditambahkan

dengan 400 ml heksana : isopropanol (3:2). Campuran diblender selama 2

menit.Kemudian suspensi disaring hingga residu menjadi kering. Residu

ditambahkan dengan 180 ml heksana : isopropanol (3:2) dan diblender kembali,

disaring dan residu yang diperoleh ditambahkan lagi dengan 150 ml heksana :

isopropanol (3:2), kemudian diblender dan disaring.

Filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan dan dimasukkan kedalam corong pisah.

Kemudian ditambahkan dengan 80 ml larutan Na2SO46,67% dan dihomogenkan

selama 1 menit, didiamkan hingga membentuk lapisan. Lapisan atas ditambahkan

dengan 5 gramNa2SO4 anhidrous, disaringdan filtrat dipekatkan dengan rotari

vacum evaporator.

(17)

Sebanyak 0,5 g minyak ikan yang diperoleh dari ekstraksi daging ikan nila

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 30 ml

campuran larutan asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan (3:2).

Selanjutnya, ditambahkan 0,5 ml larutan KI, ditutup dan dikocok selama ± 2

menit. Kemudian ditambahkan 30 ml akuades dan dititrasi dengan larutan

Na2S2O3 0,0036 N hingga larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan

1 ml indikator amilum 1% yang kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3

0,0036 N sampai warna yang terbentuk hilang, dihitung dan dicatat volume

Na2S2O3 0,0036 N yang terpakai.

(18)

Daun Keji Beling

Serbuk Daun Keji Beling

Ekstrak Etanol Keji Beling

Filtrat Etanol dari Daun Keji Beling

Golongan

3.4.1 Ekstraksi Daun Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)

Dicuci

Dikering anginkan

Dihaluskan

Dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer

Direndam dengan etanol 96% selama 48 jam ( ± 2 hari )

Dipekatkan dengan Rotary Vacum Evaporator

Dipanaskan dengan penangas uap

3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi secukupnya

3.4.2 Uji Aktivitas Antimikroba

(19)

Ditambah-3.4.2.1Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)

Dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam LabuErlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit

3.4.2.2Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Stok Kultur Jamur

Dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam Labu Erlenmeyer

Dipanaskan sambal diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring

Diambil jamur Candida albicans dari strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan ke dalam media PDA yang telah memadat

Diinkubasi pada suhu 220 C selama 48 jam

Dilakukan perlakuan yang sama untuk jamur Microsporum gypseum

3.4.2.3Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Stok Kultur Bakteri

9,5gram media MHA (Muller HintonAgar)

Media MHA (Muller Hinton Agar) steril

9,75gram media PDA (Potato Dextrose Agar)

Media PDA (Potato Dextrose Agar) steril

(20)

Dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam Labu Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit

Dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring

Diambil bakteri Bacillus cereus dari strain utama dan digoreskan secara aseptik dengan jarum ose ke dalam media NA yang telah memadat

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 0C

Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Shigella dysentriae

3.4.2.4Pembuatan Inokulum Bakteri

7gram media NA (Nutrien Agar)

Media NA (Nutrien Agar) steril

(21)

Dilarutkan dengan 100 ml aquades kedalam labu Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml

Diambil koloni bakteri Bacillus cereus dari stok kultur bakteri dengan jarum ose

Disuspensikan kedalam media NaCl

Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 350 C

Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 560-600 nm sampai diperoleh transmitan 25-28

Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Shigella dysentriae

3.4.2.5Pembuatan Inokulum Jamur

2,25 gram NaCl

Media NaCl 0,9 % steril

(22)

Dilarutkan dengan 100 ml aquades kedalam labu Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml

Diambil koloni jamur Candida albicans dari stok kultur jamur dengan jarum ose

Disuspensikan kedalam media NaCl

Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 220 C

Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580-600 nm sampai diperoleh transmitan 25-28

Dilakukan perlakuan yang sama untuk jamur Microsporum gypseum

3.4.2.6Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

2,25 gram NaCl

Media NaCl 0,9 % steril

(23)

Hasil

Hasil

Dimasukkan kedalam cawan petri

Ditambahkan 15 ml media MHA dengan suhu 450-500 C

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak etanol daun Keji Beling dengan berbagai konsentrasi kedalam cawan petri

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C

Diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong

Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Shigella dysentriae

3.4.2.7Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Dimasukkan kedalam cawan petri

Ditambahkan 15 ml media PDA dengan suhu 450-500 C

Dihomogenkan sampai media dan jamur tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak etanol daun Keji Beling dengan berbagai konsentrasi kedalam cawan petri

Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 220 C

Diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong

Dilakukan perlakuan yang sama untuk jamur Microsporum gypseum 0,1 ml inokulum bakteri Bacillus cereus

(24)

0,025 g Estrak Etanol Daun Keji Beling

20 ppm

25 ml Larutan Induk 1000 ppm

25 ml Larutan Induk 100 ppm

40 ppm 60 ppm 80 ppm

3.4.3 Uji Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling dengan Metode DPPH

Dimasukkan dalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Dipipet 2,5 ml Larutan Induk 1000 ppm

Dimasukkan dalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Dibuat variasi 20, 40, 60 dan 80 ppm

Dimasukkan 2,5 ml masing – masing variasi ekstrak kedalam tabung reaksi yang berisi 1 mllarutan DPPH 0,3 mM

Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit dalam ruangan gelap

(25)

1 kg Daging ikan nila

3.4.4 Aplikasi Antioksidan Terhadap Daging Ikan Nila

3.4.4.1Preparasi Daging Ikan Nila

Dibersihkan

Dipotong kecil-kecil

Diblender

Dibagi menjadi 5 bagian

(26)

3.4.4.2Ekstraksi Minyak Daging Ikan Nila

Ditambah 400ml n-heksan : isopropanol (3:2) dan diblender selama 2 menit

Disaring dengan corong Buchner

Ditambah 180ml n-heksan : isopropanol (3:2) dan diblender

Disaring

Ditambah 150ml n–heksan : isopropanol (3:2) dan diblender

Disaring

Dimasukkan ke dalam corong pisah Dimasukkan 80 ml larutan Na2SO4 6,67%

Dihomogen selama 1 menit Didiamkan

Dipisahkan

Dimasukkan ke labu Erlenmeyer

Ditambahkan 5 g Na2SO4 Anhidrous

Disaring

Dipekatkan dengan rotary vacum evaporator

Dengan prosedur yang sama lakukan untuk sampel 2, 3, 4, dan 5

(27)

3.4.4.3 Penentuan Bilangan Peroksida

Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

Ditambahkan 30ml asam asetat glasial : kloform (3:2)

Ditambahkan 0,5 ml KI jenuh

Ditutup

Dikocok selama 2 menit

Ditambahkan 30ml akuades

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0036 N

Ditambahkan 1 ml indikator amilum 1%

Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,0036 N

Dicatat volume larutan Na2S2O3 0,0036 N yang terpakai

Dihitung bilangan peroksidanya

Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk sampel 2, 3, 4, dan 5.

0,5 g Minyak Sampel 1

Larutan Kuning Pucat

Larutan Bening

(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Ekstrak etanol daun keji beling diperoleh dengan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 96 %, diskrining fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit

sekunder golongan alkaloid, fenolik, saponin dan terpen yang ditunjukkan pada

tabel 4.1 sebagai berikut :

Table 4.1 Hasil skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Golongan Pereaksi Hasil Skrining

Fitokimia

Saponin Akuades -

Terpen CeSO4 1% dalam H2SO4

10% -

Fenolik FeCl3 1% +

Alkaloid

Bouchardat +

Wagner +

Meyer -

Dragendorf +

Keterangan :

- : tidak terjadi perubahan warna/endapan

+ : terjadi perubahan warna/endapan

Perubahan warna/endapan menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit

(29)

4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Aktivitas antimikroba ditentukan beradasarkan metode difusi agar.Kemampuan

ekstrak etanol daun keji beling dalam menghambat pertumbuhan mikroba

ditentukan berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk disekitar kertas

cakram dan ditentukan dengan menggunakan jangka sorong. Ekstrak etanol daun

keji beling menunjukkan zona bening pada pertumbuhan jamur Candida albicans

dan tidak menunjukkan zona bening yang efektif pada pertumbuhan jamur

Microsporum gypseum, serta bakteri Shigella dysentriae dan Bacillus cereus

seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 4.1 Zona Hambat Jamur Candida albicans

(30)

Gambar 4.3 Zona Hambat Bakteri Bacillus cereus

Gambar 4.4 Zona Hambat Bakteri Shigella dysentriae

Adapun hasil pengukuran diameter zona bening dari mikroba tersebut yang

ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Mikroba

Konsentrasi

Ekstrak

Diameter Zona Hambat (mm)

Candida

albicans

Microsporum

gypseum Bacillus cereus

Shigella

dysentriae

100 mg/ml 11,53 - - -

200 mg/ml 13,96 - - -

300 mg/ml 15,46 - - -

400 mg/ml 16,8 - - -

500 mg/ml 18,2 10,6 - -

Keterangan :

(31)

4.1.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun keji beling dilakukan dengan metode

radikal bebas DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang

gelombang 517 nm untuk memperoleh nilai IC50, dengan mengamati perubahan

absorbansi pada larutan DPPH yang ditunjukkan pada tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Konsentrasi Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,955 -

20 ppm 0,849 11,099 %

40 ppm 0,772 19,162 %

60 ppm 0,745 21,989 %

80 ppm 0,720 24,607 %

dari persamaan garis linier diperoleh IC50 sebesar 155,2 ppm

4.1.4 Hasil Aplikasi Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling Terhadap Daging Ikan Nila

Ekstraksi minyak dari daging ikan nila dilakukan dengan menggunakan pelarut

n-heksana : isopropanol. Dimana sebanyak 100 g daging ikan nila ditambahkan

dengan 1 ml ekstrak etanol daun keji beling 20, 40, 60, dan 80 ppm dan disimpan

selama 5 hari pada suhu ± 50 C.

Minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging ikan nila yang telah

ditambahkan ekstrak etanol daun keji beling dan tanpa penambahan ekstrak diuji

bilangan peroksida dengan metode titrasi iodometri. Hasil bilangan peroksida

(32)

Tabel 4.4 Hasil Penentuan Bilangan Peroksida dari Minyak Daging Ikan Nila

Bilangan

Peroksida

(meq/kg)

Sampel Minyak daging ikan Nila

S1 S2 S3 S4 S5

25,5 21,6 18,72 15,84 14,4

Keterangan :

S1 = Daging ikan nila penyimpanan 5 hari

S2 = Daging ikan nila + ekstrak 20 ppm penyimpanan 5 hari

S3 = Daging ikan nila + ekstrak 40 ppm penyimpanan 5 hari

S4 = Daging ikan nila + ekstrak 60 ppm penyimpanan 5 hari

S5 = Daging ikan nila + ekstrak 80 ppm penyimpanan 5 hari

4.2 Pembahasan

4.2.1 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Daun Keji Beling

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diperoleh bahwa ekstrak etanol daun keji

beling pada golongan saponin dengan penambahan akuades, tidak menunjukkan

adanya pembentukan busa yang stabil saat dikocok.Pada golongan terpen dengan

pereaksi CeSO4 1 % dalam H2SO4 10 %, tidak membentuk endapan berwarna

coklat kemerahan.Pada golongan fenolik dengan pereaksi FeCl3 1 % terbentuk

endapan kehitaman.Pada golongan alkaloid dengan pereaksi Wagner, Bouchardat,

dan Dragendorf terjadi perubahan warna dan pembentukan endapan, sedangkan

dengan pereaksi Meyer tidak terjadi pembentukan endapan putih

kekuningan.Sehingga, ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun keji beling

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid dan fenolik.Isnawati,

A dkk (2004) juga telah melakukan penelitian tentang karakterisasi simplisia dan

ekstrak daun Strobilanthus crispus.Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol

daun Strobilanthus crispus positif mengandung senyawa alkaloid dan fenolik.

(33)

Aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun keji beling terhadap empat jenis

mikroba yaitu Candida albicans, Microspoprum gypseum, Bacillus cereus dan

Shigella dysentriae memberikan hasil zona hambat yang berbeda.Mikroba uji

yang paling sensitif terhadap ekstrak etanol daun keji beling adalah candida

albicans.Mikroba uji Microsporum gypseum, Bacillus cereus dan Shigella

dysentriae tidak dapat dihambat dengan baik oleh ekstrak etanol daun keji beling.

Davis dan Stout dalam Kesuma (2010) mengemukakan bahwa kekuatan

daya antibakteri adalah daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk sangat kuat,

daerah hambatan 10-20 mm kategori kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategori

sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang termasuk kategori lemah. Adanya

perbedaan diameter zona hambat pada keempat mikroba menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan sensitivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang

bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta

kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun

membran sel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona hambat terjadi pada jamur

Candida abicans dimulai pada konsentrasi 100 mg/ml dan terus meningkat hingga

konsentrasi 500 mg/ml. Sedangkan pada jamur Microsporum gypseum, zona

hambat terbentuk dimulai pada konsentrasi 500 mg/ml. Hal ini disebabkan karena

jamur Microsporum gypseum merupakan jamur berfilamen yang multiseluler,

sedangkan jamur Candida albicans merupakan jamur uniseluler. Namun, pada

bakteri Bacillus cereus dan Shigella dysentriae tidak mampu dihambat

pertumbuhannya oleh ekstrak etanol daun keji beling.

Hal ini diperkirakan karena berdasarkan hasil skrining fitokimia ekstrak

(34)

penelitian ini diduga alkaloid yang lebih berperan terhadap aktivitas antijamur

pada jamur Candida albicans. Alkaloid merupakan suatu senyawa yang bersifat

basa, yang mengandung atom nitrogen. Rahayu et al (2009), mengatakan bahwa

alkaloid memiliki sifat basa pH>7 dan pahit. Sifat basa ini kemungkinan akan

menekan pertumbuhan jamur Candida albicans, karena jamur tersebut tumbuh

pada pH 3,8-5,6.

Pada penelitian ini juga dilakukan pembanding dengan menggunakan

antibiotik Chloramphenicol terhadap bakteri Bacillus cereus dan Shigella

dysentriae serta antibiotik Nystatin terhadap jamur Candida albicans dan

Microsporum gypseum. Antibiotik Chloramphenicol 50 mg/ml menghasilkan

zona hambat sebasar 36,15 mm pada bakteri Bacillus cereus dan 30,63 mm pada

bakteri Shigella dysentriae. Dapat dilihat bahwa, ekstrak etanol daun keji beling

tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri jika dibandingkan dengan

antibiotik tersebut.

Berbeda halnya dengan antibiotik Nystatin. 10000 unit Nystatin

menghasilakn zona hambat sebesar 16,37 mm pada jamur Candida albicans dan

12,56 mm pada jamur Microsporum gypseum. Bardasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun keji beling pada konsentrasi 400 mg/ml

menunjukkan aktivitas yang sebanding dengan 10000 unit antibiotik Nystatin

pada jamur Candida albicans. Sedangkan pada konsentrasi 500 mg/ml tidak

menunjukkan aktivitas yang sebanding dengan 10000 unit Nystatin pada jamur

Microsporum gypseum.

Adapun zona hambat yang dibentuk oleh antibiotik terhadap pertumbuhan

(35)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.5 Antibiotik Pembanding Chloramphenicol terhadap bakteri (a) Bacillus cereus (b) Shigella dysentriae

Antibiotik Pembanding Nystatin terhadap jamur (c)

Candida albicans (d) Microsporum gypseum

(36)

Ekstrak etanol daun keji beling dilakukan uji aktivitas antioksidan demgan

menggunakan DPPH sebagai radikal sintetik yang stabil dan diukur absorbansinya

dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Visble pada panjang gelombang

517 nm. Mekanisme umum peredaman radikal bebas DPPH oleh antioksidan

dapat dilihat pada gambar 4.6 sebagai berikut :

Gambar 4.6 Mekanisme Peredaman Radikal DPPH (Yuhernita dan Juniarti. 2011)

Prinsip dari metode DPPH ini adalah inetraksi antara senyawa yang

bersifat sebagai antioksidan dengan DPPH, baik secara transfer elektron ataupun

hidrogen pada DPPH maka akan menetralkan sifat radikal bebas dari DPPH.

Setelah semua elektron pada radikal bebas DPPH berpasangan, maka larutan akan

berubah warna dari ungu tua menjadi kuning terang dan diikuti dengan penurunan

absorbansi pada panjang gelombang 517 nm (Green, R.J. 2004)

Pada tabel 4.3 menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH

setelah penambahan ekstrak etanol daun keji beling.Dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak maka % peredaman semakin tinggi yang disertai dengan

penurunan absorbansi dari larutan radikal bebas DPPH tersebut.

Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50 %

(37)

sebanyak 50 %.Nilai IC50 diperoleh dari persamaan garis regresi setelah

mengganti y dengan 50 (Bendra, A. 2012). Sehingga diperoleh nilai IC50 untuk

ekstrak etanol daun keji beling sebesar 155,2 ppm.

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, ekstrak etanol daun keji beling

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid dan fenolik. Senyawa

fenolik mempunyai gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik.

Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa fenolik diyakini dipengaruhi oleh

jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas

antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang

mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak. Senyawa fenolik ini

mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen. Produk radikal bebas

yang terbentuk pada senyawa fenolik akan terstabilkan oleh resonansi, sehingga

dapat berfungsi sebagai antioksidan yang efektif. Senyawa alkaloid, terutama

indol, memiliki kemampuanuntuk menghentikan reaksi rantai radikal bebas secara

efisien. Mekanisme alkaloid sebagai antioksidan adalah dengan cara mendonorkan

atom hidrogen pada radikal bebas. Beberapa senyawa alkaloid lain yang bersifat

antioksidan adalah quinolon, kafein yang dapat bertindak sebagai peredam radikal

hidroksil dan melatonin yang berperan penting menjaga sel dari pengaruh radiasi

dan toksisitas obat-obatan (Yuhernita dan Juniarti. 2011).

Mekanisme peredaman radikal bebas oleh senyawa fenolik dan alkaloid dapat

dilihat pada gambar 4.7 sebagai berikut :

O O O O

OH + DPPH O + DPPH-H

(38)

Gambar 4.8 Mekanisme peredaman radikal bebas oleh senyawa alkaloid (Yuhernita dan Juniarti. 2011)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuhernita dan Juniarti (2011),

IC50 untuk vitamin C sebagai kontrol positif antioksidan adalah sebesar 9,23

mg/L. Jika dibandingkan dengan IC50 ekstrak etanol daun keji beling, maka

aktivitas antioksidan nya masih kecil dibandingkan dengan aktivitas antioksidan

dari vitamin C.

4.2.4 Aplikasi Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji beling Terhadap Daging Ikan Nila

Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun keji beling dengan metode DPPH

menghasilkan nilai IC50 sebesar 155,2 ppm. Sehingga untuk mengetahui pengaruh

sifat antioksidannya, maka ekstrak etanol daun keji beling diaplikasikan terhadap

daging ikan nila yang disimpan selama 5 hari pada suhu ± 50 C. Sifat antioksidan

nya ditentukan dengan bilangan peroksida. Bilangan peroksida adalah bilangan

yang menentukan derajat kerusakan suatu minyak. Asam lemak tak jenuh dalam

minyak diketahui dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga

(39)

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa bilangan peroksida dari minyak dari

daging ikan nila semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak

eatnol daun keji beling dan lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yaitu

minyak dari daging ikan nila tanpa penambahan ekstrak.Hal ini memperlihatkan

bahwa adanya penambahan ekstrak etanol daun keji beling, memberikan pengaruh

untuk menghambat oksidasi yang terjadi.Berdasarkan hasil skrining fitokimia,

ekstrak etanol daun keji beling mengandung senyawa metabolit sekunder

golongan fenolik dan alkaloid yang mampu bersifat sebagai antiokisidan.

Antioksidan mampu menghambat terbentukanya radikal bebas dan

menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi.Hal ini desebabkan karena

antioksidan memiliki energi aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu atom

hidrogen kepada radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah

(Khamidinal, dkk. 2007).Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi

atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi,

dapat disebabkan oleh bebrapa macam mekanisme reaksi yaitu, pelepasan

(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak etanol daun keji beling mengandung senyawa metabolit sekunder

golongan alkaloid dan fenolik.

2. Ekstrak etanol daun keji beling (Strobilanthes crispus BI) memiliki aktivitas

sebagai antimikroba yang efektif terhadap jamur Candida albicans dan tidak

efektif pada jamur Microsporum gypseum, Bakteri Bacillus cereus dan

Shigella dysentriae.

3. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun keji beling dengan metode DPPH

memiliki nilai IC50 sebesar 155,2ppm. Sifat antioksidan terhadap daging

ikan nila menunjukkan bilangan peroksida yang semakin kecil seiring

dengan penambahan konsentrasi ekstrak etanol daun keji beling yang

semakin besar.

5.2 Saran

Diharapkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti selanjutnya untuk

menguji aktivitas antimikroba dengan metode dilusi untuk mengetahui konsentrasi

minimum ekstrak yang dapat membunuh mikroba, serta menguji sifat antijamur

(41)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan

Tumbuhan Keji beling tumbuh liar dihutan, tepi sungai, tebing-tebing dan sering

ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Tanaman ini terdapat dari

madagaskar sampai Indonesia, tumbuh pada ketinggian 50 m sampai 1.200 m dpl.

Tumbuhan semak ini memiliki tinggi 0,5-1 m. Batang beruas, bulat, bercabang,

berambut kasar, dan berwarna hijau. Daun tunggal, bertangkai pendek, dengan

letak berhadapan. Helaian daun memanjang atau hampir jorong, tepi bergerigi,

ujung meruncing, pangkal runcing, kedua permukaan kasar, pertulangan menyirip,

panjang 9-18 cm, lebar 3-8 cm, dan berwarna hijau. Perbungaan majemuk,

berkumpul dalam bulir padat. Mahkota bunga berbentuk corong, terbagi 5,

panjang 1,5-2 cm, berambut, dan berwarna kuning. Buah berbentuk gelendong,

berisi 2-4 biji. Biji bulat, pipih, kecil-kecil, berwarna coklat (Dalimartha, 2006).

Tumbuhan keji beling ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :

(42)

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan

Daun keji beling (Strobilanthes crispus) mengandung alkaloid, tanin dan

flavonoid (Isnawati, A dkk. 2004) . Daun keji beling juga mengandung beberapa

mineral seperti kalium dengan kadar tinggi, asam silikat, natrium dan kalsium

(Dalimartha, 2006).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan Keji Beling (Strobilanthes crispus BI)adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dycotiledoneae

Ordo : Scrophulariales

Famili : Achanthaceae

Genus : Strobilanthes

Spesies : Strobilanthes crispus BI

Nama Lokal : Keji Beling (Herbarium Medanense, 2014)

2.1.4 Khasiat Tumbuhan

Daun keji beling memiliki kegunaan sebagai obat disentri, diare (mencret) dan

obat batu ginjal serta dapat juga sebagai penurun kolesterol. Daun keji beling juga

kerap digunakan untuk mengatasi tubuh yang gatal kena ulat atau semut hitam,

caranya dengan cara mengoleskan langsung daun keji beling pada bagian yang

gatal tersebut. Untuk mengatasi diare, disentri, seluruh bagian dari tanaman ini

(43)

Sama juga prosesnya untuk mengobati batu ginjal. Daun keji beling juga

dapat mengatasi kencing manis dengan cara dimakan sebagai lalapan secara

teratur setiap hari. Daun tanaman ini selain direbus untuk diminum airnya, juga

dapat dimakan sebagai lalapan setiap hari dan dilakukan secara teratur untuk

mengobati penyakit lever (sakit kuning), ambien (wasir) dan maag dengan cara

dimakan secara teratur (Nursiyah, 2013).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sampel yang

diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak

dapat larut seperti serat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam

berbagai sampel dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid,

flavonoid dan lain-lain.

Prosedur ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa

yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari

tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Tanaman yang diekstrak

mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloida, glikosida,

terpenoid, flavonoid.

Metode ekstraksi dengan maserasi adalah proses pengekstrakkan sampel

dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan

pada temperatur ruangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang

kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan

pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes.

(44)

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit pada makhluk hidup dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu,

senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa Metabolit

primer didefinisikan sebagai produk akhir dalam proses metabolisme makhluk

hidup yang fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme

tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya, protein, lemak,

karbohidrat dan DNA. Sedangkan senyawa metabolit sekunder dapat didefinisikan

sebagai suatu produk metabolik yang dihasilkan oleh proses metabolisme

sekunder makhluk hidup, dimana produk tersebut bukan merupakan kebutuhan

pokok untuk hidup dan tumbuh, serta terbentuk secara ekstraseluler. Metabolit

sekunder banyak bermanfaat bagi manusia, dan makhluk hidup lain karena banyak

diantaranya bersifat sebagai obat, vitamin, pigmen (Pratiwi, S.T. 2008)

Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan kimia dalam suatu

tumbuhan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang

terkandung didalam tumbuhan tersebut. Senyawa metabolit sekunder yang

memiliki khasiat untuk kesehatan diantaranya alkaloid, flavonoid, terpenoid,

tannin, dan saponin.

2.3.1 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya

terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu

atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian

tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja

sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2000). Sejumlah

flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu

(Sastrohamidjojo, 1996). Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan

menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang

menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat (Mailandari, 2012)

(45)

Alkaloid adalah metabolit basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen

yang biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid umumnya memiliki

sifat padatan kristal, sedikit alkaloid berbentuk amorf, dan sebagian ada yang cair,

bersifat basa, berasa pahit, kebanyakan alkaloid tidak berwarna tetapi bebrapa

senyawa yang kompleks spesies aromatik berwarna. Pada umumnya basa bebas

alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, tetapi ada bebrapa yang dapat larut

dalam air (Sastrohamidjojo, 1996). Alkaloid dapat dideteksi dengan menggunakan

pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bouchardat (Mailandari, 2012)

2.3.3 Terpen

Terpen adalah suatu senyawa yang tersusun atas isoprene dan kerangka karbonnya

dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid terdiri atas

beberapa macam senyawa seperti monoterpene dan seskuiterpen yang mudah

menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap triterpene dan

sterol. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma

sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diidentifikasi dengan pereaksi

Liberman-Buchard (anhidrat asetat-asam sulfat) yang memberikan warna hijau kehitaman

sampai biru (Mailandari, 2012)

2.3.4 Saponin

Pembentukan busa sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada saat memekatkan

ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin. Uji saponin yang

sederhana adalah mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam tabung

reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada permukaan

cairan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan

kemampuannya menghemolisis sel darah (Harborne, 1996).

(46)

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat

khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk

kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Didalam tumbuhan letak tannin

terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Sebagian besar tumbuhan yang banyak

bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat.

Secara kimiawi tannin merupakan senyawa kompleks yang biasanya merupakan

campuran polifenol (Harborne, 1996). Tannin dapat diidentifikasi dengan

menggunakan larutan larutan besi (III) klorida 1% dan timbal (II) asetat 25%

(Mailandari, 2012)

2.4 Antimikroba

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

manusia. Berdasarkan jenis mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat

pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antijamur, antivirus,

dan anti-protozoa. Zat antijamur merupakan bahan yangdapat membasmi jamur

pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia. antijamur bekerja

menurut salah satu dari berbagai cara, antara lain menyebabkan kerusakan dinding

sel, perubahan permeabilitas sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,

penghambatan kerja enzim, atau penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri yang

merugikan. Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui bebrapa cara yaitu,

merusak dan menghambat sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas sel, dan

menghambat sintesis protein dan asam nukleat (Pelczar, M.J. 1988)

(47)

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi

dapat terlihat dengan bantuan mikroskop. Ukuran bakteri berkisar antara panjang

0,5 sampai 10 μ dan lebar 0,5 sampai 2,5 μ (μ = 1 mikron = 0,001 mm) tergantung dari jenisnya. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam yang berhubungan

dengan hewan, udara, air dan tanah. Bakteri berkembang biak secara aseksual

yaitu dengan proses pembelahan diri menjadi dua (Buckle. 2007).

Sebagian besar mikroorganisme tidak berwarna, sehingga untuk dapat

melakukan pengamatan dibawah mikroskop cahaya diperlukan pewarnaan

mikroorganisme dengan menggunakan pewarna. Pewarnaan diferensial

menggunakan lebih dari satu pewarnadan memiliki reaksi yang berbeda untuk

setiap bakteri, sehinnga digunakan untuk membedakan bakteri.

Pewarnaan diferensial yang sering digunakan adalah pewarnaan gram,

yang diciptakan oleh Hans Christian Gram pada tahun 1884, sehingga dapat

dibedakan menjadi dua kelompok besar bakteri, yaitu bakteri Gram positif dan

Gram negatif. Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram

negatif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel (Pratiwi, S.T.

2008)

2.4.2 Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna crystal

violet-iodin,sewaktu proses pncucian dengan alkohol. Sehingga bakteri jenis ini

akan berwarna ungu dibawah mikroskop. Kompleks warna crystal violet-iodin

yang masuk kedalam sel bakteri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol

karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel. Bakteri Gram

positif banyak mengandung peptidoglikan (Pratiwi, S.T. 2008)

(48)

Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerob fakultatif, dan dapat

membentuk spora.Keracunan makanan karena Bacillus cereus mempunyai dua

bentuk yang berbeda yaitu, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang

tercemar dan jenis diare yang berkaitan dengan daging dan saus. B. cereus adalah

mikroorganisme tanah yang sering mengkontaminasi nasi. Bila sejumlah nasi

dimasak dan dibiarkan dingin perlahan-lahan, spora B. cereusbertunas dan sel

vegetatif menghasilkan toksin (Jawetz, et al. 2001). Bentuk dan kalsifikasi dari

bakteri B. cereus ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut ( Kotiranta A, et al. 2000).

Klasifikasi Bacillus cereus:

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus cereus

Gambar 2.2 Bakteri Bacillus cereus ( Kotiranta A, et al. 2000)

(49)

Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna

crystal violet-iodin sewaktu pencucian dengan alkohol. Sehingga bakteri akan

berwarna merah setelah diberi pewarna safranin. Pada bakteri Gram negatif,

alkohol dapat merusak lapisan lipopolisakarida dan menyebabkan sel bakteri

transparan yang kemudian diberi pewarna merah. Dinding sel bakteri Gram

negatif banyak mengandung lipopolisakarida (Pratiwi, S.T. 2008)

2.4.3.1Shigella dysenteriae

Habitat alami Shigella terbatas pada sistem saluran intestinal manusia, dan

binatang menyusui, dimana mereka menghasilkan disentri basillus. Shigella

merupakan batang gram negatif yang tipis, berbentuk coccobacilli terjadi pada

pembenihan muda. Shigella merupakan fakultatif anaerob, tetapi tumbuh baik

secara aerob. Koloni shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter

sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Shigella dapat menular. Dosis menular

adalah 103 organisme. Semua Shigella mengeluarkan toksin liposakaridanya yang

berpengaruh pada iritasi dinding usus (jawetz, et al. 2001). Bentuk dan kalsifikasi

dari bakteri Shigella ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut (Hale, T.L and Keusch,

G.T. 1996).

Klasifikasi Shigella :

Kingdom : Bakteria

Filum : Proteobakteria

Kelas : Gamma Proteobakteria

Ordo : Enterobakteriales

Famili : Enterobakteriaceae

Genus : Shigella

Spesies : Shigella boydii

Shigella dysentriae

Shigella flexneri

(50)

Gambar 2.3 Bakteri Shigella dysentriae (Hale, T.L and Keusch, G.T. 1996)

2.4.4 Jamur

Jamur (fungi) merupakan organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa

organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Beberapa fungi dapat

bersifat menguntungkan yaitu sebagai elemen daur ulang dan dapat bersifat

merugikan karena menimbulkan penyakit bagi manusia, hewan dan tumbuhan.

Fungi bereporoduksi baik secara aseksual maupun seksual. Fungi tumbuh dalam

kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22-300 .

Spesies fungi patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi

yaitu berkisar antatra 30-370 C. Fungi tumbuh baik pada pH ± 5 (Pratiwi, S.T.

2008)

2.4.4.1Candida albicans

Candida merupakan flora normal dan banyak tersebar di dalam tubuh terutama di

membran mukosa saluran pencernaan (24 %) dan mukosa vagina (5-11 %). Jamur

ini bersifat oportunistik dan beberapa spesies Candida dapat menyebabkan infeksi

seperti C. tropicalis, C. glablata dan terutama C. albicans sebagai spesies yang

paling sering menyebabkan infeksi. Pada pemeriksaan mikroskopis dengan

pewarnaan Gram-positif dapat ditemukan Candida albicans dalam bentuk yeast,

(51)

C. albicans sering juga ditemukan dalam bentuk mycelium. C. albicans

dapat tumbuh baik pada media agar Saboroud, tetapi dapatjuga tumbuh pada

media kultur biasa. Setelah proses inkubasi, pada media agar terlihat koloni C.

albicans berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan koloni yang terlihat

agak kasar (Riskillah, A.G. 2010). Bentuk dan klasifikasi dari jamur C.albicans

ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut (McClary and Otho. 1952)

Klasifikasi Candida albicans:

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota

Kelas : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

Gambar 2.4 Jamur Candida albicans (McClary and Otho. 1952)

2.4.4.2Microsporum gypseum

Koloni dari Microsporum gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar dengan

permukaan yang mendatar.Microsporum gypseum merupakan penyebab penyakit

kulit, pemakan zat tandukatau keratin, serta merusak kuku dan rambut.Jamur

microsporum gypseum dapatditularkan secara langsung. Penularan langsung dapat

secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,

(52)

Bentuk dan kalsifikasi dari jamur Microsporum gypseum ditunjukkan pada

gambar 2.5 sebagai berikut (Currah, R. 1985).

Klasifikasi Microsporum gypseum:

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Onygenales

Famili : Arthrodermataceae

Genus : Microsporum

Spesies : Microsporum gypseum

Gambar 2.5 Jamur Microsporum gypseum(Currah, R. 1985)

2.4.5 Metode Pengukutan Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan

dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi atau difusi.

1. Metode dilusi mengggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun

secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media

diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir antimikroba yang

(53)

Uji kepekaan dengan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya

dibatasi. Uji kepekaan cara dilusi cair yang menggunakan tabung reaksi,

tidak praktis dan jarang dipakai. Keuntungan dari metode ini adalah uji ini

memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang

dibutuhkan untuk mematikan bakteri.

2. Metode difusi yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar.

Cakram kertas yang berisi sejumlah antimikroba ditempatkan pada media

padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya.

Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan

untuk mengukur kekuatan hambatan senyawa antimikroba terhadp

mikroba uji (Jawetz, et al. 2001)

2.5Antioksidan

2.5.1 Pengertian Antioksidan

Dalam pengertian secara kimia, antioksidan adalah senyawa pemberi elektron

(electron donors). Sedangkan secara biologis, antioksidan didefinisikan sebagai

senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam

tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada

senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat

dihambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu membersihkan,

menghilangkan dan menahan pembentukan oksigen reaktif atau radikal bebas

dalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil karena

memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga sangat

reaktif untuk mendapatkan pasangan elektron dengan mengikat sel-sel tubuh.

Proses pengambilan elektron dari sel-sel tubuh menyebabkan kerusakan sel.

Antioksidan inilah yang mampu mengubah sel-sel tubuh menjadi pengaman untuk

(54)

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik

adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, contohnya Butil

Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT) dan lain-lain. Sedangkan

antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan

alami tumbuhan yang umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang

dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, dan tokoferol (Windono. 2001).

Secara umum, berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan

menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Antioksidan primer

Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD),

katalase, glutation peroksidase (GSH-Px). Suatu senyawa dikatakan antioksidan

primer, apabila senyawa tersebut dapat memberikan atom hydrogen secara cepat

kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera

berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan

cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal

bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Winarsi, 2007).

2. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi

berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal

bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder ini

meliputi vitamin E, vitamin C, -karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan

albumin. Vitamin C, karotenoid dan lainnya banyak terdapat dalam sayur dan

buah-buahan (Winarsi, 2007). Oleh sebab itu untuk memperoleh antioksidan

tersebut diperlukan asupan sayur-sayuran, buah-buahan dalam jumlah yang tinggi.

3. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier ini meliputi system enzim DNA-repair dan

metionin sulfoksida reductase. Enzim-enzim ini atau antioksidan tersier ini

berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal

(55)

2.5.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah

satunya adalah dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil). Metode

menggunakan DPPH yang bertindak sebagai radikal bebas merupakan metode

yang paling sering digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan dari

berbagai tanaman obat.

Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau

radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.

Prinsip dari metode DPPH adalah penghilangan warna untuk mengukur aktivitas

antioksidan yang langsung menjangkau radikal DPPH dengan pemantauan

absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer.

Aktivitas antioksidan tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi inhibisi

(Inhibition Concentration) atau IC50. IC 50 adalah nilai yang menunjukkan

kemampuan penghambatan proses oksidasi sebesar 50% suatu konsentrasi sampel

(ppm). Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukkan semakin tingginya aktivitas

antioksidan. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang

sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, antioksidan kuat jika IC50

bernilai 50-100 ppm, antioksidan sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm, dan

antioksidan dikatakan lemah jika IC50 bernilai 151-200 ppm (Blois, 1958).

2.5.3 Aplikasi Sifat Antioksidan terhadap Daging Ikan Nila

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh

memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal

dari Sungal Nil dan danau-dana sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke

(56)

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus.

Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila

Albino (Deputi Menegristek).

Ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti misalnya asam

lemak omega-3, omega-6. Asam-asam lemak tak jenuh sangat mudah mengalami

proses oksidasi. Penyimpanan ikan yang kurang baik, dapat menyebabkan

perubahan fisik maupun komposisi kimianya. Asam-asam lemak tak jenuh pada

ikan yang rentan teroksidasi menghasilkan hidroperoksida dan hasil uraian lain

seperti aldehid dan keton yang dapat meyebabkan mutu ikan segar menurun

(Khamidinal, dkk. 2007)

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa

oksidasi dan hidrolitik. Secara umum yang membedakan antara ketengikan

hidrolitikdan oksidatif selain kadar air adalah kondisi suhu dimana

produkmakanan tersebut disimpan. Biasanya ketengikan hidrolitik tidak terjadi

pada penyimpanan suhu rendah, sedangkan ketengikan oksidatif masih bisa

berlangsung pada suhu rendah sekalipun.

Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat

kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.peroksida ini

dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang paling sering dilakukan

untuk mentukan bilangan peroksida adalah berdasarkan pada reaksi antara alkali

iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada

(57)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya

alam tumbuh-tumbuhan. Jumlah spesies tumbuhan yang tersebar di seluruh

Nusantara Indonesia diperkirakan sekitar 40.000 jenis dan lebih kurang 1000

spesies telah terpakai sebagai obat tradisional (Hargono. 2012). Akhir-akhir ini

penggunaan tumbuhan herbal mulai dikembangkan kembali dalam upaya upaya

penggalian potensi alam untuk mencari bahan baku obat dengan memanfaatkan

tumbuhan yang umumnya telah diketahui manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu

tumbuhan yang telah digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat adalah

tumbuhan Keji Beling.

Keji beling merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat-obatan.Tumbuhan keji beling adalah jenis tumbuhan yang biasa

ditanam masyarakat sebagai tumbuhan pagar dan dapat tumbuh hampir diseluruh

wilayah Indonesia. Tumbuuhan keji beling juga merupakan tumbuhan herbal liar

yang hidup menahun dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dalam

penyembuhan beberapa penyakit (Gunawan. 2011)

Dari berbagai penelitian diketahui tanaman Keji Beling mengandung

zat-zat kimia antara lain : kalium, natrium, kalsium, asam silikat, alkaloida, saponin,

flavonoida, dan polifenol, terutama pada bagian daunnya. Bagian daun yang

diolah menjadi simplisia atau sebagai daun segar, digunakan sebagai bahan

racikan jamu atau obat-obatan. Ramuan keji beling untuk mengobati beberapa

jenis penyakit antara lain batu ginjal, infeksi ginjal, tumor, diabetes melitus,

prostat ambeien, gangguan fungsi lever, kolesterol tinggi, maag, diare, serta

Gambar

Grafik % Peredaman terhadap Konsentrasi (ppm)
Table 4.1 Hasil skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Keji Beling
Gambar 4.1 Zona Hambat Jamur Candida albicans
Gambar 4.3 Zona Hambat Bakteri Bacillus cereus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian ini berfungsi untuk meminta serial number dari kartu, sebelum bagian ini diproses terlebih dahulu tipe kartu harus diketahui dengan perintah request kartu.

Berdasarkan pengalaman Pemilihan Kepala Desa pada Bulan Desember Tahun 2015, pelaksanaan pelantikan Kepala Desa terpilih menjadi Kepala Desa yang harus dilaksanakan

Nama Penyedia barang/Jasa Harga Penawaran Harga Terkoreksi Keterangan.

The rest of the paper is structured as follows: section 2 gives an overview of the system architecture and main functions; section 3 describes the approaches to integrate

masyarakat akan pentingnya pengurusan perijinan pada kegiatan usaha yang dilakukan.

The results show that the SVD based robust cubature Kalman filter (SVD-RCKF) algorithm can improve the filtering stability and has better robustness to the impact of outliers..

Persentase Meningkatnya Masyarakat yang Sadar Akan IMB dan Sempadan

Diagram Alir Deteksi Wajah Saat dideteksi adanya wajah, maka sistem akan membuat Bonding Box berwarna merah yang kemudian citra wajah tersebut akan disimpan untuk