Lampiran 1. Bagan Kerja BOD5
Sampel Air
Diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 200C
Dihitung DO Awal
Perhitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan perhitungan nilai DO. Nilai BOD = Nilai DO Awal – DO Akhir
Sampel Air
Sampel Air II Sampel Air I
DO Akhir
Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002).
Sampel Air
1 ml MnSO4 1 ml KOH-KI Dikocok Didiamkan
1 ml H2SO4 Dikocok Didiamkan
Diambil sebanyak 100 ml Ditetesi Na2S2O3 0,0125 N
Ditambahkan 5 tetes amilum
Ditetesi Na2S2O3 0,0125 N
Dihitung volume Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai (= nilai DO akhir)
Sampel Air
Sampel dengan endapan putih coklat
Larutan Sampel Berwarna Coklat
Larutan Sampel Berwarna Kuning Pucat
Larutan Sampel Berwarna Biru
Sampel Bening
Lampiran 3. Data Hasil Penagkapan Ikan cencen ( M. marginatus)
pengambilan Stasiun Jumlah Ikan
1
St 1 9
St 2 9
St 3 6
St 4
2
St 1 3
St 2 4
St 3 5
St 4 4
3
St 1 2
St 2 3
St 3 1
St 4
4
St 1 4
St 2 4
St 3 3
St 4 1
5
St 1 8
St 2 10
St 3 2
St 4 1
6
St 1 5
St 2 5
St 3 2
St 4 1
Lampiran 4. Data Perhitungan Kepadatan Populasi Ikan cencen ( M. Marginatus) setiap Stasiun Penelitian
Kepadatan Ikan Cencen (M. marginatus) Perairan Sibiru-Biru Kabupaten Deli Serdang
Diameter Jala = 4 m
Luas Jala = πr2
= 3,14 x 2 x 2
= 12,56 m2
Sampling 1 Sampling 4
St 1 = 9
3,14x2x2
= 0,71 ind/m
2St 1 = 4
3,14x2x2
= 0,31 ind/m
2St 2 = 9
3,14x2x2
= 0,71 ind/m
2St 2 = 4
3,14x2x2
= 0,31 ind/m
2St 3 = 6
3,14x2x2
= 0,47 ind/m
2St 3 = 3
3,14x2x2
= 0,23 ind/m
2St 4 = 0
3,14x2x2
= 0 ind/m
2St 4 = 1
3,14x2x2
= 0,07 ind/m
2Lampiran 6. Lanjutan
Sampling 2 Sampling 5
St 1 = 3
3,14x2x2
= 0,23 ind/m
2St 1 = 8
3,14x2x2
= 0,63 ind/m
2St 2 = 4
3,14x2x2
= 0,31 ind/m
2St 2 = 10
3,14x2x2
= 0,79 ind/m
2St 3 = 5
3,14x2x2
= 0,39 ind/m
2St 3 = 2
3,14x2x2
= 0,15 ind/m
2St 4 = 4
3,14x2x2
= 0,71 ind/m
2St 4 = 1
3,14x2x2
= 0,07 ind/m
2Sampling 3 Sampling 6
St 1 = 2
3,14x2x2
= 0,15 ind/m
2St 1 = 5
St 2 = 3
3,14x2x2
= 0,23 ind/m
2St 2 = 5
3,14x2x2
= 0,39 ind/m
2St 3 = 1
3,14x2x2
= 0,07 ind/m
2St 3 = 2
3,14x2x2
= 0,15 ind/m
2St 4 = 0
3,14x2x2
= 0 ind/m
2St 4 = 1
3,14x2x2
= 0,07 ind/m
2Kepadatan Ikan tiap Stasiun :
Kepadatan St 1
Kepadatan St 1 = 0,71+0,23+0,15+0,31+0,63+0,39
6
= 0,40 ind/m
2
Kepadatan St 2
Kepadatan St 2 = 0,71+0,31+0,23+0,31+0,79+0,39
6
= 0,45 ind/m
2
Kepadatan St 3
Kepadatan St 3 = 0,47+0,39+0,07+0,23+0,15+0,15
6
= 0,24 ind/m
2
Kepadatan St 4
Kepadatan St 4 = 0+0,31+0+0,07+0,07+0,07
6
= 0,08 ind/m
Lampiran 5. Karakter Morfologi yang Diukur
Panjang Total Ikan (mm)
St 1 125 120 130 125 110 120 90 70 70 110 120 110 170 180 125 110 90 90 110 100 85 85 100 St 2 120 110 130 130 140 160 130 70 100 95 115 120 110 105 95 80 120 130 70 100 120 110 120 St 3 140 120 100 120 70 70 135 120 140 100 80 120 135 120 140 100 90 80 70
St 4 160 90 90 105 140 140 130
Panjang Kepala (mm)
St 1 25 20 25 25 15 20 12 10 10 18 20 15 23 32 25 20 12 12 17 16 10 10 16
St 2 25 20 25 25 25 25 25 20 20 15 20 20 15 15 10 10 25 25 20 20 20 17 20
St 3 25 20 20 20 10 10 22 20 23 15 12 23 26 25 27 16 14 20 20
St 4 30 10 10 19 27 27 25
Tinggi Kepala (mm)
St 1 20 18 20 20 14 15 10 8 8 14 15 10 25 25 10 15 10 10 13 10 9 9 10
St 2 20 15 20 20 20 20 20 15 15 15 15 17 14 14 10 10 20 20 15 15 15 13 15
St 3 20 20 18 18 10 10 20 17 20 12 10 17 23 20 25 10 9 20 25
St 4 24 8 10 14 10 10 9
Panjang Operculum (mm)
St 1 20 20 20 20 10 12 10 5 5 12 15 11 20 20 20 10 11 11 10 8 5 5 8
St 2 20 20 20 25 25 25 25 25 20 20 10 13 15 11 10 9 8 20 25 20 20 10 10
St 3 18 18 15 18 8 8 17 12 17 11 9 15 17 12 17 8 5 20 25
St 4 20 6 8 10 17 17 25
Panjang Rahang Atas
(mm)
St 1 10 6 5 5 4 5 4 3 3 4 5 5 10 10 10 5 4 4 8 5 4 4 5
St 3 8 4 7 6 3 3 6 5 6 4 4 5 6 5 6 5 3 11 11
St 4 6 5 5 5 6 6 10
Panjang Rhang Bawah
(mm)
St 1 5 5 4 3 3 4 3 2 2 3 4 4 10 10 10 5 3 3 3 3 2 2 3
St 2 5 10 10 10 10 10 10 5 5 5 4 5 3 6 5 4 5 10 5 5 5 3 5
St 3 7 4 6 5 2 2 5 3 5 3 3 4 5 3 5 3 2 5 10
St 4 5 4 3 4 5 8 10
Diameter Mata (mm)
St 1 7 6 8 8 6 6 5 3 3 6 7 5 10 10 7 6 5 5 3 3 1 1 3
St 2 8 5 8 8 8 8 8 5 5 13 11 12 5 10 9 8 8 8 5 5 5 3 5
St 3 9 8 5 6 4 4 8 7 8 6 5 7 8 7 8 3 4 5 5
Lampiran 7. Pengukuran Parameter Kualitas Air
Pengukuran Kedalaman Pengukuran Suhu
Pengukuran pH Pengukuran Kecerahan
Lampiran 8. Kegiatan Penangkapan Ikan cencen ( M. Marginatus)
DAFTAR PUSTAKA
Adji, S. 2009. Hasil Tangkapan Ikan dari beberapa Alat Tangkap di Sungai Bengawan Solo.Bali Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang.
Afianto, E. dan Evi, L., 1993.Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Lemunde Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara.Jurnal Perikanan dan Kelautan.01(01):23-37.
Barus ,T. A. 2001. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Sungai.FMIPA USU. Medan.
Barus ,T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan.
Cardova, M. R. 2008. Kajian Air Limbah Domestik di Perumnas Bantar Kemang Kota Bogor dan Pengaruhnya pada Sungai Ciliwung.Skripsi. Jurusan Manajamen Sumberdaya Perairan IPB. Bogor.
Delgado, G.A., Glazer, R.A., and McCarthg, K. 2007. Translocation as Strategy to Rehabilitate The Queen Conch (Strombus gigas) Population In The Florida Keys. Journal Of National Marine Fisheries Service. Academy Of Florida Fish and Wild Life Conservation Commission. Mrine Research Institute. Miami.
Departemen Kehutanan RI. 1996. Pedoman Identifikasi Karakteristik DAS. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitas Lahan. Jakarta.
Dian, O dan Syahroma, H. N. 2008.Komunitas Ikan dan Faktor Kondisi Beberapa Ikan Putihan di Sungai Muara Kaman dan Danau Semayang.LIMNOTEK.No.1. P. 10-21.
Dini S. 2011. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung Di Provinsi Daerah Khusus I bukota Jakarta Tahun 200-2010. [Skripsi] Kesehatan Masyarakat UI, Depok.
Dyahwanti, I. N. 2007. Kajian Dampak Lingkungan Kegiatan Penambangan Pasir pada Daerah Sabuk Hijau Gunung Sumbing di Kabupaten Temenggung. [Tesis] Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Erlangga.2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).Tesis.IPB. Bogor.
Heltonika, B. 2009.Kajian Makanan dan dengan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah. IPB. Bogor.
Iskandar, T. 2011. Dampak Penambangan Emas terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuanbtan Singingi Riau.UIR.Riau.
Kamri, S., Muhammad, J., Emiyarti.2013.Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Lamunde Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara.Jurnal Penelitian Sains.01 No. 01. Hal 23-27.
Kordi, M. G. H. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Kottelat, M, A. J., Whitten, S. N., Kartika, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus Edition (HK) Ltd.
Lilik, B. P. B., Ratna, S., Andry, I. 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lutfi, A. S. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di Sekitar Sungai Tuk terhadap Kualitas Air Sungai Kaligara serta Upaya Penanganannya. UNDIP. Semarang.
Manik, N. 2009.Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Ikan Layang (Decapterus Ruselli) Sulawesi Utara.Jurnal Oseanologi dan Limnologi Indonesia. 35 (1):65-74.
Marsaulina, I., Wini, R.E.T., Surya, D. 2012. Analisis Kandungan Pb pada Air Sumur Gali Masyarakat di Sekitar Tempat Penimbunan Limbah Padat Industri Timah dari Daur Ulang Aki Bekas Desa Sei Rotan Kecamatan Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU Repository Medan.
Mugirosani, T. 2011. Uji Toksisitas Air Limbah Laundry Ikan Nila (Oreochromis niloticus).Skripsi. Prodi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jawa Timur.
Mulya, M. B. 2004. Keanekaragaman Ikan di Sungai Deli Provinsi Sumatera Utara serta Keterkaitannya dengan Faktor Fisika Kimia Perairan. FMIPA USU. Medan Murijal A. 2012. Penilaian Kualitas Sungai Pesanggrahan Dari Bagian Hulu (Bogor,
Novita, B. 2013.Studi Kebiasaan Makanan Ikan Cencen (Mysacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.Skripsi. Biologi USU, Medan.
Nurudin, F, A. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Sekonyer Taman Nasional Tanjung Putting KalimantanTengah.WIPTEK : 35.
Pemerintah Republik Indonesia.2001.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.
Rahayu, S. W. 2004. Struktur Komunitas Makrozoobentos sebagai Indikator Biologis Kuditas Lingkungan Perairan di Situ Burung Kabupaten Bogor.Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rifqie, G. L. 2007. Analisis Frekuensi Panjang dan Hubungan Panjang berat Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta. Manajemen Sumberdaya Peraiaran IPB. Bogor.
Santoso, S. 2014. Limbah Cair Domestik, Permasalahan dan Dampaknya terhadap Lingkungan. Fakultas Biologi UNSOED.
Sianturi. A. P. 2014. Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucuc padangensis) di Perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.Manajemen Sumberdaya Perairan USU. Medan.
Sitorus E. Yandi A. Y dan Paramita A. 2009.Pengelolaan Lingkungan Dan Kondisi MasyarakatPada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Arsitektur UI. 13(2): 143-153.
Sulistiono., Arwani, M dan Aziz, K. A. 2001. Pertumbuhan Ikan Belanak (Mugil dussuimeri) di Perairan Ujung Pangkah.IPB Press. Bogor. Vol 1 No. 2:39-47. Sudarso, Y., G. P. Yoga., T. Suryono., M.S. Syawal dan Yustiawati. 2009. Pengaruh
Aktifitas Tropogenik di Sungai Akaniki (Jawa Barat) terhadap Komunitas Fauna Makrobentik.LIMNOTEK. 15(2):153-166.
Supartiwi E. N. 2000. Karakteristik Komunitas Fitoplankton dan Perifiton Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Sungai Ciujung, Jawa Barat. [Skripsi] Perikanan dan Kelautan IPB, Bogor.
Taqwa M. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. [Tesis] Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP, Semarang.
Tumanggor, D. 2012. Pengaruh Pengerukan Pasir terhadap Kualitas Perairan di Sungai Tanjung Kabupaten Batubara.USU Press. Medan. Vol 1 No.2:23-37.
Veronica. E., Diana. A., Soemarno., Amin. L. 2012. Komunitas Fitoplankton dan Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Kelimpahannya di Sungai Hampalam Kabupaten Kapuas.Jurnal Perikanan dan Kelautan.1(1): 69-83.
Walpole R. E. 1992. Probabality and Statistics for Engineers and Scientists. ISBN 978.University of Texas at San Antonio.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015 di sepanjang hulu sungai Sibiru-biru yaitu di Desa Namo Suro Lama Kecamatan Sibiru-biru dan Desa
Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Pengukuran sampel parameter Kualitas Air dilakukan di Laboratorium Kementrian Kesehatan RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) Kelas I Medan. Sedangkan identifikasi ikan M. marginatus dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jala dengan ukuran mesh size 0,2-1 Inch, tool box, lakban, DO Meter, botol zat, alat tulis, kertas millimeter blok,
turbidity meter, meteran GPS (Global Positioning System), meteran, Kamera Digital, kertas label, buku identifikasi ikan Kottelat (1993), termometer, pH Meter dan ember. Bahan yang digunakan adalah Aquadest, Alkohol 70 %, Amilum, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, NA2S2O3.
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Sampling”. Ada 4 stasiun, Stasiun I berada di Desa Namo Suro
Lama, Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang. Stasiun II berada di Pemandian Alam Casanova Indah Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang. Stasiun III
berada di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Stasiun IV yaitu di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Penangkapan ikan M.marginatus dilakukan pada pagi hari, karena ikan cencen
banyak di pagi hari.Setelah ikan tertangkap langsung diamati di lapangan dengan mengukur panjang dan bobot, untuk identifikasi lanjut ikan dimasukkan ke dalam botol
sampel. Buku yang digunakan untuk identifikasi ikan mengacu pada buku Kottelat dkk., (1993).
Ikan cencen diamati karakter morfologinya, yaitu bobot, panjang, morfometri
dicatat.Ikan cencen yang didapat tiap stasiun dilihat ciri-ciri yang berkaitan dengan
ukuran tubuh (morfometri) atau bagian tubuh ikan yaitu panjang total, panjang kepala, tinggi kepala, lebar kepala, panjang operculum, panjang rahang atas, panjang rahang
bawah, tinggi badan, dan diameter mata. Ikan sampel dibedah dengan menggunakan gunting, dimulai dari anus menuju bagian atas perut dan menyusuri garis sisi sampai kebagian belakang operkulum dilanjutkan sampai ke arah ventral hingga ke dasar perut.
Daging dibuka sehingga organ dalam dapat dilihat. Jenis kelamin dilakukan dengan cara mengamati gonadnya. Pola pertumbuhannya menggunakan Microsoft exel.
Tabel 1. Karakter morfometrik yang diukur
No Karakter Morfometrik
1. Panjang total Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan ujung sirip caudal yang paling belakang 2. Panjang kepala Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan
ujung terbelakang dari keping tutup insang (operculum)
3. Tinggi kepala Panjang garis tegak antara pangkal kepala bagian atas dengan pangkal kepala bagian bawah
4. Panjang operculum Jarak antara tulang operculum terdepan dengan ujung terbelakang dari keping tutup insang (operculum)
5. Panjang rahang atas Jarak dari ujung terdepan mulut bagian atas dengan ujung terbelakang tulang rahang atas
Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dapat dilihat pada gambar berikut : a. Stasiun 1
Stasiun ini berada di Desa Namo Suro Lama, Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang. Letak geografis stasiun I ini berada pada 1103,42΄11,1΄΄ LU dan 100 98,69΄11,64΄΄LS. Sekitar lokasi ini tidak ditemukan aktivitas manusia dan substratnya
berupa pasir dan batu dengan kedalamannya 0,5 meter dan merupakan lokasi tanpa aktivitas manusia. Lokasi stasiun I dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Stasiun 1 b. Stasiun II
Gambar 3. Lokasi Stasiun II
c. Stasiun III
Stasiun ini berada di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.Secara geografis stasiun III berada pada 1603,49΄16,1΄΄LU dan 150 98,34΄16,63΄΄ LS. Daerah ini dijumpai aktivitas pertanian.Substratnya pasir
berbatu.Lokasi stasiun III dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Stasiun III d. Stasiun IV
ini berada pada 703,53΄7,1΄΄ LU dan 6098,71΄7,6΄΄ LS. Substrat dasar yaitu pasir dan batu dengan kedalaman 1-2 meter. Berikut gambar lokasi stasiun 5.
Gambar 5. Lokasi Stasiun IV Parameter yang diamati
a. Sampel Ikan Mystacoleucus marginatus
Pengambilan sampel ikan M.marginatus dilakukan langsung di tempat penelitiandengan menggunakan jala dengan ukuran 0.2-1 Inch.Kemudian ikan yang
tertangkap dimasukkan ke dalam toples yang berisi alkohol 70 % dan diidentifikasi.Semua ikan M.marginatus atau ikan cencen yang tertangkap diukur panjang, berat, morfometri, diketahui jenis kelaminnya, dan pola pertumbuhannya.
b. Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan
Pengukuran faktor fisika kimia perairan sungai Sibiru-biru dilakukan di stasiun
yang sudah ditentukan dan dilakukan setiap pengambilan sampel ikan M.marginatus. Suhu (oC)
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer secara
Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan bola duga. Disediakan beberapa buah bola duga, stopwatch, kemudian dilempar ke badan sungai dan dihitung
berapa keceptan arus perdetiknya kemudian dicatat. Kedalaman
Pengukuran kedalaman yang dilakukan adalah dengan menggunakan kayu yang
sudah diberi ukuran. Dilakukan pengukuran kedalaman di beberapa tempat kemudian dicatat.
Kecerahan
kecerahan dilakukan dengan menggunakan sechi disk yang diikat dengan benang, dimasukkan ke badan sungai dan dilihat berapa kedalaman keping sechi yang
tidak nampak, ukur panjang yang tidak nampak kemudian diangkat perlahan sampai keeping sechi nampak, ukur yang nampak lalu dijumlahkan dan dibagi dua lalu dicatat.
Kekeruhan
Kekeruhan diukur di Laboratorium Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) Kelas I Medan. pH (Potential Hydrogen)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya
dikalibrasikan dulu pH meter dengan aquades hingga netral (pH 7), dimasukkan pH meter ke badan sungai, lalu dibaca nilainya dan kemudian dicatat.
DO (Disolved Oxygen) (mg/L)
diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol Winkler, kemudian
dilakukan pengukuran Dissolved Oxygen (DO). Bagan kerja pengukuran DO (Dissolved Oxygen) dapat dilihat pada Lampiran 1.
BOD (Biochemical Oxygen Demand (mg/L)
Nilai BOD merupakan salah satu indikator dalam menentukan pencemaran suatu perairan yang umumnya digunakan untuk menentukan kualitas perairan. Pengukuran
BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler.Sampel air yang diambil dari permukaan Sungai Sibiru-biru dimasukkan ke dalam botol Winkler.Kemudian
diinkubasi selama 5 hari dalam suhu 20oC. Kemudian pengukuran nilainya seperti yang ditunjukkan pada bagan kerja pengukuran DO. Bagan kerja pengukuran BOD5 dapat dilihat pada Lampiran 2.
TSS (Total Suspended Solid)
Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Cara
pengukurannya adalah disediakan alat yang akan digunakan yakni botol air mineral, kemudian isi botol dengan sampel air secukupnya lalu bawa sampel air tersebut ke
Balai Standarisasi Industri Medan untuk diuji.
Analisis Data
Data ikan yang diperoleh dihitung nilai Kepadatan Jenis dan Indeks Pencemaran dengan persamaan sebagai berikut :
Kepadatan Jenis (KJ)
Kepadatan Jenis dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Taqwa,
KJ = ni A
Keterangan : KJ = Kepadatan Jenis
Ni = Jumlah Individu Suatu Jenis
A = Luas Permukaan Pengambilan Sampel (m2) / alat
Pertumbuhan
Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang total dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (1926) diacu oleh Walpole (1992), yaitu sebagai berikut :
(1) Menentukan nilai maksimun dan nilai minimum dari seluruh data panjang total
ikan cencen
(2) Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus :
K= 1 + (3.32 log n)
K = Jumlah kelas ukuran; n = jumlah data pengamatan. (3) Menghitung rentang data/wilayah :
Wilayah = Data terbesar – data terkecil (4) Menghitung lebar kelas :
Lebar Kelas = Wilayah Kelas
(5) Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas.
(6) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
(8) Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas
(9) Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyak total pengamatan.
Pola Pertumbuhan
Untuk menganalisis hubungan panjang-berat masing-masing spesies ikan
layur digunakan rumus sebagai berikut Effendie (1997) : W = a L b
Keterangan : W = Berat L = Panjang
a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjangberat dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang-berat
Untuk mendapatkan persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan
sebagai berikut :
Log W = Log a + b Log L
Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi denganlog W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka didapatkan persamaanregresi :
y = a + bx
Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan hipotesis: H0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik.
• Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan berat lebih cepatdaripada
pertambahan panjang) dan,
• Allometrik negatif, jika b<3 (Pertambahan panjang lebihcepat daripada
pertambahan berat).
Indeks Pencemaran
Analisis pencemaran bahan organik berpedoman pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Penentuan Status Mutu Air dengan
Metode Indeks Pencemaran. Rumus Indeks Pencemaran berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :
PIj =
���������²�+��/���)²�
2
Keterangan :
Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (j)
(Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum (Cij/Lij)R =Nilai Cij/Lij rata-rata
Hubungan Indeks Pencemaran dengan mutu perairan disajikan sebagai berikut :
0 ≤ Pij ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik)
5,0 ≤ Pij ≤ 10 = tercemar sedang
Pij > 10 = tercemar berat
Pengelolaan sumberdaya air mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Sedangkan Pengelolaan Kulaitas Air berpacu pada PP. No. 82 Tahun 2001. Berikut tabel faktor fisika kimia pada PP. No. 82 Tahun 2001 dengan ketetapan angka yang telah ditetapkan
:
Tabel 2. Faktor Fisika Kimia PP. No. 82 Tahun 2001
Parameter Satuan
I II III IV
Fisika
Suhu 0C deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 TSS mg/l 50 50 400 400 Kimia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kepadatan Populasi Ikan Mystacoleucus marginatus
Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang diperoleh hasil sebanyak 92 ekor ikan M. marginatus, dapt dilihat pada
Lampiran 3. Data Perhitungan Kepadatan ikan cencen dapat dilihat pada Lampiran 4. Ikan cencen yang diamati juga diukur beberapa karakter morfologinya yaitu panjang
total, panjang kepala, tinggi kepala, panjang operculum, panjang rahang atas, panjang rahang bawah, dan diameter mata, dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil analisis data lapangan Kepadatan Populasi ikan M.
marginatusdiperoleh total rata-rata Kepadatan Populasi (KP)(Gambar 6).
Gambar 6.Kepadatan Populasi (KP) Ikan M. marginatus setiap stasiun penelitian Berdasarkan Gambar 6 di atas dapat diperoleh bahwa rata-rata Kepadatan
Populasi (KP) tertinggi dari setiap stasiun penelitian terdapat pada stasiun II sebesar 0.45 ind/m²
0.24 ind/m²
0.08 ind/m²
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5
1 2 3 4
0,45 ind/m². sedangkan rata-rata Kepadatan Populasi yang terendah terdapat pada
stasiun IV sebesar 0,08 ind/m².
Pertumbuhan
Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang total ikan M. marginatus dengan menggunakan
rumus Sturges (1926) dalam Walpole (1992). Sebaran frekuensi panjang total ikan M. marginatus dibedakan menjadi 2 yaitu frekuensi panjang ikan jantan dan frekuensi panjang ikan betina. Jumlah ikan cencen yang diamati selama dilakukan penelitian sebanyak 92 ekor dengan panjang total antara 70 mm-160 mm, ikan cencen dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil pengelompokan ke dalam panjang didapatkan 7
kelas panjang dengan frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap kelas panjang tersebut. Berdasarkan pengelompokan panjang kelas tersebut maka kelompok ikan frekuensi
terbesar terdapat pada kisaran panjang 98 mm – 111 mm dan 119 mm - 134 mm sebanyak 27 ekor. Sebaran frekuensi panjang total ikan M. marginatus, dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Jantan 0 2 4 6 8 10 12 14 16 F rek u en s i (e k o r)
Gambar 8. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Betina
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan M. marginatus
Hubungan panjang-berat digunakan untuk menduga pertumbuhan dari sumberdaya ikan cencen.Berdasarkan jumlah ikan contoh yang diperoleh selama
penelitian dilakukan analisis dengan 92 ekor ikan.Grafik analisis hubungan panjang-berat ikan cencen di Sungai Sibiru-Biru dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Ikan Cencen 0 2 4 6 8 10 12 14 F rek u en si ( ek o r)
Selang Kelas Atas (mm)
W = 0.00002L2.90 R² = 0.89
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 50 100 150 200
Hubungan panjang berat ikan cencen adalah W = 0.00002L2.90. Dengan nilai b sebesar 2,90 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa
ikan cencen memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Pola pertumbuhan
allometrik negatif menyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan cencen lebih dominan dibandingkan pertumbuhan beratnya. Hal tersebut dikuatkan olleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,89 yang berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan moodel sebenarnya sebesar 89 %.
Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Sibiru-Biru
[image:30.595.84.490.513.727.2]Parameter yang diukur pada saat pengamatan meliputi suhu, pH, DO, BOD5, kecerahan, kecepatan arus, TSS, kekeruhan, dan kedalaman. Pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan kondisi perairan Sungai Sibiru-Biru diperoleh nilai faktor fisika-kimia dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter Stasiun
Fisika-Kimia Satuan I II III IV
Baku Mutu Air
Kelas II
Deviasi 3
Suhu °C 19-20 23-25 25-26 27-28 -
Arus cm/s 67 50 44 33 -
Kedalaman Cm 45-50 60-90 77-90 75-95 -
Kecerahan Cm 60 52,5 42,5 35 -
Kekeruhan NTU 2,56-3,54 2,94-7,76 5,34-9,34
9,76-14,21
-
pH 7,6-7,8 7,6-7,7 7,5-7,7 7,1-7,4 6,0-9,0
DO mg/L 6,04 5,04 5,04 3,03 4
BOD5 mg/L 1,7-2,09 2,5-2,7 3,5-3,6 3,8-4,0 3
TSS mg/L 11-13 11-14 15-18 17-67 50
Pembahasan
Kepadatan Populasi Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus)
Berdasarkan hasil perhitungan ikan cencen pada empat stasiun di Sungai Sibiru-Biru Kabupaten Deli Serdang diperoleh ikan cencen sebanyak 92 ekor.Ikan ini
merupakan ikan dari genus Mystacoleucus, selain ikan cencen ikan yang termasuk dalam genus ini adalah ikan bilih.Ikan cencen sudah sangat sulit didapatkan, karena masyarakat di sekitar perairan Sungai Sibiru-Biru masih sangat awam dan tidak
mengerti dengan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi ini sehingga tidak ada kepedulian terhadap kelestarian ikan cencen ataupun ikan lainnya.Ikan cencen yang
diamati juga diukur beberapa karakter morfologinya yaitu panjang total, panjang kepala, tinggi kepala, panjang operculum, panjang rahang atas, panjang rahang bawah, dan diameter mata.
Ikan cencen memiliki panjang ±70-180 mm dan beratnya mencapai 65 g, terdapat duri mendatar di depan sirip punggung, mempunyai sungut (2 atau lebih), dan
memiliki tekstur lembut dengan daging yang enak. Apabila suhu air dingin maka ikan cencen akan menghindar dan sangat sulit ditemukan. Menurut Kottelat dkk (1993) Ikan cencen memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di
perairan tawar dengan suhu tropis 22-28 0C, serta pH ±7.
Ikan cencen merupakan ikan yang dapat ditemukan hidup pada perairan yang
berarus.Ikan cencen termasuk dalam famili cyprinidae memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih dan panjang dengan punggung meninggi, kepala kecil moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung dan sungut sangat kecil atau rudimenter.Ikan ini
depan sirip punggung, tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah, bagian perut di depan
sirip perut datar atau membulat, tidak memipih membentuk geligir tajam kalau terdapat geligir hanya terbatas di bagian belakang sirip perut. Ikan M. marginatusmemiliki bibir
bagian atas terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas. Ikan M. marginatus memiliki sungut 2 atau lebih, sirip punggung dan sirip ekor warna abu-abu atau kekuningan, sirip dubur berwarna orange, dan terdapat duri di depan sirip
punggu4ng.
Ikan cencen merupakan ikan air tawar yang pergerakannya cepat sehingga
dibutuhkan orang yang pandai menangkap ikan cencen di Sungai Sibiru-Biru karena sungai ini merupakan sungai yang sangat panjang, dan sebagian besar ikan berenang mencari tempat yang aman dan air yang jernih, seperti ke bawah batuan yang besar, di
pinggir-pinggir sungai.
Ikan cencen ditangkap biasanya menggunakan jala dengan luas 12,56 m2 dengan ukuran mata jala 0,2-1 inch atau sekitar 0,5-2,54 cm, dapat dilihat pada Lampiran 8.
Ikan cencen yang termasuk dalam famili cyprinidae ini sudah mulai sangat sulit ditangkap, hal ini karena berbagai aktivitas masyarakat yang sudah dilakukan di Sungai
Sibiru-Biru. Saat hujan datang sering ada ikan mabuk yang datangnya dari arah hulu. Menurut Adji (2009) hal yang menyebabkan ikan mabuk atau pingsan yang datang dari hulu adalah karena adanya pencemaran di perairan dan untuk menangkap ikan yang
sedang mabuk atau pingsan tersebut sering menggunakan alat tangkap jala. Pada saat musim hujan ikan lebih banyak tertangkap dibandingkan pada saat musim kemarau. Di
tidak terlalu jauh, yakni dari sungai besar ke anak-anak sungai, dan dataran banjir
khususnya musim hujan.
Kepadatan Populasi (KP) pada stasiun I sebanyak 0,40 ind/m2 dari jumlah ikan cencen sebanyak 31 individu. Kepadatan Populasi (KP) pada stasiun I bukan merupakan Kepadatan Populasi tertinggi hal ini karena pada stasiun ini merupakan daerah tanpa aktivitas masyarakat dan kondisi habitat dan lingkungannya dingin sehingga ikan pada
stasiun ini tidak terlalu banyak.
Stasiun II memiliki Kepadatan Populasi (KP) tertinggi yaitu sebesar 0,45
ind/m2dengan jumlah ikan cencen sebanyak 35 individu. Stasiun II merupakan stasiun tempat masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari seperti MCK (mandi, cuci, kakus). Kegiatan masyarakat yang dilakukan setiap harinya pada stasiun II ini adalah
membuang makanan sisa ke sungai yang lama-kelamaan halus di dalam air dan merupakan makanan bagi ikan cencen.
Adanya kegiatan masyarakat di stasiun ini yang menggunakan deterjen sabun
dan kakus di sungai langsung mempengaruhi terhadap kualitas air pada stasiun ini dan kehidupan ikan. Menurut Mugirosani (2011) menyatakan bahwa deterjen merupakan
bahan pembersih yang semakin meningkat penggunaannya di masyarakat luas, usaha laundry merupakan salah satu usaha yang menghasilkan air limbah deterjen dimana pengguna deterjen yang semakin meningkat ini, berdampak pada naiknya tingkat
pencemaran lingkungan perairan di sekitar pemukiman penduduk dan juga khususnya ikan yang hidup pada badan air tersebut.
khususnya mandi. Mereka menggunakan sabun dan shampoo. Menurut Santoso (2014)
buangan rumah tangga, baik berupa sampah padat maupun air cucian kamar mandi serta sabun yang dibuang ke badan air akan mempengaruhi kondisi badan air tersebut,
semakin padat penduduk yang berada di suatu permukiman akan semakin banyak limbah yang harus dikendalikan.
Cardova (2008) juga menyatakan bahwapenggunaan air untuk kegiatan pada
perumahan akan mengubah komposisi air. Air yang telah digunakan tersebut mengandung ekskresi manusia dalam bentuk solid maupun cairan, sisa makanan, air
cucian, sisa kertas, rambut, potongan kain dan sampah. Unsur-unsur tersebut akan mencerminkan kualitas air buangan dalam sifat fisik, kimiawi maupun biologi.
Dampak pembuangan deterjen dapat menimbulkan eutrofikasi (pengayaan zat
hara), dan ini akan merangsang pertumbuhan biota nabati air yang tidak diinginkan. Meningkatnya kandungan nitrogen dan fosfor akibat eutrofikasi akan menentukan keberadaan fitoplankton di dalam air yang merupakan makanan bagi ikan. Menurut
Erlangga (2007) menyatakan bahwa sumber nitrogen yang dimanfaatkan oleh tumbuhan adalah nitrat dan ammonia yang merupakan sumber utama nitrogen di perairan dan jika
fosfor yang tersedia cukup, kandungan nitrogen yang tinggi akan menentukan produksi fitoplankton.
Adanya kakus yang langsung ke sungai sangat merusak pemandangan terutama
untuk kehidupan ikan cencen yang berada di dalamnya dan juga terhadap kualitas air. Sesuai dengan pernyataan Lutfi (2006) menyatakan bahwa limbah cair terdiri atas 99,9
lemak, deterjen dan sisa makanan, sedangkan bahan anorganik meliputi ammonia dan
garam-garam amonium yang antara lain merupakan dekomposisi tinja, urin dan nitrat. Pada stasiun III memiliki Kepadatan Populasi (KP) 0,24 ind/m2 dengan jumlah ikan cencen yang tertangkap 19 individu. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan aktivitas pertanian yang cukup berlebihan menyebabkan terjadinya sungai semakin keruh. Dahulunya stasiun III ini memiliki ikan
cencen yang banyak. Setelah adanya aktivitas pertanian yang dilakukan secara terus-menerus memberikan perubahan yang sangat drastis terutama terhadap perubahan
kualitas air yang menyebabkan kekeruhan. Meningkatnya aktivitas manusia untuk memanfaatkan potensi yang ada di Sungai Sibiru-Biru ini seperti pertanian menyebabkan terganggunya daur hidup dari organisme yang ada di perairan tersebut.
Di samping itu, masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Sibiru-Biru ini sulit untuk mendapatkan ikan cencen. Kekeruhan akibat aktivitas pertanian yang dilakukan setiap hari menyebabkan terganggunya habitat ikan cencen, ada juga
ditemukan berbagai keluhan masyarakat yang menggunakan stasiun III ini yaitu adanya ditemukan penyakit gatal-gatal pada anak-anak.
Stasiun IV memiliki Kepadatan Populasi (KP) 0,08 ind/m2 dengan jumlah ikan yang didapat 7 individu. Stasiun IV merupakan stasiun yang paling sedikit Kepadatan Populasinya (KP). Aktivitas masyarakat yang dilakukan pada stasiun ini adalah aktivitas
pengerukan pasir. Pengerukan pasir yang dilakukan setiap hari menyebabkan sungai semakin keruh dan dalam. Penangkapan dilakukan hanya disekitar area yang mendekati
dilakukan secara terus-menerus memberikan perubahan yang sangat drastis pada
kualitas air sungai dan biota yang ada di sungai.
Keberadaan ikan cencen sangat sulit didapatkan pada stasiun ini karena arusnya
yang tinggi. Stasiun IV ini merupakan daerah tengah Sungai Sibiru-Biru. Substratnya berupa pasir dan ada sebagian kecil lumpur. Ikan cencen yang ada pada stasiun ini berbeda, ukuran tubuhnya besar, karena hanya ikan cencen yang ukuran dewasa yang
ditemukan. Karena kalau ikan cencen ukuran kecil tidak akan mampu bertahan pada sungai yang sangat keruh, dalam, dan pergerakan airnya yang lambat. Selain itu
banyaknya limbah penduduk terutama MCK (Mandi,Cuci, kakus), pertanian, rekreasi menyebabkan kualitas airnya menurun.
Sesuai dengan pernyataan Mulya (2004) juga menyatakan bahwa kedalaman dan
kecepatan arus bervariasi menurut panjang dan lebar sungai. Semakin ke hilir kedalaman air biasanya semakin tinggi dan hal ini sangat mempengaruhi kehidupan ikan di perairan tersebut.
Arus sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan cencen, arus pada stasiun IV ini lambat dan pergerakan airnya juga lambat sehingga ikan cencen yang terdapat pada
stasiun IV ini sangat sedikit, karena ketahanan hidup ikan cencen sangat berpengaruh terhadap arus, di samping itu kedalaman juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan cencen. Semakin dalam dasar bendungan sungai Sibiru-Biru menyebabkan ikan
cencen sulit bertahan hidup dan ikan cencen justru akan berenang ke tempat yang memiliki arus yang deras.
masalah menyangkut lingkungan hidup. Adanya beberapa jenis bahan galian, paling
banyak penambangan yang dilakukan di sungai adalah penambangan pasir. Menurut Tumanggor (2012) pengerukan pasir memberikan andil yang sangat besar bagi
kelestarian lingkungan. Hal ini akan memberikan dampak kualitas fisik, kimia maupun biologi perairan. Kerusakan sumberdaya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun sebaran wilayah. Kerusakan tersebut disebabkan oleh tingginya
eksploitasi yang dilakukan oleh usaha-usaha komersil yang secara sah mendapat izin maupun oleh individu-individu yang tidak mendapat izin.
Pertumbuhan
Frekuensi Panjang Ikan M. marginatus
Sebaran frekuensi panjang total ikan M. marginatus dengan menggunakan rumus Sturges (1926) diacu oleh Walpole (1992). Sebaran frekuensi panjang total ikan
M. marginatus dibedakan menjadi 2 yaitu frekuensi panjang ikan jantan dan frekuensi panjang ikan betina.
Menurut Rifqie (2007) metode pendugaan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang telah digunakan secara luas di bidang perikanan, biasanya digunakan jika metode lain seperti pembacaan umur tidak dapat dilakukan. Data frekuensi panjang
yang dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat memperkirakan parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok. Analisa frekuensi panjang
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan M. marginatus
Hubungan panjang berat ikan cencen adalah W = 0.00002L2.90. Dengan nilai b sebesar 2,90 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan cencen memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Pola pertumbuhan
allometrik negatif menyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan cencen lebih dominan dibandingkan pertumbuhan beratnya. Hal tersebut dikuatkan olleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,89 yang berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan moodel sebenarnya sebesar 89 %. Hasil pengamatan hubungan panjang dan bobot ikan bernilai determinasi (R2) 0,91 pada ikan jantan dan 0,86 pada ikan betina. Nilai (R2) dari hubungan panjang dan bobot yang didapatkan ini dinyatakan cukup besar. Nilai (R2) yang mendekati 1, dapat dikatakan keragaman yang dipengaruhi oleh faktor lain cukup kecil dan hubungan antara panjang total dan bobot ikan erat kaitannya. Berdasarkan
hasil pengukuran menunjukkan diperoleh nilai b ikan cencen betina adalah 2,87 nilai b ikan jantan 2,91. Hasil menunjukkan nilai b lebih kecil dari 3, setelah uji t dan α=0,05
hasilnya adalah allometrik negatif, artinya pertambahan panjang ikan tidak seimbang pertambahan bobotnya. Sesuai dengan Effendie (1997) nilai kisaran b adalah 1,2-5,1 dan umummnya berkisar pada 3, bila harga b berada di luar kisaran 2,5-3,5 ikan itu
mempunyai bentuk tubuh yang di luar batas kebiasaan bentuk ikan yang umum.
Namun pada ikan betina terjadi perbedaan nilai b yang cukup signifikan, ini
diduga jumlah ikan betina yang sedikit dibandingkan ikan jantan.Sulistiono., dkk (2001) menyatakan bahwa hubungan panjang berat yang bersifat relatif artinya dapat berubah menurut waktu. Apabila terjadi perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan
tinggi (Kordi, 2009). Heltonika (2009) menambahakan, adanya perbedaan nilai b pada
ikan karena perbedaan musim dan kesuburan perairan.
Penelitian pola pertumbuhan untuk ikan cencen belum pernah dilakukan.Tetapi,
pada ikan yang satu genus dengan ikan cencen sudah ada yaitu ikan bilih (Mystacoleucuc padangensis). Sianturi (2014) Keseluruhan ikan bilih jantan dan ikan bilih betina di Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir memiliki nilai b < 3,
kemudian melalui proses uji lanjutan dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan bilih di Sungai Aek Alian adalah allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih
cepat dibandingkan dengan pertumbuhan berat.
Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Sibiru-Biru
Suhu (oC)
Hasil pengamatan kualitas air yang diperoleh secara umum masih mendukung kehidupan ikan cencen dan dapat diketahui dari beberapa parameter dari kualitas air dari
setiap stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun diperairan Sungai Sibiru-Biru berkisar 19-28 oC. Suhu terendah pada stasiun I yaitu 19 o
C dan suhu tertinggi pada stasiun IV Sebesar 28 oC karena letak daerah yang rendah. Menurut Nurudin (2013) organisme perairan seperti ikan mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan
ikan mengalami stress yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna.
Menurut Ginting (2006), suhu perairan dapat dipengaruhi oleh letak lintang
vegetasi, luas permukaan perairan yang langsung terkena sinar matahari serta
kedalaman badan air.
Arus
Arus sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan cencen, arus pada stasiun IV ini lambat dan pergerakan airnya juga lambat sehingga ikan cencen yang terdapat pada
stasiun IV ini sangat sedikit, karena ketahanan hidup ikan cencen sangat berpengaruh terhadap arus, di samping itu kedalaman juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan
ikan cencen. Semakin dalam dasar bendungan sungai Sibiru-Biru menyebabkan ikan cencen sulit bertahan hidup dan ikan cencen justru akan berenang ke tempat yang memiliki arus yang deras.
Sungai Sibiru-Biru memiliki kecepatan arus berkisar antara 30-67 cm/s yaitu kategori cepat dan sedang. Kecepatan arus pada sungai Sibiru-Biru sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan cencen. Menurut Supartiwi (2000) mengklasifikasikan sungai
berdasarkan kecepatan arusnya yaitu berarus sangat cepat (>100 cm/detik), berarus cepat (50-100 cm/detik), berarus sedang (25-50cm/ detik), berarus lambat (10-25
cm/detik) dan berarus sangat lambat (<10cm/detik).
Kedalaman
Nilai kedalaman masing-masing stasiun penelitian di perairan Sungai Sibiru-Biru berkisar 45-95 cm. Keberadaan ikan cencen dipengaruhi kedalaman karena ikan ini
cepat. Menurut Dyahwanti (2007), perubahan lingkungan akibat kegiatan pengerukan
dan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai
sulit dikembalikan.
Kecerahan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kecerahan tiap stasiun berbeda-beda yaitu berkisar 35-52,5 cm, pada stasiun I kecerahan paling tinggi yaitu sampai
kedalaman 52,5 cm hal ini disebabkan karena stasiun I merupakan daerah hulu yaitu daerah yang tidak ada aktivitas masyarakat airnya masih jernih, sehingga cahaya matahari mampu menembus lebih dalam dari stasiun lainnya yang memiliki aktivitas
masyarakat. Kecerahan paling rendah terdapat pada stasiun IV yaitu 35 cm hal ini disebabkan karena aktivitas masyarakat pengerukan pasir dan semua aktivitas yang dilakukan dari hulu dan tengah mengalir pada stasiun ini sehingga menyebabkan air
keruh. Menurut Nybakken (1992) diacu oleh Veroonica., dkk (2012) pengaruh ekologis dari kecerahan menyebabkan terjadinya penurunan penetrasi cahaya ke dalam perairan
yang selanjutnya akan menurunkan fotoosintesa dan berpengaruh terhadap biota perairan.
Kekeruhan
Kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 2,76 NTU, hal ini karena
memiliki kekeruhan paling tinggi. stasiun ini ditemukan kegiatan MCK, pertanian dan
pengerukan pasir yang menyebabkan warna air berubah dan kotor. Stasiun IV karena semua aktivitas dari hulu, sebagian area tengah mengalir pada stasiun ini. Menurut
Taufieq (2009), kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya ke dalam air. Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung, dan terurainya zat tertentu, seperti bahan
organik, jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain yang melayang atau terapung sangat halus sekali. Semakin keruh air, semakin banyak padatannya.
pH (Potential Hydrogen)
Nilai pH dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Sibiru-Biru berkisar
7,1-7,8. Tingginya pH pada stasiun I disebabkan karena daerah ini belum ada aktivitas yang menghasilka senyawa organik.Rendahnya pH pada stasiun III dan IV disebabkan banyaknya aktivitas masyarakat yang dilakukan pada daerah ini. Kisaran pH di perairan
ini masih mendukung kehidupan ikan yang hidup di dalamnya.Sesuai dengan pernyataan Barus (2001) setiap spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH.
Nilai pH ideal bagi kehidupan biota akuatik umumnya berkisar 7,0-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme terutama ikan-ikan air tawar karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik
amoniak dalam air akan terganggu, kenaikan pH di atas normal akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.
DO (Demand Oxygen)
Berdasarkan penelitian yang diperoleh oksigen terlarut dari setiap stasiun penelitian berkisar 3,03-6,04 mg/L. Tingginya oksigen terlarut pada stasiun I
disebabkan daerah ini merupakan daerah yang minim aktivitas masyarakat dan daerah tanpa aktivitas masyarakat. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun IV
yaitu sebesar 3,03 mg/L. Pengambilan sampel Oksigen Terlarut ini yaitu pada siang hari. Rendahnya oksigen terlarut pada stasiun IV ini karena aktivitas masyarakat yang tinggi yang aliran semua limbah mengalir ke stasiun ini, sehingga dibutuhkan oksigen
untuk menguraikan senyawa pada stasiun tersebut. Afianto dan Evi (1993) menjelaskan bahwa beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg./L. Namun demikian, konsentrasi minimum yang dapat diterima
oleh beberapa jenis ikan untuk dapat hidup denganbaik adalah 5 mg/L.
BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD5 dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Sibiru-Biru berkisar antara 1,7-4.0 mg/L. Nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun I sebesar 1,7 mg/L dan
BOD5 tertinggi pada stasiun IV mencapai 4,0 mg/L. Rendahnya BOD5 pada stasiun I ini disebabkan daerah ini merupakan daerah yang bebas dari aktivitas masyarakat
bendungan yang di dalamnya banyak kandungan bahan organik terlarut. Menurut Barus
(2004) Pengukuran BOD juga didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menggunkan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang sudah dimakan
secara biologis seperti senyawa yang umunya terdapat dalam limbah rumah tangga. Contoh produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa dinaikkan oleh mikroorganisme.
TSS(Total Suspended Solid)
TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang disebabkan oleh kisaran tanah atau erosi tanah yang terbawa air.kisaran TSS antara 11 - 67 mg/L.
Tingginya kekeruhan dan padatan total tersuspensi disebabkan oleh tingginya
curah hujan yang membawa run off dari daratan sehingga proses fotosintesis terganggu dan akhirnya produktivitas perifiton akan menurun. Nilai TSS yang tertinggi terletak pada stasiun IV karena kegiatan pengerukan pasir yang cukup intensif pada daerah
tersebut. Hal ini sesuai dengan Saeni (1989) diacu oleh Supartiwi (2000) menyatakan padatan total tersuspensi dapat mengakibatkan kekeruhan sehingga padatan tersuspensi
juga dapat mengganggu penetrasi cahaya ke dalam air akibatnya proses fotosintesis akan terhambat.
Indeks Pencemaran
Berdasarkan hasil perhitungan beban pencemaran di Sungai Sibiru-Biru yang
Pada stasiun I diperoleh Indeks Pencemaran sebesar 0,56 dapat dinyatakan
bahwa pada stasiun I memenuhi baku mutu dengan kondisi baik dan. Pada stasiun II diperoleh Indeks Pencemaran sebesar 1,78, pada stasiun III diperoleh Indeks
Pencemaran 1,81. Pada stasiun IV diperoleh Indeks Pencemaran sebesar 5,39 ketiga stasiun ini tergolong tidak baik.
Kondisi yang demikian maka kehidupan ikan cencen di Sungai Sibiru-Biru
sangat terganggu. Apabila aktivitas masyarakat semakin meningkat terutama membuang limbah langsung pada perairan, selain itu merusak ekosistem perairan dan
kualitas airnya. Menurut Delgado (2007) aktivitas industri, limbah perkotaan di sepanjang perairan dapat memberikan dampak buruk terhadap perairan tersebut yang ditandai dengan masuknyasejumlah beban pencemar termasuk logam berat ke dalam
lingkungan perairan yangmenyebabkan terganggunya ekosistem dan degradasi lingkungan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2008 juga menyatakan
tentang pengelolaan sumberdaya air terdapat pada pasal 5 yang berbunyi kebijakan pengelolaan sumberdaya air yang ditujukan dengan mempertahankan kondisi
lingkungan masing-masing. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.
Alternatif Pengelolaan Manajemen Sumberdaya Perairan Sungai Sibiru-Biru
Berdasarkan pengamatan terhadap kualitas air sungai Sibiru-Biru ditemukan
beberapa stasiun yang mengalami pencemaran diantaranya tercemar ringan pada stasiun II dan stasiun III, sedangkan pada stasiun IV tergolong tercemar sedang.
Mempertahankan dan memperbaiki perairan Sungai Sibiru-Biru diperlukan kepedulian yang besar dari masyarakat setempat dan kepada pihak Pemerintahan Deli Serdang agar lebih memperhatikan kelestarian lingkungan Sungai Sibiru-Biru dan membuat sanksi
yang lebih tegas dan jelas untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Pembangunan yang ada di sekitar Sungai Sibiru-Biru sebaiknya jangan terlalu dekat ke
sungai, sebaiknya dibuat jarak antara sungai dan pemukiman. Adanya jalan kecil dipinggir sungai kemudian ada pemukiman itu akan mengurangi masyarakat secara langsung membuang limbahnya ke Sungai Sibiru-Biru.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan
yaitu :
1. Kepadatan Populasi (KP) ikan cencen (M. marginatus) tertinggi dari setiap stasiun penelitian adalah stasiun II. Kepadatan Populasi (KP) terendah ada pada stasiun IV.
2. Kualitas air Sungai Sibiru-Biru sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 melalui pengukuran parameter fisik kimia perairan menyatakan bahwa
Sungai Sibiru-Biru sudah tercemar yaitu pada stasiun II dan III tercemar ringan sedangkan pada stasiun IV tercemar sedang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tata ruang daerah sepanjang
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh
karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Di Indonesia, umumnya sumber air minum berasal dari
air permukaan (surface water), air tanah, (ground water), dan air hujan. Termasuk air permukaan adalah air sungai dan air danau, sedangkan air tanah dapat berupa air sumur dangkal, air sumur dalam, maupun mata air (Marsaulina dkk., 2012).
Interaksi dari berbagiai komponen lingkungan yang membentuk suatu sistem disebut sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Hubungan timbal balik dalam suatu
ekosistem memiliki tingkat keserasian dan tingkat keselarasan yang tinggi dalam perjalanan ruang dan waktu. Ekosistem air tawar merupakan sumber daya air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. Selain itu
ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan berbagai jenis limbah yang memadai dan paling murah yang sering disalahgunakan manusia dengan membuang
segala limbah ke sistem perairan alami tersebut, tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Barus, 2004).
Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia.Sungai
memberikan protein hewani seperti ikan dan udang. Sungai di beberapa tempat, misalnya di Sumatera dan Kalimatan, dipergunakan penduduk sebagai prasarana transportasi. Sungai juga menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan
Sungai merupakan salah satu sumberdaya air alami yang harus dijaga, karena
sangat rentan terhadap pengaruh masukan limbah akibat dari peningkatan aktivitas antropogenik. Peningkatan aktivitas antropogenik di sungai telah sering dilaporkan
memberikan dampak negatif terhadap penurunan kualitas air dan bagi kehidupan biota akuatik yang hidup di dalamnya (Sudarso dkk., 2009).
Ikan Mystacoleucus marginatus.
Klasifikasi ikan cencen menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Mystacoleucus
[image:49.595.119.481.554.697.2]Spesies : Mystacoleucus marginatus. Gambar ikan cencen dapat dilihat pada Gambar 2.
Ikan cencen termasuk dalam famili cyprinidae memiliki ciri-ciri yaitu bentuk
tubuh pipih dan panjang dengan punggung meninggi, kepala kecil moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung dan sungut sangat kecil atau rudimenter. Di
bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuk sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap dibagian punggung. Pada moncong terdapat
tonjolan-tonjolan yang sangat kecil.Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna
kuning dan sirip dubur berwarna orange terang. Ikan cencen merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan ini dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau, dan rawa-rawa dengan lokasi yang disukai adalah terdapat aliran air.
Ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22-28 0C, serta pH 7 (Kottelat dkk., 1993).
Pencemaran
Pencemaran air yaitu masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain
ke dalam air, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Menurut Dini (2011) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Seiring dengan
peningkatan pertumbuhan penduduk, maka semakin meningkat pula usaha untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang mengikutinya. Sehingga semakin variatif pula
terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran air karena dalam limbah
tersebut mengandung unsur toksik yang tinggi.
Analisis kualitas air dilakukan dengan membandingkan kualitas air sungai
Sibiru-biru hasil pengukuran dengan Baku mutu kualitas air sungai sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode indeks
pencemaran (pollution index) sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas
lingkungan pada waktu tertentu. Untuk indikator biologi dapat memantau secara kontiniu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap
pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat, mobilitas danumurnya yang relatif lama
mendiami suatu wilayah perairan tertentu (Zaenudin, 2013).
Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga
kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya, sehingga konsumsi
oksigen menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat (Taqwa, 2010).
Arus
Kecepatan arus bervariasi di tempat-tempat yang berbeda dari aliran yang sama
(membujur atau melintang dari poros arah aliran). Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan gradient/ketinggian antara hulu dengan hilir sungai. Apabila perbedaan ketinggiannya cukup besar maka arus air akan semakin besar. Kecepatan arus akan
mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di perairan tersebut. kecepatan arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus besar (> 5 m/detik)
mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik (Murijal, 2012).
Supartiwi (2000) mengklasifikasikan sungai berdasarkan kecepatan arusnya
yaitu :
1. Berarus sangat cepat (>100 cm/detik)
2. Berarus cepat (50-100 cm/detik) 3. Berarus sedang (25-50cm/ detik) 4. Berarus lambat (10-25 cm/detik)
Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena
itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan yang dangkal. Tipe substrat perairan dipengaruhi oleh adanya arus dalam
perairan. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi makrozoobentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh organisme atau makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut
kedalaman (Rahayu, 2004).
Kecerahan
Faktor cahaya yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh substrat dan benda-benda lain yang terdapat di dalam air, vegetasi yang ada di sepanjang aliran air juga dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air (Barus, 2004).
Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan oleh banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus dan plankton (Dian dan Syahroma, 2008).
sungai berakibat pada pada penurunan kecerahan air sungai. Kekeruhan air sungai
ditunjukkan oleh banyaknya material yang tersuspensi di dalam air sungai. Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran permukaan saat hujan turun. Pada musim
hujan, kekeruhan semakin meningkat dengan nilai TSS yang semakin besar. Air sungai menjadi warna coklat keruh (Lilik dkk., 2011).
Derajat Keasaman (pH) Perairan
Derajat keasaman (pH) merupakan satu dari parameter kimia perairan yang
dapat dijadikan indikasi kualitas perairan.Perairan yang baik memiliki nilai pH yang normal yaitu 7 pH yang berkisar antara 6,5 – 8,5 masih cukup baik bagi kehidupan ikan dan biota lainnya. pH yang tinggi pada suatu perairan merupakan perairan yang
produktif (Rahayu, 2004).
DO (Demand Oxygen)
Oksigen di perairan bersumber dari udara maupun hasil proses fotosintesis dan fitoplankton dan tumbuhan air. Hilangnya oksigen diperairan di karena akan respirasi
organisme akuatik dan dekomposisi bahan organik oleh mikroba dalam kondisi aerob. Apabila di perairan tidak tersedia oksigen yang cukup maka akan mengakibatkan terjadinya kondisi anaerob, yang selanjutnya akan mengakibatkan terganggunya biota
BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
BOD lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Air hujan akan masuk ke sungai dapat mengencerkan pencemar bahan organik sehingga
menurunkan BOD. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme
selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,
pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam (Lilik, 2011).
TSS (Total Suspended Solid)
Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (>1 um). Terdiri atas lumpur dan pasir halus jasad-jasad renik terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau
erosi yang terbawa kedalam badan air. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota diperairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya kedalam badan air. Kondisi ini mengurangi pasokan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan salah satu sumberdaya yang harus dijaga ekosistemnya dan
perairan mengalir yang memiliki arus,memanjang dan mengalir satu arah secara terus menerus dari hulu menuju hilir. Pada umumnya sungai dimanfaatkan oleh manusia
untuk menunjang segala aktivitas kehidupan seperti aktivitas pasar, kegiatan rumah tangga, kegiatan perikanan, kegiatan pertanian, dan industri.
Sungai Sibiru-biru berada di Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang
jaraknya ± 45 km dari Kota Lubuk Pakam dan ± 25 km dari pusat Kota Medan. Aliran Sungai Sibiru-biru sampai ke Daerah Patumbak dan Denai, Deli Serdang. Muara Sungai
Sibiru-biru ini sampai ke daerah Percut. Sungai ini mengalir deras dengan adanya berbagai aktivitas masyarakat disekitarnya seperti pariwisata, pertambakan, persawahan dan pengerukan pasir. Dengan adanya berbagai aktivitas tersebut, maka akan
berpengaruh terhadap kehidupan biotik dan abiotik, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan biota air yang ada di sungai tersebut.
Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah merupakan dampak dari aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan organisme air.
Berubahnya kualitas suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan tersebut. Salah satu biota tersebut adalah ikan. Kualitas air umumnya
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi atau dipakai sesuai peruntukannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Parameter
fisika, kimia dan biologi perairan dapat menentukan kualitas air sungai. Segala aktivitas yang dilakukan manusia di bantaran Daerah Aliran Sungai ataupun di dalam sungai
diperkirakan akan mengubah faktor fisika, kimia dan biologi perairan baik secara langsung maupun tidak langsung dan akan berdampak negatif bagi makhluk hidup yang memanfaatkannya. Menurut Salmah (2010), limbah yang dibuang ke sungai
mempengaruhi kualitas air serta fungsi dan struktur ekosistem sungai. Hal ini menyebabkan terganggunya biota yang hidup di sungai Sibiru-biru.Salah satu biota yang terganggu adalah ikan cencen atau Mystacoleucus marginatus.
Ikan Cencen adalah sejenis ikan air tawar yang hidup di perairan tawar Bentuk ikanini pipih, tengkuk dan kepala menurun kearah depan mendekati garis lurus, mulut
agak ke bawah. Mempunyai empat buah sungut, perut tidak pipih bersiku akan tetapi membundar, sirip perut jauh di belakang di muka sirip dubur, sirip ekor bercagak, permulaan sirip punggung sedikit di belakang permulaan sirip dada. Panjang tubuh
lebih dari dua kali tingginya. Jari-jari sirip umumnya terdiri dari jari lemah dan jari-jari lemah mengeras (Novita, 2013). Masyarakat Deli Serdang biasanya menyebutkan
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang “Efek Aktivitas Masyarakat
terhadap Kelimpahan Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) Di Sungai Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara” yang dihubungkan dengan faktor fisika-kimia
perairan tersebut.
Rumusan Permasalahan
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas manusia di segala bidang. Hal ini menyebabkan akan
mempengaruhi kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan masuk ke dalam perairan sehingga terjadi pencemaran yang mengganggu biota dan ekosistem. Perairan yang kualitasnya diketahui berguna untuk menentukan cara pengelolaan dan pemanfaatan
perairan tersebut. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kepadatan ikan M.marginatus ?
2. Bagaimana pengaruh efek aktivitas masyarakat terhadap perubahan parameter kualitas air di sungai Sibiru-biru?
Kerangka Pemikiran
Sungai merupakan salah satu sumberdaya yang harus dijaga ekosistemnya dan
perairan mengalir yang memiliki arus, memanjang dan mengalir satu arah secara terus menerus dari hulu menuju hilir. Beberapa aktivitas manusia dapat mengubah kualitas
meningkatnya aktivitas manusia di berbagai aspek, maka limbah yang dibuang ke
perairan sungai semakin bertambah atau volum limbah yang ditampung perairan sungai semakin besar. Akibat limbah tersebut kualitas air semakin buruk sehingga terjadi
pencemaran yang mengganggu kehidupan biota dan ekosistem dalam perairan. Hal ini diperlukan beberapa data parameter fisika, kimia, dan biologi air sehingga diketahui nilai kualitas air Sungai Sibiru-biru di Kabupaten Deli Serdang. Berikut kerangka
[image:59.595.116.441.328.586.2]pemikiran yang digunakan dalam penelitian ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Aktivitas Manusia
Sungai Sibiru-biru MCK
(mandi,cuci,kakus)
Pertanian Pengerukan pasir
Kualitas Air Sungai
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kepadatan ikan M.marginatus di Sungai Sibiru-biru.
2. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas masyarakat terhadap perubahan parameter kualitas air Sungai Sibiru-biru.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kualitas air
ABSTRAK
CHAROLINA KABAN. Efek Aktivitas Masyarakat terhadap Kepadatan Ikan Cencen (Mystacoleucusmarginatus) di Hulu Sungai Sibiru-Biru Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HESTI WAHYUNINGSIH dan DESRITA.
Ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) merupakan ikan air tawar yang hidupnya dipengaruhi oleh arus. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah merupakan dampak dari aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan organisme air. Keberadaan ikan cencen di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. Berubahnya kualitas suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan tersebut. Salah satu biota tersebut adalah ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek aktivitas masyaraka tterhadap kepadatan ikan dan kualitas air Sungai Sibiru-Biru. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juni 2015. Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 kali ulangan. Titik pengambilan sampel di