Lampiran 1
PREVALENSI PENDERITA HIPERTENSI TAHUN 2013
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
Merdeka Singa
45-54 th 55-59 th 60-69 th
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th
Merek Simpang Empat Tiga Nderket
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th
Berastagi munthe Payung
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
Juhar Dolat Rayat Kuta Buluh
PREVALENSI PENDERITA HIPERTENSI TAHUN 2014 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th
Merdeka Singa Barus jahe
Naman Teran Kabanjahe Tiga Binanga
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th
Merek Simpang Empat Tiga Nderket
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th
Berastagi munthe Payung
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
Kuta Buluh
PREVALENSI PENDERITA HIPERTENSI TAHUN 2015
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Naman Teran Kabanjahe Tiga Binanga
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
PREVALENSI PENDERITA HIPERTENSI JANUARI-JUNI 2016
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
45-54 th 55-59 th 60-69 th >70 th 45-54 th 55-59 th 60-69 th
Mardinding
Lampiran 2
Lembar Observasi Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo
tahun 2016
Tempat :
Tanggal :
1. Data penderita hipertensi :
2. Data penderita hipertensi pada lansia :
Lampiran 3
JADWAL TENTATIF PENELITIAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan judul
2 Menetapkan judul penelitian
3 Menyusun proposal penelitian
4 Mengajukan sidang proposal
5 Sidang proposal penelitian
6 Revisi proposal penelitian
7 Mengajukan ijin penelitian
8 Pengumpulan Data
9 Analisis Data
10 Penyusunan laporan skripsi
11 Pengajuan sidang skripsi
12 Sidang skripsi
Maret
April
Mei
Juni
Juli
No
Kegiatan
Lampiraan 6
Lampiran 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cindy Ariesta Br Simbolon
Tempat Tanggal Lahir : Kabanjahe, 12 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Harmonika No.46 Pasar 1 Padang Bulan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Methodist Kabanjahe Tahun 1997-1999
2. SD Methodist Kabanjahe Tahun 1999-2005
3. SMP Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2005-2008
4. SMA Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2008-2011
5. S1 Fakultas Keperawatan USU Tahun 2012-2016
Riwayat Berorganisasi:
Lampiran 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cindy Ariesta Br Simbolon
Tempat Tanggal Lahir : Kabanjahe, 12 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Harmonika No.46 Pasar 1 Padang Bulan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Methodist Kabanjahe Tahun 1997-1999
2. SD Methodist Kabanjahe Tahun 1999-2005
3. SMP Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2005-2008
4. SMA Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2008-2011
5. S1 Fakultas Keperawatan USU Tahun 2012-2016
Riwayat Berorganisasi:
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P.I. & Ward, J.P.T. (2008). At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Erlangga.
Agrina, Rini S.S., & Riyan H. (2011). Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi
dalam Pemenuhan Diet Hipertensi. ISSN 1907 – 364X 6 (1), 46-53 Almatsier, Sunita. (2008). Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia.
Aronow, et al. (2011). ACCF/AHA 2011 Expert Consensus Document on
Hypertension in the Elderly. Retrieved on November 3, 2015, from
www.cardiosource.org/ACC/About-ACC/Leadership/Guidelines-and-Documents-Task-Forces.aspx.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2013). Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010-2035. Diakses dari
http://www.bps.go.id/index.php/publikasi/16 pada 03 November 2015.
Budiarto, E. & Anggraeni, D. (2003). Pengantar Epidemiologi, Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Christina,dkk. (2015). Gambaran Pola Konsumsi Pangan dengan Pendekatan
Pola Pangan Harapan pada Keluarga Perokok di Kecamatan Berastagi.
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/44399 pada 21 Juli 2016.
Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI.
Depkes RI. (2009). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi
Sumatera Utara tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kemenkes RI.
Efendi, F. & Makhfudli (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fernando, Efrata. (2011). Analisa Kandungan Nikotin pada Tembakau (Nicotiana
tabacum) yang Digunakan Sebagai Tembakau Kunyah dan Karakteristik Masyarakat Penggunanya di Desa Rumah Gerat Kecamatan Biru Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22539 pada 21 Juli 2016.
34 dari file:///C:/Users/HP/Downloads/buletin-lansia.pdf pada 08 Juni 2016
Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Diakses dari www.depkes.go.id/.../profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indone... pada 08 Oktober 2015.
Mangku, Sitepu. (2000). Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A. & Batubara, I. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Morton, R.F., Hebel, J.R., & McCarter, R.J. (2009). Panduan Studi: Epidemiologi
& Biostatistik. Jakarta: EGC.
Nisa, N.J. (2014). Diet Hipertensi untuk Mengontrol Tekanan Darah pada Lansia
dengan Hipertensi. Diakses dari
http://lib.ui.ac.id/unggah/?q=system/files/node/2013/2/nahla.jovial91/nahla_jo vial_nisa-profesi-fakultas_ilmu_keperwatan-naskah_ringkas-2014.docx pada 03 Juni 2016
Nugroho, W. (2008). Komunitas dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Pemerintahan RI. (2014). Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun
1998: Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Diakses dari
intranet.pu.go.id/gender/files/Art_RAN_Lansia_08042014.pdf pada 01 November 2015.
Prasetya, H. & Lukiastuti, F. (2009). Managemen Operasi. Yogyakarta: Med Press.
Rasmaliah, Siregar, F.A., & Jemadi. (2010). Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Info Kesehatan Masyarakat,
9(2), 101-108.
Ratnaningtyas, Y. & Wahyu D. (2011). Hubungan Kepribadian Tipe D dengan
Kejadian Hipertensi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo. Mandala of
Health, 5 (2).
35
Sembiring, Bernadetta. (2007). Perilaku Penggunaan Sirih pada Suku Karo: Studi
Kasus di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8601 pada 21 Juli 2016.
Sitepu, Rahmadani. (2012). Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Status Gizi
terhadap Hipertensi pada Pegawai Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34277 pada 21 juli 2016.
Supranto, J. (2000). Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 1 Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya. Medan: Si B N B Press.
The Seventh Report of the Joint National Committee on. (2003). Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Retrieved on
October 27, 2015, from www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/jnc7full.pdf
Tim VitaHealth. (2006). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Udjianti, W.J. (2011). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Widharto. (2007). Bahaya Hipertensi. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka.
World Health Organization. (2010). Global Status Report on Noncommunicable
Diseases 2010. Retrieved on October 9, 2015, from http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report_full_en.pdf
World Health Organization. (2013). A Global Brief on Hypertension: Silent
Killer, Global Public Health Crisis. Retrieved on October 9, 2015, from
http://ish-world.com/downloads/pdf/global_brief_hypertension.pdf
Yulia. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia
di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung,
Tahun 2010. Diakses dari
prevalensi penderita hipertensi pada lansia bulan
Januari 2013 sampai dengan Juni 2016
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1Kerangka Penelitian
Dari hasil tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah penelitian
yang dirumuskan, perlu dikembangkannya suatu konsep penelitian. Kerangka
penelitian merupakan landasan berfikir peneliti berlandaskan teori-teori yang
menggambarkan keterkaitan antar variabel penelitian.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui prevalensi penderita hipertensi
pada lansia tahun 2016. Adapun kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Skema 3.1 Kerangka Penelitian Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia
Tahun 2016
21
3.2Definisi Operasional
Supranto (2000), variabel adalah sesuatu yang nilainya berubah-ubah atau
berbeda-beda. Pada penelitian ini yang menjadi variabel adalah prevalensi
penderita hipertensi pada lansia.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
deskriptif . Sanusi (2014) memaparkan bahwa desain penelitian deskriptif adalah
desain penelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara
sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian.
4.2Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita hipertensi pada
lansia di Kabupaten Karo. Besar sampel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sample yaitu :
jumlah data penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo bulan Januari
2013 sampai dengan Juni 2016.
4.3Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2016.
4.4Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari institusi Fakultas
23
permohonan izin disampaikan dan disepakati oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Karo, peneliti mendapatkan data penderita hipertensi pada lansia dari
data laporan bulanan angka kesakitan penderita hipertensi pada lansia Januari
2013 sampai dengan Juni 2016. Data yang diperoleh dijamin kerahasiannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
4.5Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
lembar observasi yaitu data penderita hipertensi, data penderita hipertensi pada
lansia, dan data penderita hipertensi pada lansia Januari 2013 sampai dengan Juni
2016.
4.6Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data penderita hipertensi
pada lansia yang diperoleh dari laporan bulanan angka kesakitan Januari 2013
sampai dengan Juni 2016 di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.
4.7Analisa data
Teknik analisis yang akan digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil
Bab ini menguraikan tentang prevalensi penderita hipertensi pada lansia di
Kabupaten Karo tahun 2016, diperoleh melalui pengumpulan data penderita
hipertensi dari Januari 2013 sampai dengan Juni 2016.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia
di Kabupaten Karo Januari 2013 sampai dengan Juni 2016
25
Tabel 5.2 Karateristik Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo
tahun 2016
Karateristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%)
Umur
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa terjadi penurunan penderita
hipertensi pada lansia di tahun 2014 tetapi mengalami peningkatan kembali pada
tahun 2015. Penderita hipertensi pada lansia tahun 2016 (Januari sampai dengan
Juni) adalah sebanyak 12.608 orang. Berdasarkan kelompok umur yaitu 45-54
tahun (28%), 55-59 tahun (29%), 60-69 tahun (26%), >70 tahun (17%).
Berdasarkan jenis kelamin perempuan (52%) sedangkan laki-laki (48%). Tiga
kecamatan dengan penderita hipertensi tertinggi adalah Tiga Panah, Kabanjahe,
Simpang Empat.
5.2Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun 2016 penderita hipertensi mengalami
peningkatan setiap bulannya. Sesuai dengan WHO (2013), pada 2008, didunia
terjadi peningkatan jumlah orang dengan kondisi hipertensi dari 600 juta pada
26
Berdasarkan hasil penelitian bahwa prevalensi tertinggi berdasarkan kelompok
umur yaitu 55-59 tahun (29,2%). Rasmaliah, Siregar, F.A., & Jemadi. (2010)
menunjukkan bahwa proporsi yang menderita hipertensi lebih tinggi pada umur
45-60 tahun (38,8%), sedangkan pada umur <45 tahun dan >60 tahun relatif sama
dengan proporsi masing-masing 24,2% dan 25,0%. Dengan bertambahnya umur,
fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degenerative (penuaan)
sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu
masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena
infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia diantaranya
hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik (Kemenkes,
2013).
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013), pada tahun
2010 proyeksi proporsi penduduk umur lebih dari 60 tahun di Sumatera Utara
adalah 5,89% , pada tahun 2020 adalah 8,29% dan pada tahun 2035 adalah
13,22%. Terjadi peningkatan penduduk lansia setiap tahunnya. Berdasarkan
Kemenkes (2013), angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93
artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang diantaranya
mengalami sakit. Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan
tubuh lansia adalah pola hidup yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup yang
kurang sehat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh, masalah umum yang
dialami adalah rentannya terhadap berbagai penyakit.
Prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016 lebih
27
penelitian Rasmaliah, Siregar, F.A., & Jemadi. (2010) proporsi yang menderita
hipertensi lebih tinggi pada perempuan (29.0%), sedangkan pada laki-laki sebesar
24,5%. Bila dilihat lansia berdasarkan jenis kelamin, penduduk lansia yang paling
banyak adalah perempuan yang menunjukkan bahwa umur harapan hidup yang
paling tinggi adalah perempuan (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Nisa (2014) didapatkan bahwa lebih dari 60% lansia yang
memiliki hipertensi dan masih ada 30% yang tidak melakukan perubahan gaya
hidup.
Berdasarkan penelitian Agrina (2011), menunjukkan bahwa kepatuhan lansia
penderita hipertensi dalam pemenuhan diet di Kelurahan Sidomulyo Barat Kota
Pekanbaru, didapatkan responden pada kategori tidak patuh yaitu sebanyak 34
orang (56,7%) dan responden pada kategori patuh sebanyak 26 orang (43,3%).
Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan atau sikap penderita hipertensi itu
sendiri. Pengetahuan yang kurang dikarenakan kurangnya informasi yang
diperoleh oleh penderita, baik dari petugas kesehatan maupun media cetak atau
elektronik. Faktor sikap negatif yang sering muncul dikarenakan kejenuhan serta
tidak terbiasanya penderita hipertensi untuk menjalankan diet hipertensi, yang
disebabkan oleh budaya responden itu sendiri yang sudah melekat sejak lahir
sehingga sangat sulit sekali untuk dihilangkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningtyas (2011) yang
berjudul hubungan kepribadian tipe D dengan kejadian hipertensi di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis
28
terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe D “ Distressed” dengan
kejadian hipertensi. Individu dengan kepribadian tipe D dihubungkan dengan
peningkatan kadar hormon kortisol akibat stress berkepanjangan yang dialami
oleh individu. Stress berkepanjangan ini terjadi karena kecenderungan mengalami
emosi negatif yang tidak menyenangkan sehingga mengakibatkan terjadinya
perubahan fisiologis berupa peningkatan kadar hormon kortisol sebagai respon
individu tersebut dalam menghadapi stressor yang muncul.
Tiga kecamatan yang memiliki prevalensi penderita hipertensi tertinggi pada
lansia adalah Tiga Panah, Simpang Empat dan Kabanjahe. Orang Karo memakan
nasi dan gulai sebagai bahan konsumsi mereka sehari-hari. Daging dan ikan asin
adalah makanan yang mewah. Orang Karo juga memiliki budaya kerja tahun/
merdang merdem, dimana sehari menjelang hari perayaan puncak penduduk
kampung memotong lembu, kerbau dan babi untuk dijadikan lauk. (Tarigan,
2009). Hal ini berkaitan dengan penelitian tentang faktor risiko gaya hidup yang
mempengaruhi peningkatan hipertensi, salah satunya konsumsi makanan yang
mengandung banyak garam dan lemak dan kurang cukup mengonsumsi sayur dan
buah-buahan (WHO, 2013). Tingginya prevalensi hipertensi pada masyarakat
dipicu oleh gaya hidup yaitu perubahan pola makan yang menjadi lebih banyak
gula, garam, lemak dan rendah serat (Nisa, 2014).
Menurut WHO (1990 dalam Almatsier, 2008) menganjurkan pembatasan
konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).
Asupan natrium yang berlebihan, terutama dalam bentuk natrium klorida, dapat
29
edema atau asites dan/atau hipertensi. PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang)
menganjurkan agar 60-75% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat (terutama
karbohidrat kompleks), 10-15% dari protein, dan 10-25% dari lemak. Selain
kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus, dalam
keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan
kebutuhan karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi
abnormal lainnya, sehinga perlu dilakukan perhitungan kebutuhan gizi secara
khusus dan penerapannya dalam bentuk modifikasi diet atau diet khusus
(Almatsier, 2008).
Faktor lain yang memungkinkan tingginya hipertensi lansia di Kabupaten Karo
disebabkan oleh adat istiadat suku Karo tersebut yaitu perilaku menyirih dan
merokok. Berdasarkan studi kasus mengenai perilaku penggunan makan sirih
pada suku Karo berhubungan dengan adat-istiadat, kepercayaan dan kesehatan
(Sembiring, 2007) didapatkan bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk
menyirih di Tanah Karo sebagian besar menggunakan daun sirih, kapur, gambir,
pinang dan tembakau yang digunakan untuk menyuntil. Perilaku menyirih masih
berhubungan dengan adat istiadat, terutama dalam pertunangan dan perkawinan.
Pada acara pertunangan, sirih digunakan pada acara ngembah belo selambar. Pada
acara ini terlihat bahwa sirih digunakan sebagai lambang kehormatan. Sirih juga
digunakan sebagai lambang komunikasi pada adat istiadat suku Karo, bahwa
ketika bertemu ataupun berbicara dengan sanak saudara diawali dengan
30
Perilaku menyirih pada suku Karo berkaitan dengan hasil pengukuran kadar
nikotin pada tembakau kunyah yang dilakukan oleh (Fernando, 2011) diperoleh
hasil bahwa merek tembakau kunyah yang mempunyai kadar nikotin paling tinggi
yakni merek tembakau jawa dengan kadar nikotin 26,998 mg/g, kemudian
tembakau kuning dengan kadar nikotin 25,644 mg/g, kemudian tembakau gayo
dengan kadar nikotin 23.282 mg/g, serta tembakau hijau 22,375 mg/g. Dari hasil
penelitian kadar nikotin pada tembakau kunyah dapat dinyatakan bahwa keempat
merek tembakau kunyah tersebut tidak ada satupun yang memenuhi syarat
kesehatan karena kadarnya jauh diatas kadar yang diizinkan oleh WHO yakni 2
mg sampai dengan 4 mg per harinya. Sedangkan masyarakat mengkonsumsi
tembakau kunyah dapat mengkonsumsi 20-29 gram per harinya yang artinya
setiap hari responden rata-rata memasukkan nikotin kedalam tubuhnya sebanyak
521 mg/ hari. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone
kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah.
Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin
tinggi, yang mengakibatkan timbulnya hipertensi. Efek lain adalah merangsang
berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal dan akan menyumbat
pembuluh darah yang sudah sempit akibat karbon monoksida (Gondodiputro,
2007).
Selain perilaku menyirih, perilaku merokok di Karo juga sangat tinggi.
Berdasarkan data Depkes, RI (2008), proporsi perokok di Kabupaten Karo sebesar
40,6% dan secara nasional merupakan salah satu kabupaten/kota dengan
31
Christina (2015) menyatakan bahwa Kecamatan Berastagi merupakan salah satu
Kecamatan yang berada di Kabupaten Karo dan termasuk salah satu kecamatan
dengan jumlah penduduk paling banyak. Dari 60 responden sebanyak 51 kepala
keluarga merupakan suku Karo dan jumlah KK terbesar menganut agama Kristen
Protestan. Perilaku merokok masyarakat Karo tidak terlepas dari kebudayaan dan
adat istiadat suku Karo yang menjadikan rokok sebagai syarat mutlak dalam
setiap acara kebudayaannya. Ini merupakan salah satu penyebab tingginya
kebiasaan merokok suku Karo.
Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu
penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian secara
langsung, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat dipicu karena merokok
mulai dari penyakit di kepala samapai dengan penyakit di kaki. Penyakit yang
bisa disebabkan oleh merokok adalah seperti sakit kardiovaskuler, penyakit
jantung koroner dan kanker seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker
esophagus dan lain lain lagi (Mangku, 2000). Hal ini sesuai dengan penelitian
Sitepu (2012) yang mendapatkan bahwa kebiasaan merokok pada pegawai kantor
wilayah kementerian agama provinsi Sumatera Utara banyak yang tergolong
perokok berat. Dari kebiasaan merokok diperoleh nilai odds ratio = 5,320, artinya
pegawai yang memiliki kebiasaan merokok memiliki resiko 5,320 kali lebih besar
untuk terjadinya hipertensi.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang prevalensi penderita hipertensi pada
lansia di Kabupaten Karo tahun 2016 disimpulkan bahwa prevalensi penderita
hipertensi pada lansia adalah sebanyak 12.608 orang. Prevalensi perempuan
(52%) sedangkan laki-laki (48%). Prevalensi berdasarkan kelompok usia yaitu
45-54 tahun (28 %), 55-59 tahun (29%), 60-69 tahun (26%), >70 tahun (17%).
6.2Saran
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo
Melihat masih tingginya prevalensi penderita hipertensi pada lansia di
Kabupaten Karo, maka kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo melalui
Puskesmas khususnya di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe dan Simpang
Empat perlu lebih aktif lagi dalam memberikan informasi dan penyuluhan
kepada masyarakat lansia tentang hipertensi dan pola hidup yang sehat.
6.2.2 Bagi Penelitian Keperawatan
Prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016
mengalami peningkatan dari tahun 2015, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensui
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Prevalensi
Prevalensi adalah ukuran frekuensi penyakit. Angka prevalensi mengukur
jumlah orang sakit di dalam suatu populasi pada suatu titik waktu yang
ditentukan. Acuan waktu untuk numerator angka prevalensi dapat berupa suatu
periode waktu seperti satu tahun, atau dapat berupa suatu titik waktu tertentu.
Prevalensi mengukur keberadaan penyakit semua kasus (baru dan lama).
Prevalensi bergantung pada dua faktor: angka insiden dan durasi penyakit. Jadi,
suatu perubahan dalam prevalensi penyakit dapat mencerminkan suatu perubahan
dalam insidensi, atau outcome, atau bahkan lainnya (Morton, Hebel, & McCarter,
2009).
2.2Konsep Hipertensi pada Lansia
2.2.1 Perubahan Sistem Kardiovaskuler pada Lansia
Perubahan pada jantung terlihat dalam gambaran anatomis berupa:
bertambahnya jaringan kolagen, bertambahnya ukuran miokard, berkurangnya
jumlah miokard, dan berkurangnya jumlah air jaringan. Tebal bilik kiri dan
kekakuan katup bertambah seiring dengan penebalan septum interventrikular,
ukuran rongga jantung juga membesar (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi: katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume),
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
6
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari satu
periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2011).
Menurut WHO (2013), hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena jarang menimbulkan gejala pada stadium awal dan
banyak orang tidak terdiagnosa.
2.2.3 Epidemiologi Hipertensi
Secara global, jumlah penyakit kardiovaskuler kira-kira 17 juta kejadian setiap
tahun, mendekati 1 : 3 secara keseluruhan. Jumlah komplikasi dari hipertensi
adalah 9,4 juta kematian di dunia setiap tahunnya. Hipertensi menjadi penyebab
hampir 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% karena stroke (WHO,
2013).
Kemenkes RI (2013), prevalensi hipertensi pada umur ≥ 18 tahun di Indonesia
yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum
obat hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen penduduk yang
minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga
kesehatan. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada
7
2.2.4 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan
penyebab dan tingkat keparahan. Berikut ini akan dijelaskan klasifikasi hipertensi
dari kedua hal tersebut.
2.2.4.1Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan, yaitu
hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (Udjianti, 2011). Pada lebih dari 90% kasus, penyebab hipertensi
tidak jelas, yang disebut dengan primer atau esensial. Hipertensi primer
merupakan suatu gangguan genetika multifaktorial, dimana pewarisan jumlah gen
abnormal menjadi predisposisi bagi individu mengalami tekanan darah arteri
(ABP) tinggi, terutama bila pengaruh lingkungan yang mendukung (misalnya diet
tinggi garam, stress psikososial) juga ada (Aaronson & Ward, 2008).
Menurut Udjianti (2011), beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial, yaitu :
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
8
bukanlah garam (garam dapur) yang tidak baik bagi tekanan darah, tetapi
kandungan natrium (Na) dalam darah yang dapat mempengaruhi tekanan
darah seseorang. Natrium (Na) bersama klorida (Cl) dalam garam dapur
(NaCl) sebenarnya bermanfaat bagi tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, Na yang
masuk dalam darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga
meningkatkan volume darah. Meningkatkannya volume darah
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah
sehingga kerja jantung dalam memompa darah semakin meningkat.
Sebagian besar hipertensi juga disebabkan adanya penebalan dinding
pembuluh arteri oleh lemak atau kolesterol. Jika penderita hipertensi
mengonsumsi makanan berlemak, kadar kolesterol dalam darahnya dapat
meningkat sehingga dinding pembuluh darah makin menebal. Dampak
yang semakin parah, pembuluh darah tersebut menjadi tersumbat.
d. Berat badan: obesitas ( > 25% diatas berat badan ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi. Orang yang kelebihan berat badan, tubuhnya
bekerja keras untuk membakar berlebihnya kalori yang masuk.
Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang
cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula
pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan
jantung bekerja lebih keras. Dampaknya, tekanan darah orang gemuk
9
e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah, bila gaya hidup menetap.
2. Hipertensi sekunder
Sebesar 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang
ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid (Udjianti, 2011).
Menurut Aaronson & Ward (2008), penyebab umum hipertensi sekunder
adalah:
a. Penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, yang mengganggu regulasi
volume dan/atau mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
b. Gangguan endokrin, seringkali pada korteks adrenal dan terkait dengan
oversekresi aldosteron, kortisol dan/atau katekolamin.
c. Kontrasepsi oral, yang dapat menaikkan ABP (Arteri Blood Pressure)
melalui aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan hiperinsulinemia.
2.2.4.2Berdasarkan Tingkat Keparahan
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada dewasa
Klasifikasi tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥160 ≥100
10
2.2.5 Etiologi
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi (WHO, 2013),
yaitu:
2.2.5.1Gaya Hidup
Ada banyak faktor risiko gaya hidup yang mempengaruhi peningkatan
hipertensi, termasuk:
1) Konsumsi makanan yang mengandung banyak garam dan lemak, dan
kurang cukung mengonsumsi sayur dan buah-buahan, 2) Penggunaan
alcohol, 3) Inaktifitas fisik dan kurang latihan, 4) Manajemen stress yang
buruk.
2.2.5.2Faktor Metabolik
Ada beberapa faktor metabolik yang meningkatkan risiko penyakit jantung,
gagal ginjal dan komplikasi lain dari hipertensi, termasuk diabetes, kolesterol
tinggi dan obesitas. Tembakau dan hipertensi berpengaruh untuk lebih lanjut
meningkatkan gangguan kardiovaskuler.
2.2.5.3Sosio-ekonomi
Faktor sosial, seperti pendapatan, pendidikan dan tempat tinggal, mempunyai
pengaruh yang merugikan dalam faktor risiko gaya hidup dan mempengaruhi
meningkatnya hipertensi. Contohnya, penganguran atau ketakutan dari
pengangguran bisa memepengaruhi pada tingkat stress yang dapat mempengaruhi
tekanan darah tinggi. Kondisi pekerjaan dapat juga menunda deteksi dini dan
11
tidak direncanakan juga cenderung untuk menaiknya kasus hipertensi karena
lingkungan yang tidak sehat yang mendorong mengonsumsi fast food, kebiasaan
yang menetap atau duduk terus-menerus, penggunaan rokok dan alkohol yang
berbahaya. Peningkatan usia mempengaruhi hipertensi karena penebalan
pembuluh darah, meskipun penuaan pada pembuluh darah dapat diperlambat
melalui gaya hidup yang sehat, termasuk makanan yang sehat dan mengurangi
konsumsi garam.
Beberapa kasus pada hipertensi belum diketahui. Faktor genetik berperan
penting bilamana kemampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal.
Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah
melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah
awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat
yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer (Udjianti,
2011).
2.2.6 Gejala Hipertensi
Gejala hipertensi biasanya tanpa gejala sehingga sering disebut “the silent
killer”. Menurut Vitahealth (2006), secara umum gejala yang dapat timbul, yaitu:
1) Sakit kepala, 2) Jantung berdebar-debar, 3) Sulit bernapas setelah bekerja atau
mengangkat beban berat, 4) Mudah lelah 5) Penglihatan kabur, 6) Wajah
memerah, 7) Hidung berdarah, 8) sering buang air kecil, terutama di malam hari,
12
2.2.7 Patofisiologi
Hipertensi terjadi karena peningkatan tekanan pada pembuluh darah secara
terus-menerus yang mengakibatkan semakin cepat kerja jantung untuk memompa
darah. Jika hal ini terus-menerus maka otot jantung akan menebal dan mengalami
hipertrofi.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem
renin-angiotensin, dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2011). 1) Baroreseptor ini
memonitor tekanan derajat arteri. Jika tekanan darah naik secara mendadak, maka
akan memberikan rangsangan pada baroreseptor yang selanjutnya sinyal tersebut
dikirim ke medulla oblongata dan akan menghambat pusat vasokontriksi, serta
merangsang pusat vagal sehingga terjadi vasodilatasi, kontraktilitas menurun, juga
bradikardi, 2) Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik.
Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan
mengakibatkan peningkatan curah jantung. 3) Renin dan angiotensin memegang
peranan dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal memproduksi renin untuk
memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzyme dalam
paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III dan
mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan
mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosterone, 4) Autoregulasi vaskular
adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif
13
vaskular dan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan
tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran.
Menurut Aronow, et.al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
Hypertension in the Elderly, menyatakan bahwa patofisiologi terjadinya hipertensi
pada lansia adalah kekakuan pembuluh arteri, disregulasi autonomik, dan fungsi
ginjal serta keseimbangan kation. Kekakuan pembuluh darah arteri
mengakibatkan penebalan pada dinding aorta, meningkatnya aliran nadi, dan
meningkatknya tekanan darah. Disregulasi autonomik mempengaruhi ortostatik
hipotensi (faktor risiko jatuh, syncope, dan kejadian kardiovaskuler) dan ortostatik
hipertensi (faktor risiko dari hipertrofi ventrikel kiri, penyakit coroner, dan
penyakit serebrovaskuler). Disfungsi ginjal progresif dikarenakan
glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial dengan filtrasi glomerulus yang
menurun dan mekanisme homeostatik ginjal lainnya seperti peningkatan sodium
intraseluler , menurunkan pertukaran sodium-kalsium, dan peningkatan volume.
Hal ini juga mempengaruhi penekanan pada aktivitas plasma renin dan penurunan
kadar aldosteron.
2.3 Konsep Lansia
2.3.1 Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun keatas (Setianto, 2004 dalam Efendi & Makhfudli,
2009). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
14
beradaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi &
Makhfudli, 2009). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Hawari, 2001 dalam Efendi &
Makhfudli, 2009).
Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Usia Lanjut, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas. Umur 60 tahun adalah usia permulaan tua.
2.3.2 Klasifikasi Lansia
Berikut ini adalah klasifikasi lanjut usia dalam beberapa literature, yaitu:
1. Menurut WHO (dalam Nugroho, 2009), klasifikasi lansia adalah usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua
(old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2. Smith dan Smith (1999 dalam Tamher & Noorkasiani, 2009), menggolongkan
usia lanjut menjadi tiga, yaitu: young old (65-74 tahun); middle old (75-84
tahun); dan old old (lebih dari 85 tahun).
3. Setyonegoro (1984 dalam Tamher & Noorkasiani, 2009), mengggolongkan
bahwa yang disebut usia lanjut (geriatric age) adalah orang yang berusia lebih
dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam usia 70-75 tahun (young old);
75-80 tahun (old; dan lebih dari 75-80 tahun (very old).
4. Maryam, et.al. (2008) mengklasifikasikan lansia, yaitu:
15
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial.
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial.
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.3.3 Kondisi dan Permasalahan Lansia
Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lansia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa
(satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia
akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2008).
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan
pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS,1992 dalam Maryam, et.al.,
2008). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan
mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun
1990-2025, yaitu sebesar 41,4% (Kinsella dan Taeuber, 1993 dalam Maryam,
16
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013), pada tahun
2010 proyeksi proporsi penduduk umur lebih dari 60 tahun di Sumatera Utara
adalah 5,89% , pada tahun 2020 adalah 8,29% dan pada tahun 2035 adalah
13,22%. Terjadi peningkatan penduduk lansia setiap tahunnya.
Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua merupakan hal yang wajar dan
terus-menerus dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang. Menurut
Darmojo dan Martono (1994 dalam Nugroho, 2008) mengatakan bahwa “menua”
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dampak perubahan epidemiologis, penyakit pada lanjut usia cenderung ke arah
degeneratif. Lima sebab utama kematian di antara para lansia adalah penyakit
kardiovaskuler, penyakit kanker, penyakit serebrovaskuler, penyakit
pneumonia/influenza, dan penyakit COPD. Namun, penyakit yang paling mahal
adalah golongan penyakit yang menyebabkan kecacatan namun tidak sampai
meninggal. Penyakit arthritis merupakan penyakit kronis yang paling sering dan
yang paling banyak menyebabkan kecacatan. Penyebab kecacatan lainnya adalah
hipertensi, gangguan visual, dan diabetes disamping penyakit kardiovaskuler,
COPD, dan serebrovaskuler (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat
proses degenerative (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul
17
sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada
lansia diantaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau
rematik (Kemenkes, 2013).
2.4 Gambaran Umum Kabupaten Karo
2.4.1 Lokasi dan Keadaan Geografis
Bentuk dataran tinggi Kabupaten Karo menyerupai sebuah kuali yang sangat
besar karena dikelilingi oleh pegunungan dengan ketinggian 140 s/d 1400 m
diatas permukaan laut, terhampar dipanggung Bukit Barisan serta terletak pada
koordinat 2050’ – 3019’ Lintang Utara dan 97055’ – 98038’ Bujur Timur diantara
gunung-gunungnya yang terkenal adalah: disebelah Utara adalah Gunnung Barus,
Pinto, Sibayak, Simole dan Sinabung, disebelah selatan terdapat Gunung
Sibuaten. Dari semua pegunungan itu, dua diantaranya terdiri dari gunung berapi
yaitu Sibayak dan Sinabung.
2.4.2 Iklim
Suhu udara di dataran tingggi Karo sangat sejuk, berkisar antara 160 s/d 270C
dengan kelembaban udara rata-rata 28%. Musim hujan lebih panjang dibanding
kemarau dengan perbandingan 9 : 3. Awal musim hujan bulan Agustus bulan,
berakhir bulan Januari dan musim kedua dari bulan Maret sampai dengan bulan
Mei setiap tahunnya. Sesuai dengan keadaan alamnya, maka mata pencaharian
utama dari masyarakat Karo umumnya adalah bertani atau bercocok tanam.
18
Hasil sensus tahun 2000 Penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa.
Pada tahun 2013sebesar 363.755 yang mendiami wilayah. Kepadatan penduduk
diperkirakan sebesar 171 jiwa/ Km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo
tahun 2010 – 2013 adalah sebesar 1,17% per tahun. Tahun 2013 di Kabupaten
Karo penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Laki-laki berjumlah
180.535 jiwa dan perempun berjumlah 183.220 jiwa. Sex rasionya sebesar 98,53.
2.4.4 Adat dan Budaya
Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa
Karo. Suku Bangsa Karo terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur Siwaluh, dan Rakut
Sitelu. Lima merga yaitu: Ginting, Perangin-angin, Tarigan, Sembiring, dan
Karo-karo. Tutur siwaluh, yaitu: sipemeren, siparibanen, sipengalon, anak beru, anak
beru, menteri, anak beru singikuri, kalimbubu, dan puang kalimbubu. Rakut
Sitelua, yaitu: senina/sembuyak, kalimbubu, dan anak beru.
Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan
modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan. Dalam kehidupan
masyarakat Karo, idaman dan harapan (sura-sura pusuh keratin) yang ingin
diwujudkan adalah pencapaian tiga hal pokok yang disebut Tuah (menerima
berkat dari Tuhan Yang Maha Esa), sangap (mendapat rejeki), dan mejuah-juah
(sehat, sejahtera, lahir batin, aman, damai, bersemangat serta keseimbangan dan
keselarasan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan
manusia dengan Tuhannya. Masyarakat Karo menganut agama Protestan, Katolik
19
Orang Karo memakan nasi dan gulai sebagai bahan konsumsi mereka
sehari-hari. Daging dan ikan asin adalah makanan yang mewah, sedangkan beberapa
jenis tikus, katak dan serangga juga dimakan. Saat-saat dimana pola makanan
mereka mengalami perubahan, adalah ketika menjamu tamu atau kalau diadakan
upacara-upacara (kelahiran, perkawinan dan kematian). Orang Karo juga memiliki
budaya kerja tahun/ merdang merdem, dimana sehari menjelang hari perayaan
puncak penduduk kampung memotong lembu, kerbau dan babi untuk dijadikan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi
transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular
(Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)
tahun 2010, penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke,
kanker, diabetes mellitus, cedera dan penyakit obstruktif kronik serta penyakit
kronik lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan
membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Hipertensi menjadi penyebab sekitar 45% kematian karena penyakit jantung
dan 51% karena stroke. Hipertensi, dikenal dengan peningkatan atau kenaikan
tekanan darah adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah mengalami
peningkatan tekanan secara persisten. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh
darah maka semakin cepat kerja jantung untuk memompa darah. Hipertensi bisa
menyebabkan gagal ginjal, kebutaan, pecahnya pembuluh darah dan gangguan
kognitif. Pada 2008, didunia, kira-kira 40% dari dewasa berusia 25 tahun keatas
didiagnosa dengan hipertensi, terjadi peningkatan jumlah orang dengan kondisi ini
dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008. Prevalensi
hipertensi lebih tinggi di Afrika 46% pada dewasa 25 tahun ke atas dan paling
rendah dengan prevalensi 35% di Amerika (WHO, 2013).
2
Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur
(29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat
melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang
minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi
sedang minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi, prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%). Sumatera Utara merupakan salah satu
provinsi di Indonesia memiliki angka prevalensi hipertensi cukup tinggi yang
didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun, yaitu sebesar 24,7%.
Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia 75 tahun keatas, yaitu sebesar
63,8%.
Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara dengan
prevalensi hipertensi tertinggi pada kelompok usia 75 tahun keatas yang
didiagnosa oleh tenaga kesehatan sebesar 20% dan kasus minum obat atau
didiagnosa oleh tenaga kesehatan sebesar 20,4% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2011) terhadap 104 lansia
di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung tahun
2010, diperoleh distribusi proporsi hipertensi sebesar 35,58% atau sebanyak 37
orang. Proporsi hipertensi lansia tertinggi pada kelompok umur 45-59 tahun
(68,57%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmaliah, Siregar, F.A., &
Jemadi. (2010), prevalensi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan
3
menderita hipertensi. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa proporsi yang
menderita hipertensi lebih tinggi pada umur 45-60 tahun (38,8%) sedangkan pada
umur <45 tahun dan >60 tahun relatif sama dengan proporsi masing-masing
24,2% dan 25%.
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah pasien hipertensi pada
lansia masih tinggi. Kemenkes RI (2013), beberapa kegiatan yang telah
dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk mengendalikan
penyakit tidak menular pada tahun 2013, yaitu Posbindu (Pos Pembinaan
Terpadu) yang merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam deteksi
dini, monitoring dan tindak lanjut, meningkatkan upaya pengendalian di
puskesmas dengan upaya peningkatan promosi kesehatan yang dilakukan melalui
gaya hidup sehat.
Berbagai upaya dilakukan juga terkhusus untuk membina kesehatan usia lanjut,
salah satunya adalah dengan pengadaan posyandu lansia. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi penderita hipertensi pada
lansia untuk tahun berikutnya yang bermanfaat bagi penyusunan rencana
selanjutnya.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang ditentukan
dalam penelitian ini adalah “bagaimana prevalensi penderita hipertensi pada
4
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi penderita hipertensi pada
lansia di Kabupaten Karo tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1Mengetahui prevalensi penderita hipertensi pada lansia berdasarkan
umur di Kabupaten Karo tahun 2016
1.3.2.2 Mengetahui prevalensi penderita hipertensi pada lansia berdasarkan
jenis kelamin di Kabupaten Karo tahun 2016
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berharga dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
1.4.2 Pelayanan Keperawatan
Diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun kebijakan atau program kesehatan yang berhubungan dengan
hipertensi.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan data yang berguna bagi peneliti dan dapat
Judul : Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di
Kabupaten Karo tahun 2016
Nama Mahasiswa : Cindy Ariesta Br Simbolon
NIM : 121101084
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2016
Abstrak
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena jarang menimbulkan gejala pada stadium awal dan menjadi penyebab 45% kematian. Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan peningkatan umur. Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degenerative (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penderita hipertensi pada lansia tahun 2016 adalah 12.608 orang. Prevalensi berdasarkan kelompok umur yaitu 45-54 tahun (28%), 55-59 tahun (29%), 60-69 tahun (26%), >70 tahun (17%). Prevalensi perempuan (52%) sedangkan laki-laki (48%). Hal ini dapat memberi masukan kepada dinas kesehatan Kabupaten Karo melalui puskesmas khususnya di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe dan Simpang Empat agar lebih aktif lagi dalam memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat lansia tentang hipertensi dan pola hidup yang sehat. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi penderita hipertensi pada lansia dengan metode yang berbeda.
Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo
Tahun 2016
SKRIPSI
Oleh:
Cindy Ariesta Br Simbolon 121101084
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo
Tahun 2016
SKRIPSI
Oleh:
Cindy Ariesta Br Simbolon 121101084
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di
Kabupaten Karo tahun 2016
Nama Mahasiswa : Cindy Ariesta Br Simbolon
NIM : 121101084
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2016
Abstrak
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena jarang menimbulkan gejala pada stadium awal dan menjadi penyebab 45% kematian. Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan peningkatan umur. Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degenerative (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penderita hipertensi pada lansia tahun 2016 adalah 12.608 orang. Prevalensi berdasarkan kelompok umur yaitu 45-54 tahun (28%), 55-59 tahun (29%), 60-69 tahun (26%), >70 tahun (17%). Prevalensi perempuan (52%) sedangkan laki-laki (48%). Hal ini dapat memberi masukan kepada dinas kesehatan Kabupaten Karo melalui puskesmas khususnya di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe dan Simpang Empat agar lebih aktif lagi dalam memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat lansia tentang hipertensi dan pola hidup yang sehat. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi penderita hipertensi pada lansia dengan metode yang berbeda.
PRA KATA
Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan bagi Allah Tri Tunggal atas kasih,
kemurahan dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
judul “Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo tahun
2016”.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis menyadari penuh
bahwa ada banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing
akademik.
3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes. selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan saran yang membangun, waktu dan perhatiannya dalam
membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji II dan
Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku penguji III yang telah
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.
5. Seluruh staf dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah mendidik, memberi ilmu yang bermanfaat sebagai bekal dalam
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan
administrasi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo beserta staf yang telah
memberikan izin penelitian.
7. Keluarga terkasih Ayahanda P. Simbolon dan Ibunda I. Br.
Perangin-angin, abang Pandri Simbolon dan adik kembar Brema Simbolon dan
Bremi Simbolon yang selalu mendoakan dan memberi semangat.
8. KTB Exaudi, Kelompok Kecil Gavrila, teman-teman seperjuangan
stambuk 2012, teman-teman seperjuangan dari Kabanjahe, Totalitas,
pemuda-pemudi PP GKPI, KKN-PPM 5 Beganding yang senantiasa
mendukung, mengasihi, mendoakan, menolong dan tempat berbagi di kala
suka dan duka.
Biarlah kiranya Allah sumber segala berkat dan kasih melimpahi setiap pihak
yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Juni 2016
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ... i
Surat Pernyataan Orisinalitas ... ii
Halaman persetujuan skripsi ... iii
Abstrak ... iv 2.1. Perubahan sistem kardiovaskuler pada lansia ... 5
2.2. Pengertian hipertensi ... 5
2.3. Epidemiologi hipertensi ... 6
2.4. Klasifikasi hipertensi ... 7
2.5. Etiologi ... 10
2.6. Gejala hipertensi ... 11
2.7. Patofisiologi ... 12
3. Konsep Lansia 3.1. Pengertian lansia ... 14
3.2. Klasifikasi lansia ... 14
3.3. Kondisi dan permasalahan lansia ... 16
4. Gambaran Umum Kabupaten Karo 4.1. Lokasi dan keadaan geografis ... 17
4.2. Iklim ... 18
4.3. Penduduk ... 18
Bab 3. Kerangka penelitian
1. Kerangka penelitian ... 20
2. Definisi Operasional ... 21
Bab 4. Metodologi penelitian 1. Desain penelitian ... 22
2. Populasi dan sampel ... 22
3. Lokasi dan waktu penelitian ... 22
4. Pertimbangan etik ... 22
5. Instrumen penelitian ... 23
6. Pengumpulan data ... 23
1. Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia Laki-laki di Kabupaten Karo dengan Double Exponential Smoothing Alpha = 0.1
2. Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia Perempuan di Kabupaten
Karo dengan Double Exponential Smoothing Alpha = 0.1
3. Lembar observasi
4. Jadwal Tentatif Penelitian
5. Lembar Persetujuan Komisi Etik
6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
7. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo
8. Riwayat hidup
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada dewasa... 8 Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 19 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Prevalensi Penderita Hipertensi pada
Lansia di Kabupaten Karo tahun 2015 ... 24 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Prevalensi Penderita Hipertensi pada
Lansia di Kabupaten Karo tahun 2016 ... 25 Tabel 5.3 Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten
Daftar Skema
Halaman Skema 3.1 Kerangka penelitian peramalan angka kejadian penderita