• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai serbuk minuman pelangsing tubuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai serbuk minuman pelangsing tubuh"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAN

SEBA

DE

FAK

NFAATAN

AGAI SER

KA

EPARTEM

KULTAS

INS

N RUMPU

RBUK MIN

ARTIKA H

MEN TEK

PERIKAN

STITUT P

1

UT LAUT

NUMAN P

HASTARI

KNOLOGI

NAN DAN

ERTANIA

BOGOR

2011

COKLAT

PELANGS

INA PUTR

I HASIL P

N ILMU K

AN BOGO

T (

Sargass

SING TUB

RI

PERAIRA

KELAUTA

OR

um

sp.)

BUH

(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(3)

3

RINGKASAN

KARTIKA HASTARINA PUTRI. C34061253. Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh. Dibimbing oleh ANNA C. ERUNGAN dan RUDDY SUWANDI.

Potensi rumput laut di Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah dan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi adalah Phaeophyceaea (rumput laut coklat) dengan jenis Sargassum sp. Sargassum sp. mengandung iodium dan senyawa aktif seperti senyawa fenol. Kelompok senyawa aktif yang diduga berperan dalam mengatasi kegemukan adalah flavonoid dan tanin, dimana dua kelompok senyawa tersebut termasuk ke dalam senyawa fenol.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengolahan serbuk minuman dari ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang diaplikasikan sebagai minuman pelangsing tubuh yang berkhasiat untuk mengatasi kegemukan. Tujuan khususnya adalah : mengetahui kandungan zat gizi (air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) dalam rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering; mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering; menguji efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) dalam menurunkan bobot badan yang diujikan pada mencit. Tahapan penelitian ini meliputi proses pengolahan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering, proses pembuatan ekstrak dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering, proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.), dan proses pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh.

Rendemen rumput laut coklat (Sargassum sp.) dalam bentuk serbuk ekstraknya adalah sebesar 56,43 gram untuk pengeringan matahari dan 55,89 gram untuk pengeringan oven 60 oC. Komposisi kimia Sargassum sp. hasil pengeringan matahari dan oven 60 oC secara berturut-turut yaitu kadar air sebesar 14,90 % dan 14,85 %, kadar abu sebesar 18,01 % dan 18,40 %, kadar lemak sebesar 0,26 % dan 0,26 %, kadar protein sebesar 6,60 % dan 6,48 %, dan kadar karbohidrat sebesar 60,24 % dan 60,02 %. Ekstrak kasar Sargassum sp. dari pengeringan matahari dan oven 60 oC mengandung enam komponen bioaktif yaitu alkaloid, steroid/terpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin. Kadar flavonoid total serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) hasil pengeringan matahari sebesar 2,118 mg/gr lebih tinggi daripada hasil pengeringan oven 60 oC yaitu sebesar 1,991 mg/gr, sehingga produk hasil pengeringan matahari dipilih untuk diaplikasikan dan diujikan pada hewan coba.

(4)

4

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT COKLAT (

Sargassum

sp.)

SEBAGAI SERBUK MINUMAN PELANGSING TUBUH

KARTIKA HASTARINA PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

5

Judul Skripsi : Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh

Nama : Kartika Hastarina Putri

NRP : C34061253

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhill NIP. 195805111985031002

Tanggal lulus :

Ir. Anna C. Erungan, MS NIP. 196207081986032001

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS dan Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhill selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasinya kepada penulis selama ini.

4. Kedua orang tua Bapak dan Ibu, serta Mas dan Adik tercinta yang telah memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, dukungan, dan doa yang tak terbatas.

5. Rhama Adie Permana, S.Pi untuk semua pengorbanan, kasih sayang, kesabaran, pengertian, doa, serta bantuannya, dan keluarga atas bantuannya dalam pengambilan bahan baku.

6. Hilda ”ade”, Cece, Memey, Arin, Pipit, Uuk, Idmar, Anjar, Lia Aci, Ratna, Nico, Fau, ”Abang” Leli, Icha, dan Ijal atas bantuan dan semangatnya selama penelitian.

(7)

iv

8. Teman-teman THP 43 “Lovely Generation” (Wahyu, Umi, Wati, Anggi, Joha, Holland, Yayan, Cikuik, Patma, Budi, Ely, Molly, Rida, Era, Reza, Deksu, Minal, Sepay dan semuanya) atas kerjasama, kebersamaan, info, semangat, dukungan, dan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Semoga tetap menjadi satu keluarga. Amin.

9. Mbak Lastri, Mas Ipul, Mas Zaki, Bu Ema, dan Mbak silvi atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

10. Seluruh staff Tata Usaha atas bantuannya dalam menyelesaikan seluruh administrasi hingga penulis lulus.

11. Teman-teman THP 41, 42, 44, 45, dan 46 atas kebersamaan, semangat, persahabatan, dan rasa kekeluargaan yang selama ini terjalin, semoga akan tetap terjalin selamanya. Amin.

12. Laboran Biofarmaka (Bu Nunu, Mbak Wiwi, Mas Endi, dan semuanya) atas bantuannya selama penulis melaksanakan pengujian di Pusat Studi Biofarmaka.

13. Dian (Statistik) atas bantuan pengolahan datanya, Noy (Fapet) dan Mas Zulyan (S2) atas informasi dan bantuannya dalam menyiapkan alat-alat penelitian.

14. Mbak Heri dan keluarga Bulek Dhanik, atas kasih sayang dan bantuan yang diberikan selama penulis berada di Bogor.

15. Gardenia Girl’s (Susi, Ema, Thike, dan lain-lain) atas kebersamaannya, suka dan duka tinggal satu atap selama 4 tahun ini.

16. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2011

(8)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 9 Oktober 1988, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Wuryanto, S.Pd dan Tri Hastuti, S.Pd. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Aishiyah Bustanul Atfal (tahun 1993-1995), kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya ke SD Negeri 1 Surjo, Bawang (tahun 1995-2000). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Bawang (tahun 2000-2003) dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Sragen (tahun 2003-2006). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tingkat kedua kuliah penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti BEM Tingkat Persiapan Bersama periode 2006-2007 sebagai anggota Divisi Pengembangan Minat dan Bakat, BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2007-2008 sebagai sekretaris Divisi Hubungan Luar dan Komunikasi, Fisheries Processing Club (FPC) periode 2007-2009, dan anggota Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan “Endeavour” periode 2007-2009. Penulis selama kuliah pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (2009-2010) dan Metode Karya Ilmiah Bagian Organoleptik (2010-2011).

(9)

vi DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

1. PENDAHULUAN ... ...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Rumput Laut Coklat ... 4

2.1.1 Deskripsi Sargassum sp. ... 5

2.1.2 Komposisi Kimia Sargassum sp. ... 6

2.1.2 Manfaat Sargassum sp. ... 8

2.2 Senyawa Fitokimia ... 8

2.2.1 Alkaloid ... 9

2.2.2 Steroid/Terpenoid ... 9

2.2.3 Flavonoid ... 10

2.2.4 Saponin ... 10

2.2.5 Fenol Hidrokuinon . ... 11

2.2.6 Tanin ... 11

2.3 Pengeringan ... 12

2.4 Kegemukan ... 12

2.5 Obat Pelangsing ... 14

2.6 Pengujian secara In Vivo ... 15

3. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Waktu dan Tempat... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Tahapan Penelitian ... 18

3.3.1 Proses pengolahan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering ... 18

3.3.2 Proses pembuatan ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering ... 19

3.3.3 Proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 20

(10)

vii

3.4 Prosedur Analisis ... 24

3.4.1 Ananlisis Fisik ... 24

3.4.2 Analisis kimia ... 24

3.4.3 Uji fitokimia ... 27

3.4.4 Penentuan kadar flavonoid total ... 29

3.4.5 Rancangan percobaan dan analisis data ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Rendemen Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) ... 31

4.2 Komposisi Kimia Sargassum sp. ... 33

4.3 Senyawa Fitokimia ... 37

4.4 Kandungan Flavonoid dalam Serbuk Minuman Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) ... 41

4.5 Aplikasi Minuman Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) pada Mencit ... 42

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi kimia Sargassum dari Kepulauan Seribu ... 7

Tabel 2. Rendemen rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 31

Tabel 3. Komposisi kimia Sargassum sp. hasil penelitian ... 33

Tabel 4. Hasil uji fitokimia (kualitatif) terhadap ekstrak sargassum sp. ... 38

Tabel 5. Hasil pengukuran kadar flavonoid total dalam serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 42

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sargassum sp. ... 6 Gambar 2. Diagram alir proses pengolahan rumput laut coklat

(Sargassum sp.) kering ... 19 Gambar 3. Diagram alir proses ekstraksi rumput laut coklat (Sargassum sp.)

kering dengan pelarut akuabides ... 20 Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 21 Gambar 5. Diagram alir proses pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak

rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh ... 23 Gambar 6. Grafik persentase rendemen rumput laut coklat (Sargassum sp.)

kering dan hancur ... 32 Gambar 7. Grafik rata-rata bobot badan mencit selama masa adaptasi

dan masa perlakuan ... 44 Gambar 8. Grafik pertambahan rata-rata bobot badan mencit selama masa

perlakuan ... ... 46 Gambar 9. Grafik rata-rata konsumsi pakan mencit setiap hari selama

masa perlakuan ... 48 Gambar 10. Grafik rata-rata konsumsi minum mencit setiap hari selama

masa perlakuan ... 49 Gambar 11. Grafik rata-rata berat feses mencit pada akhir masa

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data dan contoh perhitungan rendemen rumput laut coklat

(Sargassum sp.) ... 62

Lampiran 2. Data dan contoh perhitungan analisis proksimat rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 64

Lampiran 3. Data dan contoh perhitungan analisis kadar flavonoid total serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) ... 68

Lampiran 4. Data bobot badan mencit selama masa adaptasi dan masa perlakuan ... 70

Lampiran 5. Data selisih bobot badan mencit dan hasil analisis ragam selama masa perlakuan ... 71

Lampiran 6. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan mencit ... 72

Lampiran 7. Data konsumsi pakan mencit selama masa perlakuan ... 73

Lampiran 8. Hasil analisis ragam konsumsi pakan mencit ... 74

Lampiran 9. Data dan contoh perhitungan analisis proksimat pakan mencit ... 75

Lampiran 10. Data konsumsi minum mencit selama masa perlakuan ... 78

Lampiran 11. Hasil analisis ragam konsumsi minum mencit ... 79

Lampiran 12. Data berat feses mencit perhari selama masa perlakuan ... 80

Lampiran 13. Data berat, hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan berat feses mencit ... 81

Lampiran 14. Data kadar lemak dalam feses mencit, contoh perhitungan dan hasil analisis ragam ... 82

Lampiran 15. Gambar hasil uji fitokimia secara kualitatif ... 83

(14)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya yang cukup besar, baik yang alami maupun yang dibudidayakan. Salah satu sumberdaya yang memiliki potensi yang cukup besar adalah rumput laut. Potensi rumput laut di Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah karena diperkirakan terdapat 555 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan perairan yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 juta hektar (Nindyaning 2007).

Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih merupakan eksportir penting di Asia. Sayangnya rumput laut yang banyak diekspor masih berupa bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut masih banyak diimpor dengan nilai yang cukup besar (Anonim 2003). Rumput laut akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi seandainya diolah menjadi produk intermediet (agar-agar, karaginan, dan alginat) dan produk pangan siap konsumsi (Yorita 2010).

Pada umumnya, rumput laut (alga) dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga hijau biru (Cyanophyceae), alga coklat (Phaeophyceae), dan alga merah (Rhodophyceae) (Winarno 1996). Beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah dari golongan Rhodophyceae (ganggang merah) dan Phaeophyceaea (ganggang coklat). Rhodophyceae merupakan rumput laut penghasil agar-agar dan karaginan, sedangkan Phaeophyceaea merupakan rumput laut coklat yang belum dioptimalkan pemanfaatannya (Permana 2008). Rumput laut coklat sering dianggap sebagai sampah karena mengotori pantai, padahal banyak manfaat yang dapat diambil dari rumput laut coklat tersebut. Pemanfaatan rumput laut coklat dalam bidang industri sangat luas, diantaranya untuk industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, detergen, cat, tekstil, vernis, fotografi, dan lain-lain.

(15)

2

telah memanfaatkan Sargassum dan Porphyra sebagai minuman teh yang berkhasiat medis. Pemanfaatan teh Sargassum oleh masyarakat Vietnam ini telah dilakukan sejak lama (Susanto 2009). Olahan rumput laut coklat berupa teh bisa disajikan dengan dicelup (seperti teh celup), serbuk (powder), instan dalam kemasan gelas (Anonima 2010). Lain halnya di Indonesia, air rebusan rumput laut atau rumput laut yang digerus digunakan sebagai obat luar yaitu obat antiseptik dan pemeliharaan kulit. Selain itu, air rebusan dari Sargassum sp. dapat digunakan untuk penyakit gondongan dan penyakit urinari (Yunizal 2004). Novaczek dan Athy (2001) menyatakan dalam bukunya bahwa Sargassum dapat dibuat sebagai minuman sejenis slimming tea yang direkomendasikan bagi seseorang yang memiliki kelebihan berat badan dan ingin mencoba menurunkan berat badannya.

Beberapa contoh tanaman herbal yang biasa digunakan sebagai bahan obat pelangsing tubuh adalah daun jati belanda, rimpang bangle, asam jawa, kunci pipet, asam gelugur, lengkuas, kencur, dan masih banyak lagi. Daun jati belanda sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam obat pelangsing tubuh mengandung beberapa senyawa kimia. Analisis fitokimia dalam daun jati belanda menunjukkan bahwa daun ini mengandung triterpen, katekin, sterol, karotenoid, flavonoid, tanin, dan saponin (Anonimc 2010). Rimpang bangle mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid (Wijayakusuma et al. 1997 dalam Hayati 2008). Daun tumbuhan asam jawa mempunyai kandungan kimia seperti saponin, flavonoid dan tanin (Hayati 2008). Pada ekstrak kunci pipet, asam gelugur, lengkuas, dan kencur mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan terpenoid.

(16)

3

yang akan disimpan sebagai cadangan lemak dalam jaringan adiposa. Senyawa tanin dapat mengendapkan mukosa protein yang ada di dalam permukaan usus halus sehingga dapat mengurangi penyerapan makanan (Hayati 2008).

Senyawa-senyawa aktif tersebut ternyata juga terdapat di dalam Sargassum seperti steroida, alkaloida, fenol (Rachmat 1999b), dan triterpenoid (Winoto 1993 dalam Kusumaningrum et al. 2007). Adanya senyawa-senyawa aktif tersebut yang diduga dapat menjadikan Sargassum sebagai minuman sejenis slimming tea atau sebagai bahan baku obat pelangsing tubuh. Oleh karena itu, pada penelitian ini yaitu menjadikan Sargassum sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman pelangsing tubuh yang berkhasiat untuk mengatasi kegemukan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari proses pengolahan serbuk minuman dari ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang diaplikasikan sebagai minuman pelangsing tubuh yang berkhasiat untuk mengatasi kegemukan.

Tujuan khususnya adalah :

1) Mengetahui kandungan zat gizi (air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) dalam rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering;

2) Mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering;

(17)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut Coklat

Rumput laut coklat adalah kelompok alga yang secara umum berwarna coklat atau pirang. Warna tersebut tidak berubah walaupun alga ini mati atau kekeringan. Namun pada beberapa jenis misal pada Sargassum, warnanya akan sedikit berubah menjadi hijau kebiru-biruan apabila mati kekeringan. Bentuk thalli bervariasi dan dapat mencapai ukuran relatif besar. Ukuran thalli beberapa jenis dari alga coklat ini lebih tinggi dari jenis-jenis alga merah dan alga hijau (Atmadja 1996).

Menurut Aslan (1999), ciri-ciri umum alga coklat ini yaitu saat bereproduksi alga ini memiliki stadia gamet atau zoospora berbulu cambuk seksual dan aseksual; mempunyai pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin; warna umumnya coklat; persediaan makanan (hasil fotosintesis) berupa laminaran (beta, 1-3 ikatan glukan); pada bagian dalam dinding selnya terdapat asam alginik dan alginat; mengandung pirenoid dan tilakoid (lembaran fotosintesis); ukuran dan bentuk thalli beragam dari yang berukuran kecil sebagai epifit, sampai yang berukuran besar, bercabang banyak, berbentuk pita atau lembaran, cabangnya ada yang sederhana dan ada pula yang tidak bercabang; umumnya tumbuh sebagai algae benthik.

Di perairan Indonesia terdapat 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari 6 genus yaitu : Dictyota, Padina, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria, dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut coklat yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sebanyak 4 spesies, Hormophysa 1 spesies, Padina 4 spesies, Dictyota 5 spesies, dan Hydroclathrus 1 spesies (Yunizal 2004).

(18)

5

steroid, alkaloid, fenol, dan vitamin (Rachmaniar dkk 1994 dalam Rachmat 1999a).

Pemanfaatan secara komersial dari alga coklat belum banyak dilakukan. Namun dewasa ini sudah mulai lebih diperhatikan untuk diteliti dan dimanfaatkan sebagai sumber koloid berupa alginat dan yodium (iodin) (Atmadja 1996). Rumput laut coklat dalam pengobatan secara tradisional telah banyak dimanfaatkan yaitu untuk makanan suplemen pada penyakit gondok. Hal ini disebabkan oleh kandungan iod-nya yang tinggi, terutama pada jenis Fucus vesiculosus, Ascophyllum, dan Laminaria. Selain itu, Ascophylum juga telah dibuat sebagai sediaan pada sejenis ”slimming tea” (Chapman 1980 dalam Rachmat 1999a).

2.1.1 Deskripsi Sargassum sp.

Sargassum adalah salah satu genus dari kelompok rumput laut coklat yang merupakan genera terbesar dari Famili Sargassaceae. Klasifikasi Sargassum menurut Bold dan Wayne (1985) adalah sebagai berikut :

Divisi : Thallophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucalus Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum Spesies : Sargassum sp.

Sargassum merupakan alga coklat yang terdiri dari kurang lebih 400 jenis di dunia (Kadi dan Wanda 1988 dalam Rachmat 1999b). Jenis-jenis Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies, yaitu : Sargassum duplicatum, S. histrix, S. echinocarpum, S. gracilimun, S. obtusifolium, S. binderi, S. policystum, S. crassifolium, S. microphylum, S. aquofilum, S. vulgare, dan

(19)

6

Gambar 1 Sargassum sp. Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ciri-ciri umum dari marga ini adalah bentuk thallus umumnya silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong, atau seperti pedang, mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter, panjang umumnya mencapai 7 meter (di Indonesia terdapat 3 spesies yang panjangnya 3 meter), warna thalllus umumnya coklat (Aslan 1999). Sargassum biasanya dicirikan oleh tiga sifat yaitu adanya pigmen coklat yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminaran dan algin serta adanya flagel (Tjondronegoro et al. 1989).

Sargassum tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu. Di Kepulauan Seribu (Jakarta) alga ini biasa disebut oseng. Zat yang dapat diekstraksi dari alga ini berupa alginat yaitu suatu garam dari asam alginik yang mengandung ion sodium, kalsium dan barium (Aslan 1999).

Pada umumnya Sargassum tumbuh di daerah terumbu karang (coral reef) seperti di Kepulauan Seribu, terutama di daerah rataan pasir (sand flat). Daerah ini akan kering pada saat surut rendah, mempunyai dasar berpasir, secara sporadis terdapat pula pada karang hidup atau mati. Pada batu-batu ini tumbuh dan melekat rumput laut coklat (Atmadja dan Soelistijo 1988).

2.1.2 Komposisi Kimia Sargassum sp.

(20)

7

Tabel 1. Komposisi kimia Sargassum dari Kepulauan Seribu Komposisi kimia Persentase (%)

Karbohidrat 19,06

Protein 5,53

Lemak 0,74

Air 11,71 Abu 34,57

Serat kasar 28,39

Sumber : Yunizal (2004)

Alga Sargassum mudah diperoleh di perairan Indonesia, kandungan kimia utamanya sebagai sumber alginat dan mengandung protein, vitamin C, tanin, iodium, fenol sebagai obat gondok, anti bakteri, dan tumor (Trono dan Ganzon 1988 dalam Kadi 2005). Sargassum juga mengandung senyawa aktif, diantaranya steroida, alkaloida, dan fenol (Rachmat 1999b).

Telah dilakukan penelitian untuk mengisolasi metabolik sekunder dalam bentuk susunan steroid, yakni senyawa-senyawa steroids bebas (free steroid), ester steroid dan glycosidic steroid dari beberapa jenis rumput laut coklat wilayah Sulawesi Selatan, yaitu Sargassum siliquosum, Sargassum spp., Turbinaria spp., dan Padina spp. Sargassum sp. mengandung natrium alginat (Na-alginat), laminarin, fukoidin, selulosa, manitol dan mengandung antioksidan (polifenol), zat besi, iodium, vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Na, Fe, Cu, Zn, S, P, Mn serta mineral-mineral lainnya. Kandungan gizi per 2 gram bubuk kering Sargassum sp. adalah karbohidrat 17,835 %, protein 0,776 %, dan polifenol 24,58 % (491,5 mg) (Boimin 2009).

(21)

8

toksik yang rendah (Gruyter 1979). Hasil analisa terhadap zat antibakteri tersebut menunjukkan bahwa senyawa kompleks ini tersusun dari golongan senyawa fenolat, asam anhidrit, sulfur, dan nitrogen (Yunizal 2004).

Keberadaan senyawa fenolat pada rumput laut coklat diketahui pada saat pengujian aktivitas bakterinya dengan menggunakan uji difusi agar. Rumput laut yang mengandung senyawa fenolat antara lain Sargassum, Chaetopteris, Entomorpha, dan Fucus. Pada beberapa jenis rumput laut, senyawa fenolat kadang-kadang diekstraksikan dalam air laut disekitar habitatnya (Glombitza 1979 dalam Yunizal 2004).

2.1.3 Manfaat Sargassum sp.

Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang potensial untuk dikembangkan. Sargassum sp. telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam bidang industri makanan, farmasi, kosmetika, pakan, pupuk, tekstil, kertas, dan lain-lain. Hasil ekstraksi Sargassum sp. berupa alginat banyak digunakan industri makanan bukan sebagai penambah nilai gizi, tetapi menghasilkan dan memperkuat tekstur atau stabilitas dari produk olahan, seperti es krim, sari buah, pastel isi, dan kue-kue (Percival 1970 dalam Yunizal 2004).

Di bidang farmasi, Sargassum sp. juga telah banyak dimanfaatkan. Angka dan Suhartono (2000) melaporkan bahwa ekstrak Sargassum dapat dijadikan obat penurun kolesterol, zat anti bakteri dan anti tumor, sedangkan menurut Supriadi (2008) Sargassum dapat dijadikan sebagai bahan baku obat cacing.

Pemanfaatan Sargassum dalam pembuatan pakan ternak dilaporkan dapat membuat tekstur daging lebih baik dibandingkan dengan pakan yang tidak menggunakan Sargassum, hal ini dikarenakan kandungan mineralnya yang tinggi. Sargassum sp. juga mengandung auxin, giberelin serta sitokinin yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman spesies lain (Montano dan Topas 1990 dalam Kusumaningrum et al. 2007).

2.2 Senyawa Fitokimia

(22)

9

terdapat pada tanaman yang tidak termasuk ke dalam zat gizi dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan tersebut (Daris 2008). Senyawa fitokimia berpotensi mencegah berbagai penyakit seperti kardiovaskuler dan degeneratif (Harborne 1987).

2.2.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan terbesar dari senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia, tetapi beberapa alkaloid memiliki aktivitas farmakologis dan digunakan secara luas dalam bidang kesehatan (Harborne 1987). Senyawa ini pada tumbuhan berfungsi untuk melindungi diri dari predator karena bersifat racun pada satwa misalnya serangga, sebagai zat perangsang dan pengatur tubuh dan membantu aktivitas metabolisme dan reproduksi tumbuhan (Verpoorte dan Alfermann 2000 dalam Daluningrum 2009). Menurut Shimura et al. (1992) dalam Ruiz et al. (2005), alkaloid merupakan salah satu senyawa yang dipercaya sebagai sumber inhibitor lipase dalam ekstrak tanaman sehingga mampu menghambat aktivitas lipase pankreas.

2.2.2 Steroid/Terpenoid

Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari enam unit isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Terpenoida dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu triterpena, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Triterpena dikenal karena rasanya, terutama rasa pahit. Triterpena dalam tumbuhan berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne 1987). Hasil penelitian Xu et al. (2005) mengindikasikan bahwa komponen triterpen mempunyai potensi sebagai agen penangkal obesitas.

(23)

10 2.2.3 Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan dan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid (Harborne 1987). Flavonoid dapat diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavonon, flavononon, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan Kasih 2008). Flavonoid memberikan konstribusi keindahan dan kesemarakan pada buah-buahan di alam. Flavon memberikan warna ungu tua jingga, antosianidin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali hijau (Sastrohamidjojo 1996 dalam Andriyanti 2009).

Flavonoid pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson 1995 dalam Andriyanti 2009). Dalam kehidupan manusia, flavon bekerja sebagai stimulant pada jantung. Flavon terhidrosilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait 2007). Flavonoid dalam ekstrak tanaman dipercaya sebagai sumber inhibitor lipase sehingga mampu menghambat aktivitas lipase pankreas (Shimura et al. 1992 dalam Ruiz et al. 2005). Menurut Woo et al. (2008) dalam Xia et al. (2010), Polifenol dan flavonoid dalam jumlah yang tinggi secara signifikan juga mampu mereduksi bahaya obesitas dan hiperlipidemia.

2.2.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang terdeteksi pada lebih dari 90 jenis tumbuhan. Saponin merupakan senyawa yang bersifat seperti sabun yang dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa (Harborne 1987). Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu, misalnya pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat digunakan sebagai prekursor hormon steroid (Sirait 2007).

(24)

11

lipase pankreas. Ekstrak kasar saponin dari ginseng merah Korea menunjukkan efek antiobesitas pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak yaitu dapat menurunkan bobot badan, konsumsi pakan, dan penyimpanan lemak dalam tubuh (Kim et al. 2005). Total saponin diketahui secara signifikan menghambat aktivitas lipase pankreas. Selain itu, telah dilaporkan juga bahwa berbagai macam isolasi saponin dari bahan makanan atau obat alami mempunyai aksi obesitas (Kawano-Takahashi et al. 1986; Han et al. 2001 dalam Xu et al. 2005) atau aksi anti-hipolipidemia (Kimura et al. 1983 dalam Xu et al. 2005).

2.2.5 Fenol hidrokuinon

Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Golongan fenol terbesar adalah flavonoid, selain itu terdapat juga fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid, dan kuinon fenolik. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Harborne 1987). 2.2.6 Tanin

Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein dengan membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat di semua paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya hanya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne 1987).

(25)

12

Selain itu, peluruhan lemak oleh senyawa aktif tanin melaui pendekatan pemecahan lemak dikatalisis oleh enzim lipase. Ekstrak yang bersifat aktivator enzim bersifat dapat mendegradasi lemak sehingga mempunyai potensi sebagai obat pelangsing alami (Hayati 2008).

2.3 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Selain itu, banyak bahan pangan yang hanya dapat dikonsumsi setelah dikeringkan, misalnya kopi dan teh. Proses pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian, yaitu sifat bahan asal yang dikeringkan berubah, misal bentuk dan penampakannya, sifat mutu, dan lain-lain (Muchtadi 1989).

Berbagai cara pengeringan telah banyak dilakukan dalam proses pengolahan hasil pertanian dan bahan pangan. Mulai dari pengeringan energi surya, pengeringan dengan energi panas, pengeringan tanpa energi panas (pengaruh tekanan), hingga pengeringan dengan menggunakan prinsip perbedaan sifat sorpsi-desorpsi isotermik (Wirakartakusumah et al. 1989). Pengeringan dengan sinar matahari sudah banyak dilakukan orang. Cara ini sangat sederhana sehingga setiap orang bisa mengerjakannya, bahkan tanpa alat sekalipun (Moeljanto 1992).

2.4 Kegemukan

(26)

13 IMT =

Tinggi Badan2 (m2) Berat Badan (Kg)

terkontrol, kurang aktivitas (olah raga), faktor fisiologi seperti wanita hamil dan faktor psikologi seperti stress yang menyebabkan pola makan terganggu. Salah satu indikator kegemukan adalah tingginya kadar lemak dalam tubuh. Orang gemuk cenderung mempunyai kadar lemak yang tinggi dibanding orang kurus. Menurut Depkes (2008), persentase lemak pada pria sehat adalah 10-25 % dan 20-35 % pada wanita sehat, sedangkan persentase lemak pada penderita obesitas adalah > 30 % untuk pria dan > 40 % untuk wanita.

Biasanya obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada kalori yang dibakar, keadaan ini bila berlangsung bertahun-tahun akan mengakibatkan penumpukan jaringan lemak yang berlebihan dalam tubuh, sehingga terjadilah obesitas. Secara umum obesitas dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu obesitas tipe android (tipe sentral) dan obesitas tipe ginoid. Ciri-ciri obesitas tipe android (tipe sentral) yaitu bentuk badan gendut seperti gentong, perut membuncit ke depan, dan lebih banyak terdapat pada kaum pria. Tipe obesitas ini cenderung menimbulkan penyakit jantung koroner, diabetes, dan stroke. Sedangkan obesitas tipe ginoid lebih banyak pada kaum wanita dengan ciri-ciri panggul dan pantatnya besar, terutama yang telah masuk masa menopause (Anonimb 2010).

(27)

14

Tingkat kegemukan menurut WHO (1999) dapat diklasifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu bobot badan kurang (IMT < 18,5), bobot badan normal (IMT 18,5-24,5), bobot badan berlebih (IMT 25-29,9), obesitas I (IMT 30-34,9), obesitas II (IMT 35-39,9), dan sangat obesitas (IMT > 39,9). Nilai IMT normal rata-rata untuk orang Asia adalah 20-23, sedangkan menurut WHO idealnya adalah 22-25.

Cara yang kedua yaitu dengan mengukur lingkar pinggang (waist circumference). Pengukuran dilakukan dengan meletakkan pengukur pada pinggang tepat di atas tulang panggul, pengukuran dilakukan pada saat mengeluarkan nafas. Lingkar pinggang ≥ 90 cm pada pria dan ≥ 80 cm pada wanita perlu diwaspadai karena merupakan patokan terjadinya obesitas (Depkes 2008). Berbagai penyakit dapat diakibatkan oleh kegemukan antara lain diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan penyakit jantung pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan angka kematian.

2.5 Obat Pelangsing

Istilah tradisional pelangsing memberikan arti bahwa bahan tersebut mempunyai kemampuan untuk menurunkan bobot badan (Darusman et al. 2001). Kegemukan dapat diatasi dengan beberapa cara konvensional, seperti banyak melakukan olahraga, mengatur pola makan, hidup teratur, atau dengan menggunakan alat bantu seperti metode pengobatan akupuntur atau pemakaian obat modern yang mengandung bahan kimia. Obat pelangsing ada berbagai macam bentuk, yaitu bentuk pil, jamu dan teh. Namun yang banyak beredar di pasaran adalah dalam bentuk jamu dan teh. Obat pelangsing dalam bentuk jamu dan teh harus dilarutkan terlebih dahulu di dalam air sehingga menjadi minuman.

(28)

15

daun kemuning (Hayati 2008); tanin, flavonoid, steroid, dan terpenoid pada ekstrak tempuyung (Wardani 2008); senyawa kurkuminoid yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin pada kunyit (Anonim 2011); Minyak atsiri, tanin, kurkumol, dan kurkumin pada temu hitam (Anonim 2011); serta alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, dan kuinon pada rimpang kencur (Fitriyani 2009).

Senyawa-senyawa aktif tersebut merupakan senyawa yang dipercaya dapat mengatasi kegemukan. Darusman et al. (2001) menyatakan bahwa flavonoid dan tanin merupakan dua senyawa yang diduga berperan dalam mengatasi kegemukan. Saponin dan alkaloid menurut Shimura et al. (1992) dalam Ruiz et al. (2005) juga dipercaya sebagai senyawa yang diduga mempunyai peranan antiobesitas. Hasil penelitian Xu et al. (2005) juga mengindikasikan bahwa komponen triterpen mempunyai potensi sebagai agen penangkal obesitas. Mekanisme senyawa-senyawa aktif tersebut dalam mengatasi kegemukan atau obesitas yaitu melalui penghambatan aktivitas enzim lipase pankreas yang menghidrolisis lemak menjadi monogliserida dan asam lemak (Rahardjo et al. 2005). Penghambatan aktivitas enzim lipase ini menyebabkan menurunan absorpsi lemak dalam tubuh, sehingga lemak yang tidak terserap akan diekskresikan lewat feses (Atkinson 1998 dalam Rahardjo et al. 2005).

2.6 Pengujian secara In Vivo

Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian menggunakan hewan percobaan, yaitu hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan banyak dilakukan dalam bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, komperatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Hewan yang digunakan sebagai hewan percobaan ini antara lain kelinci, marmot, hamster, mencit, dan tikus (Malole dan Pramono 1989).

(29)

16

antiobesitas secara in vivo terhadap Rattus norvegicus (tikus putih) dan menyatakan bahwa lendir daun jati belanda dapat menghambat aktivitas lipase pankreas.

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas menyebarannya, mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas. Selain itu, mencit juga dapat hidup terus menerus dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar. Mencit paling banyak digunakan di laboratorium, untuk berbagai penelitian yang sering digunakan adalah mencit albino Swiss (Swiss albino mice). Hewan ini dinilai cukup efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu bunting yang singkat, dan banyak memiliki anak per kelahiran. Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan. Sebaliknya bila diperlakukan kasar maka akan agresif dan bahkan menggigit. Mencit dapat mencapai umur 2-3 tahun (Malole dan Pramono 1989).

Mencit laboratorium biasanya diberi makan dalam bentuk pelet tanpa batas (ad libitum). Perlu diperhatikan bahwa mencit laboratorium tidak boleh dalam keadaan tanpa air minum (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Menurut Malole dan Pramono (1989) data biologis mencit adalah sebagai berikut :

Berat badan dewasa : 20-40 gram (jantan) 25-40 gram (betina) Berat lahir : 0,5-1,5 gram Suhu tubuh : 36,5-38 oC Lama hidup : 1,5-3 tahun

(30)

17

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan September 2010. Penelitian bertempat di Laboratorium Diversifikasi dan Formulasi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama untuk pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat adalah rumput laut coklat Sargassum sp. dan akuades. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuabides, akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat (H3BO3) 2 % yang mengandung indikator bromchresol green-methyl red (1:2) berwarna merah muda, larutan HCl 0,1 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), larutan HCl 10 % dan larutan AgNO3 0,1 N, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid); kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid); serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid); air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin); etanol 70 %, larutan FeCl3 5 % (uji fenol hidrokuinon); larutan FeCl3 1 % (uji tanin). larutan heksametilenatetramina 0,5 %, aseton, larutan HCl 25 %, etil asetat, AlCl3 2 %, larutan asam asetat glasial dalam methanol 5 %, dan kuersetin murni (uji kadar flavonoid). Bahan-bahan untuk pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh adalah mencit, pakan mencit, dan air.

(31)

18

gelas piala, tabung reaksi, pipet tetes, tabung reaksi, sendok, rotari evaporator, botol, aluminium foil, dan kandang mencit.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering. Tahap kedua yaitu pembuatan ekstrak dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering tersebut. Terhadap rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering dilakukan uji proksimat, sedangkan terhadap ekstraknya dilakukan uji fitokimia.

Tahap selanjutnya yaitu proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang diuji kadar flavonoidnya secara kuantitatif. Tahap yang terakhir yaitu pengujian efektivitasnya dalam menurunkan bobot badan yang diujikan pada mencit. Pengujian yang dilakukan yaitu bobot badan mencit, berat feses mencit dan kadar lemak dalam feses mencit.

3.3.1 Proses pengolahan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering

(32)
[image:32.612.143.474.81.401.2]

19

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering (* = modifikasi dari Nurdayat 2005)

3.3.2 Proses pembuatan ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering Pada proses pembuatan ekstrak ini menggunakan rumput laut yang telah kering dan telah digiling. Ekstraksi dilakukan untuk menghasilkan ekstrak kasar dari Sargassum sp. kering dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan adalah pelarut polar yaitu akuabides. Metode ekstraksi yang dilakukan berdasarkan Lemhadri et. al. (2007) yang dimodifikasi dengan menggunakan ekstraksi tunggal.

Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan akuabides sebanyak 375 ml dalam gelas piala hingga suhu 100 oC. Sargassum sp. kering yang telah digiling dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 25 gr sehingga diperoleh perbandingan bahan dan pelarut 1:15 (w/v). Sampel dan pelarut dipanaskan selama 20 menit dengan selalu diaduk. Setelah dingin, sampel disaring menggunakan kain blacu yang dilanjutkan dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan ampasnya.

Pencucian

Matahari

Rumput laut coklat (Sargassum sp.) segar

Produk rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering

Oven 60 oC* Pengeringan

Penggilingan

(33)

20

[image:33.612.123.465.184.575.2]

Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol yang dilapisi aluminium foil dan disimpan dalam lemari es sampai waktu evaporasi. Evaporasi dilakukan pada suhu 54 oC sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar ini selanjutnya dimasukkan dalam botol untuk dilakukan uji fitokimia secara kualitatif dengan metode Harbone (1987). Proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir proses ekstraksi rumput laut coklat (sargassum sp.) kering dengan pelarut akuabides (* = modifikasi dari Lemhadri et al. 2007)

3.3.3 Proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.)

Proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) mengacu pada proses pembuatan ekstrak dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering dengan beberapa modifikasi. Proses pengolahan dimulai dengan

Rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering

Penimbangan (25 gr)*

Pemanasan selama 20 menit dalam pelarut akuabides 375 ml (m/v)

suhu 100 oC*

Residu

Evaporasi

(34)

21

[image:34.612.91.478.276.678.2]

memasak rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering dalam pelarut akuades dengan perbandingan 1:15 (w/v). Akuades di dalam panci dipanaskan hingga suhunya mencapai 100 oC, kemudian rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering dimasukkan ke dalam panci dan dimasak selama 20 menit dengan selalu diaduk. Setelah dingin, disaring menggunakan saringan dan dilanjutkan dengan menggunakan kain blacu. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya. Setelah itu, filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan spray dryer sehingga diperoleh serbuk minuman rumput laut coklat (Sargassum sp.). Serbuk yang diperoleh selanjutnya diuji kadar flavonoid totalnya. Diagram alir proses pembuatan serbuk minuman rumput laut coklat (Sargassum sp.) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (sargassum sp.) (* = modifikasi dari Lemhadri et al. 2007)

Rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering

Penimbangan

Pemasakan Sargassum selama 20 menit dalam pelarut akuades (1:15),

suhu 100oC*

Ampas

Pengeringan dengan spray dryer*

Serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat

(35)

22

3.3.4 Proses pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh

Proses pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh dilakukan secara in vivo pada mencit. Metode yang digunakan mengacu pada penelitian Xia et al. (2010) dan Lemhadri et al. (2007) dengan beberapa modifikasi. Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan dengan umur ± 25 hari sebanyak 20 ekor. Hewan coba ini diperoleh dari Kandang Hewan Coba, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan mencit sebagai hewan coba dilakukan selama 3 minggu. Mencit-mencit tersebut dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok yaitu kelompok perlakuan A, B, C, D, dan E, masing-masing berjumlah 4 ekor. Sebelum dikelompokkan hewan coba tersebut ditimbang bobot badannya terlebih dahulu. Masa adaptasi dilakukan selama 1 minggu dan masa perlakuan selama 2 minggu. Selama masa adaptasi kelompok A diberikan pakan standar, sedangkan kelompok B, C, D, dan E diberikan pakan berlemak.

(36)
[image:36.612.75.540.74.678.2]

23

Gambar 5 Diagram alir proses pengujian efektivitas serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) sebagai minuman pelangsing tubuh (* = modifikasi dari Xia et al. 2010 dan ** = modifikasi dari Lemhadri et al. 2007)

Masa perlakuan selama 15 hari** Kelompok A :

Pakan standar*

Kelompok B : Pakan berlemak*

Kelompok C : Pakan berlemak*

Kelompok D : Pakan berlemak*

Kelompok E : Pakan berlemak* Penimbangan

awal

Masa adaptasi 6 hari Mencit

Pengelompokan perlakuan*

Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D Kelompok E

Kelompok A : Air putih*

Kelompok B : Minuman ekstrak

rumput laut (Sargassum)* 0%

Kelompok C : Minuman ekstrak

rumput laut (Sargassum)* 1%

Kelompok D : Minuman ekstrak

rumput laut (Sargassum)* 2%

Kelompok E : Minuman ekstrak

rumput laut (Sargassum)* 3%

Pengujian :

(37)

24 3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis fisik, analisis kimia, uji fitokimia secara kualitatif, serta penentuan kadar flavonoid. 3.4.1 Analisis fisik

(1) Rendemen

Rendemen rumput laut (Sargassum) dihitung berdasarkan berat setelah pengeringan terhadap berat basah bahan baku.

(2) Penentuan bobot badan mencit dan berat feses mencit

Bobot badan mencit dan berat feses mencit ditimbang menggunakan timbangan digital. Wadah yang akan digunakan untuk menimbang ditera terlebih dahulu di atas timbangan. Kemudian badan mencit atau feses mencit dimasukkan ke dalam wadah di atas timbangan, sehingga akan terlihat angka di dalam timbangan yang menunjukkan bobot badan mencit atau berat feses mencit.

3.4.2 Analisis kimia

(1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Berat rumput laut (Sargassum) akhir (g)

Berat rumput laut (Sargassum) awal (g) X 100 % Rendemen (%) =

% Kadar air = A A – B

(38)

25 % Kadar abu =

Berat sampel Berat abu

X 100% Keterangan :

A = Berat sampel sebelum dikeringkan B = Berat sampel setelah dikeringkan

(2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus berikut :

(3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus :

% Kadar lemak =

W1 W1 W2

(39)

26

% Kadar Protein = % N x Faktor konversi* Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat lemak terekstrak (gram)

(4) Analisis kadar protein (AOAC 1980 dengan modifikasi pada rumus) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromchresol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

*) Faktor konversi alat = 2,5

*) Faktor konversi = 6,25

(5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.

mg sampel x faktor konversi alat* (ml HCl – blanko) x N HCl x 14

(40)

27

Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(6) Analisis kadar lemak feses mencit (Laconi et al. 2010)

Labu penyari disiapkan terlebih dahulu dengan batu didih di dalamnya yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105-110 oC dan didinginkan di dalam eksikator. Labu penyari ditimbang sebagai berat awal (a), selanjutnya sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram (x). Kemudian dimasukkan ke dalam selongsong penyari dan ditutup dengan menggunakan kapas tidak berlemak. Selongsong penyari selanjutnya dimasukkan ke dalam alat soxlet, kemudian disari menggunakan petroleum benzin. Selanjutnya ekstraktor dihubungkan dengan kondensor. Proses ini dilakukan menggunakan alat FATEX-S. Labu penyari diangkat dari alat FATEX-S, kemudian dikeringkan dalam oven 105-110 oC sampai bobotnya tetap (± 4-6 jam). Selanjutnya angkat dan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sebagai bobot akhir (b).

Keterangan : a = Berat labu penyari (gram)

b = Berat labu penyari dengan sampel (gram) x = Berat sampel (gram)

3.4.3 Uji fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang berpotensi sebagai komponen peluruh lemak. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin, dengan metode uji berdasarkan Harborne (1987).

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

x b a

(41)

28 a. Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2

dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam

20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini

berwarna jingga.

b. Steroid/ triterpenoid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

c. Flavonoid

Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. d. Saponin (uji busa)

(42)

29 e. Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.

f. Tanin

Sejumlah sampel ditambahkan 10 ml FeCl3 1 %. Uji positif ditandai munculnya warna hijau, biru, atau keunguan.

3.4.4 Penentuan kadar flavonoid total (Codex 1986 dalam Nobre et al. 2005) Serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) ditimbang sebanyak 300 mg lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sistem hidrolisis ditambahkan ke dalamnya, yaitu 1 ml larutan heksametilenatetramina 0,5 % (b/v), 20 ml aseton, dan 2 ml larutan HCl 25 %. Hidrolisis ekstrak dilakukan dengan pemanasan menggunakan refluks selama 30 menit. Filtrat hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 ml, sedangkan residunya ditambah 20 ml aseton dan direfluks kembali selama 30 menit. Filtrat digabungkan, sedangkan residunya ditambahkan 20 ml aseton dan dihidrolisis kembali. Filtrat digabungkan kembali, dan larutan ditera dengan aseton.

Sebanyak 20 ml filtrat hasil hidrolisis dan 20 ml akuades dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian diekstraksi dengan etil asetat (ekstrak yang pertama dengan 15 ml etil asetat, ekstraksi kedua dan ketiga dengan 10 ml etil asetat). Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu takar 50 ml, kemudian larutan ditera dengan etil asetat. Selanjutnya, larutan diambil 10 ml ke dalam labu takar 25 ml, direaksikan dengan 1 ml AlCl3 2 % (b/v), dan ditera dengan larutan asam asetat glasial dalam methanol 5 % (v/v). Pengukuran larutan dilakukan pada panjang gelombang 370,8 nm.

(43)

30

3.4.5 Rancangan percobaan dan analisis data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan lima perlakuan dan empat kali ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu konsentrasi serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang digunakan dalam pembuatan minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.). Model rancangan yang digunakan adalah :

Keterangan :

Yij = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai rata-rata

Ai = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat pada perlakuan ke i dan ulangan ke-j

Data peubah yang diamati diolah secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA). Jika dari hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie 1989).

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

H0 = Perbedaan konsentrasi serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) dalam pembuatan minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan mencit, perubahan konsumsi pakan dan minum, berat feses mencit, dan kadar lemak dalam feses mencit.

H1 = Perbedaan konsentrasi serbuk minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) dalam pembuatan minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan mencit, perubahan konsumsi pakan dan minum, berat feses mencit, dan kadar lemak dalam feses mencit.

(44)

31

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.)

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen ini berguna untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Apabila nilai rendemen suatu produk atau bahan semakin tinggi, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi sehingga pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.

[image:44.612.135.509.504.618.2]

Rendemen Sargassum sp. diperoleh dari proses pengeringan rumput laut segar yang dilanjutkan dengan penggilingan menggunakan blender. Pengeringan Sargassum sp. dilakukan dengan sinar matahari dan oven pada suhu 60 oC. Proses pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sebagian kadar air bahan dan untuk mengawetkan, sedangkan proses penggilingan bertujuan untuk mempermudah pengekstrakan rumput laut. Pemilihan akuades sebagai pelarut selain karena aman, akuades juga merupakan air hasil destilasi, dimana air adalah pelarut yang biasa digunakan masyarakat untuk mengambil ekstrak dari obat-obatan tradisional (jamu) (Fitriyani 2009). Senyawa flavonoid yang bersifat polar diharapkan dapat terekstrak semua dengan pelarut yang bersifat polar juga yaitu salah satunya adalah akuades. Data rendemen rumput laut coklat (Sargassum sp.) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rendemen rumput laut coklat (Sargassum sp.)

Produk Unit Pengeringan

Matahari Oven 60 oC

Sargassum basah gram 2000 2000

Sargassum kering gram 247,19 ± 0,74 246,34 ± 0,78 Sargassum hancur gram 245,71 ± 0,19 243,56 ± 0,27 Hasil ekstraksi ml 3385,58 ± 2,86 3353,40 ± 4,03 Serbuk ekstrak gram 56,43 ± 0,05 55,89 ± 0,07

(45)

2 6 p S o b 2 s P y d b a a m i m m 245,71 gram 60 oC. Data pengolahan

Berd Sargassum s oven suhu 6 berat Sarga 2000 gr. Pr sedangkan p Pengeringan yang biasa d dengan oven Rend bentuk kerin akibat prose atau mengh menggunaka ini memilik mahal, serta memiliki ke Ni lai   pe rsen tas e   rendemen   (%)

[image:45.612.163.474.155.316.2]

m hasil penge a persentase menjadi ben

Gambar 6 G (

dasarkan has sp. dari pen 60 oC sebesa

ssum sp. ke roses penge pengeringan n rumput lau

dilakukan ol n suhu 60 oC dahnya rende ng disebabka es pengering

hilangkan an energi pa

i beberapa k a dapat diker elemahan ya 12 0 2 4 6 8 10 12 14 eringan mata e rendemen ntuk kering d

Grafik persen (Sargassum

sil pada Gam geringan ma ar 12,32 %. ering denga eringan deng

dengan ove ut dengan s

leh masyara C berdasarkan

emen rumpu an berkurang gan. Pengeri sebagian b anas (Muchta

keuntungan rjakan oleh s aitu tergantun

2,36 12,29

Matahari

32 ahari dan 24

rumput lau dan hancur d

ntase rendem sp.) kering d

mbar 6 menu atahari sebe

Hasil ini d an berat Sar gan matahar en suhu 60 o inar mataha akat di pingg

n penelitian ut laut coklat gnya kandun ingan adalah besar air d adi 1989). P yaitu tidak siapa saja. S ng pada cua

12,3

Ove

43,56 gram h ut coklat (S dapat dilihat

men rumput dan hancur

unjukkan ba sar 12,36 % diperoleh dar rgassum sp. ri membutu o

C membutu ari merupaka

gir pantai, s da Costa et t Sargassum ngan air yang h suatu cara dari suatu Pengeringan k diperlukan

Selain itu, pr aca sehingga

32 12,18

en 60 oC

hasil pengeri Sargassum s

pada Gamba

laut coklat

ahwa rendem % dan dari p

ri perbandin segar masi uhkan waktu uhkan waktu an proses pe

edangkan pe al. (2001).

sp. dari bas g terdapat da a untuk men

bahan den dengan sina

peralatan k roses penger a pengeringa

Hasil Kering

Hasil Hancu

ingan oven sp.) selama ar 6. men kering engeringan ngan antara ing-masing u 3-4 hari, u ± 15 jam.

(46)

33

lambat jika hujan turun terus-menerus (Moeljanto 1992). Pengeringan menggunakan oven juga memiliki keuntungan dan kelemahan. Pengeringan oven tentunya tidak tergantung oleh cuaca, namun membutuhkan peralatan khusus dan biaya untuk operasionalnya.

Sargassum sp. hancur hasil penggilingan menghasilkan rendemen sebesar 12,29 % untuk pengeringan matahari dan sebesar 12,18 % untuk pengeringan dengan oven 60 oC. Persentase Sargassum sp. yang telah digiling mengalami penurunan dari jumlah persentase Sargassum sp. kering. Hal ini diduga ada sebagian rumput laut yang menempel pada alat penggiling sehingga persentase Sargassum sp. yang telah digiling mengalami penurunan.

Sargassum sp. yang telah hancur selanjutnya diekstraksi sehingga diperoleh hasil ekstraknya sebanyak 3385,58 ml hasil pengeringan matahari dan 3353,40 ml hasil pengeringan oven 60 oC. Hasil ekstrak yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengeringan dengan spray dryer sehingga diperoleh hasil serbuknya sebanyak 56,43 gram hasil pengeringan matahari dan 55,89 gram hasil pengeringan oven 60 oC.

4.2 Komposisi Kimia Sargassum sp.

[image:46.612.171.471.571.709.2]

Komposisi kimia rumput laut sangat dipengaruhi oleh jenis spesies, habitat, tingkat kematangan, dan kondisi lingkungan sekitarnya (Ito dan Hori 1989 dalam Ratana-arporn dan Chirapart 2006). Komposisi rumput laut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, salinitas, cahaya, dan nutrisi (Manivannan et al. 2009). Komposisi kimia rumput laut coklat jenis Sargassum sp. dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia Sargassum sp. hasil penelitian

Komposisi kimia Sargassum sp. kering

Matahari Oven 60 oC

(47)

34 4.2.1 Kadar air

Presentase kandungan air yang terdapat pada bahan pangan disebut kadar air. Kadar air mempunyai peranan penting dalam menentukan daya awet bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan fisik, dan perubahan enzimatis (Buckle dan Grosch 1987).

Kadar air Sargassum sp. kering yang dihasilkan yaitu sebesar 14,90 % untuk pengeringan matahari dan 14,85 % untuk pengeringan oven 60 oC. Nilai kadar air hasil penelitian lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan oleh Yunizal (2004), dimana kadar air Sargassum sp. dari Kepulauan Seribu adalah sebesar 11,71 %. Perbedaan nilai kadar air ini dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dan proses pengeringan yang dilakukan. Semakin lama waktu pengeringan yang dilakukan, kadar air yang terdapat pada suatu bahan pangan akan semakin rendah (Winarno 2008).

4.2.2 Kadar abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Winarno 1996). Kadar abu Sargassum sp. yang dihasilkan yaitu sebesar 18,01 % untuk pengeringan matahari dan 18,40 % untuk pengeringan oven 60 oC. Nilai kadar abu hasil penelitian lebih rendah dari hasil yang dilaporkan oleh Yunizal (2004), dimana kadar abu Sargassum sp. dari Kepulauan Seribu adalah sebesar 34,57 %.

Tinggi rendahnya kadar abu dapat dihubungkan dengan jumlah unsur mineral (Ratana-arporn dan Chirapart 2006), sedangkan kandungan mineral rumput laut dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan yang diberikan (Nisizawa et al. 1987; Yoshie et al. 1994 dalam Ruperez 2002). Kadar masing-masing komponen mineral ditentukan oleh spesies, kondisi geografis, frekuensi gelombang dan faktor fisiologis, serta jenis metode yang digunakan dalam proses mineralisasi (Honya et al.1993; Fleurence dan Le Coeur 1993; Mabeau dan Fleurence 1993; Nisizawa et al. 1987; Yamamoto et al. 1979; Yoshie et al. 1994 dalam Ruperez 2002).

4.2.3 Kadar lemak

(48)

35

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebagian besar merupakan trigliserida, ester dari gliserol, dan berbagai asam lemak (Buckle dan Grosch 1987).

Kadar lemak yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebesar 0,26 % untuk pengeringan matahari dan 0,26 % untuk pengeringan oven 60 oC. Nilai kadar lemak hasil penelitian tidak berbeda jauh dengan hasil yang dilaporkan oleh Yunizal (2004), dimana kadar lemak Sargassum sp. dari Kepulauan Seribu adalah sebesar 0,76 %. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan oleh kandungan air dalam rumput laut yang tinggi, sehingga persentase kadar lemak akan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan atau berbanding terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Maka dapat dikatakan bahwa semakin rendah kadar lemak suatu bahan, maka kadar air yang terkandung dalam bahan jumlahnya cukup tinggi.

4.2.4 Kadar protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh yang berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein juga berfungsi sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki lemak atau karbohidrat (Winarno 2008).

Kadar protein yang dihasilkan yaitu sebesar 6,60 % untuk pengeringan matahari dan 6,48 % untuk pengeringan oven 60 oC. Nilai kadar protein hasil penelitian lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan oleh Yunizal (2004), dimana kadar protein Sargassum sp. dari Kepulauan Seribu adalah sebesar 5,53 %. Kandungan protein yang berbeda dalam rumput laut disebabkan oleh perbedaan spesies, musim, dan kondisi geografis. Selain itu, kadar protein rumput laut juga dipengaruhi oleh kandungan asam amino didalamnya (Ratana-arporn dan Chirapart 2006).

4.2.5 Kadar karbohidrat

(49)

36

penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti rasa, warna, dan tekstur. Karbohidrat juga berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral, dan membantu metabolisme lemak dan protein. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference merupakan metode penentuan kadar karbohidrat termasuk serat kasar dalam bahan pangan secara kasar (Winarno 2008).

Hasil perhitungan kadar karbohidrat secara by difference menunjukkan hasil sebesar 60,24 % untuk pengeringan matahari dan 60,02 % untuk pengeringan oven 60 oC. Nilai kadar karbohidrat hasil penelitian lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan oleh Yunizal (2004), dimana kadar karbohidrat Sargassum sp. dari Kepulauan Seribu adalah sebesar 19,06 %. Hal ini disebabkan pada penelitian Yunizal (2004) serat kasar dianalisis secara tersendiri yaitu sebesar 28,39 %, sehingga menyebabkan nilai kadar karbohidrat secara by difference lebih rendah dari pada hasil penelitian. Apabila pada hasil penelitia

Gambar

Gambar 1 Sargassum sp.
Tabel 1. Komposisi kimia Sargassum dari Kepulauan Seribu
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan rumput laut coklat (Sargassum sp.) kering (* = modifikasi dari Nurdayat 2005)
Gambar 3 Diagram alir proses ekstraksi rumput laut coklat (sargassum sp.) kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah penambahan tepung alga coklat ( Sargassum sp.) dalam pakan mampu meningkatkan nilai efisiensi

Pada penelitian optimasi kondisi post-treatment menggunakan jalur kalsium alginat pada ekstraksi alginat rumput laut coklat, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin

Kesimpulan dari penelitian pemberian Alga Coklat ( Sargassum sp. ) sebagai pakan konsentrat terhadap lingkar Scrotum Sapi Bali adalah tidak terdapat perbedaaan

Judul Skripsi : Isolasi Alginat Dari Rumput Laut Coklat ( Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh) dan Pemanfaatannya Untuk Meningkatkan Stabilitas Fisik Sediaan

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Fukoidan Yang Diisolasi dari Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard) pada Tikus Jantan. Dengan

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA FUKOIDAN YANG DIISOLASI DARI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard) PADA TIKUS

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya guna rumput laut Sargassum sp sebagai bahan baku alginat dan tujuan khusus adalah (1) Mengetahui

Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah penambahan tepung alga coklat (Sargassum sp.) dalam pakan mampu meningkatkan nilai