• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cyber Extension as A Communication Media in Vegetable Farmer Empowerment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cyber Extension as A Communication Media in Vegetable Farmer Empowerment"

Copied!
306
0
0

Teks penuh

(1)

CYBER EXTENSION SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

DALAM PEMBERDAYAAN PETANI SAYURAN

RETNO SRI HARTATI MULYANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Cyber Extension sebagai Media Komunikasi dalam Pemberdayaan Petani Sayuran adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

RETNO SRI HARTATI MULYANDARI. Cyber Extension as A Communication Media in Vegetable Farmer Empowerment. Under direction of SUMARDJO (as a Chairman Committee), NURMALA K. PANDJAITAN, and DJUARA P. LUBIS (as members)

Cyber extension is a communication mechanism of agricultural innovation by using new communication media that integrate information and communication technology in agricultural development. The objectives of the research are: 1) to analyze the behavior of vegetable farmer in technology information utilization and the cyber extension utilization; 2) to analyze the dominant factors that influencing the behavior of vegetable farmer in technology information utilization, the utilization of cyber extension, and the level of vegetable farmer empowerment, and 3) to design the strategy of cyber extension utilization in vegetable farmer empowerment. The research conducted in Cianjur (West Java) and Batu (East Java) on July 2010 to January 2011. The study used the primary data that derived from the 200 respondents that using the information technology facilities to support farming activities with closed and semi-open questionnaires and by using Likert scale. The quantitative data were analyzed statistic based on correlation analysis, t_test, and Structural Equation Modelling. Qualitative data that was collected through in-depth interview, observation, documentation, and focus group discussion to support the quantitative data. The results indicated that the application of information and communication technology in cyber extension can greatly improve farmers’ accessibility especially for accessing the agricultural technology and market information. The farmer characteristic (the level of cosmopolitan), the behavior in the information technology utilization, and the perception to the characteristic of cyber extension (comparative advantage and observability) are the dominant factors that influencing the utilization of cyber extension. The dominant factors influencing the level empowerment of vegetable farmer are the cyber extension utilization, the behavior in the information technology utilization, the level of cosmopolitan, the perception to the characteristic of cyber extension, and the environment. The strategy of communication convergence through the cyber extension utilization in vegetable farmer empowerment was designed with two-step-flow communication and the utilization of the other communication media suitable with farmer characteristic. The strategy at the level of policy maker is to develop the content and the connection of networking technology that appropriately with the environment condition. There are four types of the cyber extension utilization mechanism at the level of beneficiaries. Firstly, the utilization of cyber extension by opinion leader and distributed to other farmer through local communication media. Secondly, the utilization of cyber extension by operator of telecenter and distributed to farmer. Then, the utilization of cyber extension by community group and distributed to farmer. Finally, the utilization of cyber extension by extension worker and then distributed to opinion leaders, forwarded to other farmer, and transferred directly or indirectly to farmers.

(4)

RETNO SRI HARTATI MULYANDARI. Cyber Extension sebagai Media

Komunikasi dalam Pemberdayaan Petani Sayuran. Komisi Pembimbing:

SUMARDJO (Ketua), NURMALA K. PANDJAITAN dan DJUARA P. LUBIS (masing-masing sebagai anggota)

Cyber extension merupakan salah satu mekanisme berbagi informasi dan pengetahuan serta pengembangan jaringan informasi secara interaktif yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan media komunikasi yang ada di

lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Cyber extension juga

merupakan salah satu sistem komunikasi inovasi pertanian yang dapat difungsikan untuk memperluas jaringan pemasaran, mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan kelompok stakeholders lainnya. Masing-masing stakeholders memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1) Sejauhmana perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan

teknologi informasi dan sejauhmana cyber extension dimanfaatkan oleh petani

sayuran untuk mendukung kegiatan usahatani, 2) sejauhmana terdapat faktor dominan yang mempengaruhi perilaku pemanfaatan teknologi informasi, tingkat

pemanfaatan cyber extension, dan tingkat keberdayaan petani sayuran, dan 3)

bagaimana strategi yang tepat untuk memanfaatkan cyber extension sebagai media

komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran. Sedangkan tujuan penelitian adalah 1) menganalisis perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan teknologi

informasi dan menganalisis pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran

untuk mendukung kegiatan usahatani, 2) mengungkap faktor dominan yang mempengaruhi perilaku petani dalam memanfaatkan eknologi informasi, tingkat

pemanfaatan cyber extension, dan tingkat keberdayaan petani sayuran, dan 3)

merumuskan strategi yang tepat dalam memanfaatkan cyber extension sebagai

media komunikasi dalam pemberdayaan petani.

Penelitian cyber extension sebagai media komunikasi inovasi dalam

pemberdayaan petani sayuran ini dilakukan di Cianjur (Jawa Barat) dan Batu (Jawa Timur) pada Juli 2010-Januari 2011 dengan menggunakan metode survei yang bersifat eksplanatori dan deskriptif. Penentuan responden dilakukan dengan rumus Slovin terhadap 200 petani yang menguasai lahan untuk berusahatani sayuran dan memiliki akses terhadap teknologi informasi (minimal telepon rumah) untuk mendukung kegiatan usahatani. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner yang memenuhi persyaratan kesahihan dan keterandalan. Data dari sumber lain (informan kunci) yang dihimpun melalui

wawancara m e n d a l a m , pengamatan, dokumentasi, dan focus group discussion

bersifat sebagai data pendukung atau untuk verifikasi. Analisis data mencakup analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis inferensia berupa analisis

koefisien korelasi Pearson Product Moment (r) dan uji t menggunakan SPSS 19.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di Jabar secara nyata memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Jatim, meskipun tidak didukung oleh program pengembangan akses sistem informasi berbasis teknologi informasi (telecenter) sebagaimana di Jatim. Petani di Jabar lebih proaktif dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk menghadapi penetrasi pasar dan pengembangan jaringan pemasaran karena adanya faktor kedekatan lokasi dengan ibukota Jakarta. Namun dalam hal sikapnya terhadap pemanfaatan teknologi informasi, petani di Jatim lebih positif dibandingkan dengan petani di Jabar.

Pengalaman petani di Jabar yang kurang baik terhadap content yang belum

komprehensif dan tepat guna cenderung membuat petani di Jabar menjadi lebih berhati-hati dalam memanfaatkan informasi melalui teknologi informasi khususnya melalui akses internet untuk mendukung kegiatan usahatani.

Cyber extension mampu meningkatkan aksesibilitas petani terhadap

informasi pasar dan teknologi pertanian. Manfaat cyber extension yang dirasakan langsung oleh petani adalah dapat dimanfaatkan untuk sarana komunikasi, akses informasi, dan promosi hasil usahatani. Sedangkan sarana teknologi informasi

yang biasa dan paling banyak digunakan oleh petani untuk memanfaatkan cyber

extension mendukung kegiatan usahatani adalah telepon genggam. Sementara komputer berinternet merupakan sarana teknologi informasi yang masih belum banyak dimanfaatkan oleh petani. Hal ini disebabkan di antaranya oleh sifat komputer berinternet yang masih dianggap sebagai sarana teknologi informasi yang penggunaannya membutuhkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi lainnya.

Perilaku petani yang meliputi tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi dipengaruhi secara dominan oleh karakteristik individu (tingkat kekosmopolitan petani) dan persepsi

petani terhadap karakteristik cyber extension (keuntungan relatif dan kemudahan

cyber extension untuk dilihat hasilnya).

Faktor dominan yang nyata mempengaruhi tingkat pemanfaatan cyber

extension adalah karakteristik individu, persepsi terhadap karakteristik cyber

extension, dan perilaku petani dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Sedangkan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat keberdayaan petani adalah

tingkat pemanfaatan cyber extension, perilaku petani dalam memanfaatkan

teknologi informasi, karakteristik individu, persepsi terhadap karakteristik cyber extension, dan faktor lingkungan (ketersediaan sarana teknologi informasi).

Strategi konvergensi komunikasi melalui pemanfaatan cyber extension

dalam pemberdayaan petani sayuran disusun dengan mengembangkan komunikasi

dua tahap atau two step flow communication dan kombinasi media komunikasi

lain sesuai dengan karakteristik petani dan lingkungan. Strategi yang perlu

dilakukan di tingkat pengambil kebijakan adalah pengembangan content dan

pengembangan koneksi dengan teknologi jaringan yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan.

Secara spesifik, mekanisme pemanfaatan cyber extension di tingkat

pengguna dapat dikategorikan menjadi empat skenario berdasarkan subyek

pengguna pertama, yaitu 1) Pemanfaatan cyber extension oleh petani maju dan

(6)
(7)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB

(2) Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(8)

RETNO SRI HARTATI MULYANDARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi :

Ujian Tertutup : 1. Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc.

(Dosen Program Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB)

2. Dr. Siti Amanah, MSc.

(Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB)

Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Momon Rusmono, MS.

(Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Kementerian Pertanian Republik Indonesia)

2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.

(Dosen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB)

(10)

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Atas rahmat dan karunia Allah SWT disertasi ini dapat saya susun dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Judul penelitian yang dilaksanakan pada Juli 2010 – Januari 2011 di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur (Jawa Barat) dan Kecamatan Bumiaji,

Kota Batu (Jawa Timur) ini adalah “Cyber Extension sebagai Media Komunikasi

dalam Pemberdayaan Petani Sayuran”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS., Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS.DEA, dan Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku Komisi Pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar telah meluangkan waktu memberikan arahan, bimbingan, dan masukan serta membagikan pengetahuannya sehingga penulis dapat menyusun disertasi ini. Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Departemen

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, dan Ketua Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (KMP) beserta staf yang dengan keramahan dan ketulusannya telah memberikan layanan administrasi serta memimpin ujian tertutup dan ujian terbuka.

2. Dosen pada Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan

Perdesaan khususnya: Prof. Dr. Ir. Sjafri S.Hubeis, Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, Prof. Dr. Ir. Musa S. Hubeis, Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto SKM. APU, Prof. Dr. Ir. Darwis S.Gani MA, Dr. Basita S. Ginting, Dr. Ir. Pudji Mulyono, MS., Dr. Makmun Sarma, Ir. Richard W. Lumintang, MSc., Ir. Sutisna, MS. dan Ir. Hadiyanto, MS. yang telah memberikan berbagai kontribusi dalam bentuk fasilitas dan layanan kuliah selama penulis menjalani proses belajar pada program S3 di KMP.

3. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS., Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS., dan Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian kualifikasi; Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc. dan Dr. Siti Amanah, MSc. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup; serta Dr. Ir. Momon Rusmono dan Dr. Ninuk Purnaningsih, MSi. selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.

4. Terima kasih tiada lupa kami sampaikan kepada Badan Penelitian dan

(11)

Pengembangan Pertanian yang telah membiayai kegiatan penelitian untuk mendukung penulisan disertasi.

5. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Kepala Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kota Batu, Kepala BPP Pacet, serta Manajer Telecenter Kartini Mandiri beserta staf yang telah memberikan dukungan dan membantu kelancaran pelaksanaan penelitian di lapangan.

6. Bapak M. Shodik, Bapak Jaenudin, Bapak Suhendar, Bapak Dasep, Bapak

Joko Gales, Bapak H. Tjejep Rachman, Bapak Edwin, Ibu Nining, Ibu Sitiami serta petani di wilayah kerja BPP Pacet dan di Desa Giripurno selaku informan sekaligus kontak person lokal dan responden yang membantu kelancaran pengumpulan data di lapangan.

7. Dik Imani, Kak Yoga, Kak Leo, Pak Sigit, Pak Nonot, Pak Ika Andri, Pak

Achmad Kusaeni, dan Pak Prayitno Surip selaku asisten peneliti yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

8. Bapak Wasidi, Bapak Halomoan, Bapak Tri, Ibu Desti, dan Ibu Ilona serta

rekan-rekan seperjuangan di KMP dan PPN angkatan 2007, 2008, 2009, dan 2010. Untuk Dr. Adi Riyanto dan Dr. Anna Fatchiya terimakasih atas kesediaanya untuk berbagi selama penulis melakukan pengolahan data.

9. Ayah (alm) dan Ibunda tercinta Ibu Hj Sumirah Mulyadi Mulyawidagda yang

telah memelihara, merawat, dan membesarkan penulis dengan tulus dan ikhlas tanpa mengeluh serta tiada hentinya untuk berdoa bagi keberhasilan penulis.

10.Ibu Sukarmi serta keluarga besar Mulyadi Mulyawidagda dan keluarga besar

Suhantoro yang telah mendoakan dan memberikan dorongan moril selama penulis mengikuti pendidikan S3 di IPB.

Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Teguh Susatya dan anak-anakku tercinta Chita, Naufal, Hafizh, dan Fathin yang dengan penuh kesabaran, ketabahan, ketulusan, pengertian, dan kasih sayangnya telah setia mendampingi penulis selama penulis mengikuti pendidikan S3. Semoga amal baik mereka mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu saran dan kritik terhadap disertasi ini tetap penulis harapkan untuk memperkaya disertasi ini sehingga sarat dengan makna dan manfaat.

(12)

Penulis dilahirkan di Klaten pada 3 Desember 1969 sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Mulyadi Mulyawidagda (Alm) dan Ibu Hj. Sumirah. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Jurusan Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor lulus tahun 1991 dengan dukungan beasiswa dari PT Kalbe Farma selama

dua tahun terakhir masa pendidikan dan Proyek Social Forestry untuk penelitian

dan penyelesaian skripsi. Pendidikan Magister ditempuh tahun 1999 di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan dan lulus tahun 2001 dengan dukungan beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Setelah tujuh tahun mengabdi, dengan dukungan beasiswa yang sama, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Doktor pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada tahun 2008.

Penulis bekerja sebagai staf pada Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) sejak tahun 1992. Selama tahun 2003-2006 penulis aktif mendukung Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi sebagai Kepala Satuan Pengembangan Sumber Informasi Pertanian dan anggota Tim Teknis Penelitian dan Pengembangan Inovasi Pertanian. Selanjutnya tahun 2006 - 2008 menjadi Kepala Subbidang Program di PUSTAKA. Selama S3 penulis aktif menjadi fasilitator dan pengembang materi dalam pelatihan dan workshop bidang komunikasi pembangunan pertanian dan public relation. Artikel ilmiah terkait penelitian yang terbit pada tahun 2010 adalah:

1. Pola Komunikasi dalam Pengembangan Modal Manusia dan Sosial Pertanian

(Forum Agro Ekonomi Volume 28 No. 2, Desember 2010. Akreditasi A)

2. Implementasi Cyber Extension dalam Komunikasi Inovasi Pertanian

(Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, Desember 2010. Akreditasi C)

3. Analisis Sistem Kerja Cyber Extension mendukung Peningkatan Keberdayaan

Petani (Jurnal Komunikasi Pembangunan Volume 08 Nomor 2, Juli 2010)

4. Revitalisasi Radio Pertanian Ciawi (RPC) sebagai Pusat Informasi

Pembangunan Pertanian (Informatika Pertanian Volume 19 No. 1, Desember 2010. Akreditasi C)

Berkaitan dengan penelitian tentang cyber extension, bersama Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS. dan Ir. Lukman M. Baga, MSc. penulis juga telah menulis buku

rintisan tentang cyber extension dengan judul “Cyber Extension: Peluang dan

(13)

xv

DAFTAR TABEL……….... xvii

DAFTAR GAMBAR………... xix

DAFTAR LAMPIRAN..………... xxi

PENDAHULUAN………..…. 1

Latar Belakang……….……….. 1

Perumusan Masalah ……..……….... 6

Tujuan Penelitian ……….. 7

Kegunaan Penelitian ………. 8

Kebaruan (novelty) ………... 9

TINJAUAN PUSTAKA……….. 11

Pemberdayaan Petani………...…. 13

Konsep pemberdayaan……….…... Konsep pemberdayaan dalam perspektif komunikasi partisipatif 13 16 Tingkat keberdayaan petani………... 19

Komunikasi Inovasi Pertanian………... 21

Media Komunikasi Inovasi Pertanian……… 26

Cyber Extension sebagai Media Komunikasi Inovasi Pertanian……… 33

Pemanfaatan Cyber Extension dalam Komunikasi Inovasi Pertanian... 37

Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Cyber Extension... 39

Karakteristik individu pelaku komunikasi inovasi pertanian……. 41

Lingkungan yang mendukung pemanfaatan cyber extension.…… 47

Karakteristik cyber extension……….…….…….……….. 49

Perilaku pengguna dalam memanfaatan sarana teknologi informasi... 51

Konvergensi Komunikasi melalui pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Komunikasi Inovasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani……….. 57

Konsep konvergensi komunikasi ……….…... 57

Aplikasi teknologi informasi dalam cyber extension mendukung konvergensi komunikasi inovasi pertanian……….…… 60

Komponen dan analisis sistem komunikasi inovasi melalui cyber extension... 66

Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of the Art... 89

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS……….. 99

Kerangka Berpikir……….. 99

Hipotesis………. 110

METODE PENELITIAN………. 111

Desain Penelitian……… 111

(14)

xvi

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian………. 119

Pengolahan dan Analisis Data ………... 123

Konseptualisasi dan Definisi Operasional………. 128

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

RESPONDEN/PETANI SAYURAN………... 143

Gambaran Umum Pengembangan Hortikultura (Sayuran) di

Kabupaten Cianjur ……….. 143

Gambaran Umum Pengembangan Hortikultura (Sayuran) di Kota

Batu……… ………. 146

Karakteristik Individu Responden Petani Sayuran...…… ……….. 151

Faktor Lingkungan untuk Mendukung Pemanfaatan Cyber

Extension………. ……….….. 160

Persepsi Petani terhadap Karakteristik Cyber Extension……….… 163

PERILAKU PETANI DALAM MEMANFAATKAN TEKNOLOGI

INFORMASI, TINGKAT PEMANFAATAN CYBER EXTENSION,

DAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI………..

167

Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi...……….. 167

Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension ……….……… 176

Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran………..……….. 200

ANALISIS FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PETANI DALAM MEMANFAATKAN TEKONOGI

INFORMASI, TINGKAT PEMANFAATAN CYBER EXTENSION,

DAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI SAYURAN ………….….. 215

KONVERGENSI KOMUNIKASI MELALUI PEMANFAATAN

CYBER EXTENSION DALAM PEMBERDAYAAN PETANI

SAYURAN……….….. 225

Identifikasi Permasalahan dalam Pemanfaatan Cyber Extension.…... 225

Strategi Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Komunikasi

dalam Pemberdayaan Petani Sayuran ……….. 230

Rancang Bangun Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian

Berbasis Teknologi Informasi dalam Implementasi Cyber Extension 239

Prasyarat Pola Konvergensi Komunikasi untuk Pengembangan

Kapasitas Pengelola dan Pengguna Cyber Extension………..…... 244

Penguatan Mekanisme Pemanfaatan Cyber Extension sebagai media

komunikasi dalam Pemberdayaan Petani... 247

SIMPULAN DAN SARAN………. 263

(15)

xvii

1 Indikator Keberdayaan dari aspek kemampuan ekonomi, kemampuan

mengakses manfaat kesejahteraanm dan kemampuan kultural dan

politis berdasarkan jenis hubungan kekuasaan (Mayouk 2010)... 20

2 Analisis Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian Berdasarkan Jenis Input………..……… 72

3 Analisis Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian Berdasarkan Proses, Penyimpanan, dan Saluran (Subsistem Sumber Informasi)……. 77

4 Analisis Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian Berdasarkan Proses, Penyimpanan, dan Saluran (Subsistem Diseminasi Inovasi)…… 79

5 Analisis Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian Berdasarkan Proses, Penyimpanan, dan Saluran (Subsistem Enduser Inovasi- Kelembagaan Agribisnis)……….. 81

6 Analisis Sistem Jaringan Komunikasi Inovasi Pertanian Berdasarkan Proses, Penyimpanan, dan Saluran (Subsistem Penunjang)………. 83

7 Pemanfaatan Cyber Extension……….……..…... 105

8 Paradigma Keberdayaan Petani yang Tinggi dan Rendah……… 107

9 Nilai Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian .……..……….…… 121

10 Nilai Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian…….……….…… 123

11 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Karakteristik Individu Petani …..………. 129

12 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Faktor Lingkungan ……... 131

13 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Persepsi Petani terhadap Karakteristik Cyber Extension …..…... 132

14 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Perilaku dalam Pemanfaatan TI ……….……… 135

15 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Pemanfaatan Cyber Extension ………..………...…………. 136

16 Definisi Operasional dan Parameter Peubah Tingkat Keberdayaan Petani ….……….………... 139

17 Produktivitas tahun 2008-2009 dan Sasaran tahun 2010 untuk Komoditas Unggulan di BPP Pacet ……….…………..………. 145

18 Jumlah Anggota Pedagang Sayuran di BPP Pacet menurut Nama Asosiasi ……….………... 146

19 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran Kota Batu Tahun 2008-2009 ………..………….. 149

20 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Peubah Karakteristik Individu dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi ………..………... 152

21 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Peubah Faktor Lingkungan untuk Pemanfaatan Cyber Extension dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi ……… 161

22 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Peubah Persepsi terhadap Karakteristik Cyber Extension dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi………. 164

(16)

xviii

dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi…………..……….... 169

25 Nilai Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Lingkungan untuk

mendukung pemanfaatan Cyber Extension dengan Perilaku Petani

dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi………..……… 173

26 Nilai Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Karakteristik Cyber

Extension dengan Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi

Informasi ………..……… 175

27 Persentase Peningkatan Harga Jual Usahatani setelah

Memanfaatkan Sarana Teknologi Informasi... 184

28 Peubah yang Memiliki Hubungan Nyata dengan Persentase

Peningkatan Harga Hasil Usahatani Setelah Menggunakan Sarana

Teknologi Informasi………..……… 185

29 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Tingkat Pemanfaatan Cyber

Extension dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi……….…. 187

30 Nilai Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat

Pemanfaatan Cyber Extension……….……….. 191

31 Nilai Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Pemanfaatan Cyber

Extension………... 195

32 Nilai Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Karakteristik Cyber

Extension dengan Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension……… 198

33 Nilai Hubungan antara Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Teknologi

Informasi dengan Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension……… 199

34 Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Keterlibatan Pihak Lain dalam

Proses Pengambilan Keputusan Usahatani……… 202

35 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Peubah Tingkat Keberdayaan

Petani dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi………..………. 205

36 Nilai Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat

Keberdayaan Petani………...……... 207

37 Nilai Hubungan antara Lingkungan Strategis dengan Tingkat

Keberdayaan Petani ………...……... 209

38 Nilai Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Karakteristik Cyber

Extension dengan Tingkat Keberdayaan Petani……… 210

39 Nilai Hubungan antara Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Teknologi

Informasi dengan Tingkat Keberdayaan Petani ..………... 211

40 Nilai Hubungan antara Pemanfaatan Cyber Extension dengan Tingkat

Keberdayaan Petani ……….………...…. 212

41 Ringkasan Hasil Analisis Kelayakan Model Struktural berdasarkan

Nilai P-values, RMSEA, CFI, NNFI, GFI, dan AGFI……..……… 219

42 Dekomposisi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Antarpeubah

dalam standardized ………. 220

43 Strategi Proses Pengelolaan Sistem Informasi Pertanian dalam

(17)

xix Halaman

1 Functional map hasil The Bellagio Meeting untuk pemetaan

komunikasi partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat………..…….. 17

2 Jenis inovasi pertanian dan tahapan komunikasi inovasi (IRRI 1998) 23 3 Tahapan proses keputusan inovasi ……… ………..… 25

4 Elemen yang berpengaruh dalam konteks komunikasi yang diperluas (sistem komunikasi) (Littlejohn dan Karen 2005)………... 42

5. Model penciptaan dan berbagi informasi dalam proses pemahaman bersama………. 58

6 Siklus berbagi pengetahuan (knowledge sharing) (Huysman 2003)…… 63

7 Model awal aktor-aktor dan keterkaitan dua arah dalam sebuah sistem pengetahuan yang tersamar (Havelock 1986, McDermott 1987, Roling 1988, Leeuwis 2004)... 65

8 Karakteristik sistem (Sumber 68 9 Pola analisis sistem jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian menggunakan pendekatan diagram kotak gelap (black box)……… 87

10 Skema kerangka konseptual penelitian implementasi Cyber Extension dalam sistem informasi dan pengetahuan pertanian……… 103

11 Kerangka berpikir hubungan antar peubah yang diuji dalam penelitian………... 108

12 Diagram Jalur Model Hipotetik Persamaan Struktural Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemanfaatan Teknologi Informasi, Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension, dan Tingkat Pemberdayaan Petani Sayuran... 126

13 Model Perilaku dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi... 127

14 Model Pemanfaatan Cyber Extension.... 127

15 Model Tingkat Pemberdayaan Petani... 127

16 Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran Kota Batu Tahun 2008-2009………... 148

17 Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Tahun 2008-2009………… 150

18 Perkembangan Produktivitas Tanaman Sayuran di Kota Batu Tahun 2008-2009 ……… 150

(18)

xx

21 Estimasi Parameter Hybrid Model Faktor Dominan yang

Mempengaruhi Perilaku Pemanfaatan Teknologi Informasi,

Pemanfaatan Cyber Extension, dan Tingkat Keberdayaan Petani…..….. 218

22 Diagram Jalur Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani dalam

Memanfaatkan Teknologi Informasi………...….. 220

23 Diagram Jalur Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Cyber

Extension………. 221

24 Diagram Jalur Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keberdayaan

Petani……… 222

25 Skema Strategi Konvergensi Komunikasi mela;ui Pemanfaatan Cyber

Extension Sebagai Media Komunikasi bagi Pemberdayaan Petani

Sayuran... 233

26 Model Komunikasi Dua Tahap (Katz dan Lazarsfeld 1955)………...… 247

27 Mekanisme pemanfaatan cyber extension langsung oleh petani……..… 257

28 Mekanisme pemanfaatan cyber extension melalui pengguna antara

(staf telecenter)………. 258

29 Mekanisme pemanfaatan cyber extension melalui komunitas……..…… 259

(19)

xxi

1. Uji Beda Antar Peubah Penelitian menggunakan SPSS 19…….. 281

2. Analisis Hubungan antar Peubah Penelitian Berdasarkan Lokasi

Penelitian menggunakan SPSS 19……….

285

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan agribisnis hortikultura, khususnya sayuran saat ini

menghadapi terbukanya arus informasi yang mendorong pada semakin

berkembangnya desakan produk ekspor maupun impor dan peningkatan selera

konsumen, baik domestik maupun global. Pada era globalisasi ekonomi seperti

Asean Free Trade Area (AFTA) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC),

sebagian pasar domestik Indonesia saat ini telah diisi oleh produk hortikultura

impor dengan kualitas, cara pengepakan, diversifikasi produk, dan penampilan

yang lebih baik serta harga yang bersaing dengan produk domestik. Pada

komoditas sayuran, pengembangan teknologi jenis sayuran dengan bibit/benih

yang didatangkan dari luar negeri semakin membuat petani sayuran dalam negeri

bergantung pada ketersediaan benih impor.

Volume impor hortikultura di Indonesia pada tahun 2007 sebesar

997.370.460 ton dan meningkat menjadi 1.080.661.604 ton (naik 8,35 persen)

pada tahun 2008. Kenaikan ini banyak terjadi pada jenis sayuran, yaitu dari

529.355.406 ton dengan nilai US$ 206.706.456 ton menjadi 621.029.091 ton

dengan nilai US$ 243.942.637 (18 persen). Umumnya impor ini digunakan untuk

mengisi permintaan khusus di pasar-pasar modern, perhotelan, dan menunjang

pariwisata. Meskipun segmen pasar produk impor ini hanya terbatas pada

konsumen kelas menengah ke atas dan hanya berada di daerah perkotaan, namun

nilai produk impor tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai ekspor. Hal ini

ditunjukkan dengan jauh lebih rendahnya nilai ekspor sayuran pada tahun 2008

yaitu hanya sebesar 90.379.772 ton dengan nilai US$ 38.588.789. Sedangkan

perkembangan terakhir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa

impor sayuran periode Januari-Februari 2011 senilai US$ 82.641.159. Nilai ini

naik 45,99 persen dari impor periode yang sama tahun 2010 sebesar US$

56.607.726 (BPS 2011). Oleh karena itu, guna menghadapi persaingan global

sejalan dengan perkembangan IPTEK yang ada, sistem informasi pertanian yang

mampu mendukung kegiatan agribisnis bidang hortikultura khususnya sayuran

(21)

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan

kontribusi yang nyata dalam proses berkembangnya sistem pengembangan

informasi pertanian, khususnya sebagai media komunikasi inovasi pertanian.

Teknologi informasi dan komunikasi juga mempunyai kontribusi yang potensial

dalam mencapai manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di Indonesia, bidang

teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu dari enam bidang fokus

utama pengembangan Iptek (Ristek 2005), yaitu [1] ketahanan pangan, [2]

sumber energi baru dan terbarukan; [3] teknologi dan manajemen transportasi, [4]

teknologi informasi dan komunikasi, [5] teknologi pertahanan, dan [6] teknologi

kesehatan dan obat-obatan. Dalam mendukung kegiatan pembangunan pertanian

berkelanjutan, teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan yang sangat

penting untuk mendukung tersedianya informasi pertanian yang relevan dan tepat

waktu. Selanjutnya, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2010 – 2014 tercatat bahwa salah satu kegiatan penting dalam

pembangunan perdesaan adalah peningkatan akses informasi dan pemasaran

(Bappenas 2010).

Dewasa ini, pelaku pembangunan dan pengembangan pertanian di

Indonesia masih merasakan minimnya informasi pertanian tepat guna yang siap

dimanfaatkan untuk mendukung tugas dan fungsinya. Salah satu tantangan yang

dihadapi dalam pengembangan pertanian bidang hortikultura khususnya sayuran

diantaranya adalah kurangnya informasi tentang kebutuhan sayuran baik dalam

jenis, jumlah, dan mutu temasuk harga produk pada masing-masing provinsi. Hal

ini menyebabkan sulitnya pengaturan pola tanam di tingkat petani, sehingga pada

daerah tertentu terjadi kelebihan produksi sedangkan di daerah lain kekurangan

pasokan. Informasi ini sangat dibutuhkan mengingat komoditas sayuran memiliki

sifat mudah rusak dan tidak tahan untuk disimpan dengan fluktuasi harga produk

yang sangat tinggi sepanjang hari. Selain itu, dalam pengembangan ekspor

produk sayuran masih mengalami hambatan antara lain kurangnya informasi

tentang preferensi konsumen (jenis sayuran, jumlah produk, dan kualitas) pada

negara importir (Tamba 2007).

Cyber extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan

(22)

dengan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem

komunikasi inovasi atau penyuluhan pertanian yang diharapkan dapat

meningkatkan keberdayaan petani melalui penyiapan informasi pertanian yang

tepat waktu dan relevan kepada petani dalam mendukung proses pengambilan

keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya. Cyber extension

juga merupakan salah satu mekanisme komunikasi inovasi pertanian yang dapat

difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan

pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan

kelompok stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan

jenis dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis

dan saling melengkapi (Sumardjo et al. 2009).

Maureen (2009) menyatakan bahwa cyber extension berfungsi untuk

memperbaiki aksesibilitas petani terhadap informasi pasar, input produksi, tren

konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi.

Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru,

teknologi pengendalian penyakit dan hama tanaman/ternak, ketersediaan

transportasi, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun output

pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara ekonomi.

Meskipun cyber extension memiliki peranan yang sangat penting dalam

mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, namun sampai saat ini petani

di dunia, khususnya di Indonesia, masih belum diikutsertakan dalam bisnis

teknologi informasi dan komunikasi. Fakta yang agak mengejutkan adalah bahwa

aplikasi teknologi informasi dan komunikasi memiliki kontribusi yang tinggi

secara ekonomi bagi masing-masing Gross Domestic Product (GDP).

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembangunan pertanian

membutuhkan proses pendidikan dan peningkatan kapasitas karena masih terdapat

kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam bisnis secara elektronis

(e-business). Membangun sebuah masa depan elektronis (berwawasan teknologi

informasi dan komunikasi) yang berkelanjutan (sustainable e-future) memerlukan

strategi dan program untuk menyiapkan petani dengan kompetensi teknologi

informasi dan komunikasi. Hal ini bermanfaat untuk mendukung perdagangan

(23)

untuk berperan serta dan bermanfaat bagi tiap pertumbuhan ekonomi. Dengan

mengimplementasikan cyber extension dalam pembangunan pertanian

berkelanjutan melalui peningkatan fungsi sistem pengetahuan dan informasi

pertanian dan peningkatan kapasitas petani, maka petani akan berpikir dengan

cara yang berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya

secara berbeda.

Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural

Sciences (ISHS) telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi

teknologi informasi dan komunikasi oleh pelaku komunikasi khususnya untuk

bidang hortikultura di Srilanka. Hambatan-hambatan tersebut meliputi:

keterbatasan kemampuan, sulitnya akses terhadap pelatihan (training), kesadaran

akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, waktu, biaya dari teknologi

yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Partisipan dari

negara-negara maju menekankan pada hambatan: tidak adanya manfaat ekonomi

yang dapat dirasakan, tidak memahami nilai lebih dari teknologi informasi dan

komunikasi, tidak cukup memiliki waktu untuk menggunakan teknologi informasi

dan komunikasi, dan tidak mengetahui bagaimana mengambil manfaat dari

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Responden dari negara-negara

berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi informasi dan komunikasi”

dan “kesenjangan infrastruktur teknologi”. Hasil kuesioner dari the Institute for

Agricultural and Fisheries Research sejalan dengan survei ISHS dan survei dari

the European Federation for Information Technology in Agriculture (EFITA)

yang mengindikasikan adanya suatu pergeseran dari kecakapan secara teknis

teknologi informasi dan komunikasi sebagai suatu faktor pembatas menuju pada

kesenjangan pemahaman bagaimana mengambil manfaat dari pilihan teknologi

informasi dan komunikasi yang bervariasi (Taragola et al. 2009).

Meskipun masih terdapat beberapa kendala sehingga pemanfaatan cyber

extension menjadi sangat kompleks dan sulit untuk diadopsi, cyber extension

sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai

suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani apabila didukung oleh

kompetensi pelaku komunikasi yang terkait. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa

(24)

mendeskripsikan bagaimana cyber extension telah dimanfaatkan oleh petani dan

stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang

yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya. Keberhasilan

pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran di Indonesia dalam memajukan

usaha taninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan

internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan

menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre

(CTLC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft

bekerja sama dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential.

Petani mengenal teknologi budidaya paprika dalam rumah kaca melalui internet.

Sejak mengirimkan profil produksi di internet, permintaan terhadap produk

pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat

memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh

di bawah harga pasar (Sigit et al. 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi

Pertanian tingkat Desa – Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi

(UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar

lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi

hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu Selatan - P4MI 2009).

Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan

komunikasi dalam bidang pertanian, khususnya cyber extension belum pernah

dilakukan secara khusus di Indonesia. Penelitian tentang cyber extension sebagai

media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran ini dilakukan karena

adanya dua alasan utama. Pertama, secara empiris karena masih lemahnya sistem

informasi pertanian dan lambatnya pengembangan teknologi yang sudah ada di

tingkat petani. Alasan kedua adalah terkait dengan adanya peluang pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi dalam komunikasi pembangunan yang

partisipatif dengan mengacu pada konsep teori communication for development.

Integrasi teknologi informasi dan komunikasi (khususnya komputer dan telepon

genggam) dalam komunikasi pembangunan pertanian melalui cyber extension

merupakan unsur yang baru dari penelitian ini dibandingkan dengan

(25)

dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendukung knowledge sharing

dalam pemberdayaan petani.

Hasil akhir dari penelitian ini adalah skenario strategi pemanfaatan cyber

extension sebagai media komunikasi inovasi dalam pemberdayaan petani sayuran

yang akan disinergikan dengan kelembagaan komunikasi lokal dalam perspektif

komunikasi pembangunan partisipatif. Yoon (2009) menyatakan bahwa dalam

era kemunculan paradigma baru komunikasi pembangunan partisipatif-horisontal

dimunculkan kembali (revitalisasi) konsep komunikasi antarpribadi (interpersonal

communication), media rakyat (folk media), komunikasi kelompok (group

communication) dan model komunikasi dua tahap (two-step flow

communication). Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan Cornish dan Alison

(2009) bahwa komunikasi partisipatif adalah sebuah konsep dan praktek

keterlibatan masyarakat menciptakan dan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta

keinginannya untuk mencapai dan menentukan tujuan (agenda) nya sendiri.

Penciptaan dan berbagi pengetahuan tersebut diekspresikan dengan menggunakan

berbagai saluran komunikasi yang ditentukan oleh masyarakat sendiri sehingga

sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.

Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penyebab lemahnya fungsi sistem

informasi pertanian bidang hortikultura khususnya tanaman sayuran diantaranya

adalah: 1) Adanya distorsi kegiatan komunikasi inovasi pertanian (melalui

mekanisme penyuluhan) karena tidak adanya satu kesatuan kelembagaan

manajemen yang mengakibatkan rendahnya motivasi dan kinerja pelaku

komunikasi inovasi pertanian (Tamba 2007), 2) Kualitas sumber informasi

pertanian umumnya masih rendah dan terbatasnya kemampuan sumber informasi

dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu karena

belum ada institusi/lembaga yang bertanggungjawab mengolah dan menyediakan

informasi pertanian bagi petani dan kurangnya komitmen pemerintah dalam

menyediakan informasi pertanian bagi petani (Anwas 2009), 3) Rendahnya

tingkat interaksi petani dengan kelompok tani, penyuluh inovator, dan masyarakat

luas, rendahnya penggunaan saluran komunikasi melalui media massa tercetak

(26)

komputer, dan internet) untuk akses informasi, dan 4) Belum dimanfaatkannya

secara optimal teknologi informasi dan komunikasi secara bijaksana untuk

pengelolaan dan akses inovasi pertanian karena keterbatasan infrastruktur,

kapasitas sumber daya manusia, dan manajerial (Sumardjo et al. 2009).

Sinergi aplikasi teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian

melalui cyber extension merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan peran

teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan sistem informasi

pertanian. Berdasarkan adanya kesenjangan dari berbagai hasil penelitian

tersebut, secara rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Sejauhmana perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan teknologi informasi

dan sejauhmana cyber extension dimanfaatkan oleh petani sayuran untuk

mendukung kegiatan usahatani?

2. Sejauhmana terdapat faktor dominan yang mempengaruhi perilaku

pemanfaatan teknologi informasi, tingkat pemanfaatan cyber extension, dan

tingkat keberdayaan petani sayuran?

3. Bagaimana strategi yang tepat untuk memanfaatkan cyber extension sebagai

media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan permasalahan, maka tujuan utama penelitian ini

adalah untuk:

1. Menganalisis perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan teknologi

informasi dan menganalisis pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran

untuk mendukung kegiatan usahatani.

2. Mengungkap faktor dominan yang mempengaruhi perilaku petani dalam

memanfaatkan eknologi informasi, tingkat pemanfaatan cyber extension, dan

tingkat keberdayaan petani sayuran.

3. Merumuskan strategi yang tepat untuk memanfaatkan cyber extension sebagai

(27)

Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menghasilkan rumusan strategi pemanfaatan

cyber extension sebagai media komunikasi inovasi pertanian dalam pemberdayaan

petani sayuran. Secara spesifik, kegunaan penelitian ini disajikan sebagai berikut.

Kegunaan dalam lingkungan akademis/keilmuan

1. Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses komunikasi

inovasi pertanian yang mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi sebagai

media baru dengan pemanfaatan cyber extension dalam pemberdayaan petani

sayuran yang memungkinkan media massa digunakan sekaligus sebagai media

komunikasi interaktif dengan sifat umpan balik secara langsung.

2. Memberikan informasi bagi penelitian yang serupa agar dapat melakukan

penyempurnaan dalam metode untuk analisis media komunikasi yang

mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi sebagai media baru dalam

komunikasi inovasi pertanian.

3. Mengembangkan dan menyempurnakan secara empiris teori komunikasi

pembangunan yang partisipatif dengan mengintegrasikan antara media

komunikasi baru dan media komunikasi konvensional untuk pemberdayaan

petani sayuran.

Kegunaan dalam lingkungan praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk tambahan informasi

sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan pemanfaatan

cyber extension sebagai komunikasi inovasi pertanian dalam pemberdayaan

petani sayuran sesuai dengan kategori tingkat pemanfaatan cyber extension

untuk memperoleh peluang yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan

petani sayuran.

2. Hasil penelitian diharapkan menjadi tambahan informasi bagi semua

stakeholders untuk bahan masukan dalam menyusun strategi dan program

komunikasi inovasi pertanian, khususnya bidang hortikultura melalui

(28)

Kebaruan (Novelty)

Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan

komunikasi yang banyak dilakukan di kalangan akademis sebagian besar adalah

terkait dengan akses informasi melalui internet dengan sarana komputer oleh

pengguna baik di lingkungan pendidikan/proses pembelajaran jarak jauh maupun

akses untuk mendukung bidang pertanian. Penelitian yang mensinergikan

teknologi informasi dan komunikasi khususnya melalui telepon genggam maupun

komputer untuk bidang pertanian belum pernah dilakukan secara khusus di

Indonesia. Penelitian tentang cyber extension yang mensinergikan teknologi

informasi dan komunikasi, khususnya telepon genggam dan komputer sebagai

media komunikasi bagi pemberdayaan petani sayuran ini dilakukan dengan

harapan menghasilkan kebaruan (novelty) dari hasil penelitian yang dilakukan

sebagai berikut.

1. Mengangkat isu pemanfaatan teknologi informasi dalam kaitannya dengan

cyber extension sebagai media komunikasi inovasi pertanian yang bersifat

massa namun dapat sekaligus menjadi media yang interaktif dalam perspektif

hybrid media untuk meningkatkan keberdayaan petani sayuran.

2. Merumuskan strategi pemanfaatan cyber extension dalam pemberdayaan petani

sayuran yang mampu mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan

(29)
(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Petani adalah pengusaha, terlepas dari kelas mana berada, bergantung pada

skala usahanya. Berbeda dengan petani yang mengelola komoditas padi dan

palawija yang cenderung masih bersifat pasif, petani sayuran cenderung bersifat

proaktif dan sudah lebih berorientasi pada pasar. Hal ini di antaranya disebabkan

oleh harga komoditas sayuran yang selalu berfluktuasi dan sifatnya yang mudah

rusak. Sistem informasi yang handal baik untuk teknologi budidaya khususnya

pola (jadwal) tanam maupun untuk pemasaran hasil komoditas sayuran sangat

diperlukan untuk dapat mendorong pada keberdayaan petani sayuran. Sinergi

aplikasi teknologi informasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan informasi serta

akses pada sumber informasi secara global merupakan salah satu jawaban yang

patut diperhitungkan untuk menangkap peluang bagi peningkatan kesejahteraan

petani sayuran dalam menghadapi persaingan global. Cyber Extension sebagai

Media Komunikasi dalam Pemberdayaan Petani Sayuran merupakan fokus

penelitian yang dilakukan dengan menekankan aspek penting dari sinergi aplikasi

teknologi informasi (khususnya telepon genggam dan komputer) dengan berbagai

kelembagaan komunikasi potensial lainnya secara spesifik lokasi untuk

mendukung proses pemberdayaan petani sayuran. Melalui cyber extension, petani

dihadapkan pada beragam pilihan informasi dari sumber informasi global yang

dapat diakses langsung sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pengambilan

keputusan dalam berusahatani. Sampai pada akhirnya tercipta konvergensi

komunikasi inovasi pertanian dalam sistem usahatani sayuran di tingkat petani.

Konsep pemberdayaan dari Servaes (2002, 2005, dan 2007) merupakan

kajian teoritis komunikasi partisipatif dengan memperhatikan aspek kemampuan

masyarakat untuk mengakui, menghormati, dan mengintegrasikan perbedaan

budaya dalam pembangunan. Hasil proses pemberdayaan diindikatorkan oleh

tingkat keberdayaan dengan adanya kekuasaan dalam meningkatkan kesadaran

untuk berubah atau dalam pembuatan keputusan, kemampuan akses terhadap

sumber daya, dan kekuasaan untuk melakukan kerjasama (tindakan bersama)

sebagaimana dinyatakan oleh Mayouk (2010). Sedangkan Schuler et al. (1996)

lebih menekankan aspek keberdayaan pada tingkat mobilitas di samping

(31)

Komunikasi inovasi pertanian merupakan tema utama penelitian dengan

mengambil dasar teori dari Rogers (2003). Konsep Rogers disinergikan dengan

konsep komunikasi inovasi pertanian dari International Rice Research Institute

(IRRI 1998) yang membedakan metode komunikasi inovasi menjadi tiga kategori

berdasarkan jenis inovasi yang dikomunikasikan yaitu: pengetahuan (teknologi),

prototipe (alsintan), dan produk (varietas/benih). Faktor yang mempengaruhi

proses komunikasi inovasi pertanian di antaranya adalah karakteristik pelaku

komunikasi. Menurut Littlejohn dan Karen (2005) individu sebagai pelaku

komunikasi dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu

merupakan bagian dari struktur sosial.

Proses komunikasi inovasi pertanian tidak dapat dipisahkan dengan media

komunikasi, baik media interpersonal, media massa, media terprogram, maupun

kelembagaan komunikasi lokal. Konsep cyber extension sebagai salah satu media

komunikasi inovasi pertanian yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi

dengan beragam media komunikasi lainnya banyak diadopsi dari pengertian

Wijekon et al. (2009) dan Taragola et al. (2009). Sebagai pembanding, disajikan

rintisan cyber extension yang telah dilaksanakan di Indonesia melalui program: 1)

Pengembangan Sumber Informasi Pertanian Lokal dan Nasional pada Program

Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi dari Deptan; 2) Program

Unlimited Potential (UP) melalui Community Training and Learning Centre

(CTLC); dan 3) Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP). Tingkat

pemanfaatan cyber extension dan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan cyber

extension didasarkan atas sumber referensi primer dari Browning dan Sornes

(2008) dan lesson learned dari pemanfaatan cyber extension dari beberapa negara.

Cyber extension memberikan peluang yang lebih besar bagi petani untuk

pengembangan sistem jaringan komunikasi dan berbagi pengetahuan/akses

informasi tanpa batas sesuai dengan minat dan kebutuhannya sehingga tercipta

konvergensi komunikasi untuk mendukung usahataninya. Teori konvergensi dari

Rogers dan Kincaid (1981) merupakan dasar analisis dalam proses konvergensi

komunikasi yang terjadi dengan pemanfaatan cyber extension. Dalam catatan

McMillan (2004), media komunikasi baru yang mensinergikan aplikasi teknologi

(32)

komunikasi interpersonal yang termediasi. Sifat interactivity dari penggunaan

media konvergen telah melampaui kemampuan potensi umpan balik (feedback),

karena seorang pengguna pengakses media konvergen secara langsung

memberikan umpan balik atas pesan yang disampaikan.

Analisis sistem berdasarkan tujuh elemen sistem (batasan, lingkungan,

masukan, keluaran, komponen, penyimpanan, dan penghubung) dan analisis

sistem dengan teori kotak hitam (black box theory) sebagaimana disampaikan

oleh Eryatno (1996) diharapkan mampu mengimbangi salah satu karakteristik

cyber extension. Sebagai media baru, teori kotak hitam untuk analisis sistem

diharapkan mampu menjawab kegamangan masyarakat dalam pemanfaatan cyber

extension. Dengan mengetahui output yang dikehendaki dan output yang tidak

dikehendaki, petani dan pengambil kebijakan dapat memposisikan diri untuk

berperan dan bersinergi mewujudkan optimalisasi pemanfaatan cyber extension

untuk peningkatan keberdayaan petani.

Hasil penelitian terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk

komunikasi inovasi disajikan sebagai “state of the art” penelitian cyber extension

sebagai media komunikasi dalam pemberdayaan petani. Hasil penelitian Alemna

(2006), Wahid (2006), Servaes (2007), Marwan (2008), dan Taragola et al.

(2009) telah memaparkan gambaran dan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan

cyber extension untuk komunikasi inovasi pertanian, serta hambatan-hambatan

dalam pemanfaatannya di tingkat pengguna akhir (petani).

Pemberdayaan Petani Konsep pemberdayaan

Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang

di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an,

dan awal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi

teori-teori yang berkembang belakangan. Apabila dilihat dari proses

operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara

lain: pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan

(33)

dilengkapi pula dengan upaya membangun aset material guna mendukung

pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan

sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan

stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui

proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan arti (pada titik ekstrem)

seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan

primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.

Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat, antara lain

sebagai berikut (Ife 2002):

1. Struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi

struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang

opresif.

2. Pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau

sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu

’rule of the game’ tertentu.

3. Elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi

dengan elit-elit tersebut, serta berusaha melakukan perubahan terhadap

praktek-praktek dan struktur yang elitis.

4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah diskursus serta

menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial.

Hakikat dari konseptualisasi empowerment berpusat pada manusia dan

kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur

normatif, struktural, dan substansial. Dengan demikian konsep pemberdayaan

sebagai upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa,

pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi

kemanusiaan yang adil dan beradab. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah

konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini

mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people

centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers 1995).

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat

(34)

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain,

pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya

memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling). Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya

tersebut dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan

potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering)

dengan menyediakan masukan (input) dan pembukaan akses ke dalam

berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi

berdaya. Upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan adalah peningkatan

taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses ke sumber-sumber kemajuan

ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

Pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik,

maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat

dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan

lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana

terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang juga penting

dilakukan. Aspek yang terpenting adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam

proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya.

Pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan,

pembudayaan, dan pengamalan demokrasi. Friedman (1992) menyatakan

“The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphasis an autonomy in the decision marking of territorially organized communities, local self-reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning”.

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh

karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Pemberdayaan

masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi semakin bergantung pada

berbagai program pemberian (charity). Hal ini karena pada dasarnya setiap

apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat

(35)

Konsep pemberdayaan dalam perspektif komunikasi partisipatif

Jan Servaes mengaitkan konsep pemberdayaan dalam perencanaan sosial

dan komunikasi partisipatif adalah pada partisipasi dalam pengambilan keputusan

kolektif. Pemberdayaan meyakinkan bahwa masyarakat mampu membantu

dirinya sendiri. Melkote et al. (2001) menyatakan bahwa salah satu konsep

pemberdayaan yang sangat luas digunakan saat ini adalah pemberdayaan sebagai

pusat pengorganisasian konsep. Ketidakadilan kekuasaan merupakan

permasalahan sentral yang harus dipecahkan dalam pembangunan. Selanjutnya

pemberdayaan didefinisikan sebagai sebuah proses dalam mana secara individual

dan organisasional memperoleh pengawasan dan penguasaan kondisi sosial

ekonomi yang lebih banyak, dengan partisipasi demokrasi yang lebih tinggi dalam

komunitasnya sendiri.

Bentuk-bentuk komunikasi pembangunan yang partisipatif dalam konsep

pemberdayaan menurut Serveas (2002) mencakup forum dialog akar rumput

(grassroots dialog forum), fungsi baru komunikasi pada media partisipatif

(participatory media), berbagi pengetahuan secara setara (knowledge-sharing on a

co-equal basis), dan model komunikator pendukung pembangunan (Development

Support Communication). Dialog akar rumput (grassroots dialog) didasarkan

atas kaidah partisipasi untuk mempertemukan sumber dan agen perubahan

langsung dengan masyarakat. Metode yang digunakan adalah penyadaran

(conscientization) melalui dialog. Lebih jauh lagi masyarakat diajak untuk

merumuskan permasalahan dan menemukan pemecahannya sekaligus pelaksanaan

kegiatan untuk pemecahan permasalahan. Berkaitan dengan hal ini komunikator

sekaligus berperan sebagai pembebas masyarakat dalam proses pembangunan.

Functional Map (Gambar 1) merupakan pemetaan kebijakan perencanaan

sosial dan komunikasi partisipatif dalam pengembangan masyarakat yang

(36)

Penggunaan dengan aktor relevan pada: 1. Situasi komunitas 4. Penentuan tujuan dan

proses yang sesuai

1. Identifikasi & keterlibatan slrh aktor dlm dialog 2. Identifikasi dan mengelola hambatan untuk

pendekatan partisipatif & membantu komunitas dalam melakukan tindakan

3. Negosiasi aturan perjanjian, diskursus, dan perbedaan pendapat

1. Fasilitasi analisis situasi masalah komunitas & penemuan opsi untuk pemecahannya 2. Fasilitasi persetujuan pada tujuan yang layak 3. Bertugas sebagai sumber informasi, materi, &

proses (engelolaan perdebatan, penyusunan tujuan, dan komunikasi dua tahap 4. Bertugas sebagai broker untuk merancang

prioritas, pengelolaan perdebatan, dan penyampaian alternatif pendapat/pandangan 1. Fasilitasi pembentukan tim yang sesuai untuk

memimpin proses komunikasi

2. Fasilitasi kajian ketersediaan sumber daya komunikasi yang relevan di masyarakat 3. Menetapkan kembali tujuan, komunitas,

perma-salahan, serta mendefinisikan tujuan & audien 4. Mendefinisikan dan menulis rencana untuk

tindakan evaluasi

1. Mengelola proses, memotivasi tim 2. Menggunakan & menyesuaikan taktik

komunikasi

3. Mendokumentasikan proses dan menghimpun umpan balik masyarakat

1. Melaksanakan penghimpunan data,monitoring proses, dan mereview sasaran akhir dan tujuan 2. Mengevaluasi proyek dan identifikasi

keterkaitannya dengan proyek lainnya 3. Bertukar pengalaman

KEY PURPOSE

KEY FUNCTION BASIC FUNCTION ELEMENTS OF COMP

FUNCTIONAL MAP, The Bellagio Meeting (Servaes 2005)

Gambar 1 Functional Map hasil the Bellagio Meeting untuk Pemetaan Komunikasi Partisipatif dalam Pemberdayaan Masyarakat

Peta fungsional komunikasi partisipatif dalam proses pemberdayaan

memiliki tujuan kunci untuk menggunakan strategi untuk mengoptimalkan

sumber daya dalam proses perbaikan secara individu dan kolektif yang

berkelanjutan. Fungsi kunci pemberdayaan yang pertama adalah fasilitasi dialog

dengan fungsi dasar meletakkan pendekatan partisipatif dalam setiap tindakan

dan membangun konsensus dengan aktor dalam komunitas. Dalam proses ini

dilakukan identifikasi aktor yang terlibat, negosiasi, dan fasilitasi analisis situasi

masalah dan merancang prioritas program. Fungsi kunci yang kedua adalah

membangun kapasitas masyarakat secara berkelanjutan dengan fungsi dasar

merancang strategi komunikasi (fasilitasi pembentukan tim untuk memimpin

proses komunikasi dan menetapkan tujuan), mengimplementasikan rencana,

menghimpun umpan balik, menyesuaikan taktik komunikasi, dan mengkaji hasil

(37)

Chen dan Starosta (1996) mensintesis kontribusi yang berbeda terhadap

sebuah model yang bertujuan meningkatkan kemampuan rakyat untuk mengakui,

menghormati, mentolerir, dan mengintegrasikan perbedaan budaya. Model yang

menyajikan proses transformational dari keadaan saling bergantung secara

simetris yang dijelaskan dari tiga perspektif, yaitu:

1. Perspektif afektif melambangkan sensitivitas antarbudaya, promosi melalui

konsep diri yang positif, keterbukaan, sikap tidak menghakimi, dan relaksasi

sosial.

2. Perspektif kognitif melambangkan kesadaran antarbudaya termasuk kesadaran

diri dan pemahaman terhadap budaya sendiri dan budaya orang lain.

3. Perspektif perilaku yang melambangkan kecakapan antarbudaya yang

didasarkan atas keahlian penyampaian pesan, pembukaan diri yang sesuai,

fleksibilitas perilaku, pengelolaan hubungan, dan keahlian sosial.

Ketiga perspektif tersebut membentuk tiga sisi dari sebuah triangle

(segitiga sama sisi) yang berarti: "Semua adalah sama pentingnya, dan semua

tidak dapat dipisahkan, holistik membentuk sebuah gambar dari komunikasi antar

kompetensi" (Servaes 2005). Beberapa perspektif komunikasi dalam

pemberdayaan masyarakat berdasarkan perspektif perencanaan sosial partisipatif

yang perlu diadopsi dan dilanjutkan (Servaes 2007) adalah sebagai berikut.

1. Perspektif pertama adalah komunikasi sebagai proses, seringkali dilihat

dalam metafora sebagai struktur masyarakat. Komunikasi tidak dibatasi pada media atau pesan, namun pada interaksi dalam sebuah jaringan

hubungan sosial. Dalam penyuluhan (proses pemberdayaan), penerimaan,

evaluasi, dan pemanfaatan pesan media, dari sumber mana saja adalah

penting sebagai alat untuk produksi dan transmisi pesan.

2. Perspektif kedua adalah media komunikasi sebagai sebuah sistem yang

mixed dari komunikasi massa dan saluran interpersonal, dengan dampak dan

penambahan yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, media massa

seharusnya tidak dilihat secara terpisah (terisolasi) dari media lainnya.

3. Fokus ketiga adalah berkaitan dengan hubungan antar sektoral dan antar

lembaga. Dalam penyelenggaraan komunikasi pembangunan (pertanian dan

perdesaan) melibatkan seluruh sektor (lembaga media dan kementerian

negara). Keterlibatan seluruh sektor merupakan integrasi dan koordinasi

Gambar

Gambar 1  Functional Map  hasil the Bellagio Meeting  untuk Pemetaan Komunikasi
Tabel 1   Indikator Keberdayaan dari Aspek Kemampuan Ekonomi, Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan serta Kemampuan Kultural dan Politis Berdasarkan Jenis Hubungan Kekuasaan (Mayouk 2010)
Gambar 2   Jenis Inovasi Pertanian dan Tahapan Komunikasi Inovasi (IRRI 1998)
Gambar 3  Tahapan Proses Keputusan Inovasi (Rogers 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdpat pengaruh hiperglikemia dengan mortalitas pada penderita stroke iskemik fase akut dengan OR = 7.962 ;

dilakukan. Namun, penelitian mengenai tingkat pengetahuan mengenai kode etik dan caring pada mahasiswa keperawatan masih sangat jarang ditemukan. Oleh karena

Pengertian belajar dapat didefinisikan yaitu suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Dari hasil penelitian ini,didapatkan beberapa pohon yang memiliki diameter di atas 60 m (Ө>60), seperti : Resak ( Vatica rassak ), Bengkirai ( Shorea leavis ),

Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing – masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang – orang yang belum memahami bagaimana

Berdasarkan Gambar 3.1, metode yang digunakan dalam proses penelitan dilakukan dengan mempersiapkan teknologi jaringan yang akan dibangun, merencanakan seperti apa jaringan yang akan

informasi yang dikembangkan adalah sebuah sistem informasi yang dapat menangani pengolahan data calon pegawai dan menyediakan test offline serta tes wawancara, sehingga

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa internet itu berisi berbagai macam informasi dan sumber-sumber informasi lain, tetapi di dalamnya juga terkandung hal-hal yang