• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN

DI PROVINSI ACEH

DENI ACHMAD SOEBOER

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun dan ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

(5)
(6)

ABSTRACT

DENI ACHMAD SOEBOER. Design for Management of Capture Fisheries Base on Fishing Vessel Registration System in Aceh Province Supervised by ARI PURBAYANTO, BUDHI H. ISKANDAR, and FEDI A. SONDITA

In Indonesia fishing vessel registration is handled by two different institutions, namely the ministry of transportation (at the province/district level is represented by the Harbor Master / Transportation Agency) and the ministry of maritime affairs and fisheries (at the province/district level is represented by the Marine Fisheries Agency). In general, the implementation of these activities often markdowns conducting, high cost, taking long time document process, unregistered in Jakarta, and uncomputerize. Research on the fishing vessels registration is very important to anticipate the markdown practices and high costs. The purpose of this study is to design the management of capture fisheries base on integrated fishing vessels registration system, by computerized data base system as well as integration between the agencies involved in the registration. The research conducted from September 2008 until December 2009 in several district in Aceh Province. The method in this study were (1) collecting Primary data directly in the field and verificating the vessels especially under 30 GT, (2) using systems analysis and institutional analysis for both involved agency (3) using HUBLA and Nomura formula for the Gross Tonnage (GT) calculation of vessel. The conclusion of this study were: (1) the design of integrated management of fishing vessel registration was proved can eliminate the practice of markdowns effectively, (2) computerized data base system was proved can speed up the process of vessel document publication,(3) To facilitate the re-registration, system was supported by on line fishing vessel registration information system (SIRKI), so stake holder can get information i.e : the vessel process, ownership, dimension and fishing gear, (4) The integrated fishing vessel registration can be used as a baseline for the capture fisheries management.

(7)
(8)

RINGKASAN

DENI ACHMAD SOEBOER. Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, BUDHI H. ISKANDAR, dan FEDI A. SONDITA

Pada saat musibah tsunami melanda Provinsi Aceh pada 26 Desember 2004, banyak daerah kawasan pantai di 18 kabupaten mengalami kehancuran yang begitu dahsyat, termasuk hilangnya jiwa manusia dan aset-aset sektor perikanan (perahu, alat tangkap, tambak ikan dan unit-unit pengolahan ikan), kerusakan parah pada berbagai infrastruktur dan kerusakan pada ekosistem penting di kawasan pantai. Semuanya itu harus direhabilitasi dan dibangun lagi agar kembali ke kondisi semula.

Strategi Pemerintah Daerah Aceh untuk merehabilitasi dalam jangka panjang dan menengah pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap adalah dengan memastikan bahwa kapasitas penangkapan ikan yang sedang dibangun kembali dari berbagai jenis kapal dan alat tangkapnya dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.

Salah satu kegiatan yang mungkin akan memenuhi harapan untuk menata ulang data tentang armada dan terkait dengan strategi pemerintah daerah tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan Registrasi Kapal Ikan. Registrasi kapal perikanan Indonesia dilakukan oleh dua instansi yang berbeda yaitu Kementrian Perhubungan dalam hal ini di daerah diwakili oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan dan Kementrian Kelautan dan Perikanan di daerah diwakili oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan.

Penelitian tentang sistem registrasi kapal ikan juga sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi isu/praktik-praktik kapal-kapal markdown (menurunkan angka GT, dimana ukuran kondisi fisik sebenarnya tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen).

Tujuan penelitian ini adalah (1) membangun rancangan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan registrasi kapal ikan dalam bentuk sistem komputerisasi; (2) membangun keterpaduan registrasi kapal ikan pada lembaga-lembaga terkait (Syahbandar/Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan) dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan/tempat pendaratan ikan yang strategis berbasis sistem informasi (data base).

(9)

kapal-kapal yang berukuran di bawah 10 GT milik nelayan di Provinsi Aceh yang berada di kabupaten/kota. Alat dan bahan penelitian ini antara lain; data sheet, alat tulis, kamera foto, program komputer (MS Word, MS Excel, dan MS Access), unit-unit penangkapan, serta alat-alat ukur. Pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder dikumpulkan saat penulis bertugas pada UN-FAO di Provinsi Aceh sebagai National Fishing Vessel Registration Consultant. Sesuai dengan ruang lingkup penelitian disebutkan bahwa tahapan pelaksanaan penelitian registrasi kapal ikan dilakukan untuk kapal-kapal berukuran ≤ 30 GT di Provinsi Aceh. Pengumpulan data primer dengan cara melakukan survei menyeluruh (cacah lengkap) dan verifikasi di lapangan mengenai kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran ≤ 30 GT di lokasi penelitian.

Pada penelitian ini terdapat beberapa kajian yang dilakukan untuk menunjang pembentukan tim registrasi kapal ikan terpadu dan efektif yaitu, (1) kajian tentang registrasi kapal sebelumnya, tujuannya adalah mengidentifikasi dan mengetahui permasalahan-permasalan yang terjadi pada registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh saat ini, (2) kajian tentang pengukuran dimensi dan perhitungan GT kapal ikan, tujuannya adalah memberikan gambaran tentang perbandingan cara pengukuran dan perhitungan menggunakan formulasi dalam negeri (Hubla) dan formulasi internasional (Naomura & Yamazaki), juga memberikan gambaran tentang perbandingan pengukuran dan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya dan tertera pada dokumen dengan pengukuran dan perhitungan ulang, serta memberikan cara termudah untuk mengetahui GT dengan berdasarkan pada panjang kapal, (3) Kajian tentang rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang berisi tentang kajian kelembagaan serta langkah-langkah strategisnya agar rancangan tersebut dapat berjalan seperti yang diharapkan, (4) Langkah kedepan agar pengelolaan registrasi kapal ikan dapat berjalan dengan lebih cepat terutama dalam pengelolaan data dan proses penyelesaian dokumen diperlukan sebuah sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI), (5) Merancang pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi kapal ikan.

(10)

registrasi kapal ikan, untuk mendapatkan data yang akurat dan diakui oleh masing-masing instansi. Karenanya perlu dibentuk tim terpadu untuk melaksanakan pengelolaan registrasi kapal ikan. Pembentukan tim terpadu dilakukan melalui sebuah proses dan disertai langkah strategis. Langkah strategis antara lain (1) membekali semua stakeholder akan pentingnya registrasi dan kesamaan pemahaman serta manfaatnya dilakukan melalaui workshop, (2) rekomendasi workshop yaitu membentuk tim terpadu , (3) pembekalan bagi tim terpadu agar mempunyai metode yang sama dalam pengukuran dan penghitungan melalui pelatihan, (4) pelatihan dilakukan baik bagi tim lapangan maupun tim input data, (5) langkah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi terhadap pemilik kapal tentang kegiatan registrasi, isi dari sosialisasi mulai dari aturan tentang registrasi sampai dengan pembagian waktu pelaksanaan registrasi dan diakhiri dengan penerbitan dokumen kapal, (6) menggunakan data yang didapat dari hasil registrasi, untuk mempermudah pada peregistrasian ulang dan untuk memberi kepuasan kepada pemilik kapal dibangun sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) yang dapat menampilkan kapal-kapal yang telah diregsitrasi dan dapat diakses dengan mudah. Dari pengelolaan sistem registrasi kapal ikan digunakan sebagai dasar untuk merancang pengelolaan perikanan tangkap.

(11)
(12)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(13)
(14)

RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN

DI PROVINSI ACEH

DENI ACHMAD SOEBOER

DISERTASI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)
(16)

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup, 17 Juli 20012: 1. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.

Staff pengajar Departemen PSP, FPIK-IPB

2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si.

Staff pengajar Departemen PSP, FPIK-IPB

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka, 31 Juli 2012: 1. Prof. Dr. Ir.John Haluan, M.Sc.

Guru Besar Departemen PSP, FPIK-IPB

2. Dr. Ir. Abdur Rouf Sam, M.Si.

(17)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sitem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh

Nama : Deni Achmad Soeboer NIM : C 461070041

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua

Diketahui,

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana IPB

Ketua, Dekan,

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Dr. Ir. M. Fedi Alfiadi Sondita, M.Sc. Anggota

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Anggota

(18)
(19)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Disertasi berjudul “Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis

Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh” ini disusun atas keprihatinan terhadap Provinsi Aceh yang terkena dampak musibah Tsunami pada 26 Desember 2004, serta keprihatinan terhadap kinerja para petugas yang berwenang untuk menangani kapal-kapal ikan yang sampai dengan saat ini belum mempunyai pengelolaan yang baik. Agar kapal-kapal ikan di Provinsi Aceh terhindar dari praktik IUU Fishing dan dapat melakukan operasi penangkapan ikan lebih bertanggungjawab terhadap sumberdaya yang ada di perairan Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Dalam disertasi ini diuraikan tentang pola pengelolaan registrasi kapal ikan yang terpadu dan efektif dan melibatkan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kelautan Perikanan Provinsi, Administratur Pelabuhan, Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten/Kota, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota yang bertugas sesuai tugas pokok dan fungsinya serta bertanggung jawab langsung kepada Gubernur sebagai kepala daerah sekaligus sebagai penanggungjawab dalam pengelolaan registrasi kapal ikan di daerahnya. Disertasi ini juga menguraikan tentang sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) yang diharapkan dapat mempermudah dalam pengelolaan kapal-kapalnya.

Disertasi ini menghasilkan pola pengelolaan registrasi kapal ikan sebagai dasar dan entry point untuk merancang pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Aceh.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2012

(20)
(21)
(22)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

disertasi ini. Tujuan dari penulisan dengan judul ”Rancangan Penglolaan

Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh” adalah untuk memberikan gambaran tentang kondisi tentang registrasi kapal ikan dan permasalahannya serta penerapan rancangan pengelolaan registrasi terpadu di Provinsi Aceh.

Pada kesempatan ini ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor IPB yang berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program doktor. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Dr.Ir. Budi Wiryawan, M.Sc., selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas bimbingan dan arahan dalam mengikuti pendidikan program pascasarjana sehingga dapat menyelesaikan seluruh kewajiban studi.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., selaku Ketua Komisi Pembimbing, juga kepada Dr.Ir. H.M. Fedi A. Sondita, M.Sc., Dr.Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Razali AR, M.Si selaku Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Aceh beserta staf atas kejasamanya selama penulis melakukan penelitian, Mr. Edmund Burk dan Mr. David Curry selaku Kepala Kantor Perwakilan UN-FAO Banda Aceh atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk bekerja sekaligus penelitian dan menggunakan data pada penelitian ini, Kolonel Laut Yusuf selaku Komandan Pangkalan TNI AL Sabang dan Komisaris Besar Polisi Zainin selaku Komandan Polisi Air Provinsi Aceh atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian, serta seluruh Syahbandar dan Kepala Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten/Kota, Ir. Agus Halim, M.Si., dan Imam Mubarrak, SE., Bambang Irawan atas kerjasamanya, dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data di Provinsi Aceh dalam rangka penyelesaian tulisan ini.

Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Dr.Ir. Yopi Novita, M.Si., Ir. Fis Purwangka, M.Si., Dr.Ir. Wazir Mawardi, M.Si., Adik Furqan, S.Pt , Eko Saulkani, S.Pi., Anjaya Purwayastra, S.Pi., Hamba Ainul Mubarak, S.Pi, M.Si., Suci Nurahandini, S.Pi. yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sejawat Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB serta staf kependidikan di SLK Pelabuhanratu yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikn disertasi ini.

(23)
(24)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Desember 1961, sebagai anak ke delapan dari sepuluh bersaudara dari ayah H. Anwar Sanoesi (Alm) dan ibu Hj. R. Kartini (Alm).

Pada tahun 1973 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Kresna V Kota Bandung. Tahun 1976 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Angkasa Husein Sastra Negara Kota Bandung dan Tahun 1980 lulus Sekolah Menengah Atas Ampera Kota Bandung. Pada tahun 1980 penulis melanjutkan di Fakultas Teknik Elektro di Universitas Islam Nusantara Bandung. Pada tahun 1981 penulis diterima di Diklat Ahli Usaha Perikanan (AUP) dan pada tahun 1984 penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jurusan Teknologi Penangkapan Ikan. Pada tahun 1984 penulis bekerja pada perusahaan perikanan di Ambon : 1984-1986 pada BUMN Perum Perikani Maluku, 1986-1988 pada PT Doyot Mina Utama, 1988-1990 PT Jala Cakalang Nusantara, dan pada tahun 1990 penulis diterima sebagai pegawai honorer pada Marine Science Education Project-Local Project

Implementation Unit (LPIU)-IPB dan pada tahun 1993 penulis diangkat PNS

sebagai Staf Kependidikan FPIK-IPB ditempatkan sebagai Nakhoda KM. Stella Maris, Kapal Latih dan Penelitian milik IPB sampai sekarang.

Pada tahun 1998 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi alih jenjang S1 di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan lulus pada tahun 2002. Selama mengikuti kuliah alih jenjang penulis juga terlibat dalam pengajaran pada jurusan tersebut sebagai asisten dosen, terutama pada mata kuliah navigasi kapal perikanan. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2003 penulis mendapat Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) 23126105, sejak saat itu penulis terlibat pengajaran di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan sebagai dosen pada mata kuliah navigasi kapal perikanan, kepelautan, metode observasi bawah air (MOBA), dan kapal perikanan lanjut hingga sekarang. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi S3 di Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Penulis menikah pada 5 November 1988 dengan Ir. Aries Siti Fatimah di Bandung dan dikaruniai 4 orang anak yaitu Mizan Sutandeari Subur, Manar Siti Denari Subur, Marsa Fuad Deniar Subur dan Marin Kamal Deniarie Subur.

Penulis beserta pembimbing telah menghasilkan dua artikel yang merupakan bagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada: (1) Buletin PSP, Volume 20 No.3 Halaman 229-358 Edisi Agustus 2012 dengan judul ”Kajian Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Acehl, (2) Jurnal Teknologi dan Manajemen

perikanan Laut ”Marine Fisheries” Vol 3 No. 2 Edisi November 2012 dengan

judul ” Kajian Pengukuran Dimensi dan Perhitungan GT berdasarkan Panjang

(25)

DAFTAR ISI 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7 1.6 Hipotesis Penelitian ... 8 1.7 Kerangka Pemikiran ... 8 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12 2.1 Gambaran Umum Kapal Perikanan dan Alat Tangkap ... 12 2.1.1 Klasifikasi kapal perikanan ... 12 2.1.2 Klasifikasi alat tangkap ... 13 2.1.3 Perkembangan kapal ikan ... 14 2.1.4 Keragaan teknologi kapal ikan dan alat penangkap ikan

di Provinsi Aceh ... 16 2.1.5 Kapal penangkap ikan ... 18 2.1.6 Alat tangkap ikan ... 19 2.2 Registrasi Kapal Ikan ... 20 2.3 Operasi Kapal Penangkap Ikan ... 21 2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemilik Kapal... 22 2.4.1 Wewenang pengelolaan dan perijinan kapal ikan ... 22 2.4.2 Wewenang pengurusan dokumen pada Kementerian

(26)

3.4 Analisis Data ... 44 3.4.1 Kajian registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh ... 44 3.4.2 Kajian pengukuran dimensi dan perhitungan volume

kapal ikan ... 44 3.4.3 Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu... 45 3.4.4 Sistem informasi registrasi kapal ikan... 45 4 KAJIAN REGISTRASI KAPAL DI PROVINSI ACEH ... 48 4.1 Pendahuluan ... 48 4.2 Tujuan ... 49 4.3 Manfaat ... 49 4.4 Metode ... 49 4.5 Hasil dan Pembahasan ... 51 4.5.1 Analisis data identifikasi kasus markdown ... 51 4.5.2 Analisis data identifikasi kasus IUUFishing ... 51 4.5.3 Analisis identifikasi biaya tinggi... 55 4.5.4 Analisis sistem ... 56 4.5.5 Diagram Input-Output ... 60 4.6 Kesimpulan ... 63 5 KAJIAN KUANTITATIF PENGUKURAN DIMENSI DAN

PERHITUNGAN VOLUME KAPAL IKAN ... 64 5.1 Pendahuluan ... 64

6 RANCANGAN PENGELOLAAN SISTEM REGISTRASI

(27)

7.4 Hasil dan Pembahasan ... 112 7.5 Kesimpulan ... 122

8 RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

BERBASIS REGISTRASI KAPAL IKAN... 123 8.1 Pendahuluan ... 123 8.3 Manfaat ... 126 8.4 Metodologi ... 127 8.5 Hasil ... 128 9 PEMBAHASAN UMUM... 138 9.1 Kajian Registrasi Kapal Ikan Saat Penelitian ... 138 9.2 Kajian Pengukuran Dan Perhitungan Dimensi Kapal Ikan ... 139 9.3 Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan Terpadu ... 140 9.4 Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan ... 140 9.4 Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis

(28)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur pikir penelitian ... 10 2. Komposisi jumlah kapal ikan di Provinsi Aceh tahun 2009 berdasarkan

tipe kapal... 19 3. Cara pengukuran panjang dan lebar kapal ... 28 4. Cara pengukuran dalam kapal... 28 5. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ruang tertutup di atas dek ... 29 6. Halaman utama sistem informasi sarana registrasi kapal ... 31 7. Sistem informasi pada tampilan halaman RTP/PP ... 32 8. Sistem informasi pada tampilan halaman Kapal Ikan ... 32 9. Pembagian WPP-NRI Permen KP No.2/MEN/2011 ... 37 10.Lokasi penelitian ... 40 11.Alur kajian identifikasi registrasi kapal ikan ... 49 12.Bagan alir proses registrasi kapal untuk 7 GT ke atas ... 52 13.Peta lokasi kantor ADPEL/KANPEL/Syahbandar di Provinsi

Aceh…….………... ... 54

14.Diagram lingkar sebab akibat sistem registrasi kapal ikan saat

penelitian ………. ... 59

(29)

29.Memilih Select Recipient ... 100 30.Data MS Excel cetak... 101 31.Pilih Insert Merge Field ... 101 32.Pilih Preview Result ... 102 33.Pilih Finish and Merge ... 102 34.Komponen sistem informasi ... 108 35.Tahapan Sistem menggunakan Model Waterfall ... 109 36.Relationship View Sistem Registrasi Kapal Ikan (SIRKI) < 10 GT ... 110 37.Relationship View Sistem Registrasi Kapl Ikan (SIRKI) > 10 GT ... 111 38.Tampilan antarmuka sistem ... 113 39.Antarmuka form login ... 114 40.Menu utama ... 115 41.Sub-menu registrasi kapal ikan ... 116 42.Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan ... 117 43.Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan ... 117 44.View pada sub-menu registrasi kapal ikan ... 118 45.Sub-menu Kapal... 119 46.Sub-menu Kapal lanjutan ... 119 47.View pada sub-menu kapal ... 120 48.Sub-menu pemilik ... 121 49.View sub-menu pemilik ... 121 50.Rancangan pengelolaan berbasis registrasi kapal ikan ... 137 51.Rencana Skema jaringan sistem informasi registrasi kapal ikan

(30)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah kapal penangkap ikan laut menurut kategori dan ukuran kapal penangkap ikan, 2003 – 2009. ... 15 2. Jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran ... 17 3. Jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh, tahun 2009. ... 18 4. Jenis alat penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh, Tahun 2009 ... 20 5. Peralatan ukur standar yang digunakan penelitian ... 41 6. Jumlah kapal hasil ukur ulang dan jumlah kasus markdown... 51 7. Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, keberadaan Ahli

Ukur dan Jumlah Kapal yang teregistrasi di daerah (UPT) ... 53 8. Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, Ahli Ukur dan

Jumlah Kapal yang terdaftar di Pusat ... 53 9. Daftar pelanggaran penggunaan alat yang dilarang di Provinsi Aceh

selama periode 2008-2009 (Subdit Pengawasan, DKP Provinsi Aceh 2009)... 55 10.Daftar pelanggaran batas wilayah penangkapan di Provinsi Aceh selama

periode 2008-2009 (LANAL Lhokseumawe, TNI AL 2009) ... 55 11.Penerimaan Uang Perkapalan menurut PP No. 6/2009 Tentang PNBP

pada Kementerian Perhubungan ... 56 12.Analisis kebutuhan pelaku registrasi kapal ikan ... 57 13.Formulasi permasalahan registrasi kapal ikan ... 58 14.Hubungan sebab akibat dalam sistem registrasi kapal ikan di Provinsi

Aceh ... 59 15.Perbandingan antara dua cara pengukuran (Internasional dan Dalam

Negeri) ... 65 16.Selang panjang kapal dengan ukuran 10 – 30 GT ... 69 17.Selang panjang kapal dengan ukuran < 10 GT ... 70 18.Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam

untuk kapal di atas 7 GT ... 71 19.Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam

untuk kapal di bawah 10 GT ... 72 20.Nilai grafik eksponensial pada setiap wilayah ... 77 21.Hasil perhitungan GT oleh Canadian Transport Agency ... 79 22.Analisis kebutuhan instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam

(31)
(32)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(33)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berlokasi di ujung barat Kepulauan Indonesia dan memiliki hubungan langsung yang begitu strategis dengan perairan samudera seperti Selat Malaka, Laut Andaman dan Lautan Hindia (Samudera Indonesia). Perairan samudera ini terdiri dari perairan laut teritorial (320.071 km2) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) (534.520 km2). Panjang daerah teritorial berbatasan langsung dengan perairan samudera tersebut yang berjarak sekitar 1.660 km.

Pada saat musibah tsunami melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004, banyak daerah kawasan pantai di 18 kabupaten mengalami kehancuran yang begitu dahsyat, termasuk hilangnya jiwa manusia dan aset sektor perikanan (perahu, alat tangkap, tambak ikan dan unit-unit pengolahan ikan), kerusakan parah pada infrastruktur-infrastruktur dan kerusakan pada ekosistem penting di kawasan pantai. Semuanya itu harus direhabilitasi dan di bangun lagi agar kembali ke kondisi semula.

Strategi Pemerintah daerah untuk merehabilitasi dalam jangka panjang dan menengah pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap adalah dengan memastikan bahwa kapasitas penangkapan ikan yang sedang dibangun kembali dari berbagai jenis kapal dan alat tangkapnya sehingga dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. Hal ini untuk menjamin mata pencaharian yang berkelanjutan bagi para nelayan berskala kecil. Bagi pemerintah daerah dalam hal ini adalah Dinas Kelautan Perikanan juga untuk menata ulang data armadanya baik kapal baru mapun kapal-kapal yang tersisa (Renstra DKP Provinsi Aceh 2006-2010).

(34)

melalui ekspor, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (Renstra DJPT 2010-2014).

Salah satu kegiatan yang mungkin akan memenuhi harapan untuk menata ulang data tentang armada dan terkait dengan strategi pemerintah daerah tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan registrasi kapal ikan, kegiatan ini sangat penting dilakukan dan perlu untuk diteliti karena selain erat kaitannya dengan penataan ulang data armada penangkapan sekaligus juga untuk mencegah atau memerangi isu-isu penangkapan ikan yang ilegal atau tidak sah, tidak mengikuti aturan, dan tidak melaporkan (IUUF). IUUF dapat dilakukan bukan saja oleh kapal-kapal asing, namun dapat juga dilakukan oleh kapal-kapal dalam negeri, bila kapal-kapal dalam negeri dalam melakukan operasi penangkapan tanpa disertai dengan surat atau dokumen yang lengkap serta syah dan menangkap diperairan yang bukan semestinya. Kegiatan IUUF di wilayah perairan Republik Indonesia tercatat bahwa; negara telah dirugikan hampir US$3,2 milyar setiap tahun (The Jakarta Post, Jumat : 8 Pebruari 2008 Halaman 7).

Registrasi kapal perikanan Indonesia dilakukan oleh dua instansi yang berbeda yaitu Kementerian Perhubungan dalam hal ini di daerah diwakili oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan di daerah diwakili oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan. Baik provinsi maupun kabupaten/kota. Masing-masing instansi mempunyai tugas yang berbeda yaitu :

(35)

(2) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) atau Dinas Kelautan Perikanan (DKP) lebih menekan pada sisi perizinan penangkapan ikannya (SIUP dan SIPI) sesuai dengan UU No 45 tahun 2009/UU jo No.31 tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 36 mewajibkan seluruh kapal ikan milik orang Indonesia yang dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia harus didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia, pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor Per/27/Men/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Instansi Perikanan (KKP dan DKP) dalam menerbitkan perizinan berdasar kepada dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan.

Pada kenyataanya KKP dan DKP pada saat melakukan cek fisik seringkali menemukan ukuran pada dokumen yang tidak sesuai dengan dengan ukuran sesungguhnya (mark down), dengan kondisi demikian untuk memperbaiki ukuran-ukuran tersebut maka KKP mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran-ukuran yang pelaksanaannya berdasarkan pada Kepmenhub Nomor 5 tahun 2005 tentang pengukuran serta Keputusan Menteri Kelautan Perikanan Nomor Kep.14/MEN/2008 tentang Tim pemeriksa fisik kapal, alat penangkap ikan, dan dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan. Menurut hasil kajian teknis Purbayanto et al. (2004) sebaiknya registrasi perijinan kapal ikan disarankan berdasarkan volume palkah, karena dalam hasil kajian ini bahwa

fishing capacity dibatasi oleh daya tampung palkah/carrying capacity pada kapal

tersebut bukan ditampung oleh seluruh isi kapal atau dengan kata lain oleh GT nya.

(36)

Tentunya hal ini baik disengaja maupun tidak sangat merugikan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan juga pengusahanya, karena besar kecilnya PNBP sangat tergantung dari besar atau kecilnya GT yang tertera dalam dokumen kapal (Gross Akte).

Kegiatan registrasi kapal perikanan akan menghasilkan sejumlah dana yang bila dikaitkan dengan pasal 7 pada Code of Conduct for Responsible

Fisheries-FAO (CCRF) (FAO, 1995) yang isinya adalah meminta kepada negara

melalui instansi teknis untuk membuat suatu aturan dan manajemen di bidang perikanan untuk menghindari konflik antar nelayan yang tertuang pada butir 7.6.5, serta memberikan kepastian hukum dan kerangka administrasi baik di tingkat lokal dan nasional pada butir 7.7.1, serta pada butir 7.7.4 dituliskan bahwa pengaturan ini sangat penting dibuat untuk menghasilkan dana yang akhirnya digunakan dalam rangka menutupi biaya yang diperlukan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan seperti untuk keperluan konservasi, manajemen dan riset di bidang perikanan. Kondisi seperti yang tertuang pada pasal 7 CCRF mempunyai kemiripan dengan Pemerintah Aceh melalui Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh yang pada pasal 162 ayat 2 huruf b memberi kewenangan kepada pemerintahan Aceh untuk mengelola, mengatur, memelihara sumber daya alam yang hidup di Laut Aceh dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup. Kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut termasuk pengaturan administrasi dan perijinan penangkapan dan atau pembudidayaan ikan.

Secara konvensional, Pemerintah Indonesia mengelola perikanan selalu menggunakan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai acuan untuk menentukan tindakan-tindakan pengelolaan. Sebagai contoh , MSY atau Total

Allowable Catch (TAC) digunakan untuk menetukan jumlah effort yang diberikan

di suatu kawasan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Dengan landasan seperti itu diharapkan pengelolaan perikanan akan berjalan secara optimum, yaitu diperolehnya manfaat biologi, ekonomi dan sosial yang optimun.

(37)

ikan, frekuensi operasi penangkapan (trip) dan daya tangkap dari unit-unit penangkapan ikan (fishing power). Tidak terkendalinya fishing effort disebabkan oleh perspektif open access terhadap common goods terhadap sumberdaya ikan, lengahnya pengawasan, dan tidak adanya sistem registrasi kapal ikan yang dapat diandalkan untuk menentukan status armada, pemilikan, cross cutting analysis. Sistem registrasi kapal ikan merupakan entry point untuk mengelola yang melibatkan beranekaragam kapal, alat tangkap, target operasi, daerah penangkapan ikan, serta otoritas pengelolaan kapal ikan.

1.2 Perumusan Masalah

(38)

Dokumen-dokumen kapal serta surat-surat ijin bagi kapal untuk dapat berlayar dan legal menurut hukum. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang maupun peraturan pemerintah serta mengacu pada aturan-aturan bersifat internasional.

Permasalahan kelembagaan pemerintah yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab terhadap pengurusan dokumen dan perijinan baik di tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota serta lembaga non pemerintah belum optimal dalam melaksanakan peran dan fungsinya, serta kerjasama antar lembaga dalam menangani penyelesaian dokumen/surat yang menjadi hak pemilik kapal. Maka diperlukan sebuah kajian identifikasi sistem registrasi pada lembaga tersebut.

Permasalahan letak geografis yang menjadi kendala dalam melakukan registrasi, karena letaknya berjauhan di satu sisi, di sisi lain bagaimana proses registrasi dapat berjalan dengan cepat terutama dalam hal pengumpulan data. Di samping itu juga diperlukan kajian indentifikasi daerah tersebut apakah memungkinkan untuk dibuatkan jaringan

Oleh karena permasalahan teknis dan juga permasalahan kelembagaan pemerintah yang belum optimal dan efektif untuk melakukan registrasi kapal, serta letak geografis yang saling berjauhan maka perlu dicarikan solusi untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara optimal dan efektif. Apabila masalah teknis, masalah kelembagaan dan masalah letak geografis telah didapat solusinya, maka pengelolaan registrasi kapal perikanan dapat dilaksanakan secara efektif.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Membangun keterpaduan sistem registrasi kapal ikan pada lembaga-lembaga terkait (Syahbandar/Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan) dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan/tempat pendaratan ikan yang strategis berbasis sistem informasi (data base);

(39)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Data yang diperoleh dari sistem registrasi dapat dipergunakan untuk pembuatan dokumen kapal berupa bukti: kepemilikan (gross akte), surat ukur, surat tanda kebangsaan (Pas tahunan/Pas kecil) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), dan Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI).

2) Dokumen ini sangat potensial untuk menjadi agunan di bank atau lembaga keuangan lainnya;

3) Menghasilkan data base kapal-kapal dengan volume 10 GT ke atas dan di bawah 10 GT. Data tersebut dihubungkan pula dengan ijin kapal perikanan (seperti Surat Ijin Penangkapan Ikan/ SIPI) dan ijin untuk kapal pengangkutan ikan (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan/SIKPI) yang telah dikeluarkan/dipublikasikan oleh BPPT/P2TSP.

4) Data base yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk mempercepat proses

pencetakan dokumen, baik dokumen/surat kapal maupun surat ijin perikanan. 5) Sistem jaringan Registrasi Kapal Perikanan yang terkomputerisasi dan

terintegrasi pada tingkat Dinas Kelautan Perikanan Propinsi dan Pelabuhan Perikanan dan Nasional

6) Data base dapat dipergunakan untuk Pengelolaan Perikanan Tangkap yang

lebih baik, bertanggung jawab dan berkelanjutan.

7) Data base dapat mendukung program penerbitan Sertifikat Hasil Tangkap

Ikan (SHTI)/Catch Certificate.

8) Data yang diperoleh dapat dikemas dalam bentuk Sistem Informasi sehingga dapat diakses oleh semua stake holder termasuk pelaku keamanan laut seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Perairan dan Patroli Pengawas Perikanan untuk kepentingan pengawasan dan penegakkan hukum.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(40)

kabupaten/kota untuk perijinan perikanan, dan 10 sampai 30 GT atau lebih yang menjadi wewenang provinsi untuk perizinan perikanannya.

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam membangun Pengelola Registrasi Kapal Ikan meliputi: 1) Gubernur Kepala Daerah Provinsi Aceh, 2) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh, 3) Bupati Kepala Daerah Kabupaten, 4) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten, 5) Syahbandar, 6) Dinas Perhubungan Kabupaten, 7) Panglima Laot, 8) TNI AL, dan 9) Polisi Perairan.

Kapal penangkap ikan berskala usaha kecil, mengoperasikan kapal berukuran di bawah 30 GT yang banyak dioperasikan di perairan sekitar Aceh dengan karakteristik perairan pantai, diantaranya berbasis Pelabuhan Pendaratan Pantai (PPP) Lampulo (Aceh Besar), dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Kuala Peukan Baro (Pidie), PPI Meureudu (Pidie Jaya), PPI Peudada (Bireueun), PPI Pusong (Kota Lhokseumawe), PPP Idi (Aceh Timur), PPI Kuala Langsa (Kota Langsa), PPI Padang Seurahet (Aceh Barat), PPI Ujung Seurangga (Aceh Barat Daya), PPI Sawang Ba’u (Aceh Selatan), sedangkan untuk ukuran di bawah 10 GT hanya di PPI Kuala Peukan Baro (Pidie), PPI Padang Seurahet (Aceh Barat), PPI Calang (Aceh Jaya), dan PPI Kuala Tuha (Nagan Raya).

1.6 Hipotesis Penelitian

1). Keterpaduan mekanisme registrasi akan menekan manipulasi besaran hasil perhitungan GT (mark down).

2) Penggunaan data yang sama oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan Perikanan akan mempercepat proses penerbitan dokumen-dokumen kapal.

3) Penerapan sistem regiatrasi kapal ikan akan mengurangi kesalahan manusia

(human error) dalam pencetakan dokumen-dokumen kapal ikan.

1.7 Kerangka Pemikiran

(41)

yang tersisa pasca tsunami. Untuk menata ulang data akurat tersebut diperlukan sebuah penelitian tentang registrasi kapal ikan yang nantinya sebagai pemberi informasi tentang keragaan kapal ikan mulai dari jumlah kapal hingga keragaan teknis pada masing-masing kapal juga daerah operasi penangkapannya.

Daerah yang terkena dampak tsunami hampir berada disetiap kabupaten pesisir dan masing-masing lokasi tempat kapal-kapal berlabuh cukup berjauhan, sehingga untuk mempercepat proses registrasi di setiap lokasi diperlukan sebuah jaringan kerja yang terkomputerisasi. Dengan menggunakan sistem jaringan registrasi kapal ikan, maka data mengenai keragaan kapal ikan mulai dari jumlah dan spesifikasi kapal ikan, spesifikasi alat tangkap dan daerah penangkapan ikan dapat terkumpul dengan cepat. Data yang terkumpul dari daerah digunakan untuk pengelolaan dini khususnya untuk mencegah upaya penangkapan yang berlebihan.

(42)

Gambar 1 Alur pikir penelitian

Kondisi sisten registrasi kapal ikan saat ini di Provinsi Aceh

(1) Isu IUU Fishing, (2) Isu Markdown, (3) Biaya tinggi, (4) waktu tidak pasti, (5) identifikasi alat tangkap tidak seksama

Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan Terpadu Kajian kelembagaan

terkait registrasi kapal ikan

Kajian kuantitatif pengukuran dimensi dan perhitungan volume kapal ikan (GT)

Kajian sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh

Mulai

Selesai

Sistem Informasi untuk Registrasi Kapal ikan

1. Data Kapal 2. Cross Tabulation

3. Estimasi upaya penangkapan ikan 4. Statistik Perikanan

(43)
(44)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Kapal Perikanan dan Alat Tangkap

2.1.1 Klasifikasi kapal perikanan

Klasifikasi kapal perikanan dibuat sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, terutama untuk kepentingan Statistik Perikanan Nasional. Klasifikasi kapal perikanan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut (Statistik Perikanan Indonesia, 2010):

1) Berdasarkan Fungsinya ; (1) Kapal Penangkap Ikan, (2) Kapal Pengangkut Ikan, (3) Kapal Pengolah Ikan, (4) Kapal Latih Perikanan, (5) Kapal Penelitian Perikanan, (6) Kapal Pengawas Perikanan,

(7) Kapal Pendukung Operasi Penangkapan Ikan. 2) Berdasarkan Ukuran Kapal ;

(45)

2.1.2 Klasifikasi alat tangkap

Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan ikan di WPP Negara RI telah mengelompokkan alat penangkapan ikan menjadi 10 (sepuluh), yaitu :

1) Jaring lingkar (surrounding nets); 2) Pukat tarik (seine nets);

3) Pukat hela (trawls); 4) Penggaruk (dredges); 5) Jaring angkat (lift nets);

6) Alat yang dijatuhkan (falling gears);

7) Jaring insang (gillnets and entangling nets); 8) Perangkap (traps);

9) Pancing (hooks and lines);

10) Alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).

Pengelompokan alat tangkap di atas sudah lebih sederhana bila dibandingkan dengan klasifikasi menurut von Brandt (1984) adalah:

1) Menangkap ikan dengan tidak mengunakan alat

2) Menangkap ikan dengan menjepit dan menggunakan alat untuk melukai (tombak)

3) Menangkap ikan dengan memabukkan (bahan peledak, racun dan listrik)

4) Menangkap ikan dengan memancing

5) Menangkap ikan dengan perangkap (sero, bubu)

6) Menangkap ikan dengan menggunkan perangkap yang terapung (ikan sedang melompat)

7) Bagnets (scoop net)

(46)

9) Seine nets, yaitu alat tangkap dengan menggunakan sayap kemudian ditarik (beach seine)

10) Surrounding net, yaitu alat tangkap melingkari gerombolan ikan dengan

menutup bagian tepi dan bawah jaring (purse seine)

11) Drive in net, yaitu alat tangkap yang ditarik oleh tenaga manusia (biasanya

berukuran kecil)

12) Lift net, yaitu semua jaring angkat (bagan)

13) Falling gear, menangkap ikan dengan melempar alat dari atas ke bawah

(jala)

14) Gill net, yaitu semua jenis jaring insang

15) Tangle nets, menangkap ikan dengan jaring, agar ikan terbelit

16) Harvesting machinnes, semua jenis alat tangkap dengan menggunakan

mesin (fish pump)

2.1.3 Perkembangan kapal ikan

Pada tahun 2009, kapal penangkap ikan yang ada di Indonesia berjumlah 590.352 buah. Nilai ini merupakan jumlah yang sangat besar dan terus mengalami peningkatan jumlah dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1975, jumlah kapal penangkap ikan di Indonesia berjumlah sekitar 250.000 buah, meningkat menjadi 412.700 buah pada tahun 1998. Dalam kurun waktu tahun 1975 hingga tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah kapal penangkap ikan lebih dari dua kali lipat. Peningkatan jumlah kapal penangkap ikan ini tentu berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah produksi ikan laut.

Dalam statistik perikanan, kapal penangkap ikan dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor (motor dalam). Selama periode 2002-2009 jumlah kapal penangkap ikan mengalami peningkatan rata-rata 4,36 % setiap tahun. Dalam periode yang sama, peningkatan terbesar terjadi pada kategori kapal motor yaitu rata-rata 6,69 % per tahun, khususnya pada kapal motor ukuran 20-30 GT yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,46 %.

(47)

%), motor tempel sebanyak 236.632 buah (40,08%) dan kapal motor sebanyak 159.922 buah (27,09%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kapal penangkap ikan di Indonesia masih didominasi kapal penangkap ikan ukuran kecil dan sedang termasuk kapal motor kurang dari 30 GT yang jumlahnya mencapai 584.010 buah (98,93%). Data kapal perikanan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah kapal penangkap ikan laut menurut kategori dan ukuran kapal penangkap ikan, 2003 – 2009.

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2009, KKP. (2010)

Sebagian besar kapal penangkap ikan di Indonesia berukuran kurang dari 20 meter dan terbuat dari bahan kayu. Umumnya kapal penangkap ikan di Indonesia sudah menggunakan mesin atau motorisasi karena upaya peningkatan kemampuan kapal penangkap ikan telah dilakukan sejak dua puluh tahun belakangan ini. Mengenai kapal-kapal penangkap ikan ukuran besar, berukuran lebih dari 30 GT (umumnya kapal purse seine, longline, rawai dasar dan pukat hela) jumlahnya 6.342 buah pada tahun 2009.

(48)

intensif dan berlebih karena struktur kapal penangkap ikan sebanyak 91,6 % merupakan kapal penangkap ikan ukuran kurang dari 5 GT. Seperti terjadi terutama di perairan-perairan pantai yang sudah mengalami padat tangkap seperti di Pantura Jawa, Selat Bali, Selat Malaka dan Selat Makasar.

Dilihat dari penyebarannya, jenis perahu tanpa motor banyak tersebar di wilayah Indonesia Timur, terutama di Provinsi Maluku, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Sementara untuk jenis motor tempel, banyak terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi, terutama di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah. Sedangkan untuk jenis kapal motor, banyak terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa, terutama di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kepulauan Bangka-Belitung dan Sulawesi Selatan.

Menurut data yang sama tahun 2009, Kapal Motor ukuran sampai dengan 10 GT banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (16.218 buah), Sumatera Utara (15.995 buah), Kepulauan Bangka-Belitung (10.764 buah), Sulawesi Selatan (10.742 buah) dan Jawa Timur (10.318 buah). Kapal ukuran sampai dengan 10 GT ini sering disebut sebagai armada semut dan daerah penangkapannya hanya terbatas dibawah 12 mill laut. Kapal Motor ukuran 10-30 GT banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (10.046 buah), Jawa Timur (5.540 buah), Jawa Barat (957 buah), Aceh (787 buah) dan Kepulauan Riau (735 buah). Tabel 2 memuat informasi tentang jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran.

2.1.4 Keragaan teknologi kapal ikan dan alat penangkap ikan di Provinsi Aceh

Keragaan teknis kapal ikan menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kapal ikan berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

1) Encircling gear (alat tangkap yang dilingkarkan), yaitu kelompok kapal

yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara dilingkarkan, seperti kapal

purse seine, payang, dogol;

2) Static gear (alat tangkap pasif), yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan

(49)

3) Towed gear/Dragged gear (alat tangkap yang ditarik), yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara ditarik, seperti kapal pukat dan tonda; serta

4) Multi purpose, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan lebih dari satu

alat tangkap.

Tabel 2 Jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran

Kategori & Ukuran Kapal 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Total 549.100 555.581 590.317 590.314 596.184 590.352

Perahu tanpa motor 256.830 244.471 249.955 241.889 212.003 193.798

Motor tempel 165.337 165.314 185.983 185.509 229.335 236.632

Kapal motor

Sub Total 126.933 145.796 154.379 162.916 154.846 159.922

< 5 GT 90.148 102.456 106.609 114.273 107.934 105.121

5 – 10 GT 22.917 26.841 29.899 30.617 29.936 32.214

10 – 20 GT 5.952 6.968 8.190 8.194 7.728 8.842

20 – 30 GT 3.598 4.553 5.037 5.345 5.200 7.403

30 – 50 GT 800 1.092 970 913 747 2.407

50 – 100 GT 1.740 2.160 1.926 1.832 1.665 2.270

100 – 200 GT 1.342 1.403 1.381 1.322 1.230 1.317

> 200 GT 436 323 367 420 406 348

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP (2010)

(50)

2.1.5 Kapal penangkap ikan

Kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh pada tahun 2009 berjumlah 16.520 buah, terdiri dari PTM sebanyak 2.482 buah (15,02%), MT sebanyak 4.763 buah (28,83%) dan KM sebanyak 9.275 buah (56,14%). Sebagian besar kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh masih didominasi kapal penangkap ikan

skala kecil dan sedang (≤ 30 GT) yaitu berjumlah 16.338 buah atau 98,9 persen

dari seluruh kapal penangkap ikan yang ada. Tabel 3 berisikan tentang jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh pada Tahun 2009.

Tabel 3 Jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh, tahun 2009.

Jenis Kapal Jumlah (unit) Persentase (%)

1. Perahu Tanpa Motor (PTM) 2 482 15,02

2. Motor Tempel (MT) 4 763 28,83

3. Kapal Motor (KM) : 9 275 56,14

- KM < 5 GT 7 135 43,19

- KM 5-10 GT 1 171 7,09

- KM 10-20 GT 397 2,40

- KM 20-30 GT 390 2,36

- KM 30-50 GT 172 1,04

- KM 50-100 GT 10 0,06

- KM > 100 GT - 0,00

4. Kapal penangkap ikan ≤ 30 GT*) 16 338 98,90

Total Jumlah Kapal Penangkap Ikan 16 520

Ket : *) Terdiri dari PTM, MT dan KM ≤ 30 GT

Khusus kapal motor, sebagian besar masih didominasi kapal motor ≤ 30

(51)

2 482 (15%)

4 763 (29%) 9 093

(55%)

182 (1%)

Perahu tanpa motor Motor tempel Kapal motor ≤ 30 GT Kapal motor > 30 GT

Gambar 2 Komposisi jumlah kapal ikan di Provinsi Aceh tahun 2009 berdasarkan tipe kapal

2.1.6 Alat tangkap ikan

(52)

Tabel 4 Jenis alat penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh, Tahun 2009

Jenis Alat Penangkapan Ikan Jumlah (unit) Rangking

Pukat tarik – Trawl:

Pukat tarik ikan 18 19

Pukat kantong – Seine nets:

Payang (termasuk Lampara) 472 9

Dogol (termasuk Lampara) 20 18

Pukat pantai 245 11

Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, KKP (2010) 2.2 Registrasi Kapal Ikan

(53)

Jika volume kapal 20 M³, dianggap sebagai benda bergerak sehingga penjaminannya menggunakan lembaga fidusia atau gadai. Secara umum peraturan mengenai kegiatan kapal yang berlayar di Indonesia dari sisi Kementerian Perhubungan telah di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan dan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal.

Pada aturan tersebut menyebutkan bahwa di Indonesia ada 3 (tiga) jenis Surat ukur yaitu: Surat Ukur Dalam Negeri, Surat ukur luar negeri dan Surat Ukur Khusus. Menurut peraturan tersebut selain menerapkan tiga jenis surat ukur tersebut juga menerapkan metoda pengukuran yang berbeda yaitu: Jika Panjang kapal lebih dari 24 meter maka metode yang digunakan adalah metoda internasional, sedangkan jika panjang kapal kurang dari 24 meter maka pengukuran menggunakan metoda pengukuran dalam negeri.

Sedangkan dari sisi Kementerian Kelautan dan Perikanan diatur melalui UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap, telah mengatur kewenangan dan ditambahkan lebih lanjut pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010 tentang pemberian kewenangan kepada Gubernur untuk dapat menerbitkan SIUP dan SIKPI untuk kapal di atas 30 GT sampai dengan 60 GT.

2.3 Operasi Kapal Penangkap Ikan

(54)

tangkapan. Pada setiap kegiatan pelayaran operasi penangkapan ikan, kapal harus sudah dilengkapai dengan dokumen-dokumen yang legal. Dokumen legal dimaksud adalah selain dokumen-dokumen tentang status kapal, juga perijinan yang mengharuskan kapal tersebut beroperasi pada lokasi-lokasi yang telah ditetapkan pada surat ijin tersebut.

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemilik Kapal

2.4.1 Wewenang pengelolaan dan perijinan kapal ikan

Wewenang pengelolaan perikanan adalah seluruh wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia sesuai dengan tingkat kewenangan yang dimiliki. Berdasarkan kewenangan dan peraturan yang ada, wewenang pengelolaan perikanan didasarkan atas 2 (dua) pendekatan yaitu :

1) Berdasarkan kewenangan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih menitik beratkan pada wewenang pengelolaan wilayah perairan laut.

2) Berdasarkan kewenangan UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pelaksanaannya, yang menitik beratkan pada wewenang pengelolaan dan pengaturan kapal perikanan.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayah perairan laut sebagai berikut :

1) Satu per tiga dari wilayah laut propinsi, kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah kabupaten dan kota.

2) Sampai dengan 12 mil laut, kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah provinsi.

3) Dan lebih dari 12 mil kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah pusat.

(55)

PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap, telah mengatur kewenangan dan ditambahkan lebih lanjut pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010 tentang pemberian kewenangan kepada Gubernur untuk dapat menerbitkan SIUP dan SIKPI untuk kapal di atas 30 GT sampai dengan 60 GT sebagai berikut :

1) Kewenangan pemerintah pusat di bidang perijinan perikanan adalah

(1) Menteri memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal untuk menerbitkan dan/atau memperpanjang SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan kapal dengan ukuran di atas 30 GT (pasal 19 ayat 1a).

(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 GT sampai dengan ukuran tertentu (pasal 20 ayat 1)

2) Kewenangan pemerintah provinsi di bidang perijinan perikanan adalah (1) Gubernur diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada

orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI, dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan dengan ukuran di atas 10 GT sampai dengan 30 GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing (pasal 21 ayat 1) (2) Pasal 2 ayat 1 PerMen No. PER.16/MEN/2010 menyatakan bahwa

Gubernur diberikanan kewenangan untuk menerbitkan SIPI dan SIKPI untuk kapal-kapal 30 GT ke atas sampai dengan 60 GT, berdasarkan SIUP yang dikeluarkan oleh KKP Pusat, dan pelaksanaannya dilakukan oleh DKP Propinsi. Sehingga kewenangan Gubernur menjadi lebih lebar rentangnya untuk mengeluarkan SIPI dan SIKPI bagi kapal-kapal 10 GT sampai dengan 60 GT.

(56)

(1) Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI, dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan dengan ukuran di atas 5 GT sampai dengan di bawah 10 GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing (pasal 21 ayat 1).

(2) Bupati/Walikota wajib melakukan pendaftaran terhadap kapal perikanan berukuran di bawah 5 GT yang berdomisili di wilayah administrasinya.

2.4.2 Wewenang pengurusan dokumen pada Kementerian Perhubungan

Kantor Administrator Pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan lalu lintas dan angkutan laut, keamanan dan keselamatan pelayaran di perairan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut. Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Administrator Pelabuhan menyelenggarakan fungsi:

1) Pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkutan yang meliputi lalu lintas kapal, penumpang, barang, hewan, kontainer dan pemantauan pelaksanaan tarif.

2) Pengawasan penunjang angkutan laut dan pembinaan tenaga kerja bongkar muat.

3) Penilikan terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan pemberian surat persetujuan berlayar.

4) Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemandam kebakaran di perairan bandar pelabuhan.

5) Pelaksanaan pengamanan, penertiban, penegakan peraturan di bidang pelayaran dan tindak pidana pelayaran di perairan pelabuhan dan perairan bandar guna menjamin kelancaran operasional pelabuhan. 6) Pengawasan kelaikan dan keselamatan fasilitas dan perlatan pelabuhan,

(57)

7) Pelaksanaan pemeriksaan nautis, teknis, radio peralatan pencegahan pencemaran, pembangunan dan perombakan serta verifikasi manajemen keselatan kapal dan penertiban sertifikasi, surat kebangsaan dan hipotek kapal.

8) Pelaksanaan pengukuran dan status hukum kapal, surat kebangsaan dan hipotek kapal serta pengurusan dokumen pelaut, penyijilan awak kapal dan perjanjian kerja laut.

9) Pelaksanaan urusan administrasi dan kerumahtanggaan.

Tupoksi ini khususnya pengurusan pengukuran, dokumen status kapal, surat kebangsaan untuk kapal di atas 7 GT, sedangkan untuk kapal-kapal di bawah 7 GT pengurusan dokumen diserah kepada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota

2.4.3 Tugas dan tanggung jawab pemilik kapal

Pemilik kapal mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mempersiapan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan seperti: (1) Membuat surat permohonan untuk pengukuran dan pengajuan surat tanda kebangsaan, (2) Menyiapkan Surat Pembangunan Kapal/Surat Galangan, (3) Surat Pemasangan Mesin, (4) dan Menyiapkan Identitasnya/KTP. Tanggungjawab sebagai pemilik adalah menyiapkan dana untuk proses administrasi penyelesaian surat-surat tersebut sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui PP Nomor 6 Tahun 2009.

2.5 Standar Teknologi Kapal Penangkap Ikan

Standart teknologi kapal penangkap ikan didasarkan atas prinsip-prinsip keselamatan yang meliputi konstruksi, stabilitas, perlengkapan navigasi, komunikasi, keselamatan, alat tangkap maupun alat bantu penangkapannya yang kesemua itu di tuangkan dalam dokumen-dokumen sah di ketahui oleh pihak yang berwenang

2.6 Metode Pengukuran Gross Tonnage (GT) Kapal Perikanan

(58)

untuk muatan, atau pengangkutan penumpang. Jika ruangan demikian di geladak atas mempunyai ukuran isi kurang dari satu meter kubik, maka ukuran isi ruangan tersebut tidak ikut diperhitungkan. Untuk pengukuran dalam negeri, GT kapal diperoleh dan ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nomor: PY.67/1/16-2002 tentang cara pengukuran dalam negeri untuk menghitung gross tonase kapal.

Keterangan:

V : adalah jumlah isi dari ruangan di bawah geladak atas ditambah dengan ruangan di bawah geladak atas ditambah dengan ruangan-ruanagn di atas geladak atas yang tertutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m³.

Untuk pengukuran ruangan di atas geladak kapal yang umumnya berbentuk empat persegi tidak berbeda dengan cara pengukuran internasional. Perbedaan terletak dalam pengukuran ruangan di bawah geladak kapal. Perhitungan ruangan di bawah geladak kapal mengasumsikan bahwa semua ruangan di bawah dek utama kapal adalah ruang tertutup yang kedap air. Ruangan tertutup menurut cara dalam negeri ini tidak berbeda jauh dengan cara pengukuran internasional yaitu ruang mesin, ruang sistem kemudi, tangki air tawar, palka, ruang alat tangkap, ruang ABK, gudang, dapur, whell house, dan tangki BBM.

Adapun rumus yang digunakan dalam cara pengukuran dalam negeri adalah hasil perkalian antara panjang (L), lebar (B), dalm (D), dan factor (f).

Isi ruangan di bawah geladak utama

Keterangan :

L : Panjang kapal, yang diukur mulai dari geladak yang terdapat di belakang linggi haluan sampai geladak yang terdapat di depan linggi buritan secara mendatar. Perbedaannya untuk panjang dalam negeri ini sekaligus dicantumkan pada surat ukur, hal ini berbeda dengan cara pengukuran

GT = 0,25 x V

(59)

yang pertama panjang geladak utama hanya digunakan dalam perhitungan tidak dalam surat ukur kapal (Gambar 3).

B : Lebar kapal, adalah jarak mendatar diukur antara kedua sisi luar kulit lambung kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang-pisang. Berdasarkan hasil analisa pustaka didapat bahwa lebar dalam negeri ini adalah bagian dari lebar cara internasional untuk kapal-kapal kulit non logam. Hal ini karena dalam penyusunan cara dalam negeri ini mengasumsikan bahwa kapal-kapal di Indonesia secara umum terbuat dari kayu (Gambar 3).

D : Dalam kapal, adalah jarak tegak lurus di tempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak atau sampai pada ketinggian garis khayal yang melintang melalui sisi atas dari lambung tetap; dan cara pengukuran dalam kapal pada Gambar 4

f : factor, ditentukan menurut bentuk penampang melintang dan atau jenis

kapal yaitu :

1) 0,85 bagi kapal-kapal dengan bentuk penampang penuh atau bagi kapal-kapal dengan dasar rata, secara umum digunakan bagi kapal tongkang

2) 0,70 bagi kapal-kapal dengan bentuk penampang hampir penuh atau dengan dasar agak miring dari tengah-tengah ke sisi kapal, secara umum digunakan bagi kapal motor.

(60)

Gambar 3 Cara pengukuran panjang dan lebar kapal

Gambar 4 Cara pengukuran dalam kapal

Faktor (f ) dalam bidang teknik perkapalan disebut juga sebagai koefisien balok (coefficient of block) atau Cb. Nilai Cb menunjukkan nilai perbandingan

L

e

b

a

r

Tampak samping

Tampak atas Palka Ikan

Ruang Mesin

Deck Line

Base Line

(61)

antara volume displacement kapal dengan perkalian antara panjang, lebar, dan dalam kapal. Apabila nilai Cb ini semakin mendekati nilai satu maka bentuk badan kapal tersebut hampir menyerupai balok. Penetapan nilai f atau Cb akan mempengaruhi hasil dari perhitungan isi ruangan di bawah geladak. Hal ini dikarenakan nilai Cb sangatlah bervariasi, mulai dari bentuk kapal yang ramping, sedang hingga gemuk.

Nilai f atau Cb ini apabila diterapkan dalam pengukuran kapal ikan juga akan kurang sesuai karena menurut hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) menyebutkan bahwa kapal ikan yang mengoperasikan alat statis memiliki kisaran nilai Cb antara 0,39-0,70. Adapun kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik memiliki kisaran nilai Cb antara 0,40-0,60. Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan memiliki kisaran nilai Cb antara 0,56-0,67.

Pengukuran GT kapal menggunakan cara dalam negeri, tidak mengharuskan surveyor untuk melakukan pengukuran terhadap ruangan-ruangan yang ada di kapal secara satu persatu, hal ini sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun demikian, untuk menghitung GT kapal, maka metode untuk menghitung volume ruang tertutup yang ada di atas kapal, dapat dilihat pada gambar berikut :

(62)

Definisi ruangan tertutup berdasarkan TMS 1969, peraturan 2 pasal 22 adalah ruang-ruang yang dibatasi oleh badan kapal, sekat-sekat dinding yang permanen atau semi permanen, oleh dek-dek ataupun penutup lainnya selain tenda-tenda tetap ataupun yang dapat dipindah. Tidak ada jalur terputus pada geladak, juga tidak terdapat buka-bukaan pada kulit kapal, pada geladak atau pada penutup suatu ruangan, atau pada dinding-dinding pemisah atau sekat-sekat dari ruangan.

Ruangan tertutup juga termasuk ruangan yang berada dalam sebuah ruangan walaupun ruangan tertutup tersebut tidak permanen. Selain ruangan tertutup yang termasuk dalam perhitungan, dalam mengukur GT kapal menurut pengukuran internasional juga memperhitungkan adanya ruangan yang dikecualikan seperti yang dimaksud pada peraturan 2 pasal 5 TMS 1969. Berdasarkan pasal tersebut yang dimaksud dengan ruang-ruang yang dikecualikan adalah ruang-ruang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Ruang tersebut tidak dibatasi dengan papan atau bahan lain untuk mengamankan muatan atau persediaan barang;

2) Bagian-bagian terbukanya tidak dipasangi alat penutup; dan

3) Kontruksinya tidak memungkinkan untuk menutup bagian-bagian terbuka tersebut.

Ditinjau dari definisi ruangan tertutup diatas, khusus untuk pengukuran GT kapal ikan meliputi seluruh ruangan tertutup yang terdapat di atas maupun dibawah dek sebagai berikut:

1) Palkah ikan merupakan bagian terbesar dari kapal ikan berfungsi sebagai tempat penyimpanan es pada waktu kapal ikan akan berangkat menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan sebagai tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan sewaktu kapal ikan kembali ke fishing base;

(63)

3) Ruang kemudi merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berada di atas geladak ukur yang berfungsi sebagai ruang untuk mengemudikan kapal ikan;

4) Ruang mesin merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat mesin penggerak kapal;

5) Ruang Bahan bakar minyak merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) kapal;

6) Tangki air tawar merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan persediaan air tawar yang diperlukan para ABK untuk keperluan makan, minum, dan MCK. Biasanya tangki air tawar ini berbentuk silinder atau tabung.

2.7 Sistem Informasi Registrasi Kapal Perikanan

Pada tahun 2004 sistem informasi kapal perikanan telah dikaji oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap bersama COFISH Project dengan judul ”

Sistem Informasi Sarana Registrasi Kapal di bawah 30 GT”, lokasi ujicoba di

Kota Pekalongan, Jakarta, dan Medan. Namun sangat disayangkan sistem informasi ini menurut informasi DKP Kota Pekalongan tidak berlanjut dengan baik. Adapun tampilan dari sistem informasi dimaksud adalah seperti ditampilkan pada Gambar 6, 7 dan 8 berikut ini.

(64)

Gambar 7 Sistem informasi pada tampilan halaman RTP/PP

Pada tampilan halaman RTP/PP di atas, menampilkan struktur data mulai dari kode RTP, nama RTP/PP, alamat, Kota/Kabupaten, Jumlah kapal, dan keterangan.

Gambar

Gambar 1 Alur pikir penelitian
Tabel 3 Jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh, tahun 2009.
Tabel 4 Jenis alat penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh, Tahun 2009
Gambar 3 Cara pengukuran panjang dan lebar kapal
+7

Referensi

Dokumen terkait