• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH AKTIVITAS KOMUNIKASI KELOMPOK

TERHADAP KEBERDAYAAN KELOMPOK MISKIN

DI SULAWESI TENGAH

ENI KARDI WIYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)
(5)

RINGKASAN

ENI KARDI WIYATI. Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah. Komisi pembimbing AMIRUDDIN SALEH (ketua), SARWITITI S. AGUNG dan AIDA VITAYALA S.HUBEIS (masing-masing sebagai anggota).

Kementerian Pertanian bekerja sama dengan IFAD (International Fund Agricultural Development) melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut untuk meningkatkan akses masyarakat miskin perdesaan dalam program Rural Empowerment and Agricultural Development (READ), atau pemberdayaan masyarakat perdesaan dan pembangunan pertanian. Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi miskin di Indonesia, di mana terdapat daerah-daerah perdesaan yang memiliki sejumlah besar rumah tangga miskin. Kegiatan pemberdayaan dilakukan dengan pendekatan kelompok berbasis komoditas, di mana setiap anggota kelompok memilih jenis kelompok sesuai dengan usaha yang dikelolanya.

Pendekatan kelompok berbasis komoditas yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat miskin bertujuan untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat miskin. Pendekatan kelompok dilakukan dalam bentuk pertemuan/diskusi kelompok. Pertemuan/diskusi kelompok dalam ilmu komunikasi termasuk jenis komunikasi kelompok. Penelitian tentang komunikasi kelompok ini dimaksudkan untuk mengkaji bagaimanakah pengaruh aktivitas komunikasi kelompok terhadap keberdayaan kelompok miskin.

Secara khusus penelitian bertujuan; 1) menganalisis tingkat keragaan karakteristik, faktor eksternal dan aktivitas komunikasi kelompok serta keberdayaan kelompok miskin, 2) menganalisis hubungan aktivitas komunikasi kelompok dengan keberdayaan kelompok miskin, 3) menganalisis pengaruh karakteristik, faktor eksternal terhadap aktivitas komunikasi kelompok dan keberdayaan kelompok miskin.

(6)

parameter pertanyaan dan/atau peryataan di kuesioner tergolong valid. Nilai koefisien reliabilitas alpha Cronbach untuk karakteristik kelompok, faktor eksternal, aktivitas komunikasi dan keberdayaan kelompok masing-masing menunjukkan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,659 (reliabel), 0,629 (reliabel), 0,867 (sangat reliabel) dan 0,789 (reliabel). Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif berupa frekuensi, persentase, rataan skor dan tabulasi silang; dan analisis statistik inferensial menggunakan uji t, korelasi rank Spearmandan path analysis.

Secara konseptual bahwa ukuran kelompok berdampak pada kepuasan anggota-anggotanya, dimana sebagai batas optimal ukuran kelompok sebanyak lima orang. Kelompok READ memiliki jumlah anggota kelompok cukup besar dengan kisaran 10-25 orang. Ini berarti, meskipun jumlah anggota kelompok cukup besar, akan tetapi selama proses pertemuan/diskusi kelompok berjalan efektif dan anggota kelompok merasa puas dalam berkelompok. Kondisi ini tentunya didukung dengan keanggotan kelompok yang masih memiliki tingkat kekerabatan cukup tinggi. Selain itu, meskipun ukuran kelompok cukup besar diikuti dengan adanya seseorang dalam kelompok terutama pengurus yang menjadi panutan kelompok dan berpengaruh di desa. Secara konseptual juga rentang usia antar anggota kelompok dapat mendorong mengancam integrasi kelompok. Hal ini tidak sejalan di dalam kelompok READ, dimana meskipun terdapat rentang usia antar anggota kelompok, tidak menjadikan ancaman bagi keberadaan kelompok. Hal ini karena antar anggota saling mengenal dan dengan adanya kelompok, merasakan peningkatan kedekatan dalam kelompok. Kondisi ini yang mendorong iklim komunikasi kelompok yang cukup baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata karakteristik, faktor eksternal dan aktivitas komunikasi kelompok serta keberdayaan kelompok miskin berdasarkan antar lokasi. Peubah yang memiliki perbedaan nyata adalah jenis usaha, tujuan diskusi, keputusan diskusi dan kemampuan kelompok berjejaring. Berdasarkan analisis korelasi, terdapat hubungan nyata antara aktivitas komunikasi dan keberdayaan kelompok mikin. Analisis faktor menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berkorelasi nyata dengan aktivitas komunikasi kelompok adalah peran kelompok, motif berkelompok, akses informasi, dan peran pendamping. Faktor yang berpengaruh langsung terhadap keberdayaan kelompok miskin adalah tujuan kelompok, peran kelompok, kebijakan pemerintah dan peran pendamping serta aktivitas komunikasi kelompok. Berdasarkan analisis faktor tersebut, diperlukan strategi komunikasi kelompok untuk meningkatkan keberdayaan kelompok miskin. Strategi tersebut di antaranya adalah penguatan manfaat pertemuan/diskusi kelompok dengan memberikan muatan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan usaha berdasarkan komoditas dan pengembangan kelompok. Selain itu, perlunya peningkatan peran pendamping dan kebijakan pemerintah yang mendukung kelompok dalam melakukan aktivitas komunikasi kelompok, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan kelompok miskin.

(7)

SUMMARY

ENI KARDI Wiyati. The Influence of Group Communication Activity Towards The Empowerment of the Poor in Central Sulawesi. The Commission of Supervising, AMIRUDDIN SALEH (chairman), SARWITITI S. AGUNG and AIDA VITALAYA S.HUBEIS (members).

The Ministry of Agriculture in collaboration with IFAD (International Fund of Agricultural Development) carries out the Program of Community Empowerment in the Province of Central Sulawesi. The efforts, Rural Empowerment and Agricultural Development (READ) Program, performed by the government is to increase the access for the poor in rural communities, or the empowerment of rural communities and agricultural development. Central Sulawesi is one of the poor provinces in Indonesia where there are rural areas that have a large number of poor households. The empowerment activity was performed by using groups of commodity-based approach in which each member selects the group according to the type of business managed.

Commodity-based group approach used in the empowerment of the poor aims to improve the livelihoods of the poor. The approach is performed in the form of group meeting/discussion group. Meeting/discussion groups in science communication belong to the type of group communication. Research on group communication is intended to study the influence of the communication activities toward the empowerment of the poor group.

Specific aims of the research were; 1) to analyze the level of characteristic performance, external factors and group communication activities as well as the empowerment of the poor, 2) to analyze the relationship between the group communication activities and the empowerment of the poor, 3) to analyze the characteristic influence, external factors toward the activity of group communication and empowerment of the poor.

(8)

(reliable). The data analysis was performed by analysis of descriptive statistics such as frequency, percentage, mean scores and cross tabulation and inferential statistical analysis used the t test, the correlation of Spearman rank and path analysis.

Conceptually that group size affects the satisfaction of its members, where the optimal limit the size of the group of five people. READ group has a large enough number of group members with a range of 10-25 people. This means that, although the number of group members is quite large, but during the process of meeting/discussion groups are effective and satisfied group members in the group. This condition must be supported by the membership of the group who still have a fairly high degree of kinship. In addition, although the size of a fairly large group followed by the presence of someone in the group, especially administrators who become role models and influential groups in the village. Conceptually also range in age between group members can encourage the integration of groups threatening. It is not consistent in the group READ, where even though there is an age range between group members, not making a threat to the existence of the group. This is because among the members know each other and with the group, feel an increase closeness within the group. This condition drives the climate is pretty good group communication. The results showed that there were significant different characteristics, external factors and group communication activities as well as the empowerment of the poor based on among locations. Variables that had a real difference were the type of business, the purpose of discussion, the discussion decision, and the networking group capability. Based on the correlation analysis, there was a real connection between communication and empowerment activity for the poor. Factor analysis showed that the factors that significantly correlated with the activity of the group communicationis were goup role, group motives, information access, and the role of escort. Factors that directly influenced the empowerment of the poor were the purpose of the group, the role of groups, government policy and the role of chaperone and group communication activities. Based on the analysis of these factors, the strategies of group communication are needed to increase the empowerment of the poor. The strategies mentioned are the strengthening benefits of meeting/ discussion group by giving the knowledge and skills in the business development and the development of commodity group. In addition, it is needed to increase the role of companion and government policy that supports the group in conducting the group communication activity, consequently, it is expected to increase the empowerment of the poor.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PENGARUH AKTIVITAS KOMUNIKASI KELOMPOK

TERHADAP KEBERDAYAAN KELOMPOK MISKIN

DI SULAWESI TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(12)

Penguji Luar Komisi :

Penguji pada Ujian Tertutup :1. Prof (R) Dr Ign DJoko Susanto, SKM (Dosen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB) 2. Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA

(Dosen Program Studi Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Fakultas Ekologi IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :1. Prof (R) Dr Ign DJoko Susanto, SKM (Dosen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB) 2. Dr Ir Syahyuti, M.Si

(13)

Judul Disertasi : Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah

Nama : Eni Kardi Wiyati

NIM : I362090051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Amiruddin Saleh, MS Ketua

Dr Ir Sarwititi S.Agung, MS Anggota

Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P.Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah komunikasi kelompok, dengan judul Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan Kelompok Miskin di Sulawesi Tengah.

Selesainya karya ilmiah ini tak lepas dari bimbingan dan motivasi bapak dan ibu dosen pembimbing. Kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr Ir Sarwititi S Agung dan Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S.Hubeis selaku anggota komisi pembimbing, terima kasih atas nasehat dan kesabaran selama membimbing. Penghormatan kepada Bapak (Almarhum) Prof Dr Ir Sjafri Mangkuprawira terima kasih atas segala ilmu dan inspirasinya dalam menentukan topik penelitian. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Djuara P Lubis, selaku ketua Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan dan Bapak Dr Ir Arif Satria, M.Si, selaku Dekan Fema yang telah memfasilitasi dan memberi pelayanan yang sangat baik selama penulis menjadi mahasiswa di KMP.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr H.Sunarto, M.Si selaku rektor Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) yang telah memberikan izin penulis untuk melanjutkan sekolah dan kepada keluarga besar Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama). Kepada bapak dan ibu di lingkungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Jakarta, Bapak Ir Asep Suryaman, M.Ed, Bapak Drs Diding Hardedi, MM, Ibu Ir Yeti N, Ibu Ir. Shalimar Andaya Nia Tamimi beserta Tim READ di Sulawesi Tengah, terima kasih atas izin dalam melakukan penelitian dan diskusinya. Kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Parimo dan Poso yang telah memberikan kemudahan kepada penulis selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan dukungan bantuan dana disertasi.

Penghargaan sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta (Bapak Sukardi dan Ibu Widji Triasih), suami (Tamharuddin) yang sabar dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan sekolah serta ananda (Tio Zaki Nugraha dan Bagas Muhammad Wicaksana) tercinta, kakak-kakak dan keponakan tercinta, keluarga besar Mardjono, keluarga besar Tjimat (Alm) di Palembang, teman-teman KMP dan Dr.Ir.Rimun Wibowo, M.Si dan teman-teman LPM Equator yang telah membantu baik moril maupun materiil dalam penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xx

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kebaruan (Novelty) 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Kelompok 7

Komunikasi Kelompok 8

Keberdayaan Kelompok 16

Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of the Art 19

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 23

Kerangka Pemikiran 23

Hipotesis Penelitian 24

METODE PENELITIAN 25

Rancangan Penelitian 25

Lokasi Penelitian 25

Populasi dan Sampel 25

Data dan Instrumentasi 27

Data 27

Instrumentasi 27

Operasionalisasi Variabel 27

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 31

Validitas Instrumen 31

Reliabilitas Instrumen 31

Analisis Data 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Keragaan Karakteristik Kelompok, Aktivitas Komunikasi Kelompok dan

Keberdayaan Masyarakat Miskin 33

Gambaran Kabupaten Poso 33

Desa Penelitian di Kabupaten Poso 33

Gambaran Kabupaten Parimo 34

Desa Penelitian di Kabupaten Parimo 35

Profil Kelompok READ 37

Tingkat Perbedaan Karakteristik Kelompok, Faktor Eksternal Kelompok, Aktivitas Komunikasi Kelompok dan Keberdayaan Kelompok Miskin 41 Hubungan Aktivitas Komunikasi Kelompok Miskin

(18)

Hubungan Antar Peubah Karakteristik Kelompok dengan Aktivitas

Komunikasi Kelompok 49

Hubungan Antar Peubah Faktor Eksternal dengan

Aktivitas Komunikasi Kelompok 53

Hubungan Antar Peubah Aktivitas Komunikasi Kelompok dengan

Keberdayaan Kelompok 55

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberdayaan Masyarakat Miskin 62 Pengaruh Aktivitas Komunikasi Kelompok terhadap Keberdayaan

Kelompok Miskin 62

Pengaruh Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Keberdayaan

Kelompok Miskin 65

Pengaruh Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Aktivitas

Komunikasi Kelompok 67

Implikasi Teoritik Penerapan Konsep Komunikasi Kelompok dalam

Meningkatkan Keberdayaan Kelompok Miskin 71

Strategi Komunikasi Kelompok dalam Meningkatkan

Keberdayaan Kelompok Miskin 73

SIMPULAN DAN SARAN 81

Simpulan 81

Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 88

(19)

DAFTAR TABEL

1. Norma-norma yang diharapkan dalam suatu kelompok 15

2. Peran fungsional dari anggota kelompok 15

3. Sampel penelitian pada kelompok miskin 26

4. Indikator dan definisi operasional peubah karakteristik kelompok 28 5. Indikator dan definisi operasional peubah faktor eksternal 29 6. Indikator dan definisi operasional peubah aktivitas komunikasi

kelompok 29

7. Indikator dan definisi operasional peubah keberdayaan kelompok 30

8. Nilai uji reliabelitas instrumen penelitian 32

9. Tipologi rumah tangga menurut mata pencaharian 38

10. Tipelogi anggota kelompok di setiap desa 39

11. Jumlah kelompok dan anggota kelompok di setiap desa 40 12. Rataan skor dan hasil uji beda karakteristik kelompok miskin

berdasarkan antar lokasi, 2014 41

13. Rataan skor dan hasil uji beda faktor eksternal kelompok miskin

berdasarkan antar lokasi, 2014 44

14. Rataan skor dan hasil uji beda aktivitas komunikasi kelompok

berdasarkan antar lokasi, 2014 46

15. Rataan skor dan hasil uji beda keberdayaan kelompok miskin

berdasarkan antar lokasi, 2014 48

16. Rataan skor dan hasil uji beda variabel berdasarkan antar lokasi, 2014 49 17. Nilai koefisien korelasi antara karakteristik dan aktivitas komunikasi

kelompok, 2014 50

18. Nilai koefisien korelasi antara faktor eksternal dan aktivitas komunikasi

kelompok, 2014 53

19. Nilai koefisien korelasi antara aktivitas komunikasi kelompok dan

keberdayaan kelompok, 2014 55

20. Koefisien pengaruh langsung dan tak langsung peubah-peubah yang

mempengaruhi keberdayaan kelompok miskin, 2014 65 21. Koefisien pengaruh langsung dan tak langsung peubah-peubah yang

mempengaruhi komunikasi kelompok, 2014 68

DAFTAR GAMBAR

1. Model umum proses pengambilan keputusan kelompok 14 2. Kerangka berpikir hubungan antar peubah yang diuji dalam

penelitian 24

3. Komposisi anggota kelompok berdasarkan jenis kelamin, 2014 40 4. Diagram antar peubah yang mempengaruhi keberdayaan kelompok,

2014 64

5. Faktor yang mempengaruhi keberdayaan kelompok, 2014 70 6. Strategi keberdayaan kelompok melalui komunikasi kelompok,

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji regresi karakteritik kelompok dengan keberdayaan

kelompok miskin 88

2. Hasil uji regresi karakteritik kelompok dengan aktivitas

komunikasi kelompok 89

3. Hasil uji regresi aktivitas komunikasi kelompok dengan

keberdayaan kelompok miskin 91

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah utama dan sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perdesaan, di mana kondisi fisik masyarakat miskin yang tidak memiliki akses di berbagai bidang serta memiliki mata pencaharian yang tidak menetap. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang atau 11,96 persen, atau turun 890.000 orang dibandingkan bulan yang sama 2011 (BPS 2012). Berdasarkan rilis data BPS Provinsi Sulawesi Tengah, tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah pada Maret 2012 mencapai 15,4% atau berada di atas nasional sebesar 11,96% (BPS 2012).

Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat miskin, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Kementerian Pertanian bekerja sama dengan IFAD (International Fund Agricultural Developmenti) melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. Program pemberdayaan tersebut dalam bentuk Rural Empowerment and Agricultural Development (READ), atau pemberdayaan masyarakat pedesaan dan pembangunan pertanian, yang berlokasi di Sulawesi Tengah. Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi miskin di Indonesia di mana terdapat daerah-daerah perdesaan yang memiliki sejumlah besar rumah tangga miskin.

Program READ secara umum bertujuan meningkatkan mata pencaharian masyarakat miskin perdesaan di 150 desa sasaran di lima kabupaten secara berkelanjutan. Secara khusus tujuannya adalah (a) terjadinya pertumbuhan berkelanjutan dari kegiatan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam di desa-desa target. Output yang diharapkan adalah: kelembagaan desa dan kegiatan kelompok-kelompok berfungsi secara efektif; (b) petani kelompok sasaran mengadopsi sistem peningkatkan produksi dan sistem pemasaran serta sistem pengelolaan sumber daya alam dan melaksanakan usaha baru non budidaya dan/atau mengembangkan yang sudah ada lebih lanjut; (c) ketersediaan prasarana yang lebih baik di desa-desa sasaran dengan masyarakat berpartisipasi dalam operasi dan pemeliharaannya; dan (d) Departemen Pertanian memiliki kapasitas yang meningkat dalam analisis kebijakan dan formulasi kebijakan sektor yang pro-masyarakat miskin di perdesaan dan untuk pengarusutamaan gender dalam sektor tersebut.

(22)

keberdayaan masyarakat dan masyarakat peduli untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Keselarasan antara masyarakat dengan pemerintah ataupun LSM dalam menjalankan program pembangunan lebih mudah direalisasikan apabila terdapat kehadiran komunikasi pembangunan. Paradigma komunikasi pembangunan saat ini yang partisipatif-horisontal dapat dimunculkan kembali (revitalisasi), yaitu konsep komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), media rakyat (folk media), komunikasi kelompok (group communication) dan model komunikasi dua tahap (two-step flow communication). Selain itu, ikatan kultural di banyak daerah, masyarakat Indonesia masih mengakui kharisma agen perubahan atau opinion leader (pemuka pendapat dalam masyarakat seperti kyai, guru, kadus, pemuka adat) sebagai aktor penting dalam proses komunikasi masyarakat (Oepen 1988). Kegiatan komunikasi bukan kegiatan memberi, dan

menerima melainkan “berbagi” atau “berdialog.” Isi komunikasi bukan lagi

“pesan” yang dirancang oleh sumber dari atas, melainkan fakta, kejadian, masalah,

kebutuhan yang dimodifikasikan menjadi “tema.” Tema inilah yang disoroti,

dibicarakan dan dianalisa. Semua suara didengar dan diperhatikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Oepen (1988), kegiatan komunikasi dalam pembangunan tidak saja bertujuan untuk menyampaikan dan memenuhi pesan kepada khalayak. Tetapi yang penting harus merangsang dan memotivasi mereka untuk berbuat positif sesuai isi pesan. Selain itu motivasi masyarakat dapat ditimbulkan dengan memberi pengertian tentang keadaan permasalahan dan kebijaksanaan serta cara penyampaian pesan yang disesuaikan dengan daya tangkap khalayak. Orang-orang yang terlibat dalam model komunikasi ini bukan lagi “sumber dan penerima” melainkan partisipan yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi (Wibowo 1994).

Partisipatif masyarakat dalam pembangunan dibutuhkan strategi program pembangunan yang lebih mandiri dan adil bagi masyarakat lapisan bawah secara terdesentralisasi yang sama sekali berbeda dengan model top-down (Oepen 1988). Sejalan dengan itu, Soedjatmoko (1987), menyatakan bahwa seharusnya menjadi prioritas perhatian dalam penyusunan kebijakan pembangunan di Indonesia adalah kemampuan untuk berkembang baik secara sosial, ekonomis maupun politis, di semua tingkat dan dalam semua komponen masyarakat, sehingga memungkinkan bangsa yang bersangkutan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan, lalu survive di tengah-tengah perekonomian dunia yang tidak stabil. Salah satu bentuk partisipasif masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam program READ, baik dalam kelompok ataupun di luar kelompok. Keberadan kelompok sebagai modal sosial di masyarakat yang dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bertujuan untuk penguatan kelembagaan masyarakat yang ada ataupun telah dibentuk, terutama juga dititikberatkan pada

(23)

Partisipasi masyarakat dalam kelompok dapat terlihat dalam aktivitas komunikasi kelompok. Dalam teori pembangunan partisipatif dari Chambers

(1992), yakni, “pelaku pembangunan dilibatkan dalam seluruh proses

pembangunan mulai dari identifikasi kebutuhan serta analisis masalah,

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.” Untuk mewujudkannya

perlu menempatkan berbagai pihak di tengah masyarakat sebagai sarana mengakomodasi aspirasi sekaligus mendukung upaya pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari aktor pembangunan melalui komunikasi dialogis antara masyarakat dengan pengambil keputusan dalam proses pembangunan tersebut. Proses komunikasi dialogis dapat dilakukan dalam pertemuan/diskusi kelompok. Komunikasi kelompok komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang

dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan

sebagainya (Arifin 1984). Michael Burgoon (Wiryanto 2008) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

Hasil-hasil penelitian dengan tema pemberdayaan masyarakat dan komunikasi kelompok menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap tingkat keberdayaan petani menurut Utama (2010) adalah (a) kurang kondusifnya dukungan lingkungan kehidupan petani (b) kurang dinamisnya kelompok tani (c) rendahnya potensi sumber daya petani dan (d) kurang tepatnya proses pemberdayan yang dilakukan terhadap petani. Sementara itu, menurut Carmelita (2002) bahwa karakteristik kelompok terutama dinamika kelompok berhubungan nyata positif dengan tingkat konvergensi komunikasi pada awal-awal pengambilan keputusan inovasi. Hal ini sejalan dengan Indra (2011) bahwa komunikasi dalam kelompok tani berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi. Ditambahkan oleh Indra (2011) bahwa proses komunikasi dalam kelompok tidak akan efektif jika kualitas pemimpin, kedinamisan diskusi, isi pesan yang dibangun, dan keterikatan anggota dengan kelompok tidak berjalan baik, sehingga pada akhirnya efektivitas komunikasi berhubungan nyata positif dengan keberdayaan petani.

(24)

kabupetan terpilih, yaitu kabupaten dengan urutan tertinggi rumah tangga miskin, yaitu Kabupaten Parimo dan Kabupaten Poso.

Rumusan Masalah

Program READ dilakukan oleh Kementerian Pertanian bekerja sama dengan LSM selaku lembaga pendamping yang diharapkan menjadikan masyarakat berdaya. Keberdayaan masyarakat dapat terlihat dari adanya peningkatan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat serta adanya peningkatan pendapatan. Tujuan program READ adalah untuk memperkuat kapasitas masyarakat desa pada umumnya, dan kaum miskin perdesaan khususnya, untuk dapat merencanakan dan mengelola pembangunan mereka sendiri dan meningkatkan mata pencaharian mereka secara berkelanjutan. Tujuan program READ dapat dicapai melalui pendampingan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan program yang didukung pada perbaikan mata pencaharian dan kegiatan pembangunan infrastruktur, serta penguatan kelompok miskin.

Proses-proses pendampingan yang dilakukan oleh pendamping tidak terlepas dari keberadaan kelompok READ. Kelompok READ dipandang sebagai salah satu unsur yang penting dalam pelaksanaan program. Menurut Cartwright (1968) bahwa keberadaan kelompok yang diharapkan dinamis amat penting untuk berlangsungnya masyarakat yang lebih demokratis. Ini berarti kelompok merupakan media atau wadah dalam peningkatan kualitas petani (anggota kelompok). Yunasaf (2008) bahwa strategi yang dapat digunakan agar kelompok dapat berperan sebagai wadah pemberdaya adalah dengan adanya penerapan strategi yang mendorong agar kelompok menjadi dinamis, yaitu peran koperasi dan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan katalisator.

Dalam pelaksanaan program, proses-proses tersebut dilakukan oleh LSM selaku fasilitator desa (FD) sebagai aktor untuk kedinamisan kelompok serta penyuluh lapangan sebagai aktor teknis yang memahami tentang pertanian dan peternakan di wilayah program. Anantanyu (2009) menyebutkan tingkat dukungan penyuluhan pertanian baik langsung ataupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap kapasitas petani, peningkatan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani serta mendorong kapasitas kelembagaan kelompok petani. Di sisi lain ditambahkan bahwa strategi komunikasi yang efektif dapat meningkatkan kapasitas dan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani.

(25)

1. Bagaimana analisis keragaan karakteristik, faktor eksternal dan aktivitas komunikasi kelompok serta keberdayaan kelompok miskin.

2. Bagaimana analisis hubungan aktivitas komunikasi kelompok dengan keberdayaan kelompok miskin.

3. Bagaimana analisis pengaruh karakteristik, faktor eksternal kelompok terhadap aktivitas komunikasi kelompok dan keberdayaan kelompok miskin.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimanakah pengaruh aktivitas komunikasi kelompok terhadap keberdayaan kelompok miskin. Secara khusus bertujuan untuk:

1. Menganalisis keragaan karakteristik, faktor eksternal dan aktivitas komunikasi kelompok serta keberdayaan kelompok miskin.

2. Menganalisis hubungan aktivitas komunikasi kelompok dengan keberdayaan kelompok miskin.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik, faktor eksternal kelompok terhadap aktivitas komunikasi kelompok dan keberdayaan kelompok miskin.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak baik dalam lingkup akademis ataupun dalam lingkup praktis. Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis memberikan pemahaman dalam menjelaskan teori dari aspek komunikasi kelompok dalam konteks komunikasi pembangunan.

2. Memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam usaha pendamping kelompok masyarakat berbasis komunikasi kelompok yang partisipatif.

3. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu komunikasi pembangunan, sehingga dapat memberikan informasi bagi penelitian yang serupa agar dapat melakukan penyempurnaan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk menyusun kebijakan pertanian yang berorentasi pada peningkatan kapasitas kelompok untuk peningkatan keberdayaan kelompok. 5. Sebagai bahan masukan bagi pelaku pendamping masyarakat dalam hal ini

LSM dalam menyusun strategi pendampingan melalui komunikasi kelompok untuk peningkatan keberdayaan kelompok.

Ruang Lingkup Penelitian

(26)

terhadap keberdayaan kelompok miskin. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah aplikasi teori komunikasi kelompok dan teori struktural fungsional dengan mengkaitkan data kuantitatif dan kualitatif.

Kebaruan (Novelty)

Hasil penelitian terkait dengan komunikasi kelompok dan keberdayaan kelompok miskin banyak dilakukan dengan melihat karakteristik kelompok berdasarkan karakteristik individu. Selain itu, penelitian komunikasi kelompok banyak dilakukan dari sisi interaksi anggota kelompok. Berkaitan dengan keberdayaan kelompok penelitian ini melihat lebih jauh keberdayaan kelompok berdasarkan proses yang melekat dalam penguatan kapasitas kelompok. Penelitian ini mensinergikan karakteristik kelompok dan komunikasi kelompok dalam meningkatkan keberdayaan kelompok miskin. Proses-proses dalam komunikasi kelompok dilihat lebih jauh dalam bentuk aktivitas komunikasi kelompok dengan harapan menghasilkan kebaruan (novelty) dari hasil penelitian, diantranya;

1. Mengangkat isu karakteristik kelompok sebagai dasar objek penelitian untuk meningkatkan keberdayaan kelompok miskin

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Kelompok

Sebuah kelompok menurut Solomon (1992) dapat berfungsi sebagai kelompok rujukan positif atau dapat pula disebut kelompok rujukan negatif. Menurut Frey (1999) hal ini mengarah pada kebutuhan anggota individu dapat dipenuhi oleh kelompok. Kepuasan anggota perlu pada akhirnya terkait dengan pelestarian kelompok.

Cartwright dan Zander (1968) beranggapan bahwa interaksi adalah salah satu bentuk aktual dari saling ketergantungan dan merupakan unsur utama terwujudnya kelompok. Ini menunjukkan perlunya sebuah interaksi di dalam keberlanjutan kelompok. Proses pembentukan dan strukturnya, Mardikanto (1996) membedakan menjadi dua yaitu (a) kelompok formal dan (b) kelompok informal. Makna dari konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kelompok formal dibentuk dengan mengikuti pedoman atau aturan-aturan tertentu, serta memiliki struktur jelas yang menggambarkan kedudukan, dan peran masing-masing individu yang menjadi angotanya, dan pembentukan kelompok tersebut sering dinyatakan dengan tegas secara tertulis.

b. Kelompok informal dibentuk tanpa melalui ketentuan tertentu, struktur dan pembagian tugas pada para anggota tidak pernah diatur secara jelas. Kelompok yang demikian biasanya terbentuk karena adanya pertemuan-pertemuan yang terjadi berulangkali, dan berdasar pengalaman yang sama, dan kepentingan yang sama pula.

Terdapat tiga daya tarik yang mendorong seseorang untuk bergabung dalam kelompok, yakni (1) daya tarik pribadi, (2) daya tarik terhadap tugas, dan (3) daya tarik untuk mendapatkan prestise. Mosher (1983) mengemukakan bahwa salah satu syarat pelancar dalam pembangunan pertanian adalah adanya kerjasama kelompok tani.

Beberapa teori-teori yang mengungkapkan proses terbentuknya kelompok. Diantaranya menurut Gibson (1984) ada beberapa alasan terbentuknya kelompok, yaitu: (1) pemuasan kebutuhan (the sotisfisfaction of need) akan keamanan, sosial, penghargaan dan realisasi dari; (2) kedekatan dan daya tarik (proximity and attraction) karena persamaan presepsi, sikap, hasil karya dan motivasi; (3) tujuan ekonomi (groupgoal) yaitu seseorang berkeinginan menjadi anggota suatu kelompok karena tertarik pada tujuan kelompok; (4) alasan ekonomi (economic reason) artinya bahwa dengan kelompok akan diperoleh keuntungan yang lebih besar.

(28)

hanya sebatas sebagai bagian dari keanggotaan di koperasi, interaksi antar anggota kelompok belum merupakan bagian dari interaksi yang bersifat substantif, lemahnya usaha kelompok di dalam menjawab tantangan yang dihadapi dan kelompok hanya efektif berjalan sebatas sebagai penyalur sarana produksi dan penghimpun produksi susu anggota. Sedangkan secara eksternal faktor utama yang mempengaruhi dinamika kelompok yang rendah tersebut adalah fungsi-fungsi koperasi khususnya fungsi-fungsi pengembangan keanggotaan, fungsi-fungsi pengembangan kelompok dan fungsi pengembangan partisipasi. Adapun faktor pendukungnya adalah peranan penyuluh yang tergolong rendah, baik dalam perannya sebagai fasilitator, motivator, dan katalisator.

Komunikasi Kelompok

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar

“gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat

dimengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy 2005). Komunikasi yang efektif adalah sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi maksudnya melihat dan memahami pesan yang disampaikan, terkait dengan bentuk pesan, makna pesan, cara penyajian pesan termasuk penentuan saluran yang ditentukan oleh komunikator (Vardiansyah 2004). Komunikasi kelompok adalah diskusi di mana komunikasi lisan – apa yang kita katakan dan bagaimana kita mengatakan – ialah proses melalui mana hubungan-hubungan ini diciptakan dan dipertahankan (Beebe dan Masterson 2003).

(29)

Keberhasilan komunikasi kelompok disebabkan oleh keterbukaan anggota menanggapi, anggota dengan senang hati menerima informasi, kemauan anggota merasakan apa yang dirasakan anggota lain, situasi kelompok yang mendukung komunikasi berlangsung efektif, perasaan positif terhadap diri anggota kelompok, dorongan terhadap orang lain agar lebih aktif berpartisipasi, dan kesetaraan, yakni bahwa semua anggota kelompok memiliki gagasan yang penting untuk disumbangkan kepada kelompok (Wiryanto 2008). Selain itu, anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan; (a) melaksanakan tugas kelompok dan (b) memelihara moral anggota-anggotanya (Rakhmat 2000). Adapun tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok (Arifin 1984).

Curtis et al. (2005) menyatakan komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal et al. dalam Rakhmat (2000) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:

1. Peranan tugas kelompok, adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.

2. Peranan pemeliharaan kelompok, berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

3. Peranan individual, berkenaan dengan usaha anggota kelompok untuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok. Selain itu untuk membedakan kelompok berdasarkan karakteristik komunikasinya (Rakhmat 2000) adalah:

(30)

2. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.

3. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

4. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder non-personal.

5. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

Lebih lanjut, Goldberg dan Larson (2006) memberikan rangkuman mengenai komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Titik berat perhatian komunikasi kelompok yaitu pada gejala komunikasi dalam kelompok kecil tentang bagaimana caranya untuk dapat lebih mengerti proses komunikasi kelompok, memperkirakan hasil serta meningkatkan proses komunikasi kelompok.

2. Komunikasi kelompok memusatkan pada proses komunikasi kelompok kecil. 3. Komunikasi kelompok menitikberatkan pada deskripsi dan analisis, kedua-duanya mempunyai kepentingan terhadap efektivitas dan perkembangan keterampilan kelompok dalam jangka panjang.

4. Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang diatur, di mana pesertanya mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok dan lebih menyadari sasaran-sasaran bersama.

5. Komunikasi kelompok lebih cenderung terjadi secara langsung dalam pertemuan tatap muka.

Dalam kegiatan komunikasi kelompok terdapat salah satu peranan penting, yaitu kepemimpinan. Seorang pemimpin harus dapat melakukan sesuatu bagi anggotanya sesuai dengan jenis kelompok yang dipimpinnya. Menurut Frey (1999) pada tingkat kelompok, diferensiasi peran individu kompleksitas organisasi, yang memberikan keuntungan potensi adaptasi kelompok tetapi juga masalah potensi konflik dan kurangnya pemahaman yang dihasilkan dari perspektif yang berbeda. Ditambahkannya keberadaan kelompok dengan perbedaan usia dalam anggota dapat mengancam integrasi kelompok. Untuk itu menurut Frey (1999) salah satu cara adalah dengan mengembangkan struktur peran, dan mengkategorikan peran fungsional yang sering muncul dan berkembang dalam kelompok. Mungkin peran yang paling menarik dalam kelompok adalah pemimpin.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin untuk dapat mendinamiskan kelompok yaitu; (1) mengidentifikasi dan menganalisis kelompok beserta tujuannya, (2) membangun struktur kelompok, (3) inisiatif, (4) usaha pencapaian tujuan, (5) mempermudah komunikasi dalam kelompok, (6) mempersatukan anggota kelompok, dan (7) mengimplementasikan filosofi. (Slamet 2002). Melihat tugas-tugas tersebut maka, dapat dikatakan pemimpin juga memiliki peran penting dalam diskusi kelompok. Terdapat tiga gaya kepemimpinan (Arni,1995), yaitu:

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian

(31)

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire

Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.

Selain itu, terdapat elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen (Sendjaja 2005). Montana (2005) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi adalah pertukaran pikiran, informasi atau pesan-pesan antara individu dengan menggunakan kata-kata, tulisan, gesture, ekspresi artistik. Indikatornya adalah dapat membuat presentasi, mendengar secara hati-hati apa yang orang lain katakan, menyatakan secara jelas pikiran, perasaan dan gagasan pada orang lain dan menyatakan ketidaksetujuan dalam cara-cara yang tidak menyakitkan.

Rakhmat (2000) menyatakan bahwa terdapat pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi, yaitu:

1. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

2. Fasilitasi sosial, Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya di depan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

(32)

tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

Ditambahkannya menurut Rakhmat (2000) terdapat faktor situasional dalam karakteristik kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok, faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

2. Jaringan komunikasi, terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, di antaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi kelompok, sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesivitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

4. Kepemimpinan, adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektivan komunikasi kelompok.

Menurut Pavitt dalam Frey (1999) menggunakan contoh "fungsi koordinasi" dalam teori fungsional peran kelompok untuk menggambarkan formula. Dimana untuk menetapkan bahwa fungsi koordinasi berkontribusi terhadap kinerja tugas yang sukses dalam kelompok. Kinerja tugas yang sukses adalah berasal dari koordinasi yang dilakukan selama diskusi kelompok, karena koordinasi yang dilakukan selama diskusi kelompok dapat menyebabkan kinerja tugas yang sukses (Frey 1999). Untuk itu, harus didukung oleh mekanisme generatif tertentu yang mengindikasikan (a) bagaimana koordinasi mengarah pada kinerja tugas yang sukses dan (b) bagaimana tindakan komunikatif membentuk fungsi koordinasi muncul selama diskusi. Di samping itu, enam peubah berdasarkan penelitian Beebe dan Masterson (2003) juga berperan penting dalam menghasilkan efektivitas komunikasi kelompok. Keenam peubah tersebut adalah: (1) tujuan individu/kelompok, (2) kekohesivan, (3) peranan, (4) norma kelompok, (5) kepemimpinan, dan (6) situasi kelompok.

(33)

pemecahan masalah dalam kelompok terdiri dari enam langkah: (1) pernyataan kesulitan; (2) penentuan masalah; (3) analisis masalah; (4) saran penyelesaian; (5) membandingkan alternatif dan pengujian alternatif terhadap seperangkat tujuan atau kriteria; dan (6) melaksanakan solusi terbaik. Perspektif ini mencoba untuk mengidentifikasi syarat untuk pengambilan keputusan kelompok yang efektif, yaitu fungsi komunikatif yang harus dipenuhi untuk pengambilan keputusan berkualitas tinggi (Frey 1999).

Kelembagaan petani (kelompok tani) mempunyai fungsi sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. Permentan No 82 Tahun 2013 terdapat empat fungsi kelompok:

1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup. Karena, bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain;

2. Memudahkan segala pekerjaan, karena banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain;

3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian, karena pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian;

4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat, karena setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat.

Michael Burgoon dalam Wiryanto (2008) mengatakan ada empat fungsi komunikasi kelompok:

1. Hubungan sosial. Kadang-kadang suatu kelompok dibentuk untuk memelihara hubungan sosial. Perkembangan hubungan sosial adalah suatu bidang yang vital dalam masyarakat.

2. Pendidikan. Suatu kelompok baik secara formal maupun informal bertujuan untuk mencapai pertukaran ilmu pengetahuan. Dengan pendidikan, maka akan dapat dipenuhi kebutuhan individu, masyarakat dan kelompok.

3. Persuasi. Dalam banyak hal tidak mudah untuk memisahkan antara pengertian pendidikan dalam persuasi. Misalnya, seorang pelatih tenis yang mengajarkan cara memegang raket yang tidak baik, dia akan berkata: “bila Anda tidak tidak menurut seperti yang saya ajarkan, Anda akan mengalami

rasa nyeri pada pergelangan tangan Anda”. Jadi disamping mengajar, si

pelatih juga memberitahukan akibat-akibatnya apabila caranya itu tidak dipatuhi, juga dengan teknik persuasi. Dengan demikian, meskipun pendidikan dan persuasi sering tercampur, namun keduanya menghendaki adanya perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan kehendak komunikator.

(34)

Pada Gambar 1 disajikan model umum proses pengambilan keputusan kelompok menurut Littlejhon dan Foss (2009):

Gambar 1 Model umum proses pengambilan keputusan kelompok

Hasil penelitian Jamaluddin (2002) menggambarkan bahwa tersedianya modal yang dimiliki suatu kelompok tidak menjadi jaminan bahwa kelompok tersebut akan berkembang, sebagaimana yang dialami oleh kelompok IDT dan kelompok Program SAADP dalam penelitian tersebut. Menurut Jenkins dalam Mardikanto (1996) dinamika kelompok merupakan suatu kajian terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam maupun di lingkungan kelompok yang akan menentukan perilaku anggota-anggota kelompok dan perilaku kelompok yang bersangkutan untuk bertindak atau melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan bersama yang merupakan tujuan kelompok tersebut. Ditambahkan oleh Cartwright dan Zander (1968) terdapat sembilan unsur, yang meliputi: (1) tujuan kelompok; (2) struktur kelompok; (3) fungsi tugas; (4) pembinaan dan pengembangan kelompok; (5) kesatuan kelompok; (6) suasana kelompok; (7) ketegangan kelompok; (8) efektivitas kelompok; dan (9) maksud terselubung, dan ditambahkan bahwa tujuan kelompok bukan sekedar tujuan bersama akan tetapi harus mempunyai hubungan dengan tujuan individu sehingga akan menjadi sumber motivasi dan merupakan petunjuk bagi anggota kelompok dalam mencapai tujuan.

Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau perbuatan anggota kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri. Tabel 1 menggambarkan norma yang diharapkan pada suatu kelompok.

Munculnya Masalah

Penilaian Situasi

Informasi Dasar

Identifikasi Alternatif

Identifikasi Tujuan

Penilaian Konsekuensi Positif/Negatif

(35)

Tabel 1 Norma-norma yang diharapkan dalam suatu kelompok

Sumber: Adler & Rodman 2007, Understanding Human Communication, 2 nd Edition, 197

Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima, maka peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dari setiap anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan. Adapun kedua fungsi tersebut dalarn Tabel 2.

Tabel 2 Peran fungsional dari anggota kelompok Fungsi Tugas Fungsi Pemeliharaan

Pemberi informasi Pemberi pendapat Pencari informasi Pemberi aturan

Pendorong partisipasi Penyelaras

Penurun ketegangan Penengah persoalan pribadi

Sumber: Adler &Rodman, 2007, Understanding Human Communication, 2 nd Edition, 199

(36)

Muhsin (2002) menyatakan terdapat hubungan nyata antara jaringan komunikasi dan kohesivitas kelompok. Nilai-nilai lokal yang ada di kelompok merupakan salah satu penentu keberhasilan kelompok dan lebih dekat dengan model komunikasi konvergen dalam keberdayaan kelompok.

Tujuan dari penelitian Branker (2010) adalah untuk menguji apa yang terjadi ketika dalam tingkat universitas mahasiswa memiliki kesempatan untuk menjadi musik independen dan bertanggung jawab untuk mereka sendiri belajar sambil bekerja bersama dalam kelompok kecil jazz dengan menggunakan penelitian etnografi dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian tentang siswa dapat bekerja sama dalam jenis ruang kolaboratif, yaitu banyak siswa mengidentifikasi apa yang mereka anggap bermanfaat dari bekerja sama dalam pengaturan tersebut, antara lain: pembukaan perspektif, menemukan pengetahuan baru, dan pembelajaran yang dapat difasilitasi oleh pertukaran timbal balik ide. Pengalaman kelompok kolaboratif meningkatkan kesadaran dari rekan-rekan sebagai sumber daya, dan menciptakan peluang untuk dialog tentang musik, sebuah bagian penting dari perkembangan musik. Sedangkan pada komunikasi yang terjadi dan dampaknya terhadap pengalaman kelompok keseluruhan adalah bahwa kualitas komunikasi dalam kelompok memiliki dampak langsung terhadap sifat interaksi sosial, kolaborasi.

Swaab et al. (2004) meneliti untuk mengetahui tentang pengaruh daya tarik interpersonal dan sosial identitas pada produktivitas negosiasi kelompok. Tiga penelitian menunjukkan bahwa antarpribadi dan identifikasi sosial bersama merupakan aspek penting dari komunikasi kelompok dan mempengaruhi satu sama lain untuk sebagian besar.

Atawollo (2012) meneliti pengaruh efektivitas komunikasi kelompok dan tingkat partisipasi anggota terhadap kemandirian kelompok dalam program bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kecamatan Amarasi Selatan Kabupaten Kupang. Hasil penelitiannya menunjukkan efektivitas komunikasi kelompok, tingkat partisipasi anggota kelompok dan tingkat kemandirian kelompok semua dalam kategori sedang. Hasil uji regresi menunjukkan adanya pengaruh yang positif dari efektivitas komunikasi kelompok dan tingkat partisipasi anggota kelompok terhadap tingkat kemandirian kelompok.

Keberdayaan Kelompok

(37)

Kebijaksanaan pemerintah merupakan campur tangan pemerintah dalam mengatur jalannya usaha pertanian, mulai dari proses produksi sampai pasca produksi. Campur tangan ini baik yang bersifat mengatur (regulating) maupun yang bersifat pelayanan (facilitating) dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan (Bunasor 1992). Havelock (1986)

menunjukkan peran penting pemerintah, disamping peran “fasilitation” adalah

peran “coordination” antar berbagai sub sistem pembangunan, serta peran

allocation and distribution” (alokasi dan distribusi) dukungan financial bagi pembangunan.

Pengembangan kapasitas (capacity development) adalah sebuah pendekatan yang pada masa sekarang ini secara luas digunakan dalam pembangunan masyarakat (community development). Menurut Amanah (2010) kapasitas kelompok tani dapat dilihat dari unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar kelompok dan jaringan kerjasama yang dapat dilakukan oleh kelompok. Sjafari (2010) menyatakan bahwa salah satu pola pemberdayaan keluarga miskin yang dinilai mampu memberikan kontribusi dalam jangka panjang adalah melalui pendekatan dan pembelajaran kelompok atau organisasi. Strategi pendekatan dan pembelajaran kelompok pada keluarga miskin selama ini jarang disentuh. Ditambahkan rendahnya tingkat keberdayaan keluarga miskin dipengaruhi oleh karakteristik kelompok dan intervensi pemberdayaan.

Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Menurut Friedman dalam Suharto (2004), basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Menurut Tansey dan Ziegley dalam Suharto (2004) penyebab kemiskinan yaitu:

1. Human capital deficiencis modal manusia yang berarti rendahnya kualitas sumber daya manusia, seperti rendahnya pengetahuan dan keterampilan sehingga menyebabkan mendapatkan pekerjaan yang rendah pendapatannya dan rendahnya daya beli;

2. Insufficient demand for labor, yaitu rendahnya permintaan akan tenaga kerja sehingga meningkatkan pengangguran. Pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan, daya beli rendah dan akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar.

3. Discrimination, yaitu adanya perlakukan yang berbeda terhadap golongan tertentu terutama dalam aksesibilitas terhadap sumber daya dan adanya dominasi pihak tertentu terhadap sumber daya tersebut.

Usman sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004) mengatakan bahwa ada beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk pengetasan kemiskinan yang berorentasi pemberdayaan, yaitu:

(38)

penanggulangan kemiskinan) untuk mengenali strategi dan inovasi yang akan diintroduksi.

2. Penguatan pemimpin dan kepemimpinan di tingkat lokal. Dalam hal ini pemimpin harus mampu menjadi panutan masyarakat sekaligus diakui kepemimpinannya oleh elit lokal.

3. Penguatan kapasitas kelembagaan lokal, yaitu bekerja sama dengan lembaga-lembaga adat yang sudah berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pihak luar yang mampu berperan sebagai katalisator dan agen perubahan. Penguatan kapasitas lembaga perlu dilakukan dengan membangun jaringan vertikal dan horisontal.

Sumodiningrat sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004) menyatakan bahwa upaya untuk mencapai kemandirian masyarakat adalah dengan mewujudkan potensi kemampuan yang mereka miliki. Kerangka pikir pada proses pemberdayaan mengandung tiga tujuan penting, yaitu (1) menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat atau kelompok yang akan diberdayakan, misalnya melalui peningkatan taraf pendidikan, peningkatan derajat kesehatan, peningkatan akses terhadap sumber-sumber kemajuan, dan (3) upaya melindungi atau mencegah terjadinya persaingan yang tidak simbang, menciptakan keadilan, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dan yang belum berkembang (Jamasy 2004).

Menurut Agussabti (2002) yang mengkaji kemandirian petani dalam pengambilan keputusan adopsi inovasi (kasus pada petani sayuran di Jawa Barat) ditemukan bahwa terdapat tiga faktor penting yang secara positif mempengaruhi kemandirian petani dalam pengambilan keputusan adopsi inovasi, yaitu 1) tingkat kesadaran petani terhadap kebutuhannya, 2) karakteristik individu petani yang meliputi: motivasi berprestasi, persepsi terhadap inovasi, keberanian mengambil resiko, serta kreativitas, dan 3) akses petani terhadap informasi.

Pengembangan kapasitas kelembagaan meliputi sistem manajemen, struktur dan perubahan organisasi, kebijaksanaan pengaturan staf dan personalia, pelatihan staf, manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran, acunting, auditing, perawatan dan penggaran sarana dan fasilitas kelompok (Jamasy 2004). Adapun Setiabudi (2002) mengatakan ada enam fitur utama dari kelompok/institusi masyarakat yang sehat dan mandiri yaitu, (1) adanya visi/misi/harapan/tujuan kelompok, (2) adanya sistem manajemen kelompok, (3) adanya sistem manajemen keuangan kelompok, (4) adanya norma akuntabilitas, (5) adanya linkage/jaringan, dan (6) adanya upaya pembelajaran evaluasi.

(39)

potensi yang dimiliki petani dan peningkatan ketepatan proses implementasi program.

Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of the Art

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan aspek komunikasi kelompok diantaranya:

1) Anantanyu (2009) tentang Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompo Tani (Kasus di provinsi Jawa Tengah). Hasil penelitian Tingkat kedinamisan kelompok sebagai sarana pembelajaran dalam kategori sedang. Kelompok tani kurang menunjukkan aktivitas yang berarti karena sangat bergantung pada pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait. Tingkat kapasitas petani secara umum berada dalam kategori sedang namun kemampuan petani sebagai pengelola usaha tani relatif rendah. Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani berada pada tingkat sedang, dalam beberapa aspek seperti perencanaan, pemeliharaan dan penilaian hasil petani tampak kurang terlihat secara aktif. Terdapat kesenjangan yang begitu mencolok antara ketua kelompok dan anggota kelompok. Kapasitas kelembagaan kelompok petani berada pada kategori sedang. Kelembagaan petani yang ada kurang mampu memenuhi kebutuhan anggotanya. Peran kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya kurang maksimal. Ada kesadaran petani untuk kerjasama namun kurang efektif memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dan lemah dalam mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak lain. Tingkat dukungan penyuluhan pertanian, baik langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap kapasitas petani, peningkatan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani serta mendorong kapasitas kelembagaan kelompok petani. Strategi penyuluhan yang tepat adalah dengan meningkatkan kapasitas petani dan berusaha meningkatkan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani.

(40)

Adapun faktor pendukungnya adalah peranan penyuluh yang tergolong rendah, baik dalam perannya sebagai fasilitator, motivator dan katalisator.

3) Muchlis (2009) tentang Analisis Komunikasi Partisipatif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Implementasi Musyawarah dalam PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Teluk Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari). Hasil penelusuran peneliti berhasil merangkum makna kredibilitas fasilitator perspektif partisipan, yaitu : (1) Kompetensi, yang meliputi aspek keahlian dan berpengalaman, menguasai informasi, percaya diri dan berani mengambil risiko; (2) Berkarakter yang meliputi aspek trust, sabar, obyektif, disiplin dan rajin; (3) Kharismatik yang ditunjukkan oleh sosok yang selalu aktif, tegas, bersemangat, berwibawa, berpenampilan tenang dan bisa memberi teladan; dan (4) Adaftif. Berdasarkan perspektif pelaku PNPM MPd terungkap bahwa kredibilitas fasilitator menjadi menurun jika dibandingkan pada program PPK. Hal ini disebabkan oleh (1) semakin longgarnya syarat rekruitmen calon fasilitator PNPM MPd jika dibandingkan dengan PPK. Komunikasi partisipatif yang mengakomodir keberagaman (heteroglasia) baik dari perspektif ekonomi maupun gender belum terimplementasi secara baik. RTM dan kelompok perempuan tidak dilibatkan dalam proses komunikasi pada aktivitas PNPM MPd. Dialog sebagai ciri komunikasi partisipatif juga belum terjadi pada berbagai musyawarah dalam PNPM MPd. Hal ini dapat dilihat dimana program belum menjamin dan memberikan setiap orang memiliki hak yang sama untuk berbicara atau untuk didengar. Kesan yang ditangkap dalam musyawarah tersebut, forum adalah

“pengumuman” dari pelaku PNPM MPd sebagai perpanjangan tangan

pemerintah bukan musyawarah yang selalu mengedepankan dialog.

(41)

upaya menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat, diperlukan fasilitator, penggerak atau agen pembangunan (development agent) untuk membantu masyarakat dalam merumuskan masalah yang dihadapi dan mengenal potensi yang dimiliki masyarakat untuk mampu menolong dirinya sendiri; (3) Koordinasi dan kerjasama antar stakeholders akan membantu proses konvergensi dan divergensi sumberdaya bagi proses pembangunan perdesaan.

5) Utama (2006) tentang Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan Kelompok (Kasus Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Pada Areal Hutan Produksi Perum Perhutani Unit 1 Provinsi Jawa Tengah). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap rendahnya dinamika kelompok tani adalah (a) kurang efektifnya kepemimpinan kelompok tani (b) kurang kondusifnya dukungan lingkungan terhadap kehidupan petani (c) kurangnya kemampuan Mandor melaksanakan perannya sebagai pendamping kelompok tani. Untuk kondisi tingkat keberdayaan petani umumnya tergolong rendah dengan faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung adalah (a) kurang kondusifnya dukungan lingkungan terhadap kehidupan petani (b) kurang dinamisnya kelompok tani (d) kurang tepatnya proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap petani. Di sisi lain juga diimbangi tingkat partisipasi petani sekitar hutan secara umum termasuk rendah. Untuk itu strategi dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat sekitar hutan adalah dengan pengembangan dukungan yang kondusif terhadap peningkatan kehidupan petani, pengembangan kepemimpinan kelompok tani hutan, pengembangan dinamika kelompok tani sebagai basis penguatan lembaga masyarakat, pengembangan potensi yang dimiliki petani dan peningkatan ketepatan proses implementasi program.

(42)

penyuluhan dan ketersediaan informasi, sedangkan pendapatan petani berhubungan sangat nyata negatif dengan keberdayaan petani. Komunikasi dalam kelompok tani berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan berjalannnya proses komunikasi dalam kelompok tidak akan efektif jika kualitas pemimpin, kedinamisan diskusi, isi pesan yang dibangun dan keterikatan anggota kelompok tidak berjalan dengan baik dan efektivitas komunikasi berhubungan nyata positif dengan keberdayaan petani.

7) Atawollo (2012) tentang pengaruh efektivitas komunikasi kelompok dan tingkat partisipasi anggota terhadap kemandirian kelompok dalam program bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kecamatan Amarasi Selatan Kabupaten Kupang. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas komunikasi kelompok, tingkat partisipasi anggota kelompok dan tingkat kemandirian kelompok semua dalam kategori sedang. Hasil uji regresi menunjukkan adanya pengaruh yang positif dari efektivitas komunikasi kelompok dan tingkat partisipasi anggota kelompok terhadap tingkat kemandirian kelompok.

Gambar

Gambar 1 Model umum proses pengambilan keputusan kelompok
Tabel 2  Peran fungsional dari anggota kelompok
Gambar 2  Kerangka berpikir hubungan antar peubah yang diuji dalam penelitian
Tabel 3 Sampel penelitian pada kelompok miskin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Tengah No.6 tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, rencana pengembangan kawasan

Gerakan Sosial kaum Tani (Studi Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara).. Pengaruh Partisipasi Anggota Keluarga Petani Dalam

Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, tenaga kerja terhadap pengurangan kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2014 digunakan

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009-2013 menggunakan regresi data

Rasio tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dan laki-laki memiliki korelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sampai

Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Tengah No.6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, rencana pengembangan kawasan

Analisis deskriptif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, digunakan untuk memberikan gambaran tentang: tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani, tingkat

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pelatihan Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Jagung Binaan Readsi .Identifikasi masalah yaitu cara penguatan kelembagaan Gabungan