• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap kenakalan remaja di SMA 10 Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap kenakalan remaja di SMA 10 Tangerang Selatan"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Disusun Oleh: TRI SUTARTI (105011000121)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh: Tri Sutarti NIM: 105011000121

Dibawah Bimbingan

Nurlena Rifa’I, MA, Ph.D NIP. 195910201986032001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

Nama : Tri Sutarti

Tempat/Tgl Lahir : Wonogiri, 18 Januari 1985 Jurusan/Prodi : PAI/S1

Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan Dalam Keluarga Terhadap Kenalakan Remaja Di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Jakarta, 1 Maret 2010

(5)

Nim : 105011000121

Fakultas/Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul Skripsi :PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 10 TANGERANG SELATAN

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya dengan sebenar-benarnya untuk diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S.Pd.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya pun bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 Maret 2010

(6)

Nama : Tri Sutarti Nim : 105011000121

Fakultas/Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul Skripsi : PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 10 TANGERANG SELATAN

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya dengan sebenar-benarnya untuk diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S.Pd.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya pun bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 Maret 2010

(7)

Nama : Tri Sutarti

Nim : 105011000121

Fakultas/Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul Skripsi : PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 10 TANGERANG SELATAN

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D

Dengan ini menyatakan bahwa :

4. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya dengan sebenar-benarnya untuk diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S.Pd.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya pun bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

(Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja) Pendidikan agama dalam lingkungan keluarga merupakan salah satu factor yang dianggap penting dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja. Pendidikan dalam lingkungan keluarga yang baik maka akan mengurangi tingkat kenakalan remaja begitu pula sebaliknya. Faktor pendidikan agama dalam lingkungan sekolah dan masyarakat juga berpengaruh dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja.

Penelitian ini menggunakan metode “Deskriptif Analisis” yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar pendidikan agama dalam lingkungan keluarga, dan untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja maka penulis mengumpulkan data dengan cara menyebar angket yang berisi sejumlah pertanyaan kepada siswa kelas XI dan orang tua siswa kelas XI. Kemudian untuk melengkapi data tersebut penulis melakukan wawancara kepada guru pendidikan agama Islam.

(9)

Segala puji dan sanjung selayaknya kami persembahkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai nikmat-Nya kepada hamba-hambanya. Rahmat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, juga bagi keluarga, para sahabat serta sapa saja yang beriman darai zaman ke zaman. Dan karena izin Allah lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselasaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan baik dari segi moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan/Karyawati Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Staf PerpustakaanUtama dan Fakultas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepala Sekolah SMA Negeri 10 Tangerang Selatan, Guru mata pelajaran PAI dan seluruh stafnya yang telah menerima dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

(10)

8. Teman-teman seperjuangan (PAI-C 2005), yang selalu memberikan dukungan, do’a dan bantuan di saat penulis menyelesaikan skripsi. 9. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan mereka dan mudah-mudahan kita selalu berada dalam keridhaan-Nya.

Selanjutnya dengan penuh kesadaran penulis akui skripsi ini banyak kekurangan, untuk itu penulis berharap adanya teguran serta kritikan yang konstruktif dari semua pihak. Besar harapan penulis, smoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya, amin.

Jakarta, 15 Januari 2010

(11)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan ... 7

1. Identifikasi Masalah ... 7

2. Pembatasan Masalah ... 7

3. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pendidikan Agama Islam Dalam Lingkungan Keluarga ... 10

B. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 10

1. Pengertian Agama Islam ... 12

2. Fungsi Keluarga ... 16

3. Pentingnya Pendidikan Agama dalam Keluarga ... 19

C. Kenakalan Remaja ... 21

1. Pengertian Remaja ... 21

2. Problematika Remaja ... 22

3. Pengertian Kenakalan Remaja ... 24

4. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja ... 25

5. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja ... 27

6. Usaha Penanggulangan Terhadap Kenakalan Remaja ... 29

D. Kerangka Berfikir ... 31

E. Perumusan Hipotesis ... 33

(12)

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Pengolahan Data ... 38

F. Teknik Analisa Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

1. Sejarah Berdirinya ... 44

2. Visi, Misi Dan Tujuan Sekolah ... 45

3. Sarana dan Prasarana ... 46

4. Keadaan Guru Dan Siswa ... 47

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

1. Deskripsi Data Pendidikan Agama Dalam Keluarga ... 49

2. Analisis Data Pendidikan Agama Dalam Keluarga ... 50

3. Deskripsi Data Kenakalan Remaja ... 61

4. Analisis Data Kenakalan Remaja ... 63

C. Intepretasi Hasil Penelitian ... 76

1. Memberikan Interpretasi Terhadap rxy ... 76

2. Memberikan Interpretasi dengan Menggunakan tabel nilai “r”... 76

3. Menghitung Koefisien Determinan ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Implikasi ... 79

C. Saran-saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

(13)

Tabel 3 : Angka Indeks Korelasi Product Moment ... 41

Tabel 4 : Sarana dan Parasarana ... 46

Tabel 5 : Data Rombongan Belajar dan Guru ... 47

Tabel 6 : Jumlah siswa-siswi ... 48

Tabel 7 : Hasil skor Angket Pendidikan Agama dalam Keluarga ... 49

Tabel 8 : Klasifikasi hasil skor angket Variabel (X) ... 50

Tabel 9 : Pendidikan anak dalam keluarga ... 51

Tabel 10 : Orang tua mengingatkan untuk takut kepada Allah pada anak .. 51

Tabel 11 : Orang tua mengingatkan akan datangnya hari kematian pada anak ... 52

Tabel 12 : Mengingatkan untuk selalu berdo’a ketika melakukan segala aktivitas pada anak ... 52

Tabel 13 : Orang tua melaksanakan shalat lima waktu ... 53

Tabel 14 : Orang tua mengingatkan anak untuk shalat lima waktu ... 53

Tabel 15 : Orang tua mengingatkan jika anak meninggalkan shalat ... 54

Tabel 16 : Orang tuamenanamkan etika bergaul dengan sesama kepada anak ... 54

Tabel 17 : Orang tua memberikan batasan dalam bergaul dengan lawan jenis kepada anak ... 55

Tabel 18 : Orang tua mengajarkan anak agar saling tolong menolong dengan orang lain ... 55

Tabel 19 : Orang tua memberikan masukan terhadap keluh kesah yang dihadapi anak ... 56

Tabel 20 : Orang tua menasehati anak agar tidak melakukan perbuatan yang tidak baik ... 56

(14)

Tabel 24 : Orang tua membantu anak dalam memilih buku bacaan ... 58

Tabel 25 : Orang tua menyediakan buku agama sebagai salah satu buku bacaan anak ... 59

Tabel 26 : Jika anak keluar rumah orang tua menanyakan tujuan kepergiannya ... 60

Tabel 27 : Orang tua menegur anak jika telat pulang kerumah ... 60

Tabel 28 : Orang tua memberikan hukuman jika anak melakukan kesalahan ... 61

Tabel 29 : Skor angket kenakalan remaja ... 61

Tabel 30 : Klasifikasi skor hasil angket variabel (Y) ... 62

Tabel 31 : Menentang orang tua ... 64

Tabel 32 : Membolos sekolah ... 63

Tabel 33 : Merokok ... 64

Tabel 34 : Keluar malam yang tidak ada gunanya misalnya dugem ... 64

Tabel 35 : Keluar rumah tanpa izin atau kabur ... 65

Tabel 36 : Kumpul-kumpul nongkrong dipinggir jalan dan mengganggu orang lewat ... 65

Tabel 37 : Mengucapkan kata-kata kotor ... 66

Tabel 38 : Berbohong ... 66

Tabel 39 : Menggunakan uang keperluan sekolah untuk kepentingan pribadi ... 67

Tabel 40 : Mengorori fasilitas umum seperti mencoret-coret di jalan dan dinding ... 67

Tabel 41 : Merusak atau menghancurkan barang sekitar ... 68

Tabel 42 : Mengambil barang milik orang lain tanpa izin ... 68

Tabel 43 : Meminta dengan paksa barang atau uang milik orang lain ... 69

(15)

Tabel 49 : Menonton film porno ... 72 Tabel 50 : Melakukan ciuman dengan pasangan ... 72 Tabel 51 : Hasil skor angket pendidikan agama dalam keluarga dan

kenakalan remaja ... 73 Tabel 52 : Data perhitungan korelasi antara pengaruh pendidikan agama

(16)

Dalam Keluarga

2. Lampiran 2 : Intrumen Penelitian Variabel (Y) Kenakalan Remaja

3. Lampiran 3 : Data Hasil Penelitian Variabel (X) Pendidikan Agama Dalam Keluarga

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah Agama Universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena menurut ajaran Islam pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia mutlak, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga negaranya yang harus dipenuhi demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.1

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam suatu negara. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila tingkat pendidikannya telah memadai dengan kondisi yang dialaminya, juga bisa dikatakan mundur jika tidak bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi suatu negara pada waktu itu.

Begitu pula bagi Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945. Pendidikan agama merupakan bagian integral dari Pendidikan nasional, Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

(18)

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Melalui Pendidikan Agama ini diharapkan individu dapat mengembangkan potensi “takwa” kepada-Nya. Apabila potensi ini berkembang dengan baik, maka individu akan dapat mengendalikan diri agar terhindar dari bentuk-bentuk prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang tertanam dalam dirinya. Namun perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar (external) yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan potensi itu berkembang dengan sebaik-baiknya. Faktor external itu adalah linkungan dimana individu tersebut hidup. Dan salah satunya adalah keluarga.

Keluarga merupakan lingkungan Pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Dilingkungan keluargalah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Dilingkungan keluargalah anak pertama-tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.3

(19)

ingin tahunya, perasaan terhadap orang tua, saudara dan teman, sikap terhadap seks, pertimbangan baik dan buruk dan lain-lain. Dalam hal demikian, bimbingan dan pembinaan remaja dalam kehidupannya sangat diperlukan untuk membantu mereka menemukan jati dirinya, mengingat remaja sebagai unsur utama didalam masyarakat menjadi tanggung jawab bersama para orang tua dalam sebuah keluarga.

Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Karena pentingnya hidup keluarga yang demikian, maka Islam memandang keluarga sebagai lembaga hidup manusia yang memberi peluang para anggotanya untuk celaka atau bahagia di akhirat. Oleh karena itu Islam memerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai kepala dan pemimpin keluarganya serta berkewajiban memelihara keluarganya dari api neraka, sebagaimana firman Allah SWT.:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S At-Tahrim/6 : 6).5

Dalam proses pembinaan remaja ini agama yang memegang peranan penting dan menentukan. Hal ini disebabkan masalah yang banyak terjadi dalam kehidupan adalah munculnya berbagai kondisi yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut. Bagi remaja yang agamanya masih labil akan menimbulkan konflik dalam dirinya, dan apabila kurang mendapatkan bimbingan maka akan terjerumus. Dalam kondisi tersebut orang tua mempunyai tanggung jawab dalam memberikan bimbingan berupa pendidikan agama pada anak remaja di rumah.

Kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial budaya pada zamannya. Sebab setiap periode sifatnya khas dan memberikan jenis tantangan yang khusus pada generasi mudanya, sehingga anak muda ini mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap stimuli sosial yang ada.

(20)

Dalam buku Kartini Kartono yang berjudul “Patologi sosial dua, kenakalan remaja”, menjelaskan, pada tahun 50-an kenakalan remaja di kota-kota besar pada umumnya penodongan disekolah untuk mendapatkan ijazah, dan penonjolan diri yang berlebihan. Lebih serius dari hal tersebut hampir tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan masih kuatnya sanksi-sanksi masyarakat, ditambah tingginya citra perjuangan dan semanagat berkorban untuk mengisi kemerdekaan.6

Pada tahun 1960-an mulailah muncul mengenai kenakalan remaja yaitu berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal, menirukan pola tingkah laku anak-anak muda yang mereka hayati lewat film impor dan buku-buku bacaan sadistis dan porno.

Pada tahun 1970-an kenakalan remaja di kota-kota besar tanah air sudah menjurus pada kejahatan yang lebih serius, antara lain berupa tindak kekerasan, penjambretan secara terang-terangan disiang hari, perbuatan seksual dalam bentuk perkosaan beramai-ramai sampai melakukan pembunuhan, dan perbuatan kriminal lainnya yang berkaitan dengan kecanduan bahan narkotik.7

Pada tahun-tahun 1980-an keatas gejala kenakalan remaja ini semakin meluas, baik dalam frekuensi maupun dalam keseriusan kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyakknya pengedaran dan penggunaan ganja dan bahan-bahan narkotik ditengah masyarakat yang juga memasuki kampus dan ruang sekolah; peristiwa banyaknya anak-anak “teler”dan semakin meningkatnya jumlah remaja yang biasa menegak minum-minuman keras; tindakan; penjambretan dan keberandalan di jalan-jalan ramai; tindakan kekerasan oleh kelompok-kelompok anak muda; penganiayaan berat, pemerasan sampai pembunuhan berencana; pemerasan di sekolah-sekolah terhadap murid yang lemah yang mempunyai orang tua yang kaya raya. Disamping itu juga banyak tindak pelanggaran terhadap norma-norma susila lewat praktek seks bebas , cinta bebas, gadis-gadis remaja yamg melacuran diri tanpa imbalan uang, serta

6 Kartini Kartono, Patologi sosial 2, Kenakalan Remaja, Jakarta:PT Raja Garafindo Persada, 2005, Cet.6, h. 101

(21)

perkelahian masal antar kelompok dan antar sekolah di kota-kota besar, khususnya di Jakarta Raya.8

Banyak orang tua beranggapan ketika telah menyerahkan anak mereka ke sekolah, maka tanggung jawab mereka kepada anak telah selesai, semua tanggung jawab dalam pendidikan dibebankan kepada sekolah sebagai konsekuensi dari biaya yang dikeluarkan oleh orang tua. Apakah anak itu menjadi nakal, jahat atau sebaliknya merupakan tanggung jawab sekolah. Pendapat yang demikian itu tentu salah. Karena pada hakikatnya tanggung jawab pendidikan terletak kepada keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Orang tua harus benar-benar mendidik anaknya. Tanpa bimbingan dan teladan orang tua prilaku anak tidak akan baik bahkan berperilaku buruk. Orang tua memilik andil yang besar terhadap prilaku anak disekolah, terutama prlaku anak yang tengah duduk di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)

Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada masa kritis dalam perkembangan individu, karena pada masa ini mereka telah menginjah usia remaja. Masa remaja adalah sebagai usia bermasalah. Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi oleh si remaja. Ini disebabkan karena remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, padahal mereka sendiri juga kurang berkemampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini. Akhirnya para remaja mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah yang dihadapi.9

Sebagian remaja mencari jalan keluar dan pemecahannya dengan cara mereka sendiri. Tidak jarang kebingungan remaja terealisasikan dalam prilaku menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, agama maupun hukum, yang biasa disebut kenakalan remaja.

8 Kartini Kartono, Patologi sosial 2, Kenakalan Remaja … h.103

(22)

Salah satu usaha penyelamatan bagi remaja dengan cara melatih mereka untuk tekun menjalankan agama dan menjauhi perbuatan salah, terutama dalam pelanggaran susila. Hal ini tentu melalui pendekatan pendidikan agama secara terus-menerus dalam keluarga sehingga tercapainya kematangan beragama.

Disamping memberikan pendidikan agama di rumah orang tua harus hati-hati memilih sekolah tempat anaknya belajar. Dalam hal ini, sekolah tidak hanya dilihat secara lahiriyah saja, karena pendidikan yang penting sebenarnya bukan sekedar pengetahuan dan kepandaian, yang diukur dari hasil ujian atau keterampilan dan kecakapan semata, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah pembinaan jiwa dan pribadi anak yang mewarnai hidupnya sepanjang umur.

SMA Negeri 10 tangerang Selatan merupakan lembaga formal yang berbasis umum. Namun demikian sekolah tersebut bimbingan agama Islam serta pembinaan akhlak siswa menjadi prioritas utama dalam mendidik. Shalat jama’ah di biasakan setiap hari yaitu pada waktu shalat dhuhur, kegiatan rohis yang dilakukan satu minggu sekali dan masih banyak lagi kegiatan yang bersifat keagamaan lainnya.

Namun tidak cukup dengan pemberian pendidikan agama di sekolah akan membuat anak memiliki pribadi yang baik dan terhindar dari perilaku yang negatif. Dewasa ini sering kali ditemukan penyimpangan-penyimpangan perilaku yang terjadi pada anak didik seperti banyaknya remaja yang sudah tidak mengindahkan sikap berbakti kepada orang tua, di sekolah suka membolos, tidak memiliki sikap santun kepada guru, terlibat perkelahian, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku menyimpang tersebut menimbulkan keresahan sosial sehingga kehidupan masyarakat tidak harmonis lagi dan jika ditinjau secara yuridis formal ternyata perilaku remaja tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku.10

Sebagian orang tua mencari-cari penyebab penyimpangan perilaku anak-anaknya. Banyak alasan dan sebab-sebab ditemukan, kecuali satu perkara sering ditinggalkan yang sebenarnya merupakan kenakalan remaja. Faktor itu bisa jadi adalah “orang tua itu” sendiri. Karena ternyata banyak orang tua yang tidak dapat

(23)

berperan seperti orang tua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan batinnya. Orang tua juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi anak. Apabila anak tidak merasa aman dan nyaman dengan lingkungannya sehingga mencari lingkungan yang lain yang membuatnya merasa “diterima”, dan justru mengarah ke hal-hal yang negatif, siapa yang bertanggung jawab?

Berdasarkan fenomena diatas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai peran orang tua dalam memberikan pendidikan agama anak usia remaja serta pengaruh yang ditimbulkannya, hingga usaha penaggulangan yang dilakukan pihak keluarga terhadap kenakalan remaja. Oleh karena itu skripsi ini penulis beri judul:

“Pengaruh Pendidikan Agama dalam Lingkungan Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja Di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan”

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pendidikan agama dalam keluarga? b. Bagaimana kenakalan remaja?

c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kenakalan remaja? d. Bagaiamana penanggulangan terhadap kenakalan remaja?

e. Adakah hubungan antara pendidikan agama di dalam lingkungan keluarga dengan kenakalan remaja?

(24)

2. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan kemampuan penulisan dan luasnya permasalahan yang hendak dibahas, dan untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan masalah, oleh karena itu penulis perlu membatasi masalah sebagai berikut:

a. Pendidikan agama dalam keluarga maksudnya adalah pendidikan agama Islam yang dibatasi oleh keimanan, ibadah, akhlak.

b. Orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang mamiliki tanggung jawab utama pada anak-anakanya.

c. Kenakalan remaja yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap norma-norma agama dan hukum yang berlaku di sekolah dan masyarakat, (siswa/siswi kelas XI SMA Negeri 10 Tangerang Selatan)

d. Remaja yang dimaksud adalah siswa/siswi kelas XI SMA Negeri Tangerang Selatan.

3. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana peran pendidikan agama dalam keluarga? b. Bagaimana kenakalan remaja?

c. Adakah pengaruh yang signifikan antara pendidikan agama dalam keluarga dengan kenakalan remaja?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pendidikan agama dalam keluarga (Siswa SMA Negeri10 Tangerang Selatan)

(25)

c. Untuk mengetahui pengaruh antara pendidikan agama dalam keluarga dengan kenakalan remaja (Siswa SMA Negeri 10 Tangerang Selatan)

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi sekolah sebagai masukan tentang bagaimana mempersiapkan pelayanan bagi siswa secara optimal dengan mengusahakan, dapat memberikan bimbingan yang tepat bagi anak didiknya yang telah remaja serta sebagai masukan pentingnya menyadari peranan orang tua dalam proses pendidikan di sekolah.

b. Bagi orang tua dan masyarakat, sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan pendidikan agama dalam keluarga sedini mungkin kepada anak, serta bagaimana kualitas hubungan dengan anak dapat dibangun supaya terbina hubungan yang mencegah kenakalan remaja.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Agama dalam Lingkungan Keluarga 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Agar pembahasan mengenai pendidikan lebih terarah, sebelum mengemukakan lebih jelas mengenai arti pendidikan agama Islam, berikut ini akan dikemukakan mengenai arti pendidikan, baik secara etimologi maupun terminologi.

a. Pengertian Pendidikan secara Etimologi

Istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan memberinya awalan “Pe” dan akhiran “Kan” yang mengandung arti “Perbuatan”(hal, cara, dan sebagainya).1

Adapun dalam kamus besar Bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai Akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai Pengertian: proses pengubahan sikap dan tata tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.

Dalam bahasa arab kata pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah, dengan kata kerja “robba” yang berarti mendidik.2

(27)

b. Pengertian Pendidikan secara Terminologi

Kata Pendidikan sering diartikan bermacam-macam. Dalam kehidupan sehari-hari kata pendidikan diartikan dengan lembaga pendidikan dan adakalanya diartikan dengan hasil pendidikan.

Menurut Dictionary Of Education, yang dikutip oleh Drs.H.M. Alisuf Sabri dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, bahwa pendidikan diartikan:

1. Serangkaian Proses dengannnya seseorang atau anak mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai atau berguna di Masyarakat.

2. Proses Sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan di kendalikan (misalnya oleh guru di sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan Perkembangan Individu yang Optimal.3

Dalam bukunya Dr. Oemar Hamalik yang berjudul Kurikulum dan Pengajaran. Arti Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannnya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara tepat atau serasi dalam kehidupan masyarakat.4

Sedangkan beberapa ahli yang lain mengartikan Pendidikan sebagai berikut: 1. Langeveld : Mendidik ialah mempengaruhi anak dalam usaha

membimbingnya dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak dan diarahkan kepada tujuan pendidikan.

2. Hoogveld : Mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap dalam menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggug jawabnya sendiri.

2 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2004) Cet.5 h.36-37

3 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, cet.1 1999 h.4

(28)

3. SA.Branata, dkk : Pendidikan ialah usaha yang disengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.

4. Ki Hajar Dewantara: Mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota Masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI NO . IV / MPR / 1973) dikatakan bahwa:“Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup”.5

Dan menurut ketentuan umum, Bab 1 Pasal 1 Undang-Undang Sistem Nasional Nomor 2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa:“Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.6

Sedangkan pengertian Agama dilihat dari bahasa (etimologis) Agama berasal dari kata Sanskrit, yang mana menurut satu pendapat, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun. Hal demikian menunjukan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya “din” dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata “din” mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang balasan, dan kebiasaan. Pegertian ini sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus di patuhi penganut agama yang bersangkutan.

Adapun kata “religi” berasal dari bahasa latin. Berasal dari kata “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu

5 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan… h.5-6

(29)

juga sejalan dengan isi agama yang mengandung cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca.7

Dari beberapa definisi tersebut akhirnya penulis menyimpulkan bahwa Agama adalah kumpulan undang-undang atau hukum yang sifatnya mengikat, yang harus di patuhi oleh umat manusia.

Sedangkan Agama secara terminologi, terdiri dari beberapa pendapat antara lain:

1. Harun Nasution :

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus di patuhi.

b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. e. Suatu sistem tingkah laku (Code Of Conduct) yang barasal dari kekuatan gaib. f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber

pada suatu kekuatan gaib.

g. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

h. Ajaran yang di wahyukan Tuhan kepada manusia melalui seseorang Rasul. 2. Taib Thahir Abdul Mu’in : Suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa

seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.8

Berdasarkan pengertian Agama diatas dapat diambil kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi dengan tujuan untuk memberikan tuntutan dan pedoman hidup bagi manusia agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur

7 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam,, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet.9 h.9-10

(30)

kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Karena yang di maksud pendidikan agama disini adalah Islam, maka berikut ini beberapa pendapat tentang pendidikan Agama Islam:

1. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba : Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

2. Menurut Abdur Rahman Nahlawi : Pendidikan Islam ialah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenannya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.9 3. Menurut Muhammad Al-Naquib Al-Attas : Pendidikan Islam dapat diartikan

pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan yang sedemikian rupa sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.10

4. Zakiah Daradjat : Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami dan mengamalkan ajaran Agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.11

5. Menurut Hadari Nawawi : dalam arti luas Pendidikan Agama Islam adalah upaya orang yang beriman mengajak orang untuk bertakwa yaitu mengerjakan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangannya, serta mencegah orang berbuat dosa dan perbuatan buruk lainnya yang tidak diridhoi Allah SWT.12

9 Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005, Cet.3 h.9

10 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam… h.336

11 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet.5 h.86

(31)

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha untuk mengarahkan, mengajarkan, membimbing anak didik secara berangsur-angsur dan membantu perkembangan jasmani dan rohaninya agar hidup sesuai dengan ajaran Islam dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pengertian Keluarga

Keluarga dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah suatu kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya.13

Menurut Abu Ahmadi keluarga adalah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan pria dan wanita, perhubungan yang mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak yang belum dewasa.14

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya suatu perkawinan. Menurut Pasal 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1947, menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Anggota keluarga terdiri dari suami, isteri, atau orang tua (ayah dan ibu) serta anak-anak. Ikatan dalam keluarga tersebut didasarkan kepada cinta dan kasih sayang antara suami-isteri yang melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati antara orang tua dan anak.15

13 Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Edisi ketiga: Jakarta Balai Pustaka, 1991) h.471

14 Abu Amadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1999) cet.2 h.239

(32)

Dari beberapa pengertian keluarga yang telah dijelaskan diatas maka Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa keluarga adalah unit kehidupan bersama manusia yang terkecil yang bersifat kodrati, yang memiliki pertalian nasab yang masing-masing anggotanya mempunyai peran dan tanggung jawab.

4. Fungsi Keluarga

Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama mempunyai fungsi yang ada hubungannnya dengan kehidupan anak. Prof. Dr. J. Verkuyl mengemukakan fungsi keluarga dalam hal ini orang tua, dibagi menjadi tiga, diantarannya:16

a. Mengurus Materil Anak: merupakan tugas pertama dimana orang tua harus memberi makan, tempat perlindungan dan pakaian kepada anak. Anak sepenuhnya masih tergantung kepada orang tua karena belum mampu mencukupi kebutuhan sendiri.

b. Menciptakan suatu “home” bagi anak, “home” disini berarti bahwa didalam keluarga itu, anak dapat berkembang subur, merasakan kemesraan, kasih sayang, keramah tamahan, merasa aman, terlindungi dan lain-lain. Dirumah anak merasa tentram, tidak kesepian, dan selalu gembira.

c. Tugas Pendidikan: tugas mendidik merupakan tugas terpenting dari orang tua terhadap anaknya. Adapun tujuan pendidikan disini menurut Verkuyl ialah, mengajar dan melatih orang-orang muda sehingga mereka dapat memenuhi tugas mereka terhadap Tuhan, sesama manusia dan sekeliling mereka sebagai anak.

Sedangkan menurut ST. Vebrianto, yang dikutip oleh Drs. H. M. Alisuf Sabri membagi fungsi keluarga menjadi 7 yaitu:17

1. Fungsi Biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak secara biologis anak berasal dari orang tuanya.

2. Fungsi Afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).

3. Fungsi Sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam bentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak mempelajari pola tingkah laku, sikap, kayakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian.

16 Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga, 1983, Cet.1 h.245

(33)

4. Fungsi Pendidikan, yaitu keluarga sejak dulu merupakan institusi pendidikan dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

5. Fungsi Rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi (ketenangan dan kebahagiaan).

6. Fungsi Keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan kaidah agama bagi para anggotannya, disamping peran yang dilakukan institusi agama. Faktor ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada anak.

7. Fungsi Perlindungan, yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat, dan melindungi anak, baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini banyak dilakukan oleh badan-badan sosial, seperti anak yatim piatu, anak-anak nakal, perusahaan Asuransi, dan lain-lain.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, secara garis besar keluarga memiliki dua fungsi, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Secara khusus keluarga mempunyai fungsi memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar agama dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial, dan pandangan hidup yang diperlukan anak untuk dapat berperan dan berguna baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Sedangkan fungsi keluarga secara umum memberikan peran strategis pada individu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kapasitas para anggota keluarga tersebut.

Adapun peran orang tua sebagai individu sekaligus anggota keluarga sangat berperan dalam pembentukan pribadi anak, karena orang tua adalah panutan dan cermin yang pertama kali yang mereka lihat dan mereka tiru sebelum mereka berpaling kepada lingkungan sekitarnya.

Pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tua menurut Zakiyah Daradjat dan kawan kawan sekurang-kurangnya dalam bentuk sebagai berikut.18

(34)

a. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggungjawab setiap orang tua dan meruakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia

b. Melindungi dan menjamin keselamatan , baik jasmani maupun rohanidari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupandari tujuan hdupsesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.

c. Memberi pengajaran dalam arti luas sehngga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungin yang dapat dicapainya.

d. Membahagiaan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.

Pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak hanya dalam bentuk pendidikan jasmani seperti ditekankan ‘Ulwan, tetapijuga dalam bentuk rohani yang dirinci oleh Zakiah Daradjat. Menurut ‘Ulwan meskipun dari segi hokum bagi orang tua menekankan pendidikan jasmani, tetapi dari segi kepentingan pendidikan bagi anak tidak mengutamakan satu bentuk pendidikan diatas pendidikan laiannya. Dalam bukunya Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Pendidikan Anak dalam Islam), ia merinci bidang-bidang pendidikan anak sebagai berikut:19

a. Pendidikan keimanan antara lain: dengan menanamkan tauhid kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah, mengajarai hokum-hukum halal dan haram, membiasakan beribadah sejak berusia tujuh tahun, dan menorong untuk suka membaca Alqur’an

b. Pendidikan Akhlak, antara lain dengan menanamkan dan membiasakan kepada anak sifat-sifat terpuji, serta menghindarkan dari sifat-sifat tercela c. Pendidikan jasmani, antara lainmemperhatikan gizi anak, melatihnya

berolahraga, serta mengajarkan cara-cara hidup sehat.

d. Pendidikan intelektual, antara lain dengan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak dan memberinya kesempatan untuk menuntut ilmu seluas dan setinggi mugkin.

e. Pendidikan Psikis, antara lain dengan menghilangkan geajala-gejala penakut, rendah diri, malu-malu, dengki, serta sikap adil kepada anak.

f. Pendidikan seksual, anatara lain dengan membiasakan anak agar selalu meminta izin ketika memasuki kamar orang tua dan menghindarkan dari hal-hal yang pornografis.

(35)

5. Pentingnya Pendidikan Agama dalam Keluarga

Keluarga merupakan satuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak. Oleh karena itu keluarga disebut sebagai “Primary Community”, yaitu sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.

Keluarga disebut sebagai lingkungan yang pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah didalam keluarga.20

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Disitulah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Disitu pulalah anak pertama-tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.21

Agama dan Pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan seseorang yang pada hakikatnya ditimbulkan oleh norma dan nilai yang berlaku dalam keluarga, yang diturunkan melalui pendidikan orang tua terhadap anak mereka. Tidak mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orang tua akhirnya dianut juga oleh anaknya. Tidak mengherankan kalau ada pendapat segala sifat negatif yang ada pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya, bukan semata-mata karena faktor bawaan atau keturunan, akan tetapi karena proses pendidikan.22

Pendidikan agama merupakan bagian dari pendidikan yang memiliki peran penting dalam kehidupan, apalagi akhir-akhir ini banyak sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak, khususnya remaja. Keadaan seperti ini bila berlangsung terus-menerus akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya, sehingga memungkinkan sikap dan cara berfikirnya lepas dari norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku, bahkan

20 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan… h.14-15

21 Ary-H. Gunawan, Kebijakan-kabijakan Pendidikan …..,h.101

(36)

cenderung meremehkan agama. Untuk mengatasi hal tersebut maka dituntut adanya perhatian dan tanggung jawab dari tri pusat pendidikan, khususnya lingkungan keluarga.

Banyak alasan pendidikan agama dalam lingkungan keluarga dipandang penting. Pendidikan ditempat-tempat pendidikan lainnya, seperti sekolah, rumah ibadah, ataupun masyarakat frekuensinnya rendah. Pendidikan agama di rumah ibadah hanya berlangsung sebentar, begitu pula di masyarakat dan sekolah yang hanya berlangsung beberapa jam saja dalam seminggu.23

Seringkali orang menyangka bahwa pendidikan agama dalam keluarga, adalah pemberian pelajaran agama pada anak. Tapi anggapan seperti itu kurang tepat, karena yang dimaksud adalah pembinaan pribadi anak sedemikian rupa, sehingga segala tindak tanduknya didalam hidup, sesuai dengan ajaran islam.24

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan orang tua dalam pemberian pendidikan agama Islam dirumah, diantaranya:

a. Pendekatan Pengalaman

Penendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan pada anak dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dalam islam penyemaian rasa agama dimulai sejak pertemuan ibu dan bapak yang membuahkan janin dalam kandungan. Pada saat anak lahir terdapat kewajiban yang dibebankan orang tua, misalnya mulai dengan mengadzankannya, sesudah itu mendidik dam memperlakukannya sesuai dengan ajaran Islam. Semua itu merupakan pendidikan agama yang mendasar dalam jiwa anak.

b. Pendekatan pembiasaan

(37)

Agama bukan ibadah saja. Agama mengatur seluruh segi kehidupan. Semua penampilan orang tua dalam kehidupan sehari-hari disaksikan dan dialami oleh anak.Latihan dan pembiasaan tentang agama sangat penting pada awal kehidupan anak. Apabila anak tidak mendapat pendidikan, latihan dan pembiasaankeagamaan waktu kecilnya, ia akan bersikan tak acuh atau anti agama.25

c. Pendekatan keteladanan

Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara anggota keluarga, perilaku yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui sungguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.

Keteladanan orang tua terhadap anaknya merupakan kunci sosial anak. Hal ini karena orang tua sebagai pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang akan dijadikan teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala aspek kehidupan atau figur pendidik itu terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.26

B. Kenakalan Remaja 1. Pengertian remaja

Sebenarnya sampai sekarang belum ada kata sepakat antara para ahli ilmu pengetahuan tentang batas usia remaja. Hal ini terjadi karena lama tidaknya masa remaja tergantung pada kondisi masyarakat, dimana individu itu berkembang. Namun pada umumnya mereka berpendapat bahwa remaja adalah seorang yang berusia 13-21 tahun. Ada beberapa pendapat tentang pengertian remaja antara lain sebagai berikut:

a) Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, permulaan remaja adalah ditandai dengan kematangan seksual, dalam arti organ-organ seksualnya sudah dapat berfungsi

25 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV.Ruhama 1995, cet 2

(38)

sepenuhnya untuk mengembangkan keturunan. Para remaja putri tandanya menstruasi, sedangkan putra air maninya sudah cukup matang.27

b) Menurut Prof. DR. Zakiyah Daradjat, remaja adalah anak yang ada pada masa anak-anak dan dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak baik dalam bentuk badan, sikap, cera berfikir, dan cara bertindak tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang, masa ini kira-kira mulai umur 13 tahun dan beakhir umur 20 tahun.28

2. Problematika Remaja

Persoalan remaja selamanya hangat dan menarik, baik di negara yang telah maju, maupun di negara yang terbelakang, terutama di negara yang sedang berkembang. Karena remaja adalah masalah peralihan, dimana seorang telah meninggalkan masa anak-anak menuju masa dewasa yang sibuk dengan persaingan dan perjuangan untuk kepentingan hidup dengan tanggung jawab penuh. Usia remaja adalah persiapan untuk menjadi dewasa yang matang dan sehat, kegoncangan emosi, kebimbangan dalam mencari pegangan hidup dan kesibukan mencari bekal pengetahuan dan kepandaian untuk menjadi senjata dalam usia dewasa.

Adapun problema-problema yang dialami oleh semua remaja dimana saja mereka hidup, antara lain adalah:

a. Problem yang berhubungan dengan pertumbuhan jasmani

Problem pertama yang dialami anak-anak yang meningkat adolesen, ialah perubahan jasmani yang terjadi kira-kira umur 13 sampai 16 tahun. Perstiwa-peristiwa menggelisahkan yang terjadi pada umur ini, ialah yang berhubungan dengan:

1. Perubahan pada anggota kelamin

2. Pertumbuhan yang membedakan bentuk laki-laki dan perempuan, dimana tanda-tanda masing-masing seks makin jelas terlihat dalam tubuhnya.

27 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, …. H. 39

(39)

3. Pertumbuhan badan yang sangat cepat, si anak bertambah tinggi, besar, dan berat dengan cepat sekali.

4. Pertumbuhan dalam tubuh tidak dapat berjalan dengan seimbang, misalnya hidung lebih cepat besarnya daripada bagian muka yang lain, demikian pula dengan tangan dan kaki

5. Terjadinya menstruasi pertama bagi anak-anak perempuan, dan mimpi pada anak laki-laki

6. Tumbuhnya jerawat dan bintil hitam pada muka, punggung, leher dan sebaganya.

b. Problema yang timbul berhubungan dengan orang tua

Diantara kesukaran-kesukaran yang banyak pula dihadapi oleh anak adoselen ialah yang bertalian dengan orang tuanya sendiri, jika orang tua kurang mengerti akan ciri-ciri dan sifat-sifat pertumbuhan yang sedang terjadi atas mereka.

Yang paling banyak menimbulkan ketegangan antara anak dan orang tua, ialah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh orang tua. Misalnya berapa kali boleh keluar rumah dalam seminggu, cara memilih kawan, cara membelanjakan uang, berpakaian, belajar dan sebagainya. Terlalu banyak peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan ini menyebabkan remaja merasa bahwa orang tuanya kurang menghargainya, lalu mereka menunjukkan perlawanan atau acuh tak acuh terhadap larangan-larangan itu.

c. Problema yang berhubugan dengan sekolah dan belajar

Salah satu kesukaran remaja adalah dalam menghadapi pelajaran. Mereka ingin sukses, ingin tau bagai mana caranya belajar yang baik; ingin menghindari rasa malas dan lesu, ingin pandai dan menonjol di kelas. Telah terjadi kenyataan bahwa bakat dan kemampuan anara satu anak dengan yang lainnya tidak sama, yang kuat dalam satu mata pelajaran dan lemah dalam mata pelajaran yang lain nya.

d. Problema yang berhubungan dengan agama

(40)

memerlukannya, Maka timbullah ambivalensi dalam beragama, kadang-kadang ia sangat rajin beribadah, kadang-kadang mogok dan lalai, seolah-olah ia kurang percaya kepada Tuhan.

e. Problem yang berhubungan dengan hari depan

Tidak jarang mendengar remaja mengeluhmenyatakan bahwa hari depannya suram, tidak jelas, dimana ia akan bekerja nanti, profesi apa yang cocok bagi dirinya dan lain sebagainya. Pada umur ini pula remaja cenderung berhayal dan membayangkan segala yang indah-indah, hari depan yang gemilang, hidup yang enak dan lain sebagainya. Akan tetapi disi lain ia tidak melihat jalan untuk itu, karna kenyataan hidup dalam masyarakat lingkungannya tidak memberi kepastian kepadanyaaa. Hal ini banyak hubungannya dengan macam sekolah dan sistem pendidikan yang dilaluinya.

f. Problem yang berhubungan dengan sosial

Remaja, yang telah berada pada bagian akhir remaja, yaitu antara umur (17-21) tahun, perhatianya terhadap kedudukan masyarakat dan lingkungannya, terutama pada kalangan remaja sangat besar. Ia ingin diterima di kalangan teman-temannya, ia sangat merasa sedih jika dikucilkan dari teman-temannya atau kelompoknya. Karena itu ia meniru lagak dan prilaku, sikap dan tindakan teman-temannya dalam kelompoknya. Kadang-kadang remaja dihadapkan kepada pilihan yang sangat berat, apakah ia matuhi orang tuanya dan meninggalkan pergaulan dengan teman eratnya, ataukah hanyut dalam pergaulan teman yang menyenangkan dan meninggalkan orang tuanya.29

3. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja dalam bahasa inggris disebut dengan Juvenile Delinquence atau Tedy Boy. Menurut bahasa Jerman disebut Wohl fahrts kriminalitet, sedangkan di Amerika serikat disebut Rebels without a Cause, di Swedia disebut Skinm Knutte, di Perancis disebut Blousons noirs dan di Jepang disebut Toyosoku.

(41)

Menurut Prof. DR. Fuad Hasan yang dikuti dari bukunya Salihun A. Nasir, yang berjudul “Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja”, kenakalan remaja adalah kelakuan atau perbuatan anti sosial dan anti normative”

Menurut bakalok Inpres No.6/1971 pedoman 8 tentang pola penanggulangan kenakalan remaja, mengenah kenakalan remaja pengertiannya adalah : “kelainan tingkah laku, perbuata atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.30

Jadi pada prinsipnya kenakalan remaja adalah pelanggaran terhadap norma-norma sosial, norma-norma-norma-norma agama, dan norma-norma-norma-norma hukum yang di lakukan remaja.

4. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kenakalan remaja yang dimaksud disini adalah pelanggaran norma-norma yang berlaku di masyarakat, agama dan hukum yang dilakukan remaja.

Jensen membagi kenakalan remaja ini menjadi 4 jenis yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, pemerkosaan, perampokan , pembunuhan, dan laian-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.31

Berbeda dengan M. Arifin membagi bentuk kenakalan remaja menjadi 2 golongan, sebagai berikut:

30 Salihun A. Nasir, Peranan pendidikn Agama Terhadap Pemecahan roblema Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, Cet.2 h.82

(42)

a) Kenakalan yang tergolong pelanggaran norma susila dan norma-norma lainnya yang tidak diatur dalam KUHP atau undang-undang lainnya.

b) Kenakalan yang berupa kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam KUHP atau undang-undang lainnya.

Kenakalan remaja yang tergolong pelanggaran norma-norma sosial cukup diselesaikan dalam dan oleh keluarga, kecuali atas permintaan pihak keluarga pelaku kenakalan remaja atau atas pengaduan orang lain dapat di selesaian oleh pihak negara penegak hukum.32

Adapun kenakalan remaja yang tidak diatur oleh KUHP, tetapi tingkah laku dan perbuatan remaja tersebut cukup menyulitkan atau tidak cukup dimengerti oleh orang tua antara lain:33

a. Berani atau suka menentang orang tua atau guru b. Sering malas atau membolos tidak sekolah c. Suka membaca buku-buku cabul atau porno d. Suka atau sering berkelahi

e. Berambut gondrong bagi laki-laki, bermake-up berlebihan bagi perempuan. f. Suka menggangu tata tertib masyarakat

g. Suka ngebut dijalan umum h. Corat-coret di jalan atau tembok i. Minum-minuman keras

j. Merokok di tempat umum sebelum batas umur yang wajar k. Menjelekkan nama baik keluarga atau sekolah

l. Suka berkata yang kotor, tidak sopan, tidak senonoh.

Dari uraian diatas penulis dapat diketahui bahwa kenakalan remaja yang tidak diatur oleh KUHP dapat dikurangi apabila orang tua memberikan pendidikan agama dan teladan yang baik di dalam keluarga.

Sedangkan kenakalan yang diatur dalam KUHP dimana bentuk kenakalan ini diselesaikan secara hukum yang berlaku oleh orang-orang yang diberi wewenang hukum antara lain:

a. Pembunuhan (dengan rencana atau sengaja) pasal 338,339, dan 340, 345 KUHP

32 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: PT.Golden Terayon Press, 1994, Cet.5, h. 92-94

(43)

b. Menghancurkan atau merusak barang pasal 406,412 KUHP

c. Pencurian dengan kekerasan (perampasan, penodongan, dan penjambretan) pasal 365 KUHP

d. Penipuan dengan segala macam bentuk dan manifestasinya, pasal378 sampai 395 KUHP

e. Kejahatan obat bius ( undang-undang obat bius / L.N.635/1937).34

Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pelanggaran ada yang diatur oleh KUHP dan ada yang tidak diatur dalam KUHP, yang diatur dalam KUHP hukumnya lebih berat daripada yang tidak diatur dalam KUHP.

5. Faktor penyebab kenakalan remaja

Betapa banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja yang dapat menyeret mereka dalam dekadensi moral dan ketidakberhasilan pendidikan mereka didalam masyarakat, dan kenyataan kehidupan yang penuh dengan “kegilaan”. Betapa banyak sumber kejahatan yang menyeret mereka dari berbagai sudut dan tempat berpijak. Oleh karena itu, jika para pendidik tidak dapat memikul tanggungjawab dan amanat yang dibebankan kepada mereka, serta tidak mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kelainan pada remaja, maka akan terlahir suatu generasi yang bergelimang dosa dan penderitaan dalam masyarakat.35

Adapun faktor yang menjadi sumber kenakalan remaja adalah:36

a) Faktor internal: yaitu hal-hal yang bersifat intern yang berasal dari remaja itu sendiri. Baik sebagai akibat perkembangan atau pertumbuhan maupun akibat dari sesuatu jenis penyakit mental, atau penyakit kejiwaan yang ada dalam pribadi remaja itu sendiri. Adapun faktor internal meliputi:

1) Cacat jasmaniah atau rohaniah akibat keturunan

34 Salihun.A. Nasir., Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema

Remaja,…h.84

35 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan anak Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, jilid 1, cet.3, h. 113

(44)

2) Pembawaan yang negatif dan sukar untuk dikendalikan

3) Pemenuhan pokok yang tidak seimbang dengan keinginan remaja.

4) Lemahnya kemampuan pengawasan diri sendiri serta sikap menilai terhadap keadaan sekitarnya yang negatif.

5) Kurang mampu mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baik. 6) Tidak mempunyai kegemaran (hobby) yang sehat

7) Perasaan rendah diri dan rasa tertekan yang tidak teratasi.

b). Faktor eksternal: adalah hal-hal yang mendorong timbulnya kenakalan remaja yang bersumber dari luar pribadi remaja yang bersangkutan yaitu lingkungan sekitar atau keadaan masyarakat. Adapun faktor-faktor eksternal meliputi:

1) Rasa cinta dan perhatian yang kurang terutama dari orang tua, keluarga dirumah, dan guru sekolah serta teman sebaya.

2) Kegagalan pendidikan atau pendidikan agama pada lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat.

3) Pengawasan yang kurang dari orang tua atau wali, guru, dan pemerintah. 4) Menurunnya wibawa orang tua atau wali, guru, dan pemerintah.

5) Kurangnya penghargaan terhadap remaja oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

6) Kurangnya saran-saran dan pengarahan serta kurangnya pemanfaatan waktu senggang remaja.

7) Cara-cara pendekatan yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja oleh orang tua, guru, dan pemerintah.

8) Cara-cara pendekatan terhadap remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.

9) Terbukanya kesempatan terhadap minat buruk bagi remaja untuk berbuat nakal.

(45)

6. Usaha Penanggulangan Kenakalan Remaja

Kenakalan yang terjadi dalam masyarakat bukan suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat di tanggulangi dengan tindakan-tindakan tertentu, yang diantaranya ialah:37

a. Tindakan Preventif

Yaitu segala tindakan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan. Yang dimaksud dengan mencegah disini adalah usaha yang bersifat sebelum terjadi ketidaksesuaian (penderitaan) pada si remaja. Hal ini dilakukan mulai anak sebelum meningkat pada masa remaja.

Usaha yang sifatnya preventif dapat dilakuan melailui pendidikan informal (keluarga), pendidikan formal (sekolah), atau juga melalui pendidikan non formal (masyarakat).

1.Pembinaan Pendidikan keluarga

a. Menghindari keretakan rumah tangga (broken home atau broen family)

b. Menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkemangannya misalnya, keimanan, akhlak, dan ibadah.

c. Pemeliharaan hubungan kasih sayang yang adil dan merata, antara sesama anggota keluarga.

d. Pengawasan yang intensif terhadap gejala aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak untuk menekan kemungkinan berperilaku yang negatif.

e. Pemberian kesibukan yang bermanfaat dan tanggung jawab

f. Pembagian peranan dan tanggung jawab diantara para anggota keluarga. 2. Pembinaan pendidikan formal ( sekolah)

a) Mengintensifkan pendidikan agama

b) Mengadakan pembenahan dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan c) Penerapan metodologi mengajar dan belajar yang efektif, menarik minat dan

perhatian remaja, sehingga remaja belajar lebih aktif.

d) Dalam pelaksanaan kurikulum hendaknya memperharikan keseimbangan aspek kognitif. Afektif, dan psikomotorik yang memadai.

(46)

e) Peningkatan pengawasan dan disiplin terhadap tata tertib sekolah.

f) Mengadakan identifikasi dan bimbingan mengenahi bakat, minat dan penyalurannya.

g) Melatih dan membiasakan anak untuk dapat bekerja sama, berorganisasi dengan bimbingan guru melalui organisasi sekolah, misalnya OSIS dan lainnya.

3. Pembinaan Pendidikan Non formal

Pembinaan-pembinaan kemasyarakatan dimaksudkan untuk mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang bermanfaat. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan pendidikan kepramukaan, penyuluhan mental agama, pendidikan ketrampilan, pembinaan olahraga, usaha-usaha perluasan perpustakaan, palang merah remaja, dan lain sebagainya.

b. Tindakan Represif

Yaitu tindakan untuk menahan kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat. Ruang lingkup tindakan reresif meliputi:

1) Razia terhadap tempat-tempat atau barang-barang yang dapat dijadikan tempat atau alat berbuat nakal oleh para remaja.

2) Penyidikan atau pengusutan dan pemeriksaan terhadap remaja yang berbuat nakal.

3) Penahanan sementara untuk kepentingan pemeriksaan dan perlindungan bagi remaja.

4) Penuntutan peradilan terhadap perkara yang melanggar. c. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi

Tindakan ini merupakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulagi problema kenakalan remaja. Pembinaan khusus memberikan kesan yang baik, bahwa seorang remaja itu di perbaiki dan diberikan dorongan, kesempatan dan fasilitas untuk menjadi baik kembali sesudah melakukan sesuatu yang dianggap tidak wajar atau tercela.

(47)

dengan tujuan agar remaja tersebut kembali memperoleh kedudukannya yang layak di tengah-tengah pergaulan sosial dan berfungsi secara wajar.

Prinsip-prinsip dan pembinaan khusus ini adalah:

1) Sedapat mungkin dilakukan di tempat orang tua/ walinya

2) Kalau dilakukan oleh orang lain hendaknya orang lain itu berfungsi sebagai orang tua atau walinya.

3) Kalau di sekolah atau asrama, hendaknya di usahakan agar tempat itu berfungsi sebagai rumahnya sendiri.

4) Dimanapun remaja itu di tempatkan, namun hubungan kasih sayang dengan orang tua atau familiynya tidak boleh diputuskan.

5) Remaja itu harus dipisahkan dari sumber pengaruh buruk. Adapun proses pembinaan khusus adalah:

1) Tahap pertama sebagai persiapan ialah dengan menanamkan pengertian pemberian bimbingan dan nasehat psikologis pedagogis.

2) Tahap pengendalian kesadaran yaitu dengan menanamkan secara terus menerus pendidikan agama atau pendidikan mental dan budi pekerti yang baik dan bermanfaat.

3) Tahap penambahan pengetahuan yaitu dengan pemberian kecakapan dan keterampilan serba guna.

4) Tahap penyaluran dan pengarahan yaitu dikembalikan kepada lingkungan semula dan kepada pergaulan sosial yang lebih baik.

5) Tahap pengawasan yaitu setelah remaja dikembalikan kedalam lingkungan pergaulan sosial yang lebih luas, perlu adanya pengawasan-pengawasan.

Dari uraian diatas dapatlah diketahui bahwa problema kenakalan remaja dapat ditanggulangi, baik secara preventif, represif, maupun kuratif dan rehabilitasi. Pada setiap tindakan preventif, represif, maupun kuratif, pendidikan agama selalu dibutuhkan dan digunakan, karena pendidikan agama dan penciptaan suasana yang sesuai dengan nilai-nilai agama adalah alat yang ampuh untuk membentengi para remaja yang jatuh ke jurang kenakalan yang membahayakan. Demikian juga peran keluarga yang dalam hal ini adalah orang tua.

C. Kerangka Berfikir

(48)

Akan tetapi pada kenyataannya, dewasa ini para remaja sering menjadi topik pembicaraan di masyarakat, terutama orang tua dan pendidik. Tidak sedikit orang tua mengeluh karena anaknya yang telah remaja menjadi keras kepala, mudah tersinggung, sering melawan, sering bertengkar, bahkan melanggar aturan atau nilai-nilai moral dan agama. Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan menimbulkan berbagai kelainan tingkah laku, seperti kenakalan remaja. Kenakalan yang dilakukan tersebut menjurus kearah perbuatan negatif yang sangat merugikan masyarakat, bahkan negara.

Pendidikan atau pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang kurang baik, sangat mempengaruhi remaja menjadi nakal. Dalam lingkungan keluarga misalnya, kurangnya perhatian yang diberikan orang tua, serta kurangnya penghayatan atau pengalaman orang tua terhadap agama. Dilingkungan sekolah, disiplin yang diberikan sekolah terlalu longgar dan sikap tidak acuh guru ataupun pengelola sekolah terhadap masalah siswa diluar sekolah. dan lingkungan masyarakat salah satunya adalah pusat-pusat hiburan yang menyediakan berbagai produk yang bisa menumbuhkan rangsangan seksual. Pada praktiknya kontribusi ketiga faktor tersebut berbeda-beda dalam berbagai kasus kenakalan remaja. Meskipun demikian jika seorang remaja terjatuh dalam kenakalan, maka orang tua yang memiliki tanggung jawab terbesar. Daripada menyalahkan pihak lain, orangtua pula hendaknya mengambil inisiatif memperbaikinya.

(49)

Dengan demikian diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel (X) Pendidikan Agama Dalam Keluarga, dan Variabel (Y) Kenakalan Remaja, Semakin baik pendidikan Agama dalam keluarga maka akan semakin berkurang tingkat kenakalan remaja, sebaliknya, semakin kurang Pendidikan Agama dalam Keluarga maka akan semakin bertambah tingkat kenakalan remajanya.

D. Rumusan Hipotesis

Dari permasalahan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan agama dalam lingkungan keluarga dengan kenakalan remaja.

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan agama dalam lingkungan keluarga dengan kenakalan remaja.

E. Studi Terdahulu Yang Relevan

Dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap

Kenakalan Remaja” (Penelitian di SMP YPN Bojonggede Bogor) oleh Nuradha 104011000110, tahun 2009 menyatakan bahwa, Pendidikan Agama Islam memberikan pengaruh terhadap kenakalan remaja dengan intensitas cukup, hal ini diketahui dari koofisien korelasi yang menghasilkan angka sebesar 0,712 yang bila diintepretasikan pada tabel “r” berada pada 06 - 08 yang berarti cukup. Berdasarkan tingkat keeratan variabel, maka diketahui koefisien determinasinya sebesar 51,7, sedangkan 48,3 % dipengaruhi oleh faktor lain.38

Sedangkan Penelitian yang berjudul “Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan dalam Upaya Menanggulangi Kenakalan Remaja”. (Studi penelitian siswa kelas IX SMP Islamiyah Ciputat) oleh Endang Iskandar 104011000134, tahun 2008 menyatakan bahwa guru agama dalam pelaksanaan bimbingan agama dan keagamaan berperan dalam menanggulagi kenakalan remaja, dengan angka korelasi sebesar 0,37 yang berarti terdapat korelasi yang

(50)

positif antara bimbingan keagamaan yang dilakuan guru agama terhadap kenakalan remaja , namun korelasi tersebut tergolong lemah/ rendah karena korelasinya berada antara 20 – 40. Berdasaran tingkat keeratannya hubungan kedua variabel, maka diketahui tingkat koefisien determinasinya sebesar 14% sedangkan 86% merupakan variabel lain yang memberikan kontribusi terhadap penanggulangan kenakalan remaja.39

Seperti yang diungkapkan para peneliti diatas membuktikan bahwa

pendidikan agama Islam dan guru agama dapat mempengaruhi penanggulangan kenakalan remaja. Sedangkan penulis membuktikan bahwa pendidikan agama dalam keluarga berpengaruh terhadap kenakalan remaja.

39 Endang Iskandar, Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam

Upaya Menaggulangi kenakalan Remaja, (Studi penelitian siswa kelas IX SMP Islamiyah Ciputat,

(51)
(52)

Gambar

tabel kisi-kisi angket sebagai berikut:
Tabel 2
Tabel 3 Angka Indeks Korelasi Product Moment
Tabel 4 Sarana dan Prasarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Polda Lampung, Kapolda Lampung Irjen Pol Drs Sudjarno buka bersama di Pondok Pesantren Riyadhus Sholihun Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung..

Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Kepala Bernomor Terstruktur pada Siswa Kelas IV SDN Banyuhurip Kabupaten Bandung Barat..

NPWP tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak (UU No. Oleh karena itu,

The second research was conducted by Sitanggang (University of North Sumatra, 2009) of the previous researcher, A Contrastive Analysis of Imperative Sentences in English and

Untuk itu, perhitungan spasial erosi (Widiatmaka & Ginting-Soeka, 2012) yang dilakukan dengan mengintegrasikan pengetahuan erosi tanah dengan sistem informasi geografi,

Terampil jika siswa sudah ada usaha untuk menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan persamaan persamaan garis

Judul skripsi ini adalah “ PERSAUDARAAN SEJATI SUSTER MISI FRANSISKANES SANTO ANTONIUS DALAM TERANG SPIRITUALITAS SANTO FRANSISKUS ASISI ”. Judul ini dipilih berdasarkan

Penelitian ini menggunakan metode analisis Regresi Linier Berganda .Hasil analisis menyimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel yang diteliti memiliki pengaruh