• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pendidikan montessori terhadap hasil belajar matematika siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pendidikan montessori terhadap hasil belajar matematika siswa"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan dalam rangka penyelasaian studi Strata-1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

INDAH WAHYUNINGSIH

103017027236

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Mahasiswa 103017027236, Jurusan Pendidikan Matematika. Telah melalui

bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan

pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, Februari 2011

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

NIM : 103017027236

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2003

Alamat : Jl. Kebon Kopi RT 006/04 No.113 Pondok Betung,

Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten 15221

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pendidikan Montessori

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di

bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dra. Afidah Mas’ud

NIP : 19610926198603 2 004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Otong Suhyanto, M.Si

NIP : 19681104199903 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri.

Jakarta, 28 Februari 2011

Yang Menyatakan

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Februari 2011

(5)

i

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Intrumen penelitian yang diberikan berupa tes bentuk uraian. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh nilai thitung = 7,35 kemudian dikonsultasikan pada ttabel pada taraf

signifikan 0,05 diperoleh nilai ttabel = 1,667 Karena thitung > ttabel maka Ha diterima,

sehingga terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran model pendidikan montessori dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan model Pendidikan Montessori berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

(6)

ii

State Islamic University Jakarta.

The research aims to understand the influence of the Montessori’s education model to the result in the Study of Mathematic. The method used in this research is quasy experiment method with the Two Group Randomized Subject Posttest Only design. The technique of sampling in the research is uses cluster random sampling. The instrument is essay-type tests. The analytic technique in the research uses the t-test to evaluate hypotesis. Pursuant to result of calculation hypothesis test is obtained value of tcount = 7,35 then consulted to ttabel at

significant level 0,05, obtained value of ttable = 1,667. Because tcount > ttable 7,35 >

1,667), hence is Ha accepted, so that there are difference of mean result of

learning student mathematics using study of Montessori‘s education model with using conventional near byness. Thereby study with Montessori’s education model have an effect on to result learn student mathematics.

(7)

iii

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

dengan perkenankan-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Memamg masih banyak kekurangan dan saya sadar betapa lemahnya diri saya di

hadapan-Nya karenanya saya selalu memohon bantuan dan pertolongan agar

selalu diberi kemudahan di dalam segala urusan baik yang bersifat lahiriah

maupun batiniyah. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikut sampai akhir zaman.

Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kendala yang

dialami penulis, namun berkat do’a, kesungguhan hati, kerja kerasa dan bantuan

dari berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak ada

kata yang dapat penulis ucapkan lagi, kecuali hanyalah rasa terima kasih yang

tidak terkira atas bimbingan, dorongan serta masukan-masukan positif atas

penyusunan skripsi ini. lebih khusus lagi penulis mengucapkan rasa terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan

seluruh staf jurusan pendidikan matematika

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika sekaligus dosen pembimbing II, yang telah membimbing,

memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, dosen pembimbing I, yang telah dengan sabar dan

ikhlas memberi banyak arahan pada penulisan skripsi ini, sehingga penulis

bisa menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan ilmunya

(8)

iv

Ardian, yang telah banyak memberikan semangat, do’a yang ikhlas,

bantuan moril dan materi sehingga penulis tetap semangat dalam mengejar

dan meraih cita-cita sampai hari ini. Semoga semua amal dan ibadahnya

dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.

7. Kepala SDN Jati Asih 3, wali kelas IV, murid – murid kelas IV, serta

seluruh karyawan dan guru SDN Jati Asih 3 yang telah membantu penulis

saat melaksanakan penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan di jurusan pendidikan Matematika 03, terutama

Encun, Ahik, Agus, Titu, Fajri, Dini, yang selalu memberikan semangat,

persahabatan, mengisi hari – hari penuh keceriaan semasa kuliah, kenangan

yang tak terlupakan, yang akhirnya terus berjuang sampai akhir, dan yang

senantiasa mendo’akan penulis dalam menyusun skripsi. Juga teman –

teman angkatan 2003 kelas B terutama teman - teman yang tetap solid

hingga titik akhir semester, dan semua teman – teman angkatan 2003 yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Teman – teman yang senantiasa mendoakan penulis, dan dengan sabar

menunggu dan mendukung penulis sampai akhirnya skripsi ini selesai kak

Liza, Yeti, H5H, Rani, April, Mutiah, Atik, Yuli, Suci, Jannah, dan Bani.

10.Semua guru – guru di YPDM terutama guru – guru SMA, Pak Yayat, Pak

Azis, Pak Parjo, Bu Arie, Bu Sekar, Bu Tika, Bu Diah, Bu Ila, dan Bu Lina,

yang telah mengizinkan, memberi kesempatan, menyemangati, memotivasi

dan mendo’akan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Juga semua teman – teman guru yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Murid – muridku di SMA Dua Mei Ciputat, yang tetap setia menanti

(9)

v

13.Seluruh staff dan karyawan Perpustakan Tarbiyah dan Perpustakaan Utama

yang telah membantu penulis dalam pencarían sumber informasi dan

referensi dalam penulisan skripsi ini.

14.Semua pihak yang terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu

nama, jabatan serta sumbangsihnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya.

Hanya do’a yang penulis haturkan semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan dan

pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan bagi semua pihak yang membacanya. Amiin Yaa Rabbal

‘Alamiin

Jakarta, Februari 2011

Penulis

(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 9

1. Pengertian Hasil Belajar Matematika ... 9

a. Pengertian Belajar ... 9

b. Pengertian Matematika... 14

c. Pengertian Hasil Belajar ... 19

2. Model Pendidikan Montessori ... 24

a. Riwayat HidupMontessori ... 24

b. Pendidikan Model Montessori ...26

c. Model Pembelajaran Konvensional ... 40

B. Kerangka Pikir ... 45

(11)

vii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Uji Prasyarat Instrumen ... 50

F. Teknik Analisis Data ... 53

G. Hipotesis Statistik ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 58

1. Hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen ... 58

2. Hasil Belajar Metematika Siswa Kelompok Kontrol ... 59

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 61

1. Uji Normalitas hasil Belajar Matematika Siswa ... 61

2. Uji Homogenitas Hasil Belajar Matematika Siswa ... 62

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 63

1. Pengujian Hipotesis ... 63

2. Interprestasi Data ...64

3. Pembahasan ... 65

D. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(12)

viii

Montessori dengan pembelajaran konvensional ... 43

Tabel 3.1 disain penelitian ... 48

Tabel 3.2 Rekapitulasi hasil perhitungan analisis instrumen ... 53

Tabel 4.1 distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen ...58

[image:12.595.112.514.155.561.2]

Tabel 4.2 distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelas kontrol ...60

Tabel 4.3 perbandingan hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol...61

Tabel 4.4 Hasil uji normalitas tes ...62

Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas posttes ... 63

(13)

ix

[image:13.595.111.499.173.560.2]
(14)

x

Lampiran 2 RPP Kelas Konrol ... 90

Lampiran 3 Kisi – Kisi Instrumen ... 101

Lampiran 4 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 102

Lampiran 5 Jawaban Uji Coba Instrumen Penelitian ……… 105

Lampiran 6 Hasil Pra Penelitian ……… 111

Lampiran 7 Perhitungan Uji Analisis Data ... 113

Lampiran 8 Perhitungan Median, Modus, Kemiringan dan Kurtosis ... 124

Lampiran 9 Langkah – Langkah Perhitungan Uji Validitas ... 128

Lampiran 10 Uji Validitas Instrumen ……… 129 Lampiran 11 Langkah –Langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ……… 130 Lampiran 12 Uji Reliabilitas Instrumen ... 131

Lampiran 13 Langkah – Langkah Perhitungan Daya Beda ... 132

Lampiran 14 Perhitungan Daya Beda ... 133

Lampiran 15 Langkah – Langkah Perhitungan Taraf Kesukaran ... 134

Lampiran 16 Perhitungan Taraf Kesukaran ... 135

Lampiran 17 Contoh Alat – Alat Dalam Model Pendidikan Montessori ... 136

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi – potensi pembawaan, baik

potensi jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai – nilai yang ada pada

masyarakat dan kebudayaan.1 Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan

dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa

pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang.

Pendidikan mempunyai tujuan menyediakan lingkungan yang

memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya

secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi

sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.

Pendidikan yang dibutuhkan manusia adalah pendidikan seumur hidup. Telah

disabdakan oleh Nabi Muhammad tentang pendidikan seumur hidup dalam

haditsnya, yaitu:

“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat atau kubur”2

Allah SWT juga menjanjikan kepada semua umat manusia yang hidup di

dunia bahwa Allah SWT akan mengangkat orang-orang yang berilmu, yang

1

Zurinal Z. Ilmu Pendidikan Pengantar Dan Dasar – Dasar Pelaksanan Pendidikan. (Jakarta:UIN Jakarta press, 2006),h5

2

(16)

diberi pengetahuan dan ilmu itu selanjutnya diamalkan. Ini sesuai dengan

firman Allah SWT pada surat al-Mujadalah ayat 11, yaitu:

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan3

Menurut Quraish Shihab, manusia yang dijadikan khalifah itu bertugas

memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang

ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Allah.4 Atas dasar hal tersebut, Shihab melanjutkan bahwa tujuan pendidikan Al-Quran adalah membina

manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan

fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini

sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.” Atau dengan kata yang lebih

singkat dan sering digunakan oleh Al-Quran, “untuk bertakwa kepada-Nya.”5 Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia dituntut berpendidikan tujuan

akhirnya adalah untuk kebutuhan pribadinya sendiri, yaitu untuk kemakmuran

dan kesejahteraan mereka.

Setiap orang bahkan para ahli pendidikan memiliki cara pandang yang

berbeda tentang hakekat anak, seperti yang di ungkapkan oleh aliran

behavioristik, bahwa anak tidak memiliki potensi apa-apa dari sejak lahir,

mereka seperti kertas putih yang masih kosong dan mereka dapat dibentuk

sesuai dengan apa yang kita inginkan yang terkenal dengan konsep Tabula

rasa, sedangkan aliran konstruktivis mengungkapkan bahwa anak bersifat aktif

dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. Tentunya dari

beberapa pandangan yang telah diuraikan, hal ini yang melandasi seseorang

dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada anak.

3

Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: CV Pustaka Utama, 1998). h.175 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 172

5

(17)

Telah kita yakini bersama, bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya

sebagai seorang manusia, salah satu hak yang harus didapatkan oleh seorang

anak adalah hak mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai

dengan konvensi dunia tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan

(Education For All) atau PUS (Pendidikan Untuk Semua). Dipertegas dalam

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat I berbunyi : " Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran." Dengan kata lain, bahwa pemerintah sangat peduli terhadap pendidikan warga negaranya dan setiap

warga negara harus mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak tanpa

membeda-bedakan status sosial ekonomi maupun batasan usia agar hak

tersebut dapat dirasakan adil oleh seluruh rakyat, seperti yang tercantum

dalam pancasila sila ke 2 yang berbunyi : " Kemanusiaan yang adil dan beradab." dan sila ke 5 yang berbunyi : " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Begitu seriusnya pemerintah terhadap pendidikan dan kesejahteraan rakyat, maka UndangUndang tentang Pendidikan Nasional pun

di susun agar pendidikan tidak sekedar terselenggara saja, melainkan

pendidikan memiliki standar kualitas yang baik, sehingga dikeluarkannya

Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai

landasan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan.

Untuk mendapatkan standar pendidikan dengan kualitas yang baik,

maka diperlukan model - model pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan

dimana model itu akan di implementasikan. Dalam situasi masyarakat yang

selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu

dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi

dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan

dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan

datang.

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal

atau sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal

ini Nampak pada hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat

(18)

masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik

itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar).

Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa

ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak

didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses

berpikirnya.

Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher – centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka

menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktek,

cukup menjelaskan konsep – konsep yang ada pada buku ajar atau referensi

lain. Disini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami

bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri.6

Lembaga – lembaga pendidikan lebih banyak melakukan kegiatan -

kegiatan yang berorientasi pada pengembangan akademik dan menjejali siswa

dengan berbagai data dan informasi yang belum diperlukan. Pendidikan

menjadi bersifat verbalitis dan mekanistis, dimana anak lebih banyak mengenal dan menghapal serangkaian kata – kata dan istilah serta rumusan

angka dan simbol – simbol tanpa memahami makna dan kegunaannya untuk

kehidupan. Dunia sekolah kehilangan makna. Pendidikan yang diharapkan

dapat melahirkan generasi yang cerdas, kreatif, mandiri, berkepribadian, dan

percaya diri digantikan oleh generasi yang tidak punya sikap, generasi “yes

man“, ABS (Asal Bapak Senang), dan seterusnya.

Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan di jenjang

pendidikan dasar dan menengah. Matematika merupakan ilmu dengan objek

abstrak dan dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu

mengembangkan model – model yang merupakan contoh dari sistem itu yang

pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam

kehidupan sehari – hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir

6

(19)

seseorang menjadi pola pikir yang matematis, sistematis, logis, kritis dan

cermat. Tetapi sistem matematika ini tidak sejalan dengan tahap

perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh

orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal

dan menyulitkan bagi anak. Padahal matematika bertujuan untuk mendidik

siswa agar berpikir logis dan memiliki kemampuan nalar yang tinggi.

Pada saat ini masih ada guru yang memberikan konsep-konsep

matematika sesuai jalan pikirannya, tanpa memperhatikan bahwa jalan

pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang dalam memahami

konsep-konsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap mudah menurut

logika orang dewasa dapat dianggap sulit dimengerti oleh seorang anak.

Selain itu setiap anak merupakan individu yang berbeda. Perbedaan pada tiap

individu dapat dilihat dari minat, bakat, kemampuan kepribadian, pengalaman

lingkungan dan lain –lain.

Menurut Piaget anak usia 7 – 12 tahun masih berpikir pada tahap

operasi konkrit artinya mereka belum bisa berpikir secara formal. Ciri – ciri

anak pada tahap ini hanya dapat memahami operasi logis dengan bantuan

benda – benda konkrit, mereka belum dapat berpikir deduktif, berpikir

transitif. Padahal matematika adalah ilmu deduktif, formal, hirarki dan

menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya

perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia 7 – 12 tahun, maka

akan sulit dipahami oleh mereka jika tidak diajarkan tanpa memperhatikan

tahap berpikir sesuai usia mereka.

Berbicara mengenai pembelajaran matematika terutama pada jenjang SD

tentu masih banyak kekurangan – kekurangan yang terjadi. Umumnya metode

ceramah dan pemberian tugas sangatlah mendominasi dari setiap kegiatan

pembelajaran. Sangat jarang dijumpai guru merencanakan pembelajaran

matematika menggunakan model pembelajaran yang nyata yang bisa

mengaktifkan siswa, karena mereka menganggap pembelajaran yang demikian

(20)

kenyataan menunjukan bahwa bekal kemampuan materi matematika dari guru

SD masih kurang memadai sehingga tidaklah mengherankan bila

pembelajaran matematika yang dikelolanya menjadi kurang maksimal.

Melihat fenomena tersebut serta begitu pentingnya perkembangan

seorang anak, maka seorang tokoh pendidikan bernama Maria Montessori

memperkenalkan model pendidikan yang mencakup melatih panca indera dan

melatih keterampilan anak, dengan alat peraga khusus, Maria Montessori

berpendapat jika anak diberi materi dan lingkungan yang tepat, anak

cenderung bisa mengerjakan aktifitas secara spontan. Lewat aktifitas, anak

mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Anak akan belajar sesuai

keinginan pribadi dan mengatasi ketidakmampuan tanpa bantuan dan campur

tangan orang tua.

Ide utama Montessori tentang bagaimana anak berperilaku dan

berkembang merupakan kreatifitas spontan dan perkembangan menyeluruh.

Kreatifitas spontan merujuk pada hakekat kreatifitas makhluk hidup. Anak

spontan beraktifitas menurut keinginan dan inisiatif, tanpa diberitahu apa dan

kapan harus dilaksanakan. Anak otomatis menyalurkan energi dan usaha

untuk membangun tubuh, kepribadian dan semua aspek kehidupan.

Pendidikan Montessori membantu anak memuaskan dan memenuhi

keinginan sekaligus menunjang perkembangan total. Ini berarti memberikan

setiap aspek pertumbuhan seperti fisik, intelektual, linguistik, emosi, spiritual,

atau sosial, yang proporsional setiap saat agar membantu anak berkembang

menjadi manusia utuh. Montessori berpendapat manusia kreatif sangat haus

ilmu dari berbagai disiplin ilmu.

Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan

sebuah penelitian dengan Model pendidikan Montesorri. Adapun judul yang

penulis ajukan adalah :””PENGARUH MODEL PENDIDIKAN

(21)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa masih relatif rendah.

2. Jenuhnya siswa pada model pembelajaran yang tidak bervariasi.

3. Kurangnya keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran

yang bisa mengaktifkan siswa pada proses pembelajaran.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Untuk memudahkan pembahasan pada penelitian ini dan agar tidak

menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta untuk mencapai sasaran

tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi ruang lingkup

permasalahan, yaitu:

a. Model pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen adalah

Model Pendidikan Montessori.

b. Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan model

pembelajaran konvensional.

c. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar

matematika siswa SDN Jati Asih 3 Bekasi kelas IV semester 2, pada

pokok bahasan Bilangan Pecahan. Dan hasil belajar tersebut dilihat

dari hasil belajar aspek kognitifnya saja.

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini yaitu “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang menggunakan pembelajaran

matematika model pendidikan montessori dengan yang menggunakan

(22)

D. Tujuan dan manfaat Penelitian

1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah model pendidikan Montessori berpengaruh terhadap

hasil belajar matematika siswa.

2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan mafaat :

a. Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan sumbangan yang berguna

dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan terutama

dalam meningkatkan hasil belajar siswanya.

b. Bagi guru, memotivasi untuk lebih meningkatkan cara mengajar serta

mampu mengembangkan model pembelajaran yang telah ada

c. Bagi siswa, dapat mengembangkan hasil belajarnya terutama dalam

mata pelajaran matematika

d. Bagi penulis, dapat menjadi bekal pengetahuan mengenai model

pendidikan Montessori untuk mengembangkan hasil belajar dan dapat

(23)

9

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,

berlatih, perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh

pengalaman. Berdasarkan pengertian secara psikologis belajar

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut teori belajar, W.S Winkel

belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan,

pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan ini

bersifat relatif, konstan dan berbekas.

Witherington dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan: ”belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian

yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang

berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu

pengertian”.1

Fontana (1981) menyatakan bahwa belajar adalah “proses

perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari

pengalaman”, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan

lingkungan yang memberi nuansa agar progam belajar tumbuh dan

berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat

internal dan unik dalam diri individual siswa, sedang proses

1

(24)

pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat

rekayasa perilaku.

Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan

lebih terarah dan sistematika daripada belajar yang hanya semata-mata

pengalaman dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Belajar dengan

proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan

kondusif yang senngaja diciptakan. Dalam arti sempit proses

pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan,

sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu

siswa dengan lingkungan sekolah.

Sedangkan menurut konsep komunikasi pembelajaran adalah

proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa

dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan

menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan

sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan dan materi yang

dikomunikasikan berisikan pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam

komunikasi banyak arah dalam pembelajaran, peran-peran tersebut bisa

berubah, yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta antara

siswa dengan siswa.

Menurut Robert Gagne pembelajaran terdiri dari beberapa

jenis, yaitu:

1) Pembelajaran melalui isyarat

Merupakan perubahan tingkah laku anak yang terjadi karena

karena adanya isyarat (signal) sebagai suatu rangsangan (stimulus)

yang menimbulkan tindak balas (respon)

2) Pembelajaran stimulus-respon

Hasil teori pelaziman operan (operan conditioning) yang

dikembangkan oleh skiner. Menurut ia seorang anak akan belajar

melalui rangkaian stimulus respon, yaitu respon akan diperkuat

apabila memberikan kepuasan dan respon akan diperlemah jika

(25)

3) Pembelajaran secara berantai

Adalah suatu prilaku tertentu akan diikuti oleh pihak lain sehingga

membentuk suatu prilaku yang bermakna.

4) Pembelajaran melalui assosiasi verbal

Jenis ini hampir sama dengan jenis ketiga diatas yaitu melalui

perangkaian tanya respon yang diberikan bukan dalam bentuk

gerak melainkan dalam bentuk penggunaan bahasa sesuai dengan

simbol-simbolnya.

5) Pembelajaran diskriminasi

Dalam jenis ini anak dituntut untuk mampu membedakan berbagai

objek, peristiwa dan sebagainya secara tepat.

6) Pembelajaran konsep

Pembelajaran ini merupakan proses pembentukan suatu konsep

dengan mengabstraksikan berbagai ciri suatu objek atau peristiwa

tertentu sehingga memberikan makna yang lebih luas.

7) Pembelajaran mengikuti aturan

Aturan merupakan hubungan antara dua atau lebih ciri-ciri dalam

suatu konsep.

8) Pembelajaran pemecahan masalah

Pembelajaran jenis ini merupakan pembelajaran pada taraf yang

lebih tinggi karena menuntut penguasaan berbagai konsep dan

aturan tertentu dalam menghadapi masalah. Pada pembelajaran

jenis ini anak akan belajar bagaimana pemecahan suatu masalah

secara sistematis dengan menggunakan berbagai konsep dan

aturan.

Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari

proses sosialisasi. Pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk

(26)

belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan

dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik.2

Menurut kamus psikologi, belajar adalah perolehan dari

sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku sebagai

hasil dari praktik atau hasil pengalaman. Atau bisa juga berarti proses

mendapatkan reaksi – reaksi, sebagai hasil darei praktik dan latihan

khusus.3

Dalam pandangan psikologis secara umum mendefinisikan

belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan

lingkungannya. Sejalan dengan itu Reber membatasi belajar dengan dua

macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relative permanent change ini respons potensiality which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang

diperkuat.4

Belajar menurut Muhibin mengutip pendapat Chaplin (1972)

dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu:

1) Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku

yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.

2) Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh

respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.5

Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai

suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke

2

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), Edisi Revisi, h.8

3

J.P Chaplin. Kamus lengkap Psikologi (rajawali Perss :Jakarta 2004) h.272

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan..., (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004), Cet ke-9, h. 91.

5

(27)

abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi

setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang

memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda

tergantung kepada masing-masing individu.

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya

Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat

bahwa ”Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah

laku yang berlangsung secara progresif.” 6

Menurut Moh. Surya,

“belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruah,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya.7 Wittig dalam bukunya Psychology of Learning

mendefinisikan belajar sebagai : “any relatively permanent change in

an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of

experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai

hasil pengalaman.”8 Sedangkan menurut Arifin, “bela

jar adalah suatu

kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa

bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada

kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.”9

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman

dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku,

baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap,

bahklan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.10

Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar maka dapat

disimpulkan belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai

6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2003). h. 90

7Akhmad Sudrajat,” Hakekat Belajar” , dari:

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/konseling/hakekat-belajar/ , 8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan….. h. 90

9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. Ke-IV, h. 26

10

(28)

perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dengan

pengalaman yang menyenangkan sehingga mampu mengembangkan

cara berfikir.

b. Pengertian Matematika

Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat.

Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang

matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang

secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai

bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1,

-1, 2, - 2, ... melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali, dan

bagi.

Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Prancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia) matematick atau wiskunde (Belanda), berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar-akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathenein yang mengandung arti belajar atau berfikir 11.

Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan

kata lainnya yang hampir sama yaitu ”Mathein” atau ”Manthenein”

yang artinya mempelajari atau belajar atau berpikir.12 Jadi berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan

yang didapat dengan berpikir atau bernalar.

Menurut Andi Hakim Nasution , mungkin juga kata matematika

berasal dari bahasa sanksekerta yaitu ” Medha atau ”Widya yang artinya

11

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung : JICA UPI, 2001) hal 17.

12

(29)

kepandaian, ketahuan, atau intelegens. 13 Dalam kamus Bahasa

Indonesia matematika diartikan sebagai ” ilmu tentang bilangan –

bilangan , hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang

digunakan dalam menyelesaikan mengenai bilangan. Jadi matematika

adalah ilmu yang memepelajari tentang bilangan – bilangan dan

hubungannya antara bilangan - bilangan tersebut, serta bagaimana cara

menerapkannya untuk mendapatkan penyelesaian masalah tentang

bilangan tersebut.

Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang

diperoleh dengan bernalar hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain

diperoleh bukan dari penalaran, akan tetapi pelajaran matematika lebih

menekankan aktifitas dengan menggunakan rasio, akal (penalaran).

Pada tahap awal, ilmu matematika diperoleh dari pengalaman manusia

secara empiris, karena matematika sebagai aktifitas manusia kemudian

pengalaman itu diproses melalui akal, rasio (penalaran), kemudian

diolah secara analisis dan sintesis dengan cara penalaran didalam

struktur kognitif sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang berupa

konsep-konsep matematika. Supaya konsep ini dapat dipahami orang

lain secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang disepakati

bersama secara global (Internasional) yang dikenal dengan bahasa

matematika.

Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata

cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif. Pada matematika diletakan dasar bagaimana mengembangkan

cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat

dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar

terdsebut dianut dan digunakan oleh bidang studi atau ilmu lain.

Ketika materi-materi matematika dipandang sebagai sekumpulan

keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka

pembelajaran matematika hanya sebagai sebuah pengembangan

13

(30)

keterampilan belaka. Oleh karena itu NTCM (National Council of Teachers of Matematics) merekomendasikan empat prinsip, yaitu: 1) Matematika sebagai pemecahan masalah

2) Matematika sebagai penalaran

3) Matematika sebagai komunikasi

4) Matematika sebagai hubungan14

Selain empat rekomendasi tersebut, NCTM (1989) pun

menambahkannya dengan estimasi dan struktur matematika yang

membantu dalam mengeneralisasikan matematika secara komprehensif.

Pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah

pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik (lintas topik bahkan

lintas bidang studi jika memungkinkan) tentang materi yang telah

disajikan. Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi

tuntutan tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja, namun

diharapkan pula muncul „efek iringan’ dari pembelajaran matematika

tersebut.

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya

secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses didalam dunia rasio,

diolah secara analisis dengan penalaran didalam struktur kognitif

sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-

konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh oranglain

dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa

matematika atau notasi matematika yang bernilai global.

James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu

tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep

yang berhubungan satu sama yang lainnya dengan jumlah yang banyak

yang terbagi menjadi tiga bidang yaitu: aljabar, analisis dan geometri

14

(31)

namun pembagian yang jelas sangatlah susah untuk dibuat, sebab

cabang - cabang itu semakin bercampur15.

Matematika sebagai cabang ilmu teoritis mempunyai objek

penyelidikan permukaan dan isi, garis – garis, dan angka – angka dari

benda – benda dan gerak yang penyelidikannya menghasilkan tatanan –

tatanan yang diperoleh melalui abstraksi dalam pikiran. Matematika

tidak menyelidiki substansi yang dapat diindra baik yang abadi maupun

yang fana, tetapi substansi yang tidak dapat digerakan yang oleh

Aristoteles disebut bentuk yang berupa abstraksi – abstraksi atau

ringkasan – ringkasan dari materi dan gerak yang di peroleh melalui

pemikiran dalam bentuk penalaran.

Matematika adalah studi tentang kuantitas, struktur, ruang dan

perubahan. Matematika dikembangkan melalui penggunaan abstraksi

dan penalaran logis, mulai dari penghitungan, pengukuran dan studi

bentuk serta gerak objek fisis. 16

Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai

bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan

manusia memikirkan , mencatat, mengkomunikasikan ide – ide

mengenai elemen – elemen dan kuantitas. Sedangkan menurut Kline

matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah

penggunaan cara bernalar dedukrif, tetapi juga tidak melupakan cara

bernalar induktif.

Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari

struktur, perubahan, dan ruang tak lebih resmi, seorang mungkin

mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka'. Dalam pandangan

formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan

struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika

Hilbert dari aliran formalisma menyatakan bahwa matematika

sebagai suatu permainan yang di mainkan diatas kertas yang

15

Erman Suherman , Strategi Pembelajaran Matematika ... hal 18. 16

(32)

menggunakan aturan – aturan tertentu yang disertai simbol – simbol

kosong dari arti. Sujono menyatakan matematika adalah ilmu

pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah – masalah yang

berhubungan dengan bilangan.

Sedangkan berdasarkan etimologis Tinggih berpendapat bahwa

kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui

penalaran akan tetapi dalam matematika lebih menekiankan aktivitas

dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan

hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran.

Menurut Johnson matematika adalah pola pikir, pola

mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika itu adalah

bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,

jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa

bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika

adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam

teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak

didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan

kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide dan

matematika itu adalah suatu seni, keindahanya terdapat pada

keterurutan dan keharmonisannya.

Di tingkat sekolah, mata pelajaran matematika diharapkan dapat

membantu siswa untuk dapat untuk dapat berpikir kritis, logis dan

sistematis. Dengan bekal pengetahuan matematika yang baik, para

siswa diharapkan dapat memilki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Karakteristik matematika adalah kedisiplinan di dalam pola berpikirnya

yang logis, kritis, sistematis dan konsisten serta menuntut daya kreatif

(33)

Tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa

memiliki:17

a) Kemampuan matematika yang dapat dialih-gunakan untuk

memecahkan masalah matematika, pelajaran lain dan yang

berkaitan dengan kehidupan nyata.

b) Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat berkomunikasi.

c) Kemampuan menggunakan matematika sebagai suatu cara bernalar

yang dapat dialih-gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir

logis, kritis, sistematis, objektif, jujur serta bersifat disiplin dalam

memandang dan menyelesaikan masalah.

Berdasarkan pengertian – pengertian diatas maka dapat

disimpulkan matematika adalah ilmu pengetahuan yang terdiri dari

simbol , garis , titik, dan angka atau bilangan yang terstruktur dari

benda – benda dan gerak yang sifatnya masih abstrak yang cara

mendapatkannya diperlukan cara berpikir yang bernalar atau logik.

c. Pengertian Hasil Belajar

Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berfikir yang

melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan

informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan

penguasaan terhadap materi yang diberikan. Pemahaman dan

penguasaan ini disebut sebagai hasil belajar. Pada hakikatnya hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa

setelah mengalami proses belajar mengajar. Menurut Sudjana, ”hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya.”18

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya

seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang

dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah

17 Martono, dkk, Standar Kompetensi..., h. 9

(34)

laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil

belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang

bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar

dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai

atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah

belajar.

Ada empat unsur utama dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan,

bahan, metode, dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses

pembelajaran pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang

diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh

pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah

yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam

proses pembelajaran agar sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode

dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui

sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.

Untuk mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat

dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda

sejalan dengan filsafatnya. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu

bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional

khususnya dapat tercapai. 19 Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya. 20 Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan

cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan

yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi

lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan

intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.

19

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet Ke-2, h. 119.

20

(35)

Menurut Bloom, bahwa secara garis besar membagi hasil belajar

menjadi tiga ranah, yaitu ranah koginitif, afektif dan psikomotoris.21 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar inteketual seperti

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang berupa kehadiran,

keaktifan belajar, pengumpulan tugas, dan lain-lain. Sedangkan ranah

psikomotoris berkenaan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan

bertindak siswa sehari-hari.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, yang

mana dari ketiga ranah tersebut, kognitiflah yang paling banyak dinilai

oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para

siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Taksonomi atau

penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan

adanya 6 (enam) kelas/tingkat yakni: pengetahuan, pemahaman,

penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.

Pengetahuan merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif

berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan

tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti

mempelajari. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe

hasil belajar berikutnya. Misalnya, hafal suatu rumus akan

menyebabkan paham bagaimana menggunkan rumus tersebut.

Pemahaman merupakan kemampuan memahami/ mengerti

tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya

dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk

membuktikan bahawa ia memahami hubungan yang sederhana diantara

fakta-fakta atau konsep.

Penerapan (aplikasi) adalah penggunaan abstraksi pada situasi

konkret atau situasi khusus. Dalam aplikasi, siswa dituntut memiliki

kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/ abstraksi

(36)

tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk

diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke

bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Dalam analisis, siswa

diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau

konsep-konsep dasar. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang

pada seseorang, maka ia akan dapat mengpalikasikannya pada situasi

baru secara kreatif.

Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur

pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta untuk

melakukan generalisasi. Berpikir sintesis merupakan berpikir yang

peecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Berpikir sintesis

merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.

Evaluasi yaitu kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu

maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi, siswa diminta untuk

menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk

menilai suatu kasus. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi

perlu adanya sutu kriteria atau standar tertentu. Misalnya, dalam tes esai

kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ” menurut pendapat saudara” atau ”menurut teori tertentu”.

Abdurrahman mendefinisikan bahwa, “hasil belajar adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. 22 Belajar itu sendiri merupakan suatu proses seseorang yang berusaha

untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif

menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol atau

yang disebut kegiatan pembelajaran/instruksional, tujuan belajar telah

ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Dengan demikian, anak dikatakan

berhasil dalam belajar jika berhasil mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran atau tujuan instruksional.

22

(37)

Hasil belajar adalah nilai hasil pengajaran yang telah diberikan

oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu. Menurut

Djamarah ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan menjadi

beberapa kriteria, yaitu:

1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang

diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76%-99%) bahan

pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3) Baik/minimal, apabila hanya 60%-75% bahan pelajaran yang

diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.23

Hasil belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa

terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor

pendekatan belajar.24 Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu aspek

fisiologis (bersifat jasmani) dan aspek psikologis (bersifat rohani,

seperti: intelegensi siswa, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa).

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor ini terdiri dari dua macam yaitu lingkungan sosial (seperti guru,

teman-teman belajar, staf sekolah, dan sebagainya) dan lingkungan

non-sosial (seperti gedung sekolah, rumah, alat belajar dan sebagainya). Dan

yang terakhir yaitu faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau

strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan

efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang atau siswa yang

sudah belajar berbeda keadaannya dengan ketika ia belum belajar. Hasil

belajar ini akan ditunjukkan seseorang melalui kemapuan-kemampuan

yang telah dimiliki, serta hasil belajar yang dinyatakan dengan nilai

yang dilakukan dalam waktu tertentu.

23

(38)

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya

seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang

dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah

laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil

belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang

bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar

dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai

atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah

belajar.

Hasil belajar matematika di tingkat sekolah dasar dan menengah

umumnya dinyatakan dengan nilai (angka), sehingga siswa yang belajar

matematika akan mempunyai kemampuan baru tentang matematika

sebagai tambahan dari kemampuan yang telah ada. Hasil belajar

matematika adalah tolak ukur keberhasilan yang dicapai siswa dalam

belajar matematika dengan tujuan kognitif, yaitu pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sebelum

seorang guru menilai hasil belajar siswa dalam penguasaan terhadap

mata pelajaran yang ditekuninya, guru tersebut sebaiknya mengukur

hasil belajar siswa dalam penguasaan pelajaran tersebut. Kegiatan

pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan antara lain melalui

ulangan, ujian, tugas, dan sebagainya.

2. Model Pendidikan Montessori

a. Riwayat Hidup Montessori

Nama Montessori menunjukan karya Dr. Maria Montessori. Maria

Montessori belajar matematika dan teknik di jurusan teknik, kemudian

melanjutkan kuliah di Universitas Roma. Ia menjadi wanita pertama yang

memperoleh gelar dokter di Italia.25

Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle,

sebuah propinsi kecil di Ancona, karena sebagai anak muda, dia

25

(39)

mempunyai minat dan bakat yang besar pada matematika, orang tuanya

mengirimkannya ke Roma agar Maria memperoleh kelebihan-kelebihan

pendidikan sebuah kota besar. Meski orangtuanya ingin Maria menjadi

guru, dia justru memutuskan untuk untuk menekuni bidang engineering. Namun bidang inipun bukanlah kesukaannya dan setelah perkenalan yang

singkat pada bidang biologi, kemudian dia memutuskan menekuni bidang

kedokteran. Pada tahun 1896, dia menjadi wanita pertama di Itali yang

mendapatkan gelar Doctor of Medicine.

Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Maria bekerja di klinik

psikiatrik Universitas Roma dan pekerjaannya yang berhubungan dengan

masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam menuangkan

gagasan-gagasan pendidikan pada masa-masa yang akan datang. Dia

sangat yakin bahwa defisiensi mental lebih merupakan masalah pedagogis

daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan

khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu. Dan, pada gilirannya,

pendidikan dan pemahamannya terbukti memberikan kontribusi sangat

besar dalam pengembangan kemampuan anak yang menderita cacat

mental. Casa dei Bambini, atau "Children's House" didirikan pada tahun 1907 di Roma yang diperuntukkan bagi anak-anak cacat mental ini,

semuanya berumur di bawah lima tahun. Dr.Montessori menggunakan

materi – materi yang sebelumnya digunakan untuk mendidik anak cacat

mental yang usianya lebih tua, yang sebelumnya merupakan sarana ilmiah

utama untuk mengukur akurasi diskriminasi – diskriminasi sensoris.

Pada tahun 1909, sebagai hasil minatnya yang besar terhadap Casa dei Bambini, Maria Montessori menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child Education in the Children's Houses. Karyanya ini menarik perhatian masyarakat dan orang-orang Amerika yang pertama

memberikan tanggapan. Namun, gagasan-gagasannya segera mendapatkan

kritik, sebagian besar karena fakta bahwa bangsa Amerika telah

mendapatkan bentuk pendidikan yang mapan dan tidak beranggapan

(40)

seperti tidak perlu bagi anak usia pra-sekolah. Diantara pengkritik ini

adalah pengikut Darwinisme konservatif yang sangat percaya pada " fixed intellegence" (kecerdasan yang diperbaiki) dan yakin bahwa faktor keturunan adalah satu-satunya penentu perkembangan anak. Teori-teori

Freud (Psiko-analitis) juga mendapat perhatian di awal 1900-an dan

cenderung merendahkan arti pentingnya revelasi Montessori bahwa

materi-materi pendidikannya membangkitkan minat Spontaneous anak dalam belajar.

Sementara kemerosotan metode Montessori terus berlanjut, secara

perlahan gerakan Montessori berkembang di beberapa Negara Eropa dan

di berbagai penjuru dunia lainnya. Pada tahun 1915, Maria Montessori

secara antusias di terima di Amerika. Dia memberikan kuliah dan

mengadakan kursus-kursus bagi para guru di California. Untuk

memperkenalkan lebih lanjut metodenya kepada masyarakat luas, sebuah

kelas Montessori didirikan di San Fransisco World Exhibition pada tahun

1915. Beberapa sekolah lainnya juga didirikan dalam beberapa tahun

berikutnya, tetapi segera ditutup karena minat masyarakat berkurang.

Setelah kembali ke Eropa, dia memberikan kuliah di beberapa

negara dan juga menghabiskan banyak waktunya dalam penelitian lebih

lanjut. Dr. Montessori meninggal di Belanda tahun 1952 pada umur 81

tahun. Setelah kematiannya, anak laki-Iakinya Mario Montessori

menggantikannya sebagai direksi Association Montessori Internationale

dengan kantor pusat di Amsterdam.26

b. Model Pendidikan Montessori

1) Konsep Anak Menurut Pandangan Model Pendidikan

Montessori

Maria Montessori adalah ilmuan. Ia mempelajari anak dengan

observasi dan eksperimen. Ia yakin bahwa ia perlu tahu anak secara

26

(41)

menyeluruh sebelum benar – benar memahami bagaimana perilaku

anak. Montessori menemukan kekuatan tersembunyi yang membuat

anak beraktifitas secara spontan. Observasi montessori juga menguak

komponen belajar anak dimasa pertumbuhan.27

Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi

lahir, dan bahwa tahun – tahun pertama kehidupan anak, yang

merupakan masa – masa sangat formatif, paling penting baik secra

fisik maupun mental. Bahkan bayi yang masih kecilpun harus

dikenalkan pada orang – orang dan suara – suara, diajak bercanda dan

diajak bercakap – cakap kalau dia ingin bisa berkembang menjadi

anak normal yang bahagia. Seorang bayi mempunyai pikiran yang

aktif, yang tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang

dewasa, dan menjadi apatis jika selalu ditinggal sendirian. Melalui

proses – proses belajar yang normal dan secara bertahap, pola – pola

perilaku ditetapkan dan kekuatan – kekuatan pikiran orang dewasa

secara perlahan ditumbuhkan. Metode – metode pembelajaran yang

sesuai dalam tahun – tahun kelahiran sampai usia enam tahun

biasanya akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa, karena

perkembangan mental dalam usia – usia awal berjalan dengan cepat,

inilah periode yang tidak boleh disepelekan.28

Montessori merupakan sistem pendidikan revolusioner

berdasarkan hukum alam yang kekal, yaitu pendidikan baru sejak

lahir hingga dewasa perlu ditanamkan. Pendidikan harus

direkonstruksi dan didasarkan atas pembahasan dan hukum alam.

Pendidikan tidak di dasarkan pada pemahaman dan prasangka orang

dewasa. Dr. Maria Montessori memandang hukum alam berlaku pada

anak. Ketika anak diberi motivasi dan lingkungan yang rapi, anak

spontan menunjukan sikap yang berubah – ubah, bebas dan alami.

Anak akan memilki karakter disiplin, selaras dengan realita, dan

27

Elizabeth G.Hainstock, Kenapa Montessori….. h. 57 28

(42)

harmoni dengan teman. Oleh Montessori, transformasi ini disebut

normalisasi, karena mengungkap kebenaran anak. Dengan demikian

pendidikan baru yang ia formulasikan membuahkan kondisi yang

memungkin anak berkembang optimal.29

2) Prinsip Model Pendidikan Montessori30

a) Dari sederhana ke kompleks

Penyajian materi dan aktifitas dalam lingkungan montessori

mengikuti urutan dari sederhana hingga yang rumit atau kompleks.

Memperkenalkan topik baru secara umum lebih dahulu, lantas

pelan – pelan masuk ke agak spesifik, dan dilanjutkan dengan

latihan agak rumit tahap demi tahap. Model ini membuat anak

bertambah pengetahuan dan kemampuan perlahan –lahan. Dalam

memperluas pemahaman dan kemampuan anak, tantangan belajar

tidak membebani atau melelahkan anak, tetapi menghemat energi

anak untuk dialokasikan buat tataran berikutnya, misalnya

mengambil keputusan.

b) Belajar mandiri

Siswa mengevaluasi kinerjanya sendiri dan mengoreksi kesalahan

sendiri. Mereka tidak bertanya kepada guru dan menunggu

jawaban. Anak mencari jawaban sendiri melalui eksplorasi dan

penemuan. Eksperimen individu semacam ini mencegah anak malu

berbuat salah didepan umum dan dikoreksi orang lain.

c) Kejelasan dan fleksibel

Pelajaran memiliki tujuan dan struktur yang jelas. Anak dapat

mengidentifikasi dan mengikuti dengan baik. Materi disusun dalam

rangkaian yang logis buat anak sehingga anak bisa memilih ketika

siap. Latihan pun dapat dikerjakan senyaman mungkin buat anak.

Melalui observasi, uji coba dan aktifitas berulang – ulang, guru dan

29

Elizabeth G.Hainstock, Kenapa Montessori... h. 4

30

(43)

siswa berkolaborasi menyadari kepribadian dan potensi unik setiap

anak.

d) Menekankan pada pengalaman nyata

Anak dimotivasi agar mengeksplorasi dan menemukan keajaiban

alam. Baik melalui kontak langsung dengan tumbuh – tumbuhan

atau bintang disekolah. Pengalaman nyata memberikan landasan

belajar abstrak. Sehingga saat mulai belajar, anak telah memiliki

stok pengetahuan konkrit, sehingga dapat mengkorelasikannya

dengan benda – benda disekitarnya.

e) Perkembangan secara alamiah

Prinsip montessori adalah mendidik anak menurut perkembangan

secara alamiah. Pendidik terus mengenali periode sensitif dan

mengkondisikan lingkungan sekolah yang mendukung anak

berkembang secara optimal.

3) Tujuan Model Pendidikan Montessori

Tujuan utama pendidikan Montessori adalah mempersiapkan

anak mengarungi kehidupan dengan menekankan proses

perkembangan anak secara normal dan maksimal. Dalam

kenyataannya belajar pada anak tidak lebih penting dari

perkembangan mental atau intelektual anak. Dengan kata lain tujuan

pendidikan montessori dititikberatkan pada keterampilan intelektual

secara umum bukan pada mata ajaran khusus. Pendidikan Montessori

berlandaskan kondisi alami penyerapan otak dan perkembangan

spontanitas periode sensitive anak untuk menunjang perkembangan fisik dan psikis, serta mengarahkan anak untuk hidup sehat dan bebas.

Secara keseluruhan, menurut American Montessori Society

(1984), tujuan pendidikan Montessori meliputi pengembangan

konsentrasi, keterampilan mengamati, kesadaran memahami tingkatan

dan urutan, koordinasi, kesadaran dalam melakukan persepsi dan

(44)

berbahasa, keterampilan membaca dan menulis, terbiasa dengan hal –

hal yang bersifat seni dan kreatif, memahami dunia alam lingkungan,

memahami ilmu sosial, berpengalaman dengan keterampilan yang

bersifat teknik menyelesaikan masalah. Dengan kata lain program

Montessori kenyataanya sangat bertanggungjawab terhadap

perkembangan fisik, sosial, emosional dan intelektual anak.31 Pendidikan Montessori menekankan dua faktor :

a) Pendidikan dari lahir

Pendidikan di mulai dari lahir, sejak bayi hingga menyerap

informasi dan beradaptasi dengan lingkungan sejak lahir ke dunia.

Pendidikan Montessori mengkondisikan anak berkembang secara

alami dan kondusif, penuh dengan kasih dan kehangatan.

b) Pendidikan di tahun awal

Meski pendidikan berlangsung seumur hidup, pendidikan

Montessori menekankan enam tahun pertama sebagai periode

perkembangan manusia yang terpenting. Usia pra sekolah

merupakan saat anak membentuk kepribadian.32 Sedangkan prinsip utama dari model pendidikan Montessori bertumpu pada

perkembangan holistis. Lingkungan sekitar yang dipersiapkan

memungkinkan anak mengenali semua kondisi dan objek sekitar.

Model pendidkan Montessori memperlakukan anak sebagai

individu unik. Model Pendidikan Montessori berubah sesuai

perubahan anak dalam minat dan keinginan, bukiannya memaksa

sesuai program yang seragam seperti sistem pendidikan yang

masih dilakukan saat ini.

31

Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah,(Jakarta:Rineka Cipta, 2003) hal.94

32

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan
Gambar 4.1 Histogram distribusi skor hasil belajar kelas eksperimen ............. 59
Tabel 2.1
Tabel 3.1 Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menganalisis tentang peramalan nilai ekspor sektor pertanian, industri, peertambangan, agregat ketiga sektor Indonesia pasca krisis keuangan Eropa dan

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara persepsi dan berpikir kritis siswa dengan keterampilan menulis karangan argumentasi hal ini dibuktikan dari

Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel kinerja karyawan sebesar 50,7 % dipengaruhi oleh variabel Sikap Kerja dan

Kematian senantiasa menimbulkan suasana murung (depresi), dengan sendirinya kondisi tersebut akan menumbuhkan berbagai problem pada diri anak yakni problem

Perguruan Tinggi ini awalnya sebuah lembaga pembelajaran Bahasa Arab yaitu Lembaga Ma‟had Ali Al Irsyad Al Islamiyyah Surabaya, lembaga ini pada tahun 2006 M, berpindah di

 Dari hasil pemaparan progress Final Laporan EITI 2015, untuk Laporan Kontekstual dan Laporan Rekonsiliasi telah mengakomodir semua masukan yang disampaikan

dikatakan belum sepenuhnya efektif dalam membentuk partisipasi politik kader perempuan SANTIKA Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera Kota Surakarta

Berdasarkan pemamparan diatas maka penelitian ini memfokuskan untuk mensintesis askorbil palmitat dari metil palmitat dan asetil askorbat melalui reaksi