Skripsi
Diajukan dalam rangka penyelasaian studi Strata-1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
INDAH WAHYUNINGSIH
103017027236
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Mahasiswa 103017027236, Jurusan Pendidikan Matematika. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.
Jakarta, Februari 2011
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
NIM : 103017027236
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan Tahun : 2003
Alamat : Jl. Kebon Kopi RT 006/04 No.113 Pondok Betung,
Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten 15221
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pendidikan Montessori
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di
bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Dra. Afidah Mas’ud
NIP : 19610926198603 2 004
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Otong Suhyanto, M.Si
NIP : 19681104199903 1 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, 28 Februari 2011
Yang Menyatakan
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Februari 2011
i
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Intrumen penelitian yang diberikan berupa tes bentuk uraian. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh nilai thitung = 7,35 kemudian dikonsultasikan pada ttabel pada taraf
signifikan 0,05 diperoleh nilai ttabel = 1,667 Karena thitung > ttabel maka Ha diterima,
sehingga terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran model pendidikan montessori dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan model Pendidikan Montessori berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
ii
State Islamic University Jakarta.
The research aims to understand the influence of the Montessori’s education model to the result in the Study of Mathematic. The method used in this research is quasy experiment method with the Two Group Randomized Subject Posttest Only design. The technique of sampling in the research is uses cluster random sampling. The instrument is essay-type tests. The analytic technique in the research uses the t-test to evaluate hypotesis. Pursuant to result of calculation hypothesis test is obtained value of tcount = 7,35 then consulted to ttabel at
significant level 0,05, obtained value of ttable = 1,667. Because tcount > ttable 7,35 >
1,667), hence is Ha accepted, so that there are difference of mean result of
learning student mathematics using study of Montessori‘s education model with using conventional near byness. Thereby study with Montessori’s education model have an effect on to result learn student mathematics.
iii
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan perkenankan-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Memamg masih banyak kekurangan dan saya sadar betapa lemahnya diri saya di
hadapan-Nya karenanya saya selalu memohon bantuan dan pertolongan agar
selalu diberi kemudahan di dalam segala urusan baik yang bersifat lahiriah
maupun batiniyah. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikut sampai akhir zaman.
Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kendala yang
dialami penulis, namun berkat do’a, kesungguhan hati, kerja kerasa dan bantuan
dari berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak ada
kata yang dapat penulis ucapkan lagi, kecuali hanyalah rasa terima kasih yang
tidak terkira atas bimbingan, dorongan serta masukan-masukan positif atas
penyusunan skripsi ini. lebih khusus lagi penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan
seluruh staf jurusan pendidikan matematika
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika sekaligus dosen pembimbing II, yang telah membimbing,
memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, dosen pembimbing I, yang telah dengan sabar dan
ikhlas memberi banyak arahan pada penulisan skripsi ini, sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan ilmunya
iv
Ardian, yang telah banyak memberikan semangat, do’a yang ikhlas,
bantuan moril dan materi sehingga penulis tetap semangat dalam mengejar
dan meraih cita-cita sampai hari ini. Semoga semua amal dan ibadahnya
dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.
7. Kepala SDN Jati Asih 3, wali kelas IV, murid – murid kelas IV, serta
seluruh karyawan dan guru SDN Jati Asih 3 yang telah membantu penulis
saat melaksanakan penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan di jurusan pendidikan Matematika 03, terutama
Encun, Ahik, Agus, Titu, Fajri, Dini, yang selalu memberikan semangat,
persahabatan, mengisi hari – hari penuh keceriaan semasa kuliah, kenangan
yang tak terlupakan, yang akhirnya terus berjuang sampai akhir, dan yang
senantiasa mendo’akan penulis dalam menyusun skripsi. Juga teman –
teman angkatan 2003 kelas B terutama teman - teman yang tetap solid
hingga titik akhir semester, dan semua teman – teman angkatan 2003 yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
9. Teman – teman yang senantiasa mendoakan penulis, dan dengan sabar
menunggu dan mendukung penulis sampai akhirnya skripsi ini selesai kak
Liza, Yeti, H5H, Rani, April, Mutiah, Atik, Yuli, Suci, Jannah, dan Bani.
10.Semua guru – guru di YPDM terutama guru – guru SMA, Pak Yayat, Pak
Azis, Pak Parjo, Bu Arie, Bu Sekar, Bu Tika, Bu Diah, Bu Ila, dan Bu Lina,
yang telah mengizinkan, memberi kesempatan, menyemangati, memotivasi
dan mendo’akan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Juga semua teman – teman guru yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11.Murid – muridku di SMA Dua Mei Ciputat, yang tetap setia menanti
v
13.Seluruh staff dan karyawan Perpustakan Tarbiyah dan Perpustakaan Utama
yang telah membantu penulis dalam pencarían sumber informasi dan
referensi dalam penulisan skripsi ini.
14.Semua pihak yang terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu
nama, jabatan serta sumbangsihnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Hanya do’a yang penulis haturkan semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan dan
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua pihak yang membacanya. Amiin Yaa Rabbal
‘Alamiin
Jakarta, Februari 2011
Penulis
vi
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Hasil Penelitian ... 8
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 9
1. Pengertian Hasil Belajar Matematika ... 9
a. Pengertian Belajar ... 9
b. Pengertian Matematika... 14
c. Pengertian Hasil Belajar ... 19
2. Model Pendidikan Montessori ... 24
a. Riwayat HidupMontessori ... 24
b. Pendidikan Model Montessori ...26
c. Model Pembelajaran Konvensional ... 40
B. Kerangka Pikir ... 45
vii
D. Teknik Pengumpulan Data ... 49
E. Uji Prasyarat Instrumen ... 50
F. Teknik Analisis Data ... 53
G. Hipotesis Statistik ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 58
1. Hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen ... 58
2. Hasil Belajar Metematika Siswa Kelompok Kontrol ... 59
B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 61
1. Uji Normalitas hasil Belajar Matematika Siswa ... 61
2. Uji Homogenitas Hasil Belajar Matematika Siswa ... 62
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 63
1. Pengujian Hipotesis ... 63
2. Interprestasi Data ...64
3. Pembahasan ... 65
D. Keterbatasan Penelitian ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
viii
Montessori dengan pembelajaran konvensional ... 43
Tabel 3.1 disain penelitian ... 48
Tabel 3.2 Rekapitulasi hasil perhitungan analisis instrumen ... 53
Tabel 4.1 distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen ...58
[image:12.595.112.514.155.561.2]Tabel 4.2 distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelas kontrol ...60
Tabel 4.3 perbandingan hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol...61
Tabel 4.4 Hasil uji normalitas tes ...62
Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas posttes ... 63
ix
[image:13.595.111.499.173.560.2]x
Lampiran 2 RPP Kelas Konrol ... 90
Lampiran 3 Kisi – Kisi Instrumen ... 101
Lampiran 4 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 102
Lampiran 5 Jawaban Uji Coba Instrumen Penelitian ……… 105
Lampiran 6 Hasil Pra Penelitian ……… 111
Lampiran 7 Perhitungan Uji Analisis Data ... 113
Lampiran 8 Perhitungan Median, Modus, Kemiringan dan Kurtosis ... 124
Lampiran 9 Langkah – Langkah Perhitungan Uji Validitas ... 128
Lampiran 10 Uji Validitas Instrumen ……… 129 Lampiran 11 Langkah –Langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ……… 130 Lampiran 12 Uji Reliabilitas Instrumen ... 131
Lampiran 13 Langkah – Langkah Perhitungan Daya Beda ... 132
Lampiran 14 Perhitungan Daya Beda ... 133
Lampiran 15 Langkah – Langkah Perhitungan Taraf Kesukaran ... 134
Lampiran 16 Perhitungan Taraf Kesukaran ... 135
Lampiran 17 Contoh Alat – Alat Dalam Model Pendidikan Montessori ... 136
1
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi – potensi pembawaan, baik
potensi jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai – nilai yang ada pada
masyarakat dan kebudayaan.1 Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan
dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa
pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang.
Pendidikan mempunyai tujuan menyediakan lingkungan yang
memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya
secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.
Pendidikan yang dibutuhkan manusia adalah pendidikan seumur hidup. Telah
disabdakan oleh Nabi Muhammad tentang pendidikan seumur hidup dalam
haditsnya, yaitu:
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat atau kubur”2
Allah SWT juga menjanjikan kepada semua umat manusia yang hidup di
dunia bahwa Allah SWT akan mengangkat orang-orang yang berilmu, yang
1
Zurinal Z. Ilmu Pendidikan Pengantar Dan Dasar – Dasar Pelaksanan Pendidikan. (Jakarta:UIN Jakarta press, 2006),h5
2
diberi pengetahuan dan ilmu itu selanjutnya diamalkan. Ini sesuai dengan
firman Allah SWT pada surat al-Mujadalah ayat 11, yaitu:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”3
Menurut Quraish Shihab, manusia yang dijadikan khalifah itu bertugas
memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang
ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Allah.4 Atas dasar hal tersebut, Shihab melanjutkan bahwa tujuan pendidikan Al-Quran adalah membina
manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini
sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.” Atau dengan kata yang lebih
singkat dan sering digunakan oleh Al-Quran, “untuk bertakwa kepada-Nya.”5 Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia dituntut berpendidikan tujuan
akhirnya adalah untuk kebutuhan pribadinya sendiri, yaitu untuk kemakmuran
dan kesejahteraan mereka.
Setiap orang bahkan para ahli pendidikan memiliki cara pandang yang
berbeda tentang hakekat anak, seperti yang di ungkapkan oleh aliran
behavioristik, bahwa anak tidak memiliki potensi apa-apa dari sejak lahir,
mereka seperti kertas putih yang masih kosong dan mereka dapat dibentuk
sesuai dengan apa yang kita inginkan yang terkenal dengan konsep Tabula
rasa, sedangkan aliran konstruktivis mengungkapkan bahwa anak bersifat aktif
dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. Tentunya dari
beberapa pandangan yang telah diuraikan, hal ini yang melandasi seseorang
dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada anak.
3
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: CV Pustaka Utama, 1998). h.175 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 172
5
Telah kita yakini bersama, bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya
sebagai seorang manusia, salah satu hak yang harus didapatkan oleh seorang
anak adalah hak mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut sesuai
dengan konvensi dunia tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan
(Education For All) atau PUS (Pendidikan Untuk Semua). Dipertegas dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat I berbunyi : " Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran." Dengan kata lain, bahwa pemerintah sangat peduli terhadap pendidikan warga negaranya dan setiap
warga negara harus mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak tanpa
membeda-bedakan status sosial ekonomi maupun batasan usia agar hak
tersebut dapat dirasakan adil oleh seluruh rakyat, seperti yang tercantum
dalam pancasila sila ke 2 yang berbunyi : " Kemanusiaan yang adil dan beradab." dan sila ke 5 yang berbunyi : " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Begitu seriusnya pemerintah terhadap pendidikan dan kesejahteraan rakyat, maka UndangUndang tentang Pendidikan Nasional pun
di susun agar pendidikan tidak sekedar terselenggara saja, melainkan
pendidikan memiliki standar kualitas yang baik, sehingga dikeluarkannya
Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai
landasan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mendapatkan standar pendidikan dengan kualitas yang baik,
maka diperlukan model - model pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan
dimana model itu akan di implementasikan. Dalam situasi masyarakat yang
selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu
dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi
dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan
dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan
datang.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
atau sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal
ini Nampak pada hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat
masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik
itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar).
Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa
ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak
didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses
berpikirnya.
Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher – centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka
menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktek,
cukup menjelaskan konsep – konsep yang ada pada buku ajar atau referensi
lain. Disini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami
bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri.6
Lembaga – lembaga pendidikan lebih banyak melakukan kegiatan -
kegiatan yang berorientasi pada pengembangan akademik dan menjejali siswa
dengan berbagai data dan informasi yang belum diperlukan. Pendidikan
menjadi bersifat verbalitis dan mekanistis, dimana anak lebih banyak mengenal dan menghapal serangkaian kata – kata dan istilah serta rumusan
angka dan simbol – simbol tanpa memahami makna dan kegunaannya untuk
kehidupan. Dunia sekolah kehilangan makna. Pendidikan yang diharapkan
dapat melahirkan generasi yang cerdas, kreatif, mandiri, berkepribadian, dan
percaya diri digantikan oleh generasi yang tidak punya sikap, generasi “yes
man“, ABS (Asal Bapak Senang), dan seterusnya.
Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan di jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Matematika merupakan ilmu dengan objek
abstrak dan dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu
mengembangkan model – model yang merupakan contoh dari sistem itu yang
pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam
kehidupan sehari – hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir
6
seseorang menjadi pola pikir yang matematis, sistematis, logis, kritis dan
cermat. Tetapi sistem matematika ini tidak sejalan dengan tahap
perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh
orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal
dan menyulitkan bagi anak. Padahal matematika bertujuan untuk mendidik
siswa agar berpikir logis dan memiliki kemampuan nalar yang tinggi.
Pada saat ini masih ada guru yang memberikan konsep-konsep
matematika sesuai jalan pikirannya, tanpa memperhatikan bahwa jalan
pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang dalam memahami
konsep-konsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap mudah menurut
logika orang dewasa dapat dianggap sulit dimengerti oleh seorang anak.
Selain itu setiap anak merupakan individu yang berbeda. Perbedaan pada tiap
individu dapat dilihat dari minat, bakat, kemampuan kepribadian, pengalaman
lingkungan dan lain –lain.
Menurut Piaget anak usia 7 – 12 tahun masih berpikir pada tahap
operasi konkrit artinya mereka belum bisa berpikir secara formal. Ciri – ciri
anak pada tahap ini hanya dapat memahami operasi logis dengan bantuan
benda – benda konkrit, mereka belum dapat berpikir deduktif, berpikir
transitif. Padahal matematika adalah ilmu deduktif, formal, hirarki dan
menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya
perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia 7 – 12 tahun, maka
akan sulit dipahami oleh mereka jika tidak diajarkan tanpa memperhatikan
tahap berpikir sesuai usia mereka.
Berbicara mengenai pembelajaran matematika terutama pada jenjang SD
tentu masih banyak kekurangan – kekurangan yang terjadi. Umumnya metode
ceramah dan pemberian tugas sangatlah mendominasi dari setiap kegiatan
pembelajaran. Sangat jarang dijumpai guru merencanakan pembelajaran
matematika menggunakan model pembelajaran yang nyata yang bisa
mengaktifkan siswa, karena mereka menganggap pembelajaran yang demikian
kenyataan menunjukan bahwa bekal kemampuan materi matematika dari guru
SD masih kurang memadai sehingga tidaklah mengherankan bila
pembelajaran matematika yang dikelolanya menjadi kurang maksimal.
Melihat fenomena tersebut serta begitu pentingnya perkembangan
seorang anak, maka seorang tokoh pendidikan bernama Maria Montessori
memperkenalkan model pendidikan yang mencakup melatih panca indera dan
melatih keterampilan anak, dengan alat peraga khusus, Maria Montessori
berpendapat jika anak diberi materi dan lingkungan yang tepat, anak
cenderung bisa mengerjakan aktifitas secara spontan. Lewat aktifitas, anak
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Anak akan belajar sesuai
keinginan pribadi dan mengatasi ketidakmampuan tanpa bantuan dan campur
tangan orang tua.
Ide utama Montessori tentang bagaimana anak berperilaku dan
berkembang merupakan kreatifitas spontan dan perkembangan menyeluruh.
Kreatifitas spontan merujuk pada hakekat kreatifitas makhluk hidup. Anak
spontan beraktifitas menurut keinginan dan inisiatif, tanpa diberitahu apa dan
kapan harus dilaksanakan. Anak otomatis menyalurkan energi dan usaha
untuk membangun tubuh, kepribadian dan semua aspek kehidupan.
Pendidikan Montessori membantu anak memuaskan dan memenuhi
keinginan sekaligus menunjang perkembangan total. Ini berarti memberikan
setiap aspek pertumbuhan seperti fisik, intelektual, linguistik, emosi, spiritual,
atau sosial, yang proporsional setiap saat agar membantu anak berkembang
menjadi manusia utuh. Montessori berpendapat manusia kreatif sangat haus
ilmu dari berbagai disiplin ilmu.
Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian dengan Model pendidikan Montesorri. Adapun judul yang
penulis ajukan adalah :””PENGARUH MODEL PENDIDIKAN
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar siswa masih relatif rendah.
2. Jenuhnya siswa pada model pembelajaran yang tidak bervariasi.
3. Kurangnya keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran
yang bisa mengaktifkan siswa pada proses pembelajaran.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Untuk memudahkan pembahasan pada penelitian ini dan agar tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta untuk mencapai sasaran
tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan, yaitu:
a. Model pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen adalah
Model Pendidikan Montessori.
b. Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran konvensional.
c. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar
matematika siswa SDN Jati Asih 3 Bekasi kelas IV semester 2, pada
pokok bahasan Bilangan Pecahan. Dan hasil belajar tersebut dilihat
dari hasil belajar aspek kognitifnya saja.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini yaitu “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang menggunakan pembelajaran
matematika model pendidikan montessori dengan yang menggunakan
D. Tujuan dan manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah model pendidikan Montessori berpengaruh terhadap
hasil belajar matematika siswa.
2. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan mafaat :
a. Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan sumbangan yang berguna
dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan terutama
dalam meningkatkan hasil belajar siswanya.
b. Bagi guru, memotivasi untuk lebih meningkatkan cara mengajar serta
mampu mengembangkan model pembelajaran yang telah ada
c. Bagi siswa, dapat mengembangkan hasil belajarnya terutama dalam
mata pelajaran matematika
d. Bagi penulis, dapat menjadi bekal pengetahuan mengenai model
pendidikan Montessori untuk mengembangkan hasil belajar dan dapat
9
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. Berdasarkan pengertian secara psikologis belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut teori belajar, W.S Winkel
belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan,
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan ini
bersifat relatif, konstan dan berbekas.
Witherington dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan: ”belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian
yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu
pengertian”.1
Fontana (1981) menyatakan bahwa belajar adalah “proses
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman”, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan
lingkungan yang memberi nuansa agar progam belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat
internal dan unik dalam diri individual siswa, sedang proses
1
pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat
rekayasa perilaku.
Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan
lebih terarah dan sistematika daripada belajar yang hanya semata-mata
pengalaman dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Belajar dengan
proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan
kondusif yang senngaja diciptakan. Dalam arti sempit proses
pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan,
sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu
siswa dengan lingkungan sekolah.
Sedangkan menurut konsep komunikasi pembelajaran adalah
proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa
dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan
menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan
sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan dan materi yang
dikomunikasikan berisikan pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam
komunikasi banyak arah dalam pembelajaran, peran-peran tersebut bisa
berubah, yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta antara
siswa dengan siswa.
Menurut Robert Gagne pembelajaran terdiri dari beberapa
jenis, yaitu:
1) Pembelajaran melalui isyarat
Merupakan perubahan tingkah laku anak yang terjadi karena
karena adanya isyarat (signal) sebagai suatu rangsangan (stimulus)
yang menimbulkan tindak balas (respon)
2) Pembelajaran stimulus-respon
Hasil teori pelaziman operan (operan conditioning) yang
dikembangkan oleh skiner. Menurut ia seorang anak akan belajar
melalui rangkaian stimulus respon, yaitu respon akan diperkuat
apabila memberikan kepuasan dan respon akan diperlemah jika
3) Pembelajaran secara berantai
Adalah suatu prilaku tertentu akan diikuti oleh pihak lain sehingga
membentuk suatu prilaku yang bermakna.
4) Pembelajaran melalui assosiasi verbal
Jenis ini hampir sama dengan jenis ketiga diatas yaitu melalui
perangkaian tanya respon yang diberikan bukan dalam bentuk
gerak melainkan dalam bentuk penggunaan bahasa sesuai dengan
simbol-simbolnya.
5) Pembelajaran diskriminasi
Dalam jenis ini anak dituntut untuk mampu membedakan berbagai
objek, peristiwa dan sebagainya secara tepat.
6) Pembelajaran konsep
Pembelajaran ini merupakan proses pembentukan suatu konsep
dengan mengabstraksikan berbagai ciri suatu objek atau peristiwa
tertentu sehingga memberikan makna yang lebih luas.
7) Pembelajaran mengikuti aturan
Aturan merupakan hubungan antara dua atau lebih ciri-ciri dalam
suatu konsep.
8) Pembelajaran pemecahan masalah
Pembelajaran jenis ini merupakan pembelajaran pada taraf yang
lebih tinggi karena menuntut penguasaan berbagai konsep dan
aturan tertentu dalam menghadapi masalah. Pada pembelajaran
jenis ini anak akan belajar bagaimana pemecahan suatu masalah
secara sistematis dengan menggunakan berbagai konsep dan
aturan.
Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari
proses sosialisasi. Pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk
belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan
dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik.2
Menurut kamus psikologi, belajar adalah perolehan dari
sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku sebagai
hasil dari praktik atau hasil pengalaman. Atau bisa juga berarti proses
mendapatkan reaksi – reaksi, sebagai hasil darei praktik dan latihan
khusus.3
Dalam pandangan psikologis secara umum mendefinisikan
belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan
lingkungannya. Sejalan dengan itu Reber membatasi belajar dengan dua
macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relative permanent change ini respons potensiality which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.4
Belajar menurut Muhibin mengutip pendapat Chaplin (1972)
dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu:
1) Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
2) Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh
respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.5
Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai
suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke
2
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), Edisi Revisi, h.8
3
J.P Chaplin. Kamus lengkap Psikologi (rajawali Perss :Jakarta 2004) h.272
4
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan..., (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004), Cet ke-9, h. 91.
5
abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi
setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang
memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda
tergantung kepada masing-masing individu.
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat
bahwa ”Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif.” 6
Menurut Moh. Surya,
“belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruah,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.7 Wittig dalam bukunya Psychology of Learning
mendefinisikan belajar sebagai : “any relatively permanent change in
an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of
experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai
hasil pengalaman.”8 Sedangkan menurut Arifin, “bela
jar adalah suatu
kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa
bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada
kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.”9
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman
dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku,
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap,
bahklan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.10
Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar maka dapat
disimpulkan belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai
6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2003). h. 90
7Akhmad Sudrajat,” Hakekat Belajar” , dari:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/konseling/hakekat-belajar/ , 8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan….. h. 90
9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. Ke-IV, h. 26
10
perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dengan
pengalaman yang menyenangkan sehingga mampu mengembangkan
cara berfikir.
b. Pengertian Matematika
Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat.
Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang
matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang
secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai
bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1,
-1, 2, - 2, ... melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali, dan
bagi.
Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Prancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia) matematick atau wiskunde (Belanda), berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar-akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathenein yang mengandung arti belajar atau berfikir 11.
Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan
kata lainnya yang hampir sama yaitu ”Mathein” atau ”Manthenein”
yang artinya mempelajari atau belajar atau berpikir.12 Jadi berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan
yang didapat dengan berpikir atau bernalar.
Menurut Andi Hakim Nasution , mungkin juga kata matematika
berasal dari bahasa sanksekerta yaitu ” Medha atau ”Widya yang artinya
11
Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung : JICA UPI, 2001) hal 17.
12
kepandaian, ketahuan, atau intelegens. 13 Dalam kamus Bahasa
Indonesia matematika diartikan sebagai ” ilmu tentang bilangan –
bilangan , hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan mengenai bilangan. Jadi matematika
adalah ilmu yang memepelajari tentang bilangan – bilangan dan
hubungannya antara bilangan - bilangan tersebut, serta bagaimana cara
menerapkannya untuk mendapatkan penyelesaian masalah tentang
bilangan tersebut.
Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain
diperoleh bukan dari penalaran, akan tetapi pelajaran matematika lebih
menekankan aktifitas dengan menggunakan rasio, akal (penalaran).
Pada tahap awal, ilmu matematika diperoleh dari pengalaman manusia
secara empiris, karena matematika sebagai aktifitas manusia kemudian
pengalaman itu diproses melalui akal, rasio (penalaran), kemudian
diolah secara analisis dan sintesis dengan cara penalaran didalam
struktur kognitif sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang berupa
konsep-konsep matematika. Supaya konsep ini dapat dipahami orang
lain secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang disepakati
bersama secara global (Internasional) yang dikenal dengan bahasa
matematika.
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata
cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pada matematika diletakan dasar bagaimana mengembangkan
cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat
dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar
terdsebut dianut dan digunakan oleh bidang studi atau ilmu lain.
Ketika materi-materi matematika dipandang sebagai sekumpulan
keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka
pembelajaran matematika hanya sebagai sebuah pengembangan
13
keterampilan belaka. Oleh karena itu NTCM (National Council of Teachers of Matematics) merekomendasikan empat prinsip, yaitu: 1) Matematika sebagai pemecahan masalah
2) Matematika sebagai penalaran
3) Matematika sebagai komunikasi
4) Matematika sebagai hubungan14
Selain empat rekomendasi tersebut, NCTM (1989) pun
menambahkannya dengan estimasi dan struktur matematika yang
membantu dalam mengeneralisasikan matematika secara komprehensif.
Pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah
pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik (lintas topik bahkan
lintas bidang studi jika memungkinkan) tentang materi yang telah
disajikan. Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi
tuntutan tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja, namun
diharapkan pula muncul „efek iringan’ dari pembelajaran matematika
tersebut.
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya
secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses didalam dunia rasio,
diolah secara analisis dengan penalaran didalam struktur kognitif
sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-
konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh oranglain
dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa
matematika atau notasi matematika yang bernilai global.
James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep
yang berhubungan satu sama yang lainnya dengan jumlah yang banyak
yang terbagi menjadi tiga bidang yaitu: aljabar, analisis dan geometri
14
namun pembagian yang jelas sangatlah susah untuk dibuat, sebab
cabang - cabang itu semakin bercampur15.
Matematika sebagai cabang ilmu teoritis mempunyai objek
penyelidikan permukaan dan isi, garis – garis, dan angka – angka dari
benda – benda dan gerak yang penyelidikannya menghasilkan tatanan –
tatanan yang diperoleh melalui abstraksi dalam pikiran. Matematika
tidak menyelidiki substansi yang dapat diindra baik yang abadi maupun
yang fana, tetapi substansi yang tidak dapat digerakan yang oleh
Aristoteles disebut bentuk yang berupa abstraksi – abstraksi atau
ringkasan – ringkasan dari materi dan gerak yang di peroleh melalui
pemikiran dalam bentuk penalaran.
Matematika adalah studi tentang kuantitas, struktur, ruang dan
perubahan. Matematika dikembangkan melalui penggunaan abstraksi
dan penalaran logis, mulai dari penghitungan, pengukuran dan studi
bentuk serta gerak objek fisis. 16
Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai
bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan
manusia memikirkan , mencatat, mengkomunikasikan ide – ide
mengenai elemen – elemen dan kuantitas. Sedangkan menurut Kline
matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar dedukrif, tetapi juga tidak melupakan cara
bernalar induktif.
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari
struktur, perubahan, dan ruang tak lebih resmi, seorang mungkin
mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka'. Dalam pandangan
formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika
Hilbert dari aliran formalisma menyatakan bahwa matematika
sebagai suatu permainan yang di mainkan diatas kertas yang
15
Erman Suherman , Strategi Pembelajaran Matematika ... hal 18. 16
menggunakan aturan – aturan tertentu yang disertai simbol – simbol
kosong dari arti. Sujono menyatakan matematika adalah ilmu
pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah – masalah yang
berhubungan dengan bilangan.
Sedangkan berdasarkan etimologis Tinggih berpendapat bahwa
kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui
penalaran akan tetapi dalam matematika lebih menekiankan aktivitas
dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan
hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran.
Menurut Johnson matematika adalah pola pikir, pola
mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika
adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam
teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak
didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan
kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide dan
matematika itu adalah suatu seni, keindahanya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisannya.
Di tingkat sekolah, mata pelajaran matematika diharapkan dapat
membantu siswa untuk dapat untuk dapat berpikir kritis, logis dan
sistematis. Dengan bekal pengetahuan matematika yang baik, para
siswa diharapkan dapat memilki keunggulan kompetitif dan komparatif.
Karakteristik matematika adalah kedisiplinan di dalam pola berpikirnya
yang logis, kritis, sistematis dan konsisten serta menuntut daya kreatif
Tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa
memiliki:17
a) Kemampuan matematika yang dapat dialih-gunakan untuk
memecahkan masalah matematika, pelajaran lain dan yang
berkaitan dengan kehidupan nyata.
b) Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat berkomunikasi.
c) Kemampuan menggunakan matematika sebagai suatu cara bernalar
yang dapat dialih-gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir
logis, kritis, sistematis, objektif, jujur serta bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan masalah.
Berdasarkan pengertian – pengertian diatas maka dapat
disimpulkan matematika adalah ilmu pengetahuan yang terdiri dari
simbol , garis , titik, dan angka atau bilangan yang terstruktur dari
benda – benda dan gerak yang sifatnya masih abstrak yang cara
mendapatkannya diperlukan cara berpikir yang bernalar atau logik.
c. Pengertian Hasil Belajar
Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berfikir yang
melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan
informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan
penguasaan terhadap materi yang diberikan. Pemahaman dan
penguasaan ini disebut sebagai hasil belajar. Pada hakikatnya hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa
setelah mengalami proses belajar mengajar. Menurut Sudjana, ”hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.”18
Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya
seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang
dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah
17 Martono, dkk, Standar Kompetensi..., h. 9
laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil
belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang
bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar
dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai
atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah
belajar.
Ada empat unsur utama dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan,
bahan, metode, dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses
pembelajaran pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang
diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh
pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah
yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam
proses pembelajaran agar sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode
dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.
Untuk mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat
dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda
sejalan dengan filsafatnya. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu
bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional
khususnya dapat tercapai. 19 Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. 20 Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi
lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.
19
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet Ke-2, h. 119.
20
Menurut Bloom, bahwa secara garis besar membagi hasil belajar
menjadi tiga ranah, yaitu ranah koginitif, afektif dan psikomotoris.21 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar inteketual seperti
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang berupa kehadiran,
keaktifan belajar, pengumpulan tugas, dan lain-lain. Sedangkan ranah
psikomotoris berkenaan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak siswa sehari-hari.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, yang
mana dari ketiga ranah tersebut, kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para
siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Taksonomi atau
penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan
adanya 6 (enam) kelas/tingkat yakni: pengetahuan, pemahaman,
penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.
Pengetahuan merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif
berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan
tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti
mempelajari. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya. Misalnya, hafal suatu rumus akan
menyebabkan paham bagaimana menggunkan rumus tersebut.
Pemahaman merupakan kemampuan memahami/ mengerti
tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya
dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk
membuktikan bahawa ia memahami hubungan yang sederhana diantara
fakta-fakta atau konsep.
Penerapan (aplikasi) adalah penggunaan abstraksi pada situasi
konkret atau situasi khusus. Dalam aplikasi, siswa dituntut memiliki
kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/ abstraksi
tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk
diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.
Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke
bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Dalam analisis, siswa
diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau
konsep-konsep dasar. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang
pada seseorang, maka ia akan dapat mengpalikasikannya pada situasi
baru secara kreatif.
Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur
pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta untuk
melakukan generalisasi. Berpikir sintesis merupakan berpikir yang
peecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Berpikir sintesis
merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.
Evaluasi yaitu kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu
maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi, siswa diminta untuk
menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk
menilai suatu kasus. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi
perlu adanya sutu kriteria atau standar tertentu. Misalnya, dalam tes esai
kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ” menurut pendapat saudara” atau ”menurut teori tertentu”.
Abdurrahman mendefinisikan bahwa, “hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. 22 Belajar itu sendiri merupakan suatu proses seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol atau
yang disebut kegiatan pembelajaran/instruksional, tujuan belajar telah
ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Dengan demikian, anak dikatakan
berhasil dalam belajar jika berhasil mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran atau tujuan instruksional.
22
Hasil belajar adalah nilai hasil pengajaran yang telah diberikan
oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu. Menurut
Djamarah ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan menjadi
beberapa kriteria, yaitu:
1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76%-99%) bahan
pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
3) Baik/minimal, apabila hanya 60%-75% bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.23
Hasil belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa
terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor
pendekatan belajar.24 Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu aspek
fisiologis (bersifat jasmani) dan aspek psikologis (bersifat rohani,
seperti: intelegensi siswa, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa).
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Faktor ini terdiri dari dua macam yaitu lingkungan sosial (seperti guru,
teman-teman belajar, staf sekolah, dan sebagainya) dan lingkungan
non-sosial (seperti gedung sekolah, rumah, alat belajar dan sebagainya). Dan
yang terakhir yaitu faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau
strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang atau siswa yang
sudah belajar berbeda keadaannya dengan ketika ia belum belajar. Hasil
belajar ini akan ditunjukkan seseorang melalui kemapuan-kemampuan
yang telah dimiliki, serta hasil belajar yang dinyatakan dengan nilai
yang dilakukan dalam waktu tertentu.
23
Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya
seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang
dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah
laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil
belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang
bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar
dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai
atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah
belajar.
Hasil belajar matematika di tingkat sekolah dasar dan menengah
umumnya dinyatakan dengan nilai (angka), sehingga siswa yang belajar
matematika akan mempunyai kemampuan baru tentang matematika
sebagai tambahan dari kemampuan yang telah ada. Hasil belajar
matematika adalah tolak ukur keberhasilan yang dicapai siswa dalam
belajar matematika dengan tujuan kognitif, yaitu pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sebelum
seorang guru menilai hasil belajar siswa dalam penguasaan terhadap
mata pelajaran yang ditekuninya, guru tersebut sebaiknya mengukur
hasil belajar siswa dalam penguasaan pelajaran tersebut. Kegiatan
pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan antara lain melalui
ulangan, ujian, tugas, dan sebagainya.
2. Model Pendidikan Montessori
a. Riwayat Hidup Montessori
Nama Montessori menunjukan karya Dr. Maria Montessori. Maria
Montessori belajar matematika dan teknik di jurusan teknik, kemudian
melanjutkan kuliah di Universitas Roma. Ia menjadi wanita pertama yang
memperoleh gelar dokter di Italia.25
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle,
sebuah propinsi kecil di Ancona, karena sebagai anak muda, dia
25
mempunyai minat dan bakat yang besar pada matematika, orang tuanya
mengirimkannya ke Roma agar Maria memperoleh kelebihan-kelebihan
pendidikan sebuah kota besar. Meski orangtuanya ingin Maria menjadi
guru, dia justru memutuskan untuk untuk menekuni bidang engineering. Namun bidang inipun bukanlah kesukaannya dan setelah perkenalan yang
singkat pada bidang biologi, kemudian dia memutuskan menekuni bidang
kedokteran. Pada tahun 1896, dia menjadi wanita pertama di Itali yang
mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Maria bekerja di klinik
psikiatrik Universitas Roma dan pekerjaannya yang berhubungan dengan
masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam menuangkan
gagasan-gagasan pendidikan pada masa-masa yang akan datang. Dia
sangat yakin bahwa defisiensi mental lebih merupakan masalah pedagogis
daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan
khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu. Dan, pada gilirannya,
pendidikan dan pemahamannya terbukti memberikan kontribusi sangat
besar dalam pengembangan kemampuan anak yang menderita cacat
mental. Casa dei Bambini, atau "Children's House" didirikan pada tahun 1907 di Roma yang diperuntukkan bagi anak-anak cacat mental ini,
semuanya berumur di bawah lima tahun. Dr.Montessori menggunakan
materi – materi yang sebelumnya digunakan untuk mendidik anak cacat
mental yang usianya lebih tua, yang sebelumnya merupakan sarana ilmiah
utama untuk mengukur akurasi diskriminasi – diskriminasi sensoris.
Pada tahun 1909, sebagai hasil minatnya yang besar terhadap Casa dei Bambini, Maria Montessori menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child Education in the Children's Houses. Karyanya ini menarik perhatian masyarakat dan orang-orang Amerika yang pertama
memberikan tanggapan. Namun, gagasan-gagasannya segera mendapatkan
kritik, sebagian besar karena fakta bahwa bangsa Amerika telah
mendapatkan bentuk pendidikan yang mapan dan tidak beranggapan
seperti tidak perlu bagi anak usia pra-sekolah. Diantara pengkritik ini
adalah pengikut Darwinisme konservatif yang sangat percaya pada " fixed intellegence" (kecerdasan yang diperbaiki) dan yakin bahwa faktor keturunan adalah satu-satunya penentu perkembangan anak. Teori-teori
Freud (Psiko-analitis) juga mendapat perhatian di awal 1900-an dan
cenderung merendahkan arti pentingnya revelasi Montessori bahwa
materi-materi pendidikannya membangkitkan minat Spontaneous anak dalam belajar.
Sementara kemerosotan metode Montessori terus berlanjut, secara
perlahan gerakan Montessori berkembang di beberapa Negara Eropa dan
di berbagai penjuru dunia lainnya. Pada tahun 1915, Maria Montessori
secara antusias di terima di Amerika. Dia memberikan kuliah dan
mengadakan kursus-kursus bagi para guru di California. Untuk
memperkenalkan lebih lanjut metodenya kepada masyarakat luas, sebuah
kelas Montessori didirikan di San Fransisco World Exhibition pada tahun
1915. Beberapa sekolah lainnya juga didirikan dalam beberapa tahun
berikutnya, tetapi segera ditutup karena minat masyarakat berkurang.
Setelah kembali ke Eropa, dia memberikan kuliah di beberapa
negara dan juga menghabiskan banyak waktunya dalam penelitian lebih
lanjut. Dr. Montessori meninggal di Belanda tahun 1952 pada umur 81
tahun. Setelah kematiannya, anak laki-Iakinya Mario Montessori
menggantikannya sebagai direksi Association Montessori Internationale
dengan kantor pusat di Amsterdam.26
b. Model Pendidikan Montessori
1) Konsep Anak Menurut Pandangan Model Pendidikan
Montessori
Maria Montessori adalah ilmuan. Ia mempelajari anak dengan
observasi dan eksperimen. Ia yakin bahwa ia perlu tahu anak secara
26
menyeluruh sebelum benar – benar memahami bagaimana perilaku
anak. Montessori menemukan kekuatan tersembunyi yang membuat
anak beraktifitas secara spontan. Observasi montessori juga menguak
komponen belajar anak dimasa pertumbuhan.27
Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi
lahir, dan bahwa tahun – tahun pertama kehidupan anak, yang
merupakan masa – masa sangat formatif, paling penting baik secra
fisik maupun mental. Bahkan bayi yang masih kecilpun harus
dikenalkan pada orang – orang dan suara – suara, diajak bercanda dan
diajak bercakap – cakap kalau dia ingin bisa berkembang menjadi
anak normal yang bahagia. Seorang bayi mempunyai pikiran yang
aktif, yang tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang
dewasa, dan menjadi apatis jika selalu ditinggal sendirian. Melalui
proses – proses belajar yang normal dan secara bertahap, pola – pola
perilaku ditetapkan dan kekuatan – kekuatan pikiran orang dewasa
secara perlahan ditumbuhkan. Metode – metode pembelajaran yang
sesuai dalam tahun – tahun kelahiran sampai usia enam tahun
biasanya akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa, karena
perkembangan mental dalam usia – usia awal berjalan dengan cepat,
inilah periode yang tidak boleh disepelekan.28
Montessori merupakan sistem pendidikan revolusioner
berdasarkan hukum alam yang kekal, yaitu pendidikan baru sejak
lahir hingga dewasa perlu ditanamkan. Pendidikan harus
direkonstruksi dan didasarkan atas pembahasan dan hukum alam.
Pendidikan tidak di dasarkan pada pemahaman dan prasangka orang
dewasa. Dr. Maria Montessori memandang hukum alam berlaku pada
anak. Ketika anak diberi motivasi dan lingkungan yang rapi, anak
spontan menunjukan sikap yang berubah – ubah, bebas dan alami.
Anak akan memilki karakter disiplin, selaras dengan realita, dan
27
Elizabeth G.Hainstock, Kenapa Montessori….. h. 57 28
harmoni dengan teman. Oleh Montessori, transformasi ini disebut
normalisasi, karena mengungkap kebenaran anak. Dengan demikian
pendidikan baru yang ia formulasikan membuahkan kondisi yang
memungkin anak berkembang optimal.29
2) Prinsip Model Pendidikan Montessori30
a) Dari sederhana ke kompleks
Penyajian materi dan aktifitas dalam lingkungan montessori
mengikuti urutan dari sederhana hingga yang rumit atau kompleks.
Memperkenalkan topik baru secara umum lebih dahulu, lantas
pelan – pelan masuk ke agak spesifik, dan dilanjutkan dengan
latihan agak rumit tahap demi tahap. Model ini membuat anak
bertambah pengetahuan dan kemampuan perlahan –lahan. Dalam
memperluas pemahaman dan kemampuan anak, tantangan belajar
tidak membebani atau melelahkan anak, tetapi menghemat energi
anak untuk dialokasikan buat tataran berikutnya, misalnya
mengambil keputusan.
b) Belajar mandiri
Siswa mengevaluasi kinerjanya sendiri dan mengoreksi kesalahan
sendiri. Mereka tidak bertanya kepada guru dan menunggu
jawaban. Anak mencari jawaban sendiri melalui eksplorasi dan
penemuan. Eksperimen individu semacam ini mencegah anak malu
berbuat salah didepan umum dan dikoreksi orang lain.
c) Kejelasan dan fleksibel
Pelajaran memiliki tujuan dan struktur yang jelas. Anak dapat
mengidentifikasi dan mengikuti dengan baik. Materi disusun dalam
rangkaian yang logis buat anak sehingga anak bisa memilih ketika
siap. Latihan pun dapat dikerjakan senyaman mungkin buat anak.
Melalui observasi, uji coba dan aktifitas berulang – ulang, guru dan
29
Elizabeth G.Hainstock, Kenapa Montessori... h. 4
30
siswa berkolaborasi menyadari kepribadian dan potensi unik setiap
anak.
d) Menekankan pada pengalaman nyata
Anak dimotivasi agar mengeksplorasi dan menemukan keajaiban
alam. Baik melalui kontak langsung dengan tumbuh – tumbuhan
atau bintang disekolah. Pengalaman nyata memberikan landasan
belajar abstrak. Sehingga saat mulai belajar, anak telah memiliki
stok pengetahuan konkrit, sehingga dapat mengkorelasikannya
dengan benda – benda disekitarnya.
e) Perkembangan secara alamiah
Prinsip montessori adalah mendidik anak menurut perkembangan
secara alamiah. Pendidik terus mengenali periode sensitif dan
mengkondisikan lingkungan sekolah yang mendukung anak
berkembang secara optimal.
3) Tujuan Model Pendidikan Montessori
Tujuan utama pendidikan Montessori adalah mempersiapkan
anak mengarungi kehidupan dengan menekankan proses
perkembangan anak secara normal dan maksimal. Dalam
kenyataannya belajar pada anak tidak lebih penting dari
perkembangan mental atau intelektual anak. Dengan kata lain tujuan
pendidikan montessori dititikberatkan pada keterampilan intelektual
secara umum bukan pada mata ajaran khusus. Pendidikan Montessori
berlandaskan kondisi alami penyerapan otak dan perkembangan
spontanitas periode sensitive anak untuk menunjang perkembangan fisik dan psikis, serta mengarahkan anak untuk hidup sehat dan bebas.
Secara keseluruhan, menurut American Montessori Society
(1984), tujuan pendidikan Montessori meliputi pengembangan
konsentrasi, keterampilan mengamati, kesadaran memahami tingkatan
dan urutan, koordinasi, kesadaran dalam melakukan persepsi dan
berbahasa, keterampilan membaca dan menulis, terbiasa dengan hal –
hal yang bersifat seni dan kreatif, memahami dunia alam lingkungan,
memahami ilmu sosial, berpengalaman dengan keterampilan yang
bersifat teknik menyelesaikan masalah. Dengan kata lain program
Montessori kenyataanya sangat bertanggungjawab terhadap
perkembangan fisik, sosial, emosional dan intelektual anak.31 Pendidikan Montessori menekankan dua faktor :
a) Pendidikan dari lahir
Pendidikan di mulai dari lahir, sejak bayi hingga menyerap
informasi dan beradaptasi dengan lingkungan sejak lahir ke dunia.
Pendidikan Montessori mengkondisikan anak berkembang secara
alami dan kondusif, penuh dengan kasih dan kehangatan.
b) Pendidikan di tahun awal
Meski pendidikan berlangsung seumur hidup, pendidikan
Montessori menekankan enam tahun pertama sebagai periode
perkembangan manusia yang terpenting. Usia pra sekolah
merupakan saat anak membentuk kepribadian.32 Sedangkan prinsip utama dari model pendidikan Montessori bertumpu pada
perkembangan holistis. Lingkungan sekitar yang dipersiapkan
memungkinkan anak mengenali semua kondisi dan objek sekitar.
Model pendidkan Montessori memperlakukan anak sebagai
individu unik. Model Pendidikan Montessori berubah sesuai
perubahan anak dalam minat dan keinginan, bukiannya memaksa
sesuai program yang seragam seperti sistem pendidikan yang
masih dilakukan saat ini.
31
Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah,(Jakarta:Rineka Cipta, 2003) hal.94
32