DEVELOPMENT CENTRE FOR CHILDREN (SDC)
SKRIPSI
Oleh
Bani Fauziyyah Jehan NIM : 1110054100030
Program Studi
Kesejahtraan Sosial
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
i
BANI FAUZIYYAH JEHAN 1110054100030
Efektifitas Kegiatan Parenting Skill dalam Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children
Kegiatan parenting skill yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan
pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children adalah salah satu kegiatan dalam program pemberdayaan keluarga untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang pengasuhan anak yang baik dan benar terutama dalam menangani masalah yang dihadapi orang tua dan anak. Terdapat lima tahapan
kegiatan yang terstruktur dalam kegiatan parenting skill yaitu; memberikan
pemahaman tentang arti anak dalam kegiatan orang tua, memberikan pemahaman tentang kewajiban orang tua terhadap anak, memberikan gambaran perjalanan hidup anak dari dalam kandungan sampai lahir ke dunia, memberikan pemahaman dan berdiskusi tentang keahlian yang harus dimiliki orang tua, memberikan gambaran kisah nyata tentang kehidupan anak jalanan yang terpisan dan menderita karena terpisah dari orang tuanya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisis efektifitas kegiatan parenting skill dalam
pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif memiliki cirri khas penyajian datanya dalam bentuk narasi, cerita mendalam atau rinci dari para responden hasil wawancara atau observasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Kordinator Rehabilitasi Sosial, Kepala Bagian perencanaan dan pendampingan, staff pendampigan social, serta penerima manfaat yang aktif mengikuti penyuluhan.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, kegiatan parenting skill di
Pusat Pengembangan pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children dinilai efektif karena dengan menjalankan lima tahapan yang diterapkan oleh penyuluh, penerima manfaat merasa mengerti dan paham bahkan sampai bisa berhasil mempraktekan materi yang disampaikan oleh penyuluh. Karena sesuai
dengan tujuanya, kegiatan parenting skill mampu memberikan perubahan yang
ii Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Efektivitas Kegiatan Parenting Skill dalam Pemberdayaan
Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social Development centre for Children (SDC).” Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang
telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menghaturkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada :
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan para
Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
2. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku Ketua Jurusan
Kesejahteraan Sosial dan bapak Ahmad Zaki M.Si selaku dosen
iii
waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi,
dll.
6. Ibu Dra. Kokom Komalawati, M.Si selaku Ketua Lembaga SDC yang
sudah mengizinkan penulis untuk dapat melakukan penelitian di Lembaga
SDC, serta untuk dukungan dan bantuannya selama ini.
7. Kedua orangtua tercinta papaku Sobani dan mamaku Murdiati yang tak
pernah henti memanjatkan doa dan memberikan dukungannya kepada
penulis, sehingga penulis selalu termotivasi dengan kasih sayang kalian
yang begitu besar. Dan untuk adikku Bani Haniyyah Ramadhan, Wieke
Dwiyanti Ramadhani dan Almira Umayhanna Sabine yang juga turut
memberikan dukungannya bagi kelancaran penulisan skripsi penulis.
8. Rifky Hamdani, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan
perhatian terbaiknya kepada penulis selama penyelesaian skripsi.
9. Sahabatku tercinta Dysa Restiani yang selalu ada meluangkan waktunya
dan memberi semangat untuk penulis di saat kesulitan sehingga penulis
iv
yang banyak mengajarkan banyak hal kepada penulis.
11. Teman-teman setia penulis yang selalu membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini tanpa mengenal lelah Shabrina Dwi Phitarini
Putri, Putri Puspita Sari, dan Lufiarna.
12.Teman-teman terbaik penulis yang selalu memberikan semangat untuk
penulis Isnaniyah, Pinasthi Septian, Dinda Anggraini, Pipit Febrianti, Ika
Nurjayanti, Siti Jumartina dan berjuang bersama-sama dalam
menyelesaikan skripsi.
13.Teman-teman praktikum II kelompok Tanjung Pasir Timur: Miftah, Fadli,
Daus, Eky, Maul, Udin, Prapti, Novi, Lusi, dan Fifi yang sudah seperti
saudara bagi penulis untuk dapat berbagi cerita, pengalaman, dan pelajaran
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan dukungan yang
begitu baik.
14.Teman-teman terbaik FIDKOM yang tak henti-henti memberikan
semnagat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi, Ardiyat Ningrum,
Rahmawati Agustini, Ismi Kamalia Fitri, Gabyla Anisa, Aya Aisyah dan
Firdha Muftiha.
15.Teman-teman LSO SKETSA FIDKOM yang selalu menyemangati penulis
baik dalam keadaan susah maupun senang.
16.Teman-teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang
v
Jakarta, 23 Desember 2014
Penulis
vi
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8 1. Pengertian Efektivitas ... 19
2. Pengukuran Efektivitas ... 21
B. Parenting Skill 1. Pengertian Parenting Skill ... 22
2. Fungsi Parenting ... 25
3. Pola Pengasuhan ... 26
C. Pemberdayaan Keluarga 1. Pengertian Pemberdayaan Keluarga ... 28
D. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 31
2. Faktor penyebab ... 33
3. Penanganan Anak Jalanan ... 34
BAB III PROFIL LEMBAGA A. Sejarah Pendirian Lembaga ... 37
B. Landasan Hukum ... 38
C. Visi dan Misi ... 39
D. Tujuan dan Fungsi Lembaga ... 39
E. Kebijakan dan Program Lembaga ... 40
F. Struktur dan Organisasi ... 46
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA A. Keberhasilan kegiatan Parenting Skill di SDC ... 49
B. Ketepatan sasaran parenting skill di SDC ... 58
C. Kepuasan sasaran parenting skill di SDC ... 63
vii
DAFTAR PUSTAKA ... 73
viii
1. Tabel 1 Rancangan Penelitian ... 11
2. Tabel 2 Kepuasan Penerima Manfaat ... 65
ix
1. Gambar 1 Suasana Penyampaian Materi... 51
2. Gambar 2 Suasana Pemutaran Video Kehamilan ... 54
3. Gambar 3 Formulir Asesmen Awal ... 59
4. Gambar 4 Kegiatan Asesmen ... 60
5. Gambar 5 Kegiatan Home Visit ... 61
1
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang di bentuk berdasarkan ikatan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil
yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan
seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.1 Keluarga
juga merupakan sebuah rumah bagi seorang anak untuk mendapatkan kasih
sayang dan perhatian yang sudah menjadi haknya ketika anak lahir ke dunia.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak
berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai
suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi
anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling
utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga.
orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua
dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan
yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang
perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola
pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri untuk mencerdasakan kehidupan bangsa.
Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu
1
cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut
sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik
menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka
hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk
menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
Orang tua diharapkan dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi
anak, yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak dan paling
utama pola asuh yang diterapkan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang
baik pada anak, sehingga dapat mencegah dan menghindari segala bentuk dan
perilaku menyimpang pada anak di kemudian hari, karena anak merupakan sebuah
ujian yang diberikan Allah kepada umat manusia , sebagaimana tersurat dalam
firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal/8 ayat (28), yang artinya:
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Keluarga yang tergolong ekonomi lemah mempunyai pola asuh tersendiri
dalam mengasuh anak-anaknya. Pola asuh indulgent (penelantaran) banyak
dijumpai pada kalangan keluarga ekonomi lemah. Dimana faktor ekonomi lemah
inilah yang dijadikan alasan bagi orang tua untuk menelantarkan anaknya bahkan
membiarkan anak turun ke jalanan untuk turut membantu perekonomian keluarga.
Ini merupakan salah satu dari ketiga permasalahan anak yaitu eksploitasi anak.
Eksploitasi anak (Child exploitation) menunjuk pada sikap diskriminatif atau
perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga atau
masyarakat. Contohnya memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi
sebagainya.2 Ketidak mampuan dan ketidak pedulian orang tua untuk memenuhi
kebutuhan dasar inilah yang akhirnya mendorong anak untuk mandiri memenuhi
kebutuhannya terutama di kota-kota besar. Kota besar yang individualis dan sisi
lain berhadapan dengan ketidakmampuan anak memenuhi kebutuhanya
menyebabkan mereka terlantar.
Al-Istambul dalam bukunya “Parenting Guide” mengatakan bahwa
“perilaku buruk atau nakal yang dilakukan oleh anak-anak cenderung akan
dihukum dengan berbagai cara agar perilaku buruk tersebut tidak berulang lagi”.3
Hukuman-hukuman terkadang diluar kemampuan anak-anak, bahkan bukan
hukuman lagi melainkan lebih pantas disebut dengan siksaan. Kalaupun
keburukan ataupun kenakalan itu tidak terjadi lagi namun yang terjadi adalah
perasaan trauma pada diri anak yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Seorang anak sewajarnya berada pada situasi rumah, lembaga pendidikan
dan lingkungan bermain yang di dalamnya berelasi pada orang dan mempunyai
peranan tertentu. Keadaan mencari nafkah seperti yang dilakoni oleh sebagian
kecil anak-anak jalanan yang kurang beruntung dengan menghabiskan sebagian
besar waktunya di jalanan hal ini menyimpang dari fungsi sosial anak.4
Islam sebagai suatu agama yang mengajarkan pemeluknya agar peduli
terhadap lingkungan sekitar, seperti anak jalanan yang merupakan problema sosial
yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi saat ini, memaksa jutaan anak-anak di
kota bekerja di sektor informal terjun di jalanan menambah pendapatan keluarga.
2
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 160.
3
Mahmud Mahdi Al-Istambuli, Parenting Guide: dialog imajiner tentang cara mendidik anak berdasarkan al-Qur’an, assunah dan psikologi, penerjemah: Muhammad Arifin Altus, (Jakarta: hikmah, 2006), cet.ke-5,h. 49.
4
Oleh karena itu ajaran Islam telah memerintahkan kepada manusia agar senantiasa
saling tolong-menolong diantara sesama muslim. Itulah konteks Al-Qur’an dalam
kesalehan sosial,
Perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi,
industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) telah
mempengaruhi masyarakat pada umumnya, tidak semua masyarakat dapat
beradaptasi dengan perubahan sosial tersebut. Mereka cenderung terpuruk karena
tidak dapat mengikuti perubahan tersebut. Salah satunya adalah faktor ekonomi
yang mana semua harga bahan pokok sudah sangat sulit dijangkau dan
mengakibatkan ekonomi keluarga tidak berjalan semestinya. Pendapatan keluarga
kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan ekonomi yang semakin tidak
stabil banyak membuat orang tua lupa akan peran mereka sebagai pengasuh dan
pemberi kasih sayang.
Menurut Sharlow, pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka.5 Artinya ialah mendorong mereka untuk menentukan sendiri apa yang
harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi sendiri apa yang harus ia
lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi
sehingga mereka mempunyai kesadaran penuh dalam membentuk masa depanya.
Pemberdayaan keluarga anak jalanan melalui kegiatan “parenting skill”
menekankan pentingnya suatu proses edukatif dalam mengasuh anak.
Pemberdayaan keluarga melalui kegiatan “parenting skill” merupakan alternatif
5
dalam menanggulangi masalah anak jalanan. Pemberdayaan mempunyai makna
harfiah membuat seseorang berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah
penguatan (empowerment). Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan,
yakni mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Di
dalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi
seseorang melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dan
seluruh tatahnan kehidupan.6 Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari
orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaanya. Payne mengemukakan
bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna
membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan yang berkaitan dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini
dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkunganya.7
Pemberdayaan anak jalanan melalui kegiatan “parenting skill” merupakan
suatu upaya untuk mengajak orang tua anak jalanan untuk tidak membolehkan
anaknya turun ke jalanan. Upaya pengurangan jumlah anak jalanan melalui
pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial
Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC) dilakukan salah
satunya dengan mengadakan program pemberdayaan keluarga dan terdapat
kegiatan “Parenting Skill”. Kegiatan tersebut dilakukan guna memberikan bekal
6
Tata Sudrajat, Anak Jalanan: Dari Masalah Sehari-hari Sampai Kebijakan, Rumah yang Hilang: Kumpulan Karangan tentang Anak Jalanan (Jakarta: YKAI, 1996), h. 55.
7
kepada orang tua dalam menghadapi kondisi ekonomi sulit agar tidak menjadikan
anak sebagai korban. Kegiatan ini merupakan sebuah tantangan bagi Pusat
Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street
Children (SDC) untuk dapat merubah pola pikir orang tua anak jalanan yang
sudah bersifat “matrealisme”.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan memfokuskan dan memperdalam
kajian dengan judul “Efektivitas Kegiatan Parenting Skill dalam
Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Childreen (SDC)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan penulis dalam hal waktu dan agar terfokusnya
pemikiran maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan pada
Efektifitas Kegiatan Parenting Skill dalam pemberdayaan keluarga anak
jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Children (SDC). Adapun pembatasan tersebut
diantaranya berupa pengukuran efektivitas menurut Cambel J.P dimana dalam
hal ini dapat dilihat dari keberhasilan kegiatan/program, ketepatan sasaran,
kepuasan terhadap kegiatan/program, dan pencapaian tujuan menyeluruh.
Disamping itu, penulis juga membatasi masalah hanya dalam hal
pemberdayaan keluarga anak jalanan yang memiliki ekonomi menengah
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Penelitian pada kegiatan Parenting Skill
ini penulis batasi hanya pada kegiatan di tahun 2014.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah umum dalam
penelitian ini adalah:
“Bagaimana efektifitas kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan
keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak
atau Social Development Centre for Children?”
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Bagaimana keberhasilan kegiatan parenting skill di Pusat
Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Children?
b. Bagaimana keberhasilan sasaran kegiatan parenting skill di
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Children?
c. Bagaimana kepuasan terhadap kegiatan parenting skill di
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Children?
d. Bagaimana pencapaian tujuan menyeluruh kegiatan
parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui efektifitas kegiatan parenting skill dalam
pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan
Pelayanan Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.
Adapun tujuan penelitian ini secara khusus yaitu:
a. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan parenting skill di
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Children.
b. Untuk mengetahui keberhasilan sasaran kegiatan parenting
skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau
Social Development Centre for Children.
c. Untuk mengetahui kepuasan penerima manfaat terhadap
kegiatan parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan
Sosial Anak atau Social Development Centre for Children.
d. Untuk mengetahui pencapaian tujuan menyeluruh kegiatan
parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial
Anak atau Social Development Centre for Children.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan
dapat menambah wawasan tentang ilmu pemberdayaan
keluarga anak jalanan melalui kegiatan parenting skill.
b. Secara akademis, dapat dijadikan sebagai bahan informasi
bagi perpustakaan Universitas, perpustakaan Fakultas, serta
sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
c. Secara praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan sebagai evaluasi kritis dalam
pengembangan keluarga anak jalanan baik kelompok
maupun perorangan yang dilakukan oleh lembaga social
yang peduli atas nasib mereka.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan
setting sosial secara lengkap mengenai langkah-langkah/kegiatan parenting
skill yang dilakukan oleh lembaga Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial
Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).
Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat
diamati.8 Penelitian ini berupaya menggambarkan secara sistematis
mengenai berbagai komponen atau faktor-faktor yang terkait seperti
8
bagaimana cara SDC memberikan pemahaman tentang pola pengasuhan
anak yang baik kepada para orang tua melalui media MS. Power Point,
video, dan sharing.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Data
tersebut bisa brasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen pribadi,
catatan lapangan, dan dokumen resmi lainya. Metode deskriptif ditujukan
untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang
ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga menentukan
apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama
dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang akan
datang.9 Peneliti menggunakan metode deskriptif karena peneliti
menganggap bahwa mtode penelitian ini dapat menggambarkan tentang
suatu peristiwa, kondisi, dan situasi terutama dalam menganalisis efektifitas
kegiatan parenting skill dalam pemberdayaan keluarga anak jalanan di SDC.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, mulai
dari 25 April 2014 hingga 19 September 2014. Adapun yang menjadi ,lokasi
penelitian diantaranya:
a. Pusat Pelayanan Sosial Anak atau Social Development
Centre for Children (SDC) yang bertempatkan di Jln. PPA
Bambu Apus RT06 RW01 Cipayung Jakarta Timur.
9
b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Wanita
Bahagia Serang-Banten, 11 September 2014.
4. Teknik Pemilihan Narasumber
Penulis menggunakan teknik probability sampling dalam memilih
narasumber, probability sampling adalah teknik penambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel.10 Jenis yang dipakai dalam penelitian ini
simple random sampling yaitu dikatakan simple karena pengambilan
anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu.11 Dalam hal ini peneliti memilih
narasumber yakni orang tua anak jalanan yang ikut berpartisipasi dalam
kegiatan parenting skill yang diselenggarakan oleh SDC tanpa melihat dari
kriteria tertentu guna mengetahui efektifitas yang dirasakan oleh para orang
tua terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh SDC tersebut.
Untuk lebih jelasnya, keterangan narasumber yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Rancangan Penelitian
No. Narasumber Informasi yang dicari Jumlah
1. Ketua Lembaga
Mencari tahu tentang profil
SDC & kegiatan parenting skill
1 orang
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta,2011), h. 64.
11
SDC
3. Pekerja Sosial
SDC
Mencari tahu tentang
keberhasilan kegiatan parenting
skill di SDC
2 orang
4. Staf Perencanaan
& Pelaporan SDC
Mencari tahu tentang tujuan
kegiatan parenting skill
1 orang
5. Anak jalanan Mencari tahu tentang perubahan
yang dialami orang tua setelah
mengikuti kegiatan parenting
skill
1 orang
6. Orang tua anak
jalanan
Mencari tahu tentang efektivitas
kegiatan parenting skill bagi
mereka
5 orang
5. Macam dan Sumber Data
Penelitian ini menggali data dari pihak-pihak yang tetlibat dalam
kegiatan parenting skill yaitu, pihak lembaga dan penerima layanan kegiatan
parenting skill. Data yang diperoleh terbagi menjadi dua yaitu:
a. Data Primer berupa wawancara mendalam yang diperoleh dari
Koordinator Rehabilitasi Sosial SDC, 2 orang Pekerja Sosial SDC,
Staf Perencanaan dan Pelaporan, 1 orang anak jalanan, serta 5
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literature,
buku-buku perpustakaan, internet, catatan atau dokumen yang
terkait dengan penelitian dari SDC seperti brosur dan arsip.
6. Teknik Pengumpulan Data
Adapun dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi, berarti peneliti melihat dan mendengarkan
(termasuk menggunakan tiga indera yang lain, jika terjadi). Dalam
hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung di lembaga yang
dituju dalam hal ini SDC. Peneliti mendatangi SDC untuk
melakukan pengamatan langsung. Semua yang didengar dan dilihat
(termasuk menggunakan alat perekan atau kamera) oleh peneliti
sebagai aktivitas observasi ketika para informan melakukan
kegiatan ini, diceritakan kembali atau dicatat sehingga merupakan
data atau informasi penelitian yang dapat mendukung, melengkapi
atau menambah informasi yang berasal dari hasil wawancara.12
Dalam hal ini peneliti mengikuti kegiatan Parenting Skill yang
diberikan kepada orang tua anak jalanan yang diselenggarakan oleh
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Social
Development Centre for Childreen (SDC) di Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Wanita Bahagia, Serang
Banten untuk mengetahui efektifitas kegiatan parenting skill yang
12
diberikan kepada para orang tua anak jalanan berupa keberhasilan
kegiatan, ketepatan sasaran, kepuasan sasaran dan pencapaian
tujuan menyeluruh.
b. Wawancara
Melakukan wawancara mendalam berarti menggali informasi
atau data sebanyak-banyaknya dari responden atau informan.13
Dalam hal ini, peneliti melakukan tanya jawab kepada Koordinator
Rehabilitasi Sosial SDC, 2 orang Pekerja Sosial SDC, Staf
Perencanaan dan Pelaporan, 1 orang anak jalanan, serta 5 orang tua
anak jalanan untuk lebih mengetahui pola dan jenis kegiatan
Parenting Skill yang diberikan Pusat Pengembangan Pelayanan
Sosial Anak atau Social Development Centre for Childreen (SDC)
kepada keluarga anak jalanan.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari
catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun
perorangan.14 Peneliti menggunakan metode ini untuk berusaha
mendapatkan data sekunder sebagai pendukung dari data primer,
Dokumentasi dilakukan dengan cara pengumpulan foto-foto, profil
yayasan, mempelajari arsip-arsip, serta berbagai bentuk data
tertulis lainya di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau
13
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, h. 56.
14
Social Development Centre for street Children berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisa Data
Analisa data kualitatif berawal dari mengumpulkan data atau
informasi hasil wawancara atau observasi, selanjutnya “mengolahnya” dan
akhirnya adalah menarik makna dari balik kumpulan data tersebut sebagai
kesimpulan yang berupa konsep. Dengan ungkapan lain menganalisis pada
hakekatnya adalah pemberitahuan peneliti kepada pembaca tentang apa
saja yang dilakukan terhadap data yang sedang dan telah dikumpulkan,
sebagai cara yang nantinya bisa memudahkan peneliti dalam memberi
penjelasan dari interpretasi dari informan dengan tujuan akhir menarik
kesimpulan.
Dalam menganalisis data dari hasil observasi dan wawancara,
penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian
menyimpulkan, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak
pada data tersebut. Dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil
pengamatan dan wawancara, lebih dahulu penulis kelompokan sesuai
dengan persoalan yang telah ditetapkan lalu menganalisanya secara
sistematis.
8. Keabsahan Data
Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik
triangulasi sumber, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara, misalnya untuk mengetahui efektifitas kegiatan
parenting skill di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak
atau Social Development Centre for Children (SDC).
b. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini
peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh penerima
manfaat dengan jawaban yang diberikan oleh pegawai atau
instruktur di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau
Social Development Centre for Children (SDC).
E. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan yang berkaitan
dengan topik pembahasan peneliti yang dilakukan pada penulis skripsi ini.
Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui
dengan jelas penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kepustakaan berupa
skripsi. Peneliti skripsi ini disusun dianalisa berdasarkan beberapa buku yang
menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan judul yang penulis bahas, serta
data-data yang ditemukan di lapangan.
Ada beberapa skripsi yang ada hubunganya dengan judul yang penulis
ambil diantaranya:
1. “Strategi Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Pendidikan Luar Sekolah
(Studi Kasus di yayasan Bina Insan Mandiri Depok)”. (Disusun oleh :
Sosial, fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi). Penulis memilih
skripsi tersebut karena objek yang diteliti sama dengan yang diteliti
penulis namun terdapat perbedaan yang jelas pada skripsi penulis dengan
skripsi diatas. Perbedaanya terletak pada penelitian yang dilakukan oleh
skripsi di atas adalah pemberdayaan yang dilakukan melalui pendidikan
luar sekolah sedangkan penulis melalui kegiatan parenting skill.
2. “Efektifitas Penyuluhan Pola Asuh Orang Tua Berbasis Hypnoparenting
pada Wali Murid PAUD Pelangi di Bogor”. (Disusun oleh: Siti Nur
Komariyah, NIM: 109052000019, jurusan bimbingan dan penyuluhan
islam, fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi). Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan
penyuluhan hypnoparenting yang dilakukan di Paud Pelangi dapat
dikatakan efektif karena keberhasilanya selaras dengan tujuan yang ingin
dicapai. Perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi penulis yakni
penulis lebih mengarah kepada efektifitas kegiatan parenting skill dalam
pemberdayaan keluarga anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan
Sosial Anak atau Social Development Centre for Children (SDC).
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan proposal skripsi ini terdiri dari satu bab, yaitu tentang
pendahuluan. Berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:
BAB I berisi Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah,
metodologi Penelitian, Teknik Analisa Data, Tinjauan Pustaka dan Sistematika
penulisan.
BAB II menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan
pembahasan skripsi ini yaitu Efektifitas, Parenting Skill, Pemberdayaan,
Keluarga dan Anak Jalanan.
BAB III mendeskripsikan Seputar Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial
Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC), gambaran
umum lembaga dan pelayanan-pelayanan di Pusat Pengembangan Pelayanan
Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Street Children (SDC). SDC
meliputi : Sejarah berdiri, visi dan misi, fungsi dan tujuan, fasilitas sarana dan
prasarana, sumber dana dan struktur organisasi. Sistem pelayanan meliputi:
Sasaran, tahap-tahap, prinsip-prinsip, dan jaringan kerja pelayanan serta
pelayanan-pelayanan di SDC.
BAB IV merupakan pembahasan inti yang yang menguraikan temuan di
lapangan terkait dengan analisis tentang kegiatan parenting skill bagi keluarga
anak jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak atau Sosial
Development Centre for Street Children (SDC).
BAB V menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalam bab ini,
penulis mencoba menyimpulkan isi yang dibahas dalam skripsi ini serta
19
A. Efektivitas
1. Pengertian Efektivitas
Kata efektivitas berasal dari kata efek yang artinya akibat atau
pengaruh, juga berasal dari kata efektif yang berarti adanya pengaruh atau
akibat dari suatu. Jadi efektivitas adalah keberpengaruhan atau
keberhasilan setelah melakukan sesuatu.1
Dalam Kamus Ilmiah Populer disebutkan beberapa pengertian
tentang efektivitas antara lain ketepatgunaan; hasil guna; menunjang
tujuan.2 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan ada
tiga arti efektivitas. Pertama adalah adanya suatu efek, akibatnya,
pengaruh dan kesannya. Arti kedua “manjur” atau “mujarab”. Dan arti
ketiga dapat membawa hasil atau berhasil guna.3 Menurut John M. Echols
dan Hasan Shadily dalam Kamus Inggris-Indonesia bahwa secara
etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil
guna.4
Menurut Dennis Mc Quail, efektivitas dalam teori komunikasi
berasal dari kata efektif. Artinya terjadi suatu perubahan atau tindakan
sebagai akibat diterimanya suatu pesan. Perubahan terjadi dalam segi
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Depdikbud,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), cet. Ke-7, edisi, ke-2, h. 250. 2
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) h. 128.
3
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 219. 4
hubungan antara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan
tersebut.5
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti
yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang
dikutip Soewarno Handayaningrat S. yang menyatakan bahwa “Efektivitas
adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.”6
Agung Kurniawan dalam bukunya Tramsformasi Pelayanan Publik
mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau
misi) dari suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau
ketegangan di antara pelaksanaannya”7
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Dengan bahasa yang lebih
sederhana, efekif berarti “mencapai target”, dan efektifitas adalah “proses
mencapai target.”
5
Denis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), h. 281.
6
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Manajemen (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 16.
7
2. Pengukuran Efektivitas
Menurut Peter F. Drucker, efektivitas adalah melakukan pekerjaan
dengan benar (doing the right thing). Efektivitas merupakan kemampuan
untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, sesuatu
dikatakan efektif jika tepat sasaran.8
Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan
yang paling menonjol adalah :
a. keberhasilan kegiatan/program
suatu kegiatan dapat dikatakan efektif apabila kegiatan/program
tersebut berhasil dilaksanakan dari tahap pertama hingga tahap
terakhir dan dapat menanggulangi hambatan yang ada.
b. ketepatan sasaran
Apabila tujuan tercapai dan tepat pada sasaran yang dituju maka
suatu kegiatan dapat dikatakan efektif.
c. kepuasan terhadap kegiatan/program
Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam
efektivitas ini bersifat kualitatif (berdasarkan pada mutu). Jika
kegiatan telah berhasil dilaksanakan dan tepat sasaran maka
kegiatan akan dikatakan efektif bila pelaksana dan penerima
manfaat sama-sama merasakan kepuasan atas kegiatan tersebut.
d. pencapaian tujuan menyeluruh
8
keberhasilan kegiatan/program yang disusul dengan ketepatan
sasaran sehingga membuahkan kepuasan terhadap program
merupakan sebuah pencapaian tujuan kegiatan/program tersebut.
Dengan adanya pengukuran efektivitas maka efektivitas program
dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan
program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.9 Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai
tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat
melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau mencapai sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya.10
Dalam penelitian ini, ukuran efektivitas mencakup; Pertama, orang
tua atau objek yang diteliti memiliki pengetahuan pengasuhan dalam
mengasuh anak yang dilakukan melalui kegiatan parenting skill. Kedua,
orang tua dapat menerapkan pengetahuannya itu kepada anak-anak
mereka sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah anak jalanan.
Parenting skill di sini berfungsi untuk mencegah orang tua untuk
memperbolehkan anaknya turun ke jalanan dengan melakukan
keterampilan pengasuhan yang diberikan oleh lembaga.
B. Parenting Skill
1. Pengertian Parenting Skill
Skill berasal dari bahasa Inggris yang berarti keahlian. Keahlian
adalah kemampuan khusus yang dihasilkan dari pengetahuan, informasi,
9
Cambel, J.P, Riset dalam Efektivitas Organisasi, terjemahan Sahat Simamora (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 121.
10
praktik dan kecerdasan,11 dan parenting berasal dari bahasa Inggris yang
berarti pengasuhan.
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan berarti hal (cara,
perbuatan, dan sebagainya) mengasuh. Di dalam mengasuh terkandung
makna menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih,
memimpin, mengepalai, dan menyelenggarakan. Sri Lestari
mengungkapkan istilah asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih
menjadi asah-asih-asuh. Mengasah berarti melatih agar memiliki
kemampuan atau kemampuanya meningkat. Mengasihi berarti mencintai
dan menyayangi. Dengan rangkaian kata asah-asih-asuh, maka pengasuhan
anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak
dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih.12
Menurut Jerome Kagan, seorang psikolog perkembangan,
mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan
tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan
oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan
memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang
harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah,
berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik.13
Berns dalam jurnal instruksional psikologi menyebutkan bahwa
pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung
11
Snell Bateman, Manajemen 1, Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif edisi 7, (Jakarta: Saleba 4, 2008), h. 27.
12
Sri Lestari, Psikologi Keluarga; Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) h.36.
13
menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak tetapi juga bagi orang
tua. Senada dengan Berns, Brooks dalam jurnal yang sama juga
mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada
serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung
perkembangan anak.14
Apabila kata parenting dan skill digabungkan maka akan membentuk
sebuah arti yaitu keahlian dalam mengasuh anak yang dilakukan dengan
serangkaian aksi dan interaksi. Parenting skill membuat kesadaran
pengasuhan yang diikuti oleh kesediaan melakukan peneraan diri (
self-assessment). Dengan melakukan peneraan diri, orang tua akan dapat
mengukur seberapa kadar kontrol dan penerimaan yang dilakukan terhadap
anak. Dengan memiliki kesadaran pengasuhan, maka pelaksanaan tugas
pengasuhan anak yang menghabiskan waktu dan melelahkan tidak terasakan
sebagai beban.15
Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa
konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain:
pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
anak secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Pengasuhan
merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua
dengan anak. Dan parenting sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi,
proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak
dibesarkan.
14Jurnal Instruksional Psikologi
, Edisi September 2001 Oleh Jennifer Neal, Donna Frick-Horbu, h. 1.
15
2. Fungsi Parenting
Parenting mempunyai fungsi yang penting dalam tumbuh kembang
anak sehingga anak merasa bahwa orang tua selalu ada di saat anak
membutuhkan. Ada empat fungsi utama parenting, yakni membentuk
kepribadian anak, membentuk karakter anak, membentuk kemandirian
anak, dan membentuk akhlak anak.16 Ke empat fungsi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Membentuk Kepribadian Anak
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mempengaruhi
proses pembentukan kepribadian anak. Anak yang hidup di dalam
keluarga dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepribadian
anak yang baik sedangkan anak yang hidup dengan pola asuh otoriter
akan terbentuk dengan kepribadian keras dan pemberontak.
b. Membentuk Karakter Anak
Pembentukan karakter anak sangat dipengaruhi pola asuh yang
diberikan orang tua. Anak yang berkarakter baik tunbuh di dalam
lingkungan keluarga yang harmonis dan memiliki jalinan komunikasi
dua arah.
c. Membentuk Kemandirian Anak
Anak yang tumbuh dengan kemandirian diperoleh dari cara pengasuhan
orang tua yang mengasah kemandiriannya sejak dini. Misalnya di saat
balita diperbolehkan makan sendiri meskipun makanan berceceran.
16
Anak-anak juga dapat diberikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya di dalam keluarga.
d. Membentuk Akhlak Anak
Akhlak anak yang baik dapat terbentuk dari cara pengasuhan orang tua
yang memperkenalkan agama, kesopanan, budi pekerti dan tingkah laku
yang baik sejak dini. Anak cenderung memperhatikan tingkah laku
orang tua sehari-hari dan menirunya.17
3. Pola Pengasuhan
Pola asuh anak akan mempengaruhi Self Esteem atau harga dirinya di
kemudian hari. Self Esteem adalah penilaian seseorang terhadap dirinya
yang berkembang dari feeling of belonging (perasaan diterima oleh
kelompok sosialnya), feeling competent (perasaan efisien, produktif), dan
feeling worthwhile (perasaan berharga, cantik, pandai, baik).18
Menurut Baumrind, terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu pola
asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
penelantar.
a. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.
Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan
anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
17
Baumrind, D, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 67.
18
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya
kepada anak bersifat hangat.
b. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan
diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa,
memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.
Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup
darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun, orang tua tipe ini
biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.
d. Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe
ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat
minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk
biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe
ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu
memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.19
C. Pemberdayaan Keluarga
1. Pengertian Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat seseorang
berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan. Pemberdayaan
pada intinya adalah pemanusiaan, yakni mendorong orang untuk menampilkan
dan merasakan hak-hak asasinya. Pemberdayaan berasal dari bahasa asing
“empowerment”, secara leksikal pemberdayaan berarti penguatan dan secara
teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan.20
Pemberdayaan berarti upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat,
dengan menyediakan sebuah ruang bagi masyarakat untuk mengadakan
pilihan-pilihan dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.
Dalam arti lain, pemberdayaan diartikan sebagai “pemberkuasaan”
dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat
yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Sedangkan Rappaport
memberikan pengertian pemberdayaan sebagai suatu cara dimana rakyat,
organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas)
19
Baumrind, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 88.
20
kehidupanya.21 Dapat diartikan juga sebagai pemahaman secara psikologis
pengaruh sosial individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan
hak-hak menurut undang-undang. Payne mengemukakan bahwa pemberdayaan
pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan.22
Edi Suharto mengemukakan bahwa pemberdayaan berarti
menyediakan sumber daya, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat
guna meningkatkan keterampilan mereka dalam pengambilan keputusan dan
berpartisipasi dalam kegiatan yang mempunyai dampak pada kehidupan
dimasa depan. 23
Sementara keluarga, berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan
oleh Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua
kata yaitu kawula dan warga. Di dalam bahasa Jawa kuno kawula berarti
hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa
keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari
kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya
dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara
keseluruhan.24
21
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 59.
22
Isbandi rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pembangunan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 78.
23
Edi Suharto, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h. 29.
24
Menurut Soerjono keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang
yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan
sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih
mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan darah karena perkawinan,
kelahiran, adopsi dan lain sebagainya.25
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk
dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang
berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri
umum keluarga yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Page, yaitu:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan
yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistim tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota
kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap
kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang
walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap
kelompok kelompok keluarga.26
Pemberdayaan keluarga berarti segala upaya bimbingan dan
pembinaan agar keluarga dapat hidup sehat, sejahtera, maju, dan mandiri.
Pemberdayaan keluarga juga dapat diartikan sebagai segala upaya fasilitas
25
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali 2004), h. 23. 26
yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
mengambil keputusan untuk melakukan pemecahanya dengan benar, tanpa
atau dengan bantuan dari pihak lain.
Ketidakmampuan keluarga dalam menangani masalah yang ada di
dalamnya mendorong adanya sebuah pemberdayaan agar fungsi keluarga yang
tidak berjalan dengan baik dapat berjalan dengan semestinya.
D. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak dan Anak Jalanan
Definisi anak menurut UU Kesejahteraan, Perlindungan, dan
Pengadilan anak menyrbutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan,
pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 Anak adalah seseorang
yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21
tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia
tersebut.27
Istilah anak jalanan sudah menjadi sebuah kesatuan sebuah istilah
umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di
jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Istilah anak
jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil.
Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang
27
umumnya sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya. UNICEF lalu
memakai istilah hidup di jalanan untuk mereka yang sudah tidak mempunyai
ikatan dengan keluarga, bekerja di jalanan untuk mereka yang masih
mempunyai hubungan dengan keluarganya.
Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi
dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini
sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan
sangat tidak bersahabat.
Menurut catatan Dinas Sosial DKI Jakarta, sedikitnya ada 4.023 anak
jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Jakarta (Abin, 2003). Dalam tiga tahun
terakhir ini, jumlah anak jalanan di Jakarta juga meningkat secara signifikan.
Data yang didapat dari Dinas Sosial DKI Jakarta bahwa jumlah anak jalanan
pada tahun 2009 sebanyak 2.724 anak, pada tahun 2010 meningkat menjadi
5.650 anak, sedangkan pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan menjadi
7.315. Mereka sebagian besar bekerja sebagai pengemis, pengamen, pedagang
asongan, pengelap kaca mobil, penyemir sepatu, pembersih bus umum, dan
joki 3 in 1, dan parkir liar28
Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok.
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan
yang erat dengan kedua orang tua mereka. Kedua, children of the street, yakni
anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara 32ember maupun
28
ekonomi. Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang
berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.29
2. Faktor Penyebab
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam
kehidupan di jalanan, seperti : kesulitan keuangan keluarga, tekanan
kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus
menyangkut hubungan anak dengan orang tua.30
Kombinasi faktor-faktor di atas dapat memicu anak untuk mengambil
inisiatif hidup mandiri atau mencari nafkah di jalanan. Ketidaksadaran orang
tua akan bahaya anak yang hidup di jalanan juga dapat membuat anak dengan
leluasa berkeliaran di jalanan bahkan sampai mendapatkan uang.
Kemiskinan memang merupakan kondisi yang mendorong anak-anak
hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya
faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup
di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah, kebanyakan anak bekerja
di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60% di
antaranya karena dipaksa oleh orang tuanya.31
Menurut Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar masalah anak
terlantar dapat dilihat dari beberapa perpektif, antara lain : anak terlantar yang
mengalami masalah dalam sistem pengasuhan, seperti yang dialami anak-anak
yatim piatu, anak dari orang tua tunggal, anak dengan ayah/ibu tiri, anak dari
keluarga yang kawin muda, anak yang tidak diketahui asal-usulnya (anak yang
29
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), h.206.
30
Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak, h.196. 31
dibuang orang tuanya); anak yang mengalami masalah dalam cara
pengasuhan, seperti anak yang terlibat dalam tindak kekerasan baik secara
fisik, sosial, maupun psikologis, anak yang mengalami eksploitasi ekonomi
dan seksual bahkan anak yang diperdagangkan; anak yang kebutuhan dasarnya
tidak terpenuhi, seperti anak yang kurang gizi dan anak yang sudah tidak
bersekolah atau putus sekolah. Hal seperti inilah yang banyak terjadi pada
anak-anak jalanan.32
Parsudi Suparlan mengatakan bahwa adanya orang gelandangan di kota
bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, melainkan karena
tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagai warga desa yang
kemudian terpaksa harus mencari tepat yang diduga dapat memberikan
kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota. Anak jalanan dilihat
dari penyebab intensitasnya mereka berada di jalanan memang tidak dapat
disamaratakan. Dilihat dari sebabnya, sangat dimungkinkan tidak semua
anak-anak berada di jalan karena sebab tekanan ekonomi keluarga, namun juga
perlu diperhatikan variable-variabel lain yang mendukung anak-anak hidup di
jalanan, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan dalam keluarga, atau
pengaruh dari lingkungan sosialnya.33
3. Penanganan Anak Jalanan
Untuk menangani permasalahan anak jalanan, yang dibutuhkan
tidaklah hanya dengan memasukkan anak jalanan ke dalam lembaga-lembaga
yang menaungi permasalahan anak jalanan saja ataupun dengan memberinya
32
Citra Pujianti, Pemberdayaan Anak Jalanan, Jurnal Ilmiah (Jakarta: FPSI), h. 3. 33
bentuan secara financial yang hanya akan membuat anak jalanan semakin
ketergantungan dengan belas kasihan para dermawan.
Adanya rumah singgah bagi anak-anak jalanan juga merupakan salah
satu cara pemberdayaan anak jalanan. Rumah singgah dapat berfungsi sebagai
tempat pemusatan sementara yang sifatnya nonformal, tempat dimana
anak-anak dapat dan belajar untuk memperoleh informasi, pengetahuan, wawasan,
serta pembinaan diri awal sebelum menuju kedalam proses pembinaan yang
lebih lanjut. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah
membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.34
Menurut Tata Sudrajat, selama ini beberapa pendekatan yang biasa
dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan, yaitu: street based,
centre based, dan community based.
a. Street Based
Model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau
tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka: berdialog,
mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta
menempelkan diri sebagai teman.
makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat
dengan pekerja sosial.
c. Community Based
Yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat,
terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat
prevemtif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam
kehidupan di jalanan.35
35
37
A.Sejarah Pendirian Lembaga
Sebagai Instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan anak
jalanan, Kementerian Sosial dan pemerintah daerah telah berhasil memecahkan
permasalahan anak jalanan, akan tetapi belum maksimal. Untuk meningkatkan
keberhasilan dalam pemecahan masalah baik secara kulitas maupun kuantitas,
maka disusunlah program baru dalam bentuk Pusat Pengembangan Pelayanan
Sosial Anak atau Social Development Centre for Street Children (SDC).
Departemen Sosial sebagai instansi pemerintah yang berkompeten terhadap
penanganan permasalahan sosial anak jalanan mengembangkan suatu konsep
pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan bagi jalanan. Perwujudan dari
konsep tersebut adalah Social Development Center for Children atau Pusat
Pengembangan Pelayanan Sosial Anak yang diresmikan oleh Ibu Negara Hj.
Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Nopember 2006. SDC
beralamatkan di Jl. Panti Sosial (PPA) Bambu Apus Jakarta Timur.1
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak didirikan untuk menjawab
kebutuhan akan kesejahteraan anak anak jalanan dengan segala
permasalahanya. Adapun permasalahan yang dihadapi anak jalanan
diantaranya kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan,
perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman, dan pakaian.
Akhir-akhir ini dijumpai masalah yang lebih serius seperti tracfiking,
1
eksploitasi seks komersial dan berbagai tindak kekerasan. Jika ditelusuri secara
mendalam, fenomena anak jalanan secara garis besar sebagai akibat dari dua
hal mendasar; problema sosial (sosiologis) karena orang tua yang kurang
perhatian kepada anak-anaknya sehingga mereka para anak mencari perhatian
di luar rumah yakni jalanan sebagai pelarian atau kompensasinya. Kedua,
problema sosial ekonomi yang didominasi oleh masalah kemiskinan, sehingga
benyak orang tua atau keluarga yang tidak mampu menyediakan kebutuhan
dasar anak termasuk kebutuhan untuk mendapat pendidikan secara layak,
kurang/tidak tersedianya fasilitas bermain bagi anakanak di tempat tinggal
yang padat dan kumuh.2
Hal hal yang dikemukakan diatas antara lain menyebabkan program
pemberian pelayanan dan bimbingan bagi anak jalanan sangat penting untuk
dilakukan sebab dipundak anak anak itu juga masa depan bangsa akan
dipikulkan. Kita harus mengantisipasi kehancuran masa depan mereka dan
terjadinya lost generation karena kesalahan generasi sebelumnya.
B.Landasan Hukum
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak dalam pelaksanaan
pelayanan sosial kepada anak jalanan memiliki beberapa landasan hukum yang
digunakan yaitu :
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 34
2. Undang Undang RI No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial
3. Undang Undang RI No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
2
4. Undang Undang RI No.1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO
No.182 tentang Pelarangan Pengadilan Anak dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak
5. Undang Undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
C. Visi dan Misi
Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak/ SDC Bambu Apus Jakarta
memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi:
Menjadikan anak Indonesia yang mandiri dan normatif secara sosial dan
ekonomi.
Misi:
1. Menyelenggarakan perlindungan untuk anak jalanan.
2. Menyelenggarakan bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan
keterampilan serta pendidikan.
3. Pembinaan keluarga, resosialisasi dan penyaluran dengan memakai
sistem rujukan ke lembaga lain.3
D.Tujuan dan Fungsi Lembaga 1. Tujuan
a. Terciptanya kesamaan visi dan misi antara penyelenggara pelayanan
sosial anak jalanan dalam panti
3