• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan hukum terhadap konsumen produk saus sambal indosari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan hukum terhadap konsumen produk saus sambal indosari"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

DisusunOleh: Syahirah Banun 11110480000071

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PRODUK SAUS

SAMBAL INDOSARI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Syahirah Banun 1111048000071

Dibawah Bimbingan : Pembimbing

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

iii

Sambal INDOSARI” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tanggal 15 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 15 Oktober 2015

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. NIP: 196912181996031001

PANITIA UJIAN:

1. Ketua : Drs.H.Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. (...)

NIP: 196911211994031001

2. Sekretaris : Drs.Abu Thamrin, SH., M.H. (...)

NIP: 196509081995031001

3. Pembimbing : Dr. Drs. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.,M.H (...)

NIP. 195510151979031002

4. Penguji I : Dr.Sodikin, S.H, M.H, M.Si (...)

(4)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Oktober 2015

(5)

v

Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 70 halaman.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tent ang Perlindungan Konsumen mengatur beberapa hal mengenai hak konsumen terhadap informasi produk yang dikonsumsinya. Konsumen Indonesia, secara khusus juga merupakan konsumen yang mempunyai hak atas informasi terhadap produk pangan yang mereka beli dan konsumsi. Skripsi ini membahas bagaimana analisis peraturan pelanggaran yang dilakukna oleh Pelaku usaha produk pangan olahan yang telah diatur dalam Undang –Undang mengenai perlindung konsumen terhadap hak konsumen atas informasi terhadap fakta yang terjadi terkait dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam pemenuhan hak konsumen atas informasi produk pangan. Skripsi ini membahas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam peredaran produk pangannya, serta pengaturan mengenai tanggung jawab terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi produk tersebut tersebut. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam membeli produk pangan tersebut, sebaiknya konsumen menerapkan prinsip kehati-hatian dan berkerja sama antara Badan Pengawas Obat dan Makanan dan masyarakat dalam pengawasan peredaran produk pangan dan diadakan sosialisasi, edukasi mengenai produk pangan yang memenuhi standar yang baik kepada masyarakat, khususnya dalam pemenuhan hak konsumen secara umum; dan penyuluhan tentang Undang-Undang PerlindunganKonsumen.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah produk pangan saus sambal.

Kata kunci : Perlindungan Konsumen, Produk Pangan.,Pangan Olahan, Saus Sambal

Daftar Pustaka : Dari Tahun 1980 Sampai 2012

(6)

vi

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan nikmat dariNyalah skripsi Penulis “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari

Produk Saus Sambal” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga tetap selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat.

Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya ini dikarenakan berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan sebagai motivasi rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Djahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vii

3. Dr. Drs. Djawahir Hejazziey,SH.,MA. Selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan, masukan, dan bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Kedua Orang Tua yang sangat dicintai dan disayangi penulis, Bapak Jafar Taha Assegaf dan Ibu Aminah Muhammad Assegaf yang merupakan kedua orang tua yang selalu mendoakan, mencintai, memberi dukungan baik moril maupun materil kepada Penulis serta menjadi motivasi Penulis sekaligus menjadi inspirasi dalam kehidupan Penulis.

5. Kakak dan adik yang sangat dicintai dan disayangi penulis, Muhammad Haidar , Fatimah Fardiza dan Ali Ridho karena telah menjadi inspirasi Penulis untuk bisa dibanggakan.

6. Keluarga besar Penulis, Keluarga Besar Muhammad Bin Alwi Assegaf dan Keluarga Toha Assegaf yang selalu mendoakan agar karya ini cepat terselesaikan dengan baik.

7. Saudara Saudara Tercinta Penulis, Nia, Eva, Sullum, Shahnaz dan Aisyah yang telah mendoakan dan memberi semangat penulis untuk dapat menyelesaikan karya ini.

(8)

viii

9. Ahmad nazli, terimakasih atas bantuan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada Sahabat-sahabatku, dari SD dan SMP Islam AL- AZHAR kemandoran yang telah memberi semangat untuk meneruskan skripsi ini.

11. Kepada Sahabat – Sahabatku dari SMAN 85 yang telah mendoakan dan memberi semangat kepada penulis agar tetap bersemangat melanjutan karya ini. 12. Kawan-kawan seangkatan Ilmu Hukum 2011 yang selalu kompak dan saling

memberikan semangat dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka (Amin).

Akhir kata penulis berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi referensi untuk adik-adik kelas dan bermanfaat untuk setiap pembaca.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Jakarta, 22 September 2015

(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

1. Pembatasan Masalah ... 4

2. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 6

a. Manfaat Teoritis ... 6

b. Manfaat Praktis ... 6

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 7

E. Kerangka Konseptual ... 7

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hukum Perlindungan Konsumen ... 14

1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen ... 18

2. Tujuan Perlindungan Konsumen ... 20

(10)

x

1. Hak Konsumen ... 28

2. Kewajiban Konsumen ... 29

3. Hak Pelaku Usaha ... 30

4. Kewajiban Pelaku Usaha ... 31

D. Pengertian Pangan ... 33

E. Perbuatan Yang Dilarang Pelaku Usaha ... 36

BAB III : TINJAUAN MENGENAI PRODUK SAUS SAMBAL INDOSARI DAN PRODUK PANGAN A. Penemuan Produk Saus Sambal Indosari ... 38

1. Profil Indosari ... 39

B. Keamanan Pangan dan Produk Pangan Ilegal ... ... 40

C. Pengawasan Peredaran Produk Pangan Ilegal oleh Badan Pengawas obat dan Makanan dan Dinas Kesehatan ... 43

D. Peraturan Yang Mengatur Produk Pangan di Indonesia ... 44

E. Product Liability (Tanggung Jawab Produk) ... 45

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG SAUS SAMBAL INDOSARI A. Pelanggaran Hukum yang dilakukan Peelaku Usaha ... 48

1. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ... 49

2. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan ... 52

3. Bedasarkan PP No 69 tahun 1999 Tentang Label dan Iklan 52 4. Berdasarkan PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan ... 53

5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik ... 54

6. Indonesia Nomor HK. 03.23.04.12. 2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga ... 54

(11)

xi

(12)
(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya perkekonomian di Indonesia maka muncul para pelaku usaha, dengan bermunculnya pelaku usaha maka ada Konsumen.Dalam ketetapan MPR Tahun 1993 adanya arahan mengenai perlindungan konsumen yaitu untuk melindungi produsen dan konsumen dimana masing masing kepentingan konsumen dan produsen harus dilindungi. Perlu adanya sistem perlindungan untuk melindungi konsumen, perlindungan hukum bagi konsuemn dengan melindungi hak-hak konsumen kemudian dibuatlah Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut UUPK. Perlindungan bagi konsumen merupakan jaminan yang didapatkan oleh para konsumen dari sebuah produk yang telah diproduksi oleh para pelaku usaha didasarkan pada posisi tawar konsumen yang lemah.1 Untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen negara bertanggung jawab atas pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen dilakukan untuk menciptakaan iklim usaha yang sehat, tujuan dari penyelenggaran, pengembangan dan pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen yang direncanakan adalah untuk

1

(14)

meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan juga mendorong pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dengan penuh tanggung jawab.2

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang atau jasa bagi konsumen dan menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.3 Banyaknya produk pangan yang beredar dimasyarakat sehingga membuat para pelaku usaha menggunakan berbagai cara untuk menekan biaya produksi produk pangannya.

Beberapa tahun belakangan indonesia digemparkan dengan banyaknya produk pangan olahan yang mengandung zat berbahayadan tidak memnuhi kriteriayang telah ditetapkan oleh Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah. produk pangan olahan yang beredar tanpa memiliki izin dan kriteria yang telah diteapkan oleh Undang –Undang Perlindungan konsumen Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungana Konsumen (Selanjutnya disebut UUPK) merupakan produk yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Penlitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap sekitar 50% bakso yang diuji mengandung senyawa kimia boraks didalamnya4. Penggunaan kandungan yang dilarang digunakan untuk produk pangan yang dapat merugikan kesahatan konsumen yang mengkonsumsinya.

2

Abdul Halim Barkatullah, hak-hak konsumen (bandung : nusa media, 2010) cet. 1 h. 23

3

Adrian sutedi, Tanggung jawab Produk dalam perlindungan Konsumen, (bogor; Ghalia 2008) h. 9

4

(15)

Berdasarkan UUPK konsumen, mempunya sejumlah hak yang termuat dalam pasal 4 yaitu bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa dan pelaku usaha bertanggung jawab memenuhi kewajibannya untuk memberikan infromasi yang benar, jelas dan jujur megenai kondisi barang dan/atau jasa tersebut. Kemudian dalam Undang Undng No 7 Tahun 1996 tentang pangan selanjutnya disebut UUP yang mengatur mengenai makanan dan minuman,pengadaan serta, persediaan dan pengadaan pangan.5.

Indonesia memberikan pengaturan mengenai jenis produk yang dapat digunakan dalam pengolahan produk. Dasar hak hak konsumen secara garis besar hak hak konsumen dibagi menjadi 3 hak yang menjadi prinsip dasar yaitu;6

1. Hak untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal maupun kerugian harta kekayaan

2. Hak untuk memperoleh barang atau jasa dengan harga yang sewajarnya

3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahaan yang dihadapi

Penemuan kasus kasus tersebut banyak ditemukan pada produk pangan yang diproduksi oleh Industri rumah tangga yang komposisinya tidak sesuai

5

NHT. Siahaan, Hukum Konsumen;perlindungan konsumen dan tanggung jawab produk h.139 6

(16)

dengan bahan yang digunakan. Dari kasus diatas kurangnya peranan pemerintah dan BPOM dalam mengawasi pelaku usaha yang memperoduksi produk pangan berbahaya tersebut. Sehingga, Produk pangan tersebut dijual bebas di pasar dan dikonsumsi oleh para konsumen, maka kurangnya pengawasaan peredaran produk pangan tersebut agar seluruh proses pengolahan makanan tersebut memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan, maka perlu diwujudkan suatu sistem pembinaan dan pengawasan yang efektif dibidang keamanan, mutu dan gizi pangan. Pembinaan terhadap produsen mengandung makna mendorong pelaku usaha supaya bertindak sesuai aturan yang berlaku, baik aturan yang diharuskan undang-undang, kebiasaan maupun kepatutan.7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Cakupan masalah dalam pelanggaran terhadap konsumen sangat luas namun penulis membatasi pelanggaran terhadap kosumen terfokus pada pelanggaran yang dilakukan oleh produk pangan olahan ilegal serta dan berdasarkan Undang – Undang dan peraturan dan atau kebijakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

7

(17)

2. Perumusan Masalah

Setelah mengungkapkan hal hal diatas penulis berkeinginan untuk meneliti, mempelajari dan membahas mengenai Perlindungan Hukum terhadap konsumen dari produk pangan mengadung zat berbahaya dari latar belakang tersebut peneulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu:

a. Apakah Pelanggaran yang dilakukan Oleh pelaku usaha saus sambal Indosari?

b. Bagaimana tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pelaku usaha? c. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengawasi produk pangan

yang beredar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian dilakukan tentu harus memiliki tujuan dan manfaat yang ini diperoleh dari hasil penelitian. Dalam merumuskan tujuan penlitian, penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha produk pangan indosari

(18)

c. Untuk mengetahui peranan pemerintah mengawasi produk pangan yang beredar dimasyarakat

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum di Indonesia terutama dalam bidang perlindungan hukum terhadap konsumen dan juga dapat berkontribusi bagi peneliti yang lain sebagai salah satu sumber data. b. Manfaat Praktis

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi:

1.) Konsumen lebih telti dalam memilih produk yang dikonsumsi dan bagaiamana tindakan yang diambil oleh konsumen ketika mengalami kerugian akibat produk pangan yang telah dikonsumsi

2.) Pemerintah agar dapat memperhatikan dan mencegah para pelaku yang memproduksi produk pangan yang beredar dimasyarakat.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

(19)

1. Dalam skripsi yang ditulis oleh MahendraAdhi Purwanta mahasiswa Universitas Indonesia yang berjudul “PELANGGARAN HUKUM

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAAN PRODUK PLASTIK BERBAHAYA SEBAGAI KEMASAN MAKANAN DAN MINUMAN” dalam skripsi tersebut membahas mengenai produk plastik berbahaya sebagai kemasan makanan dan minuman yang jelas berbeda dengan skripsi yang ditulis oleh penulis, penulis membahas mengenai produk pangan olahan.

2. Dalam skripsi yang ditulis oleh Lira Aprian Sari Nasution mahasiswi Universitas Sumatra Utara berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS BEREDARNYA MAKANAN KADALUARSA” dalam skripsi tersebut membahas menegai peredaran

makanan yang telah kadaluarsa disini berbeda dengan milik penulis.

E. Kerangka Konseptual

Untuk mempermudah dan menyamakan pemahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan yang berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen terhadap produk pangan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut:

(20)

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalammasyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhlukhidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukanatau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendirimaupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

4. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumeber hayati dan air. Baik yang diolah maupun tidak diolah , yang diperuntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tamabahan pangan , ahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 5. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara

atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

(21)

7. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “ pengetahuan” atau lebih tepatnya “ pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.8 Maka peneliti akan mengkaji permasalahan sesuai dengan ruang lingkup dan identifikasi masalah yang sebagaimana dijelaskan diatas melalui metode penelitian yuridis normative. Penelitian hukum yuridis normative adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.9

1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam meyelesaikan penelitian ini, dengan menggunakan cara penelitian kepustakaan ( Library research), yaitu suatu metode pengumpulan dengan cara membaca atau merangkai buku-buku

8

Sugona,Bambang, Metode Penelitian Hukum,( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1997),h. 27-28

9

(22)

peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Data-data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan data sekunder terbagi atas 3 bagian,yaitu :

a. Bahan Hukum Primer yaitu norma atau kaedah dasar, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen, Undang – Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan

b. Bahan Hukum Sekunder, bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku, skripsi, thesis dan jurnal-jurnalhukum. Disamping itu juga kamus-kamus hukum.10 Dalam penelitan ini peneliti menggunakan buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian ini sebagai bahan hukun sekunder, begitu juga dengan skripsi, tesis yang juga ada relevansinya dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, bahan dari internet dan sebagainya.

10

(23)

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini adalah penelitian dengan memgumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan, menganalisa, peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah, surat kabar, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-undang ( Statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan history (historical approach), pendekatan komparatif ( comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).11

4. Teknik Pengolaan Data dan Penulisan

11

(24)

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah dari data yang di edit dan dipilih menurut kategori masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian. 5. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam (UIN) Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta, tahun 2011.

G. Sitematika Penulisan

BAB I : Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan

latar belakangmasalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematikan penulisan.

BAB II : Pada bab ini akan membahas tinjauan umum tentang hukum perlindungan konsumen.

(25)

BAB IV : Pada bab ini akan membahas hasil analisis hasil penelitian mengenai produk pangan olahan dan temuan produk pangan olahan ilegal

(26)

14

BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Hukum Perlindungan Konsumen

Setiap manusia memiliki bermacam – macam kebutuhan hidup dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut baik berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan timbal balik.1

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan tiap – tiap individu yang berbeda – beda satu dengan yang

1

(27)

lainnya. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi.

Meningkatnya kebutuhan – kebutuhan konsumen pada saat ini membuka peluang pasar yang besar bagi para pelaku usaha dan/atau penyedia jasa. Pada satu sisi konsumen membutuhkan barang dan/atau pelayanan jasa yang berkualitas, sedang di sisi lain para pelaku usaha dan/atau penyedia menjadikan para konsumen sebagai objek aktivitas bisnisnya guna mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Perbedaan kepentingan merupakan potensi besar terjadi sengketa antara pelaku usaha dan/atau penyedia dengan para konsumen. Konsumen merupakan pihak yang paling rentan mendapatkan kerugian dari tindakan sewenang - wenang pelaku usaha atau penyedia jasa dan seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.2 sehingga membutuhkan perlindungan agar kesewang - wenangan tersebut dapat ditiadakanan. Berdasarkan Undang-Undang No 9 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam pasal 1 butir 1 dijelaskan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

2

(28)

memberi perlindungan hukum kepada konsumen, sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.

Perlindungan konsumen merupakan wilayah yang multidimensi antara privat dan publik. Wilayah hukum privat dapat dilihat dalam bentuk hukum perdata mengenai perikatan sedangkan, yang melingkupi hukum konsumen termasuk dalam wilayah hukum publik. Dalam perlidungan konsumen ditemukan 2 istilah yaitu hukum perlindungan konsumen dan hukum konsumen.

Hukum konsumen adalah keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan serta penggunaan produk antara penyedia dan penggunannya dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum perlindungan konsumen merupakan kesluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan masalah penyedian produk konsumen antar penyedia dan penggunannya dalam masyarakat3. Kita tidak perlu membedakaan kedua hal tersebut karena etika membicarakaan hukum dalam hubungannya dengan perlindungan konsumen keduannya tidak luput dari pembahasan. Hukum perlindungan Konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak – hak konsumen bisa dilakukan dengan benar. Hukum perlindungan

3

(29)

konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Ini dikarenakan permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa.

Dasar hukum yang menjadikan konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah :

1. Undang – Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 33.

2. Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.

3. Undang – Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen.

5. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh Dinas Indag Prop/Kab/Kota.

(30)

Dalam pasal 64 UUPK disebutkan bahwa:

“Segala ketentuan peraturan perundang - undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang - undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini.”

Pada pasal 64 UUPK dapat dipahami bahwa UUPK merupakan Lex Specialis terhadap perundang – undangan yang sudah ada sebelum UUPK, Sesuai asas Lex Specialis Derogat legi generalis yaitu ketentuan ketentuan diluar UUPK tetap berlaku selama tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan tidak bertentangan dengan UUPK4. Dengan diundang – undangkannya masalah Perlindungan Konsumen, dimungkinkan dilakukan pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan Pelaku Usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Sistem hukum adalah keseluruhan tertib hukum yang didukung oleh sejumlah asas. Asas - asas ini satu sama lain berfungsi sebagai pendukung angunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan, dan mencegah adanya tumpang tindih, serta menciptakan kepastian hukum didalam keseluruhan tata tertib hukum tersebut.5

4

Yusuf shofie, perlindungan konsumen dan Instrumen instrumen hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti , 2003) cet.1 h. 26

5

(31)

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Sehingga hukum perlindungan konsumen memiliki posisi yang tegak.

Berdasarkan Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu:

a. Asas manfaat

Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

b. Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

(32)

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, jika diperhatikan substansinya, maka dapat dibagi menjadi tiga asas, yaitu: 6 1. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan

keselamatan konsumen;

2. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; 3. Asas kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Konsumen merupakan pihak yang sangat rentan terhadap perilaku yang merugikan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen perlu mendapat perlindungan. Dengan adanya perlindungan konsumen maka diharapkan tindakan sewenang-wenang pelaku usaha yang merugikan konsumen dapat ditiadakan.

6

(33)

Tujuan yang ingin dicapai dari perlindungan konsumen, dimuat dalam Pasal 3 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa tujuan perlindungan konsumen antara lain:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

(34)

B. Pihak – Pihak Yang Terkait 1. Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer

adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.7 Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 undang-Undang Perlindungan Konsumen adalahsetiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.Konsumendapat dikelompokkan yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan. Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.

7

[image:34.612.130.531.109.339.2]
(35)

Yang dimaksud konsumen akhir adalah konsumen akhir memperoleh barang atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.8

2. Pelaku Usaha

Menurut Undang - Undang Perlindungan Konsumen, Bab 1, Pasal 1 ayat 3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku Usaha atau Pengusaha adalah tiap – tiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha.9

8

Tatik suryani, Perilaku Konsumen,(Yogyakarta: Graha Ilmu 2003) h. 12 9

(36)

Terdapat tiga kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Tiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari:10

a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha. Seperti perbankan, penyediaan dana dan lain sebagainya.

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan atau bahan-bahan lainnya). Seperti badan usaha/perorangan yang berkaitan dengan pangan, sandang, obat-obatan dan lain sebagainya.

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang retail, toko, supermarket, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.

3. Pemerintah

Pemerintah berperan penting dalam hal ekonomi di suatu Negara terutama berkaitan dengan konsumen, sebagai pengguna/pemakai/yang memanfaatkan barang dan/jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Melalui undang – undang maupun peraturan – peraturan, kebijakan – kebijakannya, pemerintah menjembatani antara konsumen dan pelaku

10

(37)

usaha agar konsumen dan pelaku usaha sama – sama bisa mendapatkan hak-haknya serta memenuhi segala kewajibannya masing-masing. Di satu sisi, konsumen dapat memperoleh/menggunakan/menimati barang dan/atau jasa yang sesuai kebutuhannya agar tidak dirugikan oleh pelaku pelaku usaha dengan cara melakukan pemberdayaan melalui pendidikan dan pembinaan.

Dalam Pasal 29 Undang – Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pemerintah adalah pihak yang paling berperan dan bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen. Selengkapnya dalam pasal 29 tersebut :

Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(38)

tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen; berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

Selain pembinaan, peranan pemerintah yang cukup penting adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen. Dalam Pasal 30 UUPK disebutkan bahwa pemerintah, bersama masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah pihak-pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan. Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, selain atas penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya, juga dilakukan atas barang dan/ atau jasa yang beredar di pasar.

(39)

perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.

Dalam ketentuan Pasal 30 tersebut di atas juga disebutkan, apabila dalam pengawasan ditemukan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, pemerintah harus mengambil tindakan administratif dan atau tindakan hukum, sebagaimana sanksi yang diancam oleh Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Tindakan tegas ini akan

meningkatkan kepercayaan konsumen kepada sistem hukum perlindungan konsumen yang dibangun pemerintah, meningkatkan partisipasi pengawasan masyarakat dan lembaga konsumen, serta mendorong pelaku usaha untuk berproduksi secara berkualitas dan menciptakan iklim berusaha yang lebih baik.

C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

(40)

1. Hak Konsumen

Pengetahuan tentang hak – hak konsumen sangat penting agar penyedia barang/jasa tidak berlaku semena-mena terhadap konsumen. Jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil, konsumen secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen sebagai pemakai barang/jasa bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar oleh pelaku usaha.

Menurut John F Keneddy yang diungkapkan dalam President

Kennedy’s 1962 Consumer’s Bill of Right terdapat 4 hak dasar

konsumen11:

a. Hak untuk memperoleh keamanan. b. Hak untuk memperoleh informasi. c. Hak untuk didengar.

d. Hak untuk memilih.

Sesuai Pasal 4 Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan mengenai hak yaitu:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

11

(41)

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Kewajiban Konsumen

(42)

Sesuai Pasal 4 Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kewajiban konsumen adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut;

3. Hak Pelaku Usaha

Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha memiliki hak untuk memproduksi suatu arang dan/atau jasa sesuai dengan keahlian dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku konsumen. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, dalam Pasal 6 diatur mengenai hak-hakk pelaku usaha, antara lain :

1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

(43)

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan /jasa yang diperdagangkan.

5. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan – undangan lainnya.

4. Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam memproduksi barang dan/atau jasa, pelaku usaha tidak hanya semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen. Oleh karena itu, selain memiliki hak, pelaku usaha juga dituntut akan tanggung jawabnya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas hasil produksinya baik berupa barang maupun jasa.

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pasal 7 menjelaskan mengenai kewajiban pelaku usaha. antara lain adalah :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

(44)

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang produksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam Islam juga di ajarkan bahwa sebagai pelaku usaha, harus bersikap jujur dalam Melakukan jual – beli atau ketika menawarkan barang/jasa kepada konsumen. Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing – masing pihak, tidak ada boleh ada ancaman, tekanan, penipuan. Jika hal ini tidak di penuhi, maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang Bathil.12 pada surah An-Nisa Ayat 29 disebutkan:

12

(45)















































Artinya: “Wahai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu diantara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.”

D. Pengertian Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

(46)

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu13 :

1. Pangan segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar, dan sebagainya.

2. Pangan olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh : kopi, nasi, ubi goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atau dasar pesanan.

13

(47)

b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.

3. Pangan olahan tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak untuk orang yang menjalankan diet rendah lemak, dan sebagainya.

Bahan tambahan Makanan (BTM) Menurut Permenkes 722 Th. 1988 Tentang BTM, BTM adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan,atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

(48)

Pengertian mengenai bahan tambahan pangan berdasarkan penraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 16 tahun 2013 tentang bahan tambahan pangan pasal 1 ayat (2) adalah:

Bahan Tambahan Pangan, selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

E. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Berdasarkan UUPK pelaku usaha dilarang melakukan perbuatan yang sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPK, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa, yaitu:

1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

(49)

6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. 7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.

8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara “halal” yang dicantumkan dalam label.

9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

(50)

38

A. Penemuan Pangan Olahan Saus Sambal Indosari

Porlestabes Bandung mendapatkan laporan dari Masyarakat Warga Bandung Kulon bahwa terdapat salah satu Industri Rumah tangga yang memproduksi saus sambal dengan merek “INDOSARI” dicurigai oleh warga merupakan suatu praktik usaha ilegal warga mencurigai praktik usaha tersebut karena komposisi yang tertera pada abel pangan tersebut tidak sesuai dengan proses pembuatannya. Polrestabes Bandung, Menggerebek Industri rumah tangga produk saus sambal tersebut didapat bahwa dalam proses pembuatan produk saus sambal tidak menggunakan bahan bukan dari cabai atau tomat layaknya kebanyakan saus dan sambal melainkan, Ekstrak cabe atau leoresin capsikum jika digunakan dalam olahan makanan sebagai bahan utama, tidak disertai cabe yang asli sangat membahayakan bagi kesehatan konsumen1.

Produk sambal yang diproduksi dalam kemasannya tertera komposisi kandungan Garam, cabai, bawang putih, cuka, sunset yellow, sakarin dan

natrium benzonat. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah Sambal dan saus ini bahannya dari ampas tapioka (onggok) 27 kilogram, ekstrak bawang putih 3-4 kilogram, ekstrak cabai leoserin capsikum 0,5 ons, saksrin 50 gram,

(51)

garam 4 kilogram, cuka 200 gram, pewarna sunset 1 ons, perwarna jenis poncau satu sendok, potasium fospat 50 gram, dan bibit cairan tomat 0,5 ons. Tidak seperti yang tertera pada kemasannya yang menyebutkan menggunakan tepung tapioka, cabe, bawang putih, tidak pakai cabai atau tomat sama sekali.

1. Profil Indosari

Saus Sambal dengan merek dagang INDOSARI memiliki No. I-PRT 2113273011424 dan di mulai di produksi pada tahun 2000. Pabrik terdapat di Jalan Cicukang No. 6 RT 04 RW 03, Kelurahan Caringin, Kecamatan Bandung Kulon, Bandung.

Pabrik tersebut dari depan jalan terlihat seperti rumah biasa yang memiliki beberapa kamar. Pada bagian belakang rumah tersebut terlihar ruang – ruang yang digunakan untuk proses produksi. Mulai dari proses pengadukan hingga pengemasan. Terdapat disalah satu sisi ruang produksinya 3 mesin packing, beberapa drum untuk pengolahan saus dan beberapa ember bahan – bahan yang digunakan dalam produksinya.

(52)
[image:52.612.128.517.105.404.2]

1.500 bungkus. Hasil produksi tersebut kemudian diedarkan ke pasar-pasar. Berikut ini dapat dilihat Gambar Produk Saus Sambal Indosari.

Gambar 3.1: Sambal INDOSARI B. Keamanan Pangan dan Produk Pangan Ilegal

(53)

aman,bermutu, bergizi dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sebagaimana yang tertuang pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Produk pangan ilegal adalah produk pangan tidak terdaftar dan tidak memiliki izin edar, Artinya produk tersebut tidak melalui proses evaluasi keamanan, mutu dan gizi dari instansi yang berwenang,misalnya Badan POM dan Dinas Kesehatan.2 Badan POM berwenang mengeluarkan nomor ijin edar dengan kode MD untuk pangan olahan dalam kemasan produksi dalam negeri atau kode ML untuk pangan olahan dalam kemasan produksi luar negeri, kemudian kode tersebut diikuti beberapa digit nomor/angka, yang setiap digitnya memiliki arti tertentu. apabila produsen/industri pangan olahan mengajukan pendaftaran dan telah memenuhi persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan. Salah satu bahaya yang dapat timbul akibat mengkonsumsi produk pangan ilegal adalah Keracunan pangan. Keracunan pangan dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian,karena seringkali ditemukan pada label kemasan produk pangan ilegal tidak dicantumkan komposisi produk dengan lengkap, bahkan tidak tersedia sama sekali sehingga tidak dapat diketahui komposisi produk secara pasti, termasuk penambahan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak terkontrol misalnya penambahan pemanis, pengawet, pewarna, penyedap rasa, pengental dan

2

(54)

lain, yang sengaja ditambahkan dengan maksud agar makanan terlihat lebih awet, lebih menarik, dan tahan lama. Selain komposisi dan bahan tambahan panganyang perlu diperhatikan, hal lain yang tidak kalah penting adalah tahap pengemasan, pelabelan serta pemberian informasi, karena pada tahap ini produsen perlu memperhatikan syarat pengemasan dan pemberian informasi yang benar dan bukan informasi yang menyesatkan. Produk pangan ilegal tersebut juga belum pernah diuji secara kimia maupun fisika di laboratorium, sehingga keamanan, mutu,gizi, serta cemaran yang terkandung, tidak dapat diketahui. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa ”Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan padastandar dan/atau persyaratan kesehatan”, ayat (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada ayat enam (6) ditegaskan bahwa “Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan

(55)

disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Ketentuan pada undang-undang tentang kesehatan tersebut ditegaskan kembali pada peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004, pasal 42 ayat (1) berbunyi “Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan,

setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran”. Jadi

sangat jelas bahwa pangan ilegal tidak memiliki nomor ijin edar,tidak boleh beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

C. Pengawasan Peredaran Produk Pangan Ilegal Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Dinas Kesehatan

(56)

1. Distribusi

Distribusi produk obat impor diawasi dengan melakukan pengambilan

sampling bahan baku dan melakukan pemeriksaan setempat yang bertujuan

untuk melakukan pengawasan atas cara pengelolaan obat impor, menyangkut

penyimpanan, cara pengaturan di pasaran, dan produk yang dijual.

2. Periklanan

Periklanan diatur dalam ketentuan UUPK dan diharapkan penjabaran pada

peraturan pelaksanaannya dapat mencegah adanya informasi merugikan.

Selain melakukan pengawasan rutin sepanjang tahun, Badan POM melalui Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di seluruh Indonesia juga melakukan intensifikasi pengawasan di sarana distribusi yang meliputi toko, pasar tradisional, supermarket dan hypermarket. Hal ini dilakukan karena, permintaan terhadap produk pangan olahan sangat meningkat, sehingga kemungkinan terjadi peredaran produk pangan yang tidak memenuhi syarat juga meningkat, antara lain pangan ilegal, kedaluwarsa, maupun rusak.3

Dinas Kesehatan Propinsi setempat berwenang mengeluarkan nomor ijin edar untuk pangan olahan yang di produksi oleh Industri Rumah Tangga (PIRT) dengan kode PIRT dan akan mengeluarkan sertifikat/ijin edar. Dinas Kesehatan berkerjasama dengan Badan POM untuk mengawasi peredaran produk pangan maupun obat yang beredar dimasyarakat.

3

(57)

D. Peraturan yang Mengatur Produk Pangan di Indonesia

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang peranan pemerintah dalam hal perlindungan konsumen, maka pemerintah melalui kebijakannya mengatur produk pangan yang layak untuk dikonsumsi. Kebijakan pemerintah yang mengatur produk pangan di Indonesia antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

(58)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

E. Product Liability (tanggung jawab produk)

Product liability adalah tanggungjawab perdata secara lansung dari pelaku

usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang

dihasilkan inti sari dari product liability adalah tanggung jawab berdasarkan perbuatan

melawan hukum (toritious liability) yang telah diratifikasi menjadi strict liability.

Product liability akan digunakan oleh konsumen untuk memperoleh ganti rugi secara

lansung dari produsen sekali pun konsumen tidak memiliki kontaktual dengan pelaku

usaha tersebut4.

Product liability diatur dalam pasal 19 UUPK yang menyatakan bahwa pelaku

usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas: kerusakan, pencemaran, dan atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau yang

diperdagangkan. Kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan dapat terajadi karena

pelaku usaha melanggar larangan-larangan sebagaimana dicantumkan dalam pasal 8

sampai 17 UUPK.

Product liability ini dapat diklasifikasikan ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan berikut ini:5

4

Adrian sutedi, Tanggung jawab Produk dalam perlindungan Konsumen,(Bogor : Ghalia) H.64 5

(59)

a. Proses produksi,yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas produk yang dihasilkannya bila menimbulkan kerugian bagi konsumen. Misalnya antara lain menyangkut produk yang cacat, baik cacat desain maupun cacat produk.

b. Promosi niaga/ iklan, yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas promosi niaga/ iklan tentang hal ihwal produk yang dipasarkan bila menimbulkan kerugian bagi konsumen.

c. Praktik perdagangan yang tidak jujur, seperti persaingan curang, pemalsuan, penipuan, dan periklanan yang menyesatkan.

Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilakukan atas landasan adanya:

a) Pelanggaran jaminan (breach of warranty) b) Kelalaian (negligence)

(60)

48

PENELITIAN

A. Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Pelaku Usaha Saus Sambal INDOSARI

Beberapa sebab terjadinya pelanggaran konsumen adalah rendahnya tanggung jawab pelaku usaha1. Pelanggaran hak-hak konsumen dapat berupa pelanggaran bersifat substantif maupun prosedural sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen atau berbagai Regulasi yang berkaitan.

Saus Sambal Indosari tersebut sudah 14 stahun diduga menggunakan zat kimia berbahaya untuk membuat saus dan sambal semirip aslinya. Berawal dari informasi masyarakat yang menyebutkan ada pabrik yang memproduksi saus dan sambal yang komposisinya tidak sesuai dengan yang tertera dalam bungkus kemasan. Saus yang dibuat oleh pabrik ini bahannya bukan dari cabai atau tomat layaknya kebanyakan saus dan sambal. Pelaku Usaha telah melanggaran beberapa peraturan Perundang –Undangan maka, akan diuraikan pelanggaran yang dilakukan terhadap konsumen berdasarkan Perundang – undangan dan peraturan yang terkait, sebagai berikut:

1

(61)

1. Berdasarkan Undang - Undang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Undang – Undang Perlindungan konsumen Pasal 8- 17 pelaku usaha telah melakukan pelanggaran pelanggaran dalam pembuatan produk pangan olahan saus sambal terseut yang dimana merugikan konsumen. UUPK memberikan perlindungan kepada setiap konsumen yang merasa hak-haknya dirugikan oleh pelaku usaha. Dalam kaitannya dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha tidak sesusai dengan ketentuan pada UUPK , berarti telah melanggar ketentuan UUPK. Pelaku usaha telah melanggar beberapa ketentuan pasal dalam UUPK antara lain: 1) Pelaku usaha melanggar Pasal 4 huruf a Pasal tersebut disebutkan

bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang. Dalam praktiknya, pembuatan produk sambal terdapat kandungan yang tidak termasuk dalam bahan tambahan pangan yang diperbolehkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu berupa kandungan

(62)

konsumen untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi saus tersebut.

2) Pelaku usaha telah melanggar Pasal 7 b dan d huruf ini dimana pelaku usaha harus memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Pentingnya, pelaku usaha dalam memberikan informasi yang jelas benar dan jujur dalam menyampaikan informasi pada konsumen menegnai produknya agar konsumen tidak salah terhadap gambaran menegenai suatu produk. Pada kenyataannya pelaku usaha tidak dengan jujur, jelas dan benar dengan menyampaikan informasi yang tidak benar dan jujur mengenai kandungan

yang digunakan dalam proses pembuatnnya. Pelaku usaha menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku pelaku usaha tidak menjamin mutu sambal yang diperdagangkannya dengan menyampaikan informasi yang tidak benar dan jujur mengenai kandungan yang digunakan tersebut.

(63)
(64)

untuk dikonsumsi, produk tersebut masih dapat diperjual belikan secara bebas.

2. Berdasarkan Undang Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan

Pelaku usaha melanggar UUP pasal 10 menegenai bahan tambahan pangan pelaku usaha tidak memenuhi stadararisasi batas penggunaan baha tambahan pangan penggunaan BTP dan juga penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan atau penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut. Bahan tambahan pangan yang dilarang antara lain asam borat(boric acid) dan senyawanya, sedangkan bahan tambahan pangan yang dibolehkan dengan ambang batas maksimal.

3. Bedasarkan PP No 69 tahun 1999 tentang label dan Iklan 1) Pasal 2 dan 3

Dalam memproduksi atau menghasilkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan :

a. Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan b. nama produk;

(65)

d. berat bersih atau isi bersih;

e. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia;

f. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa

[image:65.612.181.531.112.325.2]

Sedangkan pada temuan produki saus sambal INDOSARI tidak memiliki atau tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa dan juga alamat pihak yang memproduksinya secara jelas. Hal ini terlihat pada gambar 3.1.

4. PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan ,mutu dan gizi pangan 1) Pasal 12 dan 23

Pada pasal 12 Setiap orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Dalam pasal 23 huruf A pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Produk Sambal indosari diketahui menggunakan bahan tambahan berupa pottasium fosfat.

(66)

5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Pasal 3 ayat (2)

Pangan produksi IRTP y

Gambar

Grafika, 2009, hlm. 22
Gambar 3.1: Sambal INDOSARI
gambar 3.1.

Referensi

Dokumen terkait

Cara pengelolaan tanah dan tanaman, khususnya limbah ternak berupa bahan organik yang tidak tepat serta pembukaan hutan untuk penggunaan lahan non hutan tanpa mengikuti

Hasil uji coba menunjukkan bahwa dimensi vektor kata merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil rata-rata akurasi parser struktur semantik soal Bahasa

Pace dan Faules (2000, p. 168) yang mengatakan bahwa Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai β model gravitasi sebagai indikator sensitivitas perjalanan penduduk, mengidentifikasi guna lahan zona bangkitan dan tarikan

Pembelajaran keterampilan menulis teks anekdot pada siswa kelas X Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 6 Surakarta memiliki proses pembelajaran yang kurang sesuai dengan

Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau peempuan dalam keadaan beriman, benar-benar Kami akan berikan kepada mereka

Sebagai bagian dari teologi liberal, paham pluralisme agama menawarkan toleransi antarumat beragama. Akan tetapi, paham ini ternyata malah menimbulkan masalah baru bagi agama-agama.

Sampel terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 12.1 dan 12.2 kemudian dari kedua kelas tersebut ditentukan satu kelas sebagai kelas eksperimen terdiri dari 30 orang