1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era otonomi daerah saat ini, transparansi mengenai pengelolaan
keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa
otonomi daerah menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber
daya daerah, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan
rakyat, serta membudayakan dan menciptakan ruang bagi rakyat untuk ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002). Pengelolaan
keuangan yang transparan menjadi tuntutan masyarakat guna terciptanya tata
kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Dalam
mekanisme tata kelola, pelaporan keuangan memiliki dua tujuan, yaitu
organisasi yang transparan dan keterlibatan pemangku kepentingan
(stakeholders) (Hess, 2007). Masyarakat memiliki hak dasar untuk tahu
(basic right to know) dan memperoleh informasi mengenai apa yang sedang
dilakukan pemerintah, dan mengapa suatu kebijakan atau program dilakukan
(Stiglitz, 1999) serta bagaimana organisasi menjalankan operasionalnya
(Silver, 2005). .
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah
memberikan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan rakyat dengan selalu memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi
daerah diharapkan dapat (1) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
sumber daya daerah, (2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan
kesejahteraan rakyat, (3) membudayakan dan mencip takan ruang bagi rakyat
untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).
Dalam mekanisme tata kelola, pelaporan keuangan memiliki dua
tujuan, yaitu Organisasi yang transparan dan keterlibatan pemegang
kepentingan (stakeholders) (Hess, 2007). Pelaporan keuangan adalah laporan
keuangan yang ditambah dengan informasi-informasi lain yang berhubungan,
baik langsung maupun tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh
sistem akuntansi keuangan, seperti informasi tentang sumber daya
perusahaan, earnings, current cost, informasi tentang prospek perusahaan
yang merupakan bagian integral dengan tujuan untuk memenuhi tingkat
pengungkapan yang cukup. Masyarakat memiliki hak dasar untuk tahu dan
memperoleh informasi mengenai apa yang sedang dilakukan pemerintah, dan
mengapa suatu kebijakan atau program dilakukan (Stiglitz,1999) serta
bagaimana organisasi menjalankan operasionalnya (Silver, 2005).
Di Indonesia, transparansi akan pengelolaan keuangan masih sangat
minimal sekali karena sebagian besar pemerintah daerah masih lebih
menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada rakyat luas.
daerah yang terjadi saat ini seharunya lebih bersifat horisontal, di mana
pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap DPRD dan pada rakyat luas
(dual horizontal accountability). Akan tetapi, dalam praktiknya tidak terjadi
keseimbangan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana,
sehingga hak rakyat untuk mengetahui (transparansi) mengenai pengelolaan
dana tidak terpenuhi.
Di Indonesia, baru ada beberapa kabupaten/kota yang sudah memiliki
peraturan daerah yang mengatur mengenai transparansi pengelolaan keuangan
dan partisipasi masyarakat (radarbanten.com). Beberapa kabupaten/kota yang
telah memiliki peraturan daerah tentang transparansi diantaranya adalah
Kabupaten Lebak, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Solok, Kabupaten Magelang, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota
Yogyakarta, dan Kota Surakarta. Beberapa daerah telah menerbitkan Perda
terkait transparansi dan partisipasi masyarakat sebelum Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik terbit. Hal ini
menggambarkan bahwa pemerintah daerah sangat menyadari akan pentingnya
transparansi dalam tata kelola keuangan daerah. Akan tetapi, dalam
praktiknya peraturan-peraturan daerah ini masih sulit untuk dilaksanakan oleh
pemerintah daerah terutama pada SKPD sebagai level pelaksana.
Transparansi pada hakekatnya dapat memberikan dampak yang positif pada
organisasi secara khusus dan daerah secara umum. Kebanyakan perda
transparansi yang ada tidak memiliki sanksi, sehingga sulit dalam
tinggi oleh segenap jajaran pemerintah daerah untuk menerapkan transparansi
pengelolaan keuangan.
Tekanan institusional cenderung berkembang di mana pengukuran dan
kontrol yang lemah atau tidak tepat, yaitu di mana akuntabilitas rendah
(Frumkin dan Galaskiewicz, 2004). Rendahnya akuntabilitas ini
menggambarkan rendahnya keinginan organisasi publik untuk penerapan
transparansi pelaporan keuangan. Tidak adanya transparansi publik akan
menimbulkan dampak negatif yang sangat luas dan dapat merugikan
masyarakat. Dampak negatif yang akan timbul dikarenakan tidak adanya
transparansi adalah dapat menimbulkan distorsi dalam alokasi sumber daya,
memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, menyuburkan praktik-praktik
korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Pada tahun 2011, tingkat
korupsi di Indonesia masih sangat tinggi tinggi, yaitu dengan CPI
(Corruption Perceptions Index) sebesar 3,0 (dengan kisaran 0-10)
(Transparency.org). Hal dapat dijadikan salah satu gambaran bahwa
transparansi di Indonesia masih sangat rendah.
Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (openness)
pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas
pengelolaan sumberdaya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan
informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan
informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh
Stiglitz (1999) menyatakan bahwa transparansi keuangan dan
akuntabilitas merupakan hak asasi setiap manusia. Transparansi secara luas
berarti melakukan tugas dengan cara membuat keputusan, peraturan dan
informasi lain yang tampak dari luar (Hood, 2010). Hood (2007) menyatakan
bahwa transparansi sebagai sebuah konsep mencakup transparansi peristiwa
atau kejadian (informasi yang terbuka tentang input, output, dan outcome),
transparansi proses (informasi yang terbuka tentang transformasi yang
berlangsung antara input, output, dan outcome), transparansi real-time
(informasi yang dirilis segera), atau transparansi retrospektif (informasi
tersedia berlaku surut).
Thompson (dalam Tuasikal, 2007) menegaskan akuntabilitas
merupakan kunci dalam mencapai good governance. Sedangkan transparansi
memiliki arti keterbukaan, yaitu keterbukaan pemerintah daerah dalam
memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya publik
kepada pihak–pihak yang membutuhkan informasi yang merupakan bagian
dari pelayanan publik. Pemerintah daerah berkewajiban untuk memberikan
informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk
pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak–pihak yang
berkepentingan.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah
pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan
keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur melalui media
yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik berhak mengetahui
informasi tersebut. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Dalam rakyat demokratis, rakyat memiliki hak dasar untuk tahu (basic
right to know) dan memperoleh informasi mengenai apa yang sedang
dilakukan pemerintah dan mengapa suatu hal tersebut dilakukan (Stiglitz,
1999). Tidak adanya transparansi publik akan menimbulkan dampak negatif
yang sangat luas dan dapat merugikan rakyat. Dampak negatif yang akan
timbul dikarenakan tidak adanya transparansi adalah dapat menimbulkan
distorsi dalam alokasi sumber daya, memunculkan ketidakadilan bagi
masyarakat, menyuburkan praktik-praktik korupsi, penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan, khususnya di lingkungan organisasi sektor publik.
Saat ini masih belum banyak penelitian empiris yang dilakukan di
Indonesia mengenai penerapan transparansi pelaporan keuangan di
pemerintah daerah. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan transparansi pelaporan
keuangan, khususnya di Kabupaten Kebumen. Penelitian ini bertujuan
memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penerapan transparansi pelaporan keuangan. Selain itu, peneliti juga berusaha
untuk menginterpretasikan dan menjelaskan bukti empiris tersebut dari
digunakan untuk mengetahui sejauh mana penerapan transparansi pelaoran
keuangan.
Penelitian ini berusaha memberikan kontribusi pengetahuan berupa
pengembangan teori, terutama dalam bidang akuntansi sektor publik.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan transparansi pelaporan keuangan di
sektor publik, khususnya organisasi pemerintah di Kabupaten Kebumen.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi homogenitas penerapan kebijakan
transparansi pelaporan keuangan yang dilihat dari sudut pandang teori
institusional. Pemahaman terhadap faktor-faktor penerapan transparansi
pelaporan keuangan dapat memberikan masukan dan gambaran bagi Kepala
Daerah guna memperbaiki, meningkatkan, dan memformulasikan
kebijakannya di masa yang akan dating, Berdasarkan permasalahan diatas,
maka penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam suatu penelitian dengan
judul: “PENGARUH TEKANAN EKSTERNAL, KETIDAKPASTIAN
LINGKUNGAN DAN KOMITMEN MANAJEMEN TERHADAP PENERAPAN TRANSPARANSI PELAPORAN KEUANGAN
( Studi Empiris Pada Skpd Kabupaten Kebumen )” B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
1. Apakah tekanan eksternal berpengaruh terhadap penerapan transparansi
pelaporan keuangan?
2. Apakah ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap penerapan
transparansi pelaporan keuangan?
3. Apakah komitmen manajemen berpengaruh terhadap penerapan
transparansi pelaporan keuangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diperoleh dari rumusan
masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji apakah tekanan eksternal berpengaruh terhadap
penerapan transparansi pelaporan keuangan.
2. Untuk menguji apakah ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap
penerapan transparansi pelaporan keuangan.
3. Untuk menguji apakah komitmen manajemen berpengaruh terhadap
penerapan transparansi pelaporan keuangan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
sektor publik dan dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
tekanan eksternal, ketidakpastian lingkungan dan komitmen manajemen
terhadap penerapan transparansi keuangan di SKPD Kabupaten
Kebumen. Serta dapat memberikan informasi teoritis kepada pihak-pihak
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan masukan untuk menyusun suatu kebijakan dan
pertimbangan dalam meningkatkan penerapan transparansi pelaporan
keuangan.
E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusn masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tinjauan pustaka yng mendukung hipotesis dalam
penelitian ini, meliputi: Teori institusional (Institutional Theory),
Isomorfisme Institusional (Institutional Isomorphism), transparansi pelaporan
keuangan, tekanan eksternal, ketidakpastian lingkungan, komitmen
manajemen, penelitian terdahulu, hipotesis penelitian, serta kerangka
pemikiran.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode-metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi, meliputi: jenis penelitian, populasi dan sampel, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel dan
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas deskripsi data, statistik deskriptif, pengujian
asumsi klasik, pengujian hipotesis dan pembahasan dalam rangka menyusun
kesimpulan.
BAB V PENUTUP
Bab ini membahas simpulan penelitian, keterbatasan yang dihadapi
peneliti, serta saran yang terkait dengan hasil penelitian.