• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana bisnis produk Pegagan kering (Gotu kola) melalui pendekatan cooperative entrepreneur di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana bisnis produk Pegagan kering (Gotu kola) melalui pendekatan cooperative entrepreneur di Bogor"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA BISNIS PRODUK DAUN PEGAGAN KERING (

GOTU

KOLA

)

MELALUI PENDEKATAN

COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

ROSALIN NUR AJANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencan Bisnis Produk Daun Pegagan Kering (Gotu kola) Melalui Pendekatan Co-operative Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ROSALIN NUR AJANI Rencana Bisnis Produk Daun Pegagan Kering (Gotu kola) Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA.

Sebagai salah satu tanaman biofarmaka pegagan (gotu kola) mempunyai banyak potensi baik dari segi kesehatan maupun segi ekonomi. Tingginya kebutuhan terhadap suplai bahan baku untuk industri fitofarmaka memberikan prospek pasar yang sangat baik bagi pegagan untuk dikembangkan di dalam negeri khususnya daerah Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain rencana bisnis pengolahan pasca panen dari tanaman pegagan melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Melalui konsep wirakoperasi bisnis ini dibangun agar petani budidaya pegagan memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan tanaman ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif diterapkan dalam menganalisis dan menghitung keuangan bisnis. Hasil dari proyeksi keuangan menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 67% dan payback period 0.64 tahun. Nilai Net B/C 2.6 dan nilai Gross B/C sebesar 1.1. Dari hasil proyeksi keuangan tersebut dapat dipastikan bahwa bisnis ini tak hanya mampu memberikan keuntungan yang besar akan tetapi juga mampu meningkatkan pendapatan petani.

Kata kunci: biofarmaka, bisnis, pegagan, wirakoperasi.

ABSTRACT

ROSALIN NUR AJANI Business Plan Development of Dried Centella asiatica Leaves Product (Gotu kola) through Cooperative Entrepreneur Approaches in Bogor. Supervised by LUKMAN M BAGA.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

RENCANA BISNIS PRODUK DAUN PEGAGAN KERING

(GOTU KOLA)

MELALUI PENDEKATAN

COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

ROSALIN NUR AJANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang menjadi syarat kelulusan pada Studi Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penelitian ini diselesaikan berdasarkan pengamatan langsung di beberapa daerah di Bogor dengan mengangkat judul Rencana Bisnis Produk Daun Pegagan Kering (Gotu kola) Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc selaku dosen pembimbing dalam studi penelitian ini. Apresiasi dan rasa terimakasih penulis sampaikan kepada teman seperjuangan satu kelompok bimbingan skripsi, staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka IPB, staf Taman Sringganis, staf Biofarindo, staf Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka IPB, staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, serta para petani dan juga pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih pun disampaikan untuk bapak, mama, kakak, dan seluruh keluarga, teman-teman sebimbingan (Anissa Khairina, Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis 47, Sarastika Tiastiningsih, Aisatul Mustaqimah, Dian Maulasa, Rara Tama Putri, Nira Lir Rasmi, Erfanda Irawan, serta sahabat-sahabat lainnya atas segala motivasi, waktu, doa, dan kasih sayangnya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dengan lapang hati penulis menerima kritik serta saran yang dapat membangun. Apabila terdapat kekurangan pada penulisan karya ilmiah ini penulis mohon harap dapat memaklumi.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 26

Metode Pengumpulan Data 26

Metode Analisis Data 26

GAMBARAN UMUM 29

RENCANA BISNIS 30

Rencana Pemasaran 30

Rencana Produk 32

Rencana Produksi dan Operasional 34

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia 46

Rencana Kerjasama Kooperatif 51

Analisis Kendala dan Risiko 55

Rencana Keuangan 57

Hasil Kajian Pendekatan Wirakoperasi 62

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 64

(10)

LAMPIRAN 67

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi komoditas hortikultura utama tahun

2011-2012 1

2 Serapan tanaman obat untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003 2 3 Serapan tanaman obat untuk Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa,

Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003 3

4 Data ekspor komoditas pegagan kering dan negara tujuan ekspor tahun

2011-2012 4

6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama 38

7 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun kedua 38

8 Rincian tenaga teknis berdasarkan deskripsi kerja 41

9 Biaya investasi awal usaha 58

10 Rincian biaya penyusutan 59

11 Rincian biaya operasional 60

12 Modal awal usaha 60

13 BEP pegagan kering 62

14 Hasil melalui pendekatan wirakoperasi 63

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pembentukan badan usaha 18

2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 25

3 Pegagan segar 33

4 Pegagan kering 33

5 Label kemasan 33

6 Mesin vacuum cabinet dryer 35

7 Mesin external vacuum packaging 36

8 Plastik kemasan vakum 37

9 Mesin conveyor pendeteksi logam 37

10 Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat pegagan 40

11 Tata letak bangunan usaha 41

12 Struktur organisasi 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rincian biaya investasi komponen mesin dan peralatan produksi 67 2 Rincian biaya investasi komponen alat dan furnitur perkantoran 67 3 Rincian biaya investasi komponen bangunan dan infrastruktur 68

4 Asumsi komponen biaya investasi 68

5 Rincian biaya tetap komponen tenaga kerja tetap 68

(12)

7 Rincian biaya tetap komponen administrasi perkantoran 69

8 Asumsi komponen biaya tetap 69

9 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 69 10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya 70

11 Asumsi komponen biaya variabel 70

12 Penjualan perusahaan 70

13 Harga pegagan segar yang diterima petani 71

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk flora maupun fauna. Kehidupan masyarakat Indonesia yang identik dengan alam dan dekat dengan ekosistem hutan telah mengantarkan kepada ilmu pengetahuan tradisional yang tinggi mengenai pemanfaatan sumberdaya hayati baik hewan maupun tanaman. Beranekaragam jenis tanaman banyak ditemukan di Indonesia, salah satunya ialah tanaman biofarmaka. Tanaman biofarmaka menjadi sumber bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika bagi kebutuhan konsumsi untuk kesehatan masyarakat. Biofarmaka merupakan tanaman herbal yang sangat berkhasiat, di Indonesia tanaman biofarmaka sangat kaya akan berbagai macam jenis dan spesiesnya. Terdapat kurang lebih 30 000 spesies tanaman yang telah dibukukan sebagai tanaman obat di Indonesia. Perkembangan tanaman obat sebagai salah satu komoditas hortikultura pada tahun 2011 hingga 2012 mengalami peningkatan dengan angka sebesar 4.03 %. Total produksi tanaman obat pada tahun 2011 sebesar 398 482 ton dan tahun 2012 produksi meningkat menjadi 414 535 ton. Jumlah produksi tanaman obat jenis rimpang-rimpangan pada tahun 2011 ialah sebesar 292 467 ton dan meningkat menjadi 308 948 ton pada tahun 2012. Berbeda dengan jenis rimpang, tanaman obat jenis non rimpang mengalami penurunan produksi menginjak tahun 2012 dengan angka 62 357 ton yang semula produksinya mencapai 81 909 ton pada tahun 2011. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan produksi komoditas hortikultura utama tahun 2011-2012

No Komoditas Produksi %

2011 2012*

1 Buah 18 313 507 18 877 615 3.08

2 Sayuran 10 871 224 10 939 752 0.63

3 Tanaman Obat

Temulawak (ton) 24 106 43 230 79.33 Tanaman Obat Rimpang (ton) 292 467 308 948 5.64 Tanaman Obat Non Rimpang (ton) 81 909 62 357 (23.87) Total Tanaman Obat 398 482 414 535 4.03 4 Tanaman Hias Bunga 191 019 658 206 988 651 8.36

Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa tahun 2012 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2012)

(14)

pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini harus melawati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, famakodinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Pernyataan mengenai khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia (Ramdhani 2010).

Tanaman biofarmaka memiliki bagian-bagian tertentu yang biasanya digunakan sebagai bahan baku obat, yaitu bagian akar, rimpang, umbi, bunga, buah, biji, kayu, kulit, kayu, batang, daun, maupun seluruh bagian tanaman. Pengelompokan tanaman obat ini didasarkan atas pemanfaatan bagian tanaman tersebut, salah satu tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan seluruh bagian tanamannya ialah pegagan. Pegagan atau antanan (Centella asiatica) merupakan salah satu tanaman yang telah lama digunakan sebagai bahan baku ramuan obat tradisional. Pegagan dikenal sangat aman dan secara khusus sangat efektif untuk mengobati penyakit kusta, pegagan dikenal mampu merevitalisasi tubuh dan otak, terutama peredaran darah. Karenanya, selama berabad-abad pegagan digunakan untuk mengobati kepikunan dan mencerdaskan otak. Penyakit lain yang bisa diatasi dengan pegagan adalah darah tinggi, stroke, dan penyakit ginjal (Winarto dan Surbakti 2005). Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam dan memanfaatkan obat tradisional serta adanya perubahan gaya hidup memberikan peluang pasar yang semakin besar. Keadaan ini menimbulkan efek positif bagi tanaman obat khususnya pegagan, kesempatan ini yang mendasari terciptanya peluang bagi pelaku usaha dalam memasuki pasar produk biofarmaka. Purwandari (2000) memaparkan bahwa serapan tumbuhan obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan industri, keadaan ekonomi dan kebijakan pemerintah, serta perkembangan harga. Semakin maju dan berkembang industri obat tradisional, baik oleh dorongan pasar maupun teknologi, maka akan semakin tinggi pula pemakaian bahan baku. Data serapan tanaman obat untuk industri kecil obat tradisional di beberapa daerah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Serapan tanaman obat untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003

` Nama dagang Nama latin Bagian yang digunakan

Rata-rata (kg/tahun) Simplisia Terna 1 Pulasari Alyxia reinwardti Kulit 15 712 109 984 ``2 Temulawak Curcuma xanthorrhiza

Roxb

Rimpang 6 193 43 351

3 Temu hitam Curcuma aeruginosa Roxb

Rimpang 2 748 19 236

4 Jahe Zingiber officinale Roxb Rimpang 2 527 17 689 5 Pasak bumi Eurycoma longifolia

Jack

Akar 2 154 15 078

6 Kunyit Curcuma domestica Val Rimpang 1 531 10 717 7 Kencur Kaempferia galangan L Rimpang 1 498 10 486 8 Pegagan Centella asiatica Urb Seluruh bagian

tanaman

1 292 9 044

9 Kumis kucing Orthosiphon aristatus (BI) Miq

Seluruh tanaman

1 206 8 442

10 Brotowali Tinospora tuberculata Daun 1 104 7 728

(15)

Industri kecil obat tradisional (IKOT) telah banyak memanfaatkan tanaman obat dengan melakukan proses pengolahan. Seperti pegagan, pada tahun 2003 beberapa IKOT di daerah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat rata-rata memprodksi 1 292 kg simplisia per tahun dan terna sebesar 9 044 kg per tahun. Tanaman obat yang digunakan oleh IKOT kebanyakan memiliki lokasi tumbuh yang spesifik, pengusahaannya dalam skala kecil, perlu pembudidayaan yang lebih intensif. Berbeda dengan industri obat tradisional (IOT), industri ini kebanyakan menghasilkan produk sebagian besar dalam bentuk jamu, tanaman dibudidayakan dalam skala usaha yang luas, dan sistem budidayanya relatif telah dikenal oleh petani (Kemala et al. 2003). Serapan tanaman obat untuk IOT di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003 menunjukkan bahwa komoditas pegagan memiliki serapan produksi sebesar 43 kg simplisia per tahun dan 302 kg terna per tahun. Angka ini memberikan arti bahwa daya serap tanaman obat untuk IKOT lebih besar dibandingkan dengan serapan tanaman obat yang dimanfaatkan untuk IOT. Berdasarkan data yang didapatkan, angka tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Serapan tanaman obat untuk Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003

` Nama dagang Nama latin Bagian yang

2 Lempuyang Zingiiber aromaticum Vahl 5 Jati Belanda Guazuma ulmifolia

Lamk

Daun 97 682

6 Kunyit Curcuma domestica Val Rimpang 94 661 7 Pulosari Alyxia reinwardtii Kulit 66 459 8 Pegagan Centella asiatica Urb Seluruh bagian

tanaman

43 302

9 Kumis kucing Othosiphon aristatus (BI) Miq

Sumber : Diolah dari Pribadi (2009)

(16)

atau Gotu kola telah banyak di ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Saudi Arabia, India, Cina dan negara Eropa lainnya. Komoditas ini mengalami peningkatan produksi ekspor dilihat dari meningkatnya total berat bersih yang dikirim ke beberapa negara pada tahun 2010 sebesar 1 747 ton dan pada tahun 2011 sebesar 2 607.3 ton. Berdasarkan data tersebut, negara tujuan ekspor yang paling besar menerima kiriman produk pegagan kering ialah Jepang dan Taiwan pada tahun 2010 sedangkan di tahun 2011 ialah Jepang dan Perancis. Pada tahun 2010, harga jual ekspor paling tinggi ialah penjualan ke Negara Perancis dengan harga 39.23 USD per kg dengan total berat bersih 9 307 kg dan FOB value

Tabel 4 Data ekspor komoditas pegagan kering dan negara tujuan ekspor tahun 2011-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

(17)

Indonesia merupakan negara sosialis dimana kebanyakan kegiatan pengelolaan dan pengembangan berbasis kemasyarakatan menjadi pendekatan yang sangat penting dan telah lama dirintis. Kegiatan di negara ini umumnya berasal dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga keberhasilan dari penerapan pengembangan komoditas biofarmaka tergantung pada tingkat partisipasi masyarakat. Disamping itu juga tergantung pada kemampuan para penggerak dan fasilitator di daerah dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat tersebut. Fasilitator dan penggerak merupakan seseorang yang bertugas memfasilitasi dan mendampingi masyarakat selama proses pengembangan tersebut berlangsung. Tujuan yang hendak dicapai oleh para penggerak tersebut ialah melaksanakan kegiatan bersama–sama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Daerah Jawa termasuk kedalam daerah yang memiliki industri obat tradisional (IOT) dan tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa. Maka dari itu, tentu banyak pula tanaman obat yang dikembangkan di daerah Jawa, salah satunya ialah Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki iklim tropis, karakteristik geografis dan topografi iklim yang dimiliki wilayah Bogor sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman hortikultura salah satunya ialah tanaman obat. Pegagan sebagai salah satu komoditas tanaman obat (biofarmaka)merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran yang sangat luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Tak hanya itu, pegagan juga mudah ditanam serta dapat tumbuh dimana saja dengan pertumbuhan yang baik (Winarto dan Surbakti 2005). Hal inilah yang mendasari pegagan dapat tumbuh dengan baik di daerah Bogor. Wilayah Bogor menjadi tempat yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman pegagan sehingga dengan kondisi alam dan potensi yang dimiliki Bogor tersebut menjadikan wilayah ini berpeluang untuk pengembangan budidaya komoditas pegagan. Peluang dan potensi tersebut terlihat dari banyaknya industri herbal maupun obat-obatan tradisional lainnya di wilayah Bogor.

Melihat potensi tanaman pegagan yang sangat besar memberikan motivasi bagi para penggerak dalam mengupayakan kegiatan pengelolaan. Jika dilihat dari sisi ekonomi tentu kegiatan pengelolaan tanaman pegagan akan memberikan banyak keuntungan dan pendapatan bagi masyarakat sekitar maupun pelaku usaha yang menjalankannya. Salah satu yang dapat menjadi penggeraknya ialah seorang wirausaha koperasi (wirakoperasi), yaitu seseorang yang melakukan suatu proses kegiatan untuk menggali potensi pegagan dan mengkaji keadaan suatu wilayah dalam membangun kondisi ekonomi. Seorang wirakoperasi dirasa mampu berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pengembangan komoditas biofarmaka pegagan yang dilakukan bersama dengan masyarakat sekitar. Kegiatan ini sangat kooperatif karena melibatkan seluruh masyarakat agar tercapainya tujuan bersama.

(18)

pegagan ini dapat diterapkan melalui suatu kegiatan bisnis yang akan menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi teresebut muncul melalui suatu kegiatan pengolahan pasca panen dengan mengolah tanaman pegagan sehingga memiliki nilai tambah (added value). Kegiatan pengolahan pasca panen tersebut nantinya akan dibentuk kedalam suatu kegiatan bisnis yang melibatkan seluruh petani maupun masyarakat sekitar sebagai anggota dalam kegiatan usaha tersebut.

Perumusan Masalah

Perkembangan agribisnis biofarmaka di Indonesia nampaknya masih kurang baik dan hanya sebagian masyarakat yang mulai menjalankan pengembangan budidaya tanaman obat. Produktivitas tanaman biofarmaka mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2013) tanaman biofarmaka jenis rimpang umumnya mengalami peningkatan pertumbuhan produksi dari tahun 2008 hingga tahun 2012 kecuali tanaman lempuyang dan lengkuas, sedangkan untuk seluruh tanaman non rimpang mengalami penurunan pertumbuhan produksi dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan permintaan pasar domestik maupun pasar ekspor akan kebutuhan tanaman biofarmaka pegagan sebagai alternatif penggunaan obat bagi kesehatan. Permintaan pasar yang sangat tinggi nampaknya kurang didukung dengan produksi yang dihasilkan oleh tanaman biofarmaka pegagan di Indonesia. Jika penawaran lebih rendah dibandingkan dengan permintaan maka akan terjadi kesenjangan atau kekurangan produksi dan menimbulkan kelebihan permintaan, sehingga akan muncul gap antara jumlah produksi yang dihasilkan dari komoditas pegagan dengan permintaan pasar terhadap kebutuhan pegagan sebagai bahan baku industri obat.

Kurang berkembangnya bisnis di bidang biofarmaka khususnya pegagan dikarenakan skala usaha yang dilakukan oleh petani masih dalam jangkauan usaha yang tersebar, tidak efektif, dan kecil. Kondisi produksi tanaman pegagan belum sesuai dengan kebutuhan yang konsumen harapkan, mengingat kebutuhan akan obat tradisional/herbal semakin tinggi. Namun, disamping itu persoalan lain muncul yaitu harga di tingkat petani masih tergolong rendah sehingga tanaman biofarmaka dianggap kurang menguntungkan. Hal ini menyebabkan para petani kurang tertarik untuk melakukan budidaya tanaman pegagan. Adapun masyarakat yang membudidayakan pegagan namun dengan kondisi kepemilikan lahan yang sempit. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tanaman yang tumbuh di alam liar sehingga beberapa jenis tanaman mulai langka atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai.

(19)

kondisi tersebut, dibutuhkan seorang pelaku usaha yang inovatif dalam mengembangkan usaha biofarmaka dan dibutuhkan sebuah bisnis yang mampu menciptakan keuntungan tidak hanya pelaku bisnis itu sendiri, akan tetapi bagi kesejahteraan petani. Jika ditinjau lebih dalam, petani membutuhkan sebuah bentuk kerjasama dengan pendekatan berbasis masyarakat. Pendekatan tersebut melibatkan seluruh kalangan masyarakat dalam menggali potensi tanaman pegagan, sehingga petani atau masyarakat lainnya merasa memiliki sebagai anggota dalam program tersebut.

Hasil kajian dan pendekatan yang paling mendekati melalui konsep wirakoperasi dengan menumbuhkan kepercayaan dan kepemilikan usaha atas tanggungjawab bersama. Salah satu peran adanya wirakoperasi ialah menciptakan jaringan bisnis yang efektif dan efisien dengan prinsip bermitra dan bekerjasama. Melalui konsep ini suatu sistem yang berkesinambungan akan terbentuk dan melalui kegiatan pengolahan pasca panen tanaman pegagan akan memiliki nilai tambah. Melihat kondisi diatas, dibutuhkan sebuah perencanaan dalam melakukan pengembangan serta pengelolaan budidaya tanaman pegaganyang kemudian berlanjut menuju kegiatan usaha bisnis. Hal ini berujung pada tujuan untuk memajukan pasar tanaman biofarmaka serta guna memenuhi permintaan pasar yang kini terbuka luas. Perencanaan tersebut disusun sebagai tahapan awal memulai kegiatan bisnis, yang ditujukan sebagai upaya peningkatan potensi komoditas pegagan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, terdapat beberapa perumusan masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana menggembangkan potensi tanaman pegagan sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang layak bagi petani?

2. Bagaimana desain rencana bisnis yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan potensi komoditas pegagan sebagai biofarmaka?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menggali potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan pendekatan Cooperative Entrepreneur.

2. Menyusun desain rencana bisnis yang dikembangkan bersama petani melalui pendekatan wirakoperasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan potensi komoditas pegagan sebagai biofarmaka.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut:

1. Bagi petani, mendapatkan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk dapat mengembangkan skala usaha budidaya pegagan sebagai tanaman biofarmaka. 2. Bagi investor, mendapatkan informasi mengenai prospek tanaman biofarmaka

(20)

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Batasan serta ruang lingkup penelitian ini ialah pembahasan mengenai potensi bisnis dari komoditas pegagan sebagai tanaman biofarmaka. Penelitian ini membahas mengenai perencanaan bisnis pengeringan dan pengemasan tanaman pegagan melalui pendekatan wirakoperasi. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis meliputi aspek finansial dan aspek non finansial. Rencana pemasaan, rencana produk, rencana organisasi dan sumberdaya manusia, rencana produksi, serta rencana kerjasama kooperatif merupakan rencana-rencana yang masuk kedalam aspek non finansial. Sedangkan aspek finansial membahas mengenai kriteria investasi, laporan arus kas, dan laporan laba rugi. Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen dengan produk yang dihasilkan berupa intermediate product. Informasi mengenai harga dan jumlah produksi disesuaikan dengan permintaan pasar tanaman pegagan di negara tujuan ekspor. Hal lainnya seperti analisa perilaku konsumen di negara tujuan, maupun spesifikasi mutu output produk yang dihasilkan oleh industri biofarmaka di negara tujuan merupakan hal-hal yang diluar batasan dan ruang lingkup penelitian. Sehingga hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terdahulu sangat penting dan perlu dijabarkan sebagai pendukung bagi penelitian yang akan dijalankan. Penelitian-penelitian sebelumnya akan dicantumkan oleh penulis dalam tulisan ini sebagai bahan pertimbangan serta perbandingan. Bahwa telah terdapat penelitian yang mengangkat topik mengenai rencana bisnis maupun mengenai wirakoperasi serta variabel lain yang dibahas pada penelitian ini. Penelitian oleh Wibowo (2011) yang berjudul Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi mengkaji mengenai perencanaan bisnis dalam menciptakan produk olahan berbahan baku stroberi dimana pada rencana bisnis tersebut menggunakan alat analisis finansial untuk memperhitungkan besar keuntungan yang akan didapatkan oleh bisnis tersebut. Serta aspek-aspek non finansial seperti rencana produk manisan stroberi, renana pemasaran, rencana teknis operasional, hingga rencana manajemen diperhitungkan agar mampu menciptakan binis yang prospektif. Penilaian rencana bisnis dari aspek lingkungan juga dilakukan agar usaha yang didirikan dapat dilaksanakan dengan baik jika melihat dari kondisi lingkungan. Hal tersebut meliputi manajemen pengolahan limbah yang dihasilkan selama kegiatan usaha berjalan. Analisis pada aspek ini dilakukan agar kualitas lingkungan tidak mengalami kerusakan akibat kegiatan usah yang didirikan.

(21)

munculah ide untuk menjalankan bisnis di bidang agroindustri biofarmaka dengan mengolah tanaman obat segar menjadi produk olahan kering. Tanaman biofarmaka dipilih mengingat potensi yang dimiliki tanaman tersebut sangat banyak dan peluang pasar yang kini terbuka luas.

Penelitian Fajrian (2013) yang berjudul Peran Wirakoperasi Dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi berhasil membuktikan bahwa seorang wirakoperasi memiliki peran yang sangat besar dalam peningkatan kesejahteraan petani dengan skala kecil di Kabupaten Sukabumi. CV Bunga Indah Farm melakukan kegiatan usaha berupa pembuatan tanaman hias yang inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Konsep wirakoperasi yang dilakukan oleh pemilik usaha tersebut mampu menciptakan kepercayaan para petani untuk melakukan kegiatan usaha bersama-sama dengan bermitra. Hal ini terbukti dari pengakuan beberapa petani yang mengalami peningkatan pendapatan setelah melakukan kegiatan kerjasama kooperatif.

Pendekatan wirakoperasi yang diterapkan pada CV Bunga Indah Farm ini berupa penentuan ketetapan harga bahan baku yang dibeli dari petani dengan hasil diskusi. Selain membina banyak petani, perusahaan ini juga mempekerjakan masyarakat sekitar usaha dengan latar belakang janda, anak putus sekolah, dan ibu rumah tangga. Contoh yang dapat dilihat pada bisnis tanaman hias di CV Bunga Indah Farm tersebut yaitu bahwasanya keberadaan seorang wirakoperasi memberikan perubahan yang sangat baik yaitu memunculkan lapangan pekerjaan serta mata pencaharian baru yang melibatkan banyak orang di sekitar lokasi bisnis tersebut. Hal ini lah yang memberikan motivasi untuk melakukan sebuah penellitian mengenai rencana bisnis di bidang pertanian biofarmaka melalui pendekatan wirakoperasi di Bogor

Baga (2003) mengkaji mengenai peran-peran wirakoperasi serta profil dari seorang wirakoperasi yang dalam kegiatan sehari-harinya melakukan pengembangan sektor agribisnis. Pada penelitiannya, penulis menganalisis pendekatan yang sesuai dalam mengembangkan dan meningkatkan wirakoperasi bagi berlangsungnya seluruh kegiatan pada sektor pertanian. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) merupakan koperasi yang terbentuk pada masa terpuruknya situasi ekonomi dan sosial. Ketika itu jalur tataniaga susu di Pengalengan banyak dikuasai oleh tengkulak, sehingga peternak kecil tidak mampu menyeimbangkan kondisi pasar. Produksi susu mengalami perkembangan yang sangat lambat, sehingga terjadi beberapa permasalahan dalam hal pemasaran susu kepada Industri Pengolah Susu (IPS). Salah satunya ialah koperasi susu memiliki posisi tawar yang lemah dalam menentukan jumlah dan harga penjualan susu.

(22)

gambaran bahwa untuk memajukan pengembangan sistem agribisnis dapat dilakukan dengan menerapkan fungsi dan peran wirakoperasi. Sehingga, dari kajian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengembangan sistem agrbisnis biofarmaka.

Kajian lainnya dilakukan oleh para peneliti Pusat Studi Biofarmaka IPB Sundawati dkk (2011) tentang Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini memaparkan bahwa dibutuhkan suatu pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran komoditas biofarmaka. Kondisi pemasaran komoditas biofarmaka belum memiliki jalur tataniaga yang jelas karena banyak hambatan yang ditemui dalam pelaksanaannya. Maka dari itu, diperlukan suatu ikatan kemitraan yang efektif antara petani dengan industri agar meningkatkan efektifitas pemasaran komoditas biofarmaka karena banyak dibutuhkan oleh pasar dalam dan luar negeri.

Pengembangan model pemasaran dengan konsep kemitraan yang dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka IPB melibatkan beberapa stakeholder dan shareholder. Pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat dan meningkatkan skala usaha para petani. Kegiatan pelatihan perlu dilakukan dengan menerapkan sistem pelatihan budidya Good Agricultural Practices (GAP) dan proses pengolahan sesuai Good Manufacturing Practices (GMP). Melihat dari hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka IPB, model kemitraan ini memberikan banyak hal positif pada kemajuan pemasaran produk-produk biofarmaka. Melalui kondisi inila maka pada penelitian rencana bisnis pengembangan produk biofarmaka pegagan menerapkan model kemitraan sebagai cara dalam memperbaiki jalur tataniaga. Kemitraan akan dilakukan dengan para petani biofarmaka sebgaia pemasok dan dengan industri-industri fitofarmaka yang membutuhkan pegagan sebagai bahan baku.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Wirakoperasi

(23)

Menurut Baga (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis yang dimuat dalam Prosiding Makalah Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis IPB, wirakoperasi merupakan suatu konsep baru dalam pengembangan koperasi. Wirakoperasi seharusnya lahir dari kalangan insan koperasi, yaitu orang yang memahami dan menghayati benar hakekat dan prinsip-prinsip koperasi dan berupaya untuk mengembangkannya secara konsisten. Seorang wirakoperasi adalah orang yang memiliki keyakinan yang tinggi bahwa koperasi merupakan satu jalan pemecahan dari berbagai masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat lemah seperti halnya petani. Wirakoperasi juga yakin bahwa meningkatkan kesejahteraan anggota melalui gerakan koperasi merupakan suatu hal yang achieveable.

Peran wirakoperasi sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha karena jiwa kewirausahaan yang koperatif pada seorang pemimpin akan menunjukkan sikap yang bertanggungjawab dalam meningkatkan kesejahteraan para anggota dan para petani. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi para petani, sehingga dengan terwujudnya hal-hal tersebut seorang pemimpin telah berhasil melakukan peran wirakoperasi dalam pembangunan agribisnis. Peran seorang wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan para anggotanya (Baga 2011). Konsep wirakoperasi ini dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis yang akan dijalankan dengan melakukan kerjasama bersama petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku atau input usaha yang nantinya rencana bisnis tersebut akan didirikan oleh sorang wirakoperasi. Petani akan mendapatkan kepercayaan dengan memberikan kepastian pasokan bahan baku yang berkelanjutan pada pelaku usaha. Disisi lain, pelaku usaha akan melakukan pembelian bahan baku dengan menetapkan harga yang menguntungkan petani sebagai pemasok utama.

Seorang wirakoperasi harus mampu melakukan hal yang inovatif dalam kegiatan usahanya yang berguna untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk yang dihasilkannya. Tugas seorang wirakoperasi yang utama adalah menciptakan inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan seorang wirakoperasi (Fajrian 2013). Adanya peran wirakoperasi akan meningkatkan skala usahanya serta kesuksesan usaha yang dijalankan wirakoperasi akan membawa kesuksesan pula pada usaha petani.

Rencana Bisnis

(24)

berjalan. Perlu disusun sebuah perencanaan yang matang sebelum mulai menjalankan suatu kegiatan bisnis.

Perencanaan bisnis merupakan pembahasan tertulis yang menguraikan hal-hal yang mendasari pertimbangan pendirian bisnis/usaha dan yang berkaitan dengan pendirian bisnis tersebut. Sehingga inti dari suatu perencanaan bisnis adalah penghubung antara ide dan kenyataan artinya bagaimana ide diwujudkan menjadi kenyataan dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pemicu keberhasilan dan kegagalan suatu bisnis (Sirait 2010). Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang mendeskripsikan semua elemen internal dan eksternal yang relevan dan strategi-strategi untuk memulai sebuah perusahaan baru. Secara ringkas, berikut ini adalah 5 alasan business plan harus dibuat dengan baik menurut Rangkuti (2005), yaitu:

1. Business Plan adalah blueprint usaha yang terkait mengenai pihak-pihak yang bekerja sama dalam kegiatan organisasi dan operasional. Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang akan membantu agar tetap fokus pada tujuan yang telah ditetapkan.

2. Business Plan merupakan alat untuk mencari dana, sehingga berhasil dalam bisnis.

3. Business Plan adalah sarana komunikasi untuk menarik orang lain, pemasok, konsumen, dan penyandang dana. Business plan akan membuat berbagai pihak yang bermitra mengerti tujuan dan cara operasional bisnis tersebut.

4. Rencana bisnis membantu mempermudah dalam menjalankan usaha dengan mengetahui langkah-langkah praktis menghadapi persaingan dan membuat promosi sehingga lebih efektif.

5. Membuat pengawasan lebih mudah dalam kegiatan operasional agar sesuai dengan rencana.

Rencana Pemasaran

Kegiatan bisnis tidak dapat terlepas dari kegiatan pemasaran. Antara kemajuan perusahaan dan pemasaran terdapat hubungan yang saling menunjang, artinya semakin maju perusahaan maka semakin canggih strategi pemasaran yang digunakan. Sebaliknya, semakin canggih strategi pemasaran yang digunakan akan semakin menunjang kemajuan perusahaan (Alma 2008). Target pasar yang akan dituju sangat menentukan apakah bisnis akan mendapatkan keuntungan atau kerugian dari penjualan. Target pasar di dalam maupun di luar negeri sebaiknya dipertimbangkan terlebih dahulu secara matang dengan mengkaji peluang pasar yang ada. Tingginya permintaan disuatu wilayah dapat dijadikan target pasar dalam menjual produk.

(25)

keputusan pada pasar secara menyeluruh. Keputusan ini berkisar pada analisis yang lengkap atas target dan sasaran serta kebutuhan konsumen maupun pelanggan dan lingkungan pasar yang bersaing dengan ketat. Sebelum melakukan bisnis, hendaknya dilakukan kegiatan perencanaan yang mencakup pembahasan terhadap analisis pasar dan bauran pemasaran (marketing mix development). A. Analisis Pasar

Analisis terhadap aspek pasar ini terlebih dahulu harus dilakukan agar dapat mengetahui kondisi pasar potensial yang akan dimasuki oleh produk perusahaan. Analisis aspek pasar yang dilakukan hendaknya dapat menentukan jenis pasar yang akan dipilih apakah berupa pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, maupun pasar monopolistik agar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat. Agribisnis modern melengkapi diri dengan beberapa alat bantu yang canggih dalam pengambilan keputusan pasar termasuk riset pemasaran dan segmentasi pasar. Riset atau analisis pasar merupakan proses pengumpulan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan serta bermanfaat untuk mengetahui kebutuhan dan daya beli pelanggan (Umar 2003). Dalam analisis pasar ini dikaji lebih dalam mengenai strategi pemasaran yang meliputi Segmenting, Targeting, dan Positioning.

1. Segmenting

Segmentasi pasar merupakan proses memilah-milah atau kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari satu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Firdaus 2007). Analisis segmentasi pasar memberikan hasil yang menunjukkan bahwa perilaku konsumen atau pasar yang beragam dan masing-masing dapat dikelompokan ke dalam karakteristik yang relatif homogen menjadi beberapa segmen-segmen pasar. Menurut Kotler dan Susanto (2000) dalam Winandi (2012) pengelompokan segmen pasar dibagi berdasarkan beberapa kelompok, yaitu:

a. Segmentasi berdasarkan kelompok geografi (wilayah, ukuran kota, perkotaan, daerah pinggiran, dan pedesaan).

b. Segmentasi berdasarkan kelompok demografi (usia, jenis kelamin, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, dan suku)

c. Segmentasi berdasarkan kelompok psikografi (kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian).

d. Segmentasi berdasarkan kelompok perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, dan sikap terhadap produk).

2. Targeting

Targeting atau target pemasaran ialah kelompok dari pelanggan masyarakat atau organisasi yang akan langsung dituju dalam program pemasaran produk. Targeting ditujukan agar dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas pemasaran produk dari sekian banyak segmen pasar, sehingga perusahaan harus memilih segmen yang akan dituju oleh perusahaan dalam memasarkan produknya.

3. Positioning

(26)

tanggapan konsumen atau pelanggan. Analisis posisi produk dapat dilakukan dengan analisis preferensi konsumen. Penentuan utama posisi pasar (positioning) dari suatu produk ialah bahwa konsumen memilih suatu merek produk yang memiliki karakteristik yang lebih dibutuhkan, diinginkan, dan dirasakan konsumen dibandingkan dengan merek lain. Maka dari itu, posisi pasar suatu produk biasanya menggunakan perbandingan antar merek produk yang lainnya.

B. Marketing Mix Development

Munculnya perubahan pasar dan pergeseran selera konsumen saat ini, menjadi tantangan dalam kegiatan marketing maka strategi pemasaran harus mampu menjawab tantangan ini sebagai sebuah usaha dalam mencapai target pemasaran produk yang maksimal. Buchari Alma (2008), menjelaskan bahwa ruang lingkup pemasaran ialah membangun kepuasan pelanggan melalui penekanan terhadap mutu produk dan pelayanan, menganalisa konsumen, dan perilaku pembeli serta memunculkan loyalitas pelanggan. Sistem informasi pasar dengan menggunakan hasil riset pemasaran merupakan salah satu tindakan dalam rencana pemasaran.

Kegiatan pemasaran pada bisnis diharapkan beroperasi secara sehat dan jika produk yang dihasilkan mampu memasuki pasar yang potensial dan memiliki tempat di pasaran diharapkan dapat menghasilkan jumlah hasil penjualan yang menguntungkan. Salah satu cara mempertahankan konsumen dalam strategi pemasaran ialah melalui marketing mix dan marketing selection. Marketing mix atau bauran pemasaran merupakan suatu kombinasi yang memberikan hasil maksimal dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, process, dan physical evidence. Unsur-unsur marketing mix yang diterapkan pada rencana bisnis dengan hasil produk barang ialah product, price, place, dan promotion.

1. Produk (Product)

Hasil yang didapatkan dari suatu kegiatan operasional bisnis dan produk dapat berupa barang maupun jasa. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai produk yang akan dipasarkan dan mengenai selera konsumen terhadap produk tersebut. Produk yang dihasilkan harus memiliki product features atau tampilan produk dan atribut-atribut produk yang sesuai kebutuhan serta keinginan konsumen.

2. Harga (Price)

Kebijaksanaan harga yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada strategi pemasarannya akan menentukan keberhasilan pemasaran produk tersebut, sejauh mana harga yang ditetapkan perusahan dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat, sebagian masyarakat, atau bahkan tidak dapat diterima sama sekali.

3. Tempat (Place)

Perencanaan tempat dalam strategi pemasaran membahas tentang pola distribusi barang yang akan disalurkan dan dijual serta ketersediaan fasilitas yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat. Hal tersebut sangat penting dalam melakukan strategi pemasaran.

4. Promosi (Promotion)

(27)

kegiatan-kegiatan periklanan, personal selling, public relations, sales promotion, events, dan direct marketing.

Rencana Produk

Tanaman ini dapat digunakan dalam berbagai bentuk, yaitu bentuk segar, simplisia, ekstrak kental dan kering, serbuk, kapsul, hingga teh. Beberapa bentuk olahan dari daun pegagan inilah yang kini banyak dibutuhkan dan dihasilkan oleh industri. Bentuk fresh product atau daun pegagan segar yang dihasilkan oleh petani nyatanya belum mampu meningkatkan pengembangan komoditas pegagan untuk masuk kedalam industri yang lebih luas. Kebanyakan petani hanya mampu mengolah tanaman pegagan ini dalam bentuk pegagan segar tetapi belum mampu melakukan proses pengolahan yang akan menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product) maupun produk jadi. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan petani dalam mengadopsi teknologi, sehingga petani atau pelaku usaha lainnya belum mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi dari proses kegiatan budidaya yang mereka lakukan. Kondisi inilah yang memunculkan peluang dan mendorong untuk melakukan pengembangan tanaman pegagan melalui sebuah rencana bisnis. Rencana produk akan dilakukan dengan melakukan proses pengolahan lanjutan yaitu pengeringan dan daun pegagan. Bisnis pengeringan daun pegagan ini akan menghasilkan intermediate product atau produk setengah jadi.

Menurut Sembiring (2007), kegiatan pasca panen mencakup dua hal yaitu penanganan (handling) dan pengolahan (processing) bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi. Kegiatan pengolahan ini berupa pengeringan daun pegagan segar dengan menggunakan teknologi gabungan antara pengeringan alami dan pengeringan buatan. Tujuan dari pengeringan yaitu untuk memperpanjang umur simpan produk. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pegagan dengan menggunakan sinar matahari, oven, vacuum cabinet dryer, frezee dryer, maupun kombinasi matahari dengan alat blower (Sembiring 2007). Pengeringan pegagan dengan menggunakan mesin akan menghasilkan mutu simplisia yang lebih baik. Produk simplisia dari bahan baku tanaman pegagan inilah yang nantinya diharapkan akan meningkatkan keuntungan pelaku usaha ketika melakukan kegiatan bisnis karena produk tersebut telah memiliki nilai tambah dengan dilakukannya proses pengolahan produk segar (fresh product) pegagan menjadi produk setengah jadi (intermediate product).

Rencana Operasional (Produksi)

(28)

produksinya. Rencana operasional dikenal sebagai aspek produksi. Penilaian kelayakan terhadap aspek ini sangat penting dilakukan sebelum perusahaan dijalankan. Penentuan kelayakan operasi dan produksi perusahaan pada kegiatan perencanaan bisnis menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis/operasi, sehingga apabila tidak dianalisis dengan baik maka akan berakibat fatal bagi pelaksanaan bisnis kedepan. Aspek ini juga menilai penentuan luas produksi yaitu jumlah produksi yang akan dihasilkan dalam waktu tertentu dengan biaya yang paling efisien, sehingga dapat diperoleh profit margin yang tinggi (Kasmir et al. 2010).

Rencana Jumlah Produksi

Rencana jumlah produksi dilakukan agar pelaku bisnis dapat mengestimasi perkiraan mengenai jumlah bahan baku yang akan dipasok dari petani, tingkat permintaan pasar terhadap produk, serta alokasi seberapa besar modal dan biaya yang perlu dikeluarkan. Jumlah produksi berhubungan dengan beberapa hal dalam kegatan produksi, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat permintaan terhadap produk 2. Kapasitas mesin

3. Pasokan bahan baku 4. Modal kerja

5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya Teknologi

Setelah merancang rencana jumlah produksi, sebagai pelaku bisnis juga harus mempertimbangkan mengenai teknologi yang digunakan. Pemilihan teknologi untuk berproduksi dalam menghasilkan produk barang maupun jasa saat ini telah berkembang pesat. Hendaknya, kemajuan teknologi membawa efisiensi yang tinggi pada proses produksi sekaligus menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. Menurut Umar (2007) dalam melalukan pemilihan teknologi harus mengetahui seberapa besar manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan, selain itu terdapat beberapa kriteria lainnya ialah kesesuaian dengan bahan mentah yang dipakai, keberhasilan pemakaian teknologi di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi, dan kemampuan antisipasi terhadap teknologi lanjutan. Beberapa teknologi yang dapat digunakan dalam kegiatan bisnis pengolahan dan pengeringan daun pegagan ini seperti vacum cabinet dryer, oven, frezee dryer, blower, dan teknologi mesin vacum packaging sebagai alat pengemasan produk (Yusron 2004).

Perencanaan Bahan Baku

(29)

bahan baku, kuantitas bahan baku, kualitas bahan baku, persediaan bahan baku, dan kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan bahan baku meliputi:

a. Ketersediaan bahan baku b. Kualitas bahan baku c. Harga bahan baku d. Transportasi bahan baku e. Jalur pengadaan bahan baku

f. Faktor-faktor non ekonomis (kondisi alam, cuaca, dan lingkungan) Perencanaan Lokasi dan Tata Letak

Penentuan lokasi dan tata letak menjadi hal yang perlu direncanakan lebih awal. Pemilihan lokasi bisnis dan tata letak bangunan dapat menentukan tingkat efisiensi dan efektifitas kegiatan bisnis yang akan dijalankan. Semakin strategis lokasi yang dipilih maka akan berdampak pula pada peningkatan keuntungan. Perencanaan ruang kerja, ruang produksi, maupun ruang penyimpanan produk ditentukan dengan memperhatikan kebutuhan luasnya dari masing-masing tempat kegiatan tersebut. Rencana tata letak dan lokasi ini sangat berpengaruh terutama dalam aspek kegiatan produksi dan pemasaran produk nantinya.

Tenaga Kerja (Tenaga Teknis)

Tenaga kerja atau tenaga teknis perlu direncanakan kualitas dan kuantitasnya. Kualitas tenaga kerja yang dipakai menentukan seberapa baik keahlilan yang dimiliki pekerja dalam menjalankan proses produksi maupun kegiatan manajemen dan organisasi, sedangkan penentuan kuantitas tenaga kerja mencakup berapa banyak pekerja yang dibutuhkan dalam kegiatan bisnis ini. Bisnis yang baik tentu harus memenuhi kedua kriteria tersebut, baik kuantitas maupun kualitas tenaga kerja perlu diperhitungkan. Pemenuhan tenaga kerja teknis atau produksi sebagai sumberdaya manusia yang terstruktur dan terorganisir dengan baik dapat menciptakan bisnis yang memiliki peluang keuntungan tinggi.

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia

(30)

Perencanaan bisnis dengan tim manajemen akan membentuk badan usaha yang nantinya akan dijalankan dan dikaitkan dengan kekuatan hukum. Disamping hal tersebut, aspek hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis ketika menjalin jaringan kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al. 2009). Aspek hukum meliputi analisis mengenai penetapan jenis badan hukum atau bentuk kepemilikan yang akan digunakan dalam perencanaan bisnis, dalam praktiknya digolongkan menjadi badan hukum perseorangan, firma, perseroan komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), perusahaan negara, perusahaan daerah, yayasan, dan koperasi. Analisis terhadap aspek ini sangat penting mengingat sebelum usaha dijalankan maka dalam kegiatan perencanaan bisnis segala prosedur yang berkaitan dengan izin-izin atau berbagai persyaratan harus terlebih dahulu sudah terpenuhi (Kasmir et al. 2010).

Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Koperasi

Pembentukan sebuah usaha diawali dengan proses pemilihan aspek legalitas. Aspek legalitas sebuah badan usaha dipilih agar usaha tersebut memiliki bentuk hukum secara formal, sehingga badan usaha dapat dilindungi oleh pemerintah. Pendirian bisnis pengolahan pegagan ini diawali dengan adanya ide pembentukan bisnis pengolahan komoditas biofarmaka dengan basis wirakoperasi. Kemudian proses selanjutnya ialah melakukan sosialisasi. Sosialisasi mengenai program kegiatan pengolahan pasca panen ini dilakukan oleh wirakoperasi serta fasilitator lainnya kepada gapoktan di beberapa desa daerah Kecamatan Bogor. Setelah sosialisasi tercapai, maka selanjutnya ialah proses pembentukan badan usaha Koperasi Sejahtera Tani. Skema pembentukan badan usaha dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1 Skema pembentukan badan usaha

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau kelompok dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU No 12 Tahun 2012). Sebuah badan hukum yang disebut sebagai koperasi harus menjalankan prinsip-prinsip dasar koperasi. Menurut UU No 25 Tahun 1992 pasal 5 disebutkan tujuh prinsip koperasi sebagai berikut :

Ide pembentukan

bisnis pengolahan daun pegagan

dengan basis wirakoperasi

Terbentuknya badan usaha

koperasi Sosialisasi

oleh wira koperasi

(31)

1. Bersifat sukarela dan terbuka

Koperasi adalah organisasi yang keaggotannya bersifat sukarela bagi semua orang yang bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa membedakan gender, latar belakang sosial, ras, politik atau agama.

2. Pengawasan oleh anggota secara demokratis

Koperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi oleh anggotanya, yang secara aktif membuat kebijakan membuat keputusan. Laki-laki dan perempuan yang dipilih menjadi pengurus atau penanggung jawab bertanggung jawab kepada rapat anggota.

3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi

Anggota menyetorkan modal mereka secara adil dan mengawasinya secara demokratis. Sebagian dari modal tersebut adalah milik bersama. Balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas.

4. Otonomi dan kemandirian

Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri serta diawasi oleh anggotanya. Apabila koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari luar maka hal itu harus berdasarkan persyaratan yang tetap guna menjamin adanya upaya pengawasan yang demokratis dari anggotanya dan mempertahankan otonomi koperasi.

5. Pendidikan, pelatihan, dan informasi

Koperasi memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan. Tujuannya agar mereka dapat melaksanakan tugas lebih efektif dalam pengembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi bagi orang-orang muda dan tokoh masyarakat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.

6. Kerjasama antar koperasi

Melakukan kerjasama pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional agar gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan lebih efektif dan dapat memperkuat gerakan koperasi.

7. Kepedulian terhadap masyarakat

Koperasi melakukan kegiatan pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota. Struktur Organisasi

(32)

Deskripsi dan Spesifikasi Kerja

Gambaran mengenai tugas dan kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa orang dalam struktur organisasi disebut deskripsi kerja. Penjabaran tugas-tugas yang harus dikerjakan serta tanggungjawab seseorang diterangkan melalui deskripsi pekerjaan. Tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan oleh masing-masing tenaga kerja dan pengurus perusahaan tentunya berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan bidangnya. Pekerjaan dan tanggungjawab tersebut merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi.

Sistem Upah dan Gaji

Penetapan sistem upah dan gaji pada suatu perusahaan tentu berbeda-beda, tergantung dari jabatan dan tanggungjawab yang dibebankan kepada masing-masing tenaga kerja. Upah dan gaji merupakan suatu imbalan yang diberikan kepada pengurus perusahaan, tenaga kerja tetap, maupun tidak tetap atas jasa yang telah dilakukan selama kegiatan produksi dan organisasi berlangsung. Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap dan pengurus perusahaan serta berlangsung terus menerus setiap bulan disebut dengan gaji. Pemberian gaji disesuaikan dengan besarnya UMR (Upah Minimum Regional) yang ada pada tiap-tiap daerah tersendiri. Sedangkan upah merupakan suatu imbalan atas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja tak tetap (buruh) sesuai dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Menurut Alma (2008), sistem pembayaran upah dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Sistem upah menurut waktu

2. Sistem upah menurut prestasi, potongan, persatuan hasil. 3.Sistem upah borongan

4. Sistem upah premi

Analisis Risiko

Kegiatan bisnis tidak akan pernah terlepas dari segala bentuk risiko. Risiko dapat diartikan sebagai bentuk penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan dan dapat menimbulkan suatu kerugian. Menurut Siahaan (2007) risiko adalah kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya. Darmawi (2007) mendefinisikan bahwa risiko adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan dan risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti. Ketidakpastian yang dominan adalah ketidakpastian akan selalu dihadapi semua manusia dalam seluruh aktivitas kehidupan, baik kehidupan pribadi (personal) maupun kegiatan usaha (business). Berikut ini adalah bentuk-bentuk risiko yang seringkali timbul dalam berbagai aktivitas:

1. Risiko murni (pure risk) adalah bentuk risiko yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian (loss) atau tidak menimbulkan kerugian (no loss/breakeven). Contoh: risiko kebakaran dan risiko kecelakaan.

(33)

3. Risiko fundamental (mendasar) adalah risiko yang apabila terjadi maka dampak kerugiannya bisa sangat luas. Contoh: risiko perang, gempa bumi, dan polusi udara.

4. Risiko khusus (particular) adalah risiko yang apabila terjadi, dampak kerugiannya bersifat lokal tidak menyeluruh atau non catastrophic. Contoh: risiko kebakaran, risiko kecelakaan, dan pencurian.

Analisis mengenai risiko sudah pasti akan berkaitan dengan berbagai cara penanggulangan risiko tersebut. Bisnis yang baik seharusnya memiliki solusi dan cara penanggulangan ataupun pencegahan yang baik pula. Proses penanggulangan tersebut mencakup proses manajanemen risiko. Menurut Sofyan (2004) manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan mengatur atau mengelola terjadinya ketidakpastian yang akan menimbulkan kerugian. Manusia perlu melakukan pengaturan atau pengelolaan risiko-risiko tersebut dengan sebaik-baiknya artinya manusia harus melakukan risk management. Proses kegiatan manajemen risiko terdiri dari tiga tingkatan kegiatan, yaitu identifikasi risiko, evaluasi risiko, dan pengendalian risiko (Kontur 2008). Berikut ini adalah proses manajemen risiko:

1. Tahap Identifikasi Risiko

Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi setiap manusia secara pribadi (human being) dan risiko yang dihadapi dalam proses kegiatan usaha, misalnya proses produksi dalam suatu aktifitas kerja pabrik. Untuk mengidentifikasi risiko yang dihadapi dalam aktivitas produksi suatu pabrik, sebelum secara fisik dilakukan survey terhadap pabrik yang bersangkutan.

2. Tahap Evaluasi Risiko

Dalam tahap evaluasi risiko, ada dua hal yang sangat penting dicari data-datanya atau hasil angka-angkanya, yaitu data tentang severity (dampak kerugian) dan data tentang frekuensi (tingkat keseringan kejadian).

3. Tahap Pengendalian Risiko

Terdapat dua metode yang dapat dilakukan dalam tahap pengendalian ini, pengendalian financial (keuangan) dan pengendalian fisik

Rencana Keuangan

Dalam analisis finansial terdapat kriteria kelayakan investasi yang biasa digunakan dalam menentukan kelayakan suatu usaha atau investasi. Menurut Gittinger (2008) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi yaitu Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, dan Internal Rate of Return.

1. Net Present Value (NPV)

(34)

dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis memppunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2009).

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari discount rate. Menghitung tingkat IRR umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat dicount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif) (Nurmalina et al. 2009).

3. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit cost ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dikatakan layak jika BCR lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan jika nilai BCR lebih kecil dari satu (BCR < 1) maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.

4. Payback Period (PP)

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis dengan nilai payback period yang kecil menunjukkan waktu pengembalian yang singkat atau cepat, kemungkinan besar bisnis tersebut akan dipilih (Nurmalina et al. 2009). Metode payback period ini merupakan metode pelengkap penilaian investasi.

Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (P = ATC minimum) atau dengan kata lain kerugian dan keuntungan sama dengan nol.

Arus Kas (Cashflow)

(35)

1. Aktivitas operasional (operating activities), yaitu semua transaksi yang terkait dengan pos-pos yang ada di income statement, yaitu transaksi yang terkait revenue dan expenses.

2. Aktivitas investasi (investing activities), yaitu semua transaksi yang terkait dengan aktivitas meminjamkan dana kepada pihak lain dan menerima pelunasannya.

3. Aktivitas pendanaan (financing activities), yaitu semua transaksi yang terkait dengan pos-pos long term liability dan stockholders equity. Transaksi tersebut meliputi mendapatkan dan melunasi hutang jangka panjang,mendapatklan dana dari penerbitan saham serta pembayaran deviden.

Tujuan utama laporan arus kas (cash flow statement) adalah memberikan informasi tentang penerimaan dan pembayaran kas entitas selama periode tertentu, memberikan informasi, atas dasar kas, tentang arus kas hasil dari aktivitas operasional (operating), investasi (investing) dan pendanaan (financing).

Menurut Nurhuda (2009) laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku). Laporan arus kas (cash flow) mengandung dua macam aliran atau arus kas yaitu:

1. Cash inflow

Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari:

a. Hasil penjualan produk/jasa perusahaan. b. Penagihan piutang dari penjualan kredit. c. Penjualan aktiva tetap yang ada.

d. Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas. e. Pinjaman/hutang dari pihak lain.

f. Penerimaan sewa dan pendapatan lain. 2. Cash outflow

Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash out flow) terdiri dari:

a. Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain.

b. Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan. c. Pembelian aktiva tetap.

d. Pembayaran hutang-hutang perusahaan.

e. Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan.

(36)

Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan akan kebutuhan tanaman biofarmaka pegagan sebagai bahan baku industri obat sangatlah tinggi. Manfaat serta kegunaan tanaman pegagan telah dirasakan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Kebutuhan akan komoditas biofarmaka ini tidak hanya dibutuhkan oleh pasar dalam negeri, namun pasar luar negeri pun membutuhkan pasokan bahan baku bagi industri fitofarmaka. Disisi lain, kurang berkembangnya bisnis biofarmaka di Indonesia menjadi permasalahan bagi industri obat-obatan herbal atau fitofarmaka. Minimnya minat dari petani budidaya tanaman pegagan menjadi kendala tersendiri, karena nyatanya harga komoditas di tingkat petani masih sangat rendah sehingga potensi bisnis tanaman biofarmaka ini dinilai kurang menguntungkan. Skala usaha yang masih kecil dengan lokasi yang tersebar menjadikan kegiatan usaha ini tidak fokus menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi para pelaku usahanya. Permintaan pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri masih sangat tinggi namun Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditimbulkan karena minimnya pengetahuan petani mengenai kebutuhan pasar saat ini.

Permasalahan serta potensi dan peluang tersebut menimbulkan gap yang harus dianalisis dan dikaji dalam penelitian ini. Banyaknya aspek yang perlu diperhatikan dalam menganalisis suatu kegiatan bisnis tergantung kepada karakteristik dari masing-masing bisnis yang akan dijalankan tersebut. Ditinjau dari permasalahan yang ada, tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan pengembangan budidaya dan bisnis komoditas pegagan di tingkat petani dengan menggunakan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Pendekatan tersebut dilakukan dengan mengaplikasikan jiwa wirakoperasi pada pelaku usaha serta menerapkan kegiatan rantai pasok yang efektif dan efisien dengan bermitra bersama para petani budidaya pegagan.

(37)

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian Pegagan memiliki potensi dilihat

dari tingginya permintaan di pasar dalam negeri maupun luar negeri

dalam bentuk bubuk dan kering. Serta memiliki berbagai kegunaan

bagi kesehatan

Petani kurang mengetahui mengenai kebutuhan pasar. Skala

usaha petani masih kecil, lokasi tersebar, dan harga ditingkat petani rendah sehingga permintaan

konsumen belum terpenuhi

Wirakoperasi sebagai penggerak

Pengembangan komoditas pegagan melalui pengolahan

pasca panen

Membuat kerjasama dan melakukan usaha

kolektif dengan para petani

Meningkatkan nilai tambah

produk

Rencana bisnis pengolahan produk daun pegagan di Bogor

(38)

METODE PENELITIAN

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Rural Apprasial (RRA). selama berjalannya penelitian ini seperti pihak dari BALITRO, Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka, Pusat Studi Biofarmaka IPB, Biofarindo, Taman Sringganis, dan pakar tanaman biofarnaka lainnya. Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengetahui informasi produksi, harga komoditas pegagan, teknik pengolahan, dan pemanfaatan nilai tambah komoditas pegagan, serta pemasaran produknya. Informasi mengenai ekspor dan impor, negara tujuan ekspor serta beberapa perusahan internasional yang membutuhkan bahan baku komoditas medical herb dan spices di luar negeri.

Metode Analisis Data

Data maupun informasi-informasi pendukung lainnya yang diperoleh dari penelitian diolah secara manual dan dianalisis dengan menggunakan dua jenis analisis yaitu analisis non finansial dan analisis finansial. Pendekatan kuantitatif mengunakan analisis finansial untuk mengetahui NPV, IRR, Net B/C dan PP (Nurmalina et al. 2009) serta BEP adalah sebagai berikut :

A. Analisis Non Finansial 1. Rencana Produk

Rencana bisnis akan dilakukan dengan melakukan proses pengolahan lanjutan dan pengeringan serta penggilingan daun pegagan. Bisnis pengolahan daun pegagan ini akan menghasilkan intermediate product atau produk setengah jadi. Produk setengah jadi ini dapat dihasilkan menjadi bentuk pegagan kering dan pegagan bubuk.

2. Strategi dan Rencana Pemasaran

Sistem informasi pasar dalam rangka menganalisa peluang pasar dan mengambil keputusan pemasaran dengan menggunakan hasil riset pemasaran merupakan salah satu tindakan dalam rencana pemasaran. Pada strategi dan rencana pemasaran menggunakan analisis bauran pemasaran dan pola STP pada pemasaran yaitu segmentasi, target, dan posisi produk pada lingkungan pasar. Selain itu, analisa dengan menggunakan bauran pemasaran pun dilakukan melalui pendekatan 4P, yaitu product, place, price, dan promotion.

3. Rencana Operasional (Produksi)

Mencakup rencana jumlah produksi, dilakukan agar pelaku bisnis dapat mengestimasi perkiraan mengenai jumlah bahan baku yang akan dipasok dari petani, tingkat permintaan pasar terhadap produk, serta alokasi seberapa besar modal dan biaya yang perlu dikeluarkan. Pada aspek teknis dan produksi hal utama yang mendasari analisis rencana operasional ialah lokasi bisnis, skala operasi atau luas produksi, kriteria pemilihan mesin atau equipment, proses produksi dan layout perusahaan serta jenis teknologi yang digunakan.

4. Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Gambar

Tabel 2 Serapan tanaman obat untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di
Tabel 3 Serapan tanaman obat untuk Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa, Bali,
Tabel 4 Data ekspor komoditas pegagan kering dan negara tujuan ekspor tahun 2011-2012
Gambar 1 Skema pembentukan badan usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang hasil metabolit pestisida dalam urinnya positif lebih banyak pada yang terlibat dalam kegiatan pertanian (29,2%) dibanding siswa yang tidak terlibat dalam

Karakter privat dan publik meliputi, menerima dan menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati hak yang sama bagi setiap manusia, berpartisipasi dalam

Dengan telah diketahuinya struktur dan potensi produksi pohon gaharu pada setiap tingkat pertumbuhan (Semai, Pancang, Tiang dan Pohon) untuk setiap unit

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa “Terdapat perbedaan kualitas laba secara signifikan antara

Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib

Tahun 2009 volume produksi CPO diperkirakan akan flat mengingat umur tanaman rata-rata yang dimiliki AALI tahun 2008 berusia 14 tahun, artinya saat ini produksi CPO AALI

a) Untuk mengkoordinasikan dan mengkorelasikan usaha manusia dalam struktur organisasi. Hanya bila usaha dari semua divisi telah dijadwalkan dan dikoordinasikan secara layak,

KONSEP KOMPUTER YANG MENGGUNAKAN TEMPAT PENYIMPANAN INSTRUKSI DAN DATA PADA MEMORI..  SAMPAI SEKARANG DIKENAL 2