• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gaharu telah digunakan lebih dari 2000 tahun yang lalu secara luas oleh orang dari berbagai agama, keyakinan dan kebudayaan terutama di Negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara dan Asia Timur Jauh. Perdagangan gaharu di Indonesia dimulai sejak abad ke 5, dan Cina merupakan pembeli terbesar dari produk-produk gaharu tersebut. Perdagangan gaharu selalu tidak menentu bagaikan berbisnis bom, hal ini disebabkan gaharu yang beredar di pasaran berasal dari eksploitasi gaharu alam yang tidak lesteri. Begitu juga perdagangan gaharu di dunia Internasional mengalami fluktuasi, seperti halnya terjadi di India mengalami kekosongan dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1984. Perdagangan mulai marak kembali pada tahun 1985 dan puncaknya terjadi pada tahun 1990 dengan jumlah yang diperdagangkan mencapai 400 ton/ tahun. Pada tahun 1970-an ketika perdagangan gaharu Indonesia menurun, sebaliknya yang terjadi di Tasek Bera Malaysia dan terjadi puncaknya pada tahun 1982 nilai ekspornya dapat mencapai 60 ton/ tahun (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).

Di Indonesia, perdagangan gaharu antara tahun 1918-1925 menunjukkan adanya peningkatan volume yang nyata, yakni berkisar antara 1 kg hingga 8.000 kg/ tahun dan puncaknya pada tahun 1924 yaitu mencapai 8.416 kg/ tahun. Menurut catatan Anonim (1981-1996) pada tahun 1981 jumlah gaharu yang diperdagangkan di Indonesia hampir mencapai angka 500 ton, angka tersebut merupakan jumlah

(2)

mengalami fluktuasi antara 174,9 ton – 285 ton, dan puncaknya pada tahun 1995 hampir memcapai angka 400 ton (Anonim, 1981-1996).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah gaharu yang diperdagangkan di Indonesia, menurut Oldfield et al (1998), telah mengakibatkan populasi Aquilaria spp. di Indonesia mendekati kepunahan. Hal tersebut memicu upaya pelestarian melalui pembatasan pengambilan jenis Aquilaria spp. di alam, antara lain dengan memasukkan A. malaccensis ke dalam Apendiks II CITES (Anonim, 1996).

Pusat perdagangan gaharu dari tahun ke tahun selalu bergeser lokasinya sejalan dengan ketersediaan gaharu alam di sekitar lokasi produksi. Seperti pada tahun 1918-1925 pusat perdagangan gaharu yang cukup besar antara lain di Tanjung Selor (Tarakan), Tanjung Redeb, Siak Indrapura, Belitung, Kumai, Pontianak dan Pekanbaru. Diawali dengan di Belitung sudah tidak lagi sebagai produsen gaharu. Belakangan telah meluas ke bagian timur Indonesia seperti di Sulawesi dan Papua. Gaharu yang dihasilkan dari Indonesia bagian timur jenisnya lain dengan dari bagian barat, yakni dari jenis Gyrinops spp. (Mulyaningsih & Yamada, 2008). Sejalan dengan hal tersebut maka ekploitasi gaharu alam terus terjadi di hutan tropika Indonesia. Indonesia dikenal sebagai pengekspor gaharu terbesar di dunia, pada tahun 1997 sampai 2001 Indonesia ekspor gaharu tercatat 300 ton per tahunnya dan sejak tahun 2001-2003 menurun menjadi 150 ton/ th (Anonim, 2005), pada tahun 2004 sampai sekarang terjadi penurunan yang drastis hingga kurang dari separoh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Keadaan semacam ini mendorong spesies gaharu dari marga Aquilaria dan Gyrinops

(3)

Endangered Species of Wild Flora and Fauna di Bangkok tahun 2004 (Anonim, 2005) dan terdaftar dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) daftar merah dari spesies yang dilindungi dengan status terancam (Anonim, 2006).

Gaharu umumnya dipanen dengan cara menebang pohonnya. Pada tahun antara 1996-2000 gaharu yang telah ditebang dari hutan tropika di Indonesia sekitar 31-91%. Kualitas gaharu yang dihasilkan dari setiap tebangan sangat rendah dengan berat rata-rata 0,10-0,18 kg/ pohon sampai 0,19-2,13 kg/ pohon untuk kelas rendah (kemedangan) sampai dengan gubal gaharu kelas super (Soehartono dan Newton, 2001b). Pada awal tahun 1990-an perdagangan gaharu untuk kelas campuran yang berasal dari pohon Aquilaria spp. yang telah dipanen setiap tahunnya dapat mencapai 300.000 pohon hingga 100.000 pohon bergantung pada keberuntungan dari pemburu gaharu untuk setiap tahunnya (Soehartono dan Newton, 2001b).

Pemanenan gaharu yang berkelanjutan dengan cara menebang pohon penghasil gaharu di hutan seharusnya tidak sampai memusnahkan keragaman populasi gaharu yang ada. Kehilangan salah satu jenis gaharu dari marga Gyrinops Gaertn. atau salah satu varietas dari jenis Gyrinops spp. di hutan tropis di Indonesia diharapkan tidak sampai terjadi sebelum digali informasi yang melekatnya. Seperti halnya yang terjadi di India, populasi Aquilaria spp. sudah habis terutama di Pradesh, Assam dan Meghalay (Chakrabarty, et al., 1994). Keadaan serupa terjadi juga di Brunei Darussalam (Yamada, 1995).

(4)

Gyrinops spp. (Thymelaeaceae) adalah penghasil gaharu yang merupakan salah satu macam produk non kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Teknik pembentukan gubal gaharu pada marga Gyrinops spp. telah intensif dilakukan penelitian antara lain oleh: Parman, et al., 1996, 1998, 2002; Umboh, et al., 1997-1998; Itoh, et al., 2002; Mulyaningsih & Sumarjan, 2002; Mulyaningsih, et al., 2003, 2004, 2005 dan 2006, Nugroho, et al., 2006 dan Santoso et al., 2011.

Populasi pohon gaharu di Sumbawa (NTB) pada tahun 2003 diperkirakan tinggal 100.000 pohon yang terdiri atas populasi pohon 15 batang per ha dan anakan 10.000 batang per ha. Populasi ini terutama yang di daerah Batulanteh, Semamung, Bersanak, Ampang, Malawa, Cenggu, Rakore dan Dompu (Anonim, 2003). Populasi pohon gaharu di Dompu terutama berasal dari kawasan hutan Maria, kawasan hutan ini seluas 16.382 ha. Menurut Soehartono dan Newton (2000), populasi pohon gaharu berkelompok (clumped) terutama pohon gaharu yang termasuk jenis Aquilaria spp. Penelitian tentang gaharu dari jenis Aquilaria telah diteliti mengenai konservasi dan penggunaannya secara lestari terutama dampak dari pemanenan gaharu dan ekologi reproduktifnya di Indonesia khususnya jenis-jenis Aquilaria berada di kawasan Kalimantan (Soehartono dan Newton 2000, 2001a, 2001b). Begitu juga tentang penelitian teknologi pembentukan gubal gaharu dan penemuan berbagai macam mikrobia yang dapat memacu pembentukan gubal gaharu pada Aquilaria spp. (Jalaludin, 1977; Venkataramanan et al., 1985; Sidiyasa dan Suharti, 1987; Beniwal, 1989; Daijo & Oller, 2001; Chaudhari, 1993; Umboh et al., 1997-1998; Tamuli et al., 1999; Tabata et al., 2003; Vernon, 2007; Wilarno

(5)

Kebaruan dalam penelitian ini yang belum pernah diteliti sebelumnya adalah mengenai ekologi G. versteegii di hutan Lombok barat, faktor biotik yang menyusun ekologi gaharu, seperti: komunitas, komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur yang membangun ekosistem G. versteegii, spesies khas yang menjadi indikator pencirinya serta spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan pohon gaharu. Selain itu adalah komponen abiotik yang berkontribusi dalam ekosistem G. versteegii dan hubungan produksi gaharu G. versteegii dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pada tahun 1970-an Ampenan Lombok salah satu daerah pengeksport gaharu yang terkenal di daerah Timur Tengah terutama di daerah Arab Saudi, sampai dikenal gaharu Ampenan. Menurut para pengusaha dan pengumpul gaharu di daerah Lombok, gubal gaharu tersebut antara lain berasal dari daerah Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima. Namun mulai tahun 1990an Ampenan sudah tidak lagi menjadi pengeksport gaharu yang berasal dari hutan di daerah NTB, karena menurut para pemburu dan pengusaha gaharu di Lombok, gubal gaharu alami yang berasal dari hutan di pulau Lombok dan pulau Sumbawa sudah sangat langka. Oleh karena itu pemerintah daerah terutama Kabupaten Lombok Barat pada tahun 1996, mencanangkan untuk membudidayakan pohon gaharu, baik di kawasan hutan yang selanjutnya digunakan sebagai sumber benih gaharu, maupun di kawasan kebun-kebun milik penduduk, sebagai salah satu upaya untuk melestarikan keberadaan pohon gaharu di daerah tersebut.

Produksi gaharu tidak hanya dilihat dari pertumbuhan riap batang pohon gaharu akan tetapi lebih ke arah produksi gubalnya. Indikasi produksi gubal

(6)

tersebut diduga dapat dilihat lebih awal dari produksi karbohidrat kayunya dan produksi keduanya dipengaruhi oleh ekologi tempat tumbuh pohon gaharu tersebut. Disamping itu perburuan yang sangat intensif di hutan-hutan di seluruh Indonesia pada umumnya dan hutan Lombok Barat pada khususnya, maka perlu segara adanya kegiatan untuk menjaga keestariannya. Dalam menjaga kelestarian gaharu di hutan, diperlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan habitat pohon gaharu. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian: “Ekologi gaharu di hutan Lombok Barat”.

1.2. Permasalahan

Selama ini keberadaan hutan di Lombok Barat banyak mengalami tekanan lahan dan perburuan gaharu secara intensif, sehingga sudah tentu keadaan ini akan mengancam keberadaan pohon gaharu. Untuk mempertahankan kelestariannya hidup pohon gaharu, maka perlu memperhatikan habitat dan sebab-sebab kepunahannya. Oleh karena itu perlu mempelajari ekologi secara keseluruhan dari hutan dimana terdapat gaharu, melalui kajian:

1. Unit-unit ekologi ekosistem gaharu.

2. Komponen ekosistem yang bersifat biotik: komunitas pohon gaharu, komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur vegetasi dalam ekosistem gaharu.

(7)

3. Komponen ekosistem yang bersifat abiotik atau fisik yang dapat dijadikan penanda pembeda unit ekologi dalam ekosistem gaharu.

4. Hubungan produksi gaharu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti produksi kayu gaharu, tanaman dan hewan yang berasosiasi, kandungan karbohidrat dalam kayu pohon gaharu serta komponen ekosistem yang bersifat abiotik atau fisik yang dapat dijadikan ciri pembeda setiap kelompok unit-unit ekologis yang menjadi habitat pohon gaharu.

1.3. Keaslian Penelitian

Spesies pohon penghasil gaharu di Indonesia lebih dari 17 jenis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Biasanya Setiap jenis mempunyai daerah persebaran berbeda yang terkait dengan kondisi ekologi spesifik untuk setiap spesies. Penelitian yang berkaitan dengan ekologi gaharu belum banyak diteliti, sedangkan penelitian senada yang telah dilakukan antara lain: ekologi reproduksi, status dan persebaran serta dampak pemanenan gubal gaharunya dari jenis Aquilaria spp. di Indonesia (Soehartono dan Newton, 2000 dan 2001).

Terdapat hal-hal baru dalam penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini memandang bahwa pohon gaharu beserta flora dan fauna yang berasosiasi dengannya merupakan satu kesatuan ekosistem yang utuh, setiap komponennya saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain.

(8)

2. Dengan telah diketahuinya struktur dan potensi produksi pohon gaharu pada setiap tingkat pertumbuhan (Semai, Pancang, Tiang dan Pohon) untuk setiap unit ekologisnya, akan lebih memudahkan untuk menemukan pola umum pengelolaannya apabila ingin mengembangkan HTI (Hutan Tanaman Industri) pohon gaharu pada kawasan hutan dengan kondisi yang mirip atau sama dengan kondisi ekologis pada unit-unit ekologis hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga sangat bermanfaat untuk mensukseskan program penanaman pohon gaharu khususnya program HTI yang kini tengah digalakkan oleh Pemerintah. Apabila dijumpai suatu hamparan lahan dengan kondisi ekologis yang mirip atau sama dengan hasil penelitian ini, maka para perencana dan pengelola sumberdaya hutan dapat dengan tepat menentukan jenis-jenis tanaman yang paling sesuai untuk ditanam pada hutan tersebut dan dapat dengan tepat pula menduga potensi produksi vegetasinya pada saat mencapai kondisi klimaks.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan kontribusi/ peranan setiap komponen ekosistem terhadap kondisi pohon gaharu terutama terhadap struktur dan potensi produksi pohon gaharu dan vegetasi yang berasosiasi.

4. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan sistem pengelompokan atau klasifikasi dan pengharkatan atau stratifikasi unit-unit ekologis berdasarkan komponen-komponen ekosistem yang menjadi penciri utama sebagai pembeda, seperti faktor abiotik baik berupa kondisi tanah, iklim, maupun kondisi geografinya. Atas dasar penelitian ini memungkinkan penyusunan unit-unit

(9)

ekologis pada tingkat yang lebih rinci (detail) lagi, yaitu pada tingkat ragam lahan bahkan sampai pada tingkat fase ragam lahan/ tapak (site).

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian Ekologi gaharu di hutan Lombok Barat ini, dirancang untuk: 1. Menemukan unit-unit ekologi ekosistem G. versteegii.

2. Menemukan flora/ spesies khas yang menjadi indikator pencirinya

3. Menemukan komponen abiotik dalam ekosistem G. versteegii yang dapat dijadikan penanda pembeda unit ekologi dalam ekosistem gaharu dengan ekosistem lainnya.

4. Menemukan komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur ekosistem gaharu. 5. Menemukan komunitas ekosistem G. versteegii.

6. Mempelajari hubungan produksi gaharu G. versteegii dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.5. Faedah Yang Diharapkan

Faidah yang diharapkan penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi bahwa satu unit ekologis yang sama akan memberikan respon atau tanggapan yang kurang lebih sama pula baik terhadap struktur

(10)

maupun terhadap potensi produksi pohon gaharu. Dengan demikian dapat mempermudah pengelolaan hutan selanjutnya.

2. Memperkaya klasifikasi ekologis khususnya untuk hutan gaharu.

3. Memberikan informasi tentang spesies pohon penyusun komunitas ekosistem G. versteegii.

4. Menemukan spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan baik terhadap pertumbuhan G. versteegii yang menjadi indikator setiap unit ekologis.

5. Sistem klasifikasi ekologisnya, untuk satu kelompok unit ekologis yang sama akan memerlukan pola pengelolaan pohon gaharu yang sama pula, baik dari segi tindakan atau perlakuan maupun proyeksi hasil dan biayanya.

6. Sebagai sumber informasi dasar untuk keperluan domestikasi gaharu khususnya pohon gaharu yang mempunyai kesamaan spesies.

7. Sebagai acuan dalam upaya pengelolaan, pengembangan dan konservasi gaharu di masa yang akan datang bukan hanya untuk di Lombok Barat dan sekitarnya tetapi juga untuk wilayah Indonesia lainnya dan bahkan dunia. 8. Sebagai sumber informasi yang valid tentang keberadaan gaharu di hutan alam,

sebagai informasi dasar bagi pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan kuota eksport gubal gaharu yang berasal dari hutam alam.

9. Sebagai dasar untuk mengubah regulasi peredaran dan pemarasan gaharu hasil budidaya, yang lebih mudah dan keberpihakkan pada petani / produsen gaharu.

Referensi

Dokumen terkait

• EONSOLV 134 memiliki flash point yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, sehingga tidak mudah terbakar pada suhu ruangN. • EONSOLV 134 tidak menyebabkan karat dan

kearnaian lingkungan mendorong dikem- bangkannya jasad hayati. Jasad hayati Bacillus thuringiensis israelensis dapat digunakan sebagai sarana alternatif dalam

Secara khusus yang menjadi perhatian dalam tulisan ini adalah benda eagar budaya di Papua yang merupakan sisa-sisa kebudayaan manusia pada masa lalu dan

43/11 Kelurahan Merdeka, Kecamatan Medan Baru yang akan dilakukan oleh Tergugat II dengan alasan bahwa rencana pelelangan tersebut tidak sah karena Penggugat

Palattuaan matkalta Ida Basilier’n kanssa Emelie Bergbom kertoi Betty Elfvingille, että syksyn alussa 1876 Ida Basilier joutuisi matkustamaan Suomesta, mutta erinäisistä syistä

Jika semula seorang calon sarjana dapat mengatakan bahwa kepustakaan tentang sesuatu yang akan ditulisnya sebagai tesis itu belum ada, karena tidak bisa diketemukan di

Strategi prioritas yang dapat digunakan dalam pengembangan dan keberlanjutan Koperasi Agro Siger Mandiri yaitu: (a) membuat dan menata pembukuan yang jelas untuk

Apakah pembelajaran matakuliah CAD pada kelas yang diberi perlakuan dengan penilaian portofolio (penilaian berdasarkan langkah kerja penyelesaian job pada matakuliah