• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME

TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

VINA QUROTULAINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Vina Qurotulaina

(4)

ABSTRAK

VINA QUROTULAINA. Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Dibimbing oleh NOER AZZAM ACHSANI.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonometrika dengan model Vector Error Correction Model (VECM). Penelitian ini menggunakan data time series bulanan tahun 2004:1 sampai 2013:10. Hasil menunjukkan bahwa pada jangka panjang, suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter tidak mempengaruhi

outputmaupun inflasi. Berdasarkan hasil analisis IRF menunjukkan bahwa tidak

adanya kesesuaian teori pada respon masing-masing variabel jika terdapat guncangan pada suku bunga pasar uang antarbank (PUAB), kecuali variabel nilai tukar dan variabel kredit. Hasil analisis FEVD menujukkan bahwa nilai tukar merupakan jalur yang paling memengaruhi output di Indonesia. Jalur kredit merupakan jalur yang paling memengaruhi inflasi di Indonesia.

Kata kunci: mekanisme transmisi kebijakan moneter, VECM.

ABSTRACT

VINA QUROTULAINA. Comparative Analysis of Monetary Transmission Channel in Indonesia. Supervised by NOER AZZAM ACHSANI.

This study aims to compare the relative strength of each channel of monetary transmission mechanism in Indonesia. Methods of analysis used in this study is the Vector model Error Correction Model (VECM). This study use monthly time series data (2004): 1: 10 until 2013. The results show that in the long run, the interbank money market interest rates (PUAB) as the operational target of monetary policy does not affect the output and inflation. Based on the results of the IRF analysis show that the response of each variable if there are shocks on the interbank money market interest rates (PUAB) is not suitable with the theory, unless the exchange rates variable and credit variable. FEVD analysis results shows that the exchange rate channel and credit channel have highest relative importance to explain the output and inflation in Indonesia.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME

TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

VINA QUROTULAINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Nama : Vina Qurotulaina NIM : H14100067

Disetujui oleh

Prof Noer Azam Achsani, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang penulis sajikan adalah mengenai kebijakan moneter dengan judul analisis perbandingan relative jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa yang tek henti-hentinya. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof Noer Azam Achsani, Ph.D selaku pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan ilmu serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.

2. Dr. Lukitawaty Anggraeni S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang benar.

4. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.

5. Sahabat penulis, Tisa, Astika, Triana, Masyitoh, Lia, Annisa dan Trisa. 6. Rekan-rekan sebimbingan, Tiko Permatasari, Bramastyo Agung Wibowo,

Putri Monicha Sari, Wulandari Sangidi, Asty, Fahmi, Efita dan Ardian. 7. Keluarga besar IE 47 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu

di IPB

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Penelitian Terdahulu 3

Kerangka Pemikiran 6

METODE PENELITIAN 8

Jenis dan Sumber Data 8

Metode Analisis dan Pengolahan Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum 12

Hasil Penelitian 15

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan sumber data 8

2 Uji kointegrasi Johansen 15

3 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI 16 4 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI 17 5 Hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 18 6 Perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter

berdasarkan hasil analisis variance decomposition 18

7 Credit to GDP Ratio di beberapa negara ASEAN 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 7

2 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Indonesia Januari 2004-Oktober

2013 12

3 Pergerakan Indeks Produksi Industri Indonesia Januari 2003-Oktober

2013 12

4 Pergerakan Money Market Rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit Riil

Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 13

5 Pergerakan Jumlah Kredit Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 14 6 Pergerakan Jumlah Nilai Tukar Rupiah Januari 2004-Oktober 2013 14 7 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari 2004-

Oktober 2013 15

8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji akar unit pada level 25

2 Hasil Uji Akar unit pada First Difference 30

3 Hasil Uji Lag Optimum 32

4 Hasil Uji Stabilitas VAR 33

5 Hasil Uji Kointegrasi 34

6 Hasil Estimasi Jangka Panjang VECM model IPI 36

7 Hasil Estimasi VECM model CPI 38

8 Impulse Response Function Variabel CPI dan IPI 40 9 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR 42

10 Variance Decomposition of IPI 43

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral memengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan (Warjiyo dan Solikin 2003). Tujuan akhir dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah mencapai apa yang disebut dengan tujuan ekonomi makro yang didalamnya mencakup tiga target yang dikenal dengan trilogi pembangunan. Ketiga target tersebut adalah peningkatan pendapatan nasional yang tinggi, stabilitas perekonomian yang ditunjukkan dengan inflasi yang rendah, serta pemerataan pembangunan (Syofriza 2001).

Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini dimulai dengan perubahan suku bunga kebijakan yang memengaruhi suku bunga pasar, dan pada akhirnya mampu memengaruhi sektor perekonomian riil melalui beberapa jalur diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi inflasi.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menggunakan suku bunga kebijakan (BI Rate) sebagai instrumen dalam pengendalian moneter untuk mencapai sasaran akhir. Melalui BI Rate, Bank Indonesia dapat memengaruhi suku bunga riil jangka pendek dan menengah. Suku bunga riil tersebut akan memengaruhi investasi dan konsumsi yang pada akhirnya dapat memengaruhi

output dan inflasi. Indonesia merupakan negara small open economy yang

menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Pergerakan nilai tukar dapat memengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya dapat memengaruhi output dan inflasi. Oleh karena itu, jalur nilai tukar merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Jalur kredit juga merupakan salah satu mekanisme transmisi kebijakan yang penting di Indonesia, mengingat masih besarnya peran perbankan dalam perekonomian di Indonesia yang salah satunya dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan pihak perbankan yang pada akhirnya mampu memengaruhi output. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset (assetpricechannel) merupakan salah satu transmisi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk dapat mencapai kestabilan harga. Perubahan aset dapat memengaruhi aktivitas perekonomian melalui efek kesejahteraan dan yields yang diperoleh (Antono 2010).

Penelitian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Tahir (2012) yang meneliti perbandingan relatif mekanisme transmisi kebijakan moneter di tiga negara yang menerapkan ITF yaitu Brazil, Chile, dan Korea. Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang sama untuk kasus negara India. Tang (2012) meneliti perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di negara Malaysia. Penelitian mengenai perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia juga telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Wulandari (2012) yang membandingkan peranan jalur kredit dan suku bunga dalam menjelaskan

(12)

2

membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia.

Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan jalur harga aset serta membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur yang paling berperan dalam memengaruhi dua dari tujuan akhir kebijakan moneter yaitu outputdan inflasi.

Perumusan Masalah

Proses mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu hal yang kompleks sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut seiring dengan dinamisnya perkembangan ekonomi. Pengetahuan mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter tetap penting untuk terus dilakukan, agar mampu menciptakan dan suatu kebijakan moneter yang efektif dalam mencapai sasaran akhir. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan moneter tergantung pada kemampuan pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi perubahan parameter yang berhubungan dengan proses transmisi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang variabel transmisi dalam memengaruhi output dan inflasi?

2. Bagaimana kekuatan relatif dari peranan masing-masing jalur transmisi, yaitu jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan jalur harga aset di Indonesia?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjag variabel transmisi dalam mempengaruhi output dan inflasi.

2. Menganalisis kekuatan relatif dari masing-masing transmisi, yaitu jalur suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai perkembangan mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Jalur mekanisme yang dimaksud adalah jalur suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset. Masing-masing jalur diproksikan oleh suku bunga kredit, jumlah kredit, real effective

exchange rate dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Periode yang digunakan

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefinisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama pendapatan nasional (Syofriza 2001).

Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian yang pertama kali dijelaskan oleh QuantityTheoryofMoney atau Teori Kuantitas Uang.

MV =PT

Dimana jumlah uang beredar dikalikan dengan tingkat perputaran uang/income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/outputriil dikalikan tingkat harga (P). Hal ini berarti jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah

outputyang dihitung dengan harga yang berlaku yang ditransaksikan (PT)

(Warjiyo dan Solikin 2003).

Jalur moneter seperti diatas disebut sebagai jalur moneter langsung. Jalur ini dianggap tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor yang selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga asset, kredit dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain melalui jalur langsung, mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi pada lima jalur lainnya yaitu, interest

rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets

price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit) dan expectation

channel (jalur ekspektasi inflasi) (Warjiyo dan Solikin 2003).

Mishkin (2006) mengelompokkan jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok creditview dan other asset

channel yang menggambarkan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi

output. Jalur tersebut diantaranya suku bunga tradisional, pengaruh kurs terhadap

ekspor bersih (exchangeratechannel), teori tobin’s q, pengaruh kekayaan (wealth

channel), jalur kredit bank, jalur neraca, jalur arus kas, unanticipated price level

channel dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Penelitian ini hanya fokus pada

empat jalur yaitu jalur suku bunga, jalur kredit bank, jalur nilai tukar dan harga aset. Oleh karena itu penjelasan lebih lanjut akan dilakukan pada keempat jalur tersebut.

Jalur Suku Bunga

Skema dibawah ini menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansioner yang menggambarkan mekanisme transmisi jalur suku bunga.

(14)

4

Kebijakan moneter ekspansioner menyebabkan penurunan suku bunga riil (i ↓) dimana selanjutnya menurunkan biaya modal yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran investasi (I ↑) sehingga pada akhirnya mendorong peningkatan permintaan agregat dan kenaikan output (Y ↑).

Jalur Kredit

Bank memiliki peranan khusus dalam sitem keuangan karena mampu mengatasi masalah informasi asimetris di pasar kredit. Sepanjang tidak ada substitusi yang sempurna dari simpanan bank ritel dengan sumber pendanaan lainnya, jalur kredit bank dalam mekanisme transmisi moneter bekerja sebagai berikut :

Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) simpanan bank ↑ kredit bank ↑

I ↑ Y ↑

Kebijakan moneter ekspansioner meningkatkan cadangan bank dan simpanan bank yang berakibat pada meningkatnya ketersediaan kredit bank. Kenaikan kredit ini akan menyebabkan pengeluaran investasi meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006)

Jalur Nilai Tukar

Pertumbuhan ekonomi yang semakin global dan diterapkannya sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) meningkatkan perhatian terhadap bagaimana kebijakan moneter memengaruhi kurs yang selanjutnya memengaruhi ekspor bersih dan agregat output.

Jalur ini melibatkan pengaruh suku bunga, ketika suku bunga riil dalam negeri turun, maka aset dalam negeri kurang menarik relatif terhadap aset dengan denominasi mata uang asing. Akibatnya nilai tukar domestik terdepresiasi. Hal ini menyebabkan naiknya net ekspor akibat harga-harga dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan dengan luar negeri yang meningkatkan ekspor. Kenaikan net ekspor pada akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006)

Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) i ↓ E ↓ NX ↑ Y ↑ Jalur Harga Aset (Teori Tobin’s q)

James Tobin mengembangkan sebuah teori yang disebut teori tobin’s q

yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter mampu mempengaruhi perekonomian melalui pengaruhnya terhadap valuasi saham.

q didefinisikan sebagai nilai pasar perusahaan yang dibagi dengan

replacement cost of capital. Jika q tinggi, nilai perusahaan lebih tinggi

dibandigkan dengan biaya penggantian modal. Artinya, perusahaan dapat membeli barang modal baru dengan menerbitkan saham dalam jumlah yang sedikit.

Kebijakan moneter ekspansif meningkatkan permintaan atas saham dan akibatnya meningkatkan harga saham. Kenaikan harga saham akan mendorong kenaikan q dan akibatnya mendorong peningkatan investasi.

(15)

5 Penelitian Terdahulu

Wulandari (2012) meneliti tentang peranan jalur suku bunga dan jalur kredit di Indonesia serta membandingkan kekuatan relatif dari kedua jalur tersebut. Berdasarkan estimasi dari variance decomposition model SVAR menunjukkan hasil bahwa jalur suku bunga lebih berperan dalam memengaruhi tingkat inflasi, sedangkan jalur kredit lebih dominan dalam memengaruhi tingkat outputdi Indonesia.

Peranan masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Brazil, Chile dan Korea telah diteliti oleh Tahir (2012). Hasil Estimasi variance

decomposition dari model SVAR menunjukkan bahwa peranan jalur nilai tukar

dan harga aset lebih dominan di ketiga negara tersebut. Raghavan dan Silvapulle (2007) meneliti kekuatan relatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Malaysia. Penelitian ini menggunakan metode SVAR untuk meneliti keefektifan kebijakan moneter Malaysia dan peranan masing-masing jalur transmisi dalam memengaruhi tingkat harga dan aktivitas ekonomi di Malaysia sebelum dan setelah terjadinya krisis tahun 1997. Periode dalam penelitian ini dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum krisis 1997 dan sesudah krisis. Hasil menunjukkan bahwa sebelum terjadinya krisis tahun 1997, guncangan kebijakan moneter dan nilai tukar secara signifikan memengaruhi outputdan tingkat harga, jumlah uang beredar, suku bunga dan nilai tukar itu sendiri. Namun setelah krisis tahun 1997 hanya jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh kuat terhadap

output.

Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang sama untuk kasus negara India menggunakan model SVAR. Penelitian ini selain menggunakan variabel yang menujukkan kebijakan moneter domestik juga memasukkan variabel seperti harga komoditas dunia dan harga minyak dunia untuk mengetahui pengaruh guncangan kedua variabel tersebut terhadap perekonomian di India. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jalur suku bunga, kredit dan harga aset menunjukkan peranan yang lebih dominan dalam mentransmisikan kebijakan moneter di India dan jalur nilai tukar memiliki peranan paling lemah.

Affandi (2005) membangun sebuah model yang cocok bagi Indonesia untuk menganalisis jalur masing-masing mekanisme transmisi kebijakan moneter serta kaitannya dengan krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.

Syofriza (2001) membandingkan peranan relatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan estimasi impulse respon function

model VECM yang menjelaskan peranan jalur suku bunga, jalur kredit dan jalur nilai tukar. Hasil analisis variance decomposition menunjukan bahwa selama periode 1990:1 sampai 2000:12, jalur nilai tukar lebih dominan terhadap pendapatan pendapatan nasional dibandingkan dengan jalur suku bunga dan jalur nilai kredit.

Sultoni (2013) membandingkan jalur suku bunga kredit dan nilai tukar menggunakan analisis IRF dalam model SVAR dan menemukan bahwa jalur nilai tukar merupakan jalur yang efektif dalam mempengaruhi perekonomian riil dalam hal ini outputbaik secara agregat maupun sektoral.

(16)

6

model VAR menunjukkan bahwa sebelum diterapkannya FFIT, nilai tukar merupakan jalur mekanisme transmisi yang lebih kuat dan cepat dalam mempengaruhi outputdan inflasi. Adanya goncangan di dalam nilai tukar berupa depresiasi akan memengaruhi kestabilan outputdan inflasi. Di sisi lain, jalur suku bunga masih mengalami hambatan, sehingga pengelolaan suku bunga tidak akan memberikan pengaruh yang kuat dan langsung pada outputdan inflasi.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Tahir (2012) yang meneliti perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di negara-negara yang menerapkan ITF yaitu negara Brazil, Chile dan Korea. Dalam penelitian yang akan dilakukan, masing-masing jalur mekanisme diproksikan melalui satu variabel. Jalur suku bunga diproksikan dengan suku bunga kredit dan jalur kredit diproksikan melalui variabel kredit. Jalur nilai tukar diproksikan melalui variabel real effective exchange rate (REER). Jalur harga aset diproksikan melalui variabel indeks harga saham gabungan (IHSG). Penelitian ini juga terdapat dua variabel yang menggambarkan aktivitas perekonomian di Indonesia yaitu variabel indeks produksi industri (IPI) sebagai proksi dari

outputIndonesia. Variabel CPI atau indeks harga konsumen digunakan sebagai

proksi dari Inflasi. Suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter dalam penelitian ini digunakan untuk melihat bagaimana respon masing-masing variabel jalur mekanisme transmisi terhadap

shock atau guncangan sasaran operasional. Terakhir, variabel Oil atau harga

minyak dunia digunakan sebagai proksi dari shock harga dunia yang dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan moneter di Indonesia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya adalah periode yang digunakan dalam penelitian serta negara yang menjadi objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga melihat perbandingan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia.

Kerangka Pemikiran

Mekanisme transmisi kebijakan moneter berjalan melalui beberapa jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan jalur ekspektasi inflasi. Penelitian ini hanya fokus pada analisis perbandingan relatif antara jalur suku bunga, nilai tukar, jalur kredit dan jalur harga aset yang masing-masing diproksikan oleh satu variabel. Penelitian ini menggunakan metode VECM dengan analisis impulse response function dan variance

decomposition untuk melihat kepentingan relatif dari masing-masing jalur

(17)

7

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Mekanisme transmisi Kebijakan Moneter di

Indonesia

Suku Bunga Kredit Nilai Tukar Harga Asset Ekspektasi Inflasi

VAR/VECM

FEVD & IRF Perbandingan Relatif jalur

transmisi

Fokus Penelitian

(18)

8

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan periode Januari 2004 hingga Oktober 2013. Sumber data berasal dari International

FinancialStatistics (IFS), Fred Database, BankofInternationalSettlements (BIS),

Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Semua variabel dalam penelitian ini dikonversikan ke dalam bentuk logaritma natural, kecuali variabel suku bunga kredit riil dan money market rate (MMR). Penjelasan lebih lanjut mengenai sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel dan sumber data

Variabel Deskripsi Sumber

IPI Indeks Produksi Industri

(2010=100)

CEIC

CPI Indeks Harga

Konsumen (2005=100)

IFS

Kredit Kredit yang diberikan

oleh perbankan,

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode Vector error

correction model (VECM). Model VECM mempunyai tiga alat analisis,

diantaranya yaitu uji Kausalitas, impulse response function (IRF) dan forecast

error variance decomposition (FEVD). Analisis IRF dapat digunakan untuk

(19)

9 perubahan variabel lainnya. Melalui peran FEVD ini, penulis ingin melihat peranan masing-masing jalur pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6

dan Microsoft Excel untuk mengelompokan data.

Metode VectorErrorCorrectionModel (VECM)

Data yang tidak stasioner pada level memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Vector error correction model (VECM) merupakan model VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel nonstasioner namun memiliki potensi untuk terkointegrasi. Restriksi tambahan pada VECM harus diberikan karena keberadaan bentuk dan data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Jika terbukti terdapat hubungan kointegrasi dalam model, maka analisis akan dilakukan menggunakan model VECM.

Spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut:

+ + ∑ + dimana :

= vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian = vektor intercept

= vector koefisien regresi = time trend

= , dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang = variabel in-level

= matriks koefisien regresi

= ordo VECM dari VAR = error term

Pengujian Pra Estimasi

Pengujian pra estimasi dilakukan sebelum mengestimasi model. langkah-langkah yang dilakukan sebelum mengestimasi model adalah: uji stasioneritas data, uji lag optimum, dan uji stabilitas.

Uji Stasioneritas Data

Uji stasioneritas data dilakukan untuk mengetahui apakah data stasioner pada level atau first difference bahkan second different. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk menghindari terjadinya spurious regression atau regresi palsu.

Stasioneritas data dapat diuji menggunakan menggunakan Augmented

Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF statistik lebih besar dari nilai kritisnya

(20)

10

Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. Jika nilai trace statictic >

critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi (Firdaus 2011).

Uji Stabilitas

Pengujian berikutnya adalah uji stabilitas VAR. Menurut Firdaus (2011) uji stabilitas dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya<1 maka model model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impulse Response Function

(IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid.

Uji Lag Optimum

Pemilihan panjang lag dalam model VAR terutama untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten. Semakin panjang lag

yang digunakan akan mengurangi degree of freedom dan jumlah observasi. Sedangkan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi yang salah (Basith 2007).

Penentuan lag optimum dilakukan melalui pemilihan kriteria yang terdiri dari Likelihood Ratio (LR), Hannan Quin (HQ), Schwarz Information Criterion

(SIC), Akaike Information Criterion (AIC). Kriteria yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criterion (AIC) minimum.

Model VECM

Model yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(21)

11

dimana :

LnIPI : Indeks produksi industri LnCPI : Indeks harga konsumen LnOIL : Harga minyak dunia

Kredit : Jumlah kredit yang diberikan oleh perbankan Sbkriil : Suku bunga kredit riil

LnREER : Realeffectiveexchangerate LnIHSG : Indeks Harga Saham Gabungan

MMR : Moneymarketrate atau suku bunga pasar uang antar bank

(PUAB)

: Koefisien regresi model VAR : Errorterm

Impulse Respon Function (IRF)

Impulse Response Function (IRF) adalah salah satu innovation accounting

dari model VAR yang dapat melihat respon suatu variabel jika terjadi shock pada variabel lainnya dalam suatu model. Hal ini dikarenakan shock variabel ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang (Firdaus 2011)

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Firdaus 2011).

(22)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Analisis diawali dengan pembahasan mengenai pergerakan masing-masing variabel selama periode penelitian. Analisis ini menggambarkan bagaimana perilaku masing-masing variabel apakah terdapat tren yang positif atau negatif dan melihat apakah pergerakannya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi selama periode penelitian.

Sumber : International Financial Statistic 2014 (Diolah)

Gambar 2 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Indonesia Januari 2004- Oktober 2013

Pergerakan indeks harga konsumen Indonesia memiliki tren yang positif seperti yang terlihat terlihat pada Gambar 2. Sejak tahun 2004 hingga 2013 indeks harga konsumen Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tahun 2005 dan tahun 2008 yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia tersebut membuat pemerintah menetapkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan indeks harga konsumen yang terjadi terus-menerus sepanjang tahun tidak sesuai dengan kerangka kerja kebijakan moneter Indonesia yang memiliki tujuan akhir yaitu menjaga kestabilan harga.

Sumber : CEIC 2014 (Diolah)

(23)

13 Variabel IPI atau indeks produksi industri yang merupakan proksi dari

output juga menunjukkan tren yang positif namun memiliki nilai yang fluktuatif.

Penurunan IPI yang signifikan terjadi pada tahun 2004, 2005, 2006, 2010 dan 2012. Pada tahun 2005, kenaikan harga minyak mentah dunia merupakan sebab terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan turunnya aktivitas produksi sehingga menurunkan output.

Sumber : International Financial Statistic dan Bank Indonesia 2014 (Diolah)

Gambar 4 Pergerakan money market rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit Riil Indonesia Januari 2004-Oktober 2013

Suku bunga kredit memiliki pergerakan yang relatif sama dengan suku bunga PUAB atau money market rate (MMR), namun suku bunga kredit memiliki nilai dengan kisaran yang lebih tinggi dari suku bunga PUAB. Hal ini terlihat dari nilai suku bunga kredit riil yang memiliki kisaran sebesar 6 sampai 17 persen. Suku bunga PUAB atau money market rate (MMR) memiliki kisaran yang lebih kecil yaitu 3 sampai 11 persen.

Suku bunga kredit riil mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2005, 2008 dan tahun 2013. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi gejolak ekonomi yaitu kenaikan harga minyak mentah dunia yang mempengaruhi aktivitas perekonomian Indonesia dan krisis finansial global yang melanda dunia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian adalah dengan menurunkan suku bunga kredit.

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa nilai suku bunga kredit Indonesia tergolong tinggi. Suku bunga kredit yang terlalu tinggi dapat mengurangi investasi karena suku bunga dianggap sebagai biaya dalam investasi. Jika terjadi kenaikan pada suku bunga maka investasi akan turun yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat output.

Jumlah kredit yang diberikan oleh pihak perbankan dalam penelitian ini merupakan proksi dari mekanisme transmisi melalui jalur kredit. Seperti yang terlihat pada Gambar 5 pergerakan jumlah kredit di Indonesia memiliki tren yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kredit di Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kredit ini dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

(24)

14

Sumber : International Financial Statistics (IFS) 2014 (Diolah)

Gambar 5 Pergerakan Jumlah Kredit Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 Gambar 6 merupakan grafik perkembangan Real effective exchange rate

(REER) yang digunakan sebagai proksi jalur mekanisme transmisi jalur nilai tukar. Nilai tukar di Indonesia mengalami pergerakan yang fluktuatif namun fluktuasinya tidak terlalu besar. Nilai tukar Indonesia sempat mengalami penurunan yang signifikan tahun 2005. Nilai tukar Indonesia juga mengalami gejolak yaitu terjadi depresiasi tahun 2008 yang salah satunya juga diakibatkan oleh krisis finansial global.

Sumber : Bank of International Settlements 2014 (Diolah)

Gambar 6 Pergerakan Jumlah Nilai Tukar Rupiah Januari 2004-Oktober 2013

Gambar 7 menjelaskan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merupakan proksi dari mekanisme transmisi jalur harga aset. IHSG mengalami pergerakan yang positif, walaupun sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2008 akibat krisis finansial global yang melanda dunia. Hal ini terjadi karena pasar saham di Indonesia sensitif terhadap gejolak perekonomian. Pergerakan IHSG yang positif di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat kenaikan nilai perusahaan yang dapat meningkatkan investasi dan pada akhirnya mampu meningkatkan output.

(25)

15

Sumber : Bursa Efek Indonesia2014 (Diolah)

Gambar 7 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari 2004- Oktober 2013

Hasil Penelitian

Estimasi VECM

Pengujian pra estimasi telah dilakukan sebelum estimasi menggunakan model. Berdasarkan hasil uji akar unit pada level menggunakan uji ADF menujukkan hasil bahwa hampir semua variabel tidak stasioner pada level, kecuali variabel IPI, SBKriil dan Oil yang stasioner pada level. Selanjutnya dilakukan uji akar unit pada tingkat first difference dan hasil menujukkan bahwa variabel stasioner di tingkat first difference pada taraf nyata 1%, 5% dan 10%. Kemudian berdasarkan pengujian lag optimum, kriteria pengujian yag didasarkan pada nilai AIC minimum menunjukkan model optimum di lag 1. Pengujian stabilitas VAR juga menunjukkan semua akar unit dari fungsi polinomial memiliki nilai kurang dari 1. Hal ini berarti bahwa model VAR sudah stabil, sehingga Impulse Respon

Function dan Forecast Error Variance Decomposition dianggap valid.

Berdasarkan Johansen cointegration test dapat dilihat bahwa terdapat 4 persamaan yang memiliki nilai trace statistic > critical value, hal ini menujukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antar variabel dan metode VECM dapat digunakan.

Tabel 2 uji kointegrasi Johansen

IPI CPI

Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11 Jan-12 Jan-13

(26)

16

Cointegration test yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat

kointegrasi pada model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode VECM untuk mengetahui perbandingan relatif masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi VECM model pertama hampir semua variabel signifikan pada jangka panjang, kecuali variabel harga minyak dunia (Oil) dan MMR atau suku bunga pasar uang antar bank (PUAB).

Variabel harga minyak dunia (Oil) memiliki hubungan yang negatif terhadap IPI. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga minyak dunia sebesar 1% akan menurunkan output sebesar 0.11%. Hubungan antara variabel Oil dan variabel IPI tidak signifikan yang artinya dalam jangka panjang, harga minyak dunia tidak signifikan mempengaruhi output diIndonesia.

CPI atau indeks harga konsumen berpengaruh signifikan terhadap indeks produksi industri (IPI). Hubungan antara CPI dengan IPI adalah negatif. Hubungan yang negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada CPI, maka IPI akan menurun sebesar 1.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, kenaikan harga dapat menurunkan output. Kenaikan harga yang terjadi dalam waktu yang relatif panjang yang tidak diikuti oleh kenaikan upah dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga mengurangi tingkat konsumsi yang merupakan komponen dari output. Penurunan tingkat konsumsi ini mengakibatkan terjadinya penurunan output.

Jumlah kredit berpengaruh signifikan terhadap IPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan jumlah kredit sebesar 1 persen, maka output

akan turun sebesar 0.74 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana kenaikan kredit seharusnya diikuti dengan kenaikan output.

Tabel 3 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI

Variabel Koefisien t-statistic

LNIPI(-1) 1

LNCPI(-1) -1.684413* 4.16702*

LNOIL(-1) -0.117768 1.85747

KREDIT(-1) -0.748824* 2.93680*

SBKRIIL(-1) 0.066764* -3.51252*

LNREER(-1) -1.077578* 4.60006*

LNIHSG(-1) 0.228105* -3.13586*

MMR(-1) 0.009310 -1.21421

Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%

(27)

17 sebesar 1.07 persen. Hal ini sesuai dengan teori dimana apresiasi nilai tukar domestik terhadap nilai tukar asing mengakibatkan harga barang domestik menjadi lebih murah dibandingkan dengan luar negeri sehingga mampu meningkatkan ekspor. Kenaikan ekspor ini akan meningkatkan net ekspor yang pada akhirnya mampu meningkatkan output.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan IPI. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan IHSG sebesar 1 persen, maka output akan naik sebesar 0.22 persen. Hal ini sesuai dengan teori dimana kenaikan harga saham mampu meningkatkan investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan output.

Pada hubungan jangka pendek, hanya ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel IPI yaitu variabel IPI itu sendiri pada lag

pertama, variabel kredit dan MMR pada lag pertama. Variabel IPI lag pertama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IPI sebesar -0.289903. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek kenaikan IPI sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya penurunan IPI sebesar 0.29 persen.

Kredit pada lag pertama berpengaruh signifikan terhadap variabel dengan hubungan yang searah. Artinya ketika ada kenaikan pada kredit, maka IPI juga akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana jika terjadi kenaikan jumlah kredit, maka aktivitas perekonomian akan meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan output.

Variabel MMR pada lag pertama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IPI sebesar -0.012277. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek, kenaikan MMR sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya penurunan IPI sebesar 0.01 persen.

Variabel yang signifikan dalam jangka panjang pada model kedua adalah variabel IPI, kredit, nilai tukar, suku bunga kredit riil dan IHSG. Sedangkan variabel Oil dan MMR tidak berpengaruh secara signifikan jangka panjang terhadap CPI.

Tabel 4 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI

Variabel Koefisien t-statistic

LNCPI(-1) 1

LNIPI(-1) -0.593679* 4.72551*

LNOIL(-1) 0.069916 1.90116

KREDIT(-1) -0.444560* 3.46803*

SBKRIIL(-1) 0.039636* -3.86487*

LNREER(-1) -0.639735* 5.46713*

LNIHSG(-1) 0.135421* -3.22979*

MMR(-1) 0.005527 -1.32249

Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Variabel IPI berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada IPI, maka CPI akan turun sebesar 0.59 persen.

(28)

18

persen. Fenomena ini dapat dijelaskan yaitu ketika harga minyak mentah dunia naik, maka dapat meningkatkan biaya produksi karena naiknya harga input produksi. Meningkatnya biaya produksi akan meningkatkan harga barang. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang relatif panjang, maka akan memicu terjadinya inflasi (Nurhayati, 2013).

Kredit berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan kredit sebesar 1 persen, maka CPI akan turun sebesar 0.44 persen. Variabel suku bunga kredit riil berpengaruh signifikan dan memiliki nilai yang positif terhadap CPI. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan suku bunga kredit riil sebesar 1 persen, maka CPI akan naik sebesar 0.44 persen. Nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada nilai tukar, maka CPI akan turun sebesar 0.59 persen. IHSG memiliki pengaruh yang signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang positif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada IHSG, maka CPI akan naik sebesar 0.59 persen.

Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap CPI pada jangka pendek adalah variabel MMR dengan nilai yang negatif sebesar -0.001660. Hal ini berarti jika terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter sebesar 1 persen, maka CPI atau inflasi akan mengalami penurunan sebesar 0.16 persen.

Impulse Response Function (IRF)

Impulse Response Function (IRF) adalah salah satu innovation accounting

dalam model VECM yang dapat digunakan untuk melihat respon suatu variabel jika terjadi shock pada variabel lainnya dalam suatu model. Dalam penelitian ini akan dilihat respon masing-masing variabel jalur transmisi terhadap guncangan variabel MMR yang bertujuan untuk melihat bagaimana respon variabel jalur mekanisme transmisi jika terdapat guncangan pada suku bunga PUAB atau money

market rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.

Respon variabel kredit terhadap shock MMR baru terlihat pada bulan kedua dan memiliki respon yang negatif. Respon variabel kredit terhadap shock MMR fluktuatif hingga bulan ke-21. Pada bulan ke-22, respon variabel kredit terhadap

shock MMR stabil pada angka -0.002178 hingga bulan ke-36.

Respon variabel suku bunga kredit riil terhadap shock MMR belum terlihat pada bulan pertama. Pada bulan kedua respon variabel SBKriil terhadap shock

MMR adalah positif hingga bulan ketiga. Pada bulan keempat variabel SBKriil merespon negatif terhadap guncangan MMR dan mulai stabil pada bulan ke-25.

Variabel REER atau nilai tukar merespon positif terhadap guncangan MMR pada bulan kedua dan seterusnya hingga bulan ke-36. Respon variabel REER mulai stabil pada bulan ke-23 pada angka 0.006698 Respon positif dari nilai tukar terhadap guncangan MMR berarti bahwa jika diasumsikan terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB atau MMR, maka nilai tukar akan terapresiasi. Hal ini sesuai dengan teori, dimana kenaikan suku bunga akan meningkatkan selisih suku bunga domestik terhadap suku bunga internasional. Hal ini akan meningkatkan capital

inflow sehingga rupiah akan terapresiasi.

(29)

19 jika diasumsikan terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB atau MMR, maka harga saham akan naik. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimaa kenaikan MMR seharusnya diikuti oleh penurunan harga saham.

Berdasarkan analisis IRF didapatkan hasil bahwa jalur kredit dan nilai tukar merupakan jalur yang memiliki kesesuaian dengan teori jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional. Respon variabel kredit adalah negatif jika terjadi kenaikan pada suku bunga PUAB. Variabel suku bunga kredit hanya berjalan seusai teori pada bulan pertama dan variabel IHSG memiliki respon yang tidak sesuai dengan teori sejak awal periode. Ketidaksesuaian respon variabel IHSG kemungkinan terjadi karena IHSG lebih dipengaruhi oleh variabel makroekonomi lainnya dibandingkan dengan variabel MMR.

Gambar 8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition dilakukan untuk melihat

bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error

(30)

20

Hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa pada periode pertama variabel IPI paling besar dapat dijelaskan oleh variabel IPI itu sendiri, dengan kontribusi sebesar 97.28 persen. Kontribusinya terus berkurang hingga akhir periode. Kontribusi variabel CPI pada awal periode kecil hanya sebesar 2.71 persen namun terus mengalami peningkatan hingga akhir periode mencapai angka 45.61 persen. Variabel harga minyak dunia atau Oil hanya memiliki nilai kontribusi yang kecil dalam memengaruhi output, yaitu hanya 0.69 persen pada bulan kedua dan sekitar 3.81 persen pada akhir periode yaitu bulan ke-36. Variabel MMR atau suku bunga PUAB pada awalnya memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan

output, namun nilai kontribusinya terus menurun hingga mencapai angka 0.89

persen pada akhir periode. Variabel kredit juga memiliki kontribusi yang besar pada awal periode. Nilai kontribusi variabel kredit dalam memengaruhi output

pada bulan kedua adalah sebesar 2.41 persen. Namun nilai tersebut terus berkurang hingga akhir periode yang hanya mencapai 1.53 persen. Kontribusi variabel suku bunga kredit dan nilai tukar terus meningkat hingga akhir periode. Variabel IHSG memiliki kontribusi yang kecil dan terus menurun dalam menjelaskan output di Indonesia.

Variabel CPI juga menunjukkan hasil yang sama yaitu fluktuasi variabel CPI yang paling besar dapat dijelaskan oleh variabel CPI itu sendiri dan menunjukkan nilai kontribusi yang semakin menurun pada periode selanjutnya. Variabel kredit merupakan variabel kedua terbesar dalam pengaruhnya terhadap CPI. MMR memiliki kontribusi terbesar ketiga dalam menjelaskan fluktuasi CPI Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Variance Decomposition of IPI

(31)

21 kontribusi sebesar 15.96 persen. Jalur kedua yang memengaruhi output di Indonesia adalah jalur suku bunga dengan nilai kontribusi sebesar 2.32 persen. Hasil analisis variance decomposition ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tahir (2012) yaitu peranan jalur nilai tukar merupakan peranan yang dominan dalam memengaruhi output di negara Brazil dan Chile. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sultoni (2013), Rahutami (2004) dan Syofriza (2001) yang menunjukkan bahwa jalur nilai tukar merupakan jalur yang dominan dalam mempengaruhi output di Indonesia.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahutami (2004) dan Syofriza (2001) menunjukkan fenomena tersebut sebelum diterapkannya full fledged

inflation targeting (FFIT) di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada periode

setelah diberlakukannya FFIT dan menunjukkan bahwa jalur nilai tukar masih merupakan jalur yang dominan.

Tabel 6 Perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter berdasarkan hasil analisis variance decomposition

Ranking IPI CPI dimana jalur harga aset memang tidak terlalu berpengaruh terhadap output. Hal ini dikarenakan rasio nilai emisi saham terhadap PDB di Indonesia yang masih rendah, yaitu hanya 7.5 persen pada tahun 2011. Selain itu, rasio jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan terhadap produk domestik bruto (PDB) (credit to

GDP ratio) di Indonesia juga tergolong rendah. Tahun 2012 rasio kredit yang

disalurkan oleh perbankan kepada sektor swasta hanya sekitar 34.95 persen terhadap PDB. Nilai ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Vietnam yang mencapai angka 94.83 persen pada tahun 2012 dan Malaysia yang mencapai angka 117.76 persen.

Tabel 7 Credit to GDP Ratio di beberapa negara ASEAN *)

Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Keterangan : *) dalam persen

(32)

22

Berdasarkan hasil analisis FEVD didapatkan hasil bahwa jalur kredit merupakan jalur yang paling berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia, dengan kontribusi sebesar 5.13 persen. Jalur kedua yang memengaruhi inflasi di Indonesia adalah jalur nilai tukar dengan nilai kontribusi sebesar 1.02 persen. Jalur harga aset dan suku bunga menempati urutan ketiga dan keempat. Menurut Putri (2009) secara umum kebijakan moneter melalui jalur suku bunga belum efektif dalam mempengaruhi perekonomian. Karena terjadi fenomena noncomplete pass-through

pada pembentukan kedua suku bunga perbankan di Indonesia. Selain itu, terhadap perekonomian, derajat pass-through relatif kecil yaitu lebih kecil dari satu persen yang sekaligus mengindikasikan bahwa perubahan suku bunga kebijakan tidak ditransmisikan sampai pada perekonomian.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis VECM dapat dilihat bahwa masing-masing variabel transmisi berpengaruh siginifikan terhadap output dan inflasi pada jangka panjang. Variabel suku bunga PUAB dan Oil tidak berpengaruh signifikan jangka panjang terhadap output dan inflasi. Variabel IPI, kredit dan suku bunga PUAB memiliki pengaruh jangka pendek terhadap IPI, sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap CPI jangka pendek adalah suku bunga PUAB. Berdasarkan hasil analsis IRF dapat dilihat bahwa jalur transmisi suku bunga dan harga aset tidak memiliki kesesuaian dengan teori jika terdapat shock pada variabel suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Hanya nilai tukar dan kredit yang memiliki kesesuaian dengan teori. Nilai tukar akan merespon positif jika ada guncangan pada suku bunga PUAB. Sedangkan kredit merespon negatif jika terdapat guncangan pada suku bunga PUAB. Hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa jalur nilai tukar adalah jalur yang paling berperan dalam menjelaskan fluktuasi ouput di Indonesia, sedangkan jalur kredit merupakan jalur yang paling berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan otoritas moneter juga memberikan fokus pada besaran nilai tukar mengingat peranan jalur nilai tukar memiliki kontribusi yang besar terhadap fluktuasi output di Indonesia.

(33)

23 deposito dan deposito, variabel investasi dan net ekspor untuk menjelaskan jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar dan harga aset.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi A. 2005. Monetary Transmission Mechanism and Structural Breaks in Indonesia. University of Wollongong Thesis Collection. [Internet]. [Diunduh Februari 2014].Tersedia pada http://ro.uow.edu.au/theses/640/ Antono PD. 2010. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui

Jalur Harga Aset (Asset price channel) di Indonesia. [Tesis]. Depok : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

[BI] Bank Indonesia. 2014. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. [Iternet].

[Diunduh Februari 2014]. Tersedia pada

http://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/moneter/Contents/Default.aspx Basith A. 2007. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur

Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID) : IPB Press

Khundrakpam JK, Jain R. 2011. Monetary Policy Transmission in India: A Peep Inside the Black Box. MPRA Paper No. 50903. [Internet]. [Diunduh Februari 2014].Tersedia pada http://mpra.ub.uni-muenchen.de/50903/ Mishkin FS. 2006. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta (ID):

Salemba Empat

Nuryati N. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Core Inflation di Indonesia. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Putri K. 2009. Interest Rate Pass-Through terhadap Suku Bunga Perbankan dan Perekonomian : Studi Komparatif di ASEAN+3. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Raghavan M, Silvapulle P. 2007. Structural VAR Approach to Malaysian Monetary Policy Framework: Evidence from the Pre- and Post-Asian Crisis Periods. Department of Econometrics and Business Statistics

Monash University, Australia. [Internet]. [Diunduh Februari

2014].Tersedia pada

http://nzae.org.nz/wp-content/uploads/2011/08/nr1215397050.pdf

Rahutami AI. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dan Penerapan Inflation Targeting. Jurnal Akutansi dan Manajemen STIE Desember 2004. Syofriza S. 2001. Perbandingan Peranan Jalur Kredit, Jalur Suku Bunga dan Jalur

Nilai Tukar dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. [Tesis]. Depok : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

(34)

24

Tahir MN. 2012. Relative Importance of Monetary Transmission Channels: A Sructural Investigation; Case of Brazil, Chile and Korea. [Internet]. [Diunduh Februari 2014]France: Universite de Lyon.. Ecomod Working

Paper. Tersedia pada

http://ecomod.net/conferences/ecomod2012?tab=downloads

Tang HC. 2012. The Realtive Importance of Monetary Transmission Channels in Malaysia. [Internet]. [Diunduh Februari 2014]CAMA Working Paper 23/2006. Australian National University. Tersedia pada. https://cama.crawford.anu.edu.au/publication/2314/relative-importance-monetary-policy-transmission-channels-malaysia

Warjiyo P, Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta (ID) : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Wulandari R. 2012. Do Credit Channel and Interest Rate Chennel Play an Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? : A Structural Vector Autoregression Model. [Internet]. International Congress on Interdisciplinary Business and Social Science 2012 [Diunduh Februari

2014]. Working Paper. Tersedia pada http://

(35)

25 Lampiran 1 Hasil uji akar unit pada level

Null Hypothesis: LNIPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.532058 0.0000 Test critical values: 1% level -4.038365

5% level -3.448681 10% level -3.149521

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 4.3

4.4 4.5 4.6 4.7 4.8

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 LNIPI

4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5.0 5.1 5.2

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

(36)

26

Null Hypothesis: LNCPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.618727 0.7798 Test critical values: 1% level -4.038365

5% level -3.448681 10% level -3.149521

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: KREDIT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.929565 0.6327 Test critical values: 1% level -4.038365

5% level -3.448681 10% level -3.149521

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 8.4

8.6 8.8 9.0 9.2 9.4 9.6 9.8

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

(37)

27

Null Hypothesis: SBKRIIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.830323 0.0000 Test critical values: 1% level -4.038365

5% level -3.448681 10% level -3.149521

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6

8 10 12 14 16 18

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

SBKRIIL

4.32 4.36 4.40 4.44 4.48 4.52 4.56 4.60 4.64

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

(38)

28

Null Hypothesis: LNREER has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.140229 0.2296 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: MMR has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.207490 0.2048 Test critical values: 1% level -3.488063

5% level -2.886732 10% level -2.580281

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 3

4 5 6 7 8 9 10 11 12

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

(39)

29

Null Hypothesis: LNIHSG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.506035 0.3248 Test critical values: 1% level -4.039075

5% level -3.449020 10% level -3.149720

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6.4

6.8 7.2 7.6 8.0 8.4 8.8

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

LNIHSG

3.4 3.6 3.8 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0

04 05 06 07 08 09 10 11 12 13

(40)

30

Null Hypothesis: LNOIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.011677 0.0109 Test critical values: 1% level -4.039797

5% level -3.449365 10% level -3.149922

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Lampiran 2 Hasil Uji Akar unit pada First Difference Null Hypothesis: D(LNIPI) has a unit root

Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -16.95892 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNCPI) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.881053 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(KREDIT) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.37073 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

(41)

31

Null Hypothesis: D(SBKRIIL) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -12.07515 0.0000 Test critical values: 1% level -3.488063

5% level -2.886732 10% level -2.580281

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNREER) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.029744 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNIHSG) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.466111 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNOIL) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.743937 0.0000 Test critical values: 1% level -3.487550

5% level -2.886509 10% level -2.580163

(42)

32

Null Hypothesis: D(MMR) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.577099 0.0000 Test critical values: 1% level -3.488063

5% level -2.886732 10% level -2.580281

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Lampiran 3 Hasil Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: D(LNIPI) D(LNCPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG) D(MMR)

Exogenous variables: C Date: 04/30/14 Time: 20:31 Sample: 2004M01 2013M10 Included observations: 109

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 1075.259 NA 4.32e-19 -19.58274 -19.38521 -19.50264 1 1348.190 500.7903 9.37e-21* -23.41633* -21.63856* -22.69538* 2 1406.458 98.36063 1.06e-20 -23.31116 -19.95314 -21.94936 3 1462.626 86.57072 1.28e-20 -23.16745 -18.22920 -21.16481 4 1514.365 72.14925 1.76e-20 -22.94247 -16.42398 -20.29898 5 1561.657 59.00757 2.78e-20 -22.63592 -14.53718 -19.35158 6 1639.040 85.19207* 2.77e-20 -22.88147 -13.20250 -18.95629 7 1705.670 63.57371 3.81e-20 -22.92973 -11.67051 -18.36371 8 1771.189 52.89562 6.35e-20 -22.95759 -10.11813 -17.75072

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error

(43)

33 VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: D(LNCPI) D(LNIPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG) D(MMR)

Exogenous variables: C Date: 06/04/14 Time: 07:26 Sample: 2004M01 2013M10 Included observations: 109

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 1075.631 NA 4.29e-19 -19.58956 -19.39203 -19.50945 1 1347.195 498.2835 9.55e-21* -23.39808* -21.62031* -22.67713* 2 1404.939 97.47506 1.09e-20 -23.28328 -19.92527 -21.92148 3 1459.501 84.09560 1.36e-20 -23.11011 -18.17185 -21.10746 4 1509.270 69.40250 1.93e-20 -22.84899 -16.33049 -20.20550 5 1560.155 63.48966 2.86e-20 -22.60835 -14.50961 -19.32401 6 1642.956 91.15674* 2.58e-20 -22.95331 -13.27434 -19.02813 7 1711.541 65.43945 3.42e-20 -23.03745 -11.77823 -18.47143 8 1777.866 53.54683 5.62e-20 -23.08011 -10.24065 -17.87324

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion

Lampiran 4 Hasil Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial

Endogenous variables: D(LNIPI) D(LNCPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNSP) D(MMR) Exogenous variables: C

Lag specification: 1 1 Date: 04/30/14 Time: 20:31

Root Modulus

-0.436271 - 0.289640i 0.523664 -0.436271 + 0.289640i 0.523664 0.446697 0.446697 0.258425 - 0.349287i 0.434494 0.258425 + 0.349287i 0.434494 -0.092136 - 0.315910i 0.329072 -0.092136 + 0.315910i 0.329072 0.043625 0.043625

(44)

34

Roots of Characteristic Polynomial

Endogenous variables: D(LNCPI) D(LNIPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG)

-0.437321 - 0.288593i 0.523962 -0.437321 + 0.288593i 0.523962 0.226075 - 0.330259i 0.400226 0.226075 + 0.330259i 0.400226 0.385460 0.385460 -0.035720 - 0.272591i 0.274921 -0.035720 + 0.272591i 0.274921 0.055317 0.055317

No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.

Lampiran 5 Hasil Uji Kointegrasi Date: 04/30/14 Time: 20:29

Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments

Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)

Series: LNIPI LNCPI LNOIL KREDIT SBKRIIL LNREER LNIHSG MMR Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic

Critical

Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic

Critical

Value Prob.**

(45)

35

Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 06/04/14 Time: 06:15

Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments

Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)

Series: LNCPI LNIPI LNOIL KREDIT SBKRIIL LNREER LNIHSG MMR Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.421683 249.3688 187.4701 0.0000

Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.421683 63.52535 56.70519 0.0091

Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Variabel dan sumber data
Gambar 4 Pergerakan money market rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit
Gambar 6 merupakan grafik perkembangan Real effective exchange rate(REER) yang digunakan sebagai proksi jalur mekanisme transmisi jalur nilai tukar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Nahrowi Ramli, MSc

Industri furniture merupakan salah satu industri yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian khususnya dalam memberikan kontribusi dalam penciptaan kesempatan

Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak (Wasson et al 1995) 29 , demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali

Rodtong dan Anunputtikul (2004) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas dengan proses satu tahap dengan memanfaatkan limbah tapioka sebagai

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kelautan dan Perikanan untuk pekerjaan Pembangunan Gudang Penyimpan Ikan hasil Olahan yang Anggarannya bersumber dari APBK Tahun Anggaran

Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik.. dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari

Tesis yang berjudul Diskursus Tokoh Arjuna Dalam Legitimasi Raja -Raja Jawa Dinasti Mataram, ini adalah hasil penelitian saya sendiri, dan belum pernah ditulis

Dari penelitian ini kami harap hasil riset ini memudahkan petani untuk menentukan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit dalam memberikan kesimpulan, selain itu